BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Critical Path Method (CPM) CPM (Critical Path Method) merupakan alat analisis proyek yang sudah banyak dikenal di bidang manajemen. Proyek terdiri atas serangkaian kegiatan dan beberapa diantara kegiatan tersebut saling terkait. Suatu kegiatan hanya dapat dilakukan setelah kegiatan sebelumnya selesai dilakukan. Serangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram. CPM adalah suatu teknik analisis untuk perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek dengan metode jalur kritis dengan taksiran tunggal untuk lama satu aktivitas. Arah perhitungan CPM ialah perhitungan maju dan perhitungan mundur Definisi Program Evaluation Review Technique (PERT) PERT (Program Evaluation and Review Technique) merupakan alat analisis proyek yang sudah banyak dikenal di bidang manajemen. Proyek terdiri atas serangkaian kegiatan dan beberapa diantara kegiatan tersebut saling terkait. Suatu kegiatan hanya dapat dilakukan setelah kegiatan sebelumnya selesai dilakukan. Serangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram. PERT adalah suatu teknik analisis untuk mengasumsikan ketidakpastian lama waktu aktivitas yang digambarkan dengan probabilitas tertentu dan memerlukan tiga waktu taksiran untuk satu aktivitas. PERT juga memperkenalkan parameter lain yang mencoba mengukur ketidakpastian tersebut secara kuantitatif seperti standar deviasi dan varians (Imam, 1999). II-1

2 II-2 Terdapat beberapa fungsi untuk melakukan analisis dalam CPM dan PERT, di antaranya adalah (Wahyu Winarno, 2008). 1. Menganalisis jalur kritis (bisa lebih dari satu). 2. Menganalisis kegiatan yang saling mengganggu bertabrakan. 3. Menganalisis biaya. 4. Menampilkan diagram gantt. CPM dan PERT memiliki asumsi-asumsi yang sama. Berikut ini adalah beberapa asumsi-asumsi yang ada di CPM dan PERT. a. Proyek terdiri atas aktivitas-aktivitas yang terdefinisi dengan jelas. b. Setiap aktivitas bisa dimulai dan diakhiri tanpa tercampur dengan aktivitas lain. c. Setiap aktivitas terkait dengan urutan-urutan pelaksanaan satu sama lain Penerapan metode PERT bukan hanya pada proyek-proyek besar dengan waktu pengerjaan yang lama dan dengan ribuan pekerja, tetapi dapat berfungsi untuk memperbaiki efisiensi pengerjaan proyek bersekala kecil dan menengah. Seperti, perakitan mobil atau sepeda motor, pembangunan rumah tinggal, jembatan, jasa konstruksi lainnya, serta proyek-proyek lainnya. Secara umum PERT membantu dalam hal-hal sebagai berikut (Purnomo, 2004): 1. Perencanaan suatu proyek yang kompleks. 2. Penjadwalan-penjadwalan pekerjaan dalam urutan yang praktis dan efisien. 3. Mengadakan pembagian kerja dari tetangga kerja dan sumber dana yang tersedia. 4. Menentukan antara waktu dan biaya. Mengadakan analisis jaringan untuk suatu proyek diperlukan tiga tipe data pokok, yaitu taksiran mengenai waktu yang diperlukan untuk setiap pekerjaan kegiatan. Menganalisis waktu yang diperlukan untuk suatu

3 II-3 pekerjaan, dugunakan estimasi waktu penyelesaian suatu kegiatan (Purnomo, 2004). 1. Waktu optimistik (a) adalah waktu kegiatan bila semuanya berjalan baik tanpa adanya hambatan-hambatan atau penundaan. Hanya ada probabilitas yang sangat kecil (1 dalam 100) untuk mencapai waktu yang optimistik (waktu yang paling cepat). 2. Waktu pesimistik (b) adalah waktu kegiatan bila terjadi hambatan atau penundaan lebih dari semestinnya. Probabilitas yang ada dalam hal ini sangat kecil (1 dalam 100) untuk mencapai waktu yang pali pesimis (waktu paling lama). 3. Waktu realistik (m) adalah waktu yang terjadi bila suatu kegiatan dilaksanakan dalam kondisi normal, dengan penundaan yang bisa diterima. Hanya ada satu waktu yang mungkin bisa bergerak antara kedua waktu ekstrim tersebut. Formula untuk menaksir waktu yang diharapkan (Expeted Time) untuk sebuah aktivitas adalah sebagai berikut. Keterangan: ES = waktu yang diharapkan a = waktu optimistik b = waktu pesimistik m = waktu umum Pembentukan jaringan CPM dan PERT terdapat simbol-simbol yang menghubungkan suatu kejadian, pekerjaan, dan aktivitas semua. Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan untuk pembentukan CPM dan PERT (

4 II-4 Tabel 2.1 Simbol-simbol CPM dan PERT Simbol: Untuk Kejadian (event): peristiwa dimulai dan berakhirnya suatu pekerjaan Pekerjaan (aktivitas): peristiwa berlangsungnya suatu pekerjaan Dummy activity: pekerjaan atau aktivitas semu CPM dan PERT mempunyai langkah-langkah perhitungan masing-masing. Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan CPM dan PERT: 1. Langkah perhitungan untuk PERT a. Menggunakan diagram pendahulu b. Menentukan lintasan kritis 2. Langkah perhitungan untuk CPM a. Menentukan lintasan kritis percepatan b. Menentukan biaya percepatan Perbedaan Critical Path Method (CPM) dan Program Evaluation Review Technique (PERT) CPM dan PERT sama-sama digunakan dalam perancangan dan pengendalian proyek. Kedua-duannya mendeskripsikan aktivitas-aktivitas proyek dalam jaringan kerja dan dari jaringan kerja tersebut, mampu dilakukan berbagai analisis untuk pengambilan keputusan tentang waktu, biaya, serta penggunaan sumber daya. Terdapat beberapa perbedaan antara CPM dan PERT. Perbedaan pertama, CPM menggunakan satu jenis waktu untuk taksiran waktu kegiatan sedangkan PERT menggunakan tiga jenis waktu, yaitu perkiraan waktu teroptimistik, termungkin dan terpesimis. Perbedaan kedua, CPM digunakan kala taksiran waktu pengerjaan setiap aktivitas diketahui dengan deviasi relatif mini atau dapat diabaikan sedangkan PERT digunakan saat taksiran waktu aktivitas tidak dapat dipastikan seperti aktivitas tersebut sebelum pernah dilakukan bervariasi waktu yang benar. Perbedaan ketiga, CPM

5 II-5 menganggap proyek terdiri dari peristiwa susul menyusul. PERT dengan berbasikan statistik memberikan peluang hadirnya ketidak pastian ( Persyaratan Urutan Pekerjaan Pertimbangan suatu pekerjaan dilakukan pengurutan adalah karena berbagai kegiatan tidak dapat dimulai sebelum kegiatan-kegiatan lain diselesaikan, dan mungkin ada kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan secara bersamaan dan atau tidak saling bergantung. Konsep waktu dalam jaringan kerja dapat didefinisikan sebagai berikut. 1. ES (Earliest Start Time) adalah waktu paling awal (tercepat) suatu kegiatan dapat dimulai dengan memperhatikan waktu kegiatan yang diharapkan dan persyaratan urutan pengerjaan. 2. LS (Latest Start Time) adalah waktu yang paling lambat untuk dapat memenuhi suatu kegiatan tanpa penundaan keseluruhan proyek. 3. EF (Earliest Finish Time) adalah waktu paling awal suatu kegiatan dapat diselesaikan, atau sama dengan ES + waktu kegiatan yang diharapkan. 4. LF (Latest Finish Time) adalah waktu paling lambat untuk dapat menyelesaikan suatu kegiatan tanpa menunda dan penyelesaian proyek secara keseluruhan, atau sama dengan LS + waktu kegiatan yang diharapkan. Diagram jaringan kerja node (lingkaran) yang merupakan lambang dari suatu event dibagi atas tiga bagian dengan fungsi masing-masing. Berikut ini adalah tiga bagian dari diagram jaringan kerja node (lingkaran). aa a b c

6 II-6 Keterangan: a = Ruang untuk nomor event b = Ruang untuk waktu paling cepat suatu kegiatan dapat diselesaikan (EF) c = Ruang untuk waktu paling lambat untuk dapat menyelesaikan suatu kegiatan tanpa penundaan atau LF (Purnomo, 2004) Pengertiam Jalur Kritis dan Dummy Jalur kritis adalah jalur dalam jaringan kerja yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total waktu terlama dan menunjukan waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jalur kritis mempunyai arti penting dalam suatu proyek, karena kegiatan-kegiatan yang melewati jalur kritis diusahakan tidak mengalami kelambatan penyelesaian. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam jalur kritis mengalami keterlambatan proyek secara keseluruhan (Purnomo, 2004). Jalur kritis mempunyai tiga ciri-ciri khusus, ketiga ciri-ciri tersebut bisa dijadikan acuan untuk mengetahui jaringan kerja. Berikut ini adalah ciri-ciri dari jalus keritis. 1. Jalur yang memakan waktu terpanjang dalam suatu proses 2. Jalur dengan tegangan waktu antara selesainya suatu tahap kegiatan dengan mulainya suatu tahap kegiatan berikutnya. 3. Tidak adanya tegangan waktu tersebut yang merupakan sifat kritis dari jalur kritis. Dummy adalah aktivitas yang tidak mempunyai waktu pelaksanaan dan hanya diperlukan untuk menunjukan kegiatan dengan aktivitas pendahulu. Dummy diperlukan untuk menggambarkan adannya hubungan diantara kegiatan. Mengingan dummy merupakan kegiatan semu maka lama kegiatan dummy adalah nol. Dummy terdiri dari dua macam yaitu (

