Masalah Lingkungan: Mengelola Sumberdaya Bersama Menghindari Tragedy of the Commons (oleh: Ni Putu Sarilani Wirawan, 1 April 2011)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Masalah Lingkungan: Mengelola Sumberdaya Bersama Menghindari Tragedy of the Commons (oleh: Ni Putu Sarilani Wirawan, 1 April 2011)"

Transkripsi

1 Masalah Lingkungan: Mengelola Sumberdaya Bersama Menghindari Tragedy of the Commons (oleh: Ni Putu Sarilani Wirawan, 1 April 2011) Pada bagian ini akan diulas mengenai pendekatan preventif dan promosi perilaku prososial di dalam konteks permasalahan lingkungan hidup, terutama terkait dengan common goods sebagaimana yang diterangkan melalui konsep tragedy of the common (Hardin, 1960, 1968, 1998). Suatu contoh dari program Pengembangan Kepemimpinan Rare-Pride yang dijalankan oleh Yayasan Orangutan Indonesia di dua desa di Kalimantan Tengah (RarePlanet), akan digunakan untuk memberikan ilustrasi mengenai beberapa bagian dari ulasan ini. Terkait dengan pengelolaan sumberdaya bersama dan menghindari terjadinya tragedy of the common, Ostrom (1990, hal. 90) mendeskripsikan delapan prinsip-prinsip desain yang berisikan elemen-elemen/kondisi-kondisi penting yang perlu dipenuhi untuk mencapai kesuksesan keberlanjutan sumberdaya bersama dan menjamin ketaatan (compliance) dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ke-delapan prinsip ini adalah: 1. Batas-batas didefinisikan dengan jelas: individu atau rumah tangga yang memiliki hak untuk mengakses sumberdaya didefinisikan dengan jelas termasuk pula batasbatas sumberdaya itu sendiri 2. Kongruens antara aturan-aturan yang membatasi dan kondisi-kondisi pemanfaatan dan kondisi lokal. Aturan penggunaan menyatakan pembatasan waktu, tempat, teknologi dan/atau jumlah yang disesuaikan dengan kondisi lokal. Aturan kondisi pemanfaatan menjelaskan tenaga kerja, material dan dana yang diperlukan. 3. Pengaturan pilihan kolektif (collective-choice): individu-individu yang dipengaruhi oleh aturan operasional mengenai sumberdaya ini dapat berpartisipasi untuk memodifikasi aturan yang ada. 4. Monitoring/Pengawasan: orang-orang yang terlibat dalam pengawasan dan secara aktif melakukan audit kondisi sumberdaya dan perilaku pengguna, bertanggung jawab terhadap pengguna atau merupakan pengguna itu sendiri. 5. Sanksi secara bertahap: pengguna yang melanggar aturan operasional yang ditetapkan secara bertahap dikenakan sanksi (sesuai dengan tingkat keseriusan dampak dan tingkat pelanggaran yang dilakukan) oleh pengguna atau pihak berwenang, atau oleh keduanya 6. Mekanisme resolusi konflik: pengguna dan pihak berwenang memiliki akses yang cepat terhadap area lokal yang berbiaya rendah untuk menyelesaikan konflik di antara para pengguna, dan atau antara pengguna dan pihak otoritas.

2 7. Pengakuan minimal terhadap hak pengelolaan: hak para pengguna untuk mengembangkan institusi pengelolaan sumberdaya yang tidak mengalami tantangan dari pihak pemerintah yang berwenang. 8. Nested enterprises: penggunaan, pengaturan, monitoring, penegakan aturan, resolusi konflik, dan kegiatan-kegiatan governance, dikelola dalam beragam lapisan dari pengusahaan yang menetap. Selanjutnya, Ophuls (1973, 1977, dalam Gardner & Stern, 1996) mengidentifikasi empat tipe solusi dasar atau cara-cara untuk mendukung perilaku individual terhadap sumberdaya kepemilikan bersama. Keempat solusi dasar ini adalah: a. Penggunaan peraturan pemerintah, aturan-aturan, dan insentif Menurut Hardin ( 1960, dalam Gardner & Stern, 1996) kelemahan terbesar dari tragedy of the common adalah keinginan manusia untuk menguntungkan diri sendiri secara individual, yang dikombinasikan dengan sumberdaya yang bebas tapi tersedia terbatas dan akses yang bebas, berpotensi menghalangi konservasi sumberdaya dan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hardin menyatakan hanya ada dua solusi untuk mengatasi hal ini, yaitu membatasi akses dan membuat sumberdaya menjadi mahal. Kedua solusi ini memiliki pendekatan yang serupa, yaitu merubah insentif yang diterima oleh individu. Insentif dijelaskan sebagai kondisi positif dan negatif yang meliputi perilaku. Insentif negatif sering juga disebut sebagai disinsentif. Teori belajar operan dari Skinner menjelaskan bahwa perilaku dipelajari melalui proses dimana perilaku berulang adalah fungsi dari konsekuensi-konsekuensi yang diterima. Di dalam tragedy of the common, perilaku memanfaatkan sumberdaya bersama dijelaskan melalui dua alasan: adanya reward yang diterima dari orang yang menggunakan sumberdaya, sementara biaya dikeluarkan oleh orang lain; serta rewards diterima lebih dekat dengan perilaku yang ditampilkan daripada biaya. Perlu untuk selalu diingat bahwa insentif juga dapat memberikan dampak yang tidak diharapkan, positif maupun negatif. Selain itu efektifitas insentif seringkali sangat tergantung pada strategi lain yang diterapkan pada saat bersamaan, terutama pemberian informasi. Terdapat beberapa prinsip dasar yang dapat diterapkan untuk merancang insentif yang efektif. Prinsip dasar (Gardner & Stern, 1996) ini adalah: Buatlah insentif sebesar mungkin, sehingga orang-orang menganggapnya sebagai suatu hal yang serius. Namun jika melebihi ambang batas ini, memperbesar insentif hanya akan menghasilkan sedikit dampak. Jika insentif finansial sudah cukup besar, maka akan lebih efektif dari sisi biaya, jika dikombinasikan dengan mengurangi penghalang dengan strategi lain, misalnya dengan mempromosikan mengenai kemudahan perilaku baru. Padankan insentif dengan penghalang yang mencegah perilaku baru Buat usaha agar orang-orang mengenali insentif dan perilaku yang ingin diubah Buatlah insentif layak/diakui (credible) Temukan insentif yang diterima secara politis

