Dampak Penurunan Harga Susu terhadap Agribisnis Sapi Perah Rakyat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dampak Penurunan Harga Susu terhadap Agribisnis Sapi Perah Rakyat"

Transkripsi

1 Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009 Dampak Penurunan Harga Susu terhadap Agribisnis Sapi Perah Rakyat oleh Atien Priyanti dan I G A P Mahendri PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009

2 DAMPAK PENURUNAN HARGA SUSU TERHADAP AGRIBISNIS SAPI PERAH RAKYAT Atien Priyanti dan I G A P Mahendri Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Bogor ABSTRAK Penurunan harga susu di pasar internasional selama dua tahun terakhir juga telah mengakibatkan turunnya harga susu di tingkat peternak. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui dampak penurunan harga susu terhadap agribisnis sapi perah rakyat, ditinjau dari aspek pendapatan rumahtangga dan alokasi waktu kerja peternak sapi perah. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap 177 peternak sapi perah di Jawa Barat, DIY dan Jawa Tengah serta Jawa Timur yang dilaksanakan pada bulan Juli Agustus Model persamaan simultan 2SLS dan analisis simulasi dilakukan pada studi ini, sekaligus untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga peternak sapi perah serta dampak perubahan yang terjadi. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga susu berpengaruh sangat nyata terhadap produksi susu yang dihasilkan yang bermuara pada pendapatan dari usaha sapi perah. Pendapatan ini akan mempengaruhi terhadap curahan waktu kerja usaha sapi dari anggota keluarga peternak dan berpengaruh negatif terhadap curahan waktu kerja untuk usaha non sapi perah. Simulasi penurunan harga susu sebesar 10% menunjukkan turunnya pendapatan total rumahtangga petani sebesar 28%. Hal ini menunjukkan bahwa turunnya harga susu di tingkat peternak akan berkompetisi terhadap alokasi waktu kerja keluarga petani untuk lebih mencurahkan kegiatannya pada usaha non sapi. Kebijakan pengaturan harga susu sangat diperlukan guna mempertahankan agribisnis sapi perah rakyat, disamping mendukung program kedaulatan pangan karena masih besarnya komponen impor pada bahan baku produk susu. Kata kunci : harga susu, pendapatan peternak, simulasi PENDAHULUAN Perkembangan harga bahan baku produk susu di pasar internasional menunjukkan penurunan yang sangat signifikan selama 2 tahun terakhir. Pada periode Januari 2008 sampai dengan April 2009 menunjukkan bahwa rata-rata harga 1,25% butter fat skim milk powder mengalami penurunan sebesar 116%, yaitu dari US$ 4275/MT menjadi US$ 1975/MT. Hal yang hampir sama juga terjadi pada rata-rata harga whole milk powder yang mengalami penurunan sampai 123%, dari US$ 4600/MT menjadi US$ 2062,5/MT pada periode yang sama (International Dairy Market, 2009). Penurunan harga bahan baku susu ini kemungkinan disebabkan oleh pertumbuhan volume perdagangan dunia yang relatif stagnan, adanya trend penurunan harga 1

