BAB II LANDASAN TEORI. Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Work Engagement Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara perusahan konsultan dan media-media bisnis terkenal (Saks, 2006). Work engagement menjadi istilah yang meluas dan populer (Robinson, Perryman & Hayday, 2004) dan beberapa menyebutkan engagement dengan istilah anggur tua dalam botol yang baru (Saks, 2004). Hasil survey dari 665 kepala eksekutif karyawan di Amerika, Eropa, Jepang dan negara-negara lainnya menyebutkan bahwa engagement merupakan salah satu dari lima tantangan teratas bagi manajemen (Wah, 1999; Sakovska, 2012). Penelitian-penelitian yang dilakukan menemukan banyak manfaat dan keuntungan dari adanya work engagement. Para peneliti yakin bahwa organisasi dengan level engagement yang tinggi memberikan hasil yang positif bagi organisasi (Kular, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Kahn (1990) menyatakan bahwa level engagement yang tinggi membawa kepada hasil yang positif bagi individu (kualitas dari pekerjaan orang-orang dan pengalaman mereka dalam melakukan pekerjaan) dan juga level organisasi (pertumbuhan dan produktivitas organisasi). Work engagement memungkinkan individu untuk menanamkan diri sepenuhnya terhadap pekerjaan dengan meningkatkan selfefficacy dan berdampak positif pada kesehatan karyawan yang akan meningkatkan dukungan karyawan terhadap organisasi (Robertson & Markwick, 2009).

2 1. Definisi Work Engagement Telah banyak studi yang dilakukan mengenai engagement, tetapi sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal mengenai engagement, begitu juga dalam hal operasionalisasi dan pengukurannya yang masih dalam cara yang berbeda-beda (Kular, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Oleh karena itu penggunaan istilah engagement yang dikemukakan oleh berbagai peneliti masih berbeda-beda, ada yang menyebut dengan istilah employee engagement seperti Saks (2006) dan istilah work engagement, seperti Schaufeli, Salanova, Gonzalez- Roma, & Bakker (2002). Murnianita (2012) menyatakan bahwa istilah employee engagement dengan work engagement seringkali digunakan bergantian, tetapi work engagement dianggap lebih spesifik. Work engagement mengacu pada hubungan antara karyawan dengan pekerjaannya, sedangkan employee engagement terkait hubungan antara karyawan dengan organisasi (Schaufeli & Bakker, 2010). Konsep engagement pertama sekali diperkenalkan oleh Kahn. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai penguasaan karyawan sendiri terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikat diri dengan pekerjaannya, kemudian akan bekerja dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif dan emosional selama memerankan performanya. Aspek kognitif mengacu pada keyakinan pekerja terhadap organisasi, pemimpin dan kondisi pekerjaan. Aspek emosional mengacu pada bagaimana perasaan pekerja apakah positif atau negatif terhadap organisasi dan pemimpinnya. Sedangkan aspek fisik

3 mengenai energi fisik yang dikerahkan oleh karyawan dalam melaksanakan perannya. Kahn (1990) juga berpendapat bahwa engagement meliputi kehadiran baik secara psikologis maupun fisik saat menunjukkan peran organisasi. Menurut Kahn, level-level ini secara signifikan dipengaruhi oleh tiga domain psikologis, yaitu kebermaknaan, keamanan dan ketersediaan. Domain inilah yang akan mempengaruhi bagaimana karyawan menerima dan melaksanakan peran mereka di tempat kerja. Namun demikian, meskipun Kahn memberikan model teoritis yang kompherensif dari kehadiran psikologis, ia tidak mengusulkan operasionalisasi dari konstruk engagement ini. Selain itu, model engagement Kahn ini, belum teruji secara empiris di konteks yang berbeda dan diantara kelompok kelompok pekerjaan lainnya dan inilah yang menjadi salah satu kelemahannya (Chugtai, 2010). Pendekatan kedua mengenai konsep engagement berasal dari literatur mengenai burnout (Maslach, Schaufeli, & Leiter (2001). Maslach dkk. (2001) mendefinisikan work engagement sebagai lawan dari burnout, dimana engagement sebagai keadaan emosional yang menetap (persisten), dikarakteristikkan dengan adanya level yang tinggi dalam aktivasi dan kesenangan. Maslach & Leiter (1997; Schaufeli & Bakker, 2003) berasumsi bahwa engagement dan burnout membentuk kutub-kutub yang berlawanan dalam suatu kontinum kerja yang berkaitan dengan kesejahteraan, dimana burnout sebagai kutub negatif dan engagement sebagai kutub positif. Namun demikian, meskipun penelitian burnout memberikan perkembangan terhadap

4 operasionalisasi definisi engagement, asumsi mengenai burnout dan engagement merupakan kutub-kutub yang saling berlawanan belum begitu diterima dan penggunaan instrument tunggal, yaitu Maslach Burnout Index (MBI) untuk membuktikan konsep tersebut masih dipertanyakan dalam penelitian lain (Lee, 2012). Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker (2002) menyediakan pendekatan ketiga bagi engagement dengan memberikan perspektif yang berbeda mengenai teori kontinum engagement-burnout. Mereka mendefinisikan work engagement sebagai keadaan positif, pemenuhan, pandangan terhadap kondisi kerja yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication dan absorption. Vigor mengacu pada tingkat energi dan resiliensi mental yang tinggi ketika sedang bekerja, kemauan berusaha sunguh-sunguh dalam pekerjaan dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Dedication mengacu pada perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggan dan tantangan. Absorption dikarakteristikkan dengan konsentrasi penuh, minat yang mendalam terhadap pekerjaan dimana waktu terasa berlalu begitu cepat dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan. Schaufeli dkk. (2002) membedakan engagement dari konstruk-konstruk peran pekerjaan lainnya, dimana daripada keadaan sesaat dan spesifik, engagement mengacu pada keadaan afektif-kognitif yang lebih menetap (persisten) dan menyeluruh, yang tidak hanya fokus pada objek, kejadian, individu atau perilaku tertentu. Definisi work engagement oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2002) ini, merupakan definisi yang lebih luas dan lebih sering digunakan