7 II-7 1. Gramatical Dummy Gramatica dummy diperlukan untuk menghindari kekacauan penyebutan suatu kegiatan apabila terdapat dua atau lebih kegiatan yang berasal dari peristiwa yang sama (misalnya i) dan berakhir pada suatu peristiwa yang sama pula (misalnya j). Gramatical dummy akan memudahkan komputer untuk membedakan kegiatan satu dengan yang lain. 2. Logical Dummy Logical dummy digunakan untuk memperjelaskan hubungan antara kegiatan Definisi Linear Programming Linear programming adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin dilakukan. Pengertian lainnya yaitu adalah suatu metode metematis untuk menentukan cara untuk mencapai hasil yang terbaik (seperti keuntungan atau biaya terendah) dalam suatu model matematis untuk beberapa persyaratan daftar digambarkan sebagai persamaan linier ( Secara umum linear programming ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimasi (maksimasi atau minimasi) dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka untuk mencari pemecahan yang optimum dengan memperhatikan pembataspembatas yang ada. Sumber yang terbatas harus dicapai suatu hasil yang optimum dengan perkataan lain bagai mana carannya agar dengan masukan input yang terbatas dapat menghasilkan keluaran output berupa produksi barang atau jasa yang optimum ( Salah satu keputusan manajer yang sangat penting adalah penyaluran sumber-sumber yang dimaksud dapat berupa bahan baku,

8 II-8 peralatan, mesin ruang, waktu, dana dan orang. Semua itu dapat dipergunakan untuk menghasilkan komoditi tertentu (Winarno, 2008). Metode analisis yang paling bagus untuk menyelesaikan persoalan alokasi sumber ialah metode program linier adalah merumuskan masalah dengan jelas dengan menggunkana sejumlah informasi yang tersedia. Sesudah masalah terumuskan dengan jelas, maka langkah berikutnya adalah menterjemahkan masalah ini kedalam model matematika, yang telah mempunyai cara pemecahan yang lebih mudah dan rapi guna menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi. Jawaban yang ditemukan dari hasil perhitungan lebih mudah dinilai atau deevaluasi kemampuannya satu dari yang laim dan terdapat jawaban yang terang lebih ampuh akan ditetapkan sabagai keputusan akhir dan siap untuk dilaksanakan Asumsi-Asumsi Dasar Salah satu ciri khas model linear programming ialah bahwa linear programing didukung lima macam asumsi yang menjadi tulang punggung model tersebut. Berikut ini adalah kelima asumsi-asumsi dari linear programming. 1. Linieritas Asumsi ini menginginkan agar perbandingan antara input yang satu dengan input lainnya, atau untuk suatu input dengan output besarnya tetap dan terlepas (tidak tergantung) pada tingkat produksi. 2. Proposionalitas Asumsi ini menyatakan bahwa jika peubah pengambilan keputusa, Xj, berubah maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proposi yang sama terhadap fungsi tujuan, CjXj, dan juga pada kendalannya aijxj.

9 II-9 3. Aditivitas Asumsi ini menyatakan bahwa nilai perameter dari suatu kriteria optimasi (koefisien pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan jumlah nilai individu-individu Cj dalam model linear programmingtersebut. 4. Divisibilitas Asumsi ini menyatakan peubah-peubah pengambilan keputusan Xj tidak perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat), tetapi boleh non integer (misalkan ½;0,58;38,7226 dan sebagainya). 5. Deterministik Asumsi ini menghendaki agar semua parameter dalam model linear programming (yaitu nilai-nilai Cj, aij, dan bi) tetap dan diketahui secara pasti. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis permasalahan dalam model linear programming dapat diklasifikasikan dalam tujuh bagian. Berikut ini adalah ketujuh bagian dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis permasalahan dalam model linear programming: 1. Latar belakang matematika, khususnya teori persamaan linier. 2. Metode-metode penyelesaian atau metode analisis (misalkan metode simpleks). 3. Mengembangkan sebuah program komputer dan juga sistem komputernya untuk dapat manangani permasalahan pemrograman linier. 4. Prosedur pengolahan sistem, termasuk pengolahan matriks (matrix generators), penulisan laporan (report writers), dan pengolahan data dasar (data-base managemeny). 5. Pemasukan data, konversi data, dan transkipsi data. 6. Permodelan masalah-masalah dunia nyata 7. Analisis, interprestasi, dan mrenyampaikan hasil-hasil analisis tersebut untuk peroses pengambilan keputusan lebih lanjut.

10 II-10 Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik linier programming. Berikut ini adalah syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam persoalan linier programming: 1. Fungsi objektif harus didefinisikan secara jelas dan dinyatakan sebagai fungsi objektif yang linier. Misalnya jumlah hasil penjualan harus maksimum, jumlah biaya transport harus minimum. 2. Harus ada alternatif pemecahan untuk dipilih salah satu yang terbaik. 3. Sumber-sumber dab aktivitas mempunyai sifat dapat ditambahkan. 4. Fungsi objektif dan ketidaksamaan untuk menunjukan adannya pembatasan harus linier. 5. Variabel keputusan harus positif, tidak boleh negatif. 6. Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat yang dapat dibagi. 7. Sumber-sumber aktivitas mempunyai jumlah yang terbatas. 8. Aktivitas harus proporsional terhadap sumber-sumber. Hal ini berarti ada hubungan linier antara aktivitas dengan sumber-sumber. Model programming determistik artinya sumber aktivitas diketahui secara pasti. Bentuk baku linear programming untuk metode simpleks memiliki ciriciri utama. Berikut ini adalah ciri utama dari bentuk baku linear programming untuk metode simpleks: 1. Semua kendala harus berada dalam bentuk persamaan dengan nilai kanan tidak negatif. 2. Semua variabel yang tidak terlibat tidak bernilai negatif. 3. Fungsi objektif dapat berupa maksimasi dan minimasi Metode Grafik Salah satu metode pengoptimalan yang tidak digunakan adalah grafik. Fungsi tujuan dan kendala permasalahan digambarkan menggunakan bantuan sumbu absis (horizontal) dan ordinat (vertikal) grafik. Mengingat keterbatasan sumbu kordinat grafik, solusi grafik hanya tepat digunakan

11 II-11 untuk dua variabel keputusan. Mengoptimalkan permasalahan dengan jumlah nilai variabel keputusan lebih dari dua akan dihadapkan pada kesulitan penggambaran dan penskalaan. Ini merupakan salah satu kelemahan solusi grafik. Kelemahan lainnya, pelaksanaan akan mengakibatkan kesalahan penentuan solusi optimal (Siringoringo, 2005). Metode grafik adalah suatu persoalan linear programming memfokuskan diri hanya pada perpotongan garis-garis dengan pemakaian pendekatan dua dimensi. Persoalan linear programming yang lebih dari tiga dimensi, maka cara aljabar, khususnya alogaritma simplek yang ditempuh. Dalam prakteknya memang biasannya memakai cara simplek yang sangat terkenal itu. Metode grafik ini dengan menerapkan fungsi keuntungan pada kordinat masing-masing titik yang ada pada feasible set tersebut kemudian titik dengan laba yang paling besar itulah merupakan titik luas produksi yang menguntungkan. Di samping itu dapat pula dicari dengan menggambarkan fungsi keuntungan itu digeser-geserkan kekanan dan kekiri, kemudian akan terdapat suatu titik yang ada pada feasible set yang disinggung oleh garis fungsi keuntungan tersebut dan titik itulah merupakan titik luas produksi yang paling menguntungkan. Prosedur analisis grafis ini ada empat langkah yang harus ditempuh jika melakukan cara analisis grafis untuk permasalahan pemrograman linier. Langkah langkah tersebut adalah sebagai berikut (Siringoringo, 2005): 1. Rumuskan persoalan linear programming yang bersangkutan kedalam model matematik sesuai dengan peraturan dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu model linear programming, yaitu harus ada fungsi tujuan, fungsi-fungsi kendala, dan syarat ikatan non negatif. 2. Gambarkan grafik dua dimensi yang menunjukan dimensi dua perubahan pengambilan keputusan Xj untuk j = 1 dan 2. Kemudian tempatkan fungsi-