3 komoditas produk pertanian di pasar global, serta kecenderungan menurunnya perekonomian pasar ekspor utama Indonesia (USA). Di dalam negeri, sampai dengan bulan Oktober tahun 2008 penurunan harga bahan baku susu dunia belum direspon secara nyata oleh industri pengolah susu (IPS) yang merupakan mayoritas pembeli susu segar dalam negeri (SSDN) di tingkat peternak. Dari 9 kota/kabupaten sentra produksi susu harga di tingkat peternak masih menunjukkan kecenderungan yang relatif meningkat yang ditunjukkan dengan rata-rata harga di tingkat nasional meningkat dari Rp.2661/l menjadi Rp.3125/l. Rata-rata harga susu terendah adalah Rp.1900/l sampai Rp.2600/l, sedangkan rata-rata harga susu tertinggi mencapai Rp.3875/l sampai Rp.4000/l (Departemen Pertanian, 2008). Harga susu di tingkat peternak ini sesuai dengan standar total solid 12 persen serta rataan untuk kadar lemak dan berat jenis masing-masing sebesar 4,1 persen dan 1,0255 (dasar suhu rataan C), dengan sebagian besar rataan total plate count, jumlah kandungan bakteri dalam setiap ml susu berkisar antara Grade I (0-0,5 juta) dan Grade II (> 0,5-1 juta). Sejak bulan Nopember 2008, harga susu di tingkat peternak cenderung menurun sampai sekitar Rp.2700/l. Pada pertengahan bulan Januari 2009 salah satu IPS telah menurunkan harga pembelian susu segar dari para peternak sebesar Rp.200 per kg. Hal ini dilakukan dengan penyesuaian nilai premium daya saing susu segar dari Rp.700 per kg menjadi Rp.500 per kg dengan kadar total solid minimal 12%. Kesepakatan antara GKSI dan salah satu IPS di Jawa Timur pada tanggal 3 Mei 2009 menyatakan bahwa harga beli SSDN turun sebesar Rp.150/l dan diberlakukan tanggal 11 Mei Bagi IPS lain di Jawa Tengah/DIY dan Jawa Barat menurunkan harga belinya sebesar Rp.100/l. Bersamaan dengan situasi tersebut, menurut GKSI harga riil susu yang ditetapkan oleh IPS di beberapa koperasi turun berkisar Rp.200/l Rp. 400/l (Setiadi, 2009). Di Indonesia sebagian besar susu dihasilkan oleh peternakan rakyat yang tersebar di beberapa sentra produksi. Sebagian besar susu disetor ke IPS yang akan mengolah menjadi susu bubuk, susu kental manis, susu pasteurisasi, keju, mentega dan lain-lain. Hubungan kerjasama antara peternak dengan IPS umumnya melalui koperasi. Departemen Perindustrian (2009) menyatakan bahwa konsumsi produk susu dominan dalam bentuk susu bubuk (43,3%) yang diikuti oleh susu kental manis (20,4%). Penggunaan produk susu dalam produk lain seperti biskuit, ice cream, permen, coklat, dan lain-lain juga cukup tinggi mencapai 27,5 %. Konsumsi susu segar mencapai 8,5% meliputi UHT (4,6%), susu sterilisasi (2,7%) dan susu pasteurisasi (1,2%). Hal ini menunjukkan bahwa masih besar peluang untuk meningkatkan konsumsi susu segar untuk semua jenis. Konsumsi susu segar relatif lebih kecil dibandingkan dengan susu bubuk dan susu kental manis karena faktor kemasan susu UHT dan susu steril botol yang 2

4 relatif mahal dibandingkan dengan isi yang dikemas, sedangkan kapasitas pabrik terpasang masih cukup rendah dalam tingkat produksi riilnya. Peluang meningkatkan produksi dan konsumsi susu segar perlu diimbangi dengan kondisi harga SSDN di tingkat peternak. Harga susu segar yang rendah berpotensi menghancurkan agribisnis sapi perah. Peternak tidak lagi termotivasi untuk mengusahakan sapi perah, dan dapat mengalihkan usaha tersebut ke usaha lain seperti usaha sapi potong yang dipandang lebih menguntungkan. Implikasinya adalah populasi sapi perah yang diharapkan untuk terus meningkat tidak akan terjadi, dan bahkan beberapa sentra usaha sapi perah di Pulau Jawa terancam terpuruk. Sampai dengan akhir tahun 2008, produksi susu nasional mencapai 574 ribu ton dengan Jawa Timur sebagai pemasok terbesar (44%) dan diikuti oleh Jawa Barat (39%) (Ditjen Peternakan, 2008). Daya saing usaha sapi perah harus ditingkatkan melalui peningkatan efisiensi usaha, seperti: skala usaha, biaya produksi dan usaha yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi seberapa besar dampak dari penurunan harga susu di tingkat peternak terhadap pendapatan rumahtangga petani dan alokasi waktu kerja anggota keluarga peternak. Hal ini diharapkan dapat menjadikan masukan bagi pemangku kepentingan dalam upaya menerapkan kebijakan harga susu di tingkat peternak. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Rendahnya harga susu akhir-akhir ini tidak dapat memotivasi peternak sapi perah untuk mengembangkan usahanya. Harga output merupakan faktor utama yang menentukan dalam suatu unit usaha produksi. Dalam komoditas susu, struktur pasar oligopsoni yang terbentuk turut mempengaruhi terbentuknya harga susu di tingkat peternak. Pemasaran susu segar yang dihasilkan peternak sebagian besar diserap oleh beberapa IPS dalam struktur pasar oligopsoni sehingga posisi tawar peternak dalam penetapan harga susu menjadi sangat lemah. Harga susu segar pada tingkat peternak sangat rendah dan tidak memotivasi peternak dalam upaya peningkatan kuantitas dan kualitas produk susu, yang selanjutnya menjadi penghambat pengembangan industri sapi perah nasional. Penurunan harga susu mempunyai tesis mempengaruhi terhadap pendapatan rumahtangga peternak melalui penurunan produksi susu. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan alokasi waktu kerja dari usaha sapi perah kepada usaha non sapi perah. Adanya perubahan ini memberikan dampak terhadap usaha sapi perah yang diindikasikan dengan adanya perubahan pendapatan rumahtangga petani dari usaha sapi perah dan usaha lainnya, baik dalam usahatani maupun off farm. Dalam jangka panjang 3

5 hal ini sangat mempengaruhi terhadap agribisnis sapi perah secara nasional dan upayaupaya yang telah dilaksanakan selama ini untuk meningkatkan produktivitas dan produksi sapi perah menjadi sia-sia. Data dan Pemilihan Responden Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan jenis data primer yang diperoleh dari wawancara dengan peternak sapi perah. Survei dilaksanakan pada bulan Juli Agustus 2008 dimana data diperoleh langsung dari rumahtangga peternak melalui teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang telah dipersiapkan. Daftar pertanyaan meliputi (1) karakteristik rumahtangga peternak, (2) penguasaan lahan dan ternak sapi perah serta masing-masing produksinya, (3) penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi perah, dan (4) komponen pendapatan usaha sapi perah. Sejumlah 177 peternak yang dipilih secara acak telah diwawancara sebagai responden. Penentuan propinsi dan kabupaten dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, meliputi empat propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur, yang merupakan daerah sentra produksi susu yang sekaligus memiliki populasi sapi perah terbesar di Indonesia. Masing-masing propinsi dipilih dua kabupaten yang mewakili agro ekosistem dataran rendah dan dataran tinggi. Jawa Barat diwakili oleh kabupaten Bandung Utara, Bandung Selatan serta kabupaten Sumedang, propinsi Jawa Tengah diwakili oleh kabupaten Boyolali dan Klaten, propinsi DIY diwakili oleh kabupaten Sleman, serta kabupaten Pasuruan dan Malang yang mewakili propinsi Jawa Timur. Kerangka Analisis Spesifikasi model dalam studi ini adalah dinamis dengan sistem persamaan simultan, dimana peubah endogen ditentukan secara simultan dan interdependen. Sistem persamaan simultan yang dirumuskan tersebut diatas akan diselesaikan melalui metode pendugaan model 2SLS (Sitepu dan Sinaga, 2006). Analisis terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga peternak sapi perah dikelompokkan dalam tiga blok, yakni (1) produksi, (2) alokasi curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha ternak, dan (3) alokasi curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain. Model persamaan simultan 2SLS dipergunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis hubungan keterkaitan antara peubah-peubah tersebut. Model persamaan simultan dapat dituliskan sebagai berikut: PROD i = a 0 + a 1 PSUSU i + a 2 JTRK i + a 3 JGDH i + a 4 CKUS i + a 5 LAKT i + a 6 JAK i + e 1 (1) 4