5 dalam studi penelitian (Lee, 2012). Selain itu, model work engagement Schaufeli dkk. (2002) memiliki dasar teori yang kuat dibandingkan teori engagement lain (Chugtai, 2010). Berdasarkan uraian di atas, mengacu pada pendapat Schaufeli dkk. (2002), maka definisi work engagement dalam penelitian ini adalah keadaan motivasional yang positif dan adanya pemenuhan diri dalam pekerjaan yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor (kekuatan), dedication (dedikasi), dan absorption (absorpsi). 2. Aspek- Aspek Work Engagement Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2002) mendefinisikan work engagement sebagai keadaan motivasional positif, pemenuhan, pandangan terhadap kondisi kerja yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication dan absorption. Berdasarkan definisi ini, Schaufeli dan Bakker (2003) mengkonseptualisasikan aspek-aspek dari engagement, sebagai berikut : a. Vigor (kekuatan) Vigor mengacu pada level energi yang tinggi dan resiliensi, kemauan untuk berusaha, tidak mudah lelah dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Biasanya orang-orang yang memiliki skor vigor yang tinggi memiliki energi, gelora semangat, dan stamina yang tinggi ketika bekerja, sementara yang memiliki skor yang rendah pada vigor memiliki energi, semangat dan stamina yang rendah selama bekerja.

6 b. Dedication (dedikasi) Dedication mengacu pada perasaan penuh makna, antusias dan bangga dalam pekerjaan, dan merasa terinspirasi dan tertantang olehnya. Orangorang yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat mengidentifikasi pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan menantang. Disamping itu, mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. Sedangkan skor rendah pada dedication berarti tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena mereka tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. c. Absorption (absorpsi) Absorption mengacu pada berkonsentrasi secara penuh dan mendalam, tenggelam dalam pekerjaan dimana waktu berlalu terasa cepat dan kesulitan memisahkan diri dari pekerjaan, sehingga melupakan segala sesuatu disekitarnya. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupakan dan waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya orang dengan skor absorption yang rendah tidak merasa tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu.

7 3. Konsep-Konsep yang Berkaitan Dengan Work Engagement Dalam literatur akademik, terdapat beberapa konsep yang dihubungkan dengan engagement, tetapi konsep-konsep tersebut tidak sama dengan engagement (Saks, 2006), diantaranya : a. Flow Flow merupakan sensasi menyeluruh yang dirasakan seseorang ketika mereka bertindak dengan penuh keterlibatan (Csikszentmihalyi, 1975; May, Gilson, & Harter, 2008). Ketika seseorang berada dalam keadaan flow dibutuhkan sedikit kontrol kesadaran untuk tindakan mereka. Individu membatasi perhatian mereka kepada stimulus khusus. Mereka kehilangan kesadaran mengenai diri mereka sendiri karena sudah terlarut dengan aktivitas itu sendiri. Individu yang mengalami flow tidak membutuhkan reward eksternal atau tujuan untuk memotivasi mereka selama aktivitas tersebut menghadirkan tantangan-tantangan yang konstan. Jika konsep flow semata dinilai sebagai keterlibatan kognitif dengan suatu aktivitas dan menghadirkan pengalaman puncak yang unik dari keterlarutan kognitif menyeluruh (May dkk., 2004), engagement lebih digambarkan sebagai keadaan afektif-kognitif yang menetap dan tidak fokus pada objek, kejadian, individu atau perilaku tertentu (Schaufeli dkk., 2002). b. Workaholism Pekerja yang engaged bekerja keras karena pekerjaannya menantang dan menyenangkan, bukan karena mereka didorong oleh desakan kuat dari dalam diri yang tidak dapat dilawan (Schaufeli & Bakker, 2010).

8 c. Organizational Commitment Work engagement juga sering didefinisikan sebagai komitmen emosional dan intelektual terhadap organisasi (Baumruk, 2005; Kular dkk, 2008). Menurut Maslach dkk. (2001) komitmen organisasi merupakan sikap seseorang dan kedekatan terhadap organisasi mereka, sedangkan work engagement bukanlah sikap, melainkan derajat dimana individu berminat dan terserap dalam kinerja peran mereka. Disamping itu, komitmen fokus pada organisasi, sedangkan work engagement fokus pada tugas-tugas. d. Organizational Citizen Behavior Saks (2006) menyatakan bahwa OCB melibatkan kesadaran dan perilaku informal yang dapat menolong rekan kerja dan organisasi, sedangkan fokus engagement adalah kinerja peran formal seseorang dibandingkan peran ekstra dan perilaku sadar. Selain itu, OCB fokus pada karakteristik dan perilaku individu, dibandingkan organisasi. e. Job Involvement Work engagement juga berbeda pula dengan job involvement, dimana job involvement merupakan hasil dari penilaian kognitif mengenai kebutuhan pemuasan kemampuan dari pekerjaan dan mengikat gambaran diri seseorang, sedangkan work engagement melibatkan penggunaan secara aktif emosi dan perilaku disamping kognisi (May, Gilson, & Harter, 2004; Saks, 2006).

9 4. Faktor- Faktor yang Mendorong Work Engagement Berbagai penelitian telah meneliti faktor-faktor yang menjadi pendorong work engagement. Berikut ini dirangkum beberapa faktor pendorong dari berbagai penelitian, diantaranya sebagai berikut : a. Job Characteristic Kahn (1990) mengungkapkan bahwa kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari karakteristik tugas yang menyediakan pekerjaan menantang, bervariasi, membutuhkan berbagai keterampilan, kebebasan mengambil keputusan sendiri dan kesempatan untuk membuat suatu kontribusi yang penting. Hal ini sesuai dengan karakteristik pekerjaan dari Hackman dan Oldham, yaitu skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback. Menurut Kahn, pekerja akan lebih engaged apabila disediakan pekerjaan yang memiliki kelima karakteristik tersebut. b. Perceived Organizational and Supervisor Support Variabel yang penting dalam dukungan sosial adalah peresepsi terhadap dukungan organisasi dan persepsi terhadap dukungan supervisor. POS mengacu pada keyakinan umum bahwa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli akan kesejahteraan mereka. Dasar dari penelitian dukungan organisasi adalah social exchange theory (SET). SET merupakan norma timbal balik antara karyawan dengan perusahaan, dimana ketika karyawan menerima sumber-sumber yang penting dari organisasi, maka karyawan akan merasa berkewajiban untuk membayar ataupun meresponnya dengan kinerjanya terhadap organisasi. POS

10 menciptakan sebuah kewajiban karyawan untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi mencapai tujuannya sebagai balasannya organisasi akan menghargai kontribusi karyawannya dan peduli terhadap kesejahteraan karyawannya. POS dapat membawa pada hasil yang postitif yaitu melalui engagement. Dengan kata lain, karyawan yang memiliki POS yang tinggi, menjadi lebih engaged terhadap pekerjaan dan organisasi mereka sebagai bagian dari norma timbal balik dari SET sehingga membantu organisasi untuk mencapai tujuannya (Saks, 2006). c. Reward and Recognition Kahn (dalam Saks, 2006) mengungkapkan bahwa individu bervariasi dalam engagement mereka sesuai dengan bagaimana fungsi mereka mempersepsikan keuntungan yang diterima dari perannya. Pekerja akan lebih mungkin untuk engaged dalam pekerjaan sejauh mana mereka mempersepsikan jumlah yang lebih besar dari rewards dan rekognisi bagi kinerja peran mereka d. Distributive Justice-Procedural Justice Distributive justice merupakan persepsi terhadap keadilan sebuah keputusan sedangkan procedural justice merupakan persepsi keadilan terhadap proses yang digunakan dalam menentukan dan mendistribusikan sumber daya yang ada. Ketika karyawan memiliki persepsi yang tinggi terhadap keadilan organisasi, mereka akan lebih mungkin untuk merasa

11 wajib adil untuk berperforma dalam peran mereka dengan memberikan diri mereka sendiri melalui tingkat engagement yang lebih besar (Saks, 2006). e. Keterlibatan dalam pembuatan keputusan, sejauh mana karyawan merasa mampu menyuarakan ide mereka, manajer mendengar pandangan karyawannya dan menghargai kontribusi dari karyawan, kesempatan karyawan untuk mengembangkan pekerjaan mereka, dan sejauh mana organisasi perhatian terhadap kesehatan dan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan engagement (Robinson, 2004). f. Komunikasi Perusahan harus mengikuti kebijakan pintu terbuka. Harus ada komunikasi ke atas dan ke bawah dengan jalur komunikasi yang tepat dalam organisasi. Jika karyawan diizinkan dalam memberikan pembuatan keputusan dan benar-benar di dengar oleh pemimpinnya, maka level engagement akan tinggi (Vazirani, 2007). g. Kepemimpinan Organisasi yang sukses menghargai setiap kualitas dan kontribusi karyawan tanpa menghiraukan level pekerjaan mereka (Vazirani, 2007). Pemimpin yang efektif mampu mempengaruhi pengikutnya untuk dapat mencapai tujuan organisasi. Pemimpin memiliki peran penting dalam mengembangkan engagement dengan menunjukkan karakteristik yang mendorong engagement, seperti mau berbagi visi organisasi dan menjadi supportive (Taran, Shuck, Gutierrez, & Baralt, 2009).

12 h. Health and Safety Penelitian telah mengindikasikan bahwa level engagement rendah jika karyawan merasa tidak aman ketika bekerja. Oleh sebab itu, organisasi seharusnya membuat metode dan sistem yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan karyawan (Vazirani, 2007). i. Job Satisfaction Hanya karyawan yang puas yang dapat menjadi karyawan yang engaged. Oleh sebab itu, sangat penting bagi organisasi untuk melihat pekerjaan yang diberikan kepada karyawan dan membuat suatu tujuan karir dimana hal tersebut akan membuat mereka menikmati pekerjaan mereka dan otomatis akan puas dengan pekerjaannya (Vazirani, 2007). j. Kepercayaan dan Integritas Seorang manajer harus mengkomunikasikan dengan baik dan memegang perkataannya (The Conference Board dalam Siddhanta & Roy, 2010). Karyawan yang mempercayai pemimpin-pemimpin di organisasi karena pemimpin yang mengatur irama dari kebudayaan organisasi dan menginspirasi kinerja dan komitmen yang tinggi akan mendorong engagement. Kepercayaan yang tinggi pada manajer dan pemimpinpemimpin senior berhubungan dengan skor engagement yang tinggi (Blessing White, 2010).