12 II-12 fungsi kendala dalam grafik dua dimensi tersebut, sesuai dengan persyaratan ketidaksamaannya. 3. Gambarkan fungsi tujuan, secara pararel sehingga menghasilkan apa yang disebut garis-garis insorvenue atau iso-frofit. Kemudian dipillih mana garis yang menyinggung titik sudut optimum. 4. Mengetahui beberapa jumlah yang optimum tersebut dapat dianalisis melalui persamaan simultan Metode Simpleks Salah satu teknik penentuan solusi optimal yang digunakan dalam linear programming adalah metode simpleks. Penentuan solusi optimal mengunakan simplek. Penentuan solusi optimal mengunakan simplek didasarkan pada teknik eliminasi Gauss Jordan. Penentuan solusi optimal dilakukan dengan memeriksa titik ekstrim (ingat kembali solusi grafik) satu per satu dengan cara perhitungan interatif. Penentuan solusi optimal dengan simplek dilakukan tahap demi tahap yang disebut dengan iterasi. Iterasi ke-i hanya tergantung dari iterasi sebelumnya (i-1) (Siringoringo, 2005). Metode simplek adalah suatu prosedur ulang yang bergerak dari satu jawab layak baris ke jawab berikutnya demikian rupa hingga harga fungsi tujuan terus naik (dalam persoalan maksimasi). Proses ini akan kelanjutan sampai jawaban optimal (kalau ada) yang memberikan harga maksimum Definisi Line Balancing Menurut Gasperz (2005), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work station untum meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan total idle time pada suatu stasiun untuk tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu atau unit produk yang

13 II-13 dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Menurut Purnomo (2004), lini perakitan dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang atau mesin yang melakukan tugas skuensial dalam merakit suatu produk. Lini perakitan merupakan lini peroduksi dimana material bergerak sacar kontinyu dengan rata-rata laju kedatangan meterial berdistribusi uniform melewati stasiun kerja yang mengerjakan perakitan Tujuan Line Balancing Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antara work station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Menurut Kusuma (2001), tujuan line balancing mempunyai 3 ciri-ciri utama. Berikut ini adalah tujuan utama dari line balancing. a. Menjaga keseimbangan lintasan pada semua setasiun kerja. b. Menjaga kelanvaran lintasan produksi pada proses produksi diatas lintasan perakitan. c. Keseimbangan lintasan. Permulaan munculnya persoalan line balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process pada beberapa work station. Menurut Gaspersz (2005), persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan keseimbangan waktu senggang (balance delay). Tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:

14 II Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station sehingga setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottle neck. 2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar dan berlangsung terus menerus. 3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas Pengertian Assembly line Balancing Assembly line balancing adalah permasalahan penyeimbangan beban pada stasiun-stasiun kerja dibagian lini prakitan. Keseimbangan pada lini perakitan adalah sangat penting karena menentukan seberapa besar kecepatan dan kedayagunaan (efisiensi) produk (Kusnadi, 2009). Secara determistik, kecepatan produksi lini perakitan ditentukan oleh stasiun kerja yang memiliki kecepatan operasi yang paling lambat (waktu operasi yang terbesar). Hal ini dikarenakan stasiun kerja yang lain harus mengalami waktu menganggur (idle) baik mrnunggu material input maupun menunggu daerah WIP (work in process) di depannya menjadi kosong. Selain itu, jika kecepatan produksi stasiun-stasiun kerja pada lini perakitan berbeda secara signifikan, efisiensi lini perakitan tersebut menjadi rendah. Hal ini diakibatkan waktu operasi tidak digunakan sepenuhnya dalam mentransformasikan barang, akan tetapi ada waktu operasi yang terbuang dikarenakan idle (menganggur) (Kusnadi, 2009). Permasalahan ini, diasumsikan ada serangkaian proses dalam lini perakitan. Setiap proses memiliki waktu operasi yang berbeda-beda. Ada batasan keterdahuluan yakni sejumlah proses baru dapat dilakukan setelah proses persyaratanya selesai. Tujuan dari permasalahan ini adalah menentukan pengelompokan proses-proses pada lini perakitan menjadi stasiun-stasiun kerja yang akan memaksimumkan efisiensi lini perakitan tersebut. Terkadang, pada permasalahan ini juga dapat ditambahkan kndala

15 II-15 seperti jumlah maksimim stasiun kerja atau kecepatan minimum lini perakitan (waktu operasi maksimum lini prakitan) (Kusnadi, 2009). Assembly line mempunyai karakteristik-karakteristik dalam setiap permasalahannya. Berikut ini adalah karakteristik dari permasalahan assembly line (Kusuma, 2001). 1. Ada sejumlah proses dalam lini perakitan dengan waktu proses masingmasing. 2. Ada kendala keterdahuluan yang memaksa sebagian proses baru bisa dimulai setelah proses persyaratannya selesai. 3. Bisa ada kendala tambahan seperti jumlah maksimum stasiun kerja atau kecepatan minimum lini perakitan, 4. Tujuannya adalah pengelompokan proses-proses perakitan menjadi stasiun-stasiun kerja tanpa melanggar kendala terdahulu demi tercapai efisiensi lini perakitan maksimum Terminologi Lintasan Line balancing memiliki berbagai macam terminologi lintasan ada elemen kerja, stasiun kerja, waktu siklus, waktu stasiun kerja, waktu operasi dan idle time. Berikut ini adalah penjelasan dari berbagai macam terminologi lintasan yang telah disebutkan di atas (Purnomo, 2004). a. Elemen kerja, adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam satu kegiatan paerakitan. b. Stasiun kerja, adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja di kerjaan. c. Waktu siklus (Cycle time), adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja. d. Waktu stasiun kerja, adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah setasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja tersebut.

16 II-16 e. Waktu operasi (ti), adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. f. Delay Time (idle time), adalah selisih antara cycle time dengan waktu stasiun kerja. Delay time adalah waktu menganggur yang terjadi setiap stasiun kerja. Berdasarkan idle time dapat dihitung dengan cara mengurangi waktu yang tersedia dengan waktu yang digunakan. g. Delay, adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia. Rumus yang digunakan untuk menentukan balance delay lini perakitan adalah sebagai berikut. Keterangan: n = Jumlah elemen kerja yang ada CT = Cycle time N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk Usaha penyeimbangan yang baik adalah usaha yang dapat menurunkan balance delay lini. h. Precedence diagram, adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antara elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram. Mengukur performans sebelum dan sesudah dilakukan proses keseimbangan lintasan dengan menggunakan kriteria-kriteria. Berikut ini adalah kriteria-kriteria dari mengukur performans sebelum dan sesudah proses keseimbangan lintasan. 1. Efisiensi Lini Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan eaktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang

17 II-17 sama. Dikembangkan, maka dalam lini perakitan terbentuk stasiun kerja yang terhubung secara seri. Pendistribusian elemen kerja yang ada sehingga membentuk stasiun kerja dilakukan dengan berdasarkan waktu siklus (CT) sehingga waktu yang tersedia setiap stasiun kerja adalah sebesar CT, dan waktu yang tersedia dalam lini perakitan secara total adalah CT dikalikan dengan stasiun kerja yang terbentuk. Rumus untuk menentukan efisiensi lini perakitan setelah proses keseimbangan lintasan adalah sebagai berikut. Keterangan: n = Jumlah elemen kerja yang ada CT = Cycle time N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk Keseimbangan lintasan yang baik adalah jika efisiensi setelah di seimbangkan lebih besar dari efisiensi sebelum di seimbangkan. 2. Indek Penghalusan (Smoothness Index atau SI) Indek penghalusan adalah suatu indek yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnya SI adalah sebagai berikut. Keterangan: WSK max = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk WSK i = Waktu stasiun kerja I terbentuk N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk

18 II Metode Penyeimbangan Lintasan Seperti telah disebutkan, tujuan penyeimbangan lintasan adalah meningkatkan efisiensi tiap stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan setingga seluruh stasiun kerja dalam lintasan bekerja dengan kecepatan yang sedapat mungkin sama. Melakukannya, sampai saat ini belum ada metode yang mampu menghasilkan solusi yang optimal, kecuali menggunakan simulasi komputer. Metode-metode yang telah dikembangkan selama ini terbatas hanya pada metode heuristik yang menghasilkan solusi mendekati optimal tetapi menjamin tercapainya solusi optimal. Berikut ini adalah metode-metode yang digunakan (Kusuma, 2001). 1. Metode Bobot Posisi (Helgesson Birnie) Metode heuristik yang paling awal ialah metode bobot posisi. Metode ini diusulkan oleh W.B Helgeson dan D.P Birnie. Metode bobt posisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut (Kusuma, 2001). a. Hitung kecepatan lintasan yang diinginkan. Kecepatan lintasan aktual adalah kecepatan lintasan yang diinginkan. b. Buat matriks terdahulu berdasarkan jaringan kerja perakitan. c. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinnya. d. Urutan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil. e. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria total waktu operasi lebih kecil dari kecepatan lintasan yang ditentukan. f. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk. g. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada poin f di atas.

