Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event Bt11
|
|
- Surya Setiawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event Bt11 I. Pendahuluan Jagung PRG event Bt11 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim dikembangkan untuk memberikan manfaat bagi ketahanan terhadap hama serangga lepidoptera pada jagung. Jagung PRG event Bt11 menghasilkan protein Btk (protein CryIA(b)) dan enzim phosphinothricin acetyl transferase (PAT). Jagung PRG event Bt11 telah digunakan sebagai pangan dan atau pakan di 18 negara yaitu Amerika Serikat (1996), Jepang (1996), Kanada (1996), Swiss (1998), Inggris (1998), Uni Eropa (1998), Australia (2001), Argentina (2001), Afrika Selatan (2002), Korea Selatan (2003), Filipina (2003), Rusia (2003), Taiwan (2004), Cina (2004), Uruguay (2004), Meksiko (2007), Brasil (2007), dan Kolombia (2008). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK Tahun 2008 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik, TTKHKP telah melakukan pengkajian keamanan pangan jagung PRG event Bt11 berdasarkan informasi genetik dan informasi keamanan pangan yang terdiri atas kesepadanan substansial, alergenisitas, dan toksisitas sebagaimana diuraikan di bawah ini. II. II.1 Informasi Genetik Elemen Genetik Jagung PRG event Bt11 mengandung dua gen interes yaitu gen Btk dan gen PAT. Gen Btk memproduksi protein Btk, yang bertanggung jawab dalam ketahanan terhadap serangga hama penggerek jagung. Gen PAT mengkode enzim PAT, untuk toleran terhadap phosphinothricin (herbisida glufosinat). Promoter dan terminator yang digunakan untuk dua gen interes adalah CaMV-35S dari 35S cauliflower mosaic virus, dan NOS (nopaline synthase) dari Agrobacterium tumefaciens. II.2 Sumber Gen a. Gen Btk adalah perubahan versi full length gen CryIA(b) dari Bacillus thuringiensis var. kurstaki HD-1. B. thuringiensis adalah bakteri tanah aerob gram-positif yang dapat membentuk spora serta memproduksi protein kristal. Protein kristal tersebut efektif berfungsi sebagai insektisida setelah dikonsumsi oleh serangga spesifik yang sensitif terhadap kristal tersebut. Bacillus thuringiensis telah digunakan secara komersil sebagai pestisida hayati yang aman oleh petani sejak tahun b. Gen PAT diklon dari mikroorganisme tanah Streptomyces viridochromogenes strain Tu494. Streptomyces viridochromogenes adalah bakteri tanah gram-positif yang termasuk Actinomycetae dan dapat membentuk spora. Bakteri tersebut memproduksi enzim PAT yang memproteksi dirinya dari tripeptida phosphinothricyl-alanyl-aline (phosphinothricin-tripeptide), yang juga memproduksi dan menunjukkan toksisitas dengan spektrum luas terhadap tanaman. 1
2 II.3 Sistem Transformasi Jagung PRG event Bt11 dirakit menggunakan plasmid pzo1502 melalui sistem protoplast transformation/regeneration dengan menggunakan restriction fragment length polymorphism (RFLP) pada long arm of chromosome 8. Plasmid pzo1502 mengandung dua gen interes yaitu gen Btk dan PAT. Tanaman yang telah mengalami transformasi dengan dua gen tersebut beregenerasi. Tanaman yang beregenerasi kemudian disilangkan dan disilangbalikkan dengan galur unggul non PRG milik Syngenta, dan digunakan sebagai tetua untuk hibrida komersial. II. 4 Stabilitas Genetik Analisis molekuler dengan Southern blot telah dilakukan untuk melihat stabilitas gen sisipan dari generasi ke generasi. Hasilnya menunjukkan bahwa gen sisipan tersebut stabil dari tiga generasi silang balik 3 (BC3) ke generasi silang balik 6 (BC6). Gen Btk dan PAT dalam jagung PRG event Bt11 mengikuti prinsip segregasi hukum Mendel. Kedua gen tersebut terpaut dekat dan selalu bersegregasi bersama. Stabilitas genetik jagung PRG event Bt11 dilaporkan dalam bentuk company report Syngenta Seed AG dengan judul Molecular Characterization of the Genetically Modified Bt11 Maize oleh P. Ahl Goy pada tahun Berdasarkan hasil pengkajian informasi genetik disimpulkan bahwa: a. jagung PRG event Bt11 mengandung satu kopi fragmen vektor yang membawa dua gen Btk dan gen PAT; b. promoter dan terminator yang digunakan untuk dua gen interes adalah CaMV- 35S dari 35S cauliflower mosaic virus, dan NOS (nopaline synthase) dari Agrobacterium tumefaciens; c. dua gen interes Btk (CryIA(b)) dan PAT yang diintroduksikan ke jagung PRG event Bt11 masih stabil dari tiga generasi silang balik 3 (BC3) ke generasi silang balik 6 (BC6); dan d. dua