13 B. Kepercayaan kepada Pemimpin Kepercayaan merupakan topik yang telah banyak dipeljari dan telah diidentifikasi sebagai salah satu konstruk yang paling sering diteliti dalam literatur organisasi (Burke, Sims, Lazzara & Salas, 2007). Gambetta (1988) mendefinisikan kepercayaan organisasi sebagai evaluasi terhadap rasa percaya pada organisasi yang dipersepsikan oleh karyawan, dimana karyawan memiliki kepercayaan diri bahwa organisasi akan menunjukkan tindakan yang menguntungkan dan tidak merugikan karyawannya. Costigan (2006) membagi kepercayaan organisasi menjadi dua jenis, yaitu kepercayaan horizontal dan kepercayaan vertikal. Kepercayaan horizontal merupakan kepercayaan diantara sesama rekan kerja, sedangkan kepercayaan vertikal merupakan kepercayaan antara atasan-bawahan ataupun pemimpin dengan bawahannya. Beberapa dekade terakhir, kepercayaan kepada pemimpin menjadi konsep yang penting dalam banyak disipilin ilmu, seperti psikologi organisasi manajemen, administrasi publik, komunikasi organisasi dan sebagainya. Dalam penelitian literatur perilaku organisasi, misalnya, kepercayaan diidentifikasi sebagai bagian yang penting dalam teori kepemimpinan (Dirks & Sarlicki, 2000). Tan & Tan (2000) menyatakan bahwa kepercayaan kepada pemimpin dan organisasi merupakan variabel yang saling berhubungan. Pekerja bisa membuat penilaian terhadap kepercayaan organisasi dengan membuat kesimpulan dari interaksi dengan pemimpinnya. Ketika bawahan mempercayai pemimpin, mereka dapat menyamaratakan kepercayaan tersebut ke keseluruhan organisasi karena mereka menerima pemimpin sebagai representasi dari organisasi (Konovsky &

14 Pugh, 1994; Tan, 2000). Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa dengan adanya kepercayaan kepada pemimpin, akan lebih mudah bagi karyawan untuk mengembangkan kepercayaan terhadap organisasi. Laine (2008) menyebutkan ada dua alasan utama mengapa kepercayaan dalam hubungan antara pemimpin atau atasan dengan bawahan itu penting. Alasan pertama dihubungkan dengan cara berhubungan di tempat kerja, karena bagi kebanyakan orang hubungan sosial di tempat kerja menjadi pusat dari interaksi kehidupan mereka setiap hari. Kepercayaan dalam hubungan antara atasan dengan bawahan berhubungan secara sosial karena atasan akan mempengaruhi kesejahteraan karyawannya di tempat kerja. Alasan kedua karena sejauh ini masih sedikit penelitian empiris mengenai kepercayaan dalam konteks kepemimpinan. Padahal pemimpin memiliki peran penting dalam menentukan efektivitas organisasi pada semua level (individu, tim, unit) yang ada dalam organisasi (Burke, Sims, Lazzara, & Salas, 2007). Dirks dan Ferrin (2001) menemukan dari hasil metanalisisnya bahwa kepercayaan kepada pemimpin memiliki hubungan yang signifikan dengan dengan outcome individu, seperti kinerja pekerjaan, OCB, turnover intentions, komitmen organisasi dan komitmen terhadap keputusan pemimpin. Studi-studi sebelumnya juga telah menyoroti pentingnya kepercayaan bagi kesejahteraan individu dalam lingkungan bisnis. Kepercayaan merupakan fondasi dari hubungan yang bermanfaat dan sukses diantara individu maupun organisasi (Mayer, Davis, & Schoorman, 1995).

15 1. Definisi Kepercayaan kepada Pemimpin Definisi kepercayaan yang dikutip secara luas berasal dari definisi yang dikemukakan oleh Mayer, Davis, & Schoorman (1995). Mayer dkk. (1995) mendefinisikan kepercayaan sebagai kemauan seseorang untuk menjadi rentan (vulnerable) terhadap tindakan pihak lain dengan mengharapkan hal yang positif dari tindakan pihak lain tersebut. Dua hal penting dari definisi ini adalah adanya harapan positif dan kemauan untuk menjadi rentan, dalam arti, dimana rentan merupakan resiko yang harus diambil dalam menghadapi ketidakpastian. Model kepercayaan Mayer dkk. (1995) ketika diaplikasikan dalam hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, memperkirakan bahwa kepercayaan pada pemimpin akan berfungsi khususnya pada ability, benevolence, dan integrity yang ada pada pemimpin. Ability merupakan sekelompok keterampilan, kompetensi dan karakteristik yang memungkinkan suatu pihak memiliki pengaruh dalam domain yang spesifik. Benevolence merupakan sejauh mana satu pihak (trustee) yakin untuk melakukan hal yang baik terhadap pihak lain yang dipercaya (trustor). Integrity melibatkan persepsi trustor yang dilekati oleh trustee terhadap seperangkat prinsip bahwa trustor menemukan penerimaan. Kelemahan konsep ini adalah belum mengungkapkan bagaimana harapan positif itu dapat dihasilkan (Chugtai, 2010). Kelemahan konsep kepercayaan dari Mayer dkk. (1995) diatasi oleh konsep multidimensional kepercayaan yang dikemukakan oleh Mishra (1996). Mishra (1996) mendefinisikan kepercayaan sebagai kemauan untuk menjadi

16 rentan terhadap pihak lain berdasarkan keyakinan bahwa pihak lain tersebut competen, reliable, openness, dan concern. Mishra dan Mishra (2008) mengembangkan konsep kepercayaan dari Mishra (1996) dengan mengemukakan definisi yang sama, namun dimensi peduli (concern) berubah menjadi compassion, meskipun kedua konstruk tersebut sebenarnya memiliki makna yang sama. Konsep Mishra dan Mishra (2008) dikenal dengan istilah ROCC trust (reliability, openness, competence dan compassion). ROCC trust menjadi kunci elemen yang mempengaruhi seseorang untuk dapat mempercayai pemimpinnya (Mishra & Mishra, 2008). Melalui studistudi penelitian selama hampir dua dekade, Mishra dan Mishra mengidentifikasi empat fondasi kuat bagi individu untuk dapat mempercayai pemimpinnya ataupun orang lain, yaitu didasarkan pada ROCC trust. Definisi kepercayaan lainnya diungkapkan oleh McAllister (1997). McAllister mengemukakan kepercayaan interpersonal sebagai keyakinan individu dan kemauan untuk bertindak berdasarkan kata-kata, tindakan dan keputusan yang lain. Perspektif ini menunjukkan bahwa kepercayaan melibatkan keintiman dengan kepercayaan diri terhadap yang lain, yang dibawa oleh individu ke dalam situasi ketergantungan yang beresiko. McAllister membagi kepercayaan menjadi dua, yaitu cognition-based trust dan affect-based trust. Cognition based trust berdasarkan keyakinan individu terhadap reliabilitas dan dependability. Affectedbased trust berdasarkan saling peduli dan perhatian dalam suatu hubungan. Kepercayaan terhadap pemimpin menurut Tan & Tan (2000) merupakan kemauan dari bawahan untuk menjadi rentan terhadap tindakan supervisornya

17 yang perilaku dan tindakan tersebut tidak dapat dikontrolnya dan yang bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada mereka tujuan dan kebijakan yang telah ditentukan oleh manajemen atas. Persepsi mengenai kepercayaan ini didasarkan pada karakter yang dimiliki oleh pemimpin. Dirks & Ferrin (2002) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan fitur penting dalam hubungan yang dimiliki pemimpin dengan bawahan mereka dan melalui kepercayaan bawahan dan respek dari pimpinan mereka, bawahan akan termotivasi untuk berperforma melebihi dari yang diharapkan. Dirks and Skarlicki (2004) menyatakan bahwa kepercayaan dengan memperhatikan karakter pemimpin adalah penting karena pemimpin memiliki otoritas untuk membuat keputusan yang signifikan yang berdampak terhadap pengikutnya dan kemampuan pengikutnya untuk mencapai tujuan (seperti promosi, bayaran, tugas pekerjaan, pemberhentian sementara). Berdasarkan pendapat yang tersebar diantara peneliti dan para ahli bahwa konsep kepercayaan Mishra memiliki kelebihan daripada konsep kepercayaan lain, sehingga lebih sering digunakan (Chugtai, 2010). Karakteristik kepercayaan dari Mishra paling sering muncul dalam berbagai literatur penelitian dan selangkah lebih maju daripada konsep Mayer dkk (1995) karena Mishra secara eksplisit menetapkan empat karakteristik dari trustee yang mana dapat menimbulkan harapan positif dan mendorong trustor untuk mau mengambil resiko dengan meletakkan kesejahteraannya sendiri di tangan trustee. Berdasarkan uraian di atas, definisi kepercayaan kepada pemimpin merupakan kemauan karyawan untuk menjadi rentan terhadap pihak lain (dalam

18 hal ini adalah pemimpin) bedasarkan keyakinan bahwa pihak tersebut kompeten, terbuka, peduli (compassion) dan reliabel. 2. Aspek- Aspek Kepercayaan Mishra & Mishra (2008) mengkonseptualisasikan aspek-aspek dari kepercayaan sebagai berikut : a. Reliability Seseorang dikatakan reliable ketika berperilaku dalam cara yang seimbang dan konsisten. Bertanggung jawab melakukan apa yang dikatakan untuk dilakukannya. Melakukan sesuatu ketika memiliki kemauan dan akan menunjukkannya ketika ada keinginan dan juga dapat diandalkan. Mengingat hal-hal yang penting bagi orang lain dan menjadi sumber kenyamanan dan keseimbangan dalam kehidupan orang tersebut. Kepercayaan tanpa aspek ini membuat orang lain tidak akan memberikan kesempatan kedua. Reliability memerlukan kata-kata dan tindakan. Adanya ketidakkonsistenan antara kata-kata dan tindakan menurunkan kepercayaan yang juga menyiratkan penjagaan komitmen seseorang. Orang-orang akan lebih mungkin untuk mempercayai pemimpin yang reliable karena itu dapat mengurangi ketidakpastian akan perilaku pemimpin. b. Openness Keterbukaan merupakan kemauan untuk jujur dan terbuka dalam berhubungan dengan orang lain. Individu akan lebih mau mempercayai perkataan seseorang apabila mereka yakin bahwa orang tersebut berkata

19 jujur. Adanya keterbukaan dari diri sendiri juga akan mendorong orang lain untuk lebih terbuka. Jika seseorang itu jujur dengan tetangga, rekan kerja atau anggota keluarganya, maka orang lain akan lebih mau untuk terbuka kepadanya. Menjadi terbuka juga termasuk berlaku wajar dan mau berbagi informasi atau pandangan. Pemimpin menunjukkan openness dengan berbagi informasi dan jujur terhadap satu sama lain. Minimalnya, menjadi terbuka berarti tidak berbohong kepada pihak lain. Sedangkan dalam level terbesarnya, openness berarti penuh penyingkapan (disclosure). Sifat kepercayaan dalam istilah openness membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dikembangkan dibandingkan dengan kepercayaan berdasarkan reliability karena tidak hanya melibatkan perkataan akan kebenaran saja, tetapi juga pernyataan informasi mengenai maksud dan harapan seseorang, dan bagi pemimpin hal ini dapat melibatkan informasi sensitif yang tinggi. Komunikasi yang jujur dan terbuka dapat mengurangi ketidakpastian dan ambiguitas karena membuat tujuan, agenda dan sasaran lebih transparan. Openness sebagai konstruk dari kepercayaan merupakan pertumbuhan informasi. Informasi dibagikan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan atau bersifat pribadi diantara trustee dan trustor. c. Competence Individu tidak ingin mempercayai orang lain sampai orang tersebut dapat melakukan pekerjaan tersebut bahkan ketika sebelumnya orang tersebut digambarkan sebagai seseorang yang reliable dan jujur. Pengalaman

20 langsung dengan orang lain merupakan cara yang lebih meyakinkan untuk memperlihatkan kompetensi yang dimiliki. Pemimpin menunjukkan kompetensi mereka dengan menemukan dan melebihi harapan kinerja dan memberikan hasil yang mendukung tujuan dan sasaran strategi organisasi. Pengikut ingin tahu apakah mereka dapat bergantung pada pemimpin mereka untuk menjadi kompeten dalam menyelesaikan masalah dan mengarahkan mereka kepada solusi. Pengikut akan lebih mungkin untuk merespon usaha yang dikembangkan oleh pemimpin apabila mereka percaya bahwa pemimpin memiliki pengetahuan dan kemampuan yang penting untuk mengasah bakat dan kekuatan mereka. Competene mengacu pada kapabilitas dan keahlian individu untuk dapat tampil dalam tugas-tugas yang spesifik. Perasaan mampu atau kompeten merupakan pusat dari kepercayaan dalam hubungan pemimpin dan pengikutnya karena pengikut tidak akan mungkin mengembangkan kepercayaan terhadap pemimpin, kecuali jika mereka percaya bahwa pemimpin mampu melaksanakan peran kepimimpinan (Whitener, Korsgaard & Werner, 1998). Pemimpin juga dikarakteristikkan dengan bagaimana pengikutnya mempercayai mereka untuk membuat keputusan yang kompeten. d. Compassion Memiliki compassion terhadap orang lain berarti harus mau mengesampingkan kepentingan priadi untuk bisa menjadi benar-benar empati terhadap orang lain. Yang juga berarti harus meletakkan

21 kepentingan orang lain sama atau di atas kepentingan sendiri. Compassion memerlukan waktu yang lama untuk dapat ditunjukkan karena membutuhkan pemahaman atau empati terhadap kebutuhan dan kepentingan orang lain. Compassion dari pemimpin juga dapat membangun hubungan positif dengan karyawannya. Pemimpin yang menunjukkan compassion lebih mungkin untuk meningkatkan hubungan yang membantu perkembangan individu dan pertumbuhan bersama. Seorang individu yang memiliki compassion terhadap orang lain berarti ia harus memiliki kemauan untuk mengatur kepedulian diri sehingga bisa benar-benar berempati terhadap orang lain. Percaya dalam hal concern berarti bahwa kepentingan diri tersebut seimbang dengan minat dalam kesejahteraan orang lain (Mishra, 1996). Aspek-aspek kepercayaan dari Mishra & Mishra (2008) merupakan aspekaspek yang akan digunakan sebagai pengukuran dalam penelitian ini. Review dari literatur-literatur menyingkap bahwa aitem pada skala yang dikembangkan oleh Mishra menyediakan penilaian yang reliabel dan valid dari komponen-komponen kepercayaan yang diidentifikasi oleh Mishra. Selain itu juga karena pendapat yang tersebar di antara peneliti dan ilmuwan menyetujui bahwa keempat faktor kepercayaan dari Mishra (1996) sebelumnya, paling sering muncul pada literaturliteratur penelitian dan menjelaskan bagian lebih besar dari sifat yang dapat dipercaya (Ellis & Zalabak, 2001). Beberapa ilmuwan menganggap dimensi kepercayaan Mishra tersebut sebagai faktor krusial dari kepercayaan (Chugtai, 2010).

22 Kekuatan lainnya dari model Mishra adalah konseptualisasi kepercayaan sebagai konstruk yang multidimensional. Manfaat utama dari pandangan multi dimensi kepercayaan ini yaitu memberikan wawasan yang lebih mendalam dari kompleksitas hubungan kerja (Chugtai, 2010). C. Hubungan antara Kepercayaan kepada Pemimpin dengan Work Engagement Kepercayaan diantara pemimpin dan bawahan memampukan kedua bagian untuk dapat tampil dalam level yang tinggi dan bahkan mencapai tugas-tugas dan tujuan mereka (Kaskivirta, 2011). Untuk dapat dipercaya, sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Mishra & Mishra (2008), seorang pemimpin harus memiliki karakteristik reliability, openness, competence, dan compassion. Ketika karyawan yakin bahwa pemimpin memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan tanggung jawab pekerjaannya secara professional dan efisien, maka mereka lebih mungkin untuk merasa nyaman dan lebih mau untuk memberikan energi mereka dan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya. Level energi dan usaha ini dapat memuncak dalam work engagement yang lebih besar. Pekerja yang merasa bahwa pemimpin mereka tidak sukses dalam memenuhi janji seperti dalam hal insentif, maka level kepercayaannya akan berkurang dan mereka bisa mempersepsikannya sebagai pelanggaran kontrak psikologis (Robinson, 1996). Dalam lingkup ini, pekerja dapat menjadi kurang menunjukkan energi, antusias dan keterlibatan dalam pekerjaan mereka dan lebih

23 mungkin untuk mengurangi level energi, antusias dan keterlibatan mereka bahkan dapat beralih kepada disengagement pada pekerjaan (Schaufeli & Salanova, 2007). Apabila pekerja merasa bahwa pemimpin mengkomunikasikan isu-isu organisasi secara terus terang, terbuka dan jujur, maka ketidakamanan dan keraguan-keraguan akan rendah (Mishra & Sprietzer, 1998). Dalam keadaan seperti ini, pekerja akan cenderung untuk tetap fokus menyelesaikan tujuan pekerjaan mereka dibandingkan selalu sibuk memikirkan perasaan ketidakpercayaan dan keragu-raguaan. Keterlibatan psikologis secara penuh dalam pekerjaan dapat meningkatkan engagement dalam bekerja (Kahn, 1990). Apabila pekerja merasa bahwa mereka tidak dapat mengandalkan pemimpin mereka untuk memberikan penghargaan secara adil bagi usaha mereka, maka kemungkinan mereka akan merasa tidak puas dan akibatnnya dapat menunjukkan berkurangnya antusias, keterikatan dalam pekerjaan mereka. Sebaliknya, ketika karyawan yakin bahwa pemimpinnya memperlakukan mereka secara adil, maka motivasi dan komitmen akan lebih mungkin untuk meningkat. Dalam keadaan seperti ini, karyawan akan lebih mungkin untuk memberikan jumlah yang lebih besar dari sumber mental dan fisik mereka terhadap performa peran, yang selanjutnya akan menghasilkan work engagement yang lebih tinggi (May, Gilson & Harter, 2004; Chugtai 2010). Pekerja yang memiliki keyakinan bahwa pemimpinnya mampu dan terampil (kompeten), mereka lebih mungkin untuk merasa lebih pasti bahwa mereka dapat mengandalkan pemimpinnya untuk menyediakan bantuan dan

24 memandu mereka ketika mereka sedang berada dalam masalah yang berkaitan dengan pekerjaan (Tan & Tan, 2000). Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan membawa kepada work engagement yang kuat. Pekerja yang yakin bahwa pemimpinnya peduli (compassion) terhadap kesejahteraan mereka, memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya dan memperlakukan bawahannya dengan hormat, mereka lebih mungkin untuk mengeluarkan energi yang lebih besar, pengabdian dan minat terhadap pekerjaannya (Saks, 2006). Vazirani (2007) mengatakan bahwa kepemimpinan dan komunikasi merupakan beberapa faktor yang mendorong munculnya engagement. Di dalam kepemimpinan dan komunikasi itu sendiri, kepercayaan merupakan unsur yang penting. Krot & Lewicka (2012) mengungkapkan bahwa kepercayaan merupakan elemen kunci bagi komunikasi yang efektif dan kerjasama tim antara rekan kerja, antara manajer dan karyawannya, dan antara karyawan dengan manajernya. Dengan kata lain, komunikasi dan kepemimpinan yang dibangun dengan adanya unsur kepercayaan akan dapat menimbulkan work engagement karyawan dalam organisasi. Dari studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa meningkatnya kepercayaan menghasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung perilaku dan sikap yang positif di tempat kerja seperti komitmen organisasi dan engagement (Dirks & Ferrin, 2002). Dalam suatu hubungan, kepercayaan merupakan keadaan penting yang menjaga komitmen dan engagement tetap kuat (Dicke, Holwerda, & Kontakos, 2007). Idealnya,

25 pemimpin dan manajemen berbagi semua informasi yang tersedia dalam cara yang jujur dan terus terang (Axelrod, 2000; Dicke dkk., 2007). Dalam hal ini nyata bahwa kepercayaan berada di tangan pemimpin dan manajemennya dimana dengan adanya kepercayaan kepada pemimpin, akan dapat mendorong karyawan untuk menjadi engaged dengan pekerjaannya. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini, yaitu: Kepercayaan kepada pemimpin berpengaruh positif terhadap work engagement. Kepercayaan karyawan kepada pemimpin akan meningkatkan work engagement.

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Work Engagement 1. Definisi Work Engagement Telah banyak studi yang dilakukan mengenai engagement, tetapi sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal mengenai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi sebuah perusahaan. Ketatnya persaingan global menuntut perusahaan harus mampu bertahan dan tampil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Employee Engagement 2.1.1. Definisi Employee Engagement Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini tingkat persaingan bisnis semakin tinggi, terutama dalam memasuki era globalisasi. Pesaing yang muncul bukan hanya kalangan dalam negeri namun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee 60 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Karakteristik Responden Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee Semarang. Dari 65 kuesioner yang dikirim pada bulan Januari 2017, semua kuesioner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari manajemen yang berfokus kepada aspek manusia. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Life Satisfaction (Kepuasan Hidup) 2. 1. 1 Pengertian Diener (1984) mendifinisikan Life Satisfaction sebagai penilaian menyeluruh terhadap kualitas kehidupan seseorang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk.

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan adalah aset dari sebuah perusahaan. Produktivitas dan keuntungan dari perusahaan tergantung pada bagaimana performa dari karyawan tersebut. Karyawan yang performa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam sebuah penelitian ilmiah, tinjauan pustaka merupakan bagian yang penting untuk diuraikan sebagai dasar pijakan dalam membangun suatu konstruk teoritis, sebagai acuan dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi seperti saat ini, perguruan tinggi negeri, swasta asing maupun swasta dalam negeri berkembang pesat di Indonesia. Perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. WORK ENGAGEMENT 1. Definisi Work Engagement Work engagement menjadi istilah yang meluas dan populer (Robinson, 2004). Work engagement memungkinkan individu untuk menanamkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena 1 Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global adalah mempertahankan karyawan yang berkualitas. Karyawan potensial yang engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kominfo Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Nopember

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kominfo Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Nopember BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini sebesar 76 subyek yakni pegawai Kominfo Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik BAB I PENDAHULUAN Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik penelitian. Latar belakang masalah berisi pemaparan mengenai isu konseptual employee engagement dan isu kontekstualnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dinamika lingkungan perusahaan menunjukkan persaingan yang ketat. Sehingga banyak perusahaan berusaha menjadikan organisasi mereka menjadi lebih efisien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Employee engagement merupakan konsep yang relatif baru bagi manajemen. Konsep ini menjadi sebuah pembahasan yang menarik bagi perkembangan ilmu manajemen sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimainkan oleh orang yaitu karyawan dalam organisasi dapat memberikan sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. dimainkan oleh orang yaitu karyawan dalam organisasi dapat memberikan sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, aspek manusia dalam organisasi menjadi salah satu aset yang sangat berpengaruh dan berdampak bagi keberhasilan suatu organisasi. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif yang merupakan suatu bentuk penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Keterikatan Kerja Keterikatan kerja menarik bagi para praktisi dan peneliti akademik, karena keterikatan kerja menampilkan aspek

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Kerja (Work Engagement) 1. Pengertian keterikatan kerja Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya kepemimpinan partisipatif dan Work

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan karena dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi dan tingkat keberlangsungan organisasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di lingkungan PT PGE. Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan di

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali 2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri

Lebih terperinci

Seminar Nasional dan Call for Paper, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Juni 2013; ISSN

Seminar Nasional dan Call for Paper, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Juni 2013; ISSN Anteseden dan Konsekuensi Employee : Studi pada Industri Perbankan Oleh: Susanti Saragih 1 dan Meily Margaretha 2 Universitas Kristen Maranatha, Bandung ABSTRACT This research tried to identify the antecedents

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sistem dan kegiatan manusia yang saling bekerja sama, organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam melakukan kegiatan bisnis, karyawan merupakan suatu aset yang penting bagi organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan berujung pada keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng,

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Resource Management (HRM) memainkan peran yang penting untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng, Chang, & Yeh, 2004; Zulkarnain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga profesional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran yang merupakan inti dari kegiatan sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran yang merupakan inti dari kegiatan sekolah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia adalah aset organisasi yang paling berharga (Shah, 2012), karena tanpa sumber daya manusia yang berkualitas maka organisasi tidak akan bertahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. NADHIRA DANESSA M. ABSTRAK Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan perusahaan

Lebih terperinci

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi. 2 Penentu keberhasilan dan pencapaian tujuan organisasi selalu berkaitan dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. arus globalisasi, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. arus globalisasi, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pada masa ini tak ada satu pun negara dapat menghindarkan diri dan arus globalisasi, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak dikaji. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan untuk tetap bertahan di dalam

Lebih terperinci

KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PADA POLITEKNIK LP3I JAKRTA KAMPUS BEKASI

KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PADA POLITEKNIK LP3I JAKRTA KAMPUS BEKASI KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PADA POLITEKNIK LP3I JAKRTA KAMPUS BEKASI Oleh : 1 Darmawan, 2 Rahmi Rosita Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki engagement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi,

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi memberikan dampak yang besar terhadap perubahan yang sekarang terjadi. Globalisasi ditandai dengan cepatnya pergerakan manusia, barang, jasa, dan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Persaingan di dalam dunia bisnis selalu mengalami perkembangan setiap tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik perusahaan swasta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tidaknya hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tidaknya hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut pandang antara lain dari pendekatan analisis, kedalaman analisis serta sifat permasalahannya. Dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Work Engagement A.1. Definisi Work Engagement Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik organisasi nirlaba atau yang berorientasi laba, berkepentingan untuk memajukan organisasi terutama dalam era globalisasi saat ini dimana persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan juru kunci keberhasilan pendidikan seorang murid. Bagaimana tidak, tugas seorang guru jelas tertuang dalam UU No 14 Tahun 2005 yang dijabarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda (Turmudi dan Sri Harini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap

Lebih terperinci

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT Intisari Winda Nevia Rosa Bagus Riyono Work engagement telah mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job engagement dengan pencapaian target perusahaan hasilnya sangat positif. Perusahaan tidak lagi hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif menuntut setiap organisasi untuk bersikap lebih responsif agar dapat bertahan dan terus berkembang.

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan jaman, banyak perubahan yang terjadi dalam dunia kerja, baik dari sisi individu pekerja maupun dari pihak organisasi sendiri. Hal mendasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi adalah suatu sistem sosial yang dirancang untuk mencapai tujuan dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Team Work Engagment 1. Defenisi Team Work Engagment Work engagement adalah sikap positif yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai yang berada di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor perbankan memegang peranan penting dalam usaha pengembangan disektor ekonomi, dan juga berperan dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian tentang Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Employee Engagement pada

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Pengertian Quality of Work Life Kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah Quality of Work life (QWL) didefinisikan oleh Nawawi (2001) sebagai program yang mencakup

Lebih terperinci