19 II-19 h. Ulangi langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi. 2. Metode Kilbridge-Wester Heuristik Sesuai dengan namanya metode ini dikembangkan oleh Kilbridge dan Wester. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004). a. Buat precedence diagram dari precedence data yang ada berilah tanda daerah-daerah yang memuat elemen-elemen kerja yang tidak saling bergantung. b. Bentuk waktu siklus dengan cara mencoba-coba (trial) faktor dari total elemen kerja yang ada. Tentukan jumlah stasiun kerja yang mungkin terbentuk dengan menggunakan formula dibawah ini. Keterangan: N = jumlah stasiun kerja ti = waktu elemen kerja ke-i c. Distribusikan elemen kerja pada setiap setasiun kerja dengan aturan bahwa total waktu elemen kerja yang terdistribusi pada sebuah stasiun tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan. d. Keluarkan elemen kerja yang telah didistribusikan pada stasiun kerja, dan ulangi langkah 3 sampai semua elemen kerja yang ada terdistribusi ke stasiun kerja Sejarah Analisis Pengendalian Mutu Mengetahui sejarah tentang penggunaan analisis statistik di bidang pengendalian mutu. Analisis ini dikenal sejak tahun 1924 yang dikemukanan oleh Dr. Wolter Shewhart dari perusahaan Bell Telephone Laboratories. Pemikiran Dr. Shewhart tersebut diterbitkan dalam buku yang berjudul

20 II-20 Economic control of Quality of Manufactured Product yang merupakan konsep dasar dari pengendalian mutu suatu barang di perusahaan manufaktur. Dasarnya adalah untuk mengetahui produk yang dapat diterima atau produk yang ditolak karena rusak. Tujuannya agar produk yang rusak tidak dijual kepada konsumen, tetapi harus dimusnahkan, dengan demikian konsumen hanya akan memperoleh produk (barang/jasa) yang mempunyai mutu yang telah direncanakan (Suryadi, 2009). Pengendalian mutu ditujukan untuk mempertahankan standar kualitas produk yang dijanjikan oleh perusahaan kepada konsumen. Tindakan pengendalian dapat membantu mempertahankan kinerja proses produksi dalam batas-batas toleransi yang diijinkan. Pengendalian mutu secara statistik maka penulis mengenal dua jenis metode statistik yang berbeda, yaitu pengendalian sampel penerimaan dan pengendalian proses. Pengambilan sampel penerimaan bertujuan untuk menghemat waktu dan biaya pemeriksaan, sedangkan pengendalian proses bertujuan untuk memecah kerugian lebih besar akibat produk cacat dengan mengamati output yang dihasilkan pada tahapan-tahapan proses produksi (Arman, 2005). Pengambilan sampel penerimaan berlaku untuk memeriksa partai di mana keputusan untuk menerima atau menolak suatu partai bahan ditentukan berdasarkan sampel acak yang diambil dari partai tersebut. Jenis pemeriksaan ini dilakukan setelah produksi selesai. Pemeriksaan bahan yang diangkat didalam gerobak kereta api yang tiba dipabrik dan pemeriksaan rekening untuk pelanggan yang besar. Pengambilan sampel kendali proses digunakan selama produksi dilakukan ketika produksi sedang dibuat. Keputusan dalam kasus ini adalah apakah melanjutkan proses atau menghentikan produksi dan mencari penyebab kerusakan, yang mungkun berasal dari bahan, operator, atau mesin. Keputusan ini didasarkan atas sampel acak berkala yang diambil dari

21 II-21 proses itu. Proses sudah berada di dalam pengendalian statistik, ia harus tetap di sana kecuali terdapat penyebab kerusakan yang dapat diidentifikasi, dengan memantau proses tersebut melalui pengambilan sampel maka keadaan pengendalian yang konstan dapat dipertahankan. Kedua jenis statistik pengendalian mutu ini berbeda secara konseptual. Apabila pengembalian sampel penerimaan dilakukan setelah produksi diselesaikan maka kendali proses dilakukan selama produksi. Metode-metode ini tidak saling menghilangkan tetapi biasanya lebih ekonomis bila menggunakan proses selama produksi daripada pengambilan sampel penerimaan setelah produksi selesai. Namun demikian pengambilan sampel penerimaan tertentu berguna apabila pemasok tidak dapat dengan mudah menjamin bahwa ia melakukan proses secara statistik atau pemeriksaan diperlukan guna menjamin bahwa bahan-bahan memenuhi perjanjian kontrak atau hukum (Arman, 2005). Gambar 2.1 Metode Kendali Mutu Secara Statistik Masing-masing metode kandali mutu tersebut dapat dipergunakan dengan pengukuran atribut atau variabel. Hal ini menimbulkan empat kasus yang berbeda, sebagaimana diperluhatkan pada gambar diatas. Keempat kasus ini juga menimbulkan ukuran sampel yang berbeda dan filosofi pengendalian yang berbeda, sebagaimana akan diuraikan dalam sisa bab ini.

22 II Teknik Kendali Mutu Mutu suatu produk adalah suatu kondisi fisik, sifat, dan kegunaan suatu barang yang dapat memberi kepuasan konsumen secara fisik maupun psikologis, sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan. Pengertian dalam pengendalian mutu sama dengan yang terdapat dalam statistik bahwa sampel adalah bagian yang mewakili populasi. Sampel dianggap dapat mewakuli populasi (Suryadi, 2009). Pengukuran sampel terdapat konsep pengukuran yang dikenal dengan istilah gaging concepts. Konsep ini diperlukan karena hasil ukuran suatu sampel dapat berbeda dan pengukuran ulang atas suatu sampel hasilnya bisa berbeda, perbedaan tersebut bisa juga karena orang yang mengukur berbeda. Gaging concepts meliputi tiga hal sebagai berikut. a. Ketepatan (accuracy), yakni kesepakatan tentang ukuran dari suatu alat ukur. b. Pengulangan (repeatability), yakni tingkat variasi dari berbagai pengukuran ulang. c. Kemampuan memproduksi kembali (reproducibility), yakni tingkat varisi dari pengukur yang berbeda orang. Peranan kendali mutu barang atau jasa menjadi bertambah besar dan penting dengan adanya perkembangan selera akibat peradaban manusia yang berubah. Perubahan selera tersebut mendorong konsumen untuk selalu mencari barang yang nilai gunanya lebih sempurna dan baik. Akibat ditemukan teknologi baru, nilai guna mutu barang menjadi lebih baik dan sempurna. Hal ini mendorong anggota masyarakat untuk memperbaiki selera dalam meningkatkan kebutuhan hidupnya, jadi ada hubungan timbal balik antara adanya perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup konsumen. Hal ini pun mengakibatkan para produsen harus melakukan antisipasi secara terus-menerus, agar kelangsungan bisnis dapat dipertahankan. Memang terdapat berbagai upaya mempertahankan bisnis,

23 II-23 antara lain dengan membantu mutu barang melalui penggunaan teknologi dan alat-alat yang digunakan dalam proses produksi, namun demikian proses produksi melalui produknya perlu diawasi dengan menggunakan suatu metode (Suryadi, 2009). Metode statistical quality control sangat bermanfaat sebagai alat untuk mengendalikan mutu. Pengendalian mutu juga untuk pengawasan pemakaian bahan-bahan, berarti secara tidak langsung statistical quality control bermanfaat pula untuk mengawasi tingkat efisiensi, jadi statistical quality control digunakan sebagai alat untuk mencegah kerusakan dengan cara menolak dan menerima berbagai produk yang dihasilkan artinya untuk mengawasi mutu produk. Tujuan pengendalian mutu adalah sebagai berikut. a. Mengawasi pelaksanaan proses produksi agar sesuai dengan rencana. b. Mengawasi bahan baku sejak diterima, disimpan, dan dikeluarkan dari gudang bahan baku. Statistical quality control dapat dilakukan terhadap produk atau barang setengah jadi yang merupakan hasil proses produksi. Artinya produk akhir atau barang setengah jadi diuji melalui pengambilan sampel untuk diuji, sehingga dapat ditarik suatu gambaran tentang keadaan mesinnya yakni berjalan baik atau tidak. Pengawasan bahan baku harus dilakukan secara fisik dan secara kimiawi (Suryadi, 2009) Peta Kendali (Control Charts) Peta kendali adalah peta yang dijadikan pedoman dalam pengendalian mutu. Peta ini kemudian oleh Dr. Shewhart untuk mengetahui apakah sampel hasil observasi termasik daerah yang diterima (accepted area) atau daerah yang ditolak (rejected area). Peta tersebut jadi setiap sampelnya yang diambil bisa berbeda spesifikasi dan ukurannya dari waktu kewaktu. Data observasi ditabulasikan untuk dipetakan sehingga diperoleh suatu peta kendali mutu. Penulis lanjutkan membahas dan membuat peta

24 II-24 kendali, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui yaitu tentang pengukuran sampel, maksudnya dalam rangka pengedalian mutu akan terdapat hal-hal yang dapat dikendalikan (controlable), tetapi ada pula hal-hal yang bersifat tidak terkontrol (uncontrolable) (Suryadi, 2009). Pengedalian tersebut apabila sampel menunjukkan batas sepesifikasi (A) artinya sampel masih baik, namun apabila sampel menunjukkan diluar daerah spesifikasi standar (B) berarti sampel banyak yang diluar mutu. Artinya proses produksi perlu diperbaiki, namun akan terdapat hal-hal yang tidak dapat diawasi misalnya akibat kelelahan manusia menjadi tidak cermat pada saat tertentu, dan bahan-bahan yang rusak karena temperatur naik tibatiba atau sesaat. Secara umum dapat dikatakan bahwa peta kendali (control charts) digunakan untuk memperoleh informasi berikut: 1. kemampuan proses produksi, artinya apakah mesin-mesin masih berjalan baik sesuai rencana atau tidak. 2. pengendalian mutu dari produk akhir, agar mutu produk akhir tetap baik sesuai standar. Kegunaan peta kendali adalah untuk membatasi toleransi penyimpangan (variasi) produk yang masih dapat diterima, akibat kelemahan tenaga kerja, mesin, dan lain-lain. Daerah diantara garis bawah toleransi dengan garis atas toleransi disebut daerah penerimaan (accepted area). Penympangan dikarenakan sifat mesin dan tenaga kerja yang tidak sempurna akan menghasilkan produk yang tidak tepat baik ukuran maupun bentuknya, biasanya akan terdapat penyimpangan dari rencana. Penyimpangan tersebut perlu disediakan toleransinya dalam masalah statistiknya digunakan tingkat kepercayaan 99% dan batas toleransi dapat sebesar +3 standar penyimpangan dihitung dari rata-rata (Suryadi, 2009).

25 II Definisi Transportasi Menurut Dimyati (1994), transportasi membahas masalah pendistribusian suatu komoditas atau produk dari sejumlah sumber (supply) kepada sejumlah tujuan (destination atau demand), dengan tujuan meminimumkan ongkos pengangkutan yang terjadi. Menurut Purnomo (2004), pemodelan transportasi adalah masalah pendistribusian sejumlah produk atau komoditas dari beberapa sumber distribusi (supply) kepada beberapa daerah tujuan (demand) dengan berpegang pada prinsip biaya disrtibusi minimal. Selain untuk mencari biaya distribusi minimal, pemodelan transportasi juga dapat digunakan untuk mencari perolehan atau pendapatan maksimal dari strategi distribusi komoditi yang mempunyai keuntungan tertentu. Persoalan transportasi memiliki ciri-ciri khusus antara lain sebagai berikut: 1. Terdapat sejumlah sumber sebagai pusat distribusi dan sejumlah tujuan tertentu. 2. Jumlah komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan, besarnya tertentu. 3. Produk yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya sesuai dengan permintaan atau kapasitas sumber. 4. Ongkos pengangkutan dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya tertentu. 5. Kapasitas sumber harus sama dengan kapasitas tujuan, jika tidak sama maka harus disamakan dengan jalan menambah dummy pada kapasitas sumber Macam-macam Masalah Transportasi Masalah transportasi dan penugasan dibagi menjadi dua yaitu masalah maksimasi dan minimasi. Masalah maksimasi data yang tersaji

26 II-26 adalah data keuntungan dan pada masalah minimasi data yang tersaji adalah data kerugian. 1. Masalah Minimasi Menurut buku Media Anugerah Ayu (1996), masalah ini dapat diselesaikan melalui enam cara di bawah ini. Berikut ini adalah keenam cara untuk meyelesaikan masalah minimasi: a. Menentukan nilai terkecil dalam setiap baris, lalu mengurangkan semua nilai dalam baris tersebut dengan nilai terkecilnya. b. Memeriksa apakah setiap kolom telah mempunyai nilai nol, bila sudah dilanjutkan kepada langkah selanjutnya bila belum maka dialkukan penentuan nilai terkecil dari setiap kolom yang belum mempunyai nilai nol, kemudian nilai pada setiap kolom tersebut dikurangkan dengan nilai terkecilnya. c. Menentukan apakah terdapat n elemen nol dimana tidak terdapat dua nilai nol yang berada pada baris atau kolom yang sama, dimana n adalah jumlah kolom atau baris. Jika ada, maka tabel tersebut telah optimal, jika belum maka dilanjutkan langkah selajutnya. d. Melakukan penutupan semua nilai nol dengan menggunakan garis vertikal atau horizontal seminimal mungkin. e. Menentukan nilai terkecil dari nilai-nilai yang tidak tertutup garis, lalu semua nilai yang tidaak tertutup garis dikurangkan dengan nilai terkecil tersebut, dan nilai yang tertutup oleh dua garis ditambahkan dengan nilai terkecil tersebut. f. Kembali kelangkah tiga. 2. Masalah Maksimasi Menurut buku Media Anugerah Ayu (1996), masalah ini dapat diselesaikan melalui enam cara di bawah ini. Berikut ini adalah keenam cara untuk meyelesaikan masalah maksimasi:

27 II-27 a. Menentukan nilai terbesar dalam setiap baris, lalu mengurangkan semua nilai dalam baris tersebut dengan nilai terbesarnya. b. Memeriksa apakah setiap kolom telah mempunyai nilai nol, bila sudah dilanjutkan kepada langkah selanjutnya bila belum maka dialkukan penentuan nilai terbesar dari setiap kolom yang belum mempunyai nilai nol, kemudian nilai pada setiap kolom tersebut dikurangkan dengan nilai terkecilnya. c. Menentukan apakah terdapat n elemen nol dimana tidak terdapat dua nilai nol yang berada pada baris atau kolom yang sama, dimana nadalah jumlah kolom atau baris. Jika ada, maka tabel tersebut telah optimal, jika belum maka dilanjutkan langkah selajutnya. d. Melakukan penutupan semua nilai nol dengan menggunakan garis vertikal atau horizontal seminimal mungkin. e. Menentukan nilai terbesar dari nilai-nilai yang tidak tertutup garis, lalu semua nilai yang tidak tertutup garis dikurangkan dengan nilai terbesar tersebut, dan nilai yang tertutup oleh dua garis ditambahkan dengan nilai terbesar tersebut. f. Kembali kelangkah tiga Metode-Metode dalam Transportasi Menyelesaikan persoalan transportasi dapat dilakukan dengan dua langkah yaitu, langkah I menentukan solusi awal dan langkah II melakukan optimalisasi. Langkah-langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Langkah I Menentukan Solusi Awal Menentukan solusi awal adalah solusi perantara yang belum menunjukan solusi optimal. Mendapatkan solusi optimal harus dilakukan tahapan lanjut yang sama sekali berbeda dengan tahapan seperti tahapan yang telah dilakukan. Mencari solusi awal dapat dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut (Purnomo, 2004):

28 II-28 a. Metode Pojok Kiri Atas (North West Corner) Metode ini didasarkan pada aturan atau pengalokasian normatif dari persediaan dan kebutuhan sumber dalam suatu matriks bisya transportasi perhitungan besar-besaran ekonomis. Aturan normatif tersebut yakni membebani semaksimal mungkin sampai batas maksimum persediaan atau kebutuhan (mana yang tercapai lebih dahulu) pada matriks alokasi pada ujung kiri atas terus menuju kekanan bawah sedemikian hingga seluruh kebutuhanakan sumber dapat terpenuhi. b. Metode Ongkos Terkecil (Least Cost) Berbeda dengan metode pojok kiri atas yang tidak mempertimbangkan faktor ongkos, metode ongkos terkecil memberikan prioritas pengalokasian pada sel yang mempunyai ongkos terkecil. c. Metode Pendekatan Vogel (Vogel s Approximation Method) Metode ini merupakan metode terbaik dari kedua metode diatas. Penerapan metode ini walaupun tidak selalu menghasilkan pemecahan optimum akan tetapi dapat menghasilkan pemecahan yang optimal. Langkah pengerjaan metode VAM adalah dengan menentukan penalty yaitu selisih dua ongkos terkecil dari tiap kolom dan baris. Pilih penalty yang terbesar, alokasikan sebanyak mungkin kapasitas sumber atau kebutuhan pada sel yang mempunyai ongkos terkecil dari setiap baris dan kolom sedangkan untuk baris dan kolom dengan kapasitas sumber yang mempunyai nilai nol tidak dilakukan perhitungan penalty. d. Metode Approkmasi Russell (RAM) Metode ini untuk setiap baris ditentukan nilai u i yang merupakan biaya tertinggi pada baris tersebut. Setiap kolom ditentukan niai v j yang merupakan biaya tertinggi pada kolom tersebut. Setiap kotak variabel X ij dilakukan perhitungan nilai ij = c ij u i v j. Pengalokasian dilakukan pada kotak variabel dengan nilai ij negatif terbesar.