gen interes Btk (CryIA(b)) dan PAT yang diintroduksikan ke jagung PRG event Bt11 diwariskan mengikuti hukum Mendel. III. III.1 Informasi Keamanan Pangan Kesepadanan Substansial Hasil pengkajian kesepadanan substansial dari Jagung PRG event Bt11 diperoleh setelah memperhatikan empat dokumen yang dilaporkan Novartis Seeds, sebagai berikut: (1) Chemical Composition Analysis Done with Bt-11 Maize with a European Background (Laporan Novartis Seeds, tanggal 3 September 1996), (2) Chemical Composition Analysis Done with Bt-11 Maize with a US Background (Laporan Novartis Seeds, tanggal 3 September 1996), (3) Novartis Seeds Genetically Modified Bt11 Maize: Further Determination of the Biochemical Composition of Kernels, including Determination of Anti-nutritional Factors (P. Ahl Goy, Manager Regulatory Affairs, Novartis Seeds AG, tanggal 6 April 1999), (4) Comparison of Vitamin and Mineral Composition of Grain from Bt11 Maize and Non-Modified Maize Hybrids (Novartis Seeds Biotechnology Report No.NSB , tanggal 11 Juli 1997). Untuk keperluan analisis komposisi kimia, jagung PRG event Bt11 dan jagung non PRG ditanam pada tahun 1995 di tiga lokasi, yaitu Greenville, Ayden dan Wade, semuanya di North Carolina, USA. Sampel jagung selanjutnya dianalisis di Illinois 2
3 Crop Improvement Association Inc., Champaign, IL, USA. Data menunjukkan bahwa biji jagung PRG event Bt11 tidak berbeda dari jagung non PRG dalam hal kerapatan (g/cm 3 dari biji jagung pada kadar air standar 15,5%), berat 100 biji jagung, ukuran biji, % pati, % protein, % minyak, dan % serat. Komposisi vitamin dan mineral jagung PRG event Bt11 dan jagung non PRG yang ditanam tahun 1995 di tiga lokasi yang berbeda di USA, yaitu Janesville, Wisconsin, dan Napoleon tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan lebih banyak jagung hibrida yang digunakan, pengujian komposisi di atas diulang dengan mengambil sampel di beberapa lokasi penanaman, yaitu masingmasing dua lokasi di Wisconsin (WI), Ohio (OH), dan Iowa (IA), serta masing-masing tiga lokasi di Illinois (IL) dan North Carolina (NC). Umumnya hasil pengujian kerapatan, berat 100 biji jagung, ukuran biji, % pati, % protein, % minyak, dan % serat serta profil asam lemak dan asam amino menunjukkan bahwa jagung PRG event Bt11 tidak berbeda dengan jagung non PRG. Pada tahun 1998 telah dilakukan analisis proksimat, asam amino, asam lemak, asam fitat dan inhibitor tripsin pada biji jagung PRG event Bt11 dan jagung non PRG yang ditanam di tiga lokasi yang berbeda di Perancis. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan komposisi di antara jagung PRG event Bt11 dan jagung non PRG terkait dengan modifikasi genetik pada jagung tersebut. Dari hasil pengkajian kesepadanan substansial di atas dapat disimpulkan bahwa jagung PRG event Bt11 sepadan secara substansial dengan jagung non PRG. III.2 Alergenisitas Homologi sekuen asam amino dianalisis dengan menggunakan program bioinformatik Basic Local Alignment Search Tool for Protein (BLASTP) versi Entry dibandingkan dengan database protein National Center for Biotechnology Information (NCBI) Entrez Protein Database yang diakses pada tanggal 12 Februari Hasilnya menunjukkan bahwa 471 protein tidak homolog dengan sekuen toksin pada database, sedangkan 433 protein menunjukkan kemiripan sekuen asam amino dengan protein uji yang termasuk dalam golongan protein delta endotoksin (protein Cry atau protein insektisidal) yang berasal dari 8 spesies atau yang merupakan konstruksi gen sintetik. Protein lain yang menunjukkan kesamaan sekuen asam amino termasuk dalam kategori protein hipotetik dengan fungsi nonspesifik dari 7 spesies; protein signal translokasi dan protein dari B. thuringiensis yang termasuk famili parasporin yang bersifat non-hemolitik, non-insektisidal, dan mampu menghambat/membunuh sel kanker, tetapi tidak memberikan efek terhadap sel normal mamalia termasuk manusia. Pada pengujian bioinformatik untuk analisis homologi sekuen protein CryIA(b) (1471 asam amino) dilakukan pembandingan keseluruhan sekuen dan peptida 80 asam amino (Peptida 1 : asam amino 1-80, peptida ke-2 : 2-81 dst.), kemudian dilakukan pencarian 8 asam amino berurutan yang biasa ditemukan pada protein alergen. Hasilnya menunjukkan tidak ada homologi diantara keseluruhan protein, peptida 80 asam amino berurutan dan segmen 8 asam amino berurutan dengan data alergen. Uji bioinformatik juga dilakukan dengan program FASTA (FASTA SEARCH Algorithm versi ) dengan database alergen yang tersimpan di NCBI (tahun 2009) dan FARRP Database. Hasil analisis bioinformatik pembandingan sekuen 3
4 menunjukkan hasil negatif, sehingga disimpulkan bahwa protein CryIA(b) tidak memiliki kemiripan dengan protein alergen dan tidak bersifat imunoreaktif. Uji kesetaraan dalam hal berat molekul; respon imunologi (data Western blot dan ELISA); uji dengan tripsin; sekuen N-terminal; analisis keberadaan glikosilasi; dan uji bioaktivitas, menunjukkan kesetaran protein CryIA(b) (Btk HD-1) yang diproduksi oleh E. coli rekombinan dengan yang diproduksi oleh jagung PRG event Bt11. Dengan demikian pengujian dengan protein E. coli dapat dijadikan acuan dalam menyimpulkan uji serupa bagi protein yang diproduksi oleh jagung PRG event Bt11. Uji daya cerna protein secara in vitro telah dilakukan terhadap enzim PAT dari jagung PRG event Bt11 dan hasilnya dilaporkan sebagai company report (Study Number CAB ) yaitu In vitro Digestibility and Inactivation of the Bar Marker Gene Product Phosphinothricin Acetyltransferase (PAT) under Simulated Mammalian Gastric Conditions oleh Laura Privalle. Penelitian dilaksanakan di CIBA Seeds Agricultural Biotechnology Research Unit, CIBA-Geigy Corporation, 3054 Cornwallis Road, Post Office Box 12257, Research Triangle Park, NC, USA Kepekaan enzim PAT terhadap degradasi proteolitik dalam simulated mammalian gastric fluid (SGF) yang mengandung enzim pepsin diuji melalui visualisasi pada gel SDS PAGE. Data SDS PAGE dan kuantifikasi aktivitas enzim menunjukan bahwa enzim PAT dengan cepat terhidrolisis oleh pepsin, bahkan jika konsentrasi pepsin diturunkan sampai 0,01 kali, terjadi hidrolisis sempurna dalam 2 menit. Pada suhu 37 C enzim cepat mengalami kerusakan dengan atau tanpa pepsin. Pengujian ini menyimpulkan bahwa enzim PAT akan segera kehilangan aktivitas enzimatiknya dan dapat dicerna di dalam lambung mamalia seperti halnya protein non PRG. Dari hasil pengkajian alergenisitas dapat disimpulkan bahwa protein CryIA(b) dan enzim PAT tidak menunjukkan adanya potensi dapat menimbulkan alergi. III.3 Toksisitas A. Protein CryIA(b) Uji toksisitas akut terhadap protein CryIA(b) dari jagung PRG event Bt11 telah dilakukan pada mencit putih, dan hasilnya dilaporkan sebagai company report (Report No: MSL-11985, Job/Project No: ML /EHL 92069) dengan judul: Acute Oral Toxicity Study of Btk HD-1 Tryptic Core Protein in Albino Mice oleh MW Naylor, tanggal 16 Juni Penelitian dilaksanakan di Environmental Health Laboratory, Monsanto Agricultural Group, 645 S. Newstead, St Louis, Missouri Pengujian toksisitas menggunakan mencit putih CD-1 yang dibagi ke dalam tiga kelompok (jumlah mencit per kelompok masing-masing 10 ekor mencit jantan dan 10 ekor mencit betina), berdasarkan pemberian protein Btk HD-1 tryptic core protein (protein CryIA(b)) dengan dosis 400, 1000 dan 4000 mg/kg BB. Digunakan dua kelompok kontrol (masing-masing terdiri dari 10 ekor mencit jantan dan 10 ekor mencit betina); kelompok kontrol pertama memperoleh larutan dapar karbonat 50 mm dengan dosis 66,66 ml/kg BB, sedangkan kelompok kontrol kedua memperoleh larutan bovine serum albumin (BSA) dengan dosis 4000 mg/kg BB. Larutan protein Btk HD-1 tryptic core protein (protein CryIA(b)), larutan dapar dan larutan BSA diberikan secara cekok (gavage). Percobaan berlangsung selama 7 hari, kemudian 4
5 pada hari ke-8 dan ke-9 semua mencit yang hidup dibedah (necropsy), selanjutnya beberapa macam organ diambil untuk diamati secara mikroskopis. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berat badan, konsumsi ransum, jumlah mencit yang hidup, maupun hasil observasi klinis dan gross pathology. Pada hari pertama terdapat 1 ekor mencit betina yang mati dari kelompok yang diberi BSA (kontrol), tidak lama setelah dicekok. Kematian tersebut disebabkan karena kesalahan prosedur intubasi (pemasukan selang untuk cekok) dan bukan disebabkan karena keracunan oleh bahan yang diuji. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Btk HD-1 tryptic core protein (protein CryIA(b)) tidak menimbulkan efek toksik pada mencit sampai dosis 4000 mg/kg BB yang diberikan secara cekok (gavage). B. Enzim PAT Uji toksisitas akut terhadap enzim PAT dari jagung PRG event Bt11 telah dilakukan pada mencit putih, dan hasilnya dilaporkan sebagai company report (Laboratory Study No ) yaitu Acute Oral Toxicity Study in Mice Using the Phosphinothricin Acetyltransferase oleh Janice O Kuhn. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 22 Maret 1995 sampai tanggal 9 Mei 1995 di STILLMEADOW, Inc., Park One Drive, Sugar Land, Texas Pengujian menggunakan mencit putih HSD:ICR yang berumur 8-12 minggu. Pengujian terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kontrol (tanpa diberi enzim PAT) dan kelompok perlakuan (diberi enzim PAT dengan dosis 5050 mg/kg BB, dilakukan secara cekok (gavage) dengan pemberian 19,42 ml/kg BB). Jumlah mencit per kelompok masing-masing 5 ekor mencit jantan dan 5 ekor mencit betina. Bahan percobaan dilarutkan dalam larutan CMC 2%. Selama pengujian dilakukan terdapat satu ekor mencit jantan dari kelompok perlakuan yang mati, dengan tanda-tanda klinis yaitu pada hari-hari pertama pengujian, mencit yang mati dari kelompok perlakuan tersebut menunjukkan penurunan aktivitas. Pada hari ke-6 sampai ke-8, mencit yang mati tersebut menunjukkan gejala piloerection dan ptosis. Terdeteksi pula adanya gejala piloerection pada mencit jantan dari kelompok kontrol pada hari ke nol pengujian. Tidak ada tanda-tanda klinis lain yang ditunjukkan mencit dari kedua kelompok. Kematian satu ekor mencit dari kelompok perlakuan tersebut diduga disebabkan oleh tersumbatnya esofagus (berdasarkan pengamatan necropsy) oleh bahan padat dan bulat. Bahan yang menyumbat tersebut tidak diidentifikasi lebih lanjut, tetapi diduga penyumbatan tersebut menghalangi masuknya ransum dan air ke dalam lambung. Hal inilah yang diduga menyebabkan kematian mencit tersebut. Hasil pengamatan secara necropsy tidak menunjukkan terdapatnya abnormalitas organ dalam pada kedua kelompok percobaan. Abnormalitas hanya ditemukan pada mencit yang mati. Penambahan berat badan mencit tidak dipengaruhi oleh enzim PAT, dan tidak menunjukkan perbedaan di antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada dosis 5050 mg/kg BB mencit, enzim PAT bersifat tidak toksik. 5
6 Dari hasil pengkajian toksisitas tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa protein CryIA(b) dianggap tidak toksik dan enzim PAT termasuk dalam golongan zat yang tidak toksik (practically non toxic). IV. Kesimpulan Atas dasar beberapa uraian tentang informasi genetik dari gen Btk yang merupakan perubahan versi full length gen CryIA(b) dari Bacillus thuringiensis var. kurstaki HD-1 dan gen PAT yang diklon dari mikroorganisme tanah Streptomyces viridochromogenes strain Tu494 yang disisipkan dalam jagung PRG event Bt11; analisis kesepadanan substansial antara komposisi jagung PRG event Bt11 dengan jagung non PRG; serta analisis alergenisitas dan pengujian toksisitas protein CryIA(b) dan enzim PAT, maka dapat disimpulkan bahwa jagung PRG event Bt11 dapat dinyatakan aman untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan. Disarankan bahwa selama jagung PRG event Bt11 belum memperoleh sertifikat aman lingkungan, maka jika ditemukan adanya biji jagung yang tumbuh (tanaman volunteer) harus segera dimusnahkan. Meskipun demikian, karena hal ini terkait dengan aspek keamanan lingkungan, maka saran ini dapat diabaikan apabila jagung PRG event Bt11 telah memperoleh sertifikat keamanan lingkungan. 6
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG MON (Jagung bt)
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG MON 89034 (Jagung bt) I. Pendahuluan Jagung PRG MON 89034 adalah produk generasi kedua dari perusahaan Monsanto yang diklaim dikembangkan untuk memberikan
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR162
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR162 I. Pendahuluan Jagung PRG event MIR162 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim dikembangkan untuk memberikan manfaat bagi ketahanan terhadap
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 89788
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 89788 I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON 89788 merupakan kedelai generasi kedua dari kedelai (Glycine max (L.) Merr.) yang toleran terhadap
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR604
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR604 I. Pendahuluan Jagung PRG event MIR604 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim dikembangkan untuk memberikan manfaat bagi ketahanan terhadap