6 dimana: PROD PSUSU JTRK JGDH CKUS LAKT JAK e i = 1, : produksi susu (l/hari) : harga susu segar di tingkat peternak (Rp/liter) : jumlah pemilikan sapi perah (ekor) : jumlah sapi perah gaduhan (ekor) : curahan waktu kerja untuk usaha sapi perah (jam/tahun) : periode laktasi (bulan) : jumlah angkatan kerja keluarga (orang) : error term : jumlah pengamatan responden CKUS i = b 0 + b 1 YUS i + b 2 UMUR i + b 3 CKUL i + b 4 JAK i + b 5 YUL i + b 6 LHN i + e 2 (2) dimana: YUS : pendapatan usaha sapi perah (Rp/tahun) UMUR : umur responden (tahun) CKUL : curahan waktu kerja untuk usaha lain (jam/tahun) YUL : pendapatan rumahtangga non sapi perah (Rp/tahun) LHN : luas lahan (m 2 ) e : error term i = 1, : jumlah pengamatan responden CKUL i = c 0 + c 1 RTKUL i + c 2 JAK i + c 3 UMUR i + c 4 CKUL i + c 5 YRT i + + e 3 (3) dimana: RTKUL : penerimaan di luar usaha sapi perah (Rp/tahun) YRT : pendapatan total rumahtangga (Rp/tahun) e : error term i = 1, : jumlah pengamatan responden Persamaan identitas meliputi: YRT = YUS + YUL (4) Penyelesaian metode ini menggunakan bantuan komputer dengan program Statistical Analysis System (SAS) versi Simulasi model persamaan simultan dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan beberapa peubah yang dianggap relevan dengan penerapan suatu kebijakan pemerintah, atau sebagai peubah yang dianggap penting diketahui dampaknya terhadap pendapatan rumahtangga peternak sapi perah. Salah satu kebijakan yang sering dilakukan pemerintah adalah mengintervensi pasar dengan menentukan harga output dan harga input produksi usahatani. Dampak dari penurunan harga SSDN sebesar 10% ingin diketahui pada penelitian ini. 5

7 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Rumahtangga Peternak Sapi Perah Secara umum dinyatakan bahwa jumlah anggota keluarga adalah bervariasi antara 3,5 4,17 jiwa per keluarga, dimana hal ini mengindikasikan tersedianya jumlah angkatan kerja keluarga dan jumlah anak yang masih menjadi tanggungan sekolah (Tabel 1). Angkatan kerja keluarga diukur dengan jumlah anggota keluarga yang berumur sama dengan atau lebih dari 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi jumlah anggota keluarga yang dimiliki, akan semakin besar pula jumlah angkatan kerja keluarga yang ada. Ukuran keluarga dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai potensi ketersediaan tenaga kerja yang dimiliki oleh rumahtangga petani dan di sisi lain adalah sebagai beban tanggungan keluarga. Tabel 1. Rata-rata karakteristik rumahtangga peternak Uraian Jawa Jawa Jawa DIY Barat Tengah Timur Jumlah peternak (orang) Jumlah anggota keluarga (orang) 4,13 3,55 3,56 4,17 Umur KK (tahun) 38,52 41,40 44,67 36,78 Penguasaan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Sapi Perah Usaha ternak sapi perah di Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan usaha pokok, sehingga pengusaan sumberdaya lahan pertanian di wilayah ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan di DIY dan Jawa Tengah (Tabel 2). Rata-rata luas lahan sawah adalah 571 m 2 dengan luasan terkecil di DIY (66,7 m 2 ) dan terbesar di Jawa Tengah (1176 m 2 ). Rata-rata luas lahan non sawah (tegalan) lebih besar dibandingkan dengan lahan sawah, yakni sekitar 1327 m 2, dimana pada umumnya ditanami tanaman pangan seperti jagung dan singkong serta tanaman hortikultura karena topografinya yang terletak di kawasan dataran tinggi. Salah satu keterbatasan dalam penguasaan sumberdaya lahan pertanian ini mengakibatkan peternak untuk menyewa lahan perhutani sebagai penyedia lahan hijauan pakan sapi perah dengan ditanami rumput gajah. Rata-rata lahan yang disewa adalah 3229 m 2, sehingga rata-rata total lahan garapan peternak adalah 5128 m 2. Rata-rata penguasaan sapi perah yang dimiliki peternak bervariasi cukup tinggi. Rata-rata jumlah sapi terbanyak dimiliki oleh peternak di Jawa Timur (8 ekor) dan terendah adalah peternak di Jawa Barat (4,2 ekor). Komposisi kepemilikan sapi perah ini hanya 51,6% yang merupakan sapi laktasi sebagai penghasil susu, selebihnya adalah sapi kering, dara dan pedet. Hal ini menunjukkan bahwa beban usaha sapi laktasi cukup tinggi dalam menanggulangi input produksi untuk sapi yang tidak berproduksi. 6

8 Kepemilikan pedet jantan relatif kecil, karena pada umumnya pedet jantan dijual pada umur 6 12 bulan. Pedet betina dan sapi dara dipergunakan sebagai replacement sapi induk, sehingga kepemilikannya relatif besar. Tabel 2. Rata-rata penguasaan sumberdaya lahan pertanian dan sapi perah Uraian Jawa Barat Jawa Jawa DIY Tengah Timur Luas lahan sawah (m 2 ) 632, ,67 410,70 Luas lahan non sawah (m 2 ) 225, ,10 Total pemilikan lahan (m 2 ) 858, , ,80 Sewa lahan hijauan (m 2 ) 2.592, , ,50 Total lahan garapan (m 2 ) 3.450, , , ,40 Kepemilikan sapi (ekor): Sapi laktasi Sapi kering Sapi dara Pedet betina Pedet jantan 2,47 0,24 0,76 0,73 0,02 3,21 0,82 0,55 1,21 0,94 2,13 0,40 1,13 0,97 0,40 4,59 0,64 0,91 1,50 0,38 Jumlah ternak (ekor) 4,21 6,73 5,03 8,03 Hasil Pendugaan Persamaan Simultan Hasil pendugaan model pada studi ini cukup representatif menjelaskan kinerja ekonomi rumahtangga peternak sapi perah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang menyusun masing-masing persamaan hanya mampu menjelaskan variasi peubah dalam proporsi yang relatif kecil. Pada derajat bebas masingmasing, uji F menghasilkan kesimpulan bahwa model regresi yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata Hasil uji t menunjukkan bahwa sebagian besar peubah penjelas dalam setiap persamaan struktural berpengaruh terhadap peubah endogennya masing-masing pada taraf nyata 10%. Komponen produksi susu terdiri dari harga susu (PSUSU), jumlah pemilikan sapi perah (JTRK), jumlah sapi perah gaduhan (JGDH), curahan waktu kerja untuk usaha sapi perah (CKUS), periode laktasi (LAKT) dan jumlah angkatan kerja keluarga (JAK). Tabel 3 menunjukkan bahwa harga susu, jumlah ternak yang dimiliki maupun gaduhan dan curahan waktu kerja untuk usaha sapi perah sangat berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan perolehan Priyanti (2008) yang menyatakan bahwa harga susu segar di tingkat peternak sangat berpengaruh terhadap produksi susu. Secara signifikan hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga susu segar dapat meningkatkan produksi susu di tingkat peternak. Perhitungan nilai elastisitas sebesar 0.63 menunjukkan bahwa produksi susu tidak responsif terhadap perubahan harga susu segar. 7

9 Tabel 3. Hasil parameter dugaan dan elastisitas produksi susu Intercep PSUSU JTRK JGDH CKUS LAKT JAK Peubah Parameter dugaan *) *) *) *) Elastisitas Prob > T F value = Prob > F = 0,0001 R-square = Adj R-square = Selain harga susu, jumlah pemilikan sapi perah, jumlah ternak gaduhan dan curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha sapi perah juga memberikan perbedaan yang nyata terhadap produksi susu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah sapi perah yang dikelola oleh peternak dan alokasi waktu kerja anggota keluarga, akan semakin banyak susu yang diproduksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap pendapatan usaha sapi perah. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa produksi susu tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas ini. Komponen curahan waktu kerja anggota keluarga untuk usaha sapi terdiri dari pendapatan usaha sapi (YUS), umur responden (UMUR), curahan waktu kerja anggota keluarga untuk usaha non sapi perah (CKUL), jumlah angkatan kerja keluarga (JAK), pendapatan usaha lain (YUL) dan luas kepemilikan lahan (LHN). Tabel 4 menunjukkan bahwa pendapatan usaha sapi dan kepemilikan luas lahan sangat berpengaruh terhadap curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha sapi perah. Secara signifikan hal ini menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang dimiliki, akan semakin rendah alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha sapi perah, demikian pula halnya dengan semakin tingginya pendapatan dari usaha sapi perah yang diperoleh peternak. Perhitungan nilai elastisitas sebesar menunjukkan bahwa alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha ini sangat responsif terhadap faktor umur. Semakin tua peternak, maka akan semakin berkurang alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga. Dalam hal ini anggota rumahtangga bersikap rasional untuk mengalokasikan jam kerja dengan memaksimalkan utilitasnya. Mangkuprawira (1985) menyatakan bahwa setiap angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja dan tidak bekerja, dimana pilihan bekerja akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan rumahtangga. 8

10 Tabel 4. Hasil parameter dugaan dan elastisitas curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha sapi perah Intercep YUS UMUR CKUL JAK YUL LHN Peubah Parameter dugaan *) *) Elastisitas Prob > T F value = 3.55 Prob > F = 0,0024 R-square = Adj R-square = Komponen curahan waktu kerja anggota keluarga untuk usaha non sapi terdiri dari penerimaan tenaga kerja diluar usaha sapi (RTKUL), umur responden (UMUR), jumlah angkatan kerja keluarga (JAK), curahan waktu kerja anggota keluarga untuk usaha sapi (CKUS) dan pendapatan usaha sapi perah (YUS). Tabel 5 menunjukkan bahwa penerimaan tenaga kerja diluar usaha sapi, curahan waktu kerja anggota keluarga untuk usaha sapi dan pendapatan usaha sapi perah sangat berpengaruh terhadap alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha non sapi perah. Secara signifikan hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penerimaan petani dari usaha non sapi akan semakin tinggi alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha non sapi perah. Sebaliknya, semakin tinggi pendapatan dari usaha sapi perah yang diperoleh peternak akan semakin rendah alokasi alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha non sapi perah. Demikian pula halnya dengan pendapatan dari usaha sapi perah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kompensasi alokasi curahan waktu bekerja dari anggota keluarga petani dalam mengelola usahataninya. Penerimaan tenaga kerja diluar usaha sapi dapat berasal dari usaha taninya sendiri, diluar usahataninya sendiri maupun kegiatan off-farm yang banyak didominasi oleh buruh bangunan dan tukang ojek. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha ini tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas ini. 9

11 Tabel 5. Hasil parameter dugaan dan elastisitas curahan waktu kerja anggota keluarga diluar usaha sapi perah Intercep RTKUL JAK UMUR CKUS YUS Peubah Parameter dugaan *) *) *) Elastisitas Prob > T Dampak Penurunan Harga Susu F value = Prob > F = 0,0001 R-square = Adj R-square = Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan kecenderungan semakin menurunnya harga jual susu segar di tingkat peternak. Hal ini dilakukan dengan menggunakan persentase penurunan dari kondisi awal yang sama untuk seluruh peubah kebijakan. Pada bagian ini dilakukan simulasi dengan menurunkan harga susu sebesar 10% (Tabel 6). Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan harga susu sebesar 10% akan menurunkan produksi susu dan bermuara pada penurunan pendapatan usaha sapi yang akan mempengaruhi terhadap penurunan pendapatan total rumahtangga peternak sampai 28%. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan memperbaiki harga output dari produk susu segar merupakan kebijakan yang berdampak positif pada kinerja usaha sapi perah rakyat. Tabel 6. Dampak penurunan harga susu sebesar 10% Peubah endogen Mean predicted Harga susu turun 10% Perubahan (%) Produksi susu (l/hari) Curahan waktu kerja usaha sapi (jam/tahun) Curahan waktu kerja untuk usaha non sapi (jam/tahun) Pendapatan usaha sapi (Rp000/tahun) Pendapatan usaha lain (Rp000/tahun) Pendapatan total (Rp000/tahun)

12 KESIMPULAN DAN SARAN Hasil pendugaan persamaan simultan menunjukkan bahwa faktor-faktor harga susu, jumlah sapi perah, dan alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga petani akan mempengaruhi terhadap produksi susu yang dihasilkan. Secara simultan hal ini akan mempengaruhi terhadap pendapatan usaha sapi perah yang akan bermuara pada pendapatan total rumahtangga peternak. Terdapat keterkaitan keputusan dalam hal alokasi curahan waktu kerja keluarga pada usaha sapi perah dan usaha lain, dimana semakin tinggi alokasi curahan waktu kerja untuk usaha sapi akan mengakibatkan terjadinya realokasi curahan waktu kerja untuk usaha lain yang semakin menurun. Dampak penurunan harga susu sebesar 10% akan mengakibatkan terjadinya penurunan terhadap pendapatan total rumahtangga petani mencapai 28%. Hal ini disebabkan karena produksi susu menurun sampai sekitar 7.3%, sehingga pendapatan dari usaha susu menurun mencapai 36.7%. Untuk menjamin kelangsungan usaha peternak sapi perah, sangat diharapkan adanya penetapan harga dasar susu di tingkat peternak (farm gate price). Harga dasar ini bersifat regional karena adanya variasi dalam cost unit untuk produksi susu di masingmasing wilayah. DAFTAR PUSTAKA Ditjen Peternakan Statistik Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta. International Dairy Market International Dairy Product Prices. May Mangkuprawira, S Alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi rumahtangga: studi kasus di dua tipe desa di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Disertasi Doktor. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setiadi, D Penentuan harga dasar susu di tingkat peternak. Makalah disampaikan dalam Diskusi Analisis Kebijakan Penetapan Harga Dasar Susu. Bogor, 4 Februari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Sitepu, R.K. dan B.M. Sinaga Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi dan Peramalam Menggunakan Program SAS. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Priyanti, A dan R.A. Saptati Dampak harga susu dunia terhadap harga susu dalam negeri di tingkat peternak: kasus koperasi peternak sapi Bandung Utara di Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. 11

DAMPAK PENURUNAN HARGA SUSU TERHADAP AGRIBISNIS SAPI PERAH RAKYAT

DAMPAK PENURUNAN HARGA SUSU TERHADAP AGRIBISNIS SAPI PERAH RAKYAT DAMPAK PENURUNAN HARGA SUSU TERHADAP AGRIBISNIS SAPI PERAH RAKYAT Atien Priyanti dan I G A P Mahendri Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Padjadjaran, Bogor ABSTRACT The decreasing milk

Lebih terperinci

DAMPAK HARGA SUSU DUNIA TERHADAP HARGA SUSU DALAM NEGERI TINGKAT PETERNAK : Kasus Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara di Jawa Barat

DAMPAK HARGA SUSU DUNIA TERHADAP HARGA SUSU DALAM NEGERI TINGKAT PETERNAK : Kasus Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara di Jawa Barat Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 DAMPAK HARGA SUSU DUNIA TERHADAP HARGA SUSU DALAM NEGERI

Lebih terperinci

7.2. PENDEKATAN MASALAH

7.2. PENDEKATAN MASALAH kebijakan untuk mendukung ketersediaan susu tersebut. Diharapkan hasil kajian ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan arah perencanaan dan pelaksanaan penyediaan susu serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi pertanian adalah koperasi

Lebih terperinci

DAMPAK HARGA SUSU DUNIA TERHADAP HARGA SUSU DALAM NEGERI DI TINGKAT PETERNAK: Kasus Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara di Jawa Barat

DAMPAK HARGA SUSU DUNIA TERHADAP HARGA SUSU DALAM NEGERI DI TINGKAT PETERNAK: Kasus Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara di Jawa Barat DAMPAK HARGA SUSU DUNIA TERHADAP HARGA SUSU DALAM NEGERI DI TINGKAT PETERNAK: Kasus Koperasi Impact of World s Dairy Price on Farmer s Level Domestic Milk Price: The Case of Cattle Farm Cooperative in

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari ketersediaan sumberdaya yang ada di Indonesia, Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor pertanian terdiri dari sektor tanaman pangan, sektor perkebunan, sektor kehutanan, sektor perikanan dan sektor peternakan. Sektor peternakan sebagai salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi Susu di Jawa Tengah, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Semarang Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menjadi pusat pengembangan sapi perah di Indonesia

Lebih terperinci

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun PENGANTAR Latar Belakang Upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri telah dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Perkembangan usaha sapi perah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

OUTLOOK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK  Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN: 1907-1507 Ukuran Buku Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH PENDAHULUAN

ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH PENDAHULUAN ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH PENDAHULUAN Domestikasi sapi dan penggunaan susu sapi untuk konsumsi manusia di Asia dan Afrika sudah dimulai pd 8.000 6.000 SM. Sebelum sapi dijinakkan, daging dan susunya diperoleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Agribisnis merupakan salah satu sektor dalam kegiatan perekonomian berbasis kekayaan alam yang dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan usaha berorientasi keuntungan. Sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan berkembang. Pasar senantiasa merupakan

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

ANALISIS KESEIMBANGAN RASIO HARGA PAKAN TERHADAP SUSU SEGAR PADA PETERNAKAN RAKYAT

ANALISIS KESEIMBANGAN RASIO HARGA PAKAN TERHADAP SUSU SEGAR PADA PETERNAKAN RAKYAT ANALISIS KESEIMBANGAN RASIO HARGA PAKAN TERHADAP SUSU SEGAR PADA PETERNAKAN RAKYAT (Equilibrium Analysis of Price Ratio for Feed to Fresh Milk in the Dairy Farmers) ATIEN PRIYANTI 1 dan MARIYONO 2 1 Pusat

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian telah terbukti sebagai sektor yang mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian adalah peternakan, yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Koperasi Dalam Perkembangan Agribisnis Persusuan Koperasi memiliki peran penting bagi perkembangan agribisnis persusuan di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDUSTRI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDUSTRI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDUSTRI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA Yusmichad Yusdja Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 PENDAHULUAN Indonesia memiliki prospek

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan produk cair berwarna putih yang mengandung nilai gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina dengan tujuan utama untuk

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan usaha sapi perah dilakukan untuk memenuhi gizi masyarakat dan mengurangi tingkat ketergantungan nasional terhadap impor susu. Usaha susu di Indonesia sudah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN IMPOR SUSU: MELINDUNGI PETERNAK DAN KONSUMEN

KEBIJAKAN IMPOR SUSU: MELINDUNGI PETERNAK DAN KONSUMEN KEBIJAKAN IMPOR SUSU: MELINDUNGI PETERNAK DAN KONSUMEN (Policy on Imported Milk: Protection to Producer and Consumen) RENI KUSTIARI 1, ATIEN PRIYANTI 2 dan ERWIDODO 3 1 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

PEMASARAN SAPI DAN SUSU DAIRY PRODUCTION

PEMASARAN SAPI DAN SUSU DAIRY PRODUCTION PEMASARAN SAPI DAN SUSU DAIRY PRODUCTION 2005 SUSU 80-90 % SAPI 10-20 % USAHA PRODUK AKHIR KONSUMEN PEMASARAN MAXIMALISASI PENGEMBALIAN DANA FAKTOR PENENTU NILAI JUAL/BELI SAPI FAKTOR EKONOMI PENAWARAN-PERMINTAAN

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

dengan usaha pemeliharaannya (BAPPENAS, 2006). Sasaran yang akan dicapai Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah selama tahun dalam kaitannya

dengan usaha pemeliharaannya (BAPPENAS, 2006). Sasaran yang akan dicapai Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah selama tahun dalam kaitannya PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMASARAN SUSU UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN INDUSTRI SAPI PERAH DI JAWA TENGAH (Strengthening the Institutional on Milk Marketing to Support the Development of Dairy Cattle Industry

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan

I. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan yang mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan menciptakan daya saing global produk peternakan adalah paradigma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN 312 VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Berdasarkan teori, keputusan rumahtangga berkaitan dengan keputusan curahan kerja, produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci