HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kisaran rataan temperatur kandang hasil pengukuran di lokasi selama penelitian adalah pada pagi hari 26 C, siang hari 32 C, dan sore hari 30 C dengan rataan kelembaban relatif (RH) sebesar 84,70%. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat dikatakan bahwa suhu kandang selama penelitian tidak optimum untuk pemeliharaan ayam petelur karena berdasarkan Leeson dan Summers (2001), kisaran suhu kandang yang optimum untuk ayam petelur yaitu berkisar antara 22 ºC sampai 27ºC. Keadaan ini dapat mempengaruhi performa dari ayam petelur salah satunya terhadap konsumsi ransum dari ayam petelur. Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa jika faktor managemen sudah dikontrol dengan baik, maka konsumsi ransum dipengaruhi oleh bangsa ayam, temperatur lingkungan, banyaknya massa telur yang dihasilkan dan kandungan energi ransum. Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Petelur Pengaruh pemberian 7,5% bungkil biji jarak pagar fermentasi pada ransum terhadap performa ayam petelur strain ISA-Brown (konsumsi ransum, produksi telur, bobot telur, konversi dan mortalitas) umur minggu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu Peubah Konsumsi ransum (g/ekor/hari) Produksi telur hen day (%) Produksi massa telur (g/ekor) Berat telur (g/butir) Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 79,15 ± 1,59 72,90 ± 0,96 71,57 ±,92 71,20 ± 4,97 70,35 ± 2,82 19,44 ± 8,69 1,17 ± 0,83 6,26 ± 2,77 8,47 ± 6,56 4,47 ± 4,83 467,41 ±29,95 25,69 ± 2,73 108,49 ± 8,86 191,62 ±20,95 100,32 ±15,73 48,18 ± 1,35 42,89 ± 3,77 47,29 ± 1,87 44,54 ± 3,48 44,97 ± 1,47 Konversi pakan (g/g) 12,46 ± 7,64 90,52 ± 28,94 19,35 ± 4,24 25,96 ± 13,10 59,85 ± 30,91 Umur pertama bertelur (minggu) Keterangan : R0= ransum tanpa BBJ fermentasi, R1= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi, R2= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g selulase/ ton, R3 = ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g fitase/ ton, dan R4= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g selulase/ ton g fitase/ ton. 22

2 Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum ayam petelur umur minggu yang diberi 7,5% bungkil biji jarak pagar (BBJP) fermentasi secara umum lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Tabel 8). Perlakuan R4 memiliki rataan konsumsi ransum yang paling rendah diantara perlakuan yang menggunakan 7,5% BBJP fermentasi lainnya. Konsumsi ransum yang lebih rendah diduga karena masih adanya racun dan antinutrisi yang terkandung dalam bungkil biji jarak pagar yang berupa curcin dan phorbolester. Kandungan curcin pada BBJP yang difermentasi Rhizopus oligosporus adalah sebesar 0,0675% (Farhanudin, 2009). Kandungan phorbolester pada BBJP yang digunakan pada penelitian adalah 0,015 mg/g BBJP. Senyawa yang berbahaya tersebut menyebabkan respon berupa mekanisme pertahanan diri dari tubuh sehingga terjadinya penurunan konsumsi ransum (Makkar dan Becker, 1997b). Selain itu penurunan konsumsi ransum disebabkan oleh serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan ransum kontrol (Amrullah, 2003). Bau dan rasa bungkil biji jarak pagar juga dapat menurunkan palatabilitas ransum (Aregheore et al., 2003). Konsumsi ransum ayam petelur umur minggu disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Petelur Umur Minggu Gambar 4 menunjukkan konsumsi ransum dari setiap perlakuan dari mulai ayam berumur 18 sampai 24 minggu secara umum mengalami peningkatan. Sesuai dengan Amrullah (2004) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum meningkat sangat cepat pada ayam yang memproduksi telur pertama dan akan terus meningkat, namun laju peningkatannya lebih rendah dibandingkan empat hari pertama bertelur. 23

3 Produksi Telur Hen Day Produksi telur harian (HD) ayam petelur strain ISA-Brown selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Secara umum, pemberian 7,5% BBJP fermentasi pada ayam petelur umur minggu dapat menurunkan produksi telur harian (HD) yang berarti bahwa produksi telur harian pada ayam yang diberi 7,5% BBJP fermentasi lebih rendah daripada ayam yang diberi ransum kontrol. Produksi telur harian yang lebih rendah dari kontrol diduga oleh adanya racun berupa phorbolester yang terkandung dalam BBJP. Kandungan phorbolester BBJP yang digunakan pada penelitian adalah 0,015 mg/g BBJP atau 0,0011 mg/g ransum. Hasil penelitian Sumiati et al. (2009) menunjukkan bahwa ayam kampung masih dapat mentolerir ransum yang mengandung BBJP fermentasi Rhizopus oligosporus sebanyak 5% dengan kandungan phorbolester sebesar 0,00075 mg/g ransum. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya pengaruh yang nyata antara perlakuan terhadap performa ayam kampung dan tidak terjadi kematian selama penelitian tersebut berlangsung. Namun, pemberian 7,5% BBJP fermentasi pada ayam petelur pada penelitian ini dapat menurunkan produksi telur dan mengakibatkan kematian, sehingga diduga bahwa ayam petelur lebih sensitif terhadap phorbolester dan curcin dibandingkan dengan ayam kampung. Goel et al. (2007) menyatakan bahwa phorbolester pada konsentrasi yang rendah sekalipun secara biologis akan memberikan pengaruh yang sangat luar biasa. Phorbolester berpengaruh terhadap aktivitas beberapa enzim, biosintesis protein, DNA, poliamin, proses diferensiasi sel, dan ekspresi gen. Produksi telur harian yang lebih rendah dari kontrol juga disebabkan oleh adanya curcin. Curcin dapat berfungsi sebagai pengikat dari glycoprotein (biomolekul yang merupakan gabungan dari protein dan karbohidrat) pada permukan sel. Mekanisme curcin berhubungan dengan aktivitas N-glycosidase yang kemudian dapat mempengaruhi metabolisme. N-glycosidase merupakan enzim glycosidase yang berfungsi sebagai pengatur kenormalan sel, antibakteri, dan mendegradasi selulosa dan hemiselulosa. Selain itu curcin bersifat inhibitor yang kuat terhadap sintesa protein (Lin et al., 2003). Pada ayam yang diberi perlakuan R3 memiliki produksi telur harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur harian pada ayam yang diberi 24

4 perlakuan R1, R2, dan R4. Hal tersebut diduga karena adanya suplementasi enzim fitase. Hasil penelitian Lim et al. (2003) menunjukkan bahwa suplementasi enzim fitase 300 U/kg pada ransum ayam petelur ISA-brown umur minggu mampu memperbaiki produksi telur, menurunkan produksi telur yang pecah dan lembek serta menurunkan ekskresi mineral P. Produksi telur harian ayam petelur umur mingggu disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Grafik Produksi Telur Hen Day Ayam Petelur Umur Minggu Secara umum produksi telur harian pada ayam penelitian semakin meningkat setiap minggunya. Pada ayam diberi perlakuan kontrol grafik produksinya ada diatas perlakuan lainnya yang menggunakan BBJP fermentasi hal ini terjadi karena masih adanya phorbolester dan curcin dalam ransum, selain itu juga karena konsumsi yang lebih rendah dari kontrol. Konsumsi yang lebih rendah menyebabkan menurunnya konsumsi energi, protein dan mineral yang sangat dibutuhkan untuk pembentukan telur. Penurunan konsumsi protein dapat menurunkan penyerapan kalsium, dimana kalsium tersebut berpengaruh terhadap proses pembentukan kalsium karbonat pada kerabang telur. Piliang dan Djojosoebagjo (2006), menyatakan bahwa ternak yang mengkonsumsi protein dalam konsentrasi yang cukup tinggi akan mempermudah penyerapan kalsium. Rataan konsumsi energi dan protein pada ayam penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. 25

5 Tabel 9. Rataan Konsumsi Energi dan Protein Ayam Petelur Umur Minggu Per Ekor Per Hari Perlakuan Rataan Konsumsi Konsumsi Energi Konsumsi Protein Ransum (g/ekor/hari) Metabolis (kkal/ekor/hari) 1 (g/ekor/hari) 2 R0 79,15 229,72 15,20 R1 72,90 211,75 13,92 R2 71,56 207,86 13,66 R3 71,20 206,80 13,59 R4 70,35 204,33 13,43 1 Dihitung dari konsumsi ransum x kandungan energi ransum 2 Dihitung dari konsumsi ransum x kandungan protein ransum Konsumsi energi metabolis pada penilitian ini berkisar antara 204,33-229,72 kkal/ekor/hari dan konsumsi protein berkisar antara 13,43-15,20 g/ekor/hari. Konsumsi energi metabolis dan protein tersebut lebih rendah dari yang direkomendasikan oleh Leeson dan Summers (2005), bahwa kebutuhan protein untuk ayam umur minggu adalah 20 g/ekor/hari dan kebutuhan energi metabolis (EM) sebesar 260 kkal/ekor/hari. Konsumsi energi metabolis dan protein pada ayam yang diberi ransum R0 lebih tinggi dari R1, R2, R3, dan R4. Hal tersebut menyebabkan produksi hen day dari ayam yang diberi ransum R0 lebih tinggi dari produksi hen day R1, R2, dan R4. Konsumsi energi metabolis dan protein terkecil yaitu pada ayam yang diberi ransum R4, akan tetapi produksi hen day dari R4 masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi hen day pada R1. Kondisi tersebut diduga karena adanya suplementasi enzim selulase dan fitase pada ransum R4. Adanya enzim selulase pada ransum akan membantu pemecahan selulosa menjadi glukosa (Kim, 1995), sehingga ikatan selulosa yang merupakan komponen dari serat kasar dapat dipecahkan. Produksi Massa Telur Produksi massa telur ayam yang diberi ransum kontrol memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan R1, R2, R3, dan R4 (Tabel 8.). Hal tersebut karena adanya kandungan racun pada ransum perlakuan R1, R2, R3, dan R4 yang berupa curcin dan phorbolester yang dapat menghambat sintesis protein yang dibutuhkan untuk pembentukan telur. Pada ayam yang diberi perlakuan R3 memiliki produksi massa telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi massa telur pada ayam yang diberi 26

6 perlakuan R1, R2, dan R4. Hal tersebut diduga karena adanya suplementasi enzim fitase yang dapat menghidrolisis asam fitat sehingga fosfor menjadi lebih tersedia untuk ternak dalam memenuhi kebutuhannya terutama untuk produksi telur. Hasil penelitian Lim et al. (2003) menunjukkan bahwa suplementasi enzim fitase sebanyak 300 U/kg ransum dalam ransum petelur ISA-Brown umur minggu nyata (p<0,05) meningkatkan ketersediaan mineral fosfor (dari 33,5% menjadi 44,1%). Baruah et al. (2004) menyatakan asam fitat dapat mengikat mineral fosfor dan mineral lainya yang bervalensi 2 seperti K, Mg, Ca, Zn, Fe, dan Cu. Selain itu asam fitat juga dapat membentuk komplek dengan protein dan asam amino sehingga dapat mengurangi kecernaan protein. Protein dan asam amino dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi telur. Penelitian Sumiati (2005) melaporkan bahwa secara statistik produksi massa telur harian tidak nyata dipengaruhi oleh suplementasi enzim fitase maupun mineral ZnO, akan tetapi produksi massa telur harian tertinggi (36,56 g/ekor/hari) diperoleh pada ayam yang diberi ransum dengan suplementasi 252 mg ZnO/kg dan 300 U fitase/kg ransum. Produksi massa telur pada ayam petelur umur minggu disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Grafik Produksi Massa Telur Ayam Petelur Umur Minggu Gambar 6. menunjukkan bahwa produksi massa telur pada ayam yang diberi perlakuan kontrol mengalami peningkatan disetiap minggu, sedangkan pada perlakuan lainnya mengalami fluktuatif. Pada ayam yang diberi perlakuan R1, R2, dan R3 mengalami penurunan pada minggu ke-19 dan ayam yang diberi perlakuan R4 mengalami penurunan produksi massa telur pada minggu ke-20. Produksi massa 27

7 telur yang semakin meningkat terjadi pada perlakuan kontrol (R0). Grafik R1, R2, R3, dan R4 berada dibawah grafik R0 yang berarti bahwa produksi massa telur R1, R2, R3, dan R4 setiap minggu selalu lebih rendah dari produksi massa telur R0. Produksi yang lebih rendah tersebut disebakan oleh konsumsi ransum yang lebih rendah dari konsumsi ransum R0 dan masih adanya kandungan racun pada ransum R1, R2, R3 dan R4. Dapat dilihat juga pada gambar 6. bahwa ayam yang diberi perlakuan enzim selulase dan fitase (R2 dan R3) berada diatas grafik produksi telur pada ayam yang diberi ransum tanpa penambahan enzim (R1), namun pemberian enzim fitase terlihat lebih baik dibandingkan pemberian enzim selulase. Hal ini terjadi karena enzim fitase bekerja di organ tembolok dan proventrikulus dengan ph 3-4. Enzim fitase ini mempunyai kisaran suhu untuk melakukan aktivitasnya yaitu dari suhu 37 C sampai 55 C dan diatas suhu 55 C enzim fitase ini tidak aktif (Wyss et al., 1998), sehingga pada saat masuk usus, fosfor dan mineral lainnya yang terikat oleh asam fitat sudah dapat digunakan oleh ternak. Sedangkan enzim selulase kemungkinan bekerja pada daerah sekum sehingga manfaatnya kurang terasa karena sebagian besar penyerapan zat makanan terjadi di usus. Berat Telur Berat telur rata-rata pada ayam yang diberi 7,5% BBJP fermentasi diberi perlakuan kontrol secara umum lebih rendah dibandingkan yang diberi perlakuan kontrol. Hal tersebut karena masih adanya curcin atau phorbolester dalam bungkil jarak BBJP yang kemungkinan menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan sehingga menekan konsumsi pakan. Selain itu, phorbolester dan curcin berpengaruh terhadap penyerapan nutrisi dalam saluran pencernaan (Becker dan Makkar, 1998). Adanya kombinasi racun phorbolester dan curcin yang terakumulasi pada organ tubuh menyebabkan kemampuan ayam untuk memanfaatkan zat nutrisi untuk produksi telur rendah. Amrullah (2004) menyatakan bahwa protein yang akan digunakan pada proses pembentukan telur sebesar 55%-60% dari protein yang dikonsumsi. Berat telur pada ayam yang diberi ransum R1 paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut karena adanya phorbolester dan curcin yang terkandung dalam BBJP yang digunakan serta tidak adanya suplementasi enzim 28

8 selulase maupun fitase. Enzim tersebut berfungsi untuk membantu menghidrolisis selulosa dan asam fitat yang terkandung dalam ransum. Tidak adanya enzim tersebut menyebabkan ketersediaan zat makanan rendah untuk pembentukan telur. Kornegay (2001) menyatakan bahwa fitat dapat terikat dengan protein atau asam amino pada ph rendah dan ph netral, dimana komplek fitat-protein ini akan menurunkan kegunaan dari protein dan asam amino. Hartini dan Choct (2010), melaporkan bahwa polisakarida selain pati (seperti selulosa) menyebakan efek yang besar terhadap laju aliran digesta, performa dan saluran pencernaan ayam petelur. Dengan adanya suplementasi enzim fitase dan selulase tersebut, pengaruh negatif yang disebabkan oleh selulosa dan asam fitat dapat diatasi. Pada penelitian ini berat telur yang dihasilkan berkisar 42,89-48,18 g/butir. Berat telur terus meningkat seiring dengan meningkatnya umur ternak. Amrullah (2004) menjelaskan bahwa pada dua bulan pertama masa prosuksi, tidak hanya persentase telur yang meningkat, bobot badan dan bobot telur juga akan meningkat atau bertambah. Berat telur ayam penelitian pada umur minggu disajikan pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik Rataan Berat Telur Ayam Petelur Umur Minggu Berat telur pada perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 mengalami peningkatan disetiap minggu. Dilihat dari grafik diatas, ayam yang diberi ransum R1 memiliki rataan berat telur yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rataan berat telur yang lebih rendah mungkin karena pada R1 tidak ada penambahan enzim 29

9 selulase maupun fitase sehingga mineral maupun protein yang terikat oleh asam fitat dan serat kasar yang berupa selulosa tidak dapat dicerna secara maksimal oleh ayam. Konversi Pakan Konversi ransum pada ayam yang diberi 7,5% BBJP fermentasi lebih tinggi dibandingkan ransum kontrol. Nilai konversi yang tinggi disebabkan oleh rendahnya efisiensi pakan. Ayam yang memiliki konversi ransum paling tinggi diantara perlakuan yang diberi 7,5% BBJP fermentasi adalah ayam yang diberi perlakuan R1. Konversi yang tinggi terjadi karena pada perlakuan R1 memilki produksi hen day dan produksi telur massa paling rendah diantara ayam yang diberi perlakuan 7,5% BBJP fermentasi lainnya. Semakin rendah konversi ransum, maka efisien ternak tersebut dalam mengubah ransum untuk mengasilkan produksi semakin tinggi. Konversi ransum yang tinggi juga dapat terjadi karena kandungan phorbolester dan curcin yang terdapat dalam bungkil biji jarak yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum dan rendahnya produksi telur. Konversi ransum ayam petelur selama penelitian dapat dilihat pada Tabel. 8. Gambar 8. Grafik Konversi Ransum Ayam Petelur Umur Minggu Konversi ransum pada perlakuan R1 dan R4 mengalami fluktuatif. Hal ini terjadi karena produksi telur massa yang cenderung fluktuatif pada perlakuan tersebut. Pada perlakuan R0, R2 dan R3 konversi ransum cenderung menurun pada setiap minggu. Konversi ransum ini sangat jauh berbeda dengan yang dikatakan oleh Siregar (2003), bahwa konversi ransum sebesar 2,72 dan 2,33 pada ayam 30

10 petelur selama 12 minggu produksi yang diberi ransum bentuk mash dengan kandungan protein kasar 15% dan 18%, serta energi metabolis sebesar kkal/kg. Penelitian Lim et al. (2003) melaporkan bahwa konversi ransum yang dihasilkan oleh ayam petelur starin ISA-brown umur minggu yang diberi ransum yang mengandung fosfor tersedia 0,25% adalah 2,63, dengan adanya suplementasi enzim 300 U fitase /kg ransum turun menjadi 2,56. Hasil penelitian Sumiati (2005) menunjukkan bahwa ayam petelur strain ISA-Brown yang diberi ransum dengan suplementasi ZnO 252 mg/kg ransum dan suplementasi enzim fitase 300 U/kg ransum dengan rasio molar asam fitat : Zn = 15 memiliki konversi ransum sebesar 2,66. Berdasarkan Isapoultry (2005), konversi ransum ayam petelur strain ISA-brown adalah 2,13. Perbedaan nilai konversi pada penelitian ini dengan nilai konversi penelitian Sumiati (2005), Siregar (2003) dan Lim et al. (2003) disebabkan oleh banyak faktor yaitu ternak, ransum dan lingkungan yang berbeda. Menurut Anggorodi (1995), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur lingkungan, daya cerna ransum, bentuk fisik dan konsumsi ransum. Umur Pertama Bertelur Ayam yang diberi 7,5% BBJP fermentasi lebih lambat bertelur dibandingkan ayam yang diberi perlakuan R0, kecuali pada perlakuan R3 (Tabel 7). Ayam yang diberi perlakuan R0 mulai bertelur pada umur 19 minggu, sedangkan pada perlakuan R3 ayam mulai bertelur pada umur 18 minggu. Hal ini mungkin terjadi karena adanya suplementasi enzim fitase pada ransum perlakuan R3. Lim et al. (2003), melaporkan bahwa suplementasi enzim fitase ke dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn yang dibutuhkan untuk pembentukan telur. Walaupun ayam yang diberi perlakuan R3 lebih awal bertelur dibandingkan dengan perlakuan R0, namun R3 memiliki berat telur yang lebih kecil dari R0. Amrullah (2004), menyatakan bahwa ayam yang bertelur pada umur dini (lebih awal) akan menghasilkan berat telur yang rendah. Ayam yang diberi perlakuan R1 mulai bertelur pada umur 21 minggu, perlakuan R2 pada umur 20 minggu dan pada perlakuan R4 pada umur 19 minggu. 31

11 Ayam perlakuan R1, R2 dan R4 lebih lambat bertelur diduga karena adanya racun dan antinutrisi pada BBJP yang berupa phorbolester dan curcin. Mortalitas Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha peternakan adalah jumlah ayam yang mati selama penelitian (mortalitas). Kematian ayam yang diberi BBJP fermentasi mulai terjadi pada minggu ke 4 pemeliharaan (ayam umur 21 minggu). Menurut hasil pemeriksaan patologi anatomi dari Fakultas Kedokteran Hewan ditemukan bahwa kematian ayam petelur pada penelitian ini diduga karena ayam terinfeksi marek berdasarkan temuan adanya follikulitis, proventrikulitis, kebengkakan hati dan limpa. Marek menyebabkan ayam dalam keadaan imunosupresi sehingga mudah terserang penyakit lain. Selain itu pada ayam yang mati ditemukan erosi pada gizzard yang diduga bersumber dari pakan. Mortalitas ayam setiap minggu selama penelitian disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Mortalitas Ayam Petelur Umur Minggu Umur Ayam (minggu) Selama Perlakuan Penelitian R0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 R1 0,00 0,00 0,00 7,50 2,70 2,78 5,71 17,50 R2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,00 5,00 R3 0,00 0,00 0,00 2,50 7,69 2,78 5,71 17,50 R4 0,00 0,00 0,00 2,50 2,56 2,63 2,70 10,00 Keterangan: R0= ransum tanpa BBJ fermentasi, R1= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi, R2= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g selulase/ ton, R3 = ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g fitase/ ton, dan R4= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g selulase/ ton g fitase/ ton. Pemberian 7,5% bungkil biji jarak fermentasi menyebabkan kematian pada ayam. Mortalitas dari ayam petelur yang diberi bungkil biji jarak cukup tinggi yaitu 5-17,5%. Menurut North dan Bell (1990) tingkat mortalitas pada ayam petelur selama satu siklus produksi tahun pertama yang normal berkisar 10-15%. Mortalitas yang cukup tinggi kemungkinan disebabkan oleh konsumsi racun berupa phorbolester dan curcin yang terkandung dalam ransum. Makkar dan Becker (1997) menyatakan bahwa curcin tidak menyebabkan toksisitas dalam jangka pendek, tapi jika bergabung dengan toksin yang lain seperti phorbolester maka efek toksik akan meningkat. Akan tetapi yang menjadi penyebab utama kematian pada ayam karena adanya racun phorbolester dalam ransum, karena racun ini menyebabkan toksik pada 32

12 ternak walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Makkar dan Becker (1997) melaporkan bahwa ternak yang mengkonsumsi BBJP mengalami kerusakan pada organ hati, ginjal, jantung, paru-paru, sistem gastrointestinal, pembuluh darah, sistem nervers, dan susmsum tulang. Mortalitas tertinggi terjadi pada ayam yang diberi perlakuan R1 dan R3. Hal Mortalitas yang tinggi terjadi karena lebih tingginya konsumsi racun phorbolester dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Konsumsi phorbolester selama penelitian dapat dilihat pada Tabel. 11. Tabel 11. Konsumsi Phorbolester pada Ayam Petelur Umur Minggu Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) Kandungan BBJP Ransum (%) Kandungan Phorbolester (µg/g) * Konsumsi Phorbolester (µg/ekor) R0 79, ,00 R1 72,90 7,5 15,28 83,55 R2 71,56 7,5 15,28 82,01 R3 71,20 7,5 15,28 81,59 R4 70,35 7,5 15,28 80,62 Keterangan: R0= ransum tanpa BBJP fermentasi, R1= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi, R2= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g selulase/ ton, R3 = ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g fitase/ ton, dan R4= ransum mengandung 7,5% BBJ fermentasi g selulase/ ton g fitase/ ton. *Kandungan phorbolester dalam 1 gram BBJP fermentasi BBJP = Bungkil Biji Jarak Pagar Konsumsi phorbolester pada R1, R2, R3 dan R4 berturut-turut 83,55 µg/g, 82,01 µg/g, 81,59 µg/g dan 80,62 µg/g. Phorbolester diketahui dapat menirukan aktivitas diacygliserol (DAG) secara berlebihan, yaitu mengaktifkan protein kinase C yang mengatur jalur penyaluran sinyal dan aktivitas metabolisme sel (Goel et al., 2007). Phorbol secara berlebihan dalam mengaktifkan protein kinase C dan perkembangan sel memperkuat terjadinya karsinogen. 33

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (disertai kulit) sebelum dan sesudah mengalami pengolahan secara biologis (fermentasi)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Sumber : Dokumentasi Penelitian (2010)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Sumber : Dokumentasi Penelitian (2010) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) Tanaman jarak merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase yang baik dan tidak tergenang air. Tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan salah satu ternak unggas yang mempunyai potensi besar untuk dibudidayakan karena dalam pemeliharaannya tidak membutuhkan area