3 Secara umum, insentif yang positif lebih mudah diterima daripada peraturan, kenaikan harga atau mekanisme lain yang memberikan biaya baru kepada individu atau organisasi. Peraturan dan biaya baru akan memiliki kemungkinan untuk diterima jika peraturan dan biaya baru dianggap adil baik karena biaya terdistribusi merata kepada semua orang, maupun karena biaya terbesar ditanggung oleh mereka yang paling banyak mendapatkan keuntungan/manfaat. Rancang sistem insentif untuk menghindari penyalahgunaan Prinsip-prinsip dasar ini menyediakan panduan dalam merancang insentif, namun demikian masih tetap sulit untuk diterapkan (misalnya: apa batasan dari besaran insentif? Bagaimana menemukan insentif yang mudah dikenali namun juga diterima secara politis? Dan sebagainya). Gardner & Stern (1996) kembali menegaskan bahwa orang-orang yang berbeda berespon berbeda terhadap insentif yang berbeda, selain itu orang juga mengalami perubahan, apa yang disukai sekarang belum tentu akan disukai di masa berbeda. Sebagai konsekuensi, siapa pun yang merancang program insentif perlu memasukkan ke dalam rencananya mengenai variasi individual dan mengelola program secara adaptif dengan bersiap memodifikasi program untuk memenuhi kondisi yang dinamis. Oleh karena itu, Gardner & Stern menyarankan dua prinsip tambahan untuk proses perancangan program: Berinteraksi dengan orang-orang yang memahami penghalang kepada perilaku pro-lingkungan yang diharapkan Seperti kita ketahui, penghalang perilaku dan insentif yang paling menarik untuk menyingkirkan penghalang, bervariasi di antara perilaku dan di antara individu. Seringkali cara terbaik untuk memahami penghalang perilaku adalah dengan melakukan observasi, juga bertanya langsung kepada orang-orang yang menjadi target, baik dengan menggunakan kuesioner maupun wawancara mendalam. Tujuan dari interaksi antara perancang program dan kelompok target ini adalah untuk membantu perancang program menemukan paket insentif yang efektif untuk merubah perilaku tertentu dalam tempat dan waktu tertentu. Walaupun sudah ada pengalaman keberhasilan di tempat lain dalam menerapkan paket insentif, perancang program tetap perlu melakukan interaksi ini untuk menentukan hal-hal yang akan bekerja dengan baik pada waktu tertentu di dalam situasi lokal. Cara terbaik untuk mengkaji insentif apa yang akan bekerja dengan baik adalah dengan melibatkan beberapa orang yang menjadi target dari perubahan perilaku untuk secara langsung merancang programnya. Secara kontinu mengevaluasi program. Perancangan program, sebagaimana juga, program insentif, tidak dapat dihindari adalah proses trial and error. Kita tidak akan mengetahui seberapa efektif program yang dirancang sampai ketika program tersebut dijalankan.

4 Karena itu merupakan sebuah prinsip umum, untuk: coba sistem yang terlihat baik lalu amati dengan seksama apa yang terjadi, dan bersiap untuk membuat penyesuaian. Seringkali penanggung jawab program merasa enggan melakukan evaluasi karena kuatir program akan dinilai secara negatif dan dihentikan. Namun demikian, perlu disadari bahwa evaluasi program dapat digunakan untuk memperbaiki rancangan program, terutama jika menggunakan usaha evaluasi yang sistematis. b. Program pendidikan Pendidikan yang dimaksud disini adalah intervensi pemberian informasi serta memperat hubungan antara sikap dan perilaku yang diharapkan, yang ditujukan untuk merubah perilaku dalam jangka pendek, dan tidak merujuk pada program pendidikan lingkungan umum yang bersifat jangka panjang seperti yang dilakukan di sekolah. Gardner & Stern (1996) mengkaji usaha-usaha pendidikan yang menyasar sikap dan keyakinan yang spesifik terhadap lingkungan, serta informasi mengenai tindakan ang dapat dilakukan dalam sikap pro-lingkungan. Pendidikan dapat merubah sikap (attitudes) dan keyakinan (beliefs), tetapi terdapat banyak penghalang di dalam diri individu, maupun yang ada di lingkungan sosial dan ekonomi- yang menghalangi ekspresi sikap pro-lingkungan ke dalam tindakan nyata. Program pendidikan terbaik pun, tidak dapat menyingkirkan penghalang eksternal untuk bertindak, seperti biaya finansial yang harus dikeluarkan atau ketidaknyamanan yang serius. Lebih lanjut, halangan dan batasan eksternal merupakan batas sejauh mana perubahan perilaku dapat terjadi dengan merubah sikap. Semakin tinggi penghalang biaya, ketidaknyamanan, kesulitan teknis maka semakin rendah efek sikap pro-lingkungan terhadap perilaku. Merubah sikap menjadi pro-lingkungan hanya akan berpengaruh kecil pada perilaku yang mahal atau sulit kecuali penghalang eksternal dapat dikurangi. c. Proses-proses sosial (kelompok kecil/kelompok komunitas) yang informal Solusi ini sejalan dengan pemikiran dan prinsip-prinsip mengelola sumberdaya bersama yang dikemukakan oleh Ostrom di dalam bukunya Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action (1990). Ostrom menemukan bahwa keberhasilan mengembangkan sistem pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas yang berkelanjutan ditentukan oleh: karakteristik sumberdaya; karakteristik kelompok pengguna sumberdaya; aturan yang dikembangkan; dan tindakan-tindakan pemerintah di tingkat regional dan nasional. d. Penggunaan daya tarik moral, agama, dan/atau etika Pendekatan moral, agama, dan atau etika digunakan untuk mendorong perilaku yang tepat terhadap lingkungan.

5 Gardner & Stern (1996) mengadvokasi bahwa tidak ada satu di antara keempat solusi ini yang efektif jika dijalankan secara terpisah. Jika diterapkan tersendiri, tidak ada satu pun solusi yang akan berhasil mencegah tragedy of the commons, dan masalah berkurangnya sumberdaya, polusi, dan masalah lingkungan lainnya. Kesuksesan suatu strategi intervensi, hanya dapat terjadi jika keempat solusi dasar ini diterapkan secara terintegrasi, atau setidaknya sebagian besar dari strategi dasar tersebut. Ilustrasi Kasus: Kampanye Pride untuk penyelamatan Suaka Margasatwa Sungai Lamandau, Kalimantan Tengah Kampanye Pride adalah sebuah program konservasi yang difokuskan pada perubahan perilaku dengan menerapkan metodologi sosial-marketing (Rare Conservation). Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin) yang berpusat di Palangkaraya menjalankan program ini pada periode tahun Kampanye yang dijalankan oleh Yayorin, dengan program manajer Eddy Santoso, ditujukan untuk mengurangi praktek perladangan berpindah di hutan sekitar Suaka Margasatwa Sungai Lamandau yang mengancam keberlangsungan kediaman penting orangutan Kalimantan (RarePlanet). Usaha intervensi ini dilakukan dengan mendorong petani untuk mau mengadopsi perilaku pertanian menetap dan sistem agroforestri yang lebih berkelanjutan, ramah lingkungan dan meningkatkan ekonomi. Petani lokal dari Desa Tempayung dan Desa Babual Baboti (175 KK) yang menjadi kelompok target dari progam ini diberitahukan juga tentang fungsi area hutan selain untuk kediaman orangutan Kalimantan dan keuntungan-keuntungan mengadopsi pertanian menetap dan sistem agroforestri. Para petani diperkenalkan kepada konsep sistem pertanian menetap, menerima pelatihan dan bantuan teknis untuk menggunakan teknik dan akhirnya mengadopsi dan mempraktekkan pertanian menetap sistem agroforestri. Berdasarkan studi baseline, pada saat perencanaan program, ditargetkan bahwa setidaknya 88 KK telah beralih pada pertanian menetap, di akhir periode program. Pada akhir program, di tahun 2010, hasil yang dicapai (hingga April 2010) adalah sebanyak 157 KK (77,72%) dari 202 KK yang tercatat ulang 1. Capaian ini berkontribusi terhadap menurunnya pembukaan lahan pertanian baru (yang biasanya area berhutan atau yang sedang proses suksesi sempurna) seluas 314 hektar (157 KK x 2 hektar/tahun) serta secara nyata mengurangi kejadian kebakaran hutan dengan tidak ditemukannya titik panas api (hotspot) di dalam dan di sekitar kawasan (Santoso E., 2010). Dengan mengkaji konsep-konsep pencegahan dan promosi dalam kesejahteraan terutama terkait lingkungan, dapat dianalisa terdapat beberapa kunci penting di dalam rancangan dan implementasi program yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan Yayorin dalam bekerja dengan kelompok petani lokal. Poin-poin penting ini antara lain adalah: 1 Di awal kampanye jumlah petani peladang berpindah tercatat sebanyak 175 KK akan tetapi dalam perkembangannya ternyata diidentifikasikan bahwa jumlah sebenarnya adalah 202 KK

6 a. Penerapan prinsip-prinsip bekerja dalam komunitas (berdasarkan data penelitian, partisipasi, sense of community, dan menghargai keragaman manusia) secara konsisten oleh keseluruhan tim Yayorin, baik pada saat pengumpulan data dasar, perancangan program, hingga implementasi dan evaluasi dampak. b. Menggunakan proses pengumpulan data dasar yang intensif (survey, FGD, wawancara mendalam dan observasi langsung di lapangan) untuk memahami kondisi awal kelompok target terhadap ancaman lingkungan yang dihadapi, persepsi dan sikap terhadap ancaman, penghalang perubahan perilaku juga perilaku yang diharapkan berubah; serta persepsi terhadap paket insentif yang ditawarkan bagi pengadopsi perilaku baru. c. Menerapkan konsep kekuatan (strengths) dengan fokus pada aksi-aksi yang mungkin dan bisa dilakukan oleh kelompok target terkait dengan perilaku baru yang ditawarkan. Selain itu, juga menyediakan perlindungan (protection) melalui disediakannya kebun belajar untuk berlatih ketrampilan baru di dalam lingkungan yang aman dan tersedianya penyuluh yang siap membantu d. Menggunakan pendekatan solusi yang integratif: Mendapatkan dukungan pemerintah kabupaten (Pemerintah Daerah dan BKSDA SKW II, juga Pemerintah Desa) dan lembaga lain (Proyek Uni Eropa) Menawarkan paket insentif untuk menghilangkan penghalang perubahan perilaku, serta membuat paket insentif dikenal kelompok target juga diterima secara sosial, budaya, dan politis (pelatihan teknis, kebun latihan, menyediakan pembiayaan untuk proses pembelajaran perilaku baru) ; Pendidikan (mengemas pesan dengan kesesuaian terhadap khalayak target; menyediakan berbagai informasi spesifik mengenai perilaku yang diharapkan dengan berbagai media cetak dan audio visual; menggunakan pengingat dan prompts: Hemat di Lahan Sendiri, Berladang menetap lebih menguntungkan, dan Hutan tetap terjaga, panen lebih maksimal ) Bekerja melalui kelompok sosial/kelompok masyarakat informal yang ada di kawasan kerja (pertemuan kelompok petani menggunakan teknik-teknik fasilitasi proses secara partisipatif untuk membuat rencana kegiatan bersama maupun proses umpan balik) Tantangan terbesar dalam setiap program intervensi adalah mempertahankan perubahan perilaku yang sudah terjadi serta meningkatkan jumlah pengadopsi perilaku baru sehingga dapat merubah seluruh populasi target. Saat ini Yayorin masih terus melakukan tindak lanjut untuk menjawab tantangan ini (Santoso E., Teori Perubahan Tindak Lanjut Kampanye SM Sungai Lamandau). Beberapa ruang bagi peningkatan efektifitas program ini dapat dilakukan dengan mulai menerapkan beberapa prinsip yang dikemukakan oleh Ostrom (1990) terutama kongruensi antara aturan-aturan yang membatasi dan kondisi-kondisi pemanfaatan dan kondisi lokal, serta pengaturan pilihan kolektif (collective-choice). Selain itu paket insentif yang disediakan tetap harus menyediakan daya tarik yang cukup besar sehingga perubahan perilaku tetap terpelihara dan dampak penyelamatan Suaka Margasatwa Sungai Lamandau dapat tercapai.

7 Daftar Pustaka Dalton, J. H., Elias, M. J., & Wandersman, A. (2001). Community Psychology: Linking Individuals and Community. Stamford: Thomson Learning. Gardner, G. T., & Stern, P. C. (1996). Environmental Problems and Human Behavior. Boston: Allyn and Bacon. Hardin, G. (1998). Extensions of "The Tragedy of the Commons". Science, 280 (5364), Hardin, G. (1960). The Competitive Exclusion Principle. Science, 131 (3409), Hardin, G. (1968). The Tragedy of the Commons. Science, 162, Orford, J. (1992). Community Psychology: Theory and Practice. New York: John Wiley & Sons, Inc. Ostrom, E. (1990). Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action. New York: Cambridge University Press. Ostrom, E., Burger, J., Field, C. B., Norgaard, R. B., & Policansky, D. (1999). Revisiting The Commons: Local lessons, global challenges. Science, 284, Rare Conservation. (n.d.). Retrieved Maret 2011, from RarePlanet. (n.d.). Retrieved Maret 2011, from Campaign for Sustainable Forest Management: Santoso, E. (2010). Laporan Akhir Proyek Kampanye Bangga Suaka Margasatwa Sungai Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Bogor: Yayorin & RARE. Santoso, E. (n.d.). Teori Perubahan Tindak Lanjut Kampanye SM Sungai Lamandau. Retrieved Maret 2011, from

Policy Paper. Peraturan Desa Tentang Ekowisata Damar Hitam: Apakah Telah Menjadi Solusi Bagi Pengelolaan Sumberdaya Alam yang Lestari?

Policy Paper. Peraturan Desa Tentang Ekowisata Damar Hitam: Apakah Telah Menjadi Solusi Bagi Pengelolaan Sumberdaya Alam yang Lestari? Policy Paper Peraturan Desa Tentang Ekowisata Damar Hitam: Apakah Telah Menjadi Solusi Bagi Pengelolaan Sumberdaya Alam yang Lestari? (Analisa kebijakan tingkat lokal dari aspek problem structuring) Ni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimiliki di Indonesia adalah hutan. Pembukaan hutan di Indonesia merupakan isu lingkungan yang populer selama dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

BAB 6. Analisa Kritis Kampanye

BAB 6. Analisa Kritis Kampanye BAB 6. Analisa Kritis Kampanye Bab Analisa Kritikal memberikan kesempatan untuk melihat hal-hal yang telah berjalan dengan baik pada saat tahap-tahap perencanaan dan pelaksanaan dan di bagian mana perbaikan-perbaikan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 3 Tahun 2004 tentang Tata Ruang Wilayah Berau tahun 2001 2011 tanggal 29 Mei 2004, telah menetapkan secara khusus kawasan alokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan menurut fungsi pokoknya dibagi menjadi tiga yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi (Dephut, 2009). Hutan konservasi sendiri didefinisikan kawasan

Lebih terperinci

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR CUT MEURAH INTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 5. Hasil Kampanye

BAB 5. Hasil Kampanye BAB 5. Hasil Kampanye Seperti tercantum di dalam Rencana Proyek ini, strategi pemantauan perubahan perilaku Pride memiliki 5 tujuan utama, yaitu: 1. Mengukur paparan terhadap kegiatan-kegiatan Pride di

Lebih terperinci

Laporan Triwulan Kedua Inisiatif Masyarakat Kelompok dalam Persiapan HKm dan REDD+ = Bonus sebagai Pencapaian Triwulan Kedua Januari-Maret 2012

Laporan Triwulan Kedua Inisiatif Masyarakat Kelompok dalam Persiapan HKm dan REDD+ = Bonus sebagai Pencapaian Triwulan Kedua Januari-Maret 2012 Laporan Triwulan Kedua Inisiatif Masyarakat Kelompok dalam Persiapan HKm dan REDD+ = Bonus sebagai Pencapaian Triwulan Kedua Januari-Maret 2012 Disusun oleh: Eddy Santoso-Yayorin (Alumni Pride RARE-cohort

Lebih terperinci

Pembuat Laporan : Eddy Santoso-Manajer Kampanye Bangga SMSL

Pembuat Laporan : Eddy Santoso-Manajer Kampanye Bangga SMSL Laporan Kegiatan BROP Judul : Kemajuan Demplot Perladangan Menetap Sistem Kebun Campuran di Desa Khalayak Target Primer (Desa Tempayung dan Desa Babual Baboti) Pembuat Laporan : Eddy Santoso-Manajer Kampanye

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

: Membuat dan Menyebarkan Media Pemasaran Pesan Kampanye Pride Baru untuk SM Sungai Lamandau

: Membuat dan Menyebarkan Media Pemasaran Pesan Kampanye Pride Baru untuk SM Sungai Lamandau Laporan Kegiatan Triwulan Kedua Judul Pembuat Usulan : Membuat dan Menyebarkan Media Pemasaran Pesan Kampanye Pride Baru untuk SM Sungai Lamandau : Manajer Alumni Kampanye Bangga SMSL Waktu : Februari-April

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Data Balai Pemantapan Kawasan Hutan Jawa-Madura tahun 2004 menunjukkan bahwa kawasan hutan Jawa seluas 3.289.131 hektar, berada dalam kondisi rusak. Lahan kritis di dalam

Lebih terperinci

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan LAMPIRAN 64 65 Lampiran 1 Tugas pokok dan fungsi instansi-instansi terkait No. Instansi Tugas pokok dan fungsi 1 BAPPEDA Tugas pokok: melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang perencanaan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROYEK KAMPANYE BANGGA SUAKA MARGASATWA SUNGAI LAMANDAU Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia

LAPORAN AKHIR PROYEK KAMPANYE BANGGA SUAKA MARGASATWA SUNGAI LAMANDAU Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia LAPORAN AKHIR PROYEK KAMPANYE BANGGA SUAKA MARGASATWA SUNGAI LAMANDAU Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia Eddy Santoso, Yayasan Orangutan Indonesia, Agustus 2010 Bogor, 2010 Pendahuluan oleh Eddy Santoso

Lebih terperinci

Oleh : Cahyono Susetyo

Oleh : Cahyono Susetyo PENGEMBANGAN MASYARAKAT BERBASIS KELOMPOK Oleh : Cahyono Susetyo 1. PENDAHULUAN Perencanaan partisipatif yang saat ini ramai didengungkan merupakan suatu konsep yang dianggap mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan

Lebih terperinci

1. Peran Penting Manajemen Perubahan 2. Elemen Perubahan 3. Struktur Program Management Office (PMO) Manajemen Perubahan 4.

1. Peran Penting Manajemen Perubahan 2. Elemen Perubahan 3. Struktur Program Management Office (PMO) Manajemen Perubahan 4. 1. Peran Penting Manajemen Perubahan 2. Elemen Perubahan 3. Struktur Program Management Office (PMO) Manajemen Perubahan 4. Pengorganisasian Manajemen Perubahan 5. Tahapan Perubahan Manajemen perubahan

Lebih terperinci

Kuesioner Kebijakan, Instrumen, Kerangka Kerja, Proyek dan Prakarsa Gaya Hidup yang Berkelanjutan

Kuesioner Kebijakan, Instrumen, Kerangka Kerja, Proyek dan Prakarsa Gaya Hidup yang Berkelanjutan Kuesioner Kebijakan, Instrumen, Kerangka Kerja, Proyek dan Prakarsa Gaya Hidup yang Berkelanjutan Selamat Datang di Kuesioner Gaya Hidup yang Berkelanjutan Cara kita menjalani hidup kita sehari-hari pilihan-pilihan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversity jenis hayati dan mega center keanekaragaman hayati. Keanekaragaman ekosistem di Indonesia juga sangat mengagumkan,

Lebih terperinci

Laporan Triwulan I Perjalanan Tindak Lanjut Kampanye REDD+ dan HKm Ekosistem Suaka Margasatwa Sungai Lamandau Oktober-Desember 2011

Laporan Triwulan I Perjalanan Tindak Lanjut Kampanye REDD+ dan HKm Ekosistem Suaka Margasatwa Sungai Lamandau Oktober-Desember 2011 Laporan Triwulan I Perjalanan Tindak Lanjut Kampanye REDD+ dan HKm Ekosistem Suaka Margasatwa Sungai Lamandau Oktober-Desember 2011 Disusun oleh: Eddy Santoso-Yayorin (Alumni Pride RARE-cohort 3 metamorfosa)

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Tingkat implementasi Advice Planning di wilayah penelitian dapat dikategorikan rendah.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan yaitu: 1. Tahap Perencanaan, yang dilaksanakan pada bulan September 2006 Februari 2007, dilaksanakan di Aceh

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT KEBERHASILAN TATANAN SOSIAL GLOBAL DAN EKONOMI BERORIENTASI PASAR. www.kas.de

SYARAT-SYARAT KEBERHASILAN TATANAN SOSIAL GLOBAL DAN EKONOMI BERORIENTASI PASAR. www.kas.de SYARAT-SYARAT KEBERHASILAN TATANAN SOSIAL GLOBAL DAN EKONOMI BERORIENTASI PASAR www.kas.de DAFTAR ISI 3 MUKADIMAH 3 KAIDAH- KAIDAH POKOK 1. Kerangka hukum...3 2. Kepemilikan properti dan lapangan kerja...3

Lebih terperinci

Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau

Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau Minggu, 15 April 2018 12:16 WIB Dokumentasi - Bibit padi di lahan gambut (ANTARA News / Virna Puspa S) Sudah dua tahun lahan gambut di Desa Tanjung Putri, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

BAB III Tahapan Pendampingan KTH BAB III Tahapan Pendampingan KTH Teknik Pendampingan KTH 15 Pelaksanaan kegiatan pendampingan KTH sangat tergantung pada kondisi KTH, kebutuhan dan permasalahan riil yang dihadapi oleh KTH dalam melaksanakan

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

BAB 7. Strategi Tindak Lanjut Kampanye Bangga Suaka Margasatwa Sungai Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia

BAB 7. Strategi Tindak Lanjut Kampanye Bangga Suaka Margasatwa Sungai Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia BAB 7. Strategi Tindak Lanjut Kampanye Bangga Suaka Margasatwa Sungai Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia Pendahuluan Kampanye Suaka Margasatwa Sungai Lamandau dapat dikatakan sebagai keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Visi dan Misi 4.1.1. Visi Bertitik tolak dari dasar filosofi pembangunan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi

TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 1. Pembentukan Wilayah KPH Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi harus dilaksanakan proses pembentukan

Lebih terperinci

G. Tindak Lanjut. Pendahuluan

G. Tindak Lanjut. Pendahuluan G. Tindak Lanjut Pendahuluan Program Kampanye Pride di Taman Nasional Ujung Kulon telah menunjukkan hasil yang positif, dalam mencapai perubahan perilaku maupun dampak konservasi, sebagai contoh terdapat

Lebih terperinci

Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015

Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 Topik Pengantar Masalah Solusi: Keberlanjutan Peran PT (Perguruan Tinggi) Cara membentuk

Lebih terperinci

: Cetak, Bea Kirim dan Distribusi Media Pemasaran Pesan Kampanye Pride SM Sungai Lamandau. : Manajer Alumni Kampanye Bangga SMSL

: Cetak, Bea Kirim dan Distribusi Media Pemasaran Pesan Kampanye Pride SM Sungai Lamandau. : Manajer Alumni Kampanye Bangga SMSL Laporan Kegiatan (triwulan pertama) Judul Pembuat Usulan : Cetak, Bea Kirim dan Distribusi Media Pemasaran Pesan Kampanye Pride SM Sungai Lamandau : Manajer Alumni Kampanye Bangga SMSL Waktu : November

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia Tuhan memang diperuntukkan bagi manusia sehingga harus dimanfaatkan atau diambil manfaatnya. Di sisi lain dalam mengambil manfaat hutan harus

Lebih terperinci

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Indonesia selama ini diwarnai dengan ketidakadilan distribusi manfaat hutan terhadap masyarakat lokal. Pengelolaan hutan sejak jaman kolonial

Lebih terperinci

kelimpahan air dalam jangka pendek. Tetapi jika hal tersebut tidak dilakukan maka sumber air yang ada saat ini tidak mampu mendukung kehidupan

kelimpahan air dalam jangka pendek. Tetapi jika hal tersebut tidak dilakukan maka sumber air yang ada saat ini tidak mampu mendukung kehidupan VI. PEMBAHASAN Hasil kegiatan kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing merupakan rangkaian kegiatan mulai perencanaan dengan mengetahui masalah, mencari solusi, memetakan kekuatan dan kekurangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu paradigma pembangunan perdesaan yang bersifat bottom-up

I. PENDAHULUAN. Salah satu paradigma pembangunan perdesaan yang bersifat bottom-up I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu paradigma pembangunan perdesaan yang bersifat bottom-up dikenal dengan istilah pendekatan pembangunan endogen untuk pedesaan (endegoneous rural development

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi 2.1.1 Pengertian Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah usaha yang kompleks dan tidak memiliki kesamaan persis dengan proyek manapun sebelumnya sehingga

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN 3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN Semua organisasi organisasi yang terlibat dalam kegiatan nuklir jelas memiliki perhatian yang sama terhadap pemeliharaan dan peningkatan keselamatan. Tetapi

Lebih terperinci

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 2 Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Program Pengembangan Masyarakat (Community Development), seharusnya disesuaikan dengan persoalan yang terjadi secara spesifik pada suatu

Lebih terperinci

Laporan Strategi Tindak Lanjut Kampanye Bangga Suaka Margasatwa Sungai Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia November 2010 Oktober 2011

Laporan Strategi Tindak Lanjut Kampanye Bangga Suaka Margasatwa Sungai Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia November 2010 Oktober 2011 Laporan Strategi Tindak Lanjut Kampanye Bangga Suaka Margasatwa Sungai Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah-Indonesia November 2010 Oktober 2011 Disusun oleh : Eddy Santoso-Alumni Siswa Konservasi Pride

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah kawasan suaka alam yang mempunyai

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

G. RENCANA TINDAK LANJUT

G. RENCANA TINDAK LANJUT G. RENCANA TINDAK LANJUT Rencana Tindak Lanjut Kampanye adalah strategi yang diartikulasikan dengan jelas dari langkah-langkah yang perlu diterapkan oleh lembaga mitra dalam periode 1-3 tahun untuk membangun,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

ANALISIS DAYA DUKUNG DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN ANALISIS DAYA DUKUNG DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENDAHULUAN Istilah perencanaan dalam perspektif Diana Conyers dan Peter Hills (1984) merupakan suatu proses berkelanjutan yang melibatkan keputusan-keputusan

Lebih terperinci

The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.

The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. 17-1 17-2 Bab 17 Mengelola Perubahan dan Inovasi Pengantar 17-3 Manajer yang efektif harus memandang pengelolaan perubahan sebagai tanggung jawab yang utuh Organisasi yang gagal merencanakan, mengantisipasi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi

REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi Pembelajaran Akselerasi Bertindak Melihat Mendengar Merasa Siklus Belajar

Lebih terperinci

PROJECT MANAGEMENT BODY OF KNOWLEDGE (PMBOK) PMBOK dikembangkan oleh Project Management. Institute (PMI) sebuah organisasi di Amerika yang

PROJECT MANAGEMENT BODY OF KNOWLEDGE (PMBOK) PMBOK dikembangkan oleh Project Management. Institute (PMI) sebuah organisasi di Amerika yang PROJECT MANAGEMENT BODY OF KNOWLEDGE (PMBOK) PMBOK dikembangkan oleh Project Management Institute (PMI) sebuah organisasi di Amerika yang mengkhususkan diri pada pengembangan manajemen proyek. PMBOK merupakan

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 6 BAB II LANDASAN TEORITIS Salah satu alasan mendasar pendirian kawasan lindung adalah agar keberadaan kawasan tetap utuh selama-lamanya untuk melestarikan nilai-nilai biologi dan budaya yang dimilikinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai kota metropolitan, menjadikan DKI Jakarta sebagai kota tujuan kaum urban untuk bermukim. Richard L Forstall (dalam Ismawan 2008) menempatkan Jakarta di urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran

Lebih terperinci

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR CUT MEURAH INTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung PENDAHULUAN Ekosistem penghasil beragam produk dan jasa lingkungan keberlanjutan kehidupan. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung Nilai guna langsung pangan, serat dan bahan bakar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

: Yayasan Orangutan Sumatera - Orangutan Information Centre. LAPORAN TAHAPAN PELAKSANAAN STRATEGI PENYINGKIR HALANGAN Periode Juli 2009 Februari 2010

: Yayasan Orangutan Sumatera - Orangutan Information Centre. LAPORAN TAHAPAN PELAKSANAAN STRATEGI PENYINGKIR HALANGAN Periode Juli 2009 Februari 2010 Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Centre 2010 LAPORAN TAHAPAN PELAKSANAAN STRATEGI PENYINGKIR HALANGAN Periode Juli 2009 Februari 2010 Program Coordinator : Pride Campaign Manager

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Puluh Kota dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) PLTMH di Jorong Koto Tinggi, Nagari Maek, Kecamatan Bukit Barisan,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Puluh Kota dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) PLTMH di Jorong Koto Tinggi, Nagari Maek, Kecamatan Bukit Barisan, V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari penelitian Pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Jorong Koto Tinggi, Nagari Maek, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Lima Puluh Kota dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pertanian memiliki tantangan dalam ketersediaan sumberdaya lahan. Di samping itu, tingkat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran,

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI

BAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI BAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI A. Pendahuluan Daya tarik ekosistem dan lingkungan dunia memberikan isyarat dan tantangan, dan membujuk jiwa yang selalu mau menguasainya tanpa henti,

Lebih terperinci

TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH?

TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH? TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH? Oleh: Mochamad Wekas Hudoyo, API, MPS PENYULUH PERIKANAN MADYA PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN A. JUSTIFIKASI

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati

Lebih terperinci

LAPORAN FINAL 20 Februari September 2013

LAPORAN FINAL 20 Februari September 2013 LAPORAN FINAL 20 Februari 2013 30 September 2013 Pengembangan Demplot Kebun Campuran Menetap Tanpa Bakar Sebagai Strategi Pencegahan Kebakaran Hutan Suaka Margasatwa Sungai Lamandau dan Peningkatan Pendapatan

Lebih terperinci

Mobilisasi Masyarakat

Mobilisasi Masyarakat Mobilisasi Masyarakat Dalam tulisan ini saya mencoba memadukan beberapa pengalaman dan pengamatan tentang Community Mobilization (Penggerakan Masyarakat), dengan tujuan agar masyarakat ikut melakukan kegiatankegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Berdasarkan Visi dan Misi yang telah dirumuskan, dan mengacu kepada arahan tehnis operasional dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Banjarbaru

Lebih terperinci

STRATEGI TINDAK LANJUT

STRATEGI TINDAK LANJUT VII. STRATEGI TINDAK LANJUT Pendahuluan Kampanye tahap pertama yang dilakukan di Kompleks hutan rawa gambut Sungai Putri baru saja berakhir Juli 2010 lalu. Beberapa capaian yang dicatat dari kampaye tersebut:

Lebih terperinci

Brief Note. Edisi 19, Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan

Brief Note. Edisi 19, Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan Brief Note Edisi 19, 2016 Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan Pengantar Riza Primahendra Dalam perspektif pembangunan, semua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

Segitiga Emas: Masyarakat-Pemerintah-Industri

Segitiga Emas: Masyarakat-Pemerintah-Industri Segitiga Emas: Masyarakat-Pemerintah-Industri Belajar membangun Tata Pemerintahan dari hutan Kalimantan Kalimantan Gold Corporation Limited Segitiga Emas Masyarakat Pemerintah Industri Apakah Tata Pemerintahan

Lebih terperinci

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012 Latar belakang dan konteks Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012 AIPP bekerja untuk mempromosikan hak-hak masyarakat adat. Hak-hak masyarakat adat adalah bagian dari kerangka kerja hak-hak asasi

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

AUDIT ORGANISASI PEMASARAN

AUDIT ORGANISASI PEMASARAN AUDIT ORGANISASI PEMASARAN Pemasaran pada dasarnya adalah keseluruhan dari perusahaan karena pemenuhan kepuasan pelanggan adalah tanggung jawab keseluruhan bagian atau fungsi yang terdapat di perusahaan.konsep

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI TOLOK UKUR DAN TATA CARA PENILAIAN KINERJA PIMPINAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

KETENTUAN MENGENAI TOLOK UKUR DAN TATA CARA PENILAIAN KINERJA PIMPINAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Nomor : 32/SK/K01-SA/2003 TENTANG KETENTUAN MENGENAI TOLOK UKUR DAN TATA CARA PENILAIAN KINERJA PIMPINAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG SENAT AKADEMIK INSTITUT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB 2 BERSAING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI DASAR-DASAR KEUNGGULAN STRATEGIS

BAB 2 BERSAING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI DASAR-DASAR KEUNGGULAN STRATEGIS BAB 2 BERSAING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI DASAR-DASAR KEUNGGULAN STRATEGIS TI Strategis Teknologi tidak lagi merupakan pemikiran terakhir dalam membentuk strategi bisnis, tetapi merupakan penyebab

Lebih terperinci

17.0 PESAN KAMPANYE Strategi pembuatan pesan Pesan-pesan Inti dan Slogan-slogan. G. Strategi Kampanye

17.0 PESAN KAMPANYE Strategi pembuatan pesan Pesan-pesan Inti dan Slogan-slogan. G. Strategi Kampanye 17.0 PESAN KAMPANYE 17.1 Strategi pembuatan pesan Strategi pembuatan pesan bagi petani dan masyarakat akan membantu memandu semua pesan yang dirancang agar dapat mencapai sasaran kampanye kami. Strategi-strategi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan Taman Buru. KHK

Lebih terperinci

Prototip dan Penyebaran CKO dan struktur penghargaan

Prototip dan Penyebaran CKO dan struktur penghargaan Prototip dan Penyebaran CKO dan struktur penghargaan Penyebaran Sistem (System Deployment) Penyebaran penggunaan sistem adalah suatu pengalaman belajar. Sistem yang disebarkan belum tentu langsung dimengerti

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data penelitian yang dilakukan pada bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kebijakan pengendalian alih fungsi

Lebih terperinci

Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah *

Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Pada akhir masa sidang III lalu, Rapat Paripurna DPR mengesahkan salah satu RUU usul inisatif DPR mengenai

Lebih terperinci

FOREST LANDSCAPE RESTORATION

FOREST LANDSCAPE RESTORATION FOREST LANDSCAPE RESTORATION Indonesia Disampaikan dalam Workshop di Wanagama, 7-8 Desember 2009 Forest Landscape Restoration? Istilah pertama kali dicetuskan pada tahun 2001 oleh para ahli forest landscape

Lebih terperinci