29 II Langkah II Melakukan Optimasi Tahapan-tahapan yang sudah dilalui diatas bukanlah solusi akhir yang dicari, tetapi hanya kondisi yang relatif optimal sehingga kita dapat lebih mudah mengurangi perhitungan-perhitungan interatif. Mencari solusi optimal terdapat suatu terminologi penting didalam tahapan ini yaitu loop akan diperoleh dari suatu kondisi yang lebih optimal. Adapun langkah-langkah dalam optimasi adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004). a. Pilih salah satu penyelesaian awal seperti langkah I b. Menentukan nilai U i dan Vj untuk baris dan kolom dengan mengawali U 1 = 0. Tentukan U i dan Vj sisanya dengan menggunakan persamaan : U i + V j = Cij. Perhitungan hanya pada sel-sel yang teralokasi kapasitas sumber atau kebutuhan. c. Menentukan nilai t ij untuk sel-sel yang tidak teralokasi kapasitas sumber atau kebutuhan dengan menggunakan nilai U i dan V j dengan formula t ij = U i +V j - C ij. d. Semua nilai t ij adalah nol atau negatif, solusi optimal telah dicapai. Jika nilai t ij adalah positif terbesar kemudian solusi dilakukan seperti pada langkah e. e. Identifikasi suatu putaran tertutup yang diawali dari sel yang mempunyai nilai t ij terbesar, alternatif gerakan bisa ke atas, ke bawah, kekiri atau kekanan menuju ke sel terisi kapasitas sumber atau kebutuhan kembali pada sel t ij awal. f. Tandai putaran tertutup dari sel t ij dengan tanda positif kemudian berturut-turut bergantian tanda pada sel-sel yang terkena rute perpindahan, sel yang bertanda negatif dilakukan pengurangan dan yang bertanda positif dilakukan penambahan terhadap kapasitassumber atau kebutuhan yang terpilih. g. Ulangi pada langkah b, sampai nilai t ij sama dengan nol atau negatif.

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1 Landasan Teori Keseimbangan lini perakitan (line balancing) merupakan suatu metode penugasan pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1. Landasan Teori Line Balancing Menurut Gaspersz (2004), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Baroto (2002, p192), aliran proses produksi suatu departemen ke departemen yang lainnya membutuhkan waktu proses produk tersebut. Apabila terjadi hambatan atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) Menurut Sri Mulyono (1999), Program Linier (LP) merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Distribusi merupakan proses pemindahan barang-barang dari tempat produksi ke berbagai tempat atau daerah yang membutuhkan. Kotler (2005) mendefinisikan bahwa

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Optimasi adalah persoalan yang sangat penting untuk diterapkan dalam segala sistem maupun organisasi. Dengan optimalisasi pada sebuah sistem

Lebih terperinci

BAB III MODEL TRANSPORTASI. memperkecil total biaya distribusi (Hillier dan Lieberman, 2001, hlm. 354).

BAB III MODEL TRANSPORTASI. memperkecil total biaya distribusi (Hillier dan Lieberman, 2001, hlm. 354). BAB III MODEL TRANSPORTASI. Pendahuluan Permasalahan transportasi berkaitan dengan pendistribusian beberapa komoditas dari beberapa pusat penyediaan, yang disebut dengan sumber menuju ke beberapa pusat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efektifitas 2.1.1. Pengertian Efektifitas Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi 34 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi Hamdy A Taha (1996) mengemukakan bahwa dalam arti sederhana, model transportasi berusaha menentukan sebuah rencana transportasi sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model Pengertian sistem Pengertian model

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model Pengertian sistem Pengertian model BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model 2.1.1 Pengertian sistem Pengertian sistem dapat diketahui dari definisi yang diambil dari beberapa pendapat pengarang antara lain : Menurut Romney (2003, p2) sistem

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Line Balancing Line Balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Manajemen Proyek Satu hal yang mendasar bahwa kegiatan proyek mempunyai karakter yang berbeda dengan kegiatan operasional (seperti pekerjaan administrasi kantor,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 PENGERTIAN MODEL DAN METODE TRANSPORTASI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 PENGERTIAN MODEL DAN METODE TRANSPORTASI BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 PENGERTIAN MODEL DAN METODE TRANSPORTASI 34 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi Hamdy A Taha (1996) mengemukakan bahwa dalam arti sederhana, model

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembebanan Pembebanan (loading) dapat diartikan pekerjaan yang diberikan kepada mesin atau operator. Pembebanan menyangkut jadwal waktu kerja operator dalam kurun waktu satu hari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Riset Operasi Masalah Riset Operasi (Operation Research) pertama kali muncul di Inggris selama Perang Dunia II. Inggris mula-mula tertarik menggunakan metode kuantitatif dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teknik Pengukuran Data Waktu Jam Henti Di dalam penelitian ini, pengukuran waktu setiap proses operasi sangat dibutuhkan dalam penentuan waktu baku setiap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peta Kerja Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah

Lebih terperinci

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Lina Gozali *, Lamto

Lebih terperinci

MODEL TRANSPORTASI MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-12 & 13. Riani Lubis Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

MODEL TRANSPORTASI MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-12 & 13. Riani Lubis Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia MODEL TRANSPORTASI MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-12 & 13 Riani Lubis Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia 1 2 PENGANTAR Terdapat bermacam-macam network model. Network :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu ( Barnes h.257 ) Studi Gerak dan Waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Metode Transportasi. Rudi Susanto

Metode Transportasi. Rudi Susanto Metode Transportasi Rudi Susanto Pendahuluan METODE TRANSPORTASI Metode Transportasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keseimbangan Lini Keseimbangan lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Manajemen Proyek 2.1.1 Pengertian Manajemen Proyek BAB II Tinjauan Pustaka Manajemen proyek secara harfiah terdiri dari dua kata, yaitu manajemen dan proyek. Sehubungan dengan itu maka sebaiknya kita

Lebih terperinci

OPTIMASI BIAYA DAN DURASI PROYEK MENGGUNAKAN PROGRAM LINDO (STUDI KASUS: PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN SALAKAN TAHAP II)

OPTIMASI BIAYA DAN DURASI PROYEK MENGGUNAKAN PROGRAM LINDO (STUDI KASUS: PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN SALAKAN TAHAP II) OPTIMASI BIAYA DAN DURASI PROYEK MENGGUNAKAN PROGRAM LINDO (STUDI KASUS: PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN SALAKAN TAHAP II) Kristi Elsina Leatemia R. J. M. Mandagi, H. Tarore, G. Y. Malingkas Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Line Balancing Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station

Lebih terperinci

EMA302 - Manajemen Operasional Materi #9 Ganjil 2014/2015. EMA302 - Manajemen Operasional

EMA302 - Manajemen Operasional Materi #9 Ganjil 2014/2015. EMA302 - Manajemen Operasional Materi #9 EMA02 Manajemen Operasional Definisi 2 Proyek Serangkaian pekerjaan yang saling terkait dan biasanya diarahkan beberapa output utama dan membutuhkan jangka waktu yang signifikan untuk melakukannya.

Lebih terperinci

Manajemen Proyek. Teknik Industri Universitas Brawijaya

Manajemen Proyek. Teknik Industri Universitas Brawijaya Manajemen Proyek Teknik Industri Universitas Brawijaya Lecture 16 Outline: Manajemen Proyek References: Azlia, Wifqi. PPT: Organisasi dan Manajemen Industri. PSTI- UB. 2011. Pendahuluan Proyek : kombinasi

Lebih terperinci

MODEL TRANSPORTASI. Sesi XI : Model Transportasi

MODEL TRANSPORTASI. Sesi XI : Model Transportasi Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XI : MODEL TRANSPORTASI e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Model Transportasi Merupakan

Lebih terperinci

NETWORK (Analisa Jaringan)

NETWORK (Analisa Jaringan) OR Teknik Industri UAD NETWORK (Analisa Jaringan) Network: sekumpulan titik yang disebut node, yang dihubungkan oleh busur atau cabang. Di dalam analisa network kita mengenal events (kejadiankejadian)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana dalam proses produksinya harus dibagikan pada seluruh operator sehingga beban kerja

Lebih terperinci

Metode Transportasi. Muhlis Tahir

Metode Transportasi. Muhlis Tahir Metode Transportasi Muhlis Tahir Pendahuluan Metode Transportasi digunakan untuk mengoptimalkan biaya pengangkutan (transportasi) komoditas tunggal dari berbagai daerah sumber menuju berbagai daerah tujuan.

Lebih terperinci

MODEL TRANSPORTASI - I MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-6

MODEL TRANSPORTASI - I MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-6 MODEL TRANSPORTASI - I MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-6 Riani Lubis Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia 1 2 PENGANTAR Terdapat bermacam-macam network model. Network : Suatu

Lebih terperinci

Team Dosen Riset Operasional Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

Team Dosen Riset Operasional Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Team Dosen Riset Operasional Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia 1 Terdapat bermacam-macam network model. Network : Suatu sistem saluran-saluran yang menghubungkan titiktitik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

PROJECT PLANNING AND CONTROL. Program Studi Teknik Industri Universitas Brawijaya

PROJECT PLANNING AND CONTROL. Program Studi Teknik Industri Universitas Brawijaya PROJECT PLANNING AND CONTROL Program Studi Teknik Industri Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Benyamin Franklin time is money, time is money. modern finance, mengukur nilai sebuah proyek dengan menentukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat literatur dan melakukan studi kepustakaan untuk mengkaji dan menelaah berbagai buku, jurnal, karyai lmiah, laporan dan berbagai

Lebih terperinci

MODEL TRANSPORTASI - I MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-7. Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

MODEL TRANSPORTASI - I MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-7. Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia MODEL TRANSPORTASI - I MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-7 Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia 1 2 PENGANTAR Terdapat bermacam-macam network model. Network

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Proyek 2.1.1 Pengertian Manajemen Proyek Manajemen proyek secara harfiah terbangun dari dua kata, yaitu manajemen dan proyek. Sehubungan dengan itu, maka sebelum mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi Manajemen Operasi Manajemen operasi adalah salah satu fungsi bisnis yang penting di dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, manajemen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks 2.1.1 Pengertian Matriks Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan bilangan. Bilanganbilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks (Anton,

Lebih terperinci

BAB 2. PROGRAM LINEAR

BAB 2. PROGRAM LINEAR BAB 2. PROGRAM LINEAR 2.1. Pengertian Program Linear Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

Riset Operasional TABEL TRANSPORTASI. Keterangan: S m = Sumber barang T n = Tujuan barang X mn = Jumlah barang yang didistribusikan

Riset Operasional TABEL TRANSPORTASI. Keterangan: S m = Sumber barang T n = Tujuan barang X mn = Jumlah barang yang didistribusikan Masalah transportasi, pada umumnya, berkaitan dengan mendistribusikan sembarang komoditi dari sembarang kelompok pusat pemasok (yang disebut SUMBER) ke sembarang pusat penerima (yang disebut TUJUAN) dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Proyek Proyek adalah suatu usaha atau aktivitas yang kompleks, tidak rutin, dibatasi oleh waktu, anggaran, resources dan spesifikasi performansi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Manajemen Proyek. Riset Operasi TIP FTP UB

Manajemen Proyek. Riset Operasi TIP FTP UB Manajemen Proyek Riset Operasi TIP FTP UB 1 Topik Bahasan Elemen Manajemen Proyek Jaringan Proyek Probabilitas Waktu Aktivitas Jaringan Simpul Aktivitas (activity-on-node) dan Microsoft Project Akselerasi

Lebih terperinci

BAB VII SIMULASI CONVEYOR

BAB VII SIMULASI CONVEYOR BAB VII SIMULASI CONVEYOR VII. Pembahasan Simulasi Conveyor Conveyor merupakan peralatan yang digunakan untuk memindahkan material secara kontinyu dengan jalur yang tetap. Keterangan yang menjelaskan suatu

Lebih terperinci

MAKALAH RISET OPERASI NETWORK PLANNING

MAKALAH RISET OPERASI NETWORK PLANNING MAKALAH RISET OPERASI NETWORK PLANNING VENNY KURNIA PUTRI (1202112874) NOLA GUSNIA PUTRI (1202112896) SARUNA AUDIA YUSRIZAL (1202112941) ANITA DWI CAHYANI (1202112616) RUDI ISWANTO FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Optimalisasi Distribusi Sistem distribusi adalah cara yang ditempuh atau digunakan untuk menyalurkan barang dan jasa dari produsen

Lebih terperinci

BAB VII METODE TRANSPORTASI

BAB VII METODE TRANSPORTASI BAB VII METODE TRANSPORTASI Pada umumnya masalah transportasi berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dari beberapa sumber, dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan, dengan permintaan

Lebih terperinci

Modul 10. PENELITIAN OPERASIONAL MODEL TRANSPORTASI. Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Modul 10. PENELITIAN OPERASIONAL MODEL TRANSPORTASI. Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI Modul 0 PENELITIAN OPERASIONAL Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA http://wwwmercubuanaacid JAKARTA 007 PENDAHULUAN Suatu

Lebih terperinci

Pokok Bahasan VI Metode Transportasi METODE TRANSPORTASI. Metode Kuantitatif. 70

Pokok Bahasan VI Metode Transportasi METODE TRANSPORTASI. Metode Kuantitatif. 70 METODE TRANSPORTASI Metode Kuantitatif. 70 POKOK BAHASAN VI METODE TRANSPORTASI Sub Pokok Bahasan : 1. Metode North West Corner Rule 2. Metode Stepping Stone. 3. Metode Modi 4. Metode VAM Instruksional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Dalam suatu proyek konstruksi, waktu merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Oleh karena itu, sebisa mungkin pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Teori dan Konsep 2.. Pengertian Manajemen Produksi/Operasi Sebelum membahas lebih jauh mengenai metode transportasi, perlu diuraikan terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan untuk terus bertahan dan berkembang. Perusahaan yang mampu bertahan dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

TRANSPORTASI & PENUGASAN

TRANSPORTASI & PENUGASAN TRANSPORTASI & PENUGASAN 66 - Taufiqurrahman Metode Transportasi Suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumbersumber yang menyediakan produk yang sama, ke tempat-tempat yang membutuhkan

Lebih terperinci

PROJECT TIME MANAGEMENT (MANAJEMEN WAKTU PROYEK BAG.1) (MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK PERANGKAT LUNAK)

PROJECT TIME MANAGEMENT (MANAJEMEN WAKTU PROYEK BAG.1) (MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK PERANGKAT LUNAK) PROJECT TIME MANAGEMENT (MANAJEMEN WAKTU PROYEK BAG.1) (MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK PERANGKAT LUNAK) Sufa atin Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia SUF MPPL 2014 Definisi Manajemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Pendistribusian barang atau jasa merupakan salah satu bagian penting dari kegiatan sebuah instansi pemerintah ataupun perusahaan tertentu Masalah transportasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas di antara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara

Lebih terperinci

TIN314 - Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi #11 Genap 2015/2016. TIN314 - Perancangan Tata Letak Fasilitas

TIN314 - Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi #11 Genap 2015/2016. TIN314 - Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi #11 TIN314 Perancangan Tata Letak Fasilitas Perencanaan Fasilitas 2 Perencanaan Tata Letak Fasilitas melibatkan 5 tingkat perencanaan: (Q.Lee, IIE Solution, 1997) 1. Lokasi Fasilitas 2. Rencana

Lebih terperinci

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric Abstrak Heru Saptono 1),Alif Wardani 2) JurusanTeknikMesin,

Lebih terperinci

MANAJEMEN WAKTU PROYEK MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK PERANGKAT LUNAK. Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

MANAJEMEN WAKTU PROYEK MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK PERANGKAT LUNAK. Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia MANAJEMEN WAKTU PROYEK MATA KULIAH MANAJEMEN PROYEK PERANGKAT LUNAK Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Pendahuluan Manajemen waktu proyek dilakukan oleh pengelola

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Serangkaian kegiatan yang menciptakan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi

Lebih terperinci

Operations Management

Operations Management Operations Management OPERATIONS RESEARCH William J. Stevenson 8 th edition Sejarah Analisa Network Konsep network mula-mula disusun oleh perusahaan jasa konsultan manajemen Booz Allen Hamilton yang disusun

Lebih terperinci

Perencanaan Fasilitas

Perencanaan Fasilitas 1 TIN314 Perancangan Tata Letak Fasilitas Perencanaan Fasilitas 2 Perencanaan Tata Letak Fasilitas melibatkan 5 tingkat perencanaan: (Q.Lee.IIE Solution, 1997) 1. Lokasi Fasilitas 2. Rencana Site 3. Rencana

Lebih terperinci

PERTEMUAN 9 JARINGAN KERJA (NETWORK)

PERTEMUAN 9 JARINGAN KERJA (NETWORK) PERTEMUAN 9 JARINGAN KERJA (NETWORK) PENGERTIAN suatu alat yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengawasi kemajuan dari suatu proyek. Jaringan dikembangkan dari informasi yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier merupakan suatu model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber yang tersedia. Kata linier digunakan untuk menunjukkan

Lebih terperinci

Model Transportasi /ZA 1

Model Transportasi /ZA 1 Model Transportasi 1 Model Transportasi: Merupakan salah satu bentuk dari model jaringan kerja (network). Suatu model yang berhubungan dengan distribusi suatu barang tertentu dari sejumlah sumber (sources)

Lebih terperinci

MASALAH TRANSPORTASI

MASALAH TRANSPORTASI MASALAH TRANSPORTASI Transportasi pada umumnya berhubungan dengan distribusi suatu produk, menuju ke beberapa tujuan, dengan permintaan tertentu, dan biaya transportasi minimum. Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Proyek dan Manajemen Proyek Aktivitas perusahaan sangatlah bermacam-macam, namun ada aktivitas yang kegiatannya hanya berlangsung sekali dimana dalam aktivitas tersebut

Lebih terperinci

TRANSPORTATION PROBLEM

TRANSPORTATION PROBLEM Media Informatika Vol. No. (27) TRANSPORTATION PROBLEM Dahlia Br Ginting Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer LIKMI Jl. Ir. Juanda 9 Bandung 2 E-mail : Carlo27@telkom.net Abstrak Di sini akan

Lebih terperinci

TEKNIK ANALISA JARINGAN (CPM)

TEKNIK ANALISA JARINGAN (CPM) TEKNIK ANALISA JARINGAN (CPM) Bahan Kuliah Fakultas : Ilmu Komputer Program Studi : Teknik Informatika Tahun Akademik : Ganjil 2012/2013 Kode - Nama Mata Kuliah : CCR314 Riset Operasional Pertemuan : 10

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Riset Operasi Istilah Riset Operasi (Operation Research) pertama kali digunakan pada tahun 1940 oleh Mc Closky dan Trefthen di suatu kota kecil Bowdsey Inggris. Riset Operasi adalah

Lebih terperinci

biaya distribusi dapat ditekan seminimal mungkin

biaya distribusi dapat ditekan seminimal mungkin MODEL TRANSPORTASI MODEL TRANSPORTASI Metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama, ke tempat-tempat yang membutuhkan secara optimal. Metode transportasi

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi Merupakan salah satu bentuk dari model jaringan kerja (network). Suatu model yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 PROGRAM LINEAR

BAB 2 PROGRAM LINEAR BAB 2 PROGRAM LINEAR 2.1. Pengertian Program Linear Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

MODEL TRANSPORTASI OLEH YULIATI, SE, MM

MODEL TRANSPORTASI OLEH YULIATI, SE, MM MODEL TRANSPORTASI OLEH YULIATI, SE, MM PERSOALAN TRANSPORTASI Metode transportasi adalah suatu metode dalam Riset Operasi yang digunakan utk mengatur distribusi dari sumber-sumber yg menyediakan produk

Lebih terperinci

Manajemen Sains. Eko Prasetyo. Teknik Informatika UMG Modul 5 MODEL TRANSPORTASI. 5.1 Pengertian Model Transportasi

Manajemen Sains. Eko Prasetyo. Teknik Informatika UMG Modul 5 MODEL TRANSPORTASI. 5.1 Pengertian Model Transportasi Modul 5 MODEL TRANSPORTASI 5.1 Pengertian Model Transportasi Model transportasi adalah kelompok khusus program linear yang menyelesaikan masalah pengiriman komoditas dari sumber (misalnya pabrik) ke tujuan

Lebih terperinci

Bentuk Standar dari Linear Programming pada umumnya adalah sebagai berikut: Sumber daya 1 2. n yang ada

Bentuk Standar dari Linear Programming pada umumnya adalah sebagai berikut: Sumber daya 1 2. n yang ada Permasalahan dalam linear programming pada umumnya adalah sebagai berikut: Terdapat dua atau lebih produk yang dibentuk dari campuran dua atau lebih bahan. Terdapat mesin atau fasilitas lain yang digunakan

Lebih terperinci

Pertemuan 5 Penjadwalan

Pertemuan 5 Penjadwalan Pertemuan 5 Penjadwalan Tujuan : Memahami konsep penjadwalan. Memahami langkah-langkah pembuatan PERT dan GNT Chart. Memahami alat bantu PERT dan GNT Chart. Penjadwalan Proyek Salah satu faktor utama menuju

Lebih terperinci

BAB 5 PERENCANAAN WAKTU

BAB 5 PERENCANAAN WAKTU BAB 5 PERENCANAAN WAKTU 5.1 Pendahuluan 1. Tujuan Instruksional 1) Bagian 1 a) Memahami pentingnya perencanaan waktu pada proyek b) Memahami data yang diperlukan untuk perencanaan waqktu c) Mampu membuat

Lebih terperinci

TRANSPORTATION PROBLEM. D0104 Riset Operasi I Kuliah XXIII - XXV

TRANSPORTATION PROBLEM. D0104 Riset Operasi I Kuliah XXIII - XXV TRANSPORTATION PROBLEM D4 Riset Operasi I Kuliah XXIII - XXV Pendahuluan Transportation Problem merupakan aplikasi dari programa linier untuk menentukan bagaimana mendistribusikan bahan, produk dari suatu

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI Citra Palada Staf Produksi Industri Manufaktur, PT ASTRA DAIHATSU MOTOR HEAD OFFICE Jln. Gaya Motor III No. 5, Sunter II, Jakarta 14350 citra.palada@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

TUGAS PENDAHULUAN PRAKTIKUM KOMPUTER INDUSTRI 1 MODUL TRANSPORTASI TIPE SOAL D

TUGAS PENDAHULUAN PRAKTIKUM KOMPUTER INDUSTRI 1 MODUL TRANSPORTASI TIPE SOAL D TUGAS PENDAHULUAN PRAKTIKUM KOMPUTER INDUSTRI 1 MODUL TRANSPORTASI TIPE SOAL D Pabrik Sukajaya memiliki 3 buah gudang yang terletak di tiga tempat berlainan. Pabrik ini ingin melakukan pendistribusian

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN 2017 Firman Ardiansyah E, Latif Helmy 16 MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN Firman Ardiansyah Ekoanindiyo *, Latif Helmy * * Program Studi Teknik Industri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia yang semakin maju ini jaringan kerja sangat penting peranannya untuk memajukan suatu usaha atau pun proyek yang sederhana hingga proyek besar karena jaringan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi dan Proses Produksi 2.1.1 Pengertian Produksi Dari beberapa ahli mendifinisikan tentang produksi, antara lain 1. Pengertian produksi adalah suatu proses pengubahan

Lebih terperinci

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Adi Kristianto Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bagian ini diberikan beberapa konsep dasar yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini, seperti pengertian persediaan, metode program linier. 2.1. Persediaan 2.1.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAMA LINIER : METODE GRAFIK

BAB IV PROGRAMA LINIER : METODE GRAFIK BAB IV PROGRAMA LINIER : METODE GRAFIK Pada dasarnya, metode-metode yang dikembangkan untuk memecahkan model programa linier ditujukan untuk mencari solusi dari beberapa alternatif solusi yang dibentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Produksi dan Operasi Manajeman (management) merupakan proses kerja dengan menggunakan orang dan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan (Bateman, Thomas S. : 2014)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRAK Perkembangan industri manufaktur dan tingkat persaingan yang ada saat ini menimbulkan permasalahan yang kompleks. Salah satu permasalahan yang paling penting dalam suatu industri manufaktur

Lebih terperinci

OPTIMASI DISTRIBUSI GULA MERAH PADA UD SARI BUMI RAYA MENGGUNAKAN MODEL TRANSPORTASI DAN METODE LEAST COST

OPTIMASI DISTRIBUSI GULA MERAH PADA UD SARI BUMI RAYA MENGGUNAKAN MODEL TRANSPORTASI DAN METODE LEAST COST OPTIMASI DISTRIBUSI GULA MERAH PADA UD SARI BUMI RAYA MENGGUNAKAN MODEL TRANSPORTASI DAN METODE LEAST COST Deasy Permata Sari A12.2010.04110 Program Studi Sistem Informasi S1 Fakultas Ilmu Komputer Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1. CPM dan PERT Modul CPM dan PERT ini memiliki permasalahan dan penyelesaiannya dengan permasalahan pada studi kasus sedangkan penyelesaiannya menggunakan perhitungan

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 33 BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Menurut Jay Heizers & Barry Randers, untuk menetapkan optimasi suatu layout dibutuhkan tata letak yang telah mencapai efisiensi serta

Lebih terperinci

MODEL TRANSPORTASI MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-11

MODEL TRANSPORTASI MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-11 MODEL TRANSPORTASI MATAKULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-11 Riani Lubis JurusanTeknik Informatika Universitas Komputer Indonesia 1 2 PENGANTAR Terdapat bermacam-macam network model. Network : Suatu

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 6 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Manajemen Dalam menjalankan operasionalnya perusahaan membutuhkan suatu sistem yang memiliki kemampuan untuk mendukung dan mempersatukan berbagai tujuan ke dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek 2.1.1. Pengertian Proyek Proyek merupakan Suatu kegiatan bersifat sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

TRANSPORTASI APROKSIMASI VOGEL

TRANSPORTASI APROKSIMASI VOGEL TRANSPORTASI APROKSIMASI VOGEL 6 Obyektif 1. Mengerti mengenai definisi Transportasi Vogel Approximation Methods (VAM) 2. Memahami penggunaan metode transportasi dan menyelesaikan masalah menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia industri pada saat ini maju dengan pesat, semakin majunya suatu industri maka akan semakin membutuhkan teknologi yang dapat membantu berkembangnya suatu produksi.

Lebih terperinci