VII. DEGRADASI KONDISI SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG DAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. DEGRADASI KONDISI SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG DAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN"

Transkripsi

1 112 VII. DEGRADASI KONDISI SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG DAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN Degradasi sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung dan kemiskinan masyarakat nelayan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kondisi yang merupakan dampak secara akumulatif yang terjadi pada sumber daya baik sumber daya alam (sumber daya perikanan) maupun sumber daya manusia (masyarakat nelayan). 7.1 Kondisi Sumber daya Perikanan Salah satu dampak perubahan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan yang ada saat ini yang memberatkan masyarakat nelayan adalah semakin mahalnya nilai objek lelang dan pembayaran harus dilakukan secara tunai. Peningkatan harga objek lelang tersebut dapat dilihat dari besarnya selisih harga standar dan harga yang harus dibayar oleh pemenang lelang (Tabel 15). Tabel 15. Harga Standar, Nilai Lelang dan Selisih Nilai Lelang Terhadap Harga Standar Menurut Kecamatan Dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kecamatan Harga standar Hasil lelang Selisih Kota Kayuagung Pedamaran Lempuing Sirah Pulau Padang Jejawi Pampangan ( ) Air Sugihan ( ) Tulung Selapan ( ) Cengal Sungai Menang Pangkalan Lampam Pedamaran Timur Lempuing Raya Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ilir (2008). Dengan tingginya harga perairan yang harus dibayar oleh masyarakat, maka biaya sewa untuk mendapatkan lisensi hak usaha penangkapan ikan di

2 113 perairan umum lebak lebung sampai pada tingkat masyarakat nelayan akan semakin mahal. Dengan semakin mahalnya sewa perairan, maka nelayan akan berusaha menangkap ikan dengan segala daya upaya, menggunakan semua teknik penangkapan ikan yang mereka kuasai untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya. Nelayan di desa Berkat dalam pernyataannya mengemukakan bahwa: kami bekarang ini cuma dapat hak nangkap ikan dari pengemin, dak pernah langsung dari pemerentah di lelang lebak lebung Nelayan di perairan umum lebak lebung memiliki keterampilan yang tinggi sehubungan dengan usaha menangkap ikan, hingga memanfaatkan perilaku ikan sekalipun. Oleh karena itu, meskipun secara lisan dikemukakan bahwa pengemin diwajibkan oleh pemerintah untuk mengembalikan perairan seperti sebagaimana semula pada saat pelelangan berlangsung. Bahkan, pengemin tidak diperkenankan merusak sumber daya perikanan dan lingkungan perairan umum yang menjadi lokasi penangkapan ikan yang dikuasainya. Namun demikian, pengemin mengemukakan bahwa: tidak ada perlakuan khusus yang kami lakukan untuk perairan umum ini dan kami menangkap ikan atau menerapkan pengaturan penangkapan ikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Nelayan yang menangkap ikan juga mengemukakan bahwa: tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh nelayan dan pengemin yang dapat merusak sumber daya perikanan atau merusak lingkungan perairan umum. Di sisi lain, berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap masyarakat nelayan bekarang diketahui bahwa; pada prinsipnya kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan pengemin bersifat merusak sumber daya perikanan. Hal ini terlihat dengan adanya kegiatan ngesar sungai. Kegiatan ngesar sungai (drive and push net) adalah kegiatan menangkap ikan yang dilakukan dengan cara menggiring ikan di seluruh alur sungai dan dilakukan penutupan areal pada bagian hulu dan hilir sungai, sehingga seluruh jenis dan ukuran ikan yang ada di perairan sungai tersebut kemungkinan besar dapat

3 114 tertangkap. Pembatas yang digunakan berupa jaring dan empang, sedangkan penggiring ikan berupa jaring. Dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan juga terlihat bahwa nelayan pengemin maupun masyarakat nelayan lainnya tidak melakukan upayaupaya yang bersifat menjaga kelestarian lingkungan perairan umum. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa nelayan banyak yang melakukan penebangan pepohonan untuk tujuan memanfaatkannya sebagai kayu bakar. Kemudian, nelayan pengemin juga melakukan penebangan pohon-pohon yang ada, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan bantu dalam melaksanakan penangkapan ikan, yaitu sebagai tiang-tiang untuk penyangga jaring di bagian perairan sungai. Juga digunakan sebagai tiang penyangga dalam membuat kurungan ikan atau alat tangkap ikan yang memotong sungai (tuguk, filtering net device). Dengan demikian sebenarnya tidak ada perlakuan pengendalian lingkungan yang dikerjakan oleh nelayan pengemin atau nelayan lainnya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap nelayan yang melaksanakan usaha penangkapan ikan secara perorangan di perairan lebak lebung di desa Berkat, tidak ada yang melakukan kegiatan yang sifatnya merusak sumber daya perikanan. Namun demikian, setelah ditelusuri ternyata bahwa pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan kegiatan penangkapan ikan yang merusak sumber daya perikanan. Sebagai contoh, mereka tidak peduli terhadap ukuran yang tertangkap dengan alat tangkap yang mereka gunakan, padahal ikan hasil tangkapan mereka terdiri atas berbagai ukuran ikan. Hal ini sebagai akibat alat tangkap yang mereka gunakan memiliki mata jaring lebih kecil dari 2 inchi, sehingga segala jenis dan ukuran ikan dapat tertangkap. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh petugas pemerintah pada tingkat perairan lebak lebung dan sungainya, terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan serta pengendalian lingkungan perairan umum. Dengan demikian, penegakan aturan terhadap pengemin tidak ada pelaksanaannya di tingkat perairan umum.