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Tegal Itik Tegal (Anas javanica) merupakan itik yang berasal dari Tegal yang merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding dengan unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian berupa konsumsi pakan, produksi telur, konversi pakan serta konsumsi lemak, protein, serat dan vitamin A ayam petelur pada tiap perlakuan tecantum dalam Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Protein Kasar Tercerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai protein kasar tercerna

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya Ayam kampung atau disebut pula ayam lokal merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak unggas lokal Indonesia yang berpotensi besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap terhadap Konsumsi Pakan Ayam Pedaging Periode Grower Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA tunggal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, karena pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam petelur ringan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan menggunakan bahan pakan sumber kalsium (ISA, 2009). kerabang maka kalsium dapat diserap sampai 72% (Oderkirk, 2001).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan menggunakan bahan pakan sumber kalsium (ISA, 2009). kerabang maka kalsium dapat diserap sampai 72% (Oderkirk, 2001). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Mineral 2.1.1. Kalsium Kalsium merupakan golongan mineral yang dibutuhkan oleh ayam petelur untuk pembentukan kerabang telur dan pemenuhan akan zat ini tidak cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) banyak diternakkan untuk diambil telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai 250 300 butir/ekor/tahun. Disamping produksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum Jenis dan fungsi zat-zat gizi yang dibutuhkan ayam telah disampaikan pada Bab II. Ayam memperolah zat-zat gizi dari ransum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Hasil penelitian menunjukkan data nilai rataan konsumsi ransum ayam Sentul Warso dari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Sumber :

Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak termasuk ke dalam famili Eurphobiaceae yang merupakan bahan baku biodiesel. Jarak pagar kaya akan minyak dan protein. Bahan baku biodiesel diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan utama yang dialami oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan harga pakan yang cukup mahal yang disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk tetua tersebut ke wilayah Indonesia (Prasetyo et al., 2006). Itik ini berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk tetua tersebut ke wilayah Indonesia (Prasetyo et al., 2006). Itik ini berasal 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Tegal Itik Tegal adalah telah mengalami domestikasi tetapi belum jelas tahun masuk tetua tersebut ke wilayah Indonesia (Prasetyo et al., 2006). Itik ini berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara untuk menghasilkan daging. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen pada umur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jarak Pagar Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Tanaman ini berupa tanaman perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan

Lebih terperinci

Performa Ayam Broiler dengan Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum

Performa Ayam Broiler dengan Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Performa Ayam Broiler dengan Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Eli Sahara 1, Erfi Raudhaty 1 dan Febrika Maharany 1 Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH MENGKUDU (Morinda Citrifolia L.) DALAM RANSUM TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR PADA PUYUH PETELUR (Coturnix Coturnix Japonica) Trisno Marojahan Aruan*, Handi Burhanuddin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi minyak ikan dan L-karnitin pada ransum basal membuat kandungan energi pada ransum meningkat. Meningkatnya kandungan energi pada ransum basal akan mudah di manfaatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) sudah sejak lama dikenal masyarakat dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh mempunyai potensi besar karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas Rataan bobot hidup dan karkas ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

Tabel 8. Pengaruh Tepung Kulit Pisang Uli terhadap Serat Kasar, Lemak Kasar, dan Beta-Karoten Ransum Perlakuan

Tabel 8. Pengaruh Tepung Kulit Pisang Uli terhadap Serat Kasar, Lemak Kasar, dan Beta-Karoten Ransum Perlakuan Ransum Perlakuan Ransum perlakuan yang diberikan kepada ayam arab umur 19 minggu mengandung tepung kulit pisang uli (Musa paradisiaca L) dengan level 0%, 20%, 30% dan 40% dalam ransum. Tepung kulit pisang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan performa produksi meliputi produksi telur, bobot telur, dan konversi pakan) Coturnix-coturnix japonica dengan penambahan Omega-3 dalam pakan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Nutrisi Dedak Gandum (Wheat Bran) setelah Fermentasi Berdasarkan hasil analisis proksimat yang disajikan pada Tabel 7, kandungan wheat bran yang difermentasi (WBF) mengalami

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang pesat, pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya harga pakan untuk unggas merupakan masalah yang sering dihadapi peternak saat ini. Tidak sedikit peternak yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada

Lebih terperinci