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event GA21
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event GA21 I. Pendahuluan Jagung PRG event GA21 adalah produk perusahaan Syngenta yang tidak ada bedanya dengan jagung non PRG kecuali dari sifat toleran
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Event NXI-6T
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Event NXI-6T I. Pendahuluan Tebu PRG event NXI-6T dikembangkan dari tebu non PRG varietas JT-26, merupakan produk perusahaan PT. Perkebunan Nusantara XI yang
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event GTS
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event GTS 40-3-2 I. Pendahuluan Kedelai PRG event GTS 40-3-2 merupakan produk kedelai pertama yang mengandung protein CP4 EPSPS yang bertanggung jawab dalam
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Toleran Kekeringan Event NXI-1T
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Toleran Kekeringan Event NXI-1T I. Pendahuluan Tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T merupakan produk perusahaan PT. Perkebunan Nusantara XI yang diklaim
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG NK603
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG NK603 I. Pendahuluan Jagung PRG NK603 mengandung protein CP4 EPSPS termasuk protein CP4 EPSPS L214P yang diekspresikan oleh gen CP4 EPSPS. Gen CP4 EPSPS
Lebih terperinciPENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK
PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK Yusra Egayanti, S.Si., Apt. KaSubdit. Standardisasi Pangan Khusus Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan POM Simposium dan Seminar Nasional Produk
Lebih terperinci2. 24 November Bidang Keamanan Pangan
LAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK (TTKH PRG) TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN JAGUNG PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON 88017 Kegiatan : Pengkajian Keamanan Jagung Produk
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87769
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87769 I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON 87769 adalah kedelai produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto dengan perubahan kandungan asam
Lebih terperinciLampiran 1. Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG MON event 88017
Lampiran 1. Ringkasan Pengkajian Keamanan Jagung PRG MON event 88017 I. Pendahuluan Jagung PRG event MON 88017 merupakan jagung produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto. Jagung PRG event MON 88017
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event 3272
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event 3272 I. Pendahuluan Jagung PRG event 3272 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim dikembangkan untuk memberikan manfaat untuk peningkatan produksi
Lebih terperinciLAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI BIDANG KEAMANAN PANGAN TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN JAGUNG PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON 87411
LAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI BIDANG KEAMANAN PANGAN TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN JAGUNG PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON 87411 Kegiatan : Pengkajian Keamanan Pangan Jagung Produk Rekayasa
Lebih terperinciMAKALAH PENGANTAR BIOTEKNOLOGI DALAM PROTEKSI TANAMAN (PTN 403) JAGUNG TRANSGENIK YANG MENGANDUNG GEN Bt. Kelompok 1:
MAKALAH PENGANTAR BIOTEKNOLOGI DALAM PROTEKSI TANAMAN (PTN 403) JAGUNG TRANSGENIK YANG MENGANDUNG GEN Bt Kelompok 1: Radhian Ardy Prabowo Rita Kurnia Apindiati Lutfi Afifah Kurniatus Ziyadah Yulius Dika
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87427
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87427 I. Pendahuluan Jagung PRG event MON 87427 merupakan jagung produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto yang toleran terhadap herbisida
Lebih terperinciMATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( )
MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI (1414140003) RISKA AMELIA (1414142004) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Lebih terperinciLaporan terinci hasil kajian beserta nama tim pengkaji sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3.
LAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK BIDANG KEAMANAN PANGAN TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN KEDELAI PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON 87751 Kegiatan : Pengkajian Keamanan
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87701
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87701 I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON 87701 merupakan kedelai produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto yang memproduksi protein Cry1Ac
Lebih terperinciPengkajian Keamanan Lingkungan Produk Rekayasa Genetik Vaksin Vectormune HVT-NDV
Pengkajian Keamanan Lingkungan Produk Rekayasa Genetik Vaksin Vectormune HVT-NDV Vaksin Vectormune HVT-NDV adalah vaksin untuk pengendalian dan penanggulangan penyakit Marek s Disease (MD) dan Newcastle
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011
LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 DAFTAR PERTANYAAN PERMOHONAN PENGUJIAN KEAMANAN LINGKUNGAN TANAMAN PRG BERSAMAAN DENGAN UJI ADAPTASI
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan PRG Ice Structuring Protein (ISP)
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan PRG Ice Structuring Protein (ISP) I. Pendahuluan Ice Structuring Protein (ISP) adalah protein alami yang untuk pertama kalinya diidentifikasi 30 tahun yang lalu di
Lebih terperinciA. Informasi Tanaman PRG
LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 10/KSDAE/SET/KSA.2/11/2017 TANGGAL : 3 NOVEMBER 2017 TENTANG : PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN DOKUMEN ANALISIS RISIKO
Lebih terperinciPENGERTIAN BIOTEKNOLOGI
I PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI Bios hidup: Teuchos alat; Logos ilmu Penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia, dan rekayasa dalam mengolah suatu bahan dengan memanfaatkan organisme hidup dan komponenkomponennya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian
Lebih terperinciMengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006
Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006 Salah satu topik yang dibahas dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII adalah pangan transgenik. Menurut Prof Dr Soekirman, MPS-ID, Ketua
Lebih terperinci5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)
5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN
Lebih terperinci1. Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang, cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar
TANAMAN TRANSGENIK Transgenik adalah suatu organisme yang mengandung transgen melalui proses bioteknologi (bukan proses pemuliaan tanaman), Transgen adalah gen asing yang ditambahkan kepada suatu spesies.
Lebih terperinciGENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik
Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi
Lebih terperincidiregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.
PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).
Lebih terperinciPERANAN BIOLOGI MOLEKULER PADA PEMULIAAN TANAMAN
PERANAN BIOLOGI MOLEKULER PADA PEMULIAAN TANAMAN Sudarmi* Abstrak : Kemajuan dalam bioteknologi tanaman, khususnya biologi molekuler akan memberikan peluang untuk mengatasi dan memecahkan masalah pada
Lebih terperinciTeknologi DNA Rekombinan
Teknologi DNA Rekombinan Kapas biasa Kapas-Bt 1 Tomat biasa Tidak tahan hama Tomat-Bt Tahan hama Tanaman kapas-bt dan tomat-bt tahan terhadap serangan hama karena menghasilkan toksin yang dapat membunuh
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah. pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan
PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak. Dengan semakin
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan
Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan KATA PENGANTAR Teknologi rekayasa genetik telah berkembang pesat dan telah memberikan manfaat antara
Lebih terperinciBIO306. Prinsip Bioteknologi
BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 6. TEKNIK DASAR KLONING Percobaan pertama penggabungan fragmen DNA secara in vitro dilakukan sekitar 30 tahun yang lalu oleh Jackson et al. (1972). Melakukan penyisipan
Lebih terperinciI. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI)
I. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI) A. PENDAHULUAN NCBI (National Centre for Biotechnology Information) merupakan suatu institusi yang menyediakan sumber informasi terkait
Lebih terperinciPengkajian Keamanan Pangan Kentang Produk Rekayasa Genetik (PRG) Katahdin Event SP951 dan Hasil Silangannya
Pengkajian Keamanan Pangan Kentang Produk Rekayasa Genetik (PRG) Katahdin Event SP951 dan Hasil Silangannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 77 ayat (2) berbunyi:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di muka bumi. Hampir 80% spesies hewan yang ada di bumi berasal dari kelas Insekta. Serangga telah ada
Lebih terperinciRingkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 87705
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 87705 I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON 87705 merupakan produk kedelai dengan perubahan asam lemak dengan tujuan meningkatkan nilai gizi. Kedelai
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk
Lebih terperinciPENGENALAN BIOINFORMATIKA
PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Produk makanan olahan saat ini sedang berkembang di Indonesia. Banyaknya variasi bentuk produk makanan olahan, terutama berbahan dasar daging yang beredar
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 1972 telah berkembang usaha rekayasa genetika yang memberikan harapan bagi industri peternakan, baik yang berkaitan dengan masalah reproduksi, pakan maupun kesehatan
Lebih terperinciUji Lapang, Kajian Transfer Gen dan Studi
Uji Lapang, Kajian Transfer Gen dan Studi Pra-Komersialisasi ikentang Transgenik Peraturan Perundang2an Terkait: UU No. 7 Th. 1996 Pangan KepMentan Th. 1997 UU No. 21 Th. 2004 Ratifikasi Protokol Keamanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,
Lebih terperinciPelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik
Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mendorong para produsen pangan untuk melakukan berbagai macam inovasi dalam memproduksi pangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara
Lebih terperinciREKAYASA GENETIKA TANAMAN
REKAYASA GENETIKA TANAMAN Ulat menyerang tongkol jagung Penggerek batang Kapas biasa Kapas-Bt LUAS PENANAMAN TANAMAN TRANSGENIK Jumlah negara dan luas tanaman transgenik (James 1996-2006) Tahun Jumlah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya
Lebih terperinciBioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi
Bioinformatika Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Contents Klasifikasi virus Penentuan tingkat mutasi Prediksi rekombinasi Prediksi bagian antigen (antigenic sites) yang ada pada permukaan virus. Sebelum
Lebih terperinciPENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu
Lebih terperinciTANAMAN TRANSGENIK DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN. Oleh : Victoria Henuhili Jurdik Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
TANAMAN TRANSGENIK DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN Oleh : Victoria Henuhili Jurdik Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta A b s t r a k Pertumbuhan populasi penduduk yang sangat pesat membutuhkan
Lebih terperinciOleh : Erwin Maulana Farda Arifta Nanizza Lidwina Roumauli A.S Ramlah Hardiani
BIOTEKNOLOGI JAGUNG BT DAN KULTUR JARINGAN PISANG Oleh : Erwin Maulana 115100301111050 Farda Arifta Nanizza 115100301111054 Lidwina Roumauli A.S 115100307111008 Ramlah Hardiani 115100307111006 JURUSAN
Lebih terperinciREKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )
MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kisaran rataan temperatur kandang hasil pengukuran di lokasi selama penelitian adalah pada pagi hari 26 C, siang hari 32 C, dan sore hari 30 C dengan rataan kelembaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat
Lebih terperinciDASAR REKAYASA GENETIKA
DASAR REKAYASA GENETIKA Rekayasa = manipulasi = modifikasi = perubahan bahan genetik (perubahan & pemindahan gen) Cara: 1. Persilangan seksual (perkawinan) 2. Hibridisasi somatik 3. Mutasi 4. Teknologi
Lebih terperinciKepada Yth. MENTERI PERTANIAN u.p.direktorat JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Jl. HARSONO R.M. No. 3 JAKARTA
LAMPIRAN X PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN BAHAN TEKNIS PESTISIDA Kepada Yth. MENTERI PERTANIAN u.p.direktorat JENDERAL
Lebih terperinciPEDOMAN PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN
2012, No.369 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.03.12.1563 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK PEDOMAN
Lebih terperinciLampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)
76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Boraks pada saat ini sering sekali diberitakan melalui media cetak maupun elektronik karena penyalahgunaannya dalam bahan tambahan makanan. Berdasarkan dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, papan, pangan, kesehatan,
Lebih terperinciMikrobiologi Industri, Pangan dan Bioteknologi. 1. Mikrobiologi Industri 2. Mikrobiologi Pangan 3. Bioteknologi
Mikrobiologi Industri, Pangan dan Bioteknologi 1. Mikrobiologi Industri 2. Mikrobiologi Pangan 3. Bioteknologi Bioteknologi Konvensional Pemanfaatan mikrobia alami (belum diubah kodratnya) dalam proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity) termasuk di dalamnya tanaman obat. Banyak tanaman yang dipercaya masyarakat
Lebih terperinciA. tumefaciens LBA4404 dengan metode TPM, berdasarkan hasil PCR terhadap plasmid pada A. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen MaMt2.
50 PEMBAHASAN UMUM Indonesia memiliki tanah marjinal yang potensial untuk ditanami kedelai. Namun rendahnya ph dan kelarutan logam tinggi menjadi kendala utama pemanfaatan tanah marjinal untuk pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.03.12.1563 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN
Lebih terperinciTEKNIK TRANSFORMASI GENETIK. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP
TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP TAHUKAH KAMU?? APA YANG DIMAKSUD TANAMAN TRANSGENIK??? APA YANG DIMAKSUD DENGAN REKAYASA GENETIKA??? Lalu bagaimana ya caranya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi
Lebih terperinciBIOTEKNOLOGI PANGAN Program Studi Bioteknologi. Oleh: Seprianto, S.Pi, M.Si
BIOTEKNOLOGI PANGAN Program Studi Bioteknologi Oleh: Seprianto, S.Pi, M.Si Pertemuan Ke 3 BIOTEKNOLOGI MODERN TANAMAN PANGAN Bioteknologi Moderen Pada Tanaman Pangan Tanaman Asli I N D O N E S I A Ragam
Lebih terperinciBIO306. Prinsip Bioteknologi
BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari
Lebih terperinciPeranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan
Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan MAHASISWA DIHARAPKAN MAMPU MENJELASKAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN DAN PEREKONOMIAN PERTANIAN INDONESIA MENURUT SUBSEKTOR Hortikultura Tanaman Pangan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.
BAHAN DAN METODE Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. Pengujian Lactobacillus plantarum (BAL1) dan Lactobacillus fermentum (BAL2) pada tikus dengan perlakuan:
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. JUMLAH SPORA HIDUP (VSC) Viable Spore Count (VSC) digunakan untuk menganalisa jumlah spora hidup yang terkandung di dalam campuran spora kristal. Pembentukan spora tergantung
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang banyak menghasilkan bahan pangan seperti padi, tebu, singkong, sagu, dan lainnya, sehingga menyebabkan banyak dijumpai limbah
Lebih terperinciVI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif
VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif Transformasi genetika merupakan teknik yang rutin digunakan saat ini untuk mentransfer berbagai sifat penting pada tanaman dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi buruk merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih ada di Indonesia. Sebanyak 54% penyebab kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi anak yang
Lebih terperinciBIOTEKNOLOGI PERTANIAN
PERTANIAN Struktur & Komponen Sel Teknik Dasar Macam Kuljar 1 Macam Kuljar 2 Bahan Genetik Perubahan Genetik UTS Manipulasi Genetik Rekombinasi DNA Rekayasa Genetik Enzim Restriksi Ligase Teknik Transformasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Bacillus thuringiensis
5 TINJAUAN PUSTAKA Bacillus thuringiensis Bacillus thuringiensis pertama kali diisolasi oleh Ishiwata pada tahun 1901 dari larva ulat sutera, yang kemudian diberi nama sebagai isolat Bacillus sotto. Tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara subtropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk di dalamnya adalah tanaman yang banyak digunakan untuk pengobatan. Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis
13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking
TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuhan. Sekitar 30.000 jenis tumbuhan diperkirakan terdapat di dalam hutan tropis Indonesia. Dari jumlah tersebut, 9.600 jenis
Lebih terperinci