4 115 Penegakan aturan yang ada hanya dilakukan oleh nelayan pengemin terhadap nelayan-nelayan yang menangkap ikan secara perorangan (nelayan bekarang). Penegakan aturan dilakukan baik terhadap jenis alat tangkap yang harus digunakan, ukuran mata jaring, jumlah unit alat tangkap yang dioperasikan, kemana ikan harus dijual, dan perjanjian lainnya sesuai dengan kesepakatan antara nelayan pengemin dan nelayan bekarang pada saat kegiatan penangkapan ikan akan dimulai. Dalam hal ini, pengemin dan nelayan yang menangkap ikan secara perorangan menyatakan bahwa; tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh pemerintah di perairan lebak lebung dan sungainya. Sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukakan diatas, berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa nelayan informan (dan diverifikasi saat FGD) diketahui pula bahwa telah terjadi degradasi terhadap kelimpahan sumber daya perikanan di perairan umum lebak lebung ini, termasuk degradasi habitat sumber daya perikanan. Degradasi sumber daya perikanan tersebut diperkuat dengan pernyataan nelayan informan yang pada prinsipnya mengemukakan bahwa beberapa jenis ikan tertentu semakin langka (sudah tidak pernah didapatkan dalam usaha penangkapan ikan yang mereka lakukan) dan semakin kecilnya ukuran individu ikan yang berhasil ditangkap oleh masyarakat nelayan (Tabel 16). Tabel 16. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Populasi Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Perairan Umum Lebak Lebung di Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel. No. Perbandingan Kuantitas Ikan Jenis Ikan Periode 1980-an Periode 1990-an 1 Sepat siam XXXX X 2 Betok XXXX X 3 Gabus XXXX X 4 Sepat mata merah XXXX XXXX 5 Lais XX 6 Lele Panjang XX 7 Putak XXXX 8 Lampam XXXX 9 Udang galah XXXX 10 Lele XX XXXX Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD (2009). Keterangan: XXXX = Sangat Banyak; XXX = Banyak XX = Sedikit; X = Sangat Sedikit --- = Langka

5 116 Tabel 16 tersebut memberikan indikasi bahwa secara menyeluruh terjadi penurunan kondisi populasi ikan di wilayah PULL desa Berkat. Hanya ada satu jenis ikan yang populasinya menjadi dominan yaitu lele, dan dalam hal ini, menurut masyarakat nelayan merupakan hasil perkawinan yang terjadi antara lele dumbo dan lele kalang yang berasal dari wilayah desa ini. Ikan lele hasil perkawinan ini kurang diminati masyarakat dan harganya lebih murah dari pada lele kalang. Juga ada satu jenis ikan yang bertahan kondisi populasinya yaitu ikan sepat mata merah, yang juga merupakan jenis ikan bernilai ekonomi rendah. Kemudian, diikuti pula dengan semakin kecilnya ukuran individu ikan per ekor untuk beberapa jenis ikan utama hasil tangkapan nelayan (Tabel 17). Tabel 17. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Ukuran Rata-Rata Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Perairan Umum Lebak Lebung di Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel (Ekor per Kg). No. Jumlah Individu Ikan per Kg Jenis Ikan Sebelum 1990-an Setelah 1990-an 1 Sepat siam Betok Lele Kalang Sepat mata merah Gabus Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD (2009). Tabel 17 memberikan indikasi bahwa dengan rentang waktu yang berbeda tersebut terdapat pula perbedaan rata-rata ukuran individu ikan yaitu semakin mengecil untuk semua jenis ikan. Disamping itu, masyarakat nelayan merasakan bahwa semakin hari ikan hasil tangkapan semakin sulit mereka dapatkan. Pendapat masyarakat nelayan tentang kondisi produksi ikan pada perairan umum lebak lebung di desa Berkat dikemukakan pada Tabel 18. Tabel 18. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Produksi Ikan pada PULL Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel. No. Satuan Waktu Total Produksi Ikan (kg) Usaha Sebelum 1990-an Setelah 1990-an 1 Per Minggu Per Hari Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD (2009).

6 117 Tabel 18 memberikan gambaran bahwa total produksi ikan hasil tangkapan masyarakat nelayan responden menurun sangat drastis. Pada periode sebelum 1990-an mereka dapat menghasilkan ikan tangkapan sebesar 80 kg/hari, sedangkan pada periode setelah 1990-an hanya 25 kg/hari. Hal ini berkaitan pula dengan perubahan kondisi ekosistem perairan umum secara umum di desa Berkat (Tabel 19). Tabel 19. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Ekosistem Perairan Umum Lebak Lebung Wilayah Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel. Total Produksi Ikan (kg) No. Tipe Ekosistem Sebelum 1990-an 1 Talang XXXX XX 2 Rawang XXXX X 3 Sungai XXXX XX 4 Lebak XX XXXX 5 Lebung XXX XX Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD (2009). Keterangan: XXXX = Sangat Dominan/Luas/Dalam; XXX = Agak Dominan XX = Tidak Dominan/Sedikit; X = Sangat Sedikit Setelah 1990-an Tabel 19 memperlihatkan bahwa ekosistem perairan umum lebak lebung di wilayah desa Berkat mengalami penurunan kualitas dan kuantitas luasan. Tabel 19, juga memberikan makna bahwa terdapat kecenderungan semakin meluasnya ekosistem lebak dan semakin menyempitnya ekosistem rawang, semakin dangkalnya sungai dan lebung. Hasil penelitian ini sejalan dengan kondisi yang digambarkan pada hasil penelitian di wilayah perairan Kabupaten OKI lainnya, yaitu di sekitar wilayah Sungai Lempuing Kab. OKI, Sumatera Selatan, yang dikemukakan pada Tabel 20. Tabel 20 mmperlihatkan bahwa di perairan umum lebak lebung di Sungai Lempuing, ukuran ikan yang mengecil untuk 7 (tujuh) jenis ikan yang termasuk dalam kategori ikan ekonomis penting. Kemudian produktivitas hasil tangkapan nelayan yang digambarkan dengan keadaan jumlah hasil tangkapan ikan per satuan waktu yang sama dari tahun ke tahun juga menurun, bahkan 81,82 % responden menyatakan menurun drastis, sebagaimana digambarkan dengan pendapat nelayan seperti yang terlihat pada Tabel 21.

7 118 Tabel 20. Perbandingan Kondisi Ukuran Individu Ikan di Wilayah Perairan Umum Sungai Lempuing Sumatera Selatan. Jenis Ikan Rata-Rata Ukuran Ikan (g/ekor) Tahun 2001 Tahun Ikan Toman (Channa micropeltes) Ikan Gabus (Channa striatus) Ikan Bujuk (Channa melnopterus) Ikan Serandang (C. pleurophtalmus) Ikan Tambakan (Helostoma temmincki) Ikan Sepat Siam (T. pectoralis) Ikan Keli (Clarias sp) Sumber: Dimodifikasi dari Nasution et al. (2002). Dengan demikian, berdasarkan kondisi sumber daya yang dikemukakan mulai dari Tabel 16 hingga Tabel 19 serta didukung dengan kondisi yang diperlihatkan pada Tabel 20 dan 21, terlihat bahwa telah terjadi degradasi kondisi sumber daya perikanan yang dibedakan atas dua periode pengamatan tersebut. Terkait dengan degradasi kondisi sumber daya perikanan dan habitatnya dapat dikemukakan bahwa degradasi yang terjadi adalah semakin menurunnya jumlah populasi ikan tertentu yaitu populasi ikan sepat, betok dan lais. Sementara itu, juga terjadi kelangkaan populasi ikan yang lainnya yaitu lais, lele panjang, putak, dan udang galah. Tabel 21. Perbandingan Kondisi Produktivitas Hasil Tangkapan Nelayan pada Perairan Umum Sungai Lempuing, Sumatera Selatan. Pendapat Produktivitas Hasil Tangkapan /Satuan Waktu* Responden Meningkat Tidak Berubah Sedikit Menurun Menurun Drastis - Jumlah (n=22) Persentase ,18 81,82 Keterangan: *per satuan waktu yang dimaksudkan adalah per satuan waktu yang sama dari tahun ke tahun. Sumber: Dimodifikasi dari Nasution et al. (2002). Di sisi lain diketahui pula bahwa degradasi kondisi sumber daya perikanan PULL terjadi pula dengan semakin mengecilnya ukuran beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomis penting dan semakin menurunnya produktivitas ikan hasil tangkapan masyarakat nelayan. Jenis ikan yang semakin kecil ukurannya adalah

8 119 ikan sepat siam, lele kalang, sepat mata merah, dan gabus. Sementara, penurunan produktivitas ikan hasil tangkapan nelayan berlaku dalam satu satuan waktu upaya penangkapan maupun satu atuan alat tangkap yang digunakan. Lebih lanjut, diketahui pula bahwa telah terjadi perubahan dominasi habitat yang mengarah kepada dominan lebak yang meluas, sementara habitat rawang semakin berkurang, demikian juga sungai dan lebung semakin mendangkal yang kesemuanya mengurangi dukungan terhadap kehidupan populasi ikan yang menghuni masing-masing habitat tersebut. 7.2 Kemiskinan Masyarakat Nelayan Masyarakat di Desa Berkat Kecamatan Sirah Pulau Padang memiliki keterikatan yang kuat terhadap sumber daya perairan umum khususnya rawa banjiran. Secara geografis sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah ini memiliki profesi utama sebagai penangkap ikan dan petani padi sawah. Desa Berkat memiliki aliran anak Sungai Komering dengan lebar sungai meter. Selain menangkap ikan, masyarakat juga mekakukan pengolahan ikan hasil tangkapan. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan pada saat musim air besar dan musin air surut di perairan rawa lebak. Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan cukup beragam. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ikan gabus, ikan lele ikan sepat dan ikan betok. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat disebut dengan berkarang. Di Desa Berkat tersebar di 3 lokasi penangkapan, yaitu Lebak Belanti II yang berdekatan dengan Rt 08, Ulak Muntate II yang berdekatan dengan Rt 07, dan Lebak Ulak Muntate III di Desa Berkat. Wilayah lebak yang dikarangi (mencari ikan) tidak hanya diperuntukkan bagi warga di dalam desa saja bebas bagi warga desa lain untuk mencari ikan dengan syarat membayar uang sewa karang (sewa untuk menangkap ikan). Besarnya bervariasi tergantung dengan kebijakan masing-masing pemenang lelang (pengemin), Rp hingga Rp per musim ikan (Januari-Desember). Namun, kondisi penangkapan berlaku efektif selama 5 (lima) bulan karena pada awal bulan Juni sudah tidak ada air di sawah dan lahan digunakan untuk menanam padi.

9 120 Berdasarkan data pendapatan usaha masyarakat nelayan pada tahun 2008 dan 2009 terlihat bahwa perkembangan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di perairan umum lebak lebung. Pada tahun 2009 dilakukan pengumpulan data primer tentang hal-hal yang terkait dengan usaha penangkapan ikan di perairan umum. Responden yang dimonitor adalah nelayan yang sama yang berfungsi sebagai responden pada tahun Dalam hal ini, artinya terjadi konsistensi terhadap sumber data. Begitu pula untuk konsistensi parameter yang diamati, tetap berpedoman pada kuesioner usaha bidang perikanan tangkap perairan umum yang telah dilakukan pada tahun Dengan demikian, dinamika ekonomi usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan terlihat dengan adanya perbandingan antara penerimaan dan biaya usaha penangkapan ikan tahun 2009 terhadap tahun Untuk itu, peningkatan atau penurunan keuntungan usaha merupakan indikator utama perkembangan usaha penangkapan ikan oleh nelayan di desa penelitian. Tabel 22. Penerimaan, Biaya dan Keuntungan Usaha Nelayan di Desa Berkat, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (dalam rupiah). Uraian Tahun Penangkapan Ikan Total Penerimaan (Rp) 10,895, Total Biaya Usaha (Rp) 4,669, ,458 Keuntungan Usaha (Rp) 6,225,224 7,847,268 Sumber: Data Primer (2008; 2009). Tabel 22 memperlihatkan bahwa total penerimaan usaha dari tahun 2008 sebesar Rp 10,895,121.- Sementara pada tahun 2009 total penerimaan sebesar Rp.8,036,726. Penurunan ini terjadi diakibatkan adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah mengenai lebak, lebung dan sungai yang tidak dilelang lagi, sehingga jumlah anggota masyarakat yang melaksanakan usaha penangkapan ikan bertambah hingga menjadi 150 orang, padahal pada tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar orang. Adapun total biaya usaha pada tahun 2009 berdasarkan tabel di atas, adalah Rp.189,458. Hal ini disebabkan nelayan tidak

10 121 lagi dikenai biaya administrasi kepada pengemin seperti pada saat lebak lebung masih dilelang. Untuk total keuntungan usaha dari tahun 2008 adalah Rp.6,225,224 dan pada tahun 2009 total keuntungan usaha Rp. 7,847,268. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan usaha dan biaya usaha pada tahun 2009, menyebabkan keuntungan usaha naik dibandingkan tahun Lebih lanjut kemiskinan masyarakat nelayan terlihat dengan besarnya pangsa pengeluaran konsumsi pangan yang mereka keluarkan dibandingkan dengan konsumsi non pangan, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 23. Tabel 23. Rata-Rata Pangsa Pengeluaran Konsumsi Pangan pada Masyarakat Nelayan di Desa Berkat Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel. Tahun No Jenis Pengeluaran Konsumsi Rata-Rata Standard Deviasi Prosentase (%) 1 Pangan Makanan 6,313,319 3,847,531 Konsumsi lainnya 5,736,930 3,810,427 2 Total Pangan 12,050,250 7,657, Non Pangan Rutin 4,629,279 3,957,297 Tahunan 2,655,825 2,172,065 4 Total Non Pangan 7,285, Total Konsumsi 19,335, Sumber: Data Primer (2009). Tabel 23 memperlihatkan bahwa rata-rata pangsa pangan masyarakat nelayan adalah sebesar 62,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di wilayah ini masih termasuk kategori miskin. Artinya pendapatan rumah tangga masyarakat nelayan sebagian besar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hasil penelitian ini, sejalan dengan kondisi yang terlihat pada Desa Berkat, yaitu 57 % keluarga nelayan di desa ini yang hanya dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan, papan), tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan. Mayoritas (sebagian besar) responden yang termasuk dalam kategori tersebut, ada beberapa indikator kesejahteraan yang tidak dapat mereka penuhi antara lain keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan daging dan

11 122 telur minimal sekali dalam seminggu, meskipun dapat menyediakan ikan tiap hari. Penghasilan yang hanya cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari menyebabkan masyarakat nelayan tidak dapat menyisihkan penghasilan untuk tabungan dan anggaran untuk kegiatan rekreasi bersama tidak dapat dilakukan dalam waktu 1 kali dalam 6 bulan. Rata-rata responden tingkat keluarga tersebut jika melakukan kegiatan yang memerlukan transportasi, mereka tidak mampu mengeluarkan sarana tranportasi yang sesuai dengan kondisi daerah. Disamping itu, berkaitan dengan masalah kesehatan, mereka akan mendatangi sarana kesehatan yaitu ke bidan desa dan puskesmas. Sementara itu, bagian terluas dari lantai rumah terbuat dari semen dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan informasi biasanya responden mendapatkan dari media televisi. Rata-rata responden ini merupakan kepala keluarga atau anggota keluarga tidak aktif sebagai pengurus perkumpulan atau yayasan. Di lain pihak, pengemin atau pemenang lelang merupakan orang yang paling banyak mendapatkan manfaat dari sumber daya perikanan PULL yang dikuasainya. Hal ini terlihat dari pendapatan mereka yang mencapai Rp pada tahun 2008, sementara pada tahun 2009 mereka tidak lagi berfungsi sebagai pengemin. Dengan demikian, terkait dengan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan PULL memiliki tujuan yang baik (dalam hal ini lelang lebak lebung berguna untuk pengelolaan terhadap perikanan dan masyarakat di suatu wilayah tertentu), tetapi lelang lebak lebung ini memiliki beberapa kelemahan antara lain diizinkannya warga yang bukan nelayan ikut serta dalam pelelangan (Zain, 1982). Lelang yang bebas diikuti oleh bukan nelayan antara lain menyebabkan hak usaha penangkapan ikan di beberapa perairan di Kabupaten Ogan Komering Ilir diperoleh pedagang/pemilik modal yang tidak berprofesi sebagai nelayan sama sekali, termasuk di desa Berkat ini. Oleh karena itu, nelayan memperoleh hak penangkapan ikan bukan lagi secara langsung dari pemerintah, melainkan membayar sewa kepada pemilik modal/pedagang. Untuk itu, walaupun harga perairan tinggi, nelayan tetap akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari usaha penangkapan yang akan mereka lakukan. Dengan bertambahnya biaya sewa perairan, maka nelayan akan berusaha mengembalikannya pada masa satu tahun

12 123 (ataupun satu musim penangkapan) sekalipun harus menangkap seluruh jenis dan ukuran ikan dengan cara apapun juga. Hal ini memberikan makna bahwa harga sewa perairan yang meningkat tersebut dibebankan terhadap populasi ikan yang ada pada perairan tersebut. Ini merupakan suatu dampak lelang lebak lebung yang secara tidak langsung menurunkan tingkat pendapatan nelayan. Rendahnya tingkat pendapatan nelayan antara lain disebabkan beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian antara nelayan dan pedagang dalam pembelian perairan. Perjanjian tersebut antara lain nelayan dianggap meminjam uang sebesar harga perairan yang telah ditambah bunga uang dengan jaminan rumah atau tanah. Jika tidak terlunasi dalam waktu satu tahun maka rumah dan tanah milik nelayan penggarap yang dijaminkan menjadi penggantinya atau jaminan tersebut harus dinilai harganya. Dalam hal ini, pemilik modal atau pedagang tidak akan memberikan penggarapan suatu perairan kepada nelayan yang tidak punya rumah dan tanah perumahan, sebagai jaminan. Lebih lanjut, ikan hasil tangkapan dari perairan yang dikuasai pengemin harus dijual kepada pedagang yang memberikan pinjaman uang (pengemin) untuk pembayar sewa perairan dan pembiayaan operasional penangkapan lainnya. Nilai ikan hasil tangkapan tidak dibayar tunai kepada nelayan, tetapi diperhitungkan atas pinjaman hingga lunas. Kemudian kebutuhan nelayan baik di perairan maupun kebutuhan keluarga nelayan di desa harus dipenuhi atau dibeli dari pemilik modal dengan harga yang ditetapkan pemilik modal. Hal ini kesemuanya kembali kepada sistem pengelolaan perikanan perairan umum lebak lebung yang dilakukan melalui sistem pelelangan pada akhirnya memerlukan perbaikanperbaikan. 7.3 Ikhtisar Salah satu dampak perubahan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan yang ada saat ini yang memberatkan masyarakat nelayan adalah semakin mahalnya nilai objek lelang dan pembayarannya harus dilakukan secara tunai. Dengan tingginya harga perairan yang harus dibayar oleh masyarakat, maka biaya sewa untuk mendapatkan lisensi hak usaha penangkapan ikan di perairan umum lebak lebung sampai pada tingkat masyarakat nelayan akan semakin

13 124 mahal. Dengan semakin mahalnya sewa perairan, maka nelayan akan berusaha menangkap ikan dengan segala daya upaya, menggunakan semua teknik penangkapan ikan yang mereka kuasai untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya. Pada prinsipnya kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan pengemin bersifat merusak sumber daya perikanan. Dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan juga terlihat bahwa nelayan pengemin maupun masyarakat nelayan lainnya tidak melakukan upaya-upaya yang bersifat menjaga kelestarian lingkungan perairan umum. Masyarakat nelayan, juga tidak peduli terhadap ukuran ikan yang tertangkap dengan alat tangkap yang mereka gunakan, padahal ikan hasil tangkapan mereka terdiri atas berbagai ukuran ikan. Hal ini sebagai akibat alat tangkap yang mereka gunakan memiliki mata jaring lebih kecil dari 2 inchi, sehingga segala jenis dan ukuran ikan dapat tertangkap. Tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh petugas pemerintah pada tingkat perairan lebak lebung dan sungainya, terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan serta pengendalian lingkungan perairan umum. Demikian pula tidak ada penegakan aturan terhadap pengemin di tingkat perairan umum. Penegakan aturan yang ada hanya dilakukan oleh nelayan pengemin terhadap nelayan-nelayan yang menangkap ikan secara perorangan (nelayan bekarang). Lebih lanjut diketahui pula bahwa telah terjadi degradasi terhadap kondisi sumber daya perikanan di perairan umum lebak lebung ini, termasuk degradasi habitat sumber daya perikanan. Degradasi sumber daya perikanan tersebut diperkuat dengan pernyataan nelayan informan yang pada prinsipnya mengemukakan bahwa beberapa jenis ikan tertentu semakin langka (sudah tidak pernah didapatkan dalam usaha penangkapan ikan yang mereka lakukan) dan semakin kecilnya ukuran individu ikan yang berhasil ditangkap oleh masyarakat nelayan. Kemiskinan masyarakat nelayan terlihat dengan besarnya pangsa pengeluaran konsumsi pangan yang mereka keluarkan dibandingkan dengan konsumsi non pangan, yang memperlihatkan bahwa rata-rata pangsa pangan masyarakat nelayan adalah sebesar 62,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di wilayah ini masih termasuk kategori miskin. Penghasilan nelayan hanya cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari menyebabkan

14 125 masyarakat nelayan tidak dapat menyisihkan penghasilan untuk tabungan dan anggaran untuk kegiatan rekreasi bersama tidak dapat dilakukan dalam waktu 1 kali dalam 6 bulan. Di lain pihak, pengemin atau pemenang lelang merupakan orang yang paling banyak mendapatkan manfaat dari sumber daya perikanan PULL yang dikuasainya. Hal ini terlihat dari pendapatan mereka yang mencapai Rp pada tahun 2008.

VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG

VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG 101 VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG Akses dapat bermakna sebagai kemampuan dan karena itu permasalahan akses dapat dilihat dalam tatanan hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan umum sungai dan rawa adalah perairan umum air tawar yang memiliki ciri spesifik, yang berbeda dengan perairan umum air tawar lainnya. Perairan umum sungai dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Landasan Filosofis Pemanfaatan sumber daya perikanan PULL tanpa memperhatikan proses alam dalam menyediakan sumber daya perikanan tersebut adalah suatu perbuatan yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Salinan Peraturan Desa Berkat No. 01 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lebak, Lebung dan Sungai yang Tidak Dilelang.

Lampiran 1. Salinan Peraturan Desa Berkat No. 01 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lebak, Lebung dan Sungai yang Tidak Dilelang. 155 Lampiran 1. Salinan Peraturan Desa Berkat No. 01 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lebak, Lebung dan Sungai yang Tidak Dilelang. PERATURAN DESA DESA BERKAT, KECAMATAN SIRAH PULAU PADANG, KABUPATEN OGAN

Lebih terperinci

VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG

VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG 126 VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG 8.1 Pembelajaran Dari Sistem Lelang Lebak Lebung Berdasarkan data dan informasi yang didapatkan

Lebih terperinci

V. EFEKTIFITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN LELANG LEBAK LEBUNG,

V. EFEKTIFITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN LELANG LEBAK LEBUNG, 77 V. EFEKTIFITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN LELANG LEBAK LEBUNG, Efektifitas kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan lelang lebak lebung dalam hal ini dikemukakan dalam bentuk

Lebih terperinci

SEMANGAT DONNA OCTAVIANA, PENYULUH PERIKANAN OKI TUMBUHKEMBANGKAN POKDAKAN

SEMANGAT DONNA OCTAVIANA, PENYULUH PERIKANAN OKI TUMBUHKEMBANGKAN POKDAKAN 2016/08/11 07:58 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan SEMANGAT DONNA OCTAVIANA, PENYULUH PERIKANAN OKI TUMBUHKEMBANGKAN POKDAKAN OKI (11/8/2016) www.pusluh.kkp.go.id Penyuluhan merupakan bagian dari upaya

Lebih terperinci

KONDISI WILAYAH DAN KEBIJAKAN NASIONAL

KONDISI WILAYAH DAN KEBIJAKAN NASIONAL 53 IV. KONDISI WILAYAH DAN KEBIJAKAN NASIONAL 4.1 Kondisi Geografi dan Demografi Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) memiliki luas 19.023,47 km 2 dengan kepadatan penduduk sekitar 35 jiwa/km 2. Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan yang memadai akan dapat membuat manusia mempunyai kesempatan memperbaiki

Lebih terperinci

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK ANALISIS PENDAPATAN PADA USAHATANI PADI SAWAH LEBAK DENGAN SISTEM YARNEN DAN TUNAI DI KECAMATAN RAMBUTAN KABUPATEN BANYUASIN Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2013 sebanyak 126.511 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2013 sebanyak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2010 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2010 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2010 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN LEBAK, LEBUNG DAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DESA BANGSAL KECAMATAN PAMPANGAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DESA BANGSAL KECAMATAN PAMPANGAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DESA BANGSAL KECAMATAN PAMPANGAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LEBAK LEBUNG DAN SUNGAI DALAM DESA BANGSAL DESA BANGSAL KECAMATAN PAMPANGAN KABUPATEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DANAU PULAU BESAR DAN DANAU BAWAH DI KECAMATAN DAYUN KABUPATEN SIAK PROPINSI RIAU

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DANAU PULAU BESAR DAN DANAU BAWAH DI KECAMATAN DAYUN KABUPATEN SIAK PROPINSI RIAU Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011) : 21-32 ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DANAU PULAU BESAR DAN DANAU BAWAH DI KECAMATAN DAYUN KABUPATEN SIAK PROPINSI RIAU Hendrik

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Jifi Abu Ammar, Muhammad Mukhlis Kamal, Sulistiono Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

BEJE SEBAGAI KOLAM PRODUKSI DILAHAN RAWA LEBAK ABSTRAK

BEJE SEBAGAI KOLAM PRODUKSI DILAHAN RAWA LEBAK ABSTRAK BEJE SEBAGAI KOLAM PRODUKSI DILAHAN RAWA LEBAK Rupawan Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang ABSTRAK Beje adalah kolam yang dibuat di daerah rawa banjiran berfungsi untuk mengumpulkan dan penangkapan

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN TELUK MERANTI

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN TELUK MERANTI Ba b 5 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN TELUK MERANTI 5.1. Potensi Sumberdaya Perairan dan Perikanan Sumberdaya perairan yang terdapat di Kecamatan Teluk Meranti diantaranya terdapatnya empat buah tasik

Lebih terperinci

f. bahwa untuk penyempurnaan tersebut, perlu dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir.

f. bahwa untuk penyempurnaan tersebut, perlu dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir. PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 30 TAHUN 2002 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG DALAM KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ILIR Menimbang

Lebih terperinci

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN Sektor perikanan di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting. Dari sektor ini dimungkinkan akan menghasilkan protein hewani dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

RUAYA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUAKA PERIKANAN, SUNGAI LEMPUING, SUMATERA SELATAN

RUAYA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUAKA PERIKANAN, SUNGAI LEMPUING, SUMATERA SELATAN 120 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) X (1): 120-125 ISSN: 0853-638 Short Paper Abstract RUAYA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUAKA PERIKANAN, SUNGAI LEMPUING, SUMATERA SELATAN MIGRATION PATTERN OF FISHES IN THE

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

IKAN GABUS DI KANCAH NASIONAL

IKAN GABUS DI KANCAH NASIONAL IKAN GABUS DI KANCAH NASIONAL Pada pertengahan 2013 sebuah majalah pertanian terkenal di tanah air tiba-tiba saja mengangkat ikan gabus ke kancah nasional. Ikan yang di Kalimantan Selatan disebut haruan

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pengendalian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Palembang Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis Kota Palembang terletak antara 2 52' - 3 5' Lintang Selatan dan 104 37'

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2)

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2) KABUPATEN / KOTA : OGAN KOMERING ULU 16.01 OGAN KOMERING ULU 192.831 182.28 35.109 1 16.01.0 SOSOH BUAY RAYAP.332 6.820 14.152 2 16.01.08 PENGANDONAN 5.292 5.13 10.465 3 16.01.09 PENINJAUAN 25.186 23.13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN INFLASI/ DEFLASI PEDESAAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN INFLASI/ DEFLASI PEDESAAN BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 43/08/16/Th.XIX, 1 Agustus 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN INFLASI/ DEFLASI PEDESAAN A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini memiliki banyak wilayah pesisir dan lautan yang terdapat beragam sumberdaya alam. Wilayah

Lebih terperinci

EC Collaborative Land Use Planning and Sustainable Institutional Arrangements. Provinsi :... Kabupaten :... Kecamatan :... Desa :... Responden :...

EC Collaborative Land Use Planning and Sustainable Institutional Arrangements. Provinsi :... Kabupaten :... Kecamatan :... Desa :... Responden :... Kuesioner 2. Survei rumah tangga Provinsi :... Kabupaten :... Kecamatan :... Desa :... Responden :... Tanggal :... Pewawancara :... Pencatat :... A. Data umum A.1 Keluarga A.1.1 Nama responden:... A.1.2

Lebih terperinci

Lampiran I.16 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.16 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I.6 : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 98/Kpts/KPU/TAHUN 0 : 9 MARET 0 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 0 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang : a. b. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH : 4 TAHUN 1991

PERATURAN DAERAH : 4 TAHUN 1991 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS NOMOR : 4 TAHUN 1991 T E N T A N G LELANG LEBAK LEBUNG DALAM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA

Lebih terperinci

07. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA SELATAN

07. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA SELATAN 07. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA SELATAN 82 Kecamatan Tanpa bahan organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Kasus Perkasus Penulis menemukan 6 (enam) kasus mengenai praktik jual beli karet di Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong. Keenam kasus tersebut dapat diuraikan

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung PADUAN WAWANCARA PENELITIAN Judul Skripsi Lokasi Penelitian : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung I. Identitas Informan 1. Nama : 2. Tempat Tanggal

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modal merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya dalam usahatani. Keterbatasan modal masih menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN 46 BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Profil Desa Tawangrejo 1. Letak geografis Secara geografis Desa Tawangrejo

Lebih terperinci

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera Laporan Provinsi 169 Sumatera Selatan Jembatan Ampera Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Salah satunya terjadi pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove

Lebih terperinci

Pola Hubungan Kerja Nelayan Perairan Umum Daratan... (Maulana Firdaus dan Nensyana Shafitri)

Pola Hubungan Kerja Nelayan Perairan Umum Daratan... (Maulana Firdaus dan Nensyana Shafitri) POLA HUBUNGAN KERJA NELAYAN PERAIRAN UMUM DARATAN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Desa Berkat, Kecamatan Sirah Pulau Padang) Work Pattern of Inland Water Fishers

Lebih terperinci

BAB VI SISTEM LANGGAN DAN PERUBAHANNYA

BAB VI SISTEM LANGGAN DAN PERUBAHANNYA BAB VI SISTEM LANGGAN DAN PERUBAHANNYA 6.1. Mekanisme Sistem Di Desa Muara-Binuangeun Proses kerjasama antara nelayan dengan ditandai dengan adanya serangkaian mekanisme yang terstruktur yang dimulai dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan secara astronomis berada pada posisi 1 35 LS 5 LS dan 102 25 BT - 106 BT. Iklim daerah ini tropis dan basah, musim hujan terjadi antara

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU MEI 2015 SEBESAR 95,24 ATAU TURUN 1,24 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU MEI 2015 SEBESAR 95,24 ATAU TURUN 1,24 PERSEN No. 31/06/14/Th.XVI, 1 Juni 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU MEI 2015 SEBESAR 95,24 ATAU TURUN 1,24 PERSEN Pada bulan Mei 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar 95,24 atau

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus

Lebih terperinci

Luas dan Penggunaan Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2014

Luas dan Penggunaan Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2014 Luas dan Penggunaan Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2014 Nomor Katalog : 3311021.7604 Nomor Publikasi : 76043.1501 Ukuran Publikasi Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21,5 cm x 28,5 cm

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN INFLASI/ DEFLASI PEDESAAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN INFLASI/ DEFLASI PEDESAAN No. 51/09/16/Th.XIX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN INFLASI/ DEFLASI PEDESAAN A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2017 SEBESAR 94,38 ATAU NAIK 1,47

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

Inventarisasi Jenis Ikan Yang Tertangkap Nelayan Di Lebak Desa Meranjat Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir

Inventarisasi Jenis Ikan Yang Tertangkap Nelayan Di Lebak Desa Meranjat Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir Inventarisasi Jenis Ikan Yang Tertangkap Nelayan Di Lebak Desa Meranjat Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir Inventory of Fish Species Caught By Fisher In Meranjat Village Flood Plain Of Tanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2014 No. 37/07/63/Th.XVIII, 1 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,23 PERSEN Pada Juni NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 No. 9/02/63/Th.XIX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2015 NAIK 1,32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar Dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu sumberdaya pesisir yang penting adalah ekosistem mangrove, yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi. Hutan mangrove dengan hamparan rawanya dapat menyaring dan

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 202.414 23.805 44.545 48.706 46.376 48.865 42.493 30.682 43.325 261.667 537.401 2 Banyu Asin 74.354 6.893 15.232 9.133 8.357 11.370 14.914 10.561

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 175.517 14.520 28.238 30.943 30.415 63.437 80.416 47.113 57.176 280.562 537.423 2 Banyu Asin 63.171 4.322 5.770 9.872 11.440 16.385 28.658 11.966

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 178.423 31.968 30.373 48.437 35.571 58.619 50.807 24.344 67.668 248.151 537.808 2 Banyu Asin 58.327 11.485 7.424 12.266 9.755 15.582 18.133 7.698

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 288.456 16.926 22.384 34.827 30.181 29.824 34.511 41.041 28.541 192.768 532744 2 Banyu Asin 82.159 4.192 5.041 8.043 11.345 18.010 18.343 12.742

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

Peranan Lebung Sebagai Sumber Ekonomi Bagi Nelayan... (Yoga C.D., Aroef H.R., Syarifah N dan Ngurah Nyoman Wiadnyana)

Peranan Lebung Sebagai Sumber Ekonomi Bagi Nelayan... (Yoga C.D., Aroef H.R., Syarifah N dan Ngurah Nyoman Wiadnyana) PERANAN LEBUNG SEBAGAI SUMBER EKONOMI BAGI NELAYAN DAN SARANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN RAWA BANJIRAN DI SUMATERA SELATAN The Role of Lebung as an Economic Source for Fisher and Facilities of Fish Resources

Lebih terperinci

Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati)

Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati) Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati) UPAYA, LAJU TANGKAP, DAN ANALISIS USAHA PENANGKAPAN UDANG PEPEH (Metapenaeus ensis) DENGAN TUGUK BARIS

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU JUNI 2017 SEBESAR 102,59, NAIK 0,60 PERSEN DIBANDING MEI 2017

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU JUNI 2017 SEBESAR 102,59, NAIK 0,60 PERSEN DIBANDING MEI 2017 No. 31/07/14/Th. XVIII, 3 Juli 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU JUNI 2017 SEBESAR 102,59, NAIK 0,60 PERSEN DIBANDING MEI 2017 Pada bulan Juni 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat Desa Hutan Gambaran mengenai karakteristik masyarakat sekitar hutan di Desa Buniwangi dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Jumlah responden

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (Perairan Umum Daratan) Tim Penelitian : Zahri Nasution

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU FEBRUARI 2017 SEBESAR 103,79 ATAU NAIK 0,83 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU FEBRUARI 2017 SEBESAR 103,79 ATAU NAIK 0,83 PERSEN No. 13/03/14/Th. XVIII, 1 Maret 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU FEBRUARI 2017 SEBESAR 103,79 ATAU NAIK 0,83 PERSEN Pada bulan Februari 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dengan sungai yang banyak dan besar. Hal ini memberikan potensi yang besar bagi pengembangan lahan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI

DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI Hasil Pemetaan Masyarakat Desa bersama Yayasan Mitra Insani (YMI) Pekanbaru 2008 1. Pendahuluan Semenanjung Kampar merupakan kawasan hutan rawa gambut yang memiliki kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan peningkatan rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia. Meningkatnya

I. PENDAHULUAN. dan peningkatan rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia. Meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub-sektor peternakan memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan makanan yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan peningkatan rata-rata

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung. akibat pembangunan jalan dan pemukiman (lihat Gambar 3).

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung. akibat pembangunan jalan dan pemukiman (lihat Gambar 3). VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung Situ Rawa Badung merupakan salah satu situ DKI Jakarta yang terbentuk secara alami. Semula luas Situ Rawa Badung mencapai 5 Ha, namun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci