Laporan terinci hasil kajian beserta nama tim pengkaji sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan terinci hasil kajian beserta nama tim pengkaji sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3."

Transkripsi

1 LAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK BIDANG KEAMANAN PANGAN TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN KEDELAI PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON Kegiatan : Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai Produk Rekayasa Genetik (PRG) Event MON Pemohon : PT. Branita Sandhini Tanggal Pengkajian : Februari 2017 Tim Kecil Tim Teknis Keamanan Hayati Bidang Keamanan Pangan Juli 2017 Pleno Tim Teknis Keamanan Hayati Pangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 77 ayat (2) berbunyi: Setiap Orang yang melakukan kegiatan atau proses Produksi Pangan dilarang menggunakan bahan baku, bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan yang belum mendapatkan persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengkajian keamanan pangan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2010 tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, yang telah diubah oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014; Peraturan Kepala Badan POM HK Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik, yang telah diubah oleh; dan Keputusan Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) Nomor: KEP- 01/KKH/03/2017 tentang Perubahan Atas Keputusan Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik Nomor : KEP-02/KKH/10/2015 tentang Penetapan Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Sehubungan dengan permohonan dari PT. Branita Sandhini untuk memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia terhadap kedelai PRG event MON sebelum diedarkan, TTKH telah melakukan pengkajian keamanan pangan terhadap kedelai PRG event MON Pelaksanaan pengkajian dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM HK Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik yang telah diubah oleh Peraturan Kepala Badan POM No. 19 Tahun 2016 dan surat penugasan ketua Komisi Keamanan Hayati kepada Wakil Ketua Bidang Keamanan Pangan KKH PRG Nomor B-/33/KKH PRG/12/2016 Tanggal 30 Desember 2016 Perihal Penugasan Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG) Komoditas Kedelai Event MON Berdasarkan hasil pengkajian disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kedelai PRG event MON mengandung satu kopi sisipan T-DNA yang berisi gen cry1a.105 dan cry2ab2; tidak mengandung sekuen backbone dari 1

2 plasmid transformasi PV-GMIR13196; T-DNA dalam kedelai PRG event MON masih stabil sampai lima generasi, serta diwariskan mengikuti hukum Mendel. 2. Kedelai PRG event MON sepadan secara substansial dengan kedelai non PRG; tidak menunjukkan adanya potensi menimbulkan alergi; dan tidak termasuk ke dalam bahan yang bersifat toksik. 3. TTKH menilai bahwa kedelai PRG event MON yang diajukan adalah aman untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan. 4. Apabila kemudian ditemukan data dan informasi baru yang tidak sesuai dengan data keamanan pangan yang diperoleh hingga saat ini, maka status keamanan pangan kedelai PRG event MON perlu dikaji ulang. 5. Apabila setelah ditetapkan aman pangan, kemudian kedelai PRG event MON terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia maka pemohon wajib melakukan tindakan pengendalian dan penanggulangan, serta menarik kedelai PRG event MON dari peredaran. 6. Kedelai PRG event MON tidak boleh digunakan sebagai pakan ternak sampai memperoleh sertifikat aman pakan. 7. Kedelai PRG event MON tidak boleh dibudidayakan sampai ditetapkan aman lingkungan. Laporan terinci hasil kajian beserta nama tim pengkaji sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. 2

3 Lampiran 1. Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON merupakan kedelai produk rekayasa genetik dari perusahaan PT. Branita Sandhini yang menghasilkan protein insektisidal Cry1A.105 dan Cry2Ab2. Protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 bertanggung jawab atas ketahanan terhadap serangan hama serangga Lepidoptera. Kedelai PRG event MON telah memperoleh sertifikat aman pangan di Amerika Serikat (2014), Kanada (2014), Australia dan Selandia Baru (2015), Jepang (2016), dan Taiwan (2016). Pengkajian keamanan pangan kedelai PRG event MON dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik yang telah diubah oleh Peraturan Kepala Badan POM Nomor 19 Tahun 2016 dan surat penugasan Ketua Komisi Keamanan Hayati kepada Wakil Ketua Bidang Keamanan Pangan KKH PRG Nomor B-/33/KKH PRG/12/2016 Tanggal 30 Desember 2016 Perihal Penugasan Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG) Komoditas Kedelai Event MON TTKH PRG Bidang Pangan telah melakukan pengkajian keamanan pangan kedelai PRG event MON berdasarkan informasi genetik dan informasi keamanan pangan yang terdiri atas kesepadanan substansial, alergenisitas, dan toksisitas sebagaimana diuraikan di bawah ini. II. Informasi Genetik II.1. Elemen Genetik Kedelai PRG event MON dirakit menggunakan plasmid PV-GMIR Plasmid PV-GMIR13196 tersebut mengandung dua T-DNA (T- DNA I dan T-DNA II). T-DNA I mengandung dua kaset yaitu 1) kaset cry1a.105 yang berisi gen cry1a.105 yang dimodifikasi dan diregulasi oleh promoter RbcS4 dan terminator Pt1; 2) kaset cry2ab2 berisi gen cry2ab2 yang diregulasi oleh promoter Act2 dan terminator Mt; dan T-DNA II mengandung kaset ekspresi berisi gen penanda 1) gen aada yang diregulasi oleh promoter EF 1α dan terminator E9, dan 2) gen spla yang diregulasi oleh promoter usp dan terminator nos untuk seleksi dari jaringan yang telah ditransformasi (Garnaat et al. 2015). Kedelai PRG event MON mengandung 2 gen interes, yaitu : 1. Gen cry1a.105 menyandi protein Cry1A.105 untuk ketahanan terhadap hama dari ordo Lepidoptera seperti: Crocidosema aporema (bean shoot moth), Rachiplusia nu (sunflower looper), Spodoptera frugiperda (fall armyworm), Anticarsia gemmatalis (velvetbean caterpillar), Cjamysodeixis includens (soybean looper) dan Helicoverpa zea (corn earworm); dan 2. Gen cry2ab2 menyandi protein Cry2Ab2 untuk ketahanan terhadap hama utama kedelai seperti C. aporema, R. nu, S. frugiperda, A. gemmatalis, C. includens dan H. zea. II.2. Sumber Gen Interes Sumber gen interes kedelai PRG event MON 87751, yaitu gen cry1a.105 berasal dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis, dengan promoter RbcS4 berasal dari tanaman Arabidopsis thaliana, dan terminator Pt1 berasal dari tanaman 3

4 Medicago truncatula. Gen cry2ab2 berasal dari bakteri tanah B. thuringiensis subsp. kurstaki, dengan promoter Act2 berasal dari tanaman A. thaliana, dan terminator Mt berasal dari tanaman padi (Oryza sativa) (Garnaat et al. 2015). Gen aada berasal dari bakteri Escherichia coli, dan promoter EF 1α berasal dari A. thaliana, dan terminator E9 berasal dari Pisum sativum. Gen spla berasal dari Agrobacterium tumefaciens, dengan promoter usp berasal dari Vicia faba, dan terminator nos berasal dari A. tumefaciens (Garnaat et al. 2015). II.3. Sistem Transformasi Kedelai PRG event MON dirakit dengan metode transformasi dimediasi Agrobacterium tumefaciens. Eksplan meristem yang diambil dari embrio biji kedelai galur A3555 diinfeksi dengan A. tumefasiens strain AB30 yang mengandung plasmid PV-GMIR13196 (Garnaat et al. 2015). Selama transformasi, kedua T-DNA disisipkan ke dalam genom kedelai. Selanjutnya, melalui pemuliaan konvensional, pemisahan, pemilihan dan seleksi digunakan untuk mengisolasi tanaman tersebut yang berisi kaset ekspresi cryla.105 dan cry2ab2 (T-DNA I) dan tidak berisi kaset ekspresi gen penanda (T- DNA II), sehingga menghasilkan kedelai PRG event MON (Garnaat et al. 2015). II.4. Stabilitas Genetik Hasil analisis dengan metode Next Generation Sequencing dan Junction Sequence Analysis (NGS/JSA) pada kedelai PRG event MON menunjukkan bahwa gen interes stabil sampai lima generasi. Data dari analisis NGS/JSA menunjukkan bahwa kedelai PRG event MON mengandung satu kopi T-DNA yang berisi gen cry1a.105 dan cry2ab2, dan diwariskan mengikuti hukum Mendel. Selain itu, melalui analisis NGS/JSA diketahui bahwa kedelai PRG event MON tidak mengandung sekuen backbone dari plasmid transformasi PV-GMIR13196 (Garnaat et al. 2015). Berdasarkan hasil kajian informasi genetik dapat disimpulkan bahwa : 1. Kedelai PRG event MON mengandung satu kopi T-DNA yang berisi gen cry1a.105 dan cry2ab2; 2. T-DNA dalam kedelai PRG event MON masih stabil sampai lima generasi, serta diwariskan mengikuti hukum Mendel; dan 3. Kedelai PRG event MON tidak mengandung sekuen backbone dari plasmid transformasi PV-GMIR III. III.1 Informasi Kemanan Pangan Kesepadanan Substansial Pengkajian kesepadanan substansial ini dilakukan berdasarkan dokumen Amended Report for MSL : Compositional Analyses of Soybean Forage and Seed Harvested from MON and the Control Grown in the United States During the 2012 Season (Elisa Leyva-Guerrero et al. 2014). Bahan yang digunakan untuk uji kesepadanan substansial adalah tanaman kedelai PRG event MON dan tanaman kedelai konvensional sebagai kontrol. Kedelai ditanam dalam rancangan randomized complete block design dengan empat ulangan pada setiap lokasi dari delapan lokasi penanaman di Amerika Serikat selama musim tanam tahun Kedelapan lokasi penanaman 4

5 adalah: Jackson County, Arkansas (ARNE), Story County, Iowa (IAHU), Jefferson County, Iowa (IARL), Champaign County, Illinois (ILTH), Pawnee County, Kansas (KSLA), Perquimans County, North Carolina (NCBD), Merrick County, Nebraska (NECC) dan Lehigh County, Pennsylvania (PAGR). Semua tanaman kedelai tumbuh dalam kondisi agronomik normal sesuai dengan kondisi geografis masing-masing wilayah. Setelah dipanen, biji kedelai dan tanaman kedelai (forage) dianalisis di laboratorium Covance Laboratories Inc., 3301 Kinsman Blvd, Madison, Wisconsin Covance Laboratories sudah menerapkan Good Laboratory Practices (GLP). Biji kedelai dianalisis untuk kandungan gizi termasuk kadar proksimat (protein, lemak, abu, air dan karbohidrat dihitung by-difference), serat [(acid detergent fiber (ADF) dan neutral detergent fiber (NDF)], asam-asam amino (alanin, arginin, asam aspartat, sistein, asam glutamat acid, glisin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, prolin, serin, treonin, triptopfan, tirosin, dan valin), asam-asam lemak (C16:0 palmitat, C18:0 stearat, C18:1 oleat, C18:2 linoleat, C18:3 linolenat, C20:0 aracidat, C20:1 eikosenoat, dan C22:0 behenat), vitamin E (tokoferol), vitamin K1 (filokuinon) dan mineral (kalsium dan fosfor), serta zat anti gizi (lektin, inhibitor tripsin, asam fitat, rafinosa dan stakhiosa) dan komponen lain seperti isoflavon. Tanaman kedelai dianalisis untuk kadar proksimat (protein, lemak, abu, air dan karbohidrat by-difference), serta serat (ADF, NDF). Secara umum hasil analisis komposisi biji kedelai dan tanaman kedelai menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara kedelai PRG event MON dan kedelai konvensional, dan masuk ke dalam kisaran komposisi kedelai komersial. Berdasarkan hasil pengkajian kesepadanan substansial dapat disimpulkan bahwa kedelai PRG event MON sepadan secara substansial dengan kedelai non PRG. III.2 Alergenisitas Pengkajian alergenisitas produk kedelai PRG event MON dilakukan terhadap protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 melalui analisis bioinformatika, pengukuran konsentrasi protein dan analisis stabilitas cerna. III.2.1 Analisis Bioinformatika Kemiripan struktural protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 dengan alergen, dianalisis menggunakan program FASTA. Database protein alergen, (AD_2013 yang berisi 1491 data) diperoleh dari Food Allergy Research dan Resource Program Database (FARRP, 2011). Hasil analisis menunjukkan : 1) Protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 tidak memiliki kemiripan sekuen asam amino yang relevan dengan sekuen asam amino protein alergen; 2) Tidak ditemukan kemiripan sekuen asam amino yang melebihi 35% pada fragmen 80 asam amino; 3) Tidak ada kemiripan sekuen delapan asam amino berurutan protein Cry1A.105/ Cry2Ab2 dengan protein alergen. (Codex Alimentarius, 2009; Kang dan Silvanovich, 2013a; Kang dan Silvanovich, 2013b) 5

6 III.2.2 Analisis Konsentrasi Protein Konsentrasi protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 diukur dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 dalam biji kedelai PRG event MON masing-masing sebesar 0,0006% dan 0,001% dari total protein kedelai (Mozaffar, 2013). III.2.3 Analisis Stabilitas Cerna Jumlah protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON sangat sedikit, oleh karena itu untuk keperluan pengujian, protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 diproduksi pada bakteri E.coli. Kesetaraan protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON dengan yang dihasilkan oleh bakteri E. coli diuji dengan metode Western Blot, analisis sekuen N-terminal, reaksi glikosilasi dan uji bioaktivitas menggunakan corn earworm. Hasil pengujian tersebut menyimpulkan bahwa protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 yang dihasilkan oleh E.coli ekivalen dengan protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON 87751(Chen & Mueller, 2013; Wang et al., 2013). Analisis stabilitas protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 dilakukan melalui (1) uji daya cerna menggunakan model pencernaan lambung (Simulated Gastric Fluid- SGF) dan usus (Simulated Intestinal Fluid-SIF) serta (2) uji stabilitas panas. Hasil hidrolisis protein diuji dengan SDS PAGE dan Western Blot. Data SDS-PAGE menunjukkan bahwa protein Cry1A.105 terhidrolisis sepenuhnya setelah inkubasi 0,5 menit dalam SGF. Selanjutnya fragmen peptida transien Cry1A.105 ~60 kda terhidrolisis dalam waktu 2 menit, dan fragmen transien <5 kda terhidrolisis setelah 30 menit inkubasi dalam SGF. Analisis Western blot mengkonfirmasi bahwa dalam 0,5 menit lebih dari 98% protein Cry1A.105 terhidrolisis (Barlow et al., 2013). Data SDS-PAGE menunjukkan bahwa protein Cry1A.105 terhidrolisis dalam waktu 2 menit setelah inkubasi di SIF dan fragmen transien kecil ~5 kda terhidrolisis sepenuhnya dalam waktu 0,5 menit dalam SIF. Data Western blot mengkonfirmasi bahwa 98,4% protein Cry1A.105 terhidrolisis setelah 5 menit inkubasi dalam SIF (Barlow et al., 2013). Protein Cry1A.105 kehilangan 96% aktivitas insektisidalnya ketika dipanaskan pada 75ºC (Gu dan Mueller, 2013a). Data SDS-PAGE menunjukkan bahwa protein Cry2Ab2 terhidrolisis dalam waktu 5 menit dalam SGF. Fragmen Cry2Ab2 transien (~4-5 kda) terhidrolisis setelah 2 menit inkubasi dalam SGF. Data Western blot mengkonfirmasi bahwa 99% protein Cry2Ab2 terhidrolisis dalam waktu 5 menit dalam SGF, dan 96% protein Cry2Ab2 terhidrolisis setelah inkubasi 5 menit dalam SIF (Wang dan Hernan, 2013). Protein Cry2Ab2 kehilangan 96 % aktifitas insektisidalnya ketika dipanaskan pada 75ºC (Gu dan Mueller, 2013b). Berdasarkan hasil pengkajian alergenisitas dapat disimpulkan bahwa protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2 tidak menunjukkan adanya potensi menimbulkan alergi. III.3 Toksisitas Pengujian toksisitas akut telah dilakukan terhadap protein CrylA.105 dan Cry2Ab2 di laboratorium yang menerapkan GLP. 6

7 III.3.1 Toksisitas Akut Protein CrylA.105 Pengujian toksisitas akut telah dilakukan terhadap protein CrylA.105 dan telah dilaporkan (Bonnette, 2005). Jumlah protein Cry1A.105 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON sangat sedikit, oleh karena itu untuk keperluan pengujian, protein Cry1A.105 diproduksi pada bakteri E.coli. Kesetaraan protein Cry1A.105 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON dengan yang dihasilkan oleh bakteri E. coli diuji dengan metode Western Blot, analisis sekuen N-terminal, reaksi glikosilasi dan uji bioaktivitas menggunakan corn earworm. Hasil pengujian tersebut menyimpulkan bahwa protein Cry1A.105 yang dihasilkan oleh E.coli ekivalen dengan protein Cry1A.105 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON (Chen & Mueller, 2013). Uji toksisitas akut terhadap protein Cry1A.105 dilakukan menggunakan mencit jantan dan betina. Pemberian bahan uji dilakukan secara oral dengan cekokan tunggal. Bahan yang diuji berupa larutan protein Cry1a.105, dan larutan bovine serum albumin (BSA) sebagai kontrol. Protein Cry1A.105 disuspensikan dalam larutan dapar 1 mm karbonat-bikarbonat, ph 10,26. Protein BSA dilarutkan dalam larutan dapar 25,8 mm karbonat-bikarbonat ph 10,28, dan 3,1 mm glutation tereduksi, yang juga merupakan larutan kontrol pelarut (Lee et al., 2005). Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan dan betina, strain CrI: CD-1 (ICR)BR (VAF/Plus ), yang berasal dari Charles River Laboratories, Inc., Stone Ridge, New York. Mencit jantan berumur sekitar 8 minggu, dengan berat badan antara 26,7-30,5 g pada hari ke 0, sedangkan mencit betina berumur sekitar 9 minggu dengan berat badan antara 24,4-27,9 g pada hari ke 0. Mencit mengalami aklimatisasi selama 5 hari, kemudian dipindahkan ke dalam kandang stainless steel secara individual, yang ditempatkan dalam ruangan bersuhu o C dan kelembaban relatif %, dengan pencahayaan selama 12 jam terang 12 jam gelap. Ransum yang berupa PMl Certified Rodent Meal # 5002 (PMI Nutrition International), diberikan secara ad libitum selama pengujian berlangsung. Air minum (Municipal tap water treated by reverse osmosis) juga diberikan secara ad libitum (Bonnette, 2005). Sebanyak 30 ekor mencit jantan dan 30 ekor betina dibagi menjadi tiga kelompok (10 ekor jantan dan 10 ekor betina per kelompok). Kelompok 1 diberi cekokan larutan kontrol pelarut sebanyak 66,6 ml/kg BB (diberikan dua kali, masing-masing sebanyak 33,3 ml, pada hari yang sama). Kelompok 2 diberi cekokan larutan protein BSA, sebagai protein kontrol sebanyak 66,6 ml/kg BB (setara dengan dosis target sebesar 1000 mg protein BSA/kg BB, atau berdasarkan hasil analisis sebesar 1998 mg protein BSA/kg BB) (Lee et al., 2005), yang diberikan dua kali pada hari yang sama, masing-masing sebanyak 33,3 ml. Sedangkan kelompok 3 diberi cekokan larutan protein Cry1A.105, sebagai protein uji; sebanyak 66,6 ml/kg BB (setara dengan dosis target sebesar 1000 mg protein Cry1A.105/kg BB, atau berdasarkan hasil analisis sebesar 2072 mg protein Cry1A.105/kg BB), yang diberikan dua kali pada hari yang sama, masing-masing sebanyak 33,3 ml. Pemberian 7

8 bahan uji atau kontrol hanya dilakukan sekali, yaitu pada hari ke 1, dengan dua kali cekokan yang berselang sekitar 4 jam, sedangkan pengujian berlangsung selama 14 hari. Observasi klinis dilakukan setiap hari, sedangkan penimbangan berat badan dan perhitungan konsumsi ransum dilakukan pada hari ke 0, ke 7 dan hari ke 14. Pada hari terakhir pengujian, semua mencit dimatikan (menggunakan inhalasi CO 2 ), kemudian dilakukan, pembedahan dan pengamatan organ dalam (Lee et al., 2005). Hasil pengujian menunjukkan bahwa : (1) tidak terdapat mencit yang mati selama pengujian berlangsung, sebagai akibat pemberian protein uji atau protein kontrol; (2) terdapat 1 ekor mencit jantan pada kelompok protein uji yang harus sengaja dimatikan pada hari pertama pengujian akibat adanya kesalahan pada waktu pencekokan; (3) tidak terdapat perbedaan secara statistik dalam hal konsumsi ransum antara kelompok perlakuan dan kontrol; (4) tidak terdapat perbedaan secara statistik dalam hal berat badan dan perubahan berat badan antara kelompok perlakuan dan kontrol; (5) tidak ditemukan adanya abnormalitas klinis yang nyata pada semua kelompok mencit, demikian pula tidak ditemukan adanya pengaruh patologis pemberian protein uji terhadap organ dalam (Bonnette, 2005). Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa tidak terdapat efek toksik pada mencit akibat pemberian protein Cry1A.105 sampai dosis 2072 mg/kg BB. III.3.1.b Toksisitas Akut Protein Cry2Ab2 Pengujian toksisitas akut telah dilakukan terhadap protein Cry2Ab2 dan telah dilaporkan (Bonnette, 2006). Jumlah protein Cry2Ab2 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON sangat sedikit, oleh karena itu untuk keperluan pengujian, protein Cry2Ab2 diproduksi pada bakteri E.coli. Kesetaraan protein Cry2Ab2 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON dengan yang dihasilkan oleh bakteri E. coli diuji dengan metode Western Blot, analisis sekuen N-terminal, reaksi glikosilasi dan uji bioaktivitas menggunakan corn earworm. Hasil pengujian tersebut menyimpulkan bahwa protein Cry2Ab2 yang dihasilkan oleh E.coli ekivalen dengan protein Cry2Ab2 yang dihasilkan oleh tanaman kedelai PRG event MON (Wang et al., 2013). Uji toksisitas akut terhadap protein Cry2Ab2 dilakukan menggunakan mencit jantan dan betina. Pemberian bahan uji dilakukan secara oral dengan cara cekokan tunggal. Bahan yang diuji berupa larutan protein Cry2Ab2 dan larutan BSA digunakan sebagai kontrol. Sebagai pelarut protein digunakan larutan dapar 2 mm karbonat-bikarbonat dengan 2 mm glutation tereduksi (ph 10,5), yang juga digunakan sebagai kontrol pelarut (Bonnette, 2006). Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan dan betina, strain CrI: CD-1 (ICR)BR (VAF/Plus ), yang berasal dari Charles River Laboratories, Inc., Stone Ridge, New York. Mencit jantan berumur sekitar 8 minggu, dengan berat badan antara 27,4 31,3 g pada hari ke 0, sedangkan mencit betina berumur sekitar 10 minggu dengan berat badan antara 24,3-26,7 g pada hari ke 0. Mencit mengalami aklimatisasi selama 5 hari, kemudian dipindahkan ke dalam kandang stainless steel secara individual, 8

9 yang ditempatkan dalam ruangan bersuhu o C dan kelembaban relatif %, dengan pencahayaan selama 12 jam terang 12 jam gelap. Ransum yang berupa PMl Certified Rodent Meal # 5002 (PMI Nutrition International), diberikan secara ad libitum selama pengujian berlangsung. Air minum (Municipal tap water treated by reverse osmosis) juga diberikan secara ad libitum (Bonnette, 2006). Sebanyak 30 ekor mencit jantan dan 30 ekor betina dibagi menjadi tiga kelompok (10 ekor jantan dan 10 ekor betina per kelompok). Kelompok 1 diberi cekokan kontrol pelarut; sebanyak 66,6 ml/kg BB (diberikan dua kali, masing-masing sebanyak 33,3 ml, pada hari yang sama). Kelompok 2 diberi cekokan larutan protein BSA, sebagai protein kontrol; sebanyak 66,6 ml/kg BB (setara dengan dosis target sebesar 1750 mg protein BSA/kg BB, atau berdasarkan hasil analisis sebesar 2424 mg protein BSA/kg BB) (Silvanovich et al dalam Bonnette, 2006), yang diberikan dua kali pada hari yang sama, masing-masing sebanyak 33,3 ml. Sedangkan kelompok 3 diberi cekokan larutan protein Cry2Ab2, sebagai protein uji; sebanyak 66,6 ml/kg BB (setara dengan dosis target sebesar 1750 mg protein Cry2Ab2/kg BB, atau berdasarkan hasil analisis sebesar 2198 mg protein Cry2Ab2/kg BB), yang diberikan dua kali pada hari yang sama, masing-masing sebanyak 33,3 ml. Pemberian bahan uji atau kontrol hanya dilakukan sekali, yaitu pada hari ke 1, dengan dua kali cekokan yang berselang sekitar 4 jam, sedangkan observasi berlangsung selama 14 hari. Observasi klinis dilakukan setiap hari, sedangkan penimbangan berat badan dan perhitungan konsumsi ransum dilakukan pada hari ke 0, ke 7 dan hari ke 14. Pada hari terakhir pengujian, semua mencit dimatikan, kemudian dilakukan pembedahan dan pengamatan organ dalam (Bonnette, 2006). Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat mencit yang mati selama pengujian berlangsung, sebagai akibat pemberian protein uji atau protein kontrol. Terdapat 1 ekor mencit jantan yang harus dikeluarkan dari pengujian pada hari pertama karena adanya kesalahan pada waktu pencekokan, dan digantikan dengan mencit jantan lain. Tidak terdapat perbedaan secara statistik dalam hal konsumsi ransum antara kelompok perlakuan dan kontrol. Tidak terdapat perbedaan secara statistik dalam hal berat badan dan perubahan berat badan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Tidak ditemukan adanya abnormalitas klinis yang nyata pada semua kelompok mencit, demikian pula tidak ditemukan adanya pengaruh patologis pemberian protein uji terhadap organ dalam (Bonnette, 2006). Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa tidak terdapat efek toksik pada mencit akibat pemberian protein Cry2Ab2 sampai dosis 2198 mg/kg BB. IV. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengkajian tentang informasi genetik, kesepadanan substansial, alergenisitas, dan toksisitas disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kedelai PRG event MON mengandung satu kopi sisipan T-DNA yang berisi gen cry1a.105 dan cry2ab2 dan tidak mengandung sekuen backbone dari plasmid transformasi PV-GMIR13196; T-DNA dalam kedelai PRG event MON masih stabil sampai lima generasi, serta diwariskan mengikuti hukum Mendel. 9

10 2. Kedelai PRG event MON sepadan secara substansial dengan kedelai non PRG; tidak menunjukkan adanya potensi menimbulkan alergi; dan tidak termasuk ke dalam bahan yang bersifat toksik. 3. TTKH menilai bahwa kedelai PRG event MON yang diajukan adalah aman untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan. 4. Apabila kemudian ditemukan data dan informasi baru yang tidak sesuai dengan data keamanan pangan yang diperoleh hingga saat ini, maka status keamanan pangan kedelai PRG event MON perlu dikaji ulang. 5. Apabila setelah ditetapkan aman pangan, kemudian kedelai PRG event MON terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia maka pemohon wajib melakukan tindakan pengendalian dan penanggulangan, serta menarik kedelai PRG event MON dari peredaran. 6. Kedelai PRG event MON tidak boleh digunakan sebagai pakan ternak sampai memperoleh sertifikat aman pakan. 7. Kedelai PRG event MON tidak boleh dibudidayakan sampai ditetapkan aman lingkungan. V. Daftar Acuan Axelos, M., C. Bardet, T.Liboz, A. L. V. Thai, C. Curie, dan B. Lescure The Gene Family Encoding the Arabidopsis thaliana Translation Elongation Factor EF- 1α : Molecular Cloning, Characterization and Expression. Mol Gen Genet 219 : Laboratoire des Relations Plantes-Micoorganismes, CNRS-INRA. Toulouse, France. Barlow R., R. Wang, dan R. Hernan Assessment of the In Vitro Digestibility of Cry1A.105 Protein in Simulated Gastric and Simulated Intestinal Fluids. Study REG Monsanto Company 800 N. Lindbergh Blvd. St. Louis, MO Bonnette, K.L An Acute Oral Toxicity Study in Mice with Cry1a.105 Protein. Company Report. Study No EUF Performing Laboratory: Charles River Laboratories Preclinical Services 640 North Elizabeth Street Spencerville, OH Monsanto Company 800 N. Lindbergh Blvd. St. Louis, MO Bonnette, K.L An Acute Oral Toxicity Study in Mice with Cry2ab2 Protein. Company Report. Study No. EUF Monsanto Study No. CRO Performing Laboratory: Charles River Laboratories, Preclinical Services, 640 North Elizabeth Street, Spencerville, OH Monsanto Company, 800 N. Lindbergh Blvd., St. Louis, MO Bäumlein H., W. Boerjan, I. Nagy, R. Bassϋner, M.V. Montagu, D. Inze dan U. Wobus A Novel Seed Protein Gene From Vicia faba is Developmentally Regulated in Transgenic Tobacco and Arabidopsis plants. Mo. Gen Genet. 225: Agricultural Biotechnology Center, H02101, Hungary. Chen, B. dan G.M. Mueller, Characterization of the Cry1A.105 Protein Purified from. the Soybean Seed of MON and Comparison of the Physicochemical and Functional Properties of the Plant-Produced and Escherichia coli-produced Cry1A.105 Proteins. Study REG Testing Facility: Monsanto Regulatory, Monsanto Company 800 North Lindbergh Boulevard Saint Louis, Missouri

11 Codex Alimentarius, Food Derived from Modern Biotechnology. Second Edition. Codex Alimentarius. Rome. Elisa Leyva-Guerrero, Kathleen D. Miller, and Roy D. Sorbet, Monsanto Company 800 North Lindbergh Blvd. Saint Louis, Missouri 63167, November 21, 2014, MSL , Monsanto Study No. REG , Covance Study No FARRP Allergen database, version 11. University of Nebraska, Food Allergy Research dan Resource Program, Lincoln, Nebraska. Fling, M. E, J. Kopf, dan C. Richards Nucleotide Sequence of The Transposon Tn7 Gene Encoding an Aminoglycoside-Modifying Enzyme, 3 (9)-O- Nucleotidyltransferase. Wellcome Research Laboratories, Research Triangle Park, NC 27709, USA. Garnaat et al Amended Report for MSL : Molecular Characterization of Insect Protected Soybean (MON 87751). Monsanto Company. Study No. REG Performing Laboratory : Monsanto Company, The Genome Analysus Center Lab CC Chesterfiled Parkway West, Chesterfield, Missouri Gu, X dan G. Mueller. 2013a. Effect of Heat Treatment on the Functional Activity of Escherichia coli (E.coli)- Produced MON Cry1A.105 Protein. Study REG Monsanto Company. 800 N. Lindbergh Blvd. St. Louis, MO Gu, X dan G. Mueller. 2013b. Effect of Heat Treatment on the Functional Activity of Escherichia coli (E.coli)- Produced MON Cry2Ab2 Protein. Study REG Monsanto Company. 800 N. Lindbergh Blvd. St. Louis, MO International Life Sciences Institute (ILSI) Crop Composition Database. Versi Diakses 14 Agustus Kang dan Silvanovich. 2013a. Updated Bioinformatics Evaluation of the Cry1A.105 Protein in MON Utilizing the AD_2013, TOX_2013 and PRT_2013 Databases. Study REG Monsanto Company 800 N. Lindbergh Blvd. St. Louis, MO Kang dan Silvanovich. 2013b. Updated Bioinformatics Evaluation of the Cry2Ab2 Protein Utilizing the AD_2013, TOX_2013 and PRT_2013 Databases. Study REG Monsanto Company 800 N. Lindbergh Blvd. St. Louis, MO Lee T. C., S. L. Levine, dan E. A. Rice Formulation and Confirmation of Dose Solutions for an Acute Oral Toxicity Study in Mice with E.coli-Produced Cry1A.105 Protein. Company Report. Study No. EUF Performing Laboratory : Monsanto Company. 800 North Lindbergh Boulevard, Saint Louis, Missouri Leyva-Guerrero, E., K. D. Miller, dan R. D. Sorbet Amended Report for MSL : Compositional Analyses of Soybean Forage and Seed Harvested from MON and the Control Grown in the United States During the 2012 Season. Monsanto Study No. REG , Covance Study No

12 Mozaffar, S Amended Report for MSL : Assessment of Cry1A.105 and Cry2Ab2 Protein Levels in Soybean Tissues Collected from MON Produced in U.S. Field Trials during Study REG Monsanto Company 800 N. Lindbergh Blvd. St. Louis, MO Thomas, K., G. Bannon, S. Hefle, C. Herouet, M. Holsapple, G. Ladies, S. MacIntosh, dan L. Privalle Forum In Silico Methods for Evaluating Human Allergenicity To Novel Proteins : International Bioinformatics Workshop Meeting Report, February Toxicologival Sciences 88 (2), Wang R., R. Hernan, dan J. M. Fridley Amended Report for MSL : Characterization of the Cry2Ab2 Protein Purified from the Soybean Seed of MON and Comparison of the Physicochemical and Functional Properties of the Plant-Produced and Escherichia coli-produced Cry2Ab2 Proteins. Company Report. Study REG Testing Facility: Monsanto Regulatory, Monsanto Company, 800 North Lindbergh Boulevard, Saint Louis, Missouri Wang dan Hernan, Assesment of the In Vitro Digestibility of Cry2Ab2 Protein in Simulated Gastric and Simulated Intestinal Fluids. Company Report. Study REG Testing Facility: Monsanto Regulatory, Monsanto Company, 800 North Lindbergh Boulevard, Saint Louis, Missouri Yong-Qian A., J. M. Mc Dowell, S. Huang, E. C. McKinney, S. Chambliss dan R. B. Meagher Strong, Constitutive Expression of the Arabidopsis ACT2/ACT8 Actin Subclass in Vegetative Tissues. The Plant Journal 10(1), Department of Genetics University of Georgia Athens, USA. 12

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG MON (Jagung bt)

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG MON (Jagung bt) Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG MON 89034 (Jagung bt) I. Pendahuluan Jagung PRG MON 89034 adalah produk generasi kedua dari perusahaan Monsanto yang diklaim dikembangkan untuk memberikan

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87769

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87769 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87769 I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON 87769 adalah kedelai produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto dengan perubahan kandungan asam

Lebih terperinci

LAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI BIDANG KEAMANAN PANGAN TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN JAGUNG PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON 87411

LAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI BIDANG KEAMANAN PANGAN TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN JAGUNG PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON 87411 LAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI BIDANG KEAMANAN PANGAN TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN JAGUNG PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON 87411 Kegiatan : Pengkajian Keamanan Pangan Jagung Produk Rekayasa

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 89788

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 89788 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 89788 I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON 89788 merupakan kedelai generasi kedua dari kedelai (Glycine max (L.) Merr.) yang toleran terhadap

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG NK603

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG NK603 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG NK603 I. Pendahuluan Jagung PRG NK603 mengandung protein CP4 EPSPS termasuk protein CP4 EPSPS L214P yang diekspresikan oleh gen CP4 EPSPS. Gen CP4 EPSPS

Lebih terperinci

2. 24 November Bidang Keamanan Pangan

2. 24 November Bidang Keamanan Pangan LAPORAN TIM TEKNIS KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK (TTKH PRG) TENTANG HASIL PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN JAGUNG PRODUK REKAYASA GENETIK EVENT MON 88017 Kegiatan : Pengkajian Keamanan Jagung Produk

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR162

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR162 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR162 I. Pendahuluan Jagung PRG event MIR162 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim dikembangkan untuk memberikan manfaat bagi ketahanan terhadap

Lebih terperinci

Lampiran 1. Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG MON event 88017

Lampiran 1. Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG MON event 88017 Lampiran 1. Ringkasan Pengkajian Keamanan Jagung PRG MON event 88017 I. Pendahuluan Jagung PRG event MON 88017 merupakan jagung produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto. Jagung PRG event MON 88017

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK

PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK Yusra Egayanti, S.Si., Apt. KaSubdit. Standardisasi Pangan Khusus Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan POM Simposium dan Seminar Nasional Produk

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87427

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87427 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87427 I. Pendahuluan Jagung PRG event MON 87427 merupakan jagung produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto yang toleran terhadap herbisida

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87701

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87701 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87701 I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON 87701 merupakan kedelai produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto yang memproduksi protein Cry1Ac

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR604

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR604 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event MIR604 I. Pendahuluan Jagung PRG event MIR604 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim dikembangkan untuk memberikan manfaat bagi ketahanan terhadap

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event Bt11

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event Bt11 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event Bt11 I. Pendahuluan Jagung PRG event Bt11 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim dikembangkan untuk memberikan manfaat bagi ketahanan terhadap

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event GA21

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event GA21 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event GA21 I. Pendahuluan Jagung PRG event GA21 adalah produk perusahaan Syngenta yang tidak ada bedanya dengan jagung non PRG kecuali dari sifat toleran

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event GTS

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event GTS Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event GTS 40-3-2 I. Pendahuluan Kedelai PRG event GTS 40-3-2 merupakan produk kedelai pertama yang mengandung protein CP4 EPSPS yang bertanggung jawab dalam

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Event NXI-6T

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Event NXI-6T Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Event NXI-6T I. Pendahuluan Tebu PRG event NXI-6T dikembangkan dari tebu non PRG varietas JT-26, merupakan produk perusahaan PT. Perkebunan Nusantara XI yang

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Toleran Kekeringan Event NXI-1T

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Toleran Kekeringan Event NXI-1T Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Toleran Kekeringan Event NXI-1T I. Pendahuluan Tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T merupakan produk perusahaan PT. Perkebunan Nusantara XI yang diklaim

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 87705

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 87705 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG Event MON 87705 I. Pendahuluan Kedelai PRG event MON 87705 merupakan produk kedelai dengan perubahan asam lemak dengan tujuan meningkatkan nilai gizi. Kedelai

Lebih terperinci

Pengkajian Keamanan Pangan Kentang Produk Rekayasa Genetik (PRG) Katahdin Event SP951 dan Hasil Silangannya

Pengkajian Keamanan Pangan Kentang Produk Rekayasa Genetik (PRG) Katahdin Event SP951 dan Hasil Silangannya Pengkajian Keamanan Pangan Kentang Produk Rekayasa Genetik (PRG) Katahdin Event SP951 dan Hasil Silangannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 77 ayat (2) berbunyi:

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87460

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87460 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87460 I. Pendahuluan Jagung PRG event MON 87460 adalah jagung produk rekayasa genetik dari perusahaan Monsanto yang toleran terhadap kekeringan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mendorong para produsen pangan untuk melakukan berbagai macam inovasi dalam memproduksi pangan.

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein 59 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan pengujian peran sorbet buah naga yang ditambahkan isolat protein Spirulina platensis pada perubahan kadar gula darah. Pengujian dilakukan uji in vivo menggunakan

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event 3272

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event 3272 Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event 3272 I. Pendahuluan Jagung PRG event 3272 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim dikembangkan untuk memberikan manfaat untuk peningkatan produksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 DAFTAR PERTANYAAN PERMOHONAN PENGUJIAN KEAMANAN LINGKUNGAN TANAMAN PRG BERSAMAAN DENGAN UJI ADAPTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN

PEDOMAN PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN 2012, No.369 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.03.12.1563 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang umumnya terjadi pada usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung

Lebih terperinci

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan PRG Ice Structuring Protein (ISP)

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan PRG Ice Structuring Protein (ISP) Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan PRG Ice Structuring Protein (ISP) I. Pendahuluan Ice Structuring Protein (ISP) adalah protein alami yang untuk pertama kalinya diidentifikasi 30 tahun yang lalu di

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA

TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA Oleh: KELOMPOK 2 BAYU WIDHAYASA (0910480026) DIAN WULANDARI (0910480046) EVANA NUZULIA P (0910480060) FADHILA HERDATIARNI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.03.12.1563 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2016 BPOM. Produk Rekayasa Genetik. Pengkajian Keamanan Pangan. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19

Lebih terperinci

Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan

Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan KATA PENGANTAR Teknologi rekayasa genetik telah berkembang pesat dan telah memberikan manfaat antara

Lebih terperinci

MAKALAH PENGANTAR BIOTEKNOLOGI DALAM PROTEKSI TANAMAN (PTN 403) JAGUNG TRANSGENIK YANG MENGANDUNG GEN Bt. Kelompok 1:

MAKALAH PENGANTAR BIOTEKNOLOGI DALAM PROTEKSI TANAMAN (PTN 403) JAGUNG TRANSGENIK YANG MENGANDUNG GEN Bt. Kelompok 1: MAKALAH PENGANTAR BIOTEKNOLOGI DALAM PROTEKSI TANAMAN (PTN 403) JAGUNG TRANSGENIK YANG MENGANDUNG GEN Bt Kelompok 1: Radhian Ardy Prabowo Rita Kurnia Apindiati Lutfi Afifah Kurniatus Ziyadah Yulius Dika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006

Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006 Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006 Salah satu topik yang dibahas dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII adalah pangan transgenik. Menurut Prof Dr Soekirman, MPS-ID, Ketua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

SUHARTO. Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Bogor RINGKASAN

SUHARTO. Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Bogor RINGKASAN PENGOLAHAN BEKCOT UNTUK PAKAN TERNAK SUHARTO Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Bogor 162 RNGKASAN Di beberapa daerah hingga kini bekicot masih dianggap sebagai hama tanaman. Kemungkinan penggunaan bekicot

Lebih terperinci

A. tumefaciens LBA4404 dengan metode TPM, berdasarkan hasil PCR terhadap plasmid pada A. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen MaMt2.

A. tumefaciens LBA4404 dengan metode TPM, berdasarkan hasil PCR terhadap plasmid pada A. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen MaMt2. 50 PEMBAHASAN UMUM Indonesia memiliki tanah marjinal yang potensial untuk ditanami kedelai. Namun rendahnya ph dan kelarutan logam tinggi menjadi kendala utama pemanfaatan tanah marjinal untuk pertanian

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN POM RI 1 Maret 2012 1 LIST PERATURAN 1. Peraturan Kepala Badan POM No.HK.03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah No. 1188, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. PRG. Keamanan Pakan. Pengkajian. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMENTAN/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi guna menunjang

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014),

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014), dari 241.000.000 orang penduduk Indonesia, Prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI

KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.net KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI Oleh: C. Budimarwanti Staf Pengajar Jurdik Kimia FMIPA UNY Pendahuluan Susu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Gizi dan Non Gizi Tepung Tempe Komposisi Proksimat Hasil analisis komposisi proksimat tepung tempe kedelai grobogan, PRG, non PRG dan kasein terlihat pada Tabel 6 (Lampiran

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK

PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK Sri Muharsini Tim Teknis Keamanan Hayati Pakan PRG Seminar Nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan menggunakan eksplan yang berupa kalus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan antara aktivitas enzim kasar kitinase dengan waktu disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas enzim kasar kitinase terbaik dari

Lebih terperinci

1. Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang, cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar

1. Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang, cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar TANAMAN TRANSGENIK Transgenik adalah suatu organisme yang mengandung transgen melalui proses bioteknologi (bukan proses pemuliaan tanaman), Transgen adalah gen asing yang ditambahkan kepada suatu spesies.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi tepung kaki ayam broiler terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi buruk merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih ada di Indonesia. Sebanyak 54% penyebab kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi anak yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis

Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis 44 Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis Dalam setiap satu liter media mengandung: NaHCO3 : 10,0 gr Pupuk NPK : 1,18 gr Pupuk TSP : 1,20 gr NaCl : 1,00 gr Selanjutnya ditambahkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. dan negatif. Dampak positif yaitu meningkatkan perekonomian dan mengurangi

PENGANTAR. Latar Belakang. dan negatif. Dampak positif yaitu meningkatkan perekonomian dan mengurangi PENGANTAR Latar Belakang Perkembangan industri perunggasan di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif yaitu meningkatkan perekonomian dan mengurangi pengangguran, sedangkan dampak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah. pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan

PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah. pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak. Dengan semakin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur Kedalaman Kantung Udara HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Telur Pembesaran kantung udara telur ayam ras dengan pengolesan minyak kelapa dapat ditekan sampai umur simpan 35 hari (Tabel 6). Kedalaman kantung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( )

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( ) MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI (1414140003) RISKA AMELIA (1414142004) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Lebih terperinci

PROFIL PT CARMELITHA LESTARI

PROFIL PT CARMELITHA LESTARI PROFIL PT CARMELITHA LESTARI Jl. Raya Dramaga Km.8, Taman Dramaga Hijau, Blok I No.9, Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 8622090, email: carmelitha_lestari@yahoo.com PROFIL PT CARMELITHA LESTARI Sejarah

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 24 Sesi NGAN Review IV A. KARBOHIDRAT 1. Di bawah ini adalah monosakarida golongan aldosa, kecuali... A. Ribosa D. Eritrosa B. Galaktosa E. Glukosa C. Fruktosa

Lebih terperinci

PENGARUH FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA TEPUNG GAPLEK YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG KEDELAI (Glycine max (L))

PENGARUH FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA TEPUNG GAPLEK YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG KEDELAI (Glycine max (L)) PENGARUH FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA TEPUNG GAPLEK YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG KEDELAI (Glycine max (L)) Glycine Max Yohanes Martono, Lucia Devi Danriani, Sri Hartini Email:

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci