KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE)"

Transkripsi

1 KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE) (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: , Vol. XIX No. 36, Pebruari-Mei 2013, h ) Abdul Rokhim 1 Abstrak Dalam konsep negara hukum klasik (rechtsstaat) yang memegang teguh pada asas legalitas, wewenang pemerintah dalam melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan (bestuur handelingen) seperti untuk pelayanan umum dan peningkatan kesejahteraan masyarakat harus senantiasa berdasarkan pada dan dibatasi oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan pemerintahan yang bertumpu pada asas legalitas di bidang pemerintahan (wetsmatigheid van bestuur) bertujuan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dari kemungkinan tindakan penyalahgunaan wewenang pemerintah. Tetapi dalam konsep negara kesejahteraan (welvaar staat; welfare state), wewenang pemerintah yang hanya mengacu pada peraturan perundang-undangan dipandang sudah out of date, tidak memadai dan mempersempit ruang gerak pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, demi kepentingan umum, dalam keadaan tertentu pemerintah dengan menggunakan kekuasaan diskresi (discretionare power; freis ermessen) berwenang menyimpangi peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Kata kunci: Kewenangan; Pemerintahan, Welfare State A. Pendahuluan Wewenang atau kewenangan (bevoegdheid) pada prinsipnya merupakan kemampuan atau kekuasaan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Pada dasarnya, wewenang merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subyek hukum publik di dalam hubungan hukum publik. Kewenangan pemerintahan dalam kaitan ini dikonotasikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan demikian dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dan warga negara. Kewenangan yang di dalamnya terkandung hak dan kewajiban pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu, yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menurut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu. 1 Dr. H. Abdul Rokhim, SH, MH adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang.

2 Persoalannya adalah bagaimana konsep dan cara-cara atau sumber-sumber kewenangan pemerintah itu diperoleh serta bagaimana pembatasannya dalam konteks negara kesejahteraan (Welfare State) menarik untuk dianalisis. B. Konsep Kewenangan Pemerintah Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah kewenangan atau wewenang dapat ditemukan baik dalam konsep hukum publik maupun hukum privat. Secara umum istilah wewenang dalam konsep hukum sering disejajarkan dengan istilah bevoegdheid yang dalam Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia berarti wewenang atau kekuasan (Algra, 1983:74), atau istilah authority yang dalam Black s Law Dictionary berarti: right to exercise powers; to implement and enforce laws (Black, 1970:133). Oleh karena itu, menurut Mochtar Kusumaatmadja (tt:4), seseorang yang mempunyai wewenang formal (formal authority) dengan sendirinya mempunyai kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang pemberian wewenang itu. Pada dasarnya secara yuridis konsep wewenang (authority) selalu berkaitan dengan kekuasaan (power) yang berdasarkan hukum, baik cara memperolehnya maupun cara menggunakannya. Kekuasaan yang diperoleh dan dipergunakan berdasarkan hukum yang demikian ini dalam kepustakaan lazim disebut legal power atau rechtsmacht. Istilah power dalam hal ini berarti: an ability on the part of a person to produce a change in a given legal relation by doing or not doing a given act (Black, 1970:1169). Oleh karena itu, seperti halnya istilah tanggung jawab dan kewajiban sebagaimana tersebut di atas, dalam kepustakaan maupun undang-undang seringkali istilah wewenang dan kekuasaan juga seringkali dipakai secara bergantian untuk menyebut makna yang sama. Menurut Bagir Manan (2000:1-2), wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal, berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan. Selanjutnya, istilah pemerintah seringkali juga dipertukarkan dengan istilah pemerintahan. Bahkan, di kalangan para ahli hukum administrasi dan ilmu administrasi kedua istilah tersebut yang sebenarnya merupakan padanan dari istilah administration, government, administratie, bestuur, dan regering masih menjadi perdebatan yang tidak ada habishabisnya (Fachruddin, 2004:27). Istilah pemerintah menurut Algra (1983:50) dalam arti sempit berarti bestuur, yang meliputi bagian tugas pemerintahan yang tidak termasuk tugas pembuatan undang-undang (legislatif) dan tugas peradilan (yudikatif). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Kuntjoro Purbopranoto (1985:40-41), yang mengatakan bahwa pemerintah dalam arti sempit hanyalah badan pelaksana (executive; bestuur) saja, tidak termasuk badan pembentuk perundangundangan (regelgeven), peradilan (rechtspraak) dan kepolisian (politie). Pendapat ini mengacu pada teori residu dari Van Vollenhoven tentang ruang lingkup kekuasaan pemerintahan dalam arti luas yang meliputi kekuasaan dalam ajaran Catur Praja, yaitu: (1) regelgeven, (2) bestuur/ executive, (3) rechtspraak, dan (4) politie.

3 Istilah pemerintah dan pemerintahan dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan, mengingat kriteria pemerintah juga bergantung kepada cakupan fungsi pemerintahan. Istilah pemerintah berarti organ yang menjalankan pemerintahan, dan pemerintahan merupakan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah. Dari aspek lain, Philipus M. Hadjon (1997:6) memberikan pengertian pemerintah, dalam dua makna yang berbeda, yaitu sebagai organisasi dan sebagai fungsi. Pemaknaan pemerintah yang demikian ini sejalan dengan pengertian administrasi menurut Prajudi Atmosudirdjo (1981:11), yaitu dapat dipandang sebagai aparatur (mechinary) pemerintah, dan sebagai salah satu fungsi dan proses penyelenggaraan tugas pemerintahan. Untuk menghindari terjadinya kesulitan terkait dengan perbedaan sudut pandang pembaca dalam memahami makna pemerintah dalam arti sempit maupun dalam arti luas, sebagai organ maupun fungsi pemerintahan seperti telah diuraikan di atas, dalam tulisan ini istilah pemerintah digunakan dalam arti sempit yang memiliki makna (hampir) sama dengan maksud bestuur atau administrasi, yang dalam hukum administrasi Indonesia digunakan istilah pejabat tata usaha negara. Karena untuk pemerintah dalam arti luas dalam literatur hukum Indonesia seringkali digunakan istilah kekuasaan negara atau yang dalam istilah bahasa Belanda disebut overheid. Dengan merujuk pada pendapat Henc van Marseveen, wewenang (bevoegdheid) dalam konsep hukum publik dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi, dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan (Hadjon, 1997:6). Menurut Bagir Manan (1994:39) kekuasaan (macht) tidak sama artinya dengan wewenang. Kekuasaan menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Wewenang berarti hak dan sekaligus kewajiban (rechten en plichten). C. Sumber dan Cara Memperoleh Kewenangan Pemerintahan Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui tiga cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Pengertian atribusi berdasarkan Ketentuan-ketentuan Umum Hukum Administrasi di Belanda atau Algemene Bepalingen van Administratief Recht (ABAR) sebagaimana telah dikutip oleh Ridwan HR (2007:196) Van attributie van bevoegdheid kan worden gesproken wanner de wet (in materiele zin) een bepaalde bevoegdheid aan een bepaald organ toekent. (Atribusi wewenang dikemukakan bila undang-undang (dalam arti materiil) menyerahkan wewenang tertentu kepada organ tertentu). Selanjutnya, Indroharto (1993:91) mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara: (1) yang berkedudukan sebagai original legislator; (2) yang bertindak sebagai delegated legislator. Di negara Indonesia, original legislator di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi (UUD) dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai pembentuk undangundang; dan di tingkat daerah adalah DPRD bersama-sama dengan pemerintah daerah sebagai pembentuk peraturan daerah. Contoh mengenai delegated legislator, adalah Presiden berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah atau peraturan presiden dimana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan tata usaha tertentu.

4 Sedang, delegasi menurut ABAR berarti pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi wewenang kepada organ lainnya yang akan melaksanakan wewenang yang telah dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri. Dengan demikian, pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Selanjutnya, mengenai mandat, di dalam Algemene Wet Bestuursrecht (AWB) diartikan sebagai pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya. Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat, H.D. van Wijk dan Willem Konijnenbelt (1995:129) memberikan definisi sebagai berikut: 1. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan (toekenning van een bestuursbevoegdheid door een wetgever aan een bestuursorgaan); 2. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya (overdracht van een bevoegdheid van het een bestuursorgaan aan een ander); 3. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya (een bestuursorgaan laat zijn bevoegdheid namen hem uitoefenen door een ander). Berdasarkan uraian di atas berarti atribusi berkenaan dengan pemberian wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain). Jadi, delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi. Dengan demikian, delegasi bermakna pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil keputusan atas tanggung jawabnya sendiri. Artinya, dalam penyerahan wewenang melalui delegasi ini, pemberi wewenang telah lepas dari tanggung jawab hukum atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain. Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi, menurut Phlipus M. Hadjon (1998:9-10):, terdapat syarat-syarat sebagai berikut: 1. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu; 2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundangundangan; 3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi; 4. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut; 5. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut. Selanjutnya, dalam hal mandat, pada hakikatnya tidak ada pemberian maupun penyerahan wewenang. Secara yuridis formal tidak terjadi perubahan wewenang apapun dalam hal mandat, yang ada hanyalah hubungan internal seperti hubungan antara Menteri dengan pegawainya. Menteri mempunyai kewenangan dan melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil

5 keputusan tertentu atas nama Menteri, sementara secara yuridis wewenang (dalam arti hak dan tanggung jawab) tetap berada pada organ kementerian. Dalam hal ini, pegawai memutuskan secara faktual, sedang Menteri secara yuridis. Dalam kajian hukum administrasi, mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan adalah hal penting, karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum (rechtelijke veranwoording) dalam penggunaan wewenang, sejalan dengan salah satu prinsip dalam negara hukum tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban (geen bevoegdheid zonder veran-woordelijkheid atau there is no authority without responsibility). Artinya, di dalam setiap pemberian kewenangan kepada pejabat pemerintahan tertentu tersirat pertanggungjawaban dari pejabat yang bersangkutan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, tampak bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli (originair) yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari teks pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris). Sedangkan, pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, namun hanya ada pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Sementara tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans), tetapi beralih kepada penerima delegasi (delegataris). Sebaliknya, pada mandat, penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans). Dengan demikian, maka tanggung jawab akhir keputusan yang diambil oleh penerima mandat (mandataris) tetap berada pada mandans. Hal ini karena pada dasarnya penerima mandat itu bukan pihak lain dari pemberi mandat. Terkait dengan hal tersebut di atas, Philipus M. Hadjon (1994:8) membuat perbedaan antara delegasi dan mandat sebagaimana tampak pada tabel berikut: a Prosedur pelimpahan b Tanggungjawab & tanggunggugat c Kemungkinan si pemberi menggunakan wewenang itu lagi Perbedaan Delegasi dan Mandat Mandat Delegasi Dalam hubungan rutin Dari suatu organ pemerintahan atasan-bawahan: hal kepada organ lain: dengan biasa kecuali dilarang peraturan perundang-undangan secara tegas Tetap pada pemberi Tanggung jawab dan tanggung mandate Setiap saat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu. gugat beralih kepa delegataris Tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada asas contraries actus. Dalam literatur hukum administrasi juga dikenal pembagian wewenang pemerintahan menurut sifatnya, yaitu yang bersifat terikat, fakultatif dan bebas. Dalam huibungan ini, Indroharto (1993:99-100) mengatakan sebagai berikut: 1. Wewenang terikat, terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak

6 menentukan isi dari keputusan yang harus diambil. Apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil itu terinci, maka wewenang pemerintahan itu sifatnya terikat. 2. Wewenang fakultatif, terjadi apabila badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya. 3. Wewenang bebas, terjadi ketika peraturan dasarnya memberikan kebebasan kepada suatu badan atau pejabat tata usaha negara untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan kepada pejabat tata usana negara yang bersangkutan. Spelt dan Ten Berge membagi kewenangan bebas dalam dua kategori, yaitu: kebebasan kebijaksanaan (beleidsvrijheid) dan kebebasan penilaian (beoordelingsvrijheid). Ada kebebasan kebijaksanaan (wewenang diskresi dalam arti sempit), bila peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintahan, sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak) menggunakannya meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya secara sah dipenuhi. Adapun kebebasan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak sesungguhnya) ada apabila sejauh menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan eksklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah dipenuhi. Berdasarkan pengertian ini, Philipus M. Hadjon (tt:4-5) menyimpulkan adanya dua jenis kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi (discretionare power), yaitu: (1) kewenangan untuk memutus secara mandiri; dan (2) kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar (vage normen). Meskipun kepada pemerintah diberikan kewenangan bebas, dalam suatu negara hukum (rechtsstaat) pada dasarnya tidak terdapat kebebasan dalam arti seluas-luasnya atau kebebasan tanpa batas. Sebab dalam suatu negara hukum, penyerahan wewenang, sifat dan isi wewenang, termasuk pelaksanaan wewenang tunduk pada batas-batas yuridis. Di samping itu, dalam negara hukum juga dianut prinsip bahwa setiap penggunaan wewenang pemerintahan harus disertai dengan pertanggungjawaban hukum. Terlepas dari bagaimana wewenang itu diperoleh, apa isi dan sifat wewenang, serta bagaimana mempertanggung-jawabkan wewenang tersebut, yang pasti bahwa wewenang merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan masalah pemerintahan. Karena berdasarkan pada wewenang inilah pemerintah dapat melakukan berbagai tindakan hukum publik atau tindakan pemerintahan. D. Wewenang Pemerintah dalam Konteks Welfare State Sebagai konsekuensi dari negara hukum, wajib adanya jaminan bagi pemerintah sebagai alat perlengkapan negara untuk dapat menjalankan pemerintahan dan warga negara memiliki hak untuk memperoleh jaminan perlindungan atas apa yang dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, kekuasaan pemerintah tidak lepas dari prinsip legalitas yang di satu pihak bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan dasar kewenangan dalam bertindak dan di lain pihak bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi setiap orang dari kemungkinan tindakan sewenangwenang yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan asas legalitas (wetmatigheid van bestuur), menurut Indroharto (1993:84) kekuasaan dan wewenang bertindak pemerintah sejak awal sudah dapat diprediksi. Wewenang pemerintah yang didasarkan kepada ketentuan perundang-undangan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengetahuinya, sehingga masyarakat dapat menyesuaikannya. Konsekuensi dari asas tersebut berarti setiap tindakan badan/pejabat tata

7 usaha negara harus berdasarkan undang-undang formal, sebagai manifestasi adanya pengakuan dan penghargaan terhadap kedaulatan rakyat. Indroharto mempersoalkan apakah asas legalitas dalam pengertian wetmatigheid van bestuur harus dilaksanakan secara mutlak? Mengingat berkembangnya konsepsi negara hukum modern yang merupakan perpaduan antara konsep negara hukum (klasik) dan negara kesejahteraan (welfare state). Pemerintah di suatu negara yang menganut paham welfare state dituntut memainkan peranan yang lebih luas dan aktif, karena ruang lingkup kesejahteraan rakyat semakin meluas dan mencakup bermacam-macam segi kehidupan. Lemaire, menyebut tugas pemerintah yang demikian itu sebagai bestuurszorg yang dikenal juga dengan istilah public service atau penyelenggaraan kesejahteraan umum yang dilakukan oleh pemerintah (Utrecht, 1960:23). Pembuat undang-undang tidak mungkin mengatur segala macam hak, kewajiban dan kepentingan secara lengkap dalam undang-undang. Atas dasar tuntutan keadaan yang demikian itu, asas legalitas yang dulunya hanya dipahami sebagai wetmatigheid van bestuur (pemerintahan berdasarkan undang-undang) kemudian dipahami sebagai rechtmatigheid van bestuur (pemerintahan menurut hukum). Ruang lingkup wewenang pemerintah dipengaruhi oleh karakteristik tugas yang dibebankan kepadanya. Tugas pemerintah adalah mengikuti tugas negara, yaitu menyelenggarakan sebagian dari tugas negara sebagai organisasi kekuasaan. Adapun tugas pemerintah, menurut Mac Iver (Lukman, 1997:205) dalam dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: (1) cultural function, (2) general welfare function, (3) economic control function. Di Indonesia tugas pemerintah harus sesuai dengan tujuan dibentuknya pemerintah Indonesia menurut Pembukaan UUD 1945 adalah... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan.... Berdasarkan uraian tersebut di atas, berarti negara Indonesia menganut paham negara kesejahteraan (Welfare State) yang tidak jauh berbeda negara-negara lain yang menganut paham yang sama. Dalam rangka menjalankan tugas sesuai tujuan negara tersebut, pemerintah yang merupakan salah satu penyelenggara negara harus diberikan kewenangan yang tepat dan jelas maksud dan tujuannya. Sifat wewenang pemerintahan yang jelas maksud dan tujuannya itu terikat pada waktu tertentu dan tunduk pada batasan-batasan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Sedangkan isinya dapat bersifat umum (abstrak) misalnya membuat suatu peraturan (regulasi) dan dapat pula konkrit dalam bentuk keputusan pemberian izin atau suatu rencana. Adapun sumber wewenang pemerintah, dalam hukum administrasi dikenal tiga sumber kewenangan pemerintah, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Atribusi adalah kekuasaan pemerintah yang langsung diberikan oleh undang-undang. H.D. van Wijk memberikan pengertian atributie sebagai pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah. Sedang, Indroharto (1993:91) mengatakan bahwa atributie adalah pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan perundang-undangan baik yang diadakan oleh original legislator maupun delegated legislator. Adanya pengaruh perubahan pandangan dari wetmatigheid van bestuur menjadi rechtsmatigheid van bestuur mempengaruhi juga konsep atribusi. Sumber wewenang pemerintah tidak lagi semata-mata dari undang-undang sebagai produk originaire wetgevers, melainkan dari perundang-undangan sebagai produk gedelegeerde wetgevers yang dipegang pemerintah. Delegasi, menurut van Wijk (1995:78) adalah: overdracht van een bevoegdheid van het een bestuursorgaan aan een ander (penyerahan wewenang pemerintahan dari suatu badan atau pejabat pemerintah kepada badan atau pejabat pemerintah yang lain). Setelah wewenang

8 diserahkan, pemberi wewenang tidak mempunyai wewenang lagi. Delegasi hanya dapat dilakukan apabila badan yang melimpahkan wewenang sudah mempunyai wewenang melalui atribusi lebih dahulu. Karena itu, delegasi oleh Indroharto diartikan sebagai pelimpahan suatu wewenang yang sudah ada oleh badan atau pejabat pemerintah yang telah memperoleh wewenang pemerintah secara atribusi kepada badan atau pejabat pemerintah lain. Menurut van Wijk, wewenang yang didapat dari delegasi dapat disubdelegasikan lagi kepada subdelegataris. Ketentuan delegasi mutatis mutandis berlaku juga untuk subdelegasi. Selanjutnya, wewenang yang diperoleh melalui atribusi maupun delegasi dapat dimandatkan kepada badan atau pegawai bawahan, apabila pejabat yang memperoleh wewenang itu tidak sanggup melakukan sendiri. Melalui mandat, suatu organ pemerintah mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Berbeda dengan delegasi, pada mandat, mandans (pemberi mandat) tetap berwenang untuk melakukan sendiri wewenangnya apabila ia menginginkan, dan memberi petunjuk kepada mandataris mengenai apa yang diinginkannya. Mandans tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan mandataris. Indroharto (1993:92) menambahkan bahwa pada mandat tidak terjadi perubahan wewenang yang sudah ada dan merupakan hubungan internal pada suatu badan, atau penugasan bawahan melakukan suatu tindakan atas nama dan atas tanggung jawab mandans. Atribusi, delegasi dan mandat merupakan sumber wewenang yang sangat penting bagi suatu negara hukum demokratis, sebab sesuai dengan salah satu asas negara hukum demokratis adalah setiap tindakan pemerintah harus dilakukan berdasarkan wewenang yang dimiliknya, baik wewenang yang diperoleh secara atributif maupun berdasarkan delegasi atau mandat. Persoalannya adalah apakah izin yang diberikan oleh pemerintah kepada perseorangan atau badan usaha swasta dapat dianalogikan sebagai delegasi wewenang atau mandat pemerintah kepada perseorangan atau badan usaha swasta yang diberi izin? Untuk itu perlu dipahami dulu tentang konsep perizinan dalam perspektif hukum administrasi. Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam hubungan ini, R.J.H.M. Huisman (tt:7) berpendapat bahwa: Een bestuursorgaan kan zich geen bevoedgheid toeigenen. Slechts de wet kan bevoegdheden verlenen. De wetgever kan een bevoegdheid niet allen attribueren aan een bestuursorgaan, maar ook aan ambtenaren (bijvoorbeeld belastinginspecteurs, inspecteur van het milieu, enz.) of zelfs speciale colleges (bijvoorbeld de kiesraad, de pachtkamer), of zelfs aan privaatrechtelijke rechtpersonen. Maksudnya, organ pemerintahan tidak dapat menganggap bahwa ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang. Pembuat undangundang dapat memberikan wewenang pemerintahan tidak hanya kepada organ pemerintahan, tetapi juga terhadap para pegawai (misalnya inspektur pajak, inspektur lingkungan, dan lainlain), atau terhadap badan khusus (seperti dewan pemilihan umum, pengadilan khusus untuk perkara sewa tanah), atau bahkan terhadap badan hukum privat. Wewenang pemerintahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas sejalan dengan prinsip pemerintahan berdasarkan undang-undang (het beginsel van wetmatigheid van bestuur) yang bertumpu pada asas legalitas (legaliteit beginsel) sebagai pilar utama negara hukum. Berdasarkan prinsip ini, sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.

9 E. Kesimpulan Negara Indonesia menganut paham negara kesejahteraan (Welfare State). Dalam rangka menjalankan tugas sesuai tujuan negara tersebut, pemerintah yang merupakan salah satu penyelenggara negara harus diberikan kewenangan yang tepat dan jelas maksud dan tujuannya. Sifat wewenang pemerintahan yang jelas maksud dan tujuannya itu terikat pada waktu tertentu dan tunduk pada batasan-batasan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Sedangkan isinya dapat bersifat umum (abstrak) misalnya membuat suatu peraturan (regulasi) dan dapat pula konkrit dalam bentuk keputusan pemberian izin atau suatu rencana. Adapun sumber wewenang pemerintah dalam hukum administrasi, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. DAFTAR PUSTAKA Algra, N.E., et al., Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia, Binacipta, Bandung, 1983 Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 13 Mei 2000 Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, Ohio Publishing Co, Cincinnati, 1990 Huisman, R.J.H.M., Algemeen Bestuursrecht: Een Inleiding, Kobra, Amsterdam, t.t. Indroharto. Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Harapan, Irfan Fachruddin. Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah. Bandung: PT Alumni, Kuntjoro Purbopranoto. Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara. Bandung: PT Alumni, Marcus Lukman. Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah Serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, Mochtar Kusumaatmadja. Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, PT Binacipta, Jakarta, t.t.

10 Philipus M. Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Makalah Disampaikan pada Orasi Guru Besar Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 10 Oktober , Tentang Wewenang, Makalah disampaikan pada Penataran Hukum Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, , Pemerintahan Menurut Hukum (Wet-en Rechtmatigheid van Bestuur), Makalah tidak Dipublikasikan, FH Unair, Surabaya, t.t. Philipus M. Hadjon et al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981 Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Spelt, N.M. dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, Penyunting Philipus M. Hadjon. Utrecht, t.p., Utrecht, E., Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, CV Pustaka Tinta Mas, Surabaya, van Wijk, H.D. dan Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Recht, Vuga, s- Gravenhage, 1995.

11

12

13

14

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) Penerapan asas negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan penggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini

Lebih terperinci

WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014

WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 sumber gambar: jurnalrakyat.net I. PENDAHULUAN Negara merupakan sebuah organisasi atau badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

OLEH : EFIK YUSDIANSYAH

OLEH : EFIK YUSDIANSYAH OLEH : EFIK YUSDIANSYAH ISTILAH KEKUASAAN (LEGISLATIF) KEWENANGAN (EKSEKUTIF) KOMPETENSI (YUDISIAL) KEKUASAAN Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain sesuai dengan tujuan dan keinginannya.

Lebih terperinci

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh : 41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of

Lebih terperinci

KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA. Abdul Rokhim 1. Abstrak

KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA. Abdul Rokhim 1. Abstrak KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: 0854-7254, Th. X No. 20, Pebruari 2004, h. 86-91)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah 1.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah Sistem pemerintahan daerah di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Urgensi mengadakan suatu badan peradilan administrasi tidak hanya dimaksudkan sebagai pengawasan ekstern terhadap pelaksanaan Hukum Administrasi Negara sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dr. Herlambang P. Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga herlambang@fh.unair.ac.id POKOK PEMBAHASAN

Lebih terperinci

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 1 IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh NOPYANDRI Fakultas Hukum Universitas Jambi Abstrak Esensi

Lebih terperinci

PERJANJIAN TUKAR BANGUN (RUILSLAG) ASET NEGARA Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Administrasi

PERJANJIAN TUKAR BANGUN (RUILSLAG) ASET NEGARA Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Administrasi PERJANJIAN TUKAR BANGUN (RUILSLAG) ASET NEGARA Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Administrasi (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: 0854-7254, Vol. XX No. 38, Pebruari

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) 18 BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) A. Pengertian Kebijakan Dan Kebijakan Pemerintah 1. Pengertian Kebijakan Istilah kebijakan yang dipergunakan

Lebih terperinci

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang Mulia Hakim Majelis, atas permintaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam perkara sengketa wewenang antara

Lebih terperinci

INSTRUMEN PEMERINTAH

INSTRUMEN PEMERINTAH INSTRUMEN PEMERINTAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN BERTINDAK PEMERINTAH DALAM PERSPEKTIF UNDANG- UNDANG NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN 1 Oleh : Bastian E. Amos 2 ABSTRAK Negara dalam menjaga dan menjamin

Lebih terperinci

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi Negara adalah organisasi kekuasaan (matchtenorganisatie). Maka HAN sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

M Yusrizal Adi S,SH.MH Fakultas Hukum Universitas Medan Area

M Yusrizal Adi S,SH.MH Fakultas Hukum Universitas Medan Area M Yusrizal Adi S,SH.MH Fakultas Hukum Universitas Medan Area HAKEKAT PEMERINTAHAN Pemerintahan memiliki dua arti: 1. Dalam arti Luas disebut regering atau goverment: yakni pelaksanaan tugas selurh badanbadan,

Lebih terperinci

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan SEPINTAS KAJIAN TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PENDELEGASIAN WEWENANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan dan Kewenangan Wakil Kepala Daerah dalam Menandatangani Produk Hukum Daerah Ditinjau dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH 2.1 Pemerintahan Daerah Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewenangan 2.1.1. Pengertian Kewenangan Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata wewenang disamakan dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang

BAB I PENDAHULUAN. apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang memacu pertumbuhan ekonomi adalah kegiatan pembangunan di sektor industri. Pertumbuhan suatu negara dapat dikatakan maju apabila

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DALAM MENGATUR USAHA BIRO PERJALANAN WISATA

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DALAM MENGATUR USAHA BIRO PERJALANAN WISATA KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DALAM MENGATUR USAHA BIRO PERJALANAN WISATA I Ketut Suparta dan I Made Budiasa Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Bali Kampus Bukit Jimbaran, Bali. Telp. +62 0361

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Negara Republik Indonesia. sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Negara Republik Indonesia. sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) disebukan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH. 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH. 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH A. Pengertian Kewenangan 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan Secara konseptual, istilah wewenang

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05 MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi

Lebih terperinci

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Vol. 5 No. 2 Maret 2001, Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH A. Jabatan dan Pejabat dan Penjabat Pengertian

Lebih terperinci

ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA By. FAUZUL FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JATIM 1 PEMBAHASAN Istilah dan Pengertian HAN Ruang Lingkup HAN Fungsi dan Sifat HAN 2 HIKMAH HARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya seiring berjalannya waktu dan saat ini sedang mengalami booming di Halmahera Selatan. Namun pengelolaannya belum berjalan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. investor asing yang menjadi pokok kajian skripsi ini. khusus Polisi Resort Demak untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan

BAB IV PENUTUP. investor asing yang menjadi pokok kajian skripsi ini. khusus Polisi Resort Demak untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan BAB IV PENUTUP Dalam Bab ini Penulis mengemukakan sejumlah kesimpulan sehubungan dengan penggunaan diskresi sebagai alat penyelesaian sengketa dengan keterlibatan investor asing yang menjadi pokok kajian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kriminalisasi terhadap Pemegang Izin Usaha Pertambangan Batubara

ABSTRAK. Kriminalisasi terhadap Pemegang Izin Usaha Pertambangan Batubara 1 2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, penelitian dengan judul: Kriminalisasi terhadap Pemegang Izin Usaha Pertambangan Batubara: Studi Kasus PT Satui Baratama

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) (STUDI KASUS DI RSUD PASAR REBO JAKARTA) TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) (STUDI KASUS DI RSUD PASAR REBO JAKARTA) TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) (STUDI KASUS DI RSUD PASAR REBO JAKARTA) TESIS ALAM SYAH 1006766604 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara Pertemuan XI & XII Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Istilah dan Pengertian Hubungan HAN dengan HTN Sumber HAN Ruang Lingkup HAN Asas Pemerintahan Yang Baik

Lebih terperinci

HAK-HAK ADAT KELAUTAN MASYARAKAT PESISIR DI PROVINSI MALUKU

HAK-HAK ADAT KELAUTAN MASYARAKAT PESISIR DI PROVINSI MALUKU HAK-HAK ADAT KELAUTAN MASYARAKAT PESISIR DI PROVINSI MALUKU Penelitian Studi Hubungan Pusat dan Daerah Kerjasama Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Dengan Universitas Pattimura Ambon Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRACT. Kata kunci: Hukum Tertulis, Hukum Tidak Tertulis, Alat Ukur, Tindak Pemerintahan yang baik

ABSTRACT. Kata kunci: Hukum Tertulis, Hukum Tidak Tertulis, Alat Ukur, Tindak Pemerintahan yang baik Tinjauan tentang Ruang Lingkup dan Alat Ukur Tindak Pemerintahan yang Baik ========================================================== Oleh : Bahder Johan Nasution ABSTRACT As executive institution a government

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewenangan Menurut H.D Stout, kewenangan adalah pengertian yang berasal dari hukum pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM PERATURAN/KEBIJAKAN DIBAWAH PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

KEDUDUKAN HUKUM PERATURAN/KEBIJAKAN DIBAWAH PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS KEDUDUKAN HUKUM PERATURAN/KEBIJAKAN DIBAWAH PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Oleh: Arif Christiono Soebroto, SH.,Msi. (Direktur Analisa Peraturan Perundang-undangan Bappenas)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

Apakah kebijakan dapat dipidana?

Apakah kebijakan dapat dipidana? Apakah kebijakan dapat dipidana? Totok Soeprijanto Pendahuluan Beberapa waktu yang lalu banyak dibicarakan tentang kriminalisasi kebijakan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan menegaskan bahwa kebijakan

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR. pemerintah dalam melaksanakan tindakan hukum publik. Suwoto Mulyosudarmo

BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR. pemerintah dalam melaksanakan tindakan hukum publik. Suwoto Mulyosudarmo BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR 4.1. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional 4.1.1. Sumber-sumber Kewenangan Pemerintah Kewenangan merupakan suatu kekuasaan hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013

KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013 KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013 Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jalan Semolowaru

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto

PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto Pendahuluan Pejabat di lingkungan UNY dapat dikategorikan sebagai pejabat publik, karena UNY merupakan perguruan tinggi milik Pemerintah, sehingga pejabat publik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Cimahi Jl. Raya Cibeber No. 148, Cimahi Selatan

Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Cimahi Jl. Raya Cibeber No. 148, Cimahi Selatan 1 KEABSAHAN PENGGUNAAN KEWENANGAN KEBEBASAN BERTINDAK BAGI PEMERINTAH (DISKRESI) : STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah

Lebih terperinci

HUKUM ADMINISTRASI (NEGARA) POKOK BAHASAN II

HUKUM ADMINISTRASI (NEGARA) POKOK BAHASAN II HUKUM ADMINISTRASI (NEGARA) Oleh: M. Guntur Hamzah (Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin) POKOK BAHASAN II SEJARAH HUKUM ADMINISTRASI KEDUDUKAN HUKUM ADMINISTRASI DALAM KONSEP TRIAS POLITIKA ISTILAH DAN

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI Prof. Dr. HM. LAICA MARZUKI, S.H. PENDAHULUAN Pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambaran tentang tinjauan kepustakaan atas diskresi yang Penulis uraikan dalam bab ini tidak lain dimaksudkan yntuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah, yaitu bagaimana diskresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

PEMBAGIAN KEKUASAAN ( HORIZONTAL DAN VERTIKAL ) Maulana Mukhlis, S.Sos. M.IP. blog.unila.ac.id/maulana

PEMBAGIAN KEKUASAAN ( HORIZONTAL DAN VERTIKAL ) Maulana Mukhlis, S.Sos. M.IP. blog.unila.ac.id/maulana PEMBAGIAN KEKUASAAN ( HORIZONTAL DAN VERTIKAL ) Maulana Mukhlis, S.Sos. M.IP. blog.unila.ac.id/maulana Pengantar Pembagian Dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat Mencegah kesewenang-wenangan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya di dalam penjelasan umum

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Perbuatan hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan 2 yaitu: hukum administrasi negara meliputi 4 (empat) macam, penetapan rencana norma jabaran legislasi-semu Perbuatan 2 hukum tersebut dituangkan ke dalam

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERBUATAN PEMERINTAH

BENTUK-BENTUK PERBUATAN PEMERINTAH BENTUK-BENTUK PERBUATAN PEMERINTAH Maisara Sunge Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Pemerintah atau administrasi negara sebagai subjek hukum, atau pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah menyatakan diri sebagai negara hukum. Gagasan negara hukum secara umum dapat diartikan bahwa segala

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI By. FAUZUL FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JATIM 1 PEMBAHASAN Sekilas tentang Negara Hukum Negara Hukum yang Demokratis Istilah dan Pengertian HAN Ruang Lingkup HAN Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. WEWENANG PEMERINTAHAN Agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan baik maka si penerima tugas seharusnya diberi wewenang untuk pengambilan keputusan yang dianggap sangat penting

Lebih terperinci

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan, SH.Mkn Hukum Administrasi Negara RUANG LINGKUP Pengantar hukum tata negara Indonesia belum menyelidiki secara mendalam kaidah-kaidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi:

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WEWENANG, ADMINISTRASI PERTANAHAN, OTONOMI DAERAH, TANAH DAN PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WEWENANG, ADMINISTRASI PERTANAHAN, OTONOMI DAERAH, TANAH DAN PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WEWENANG, ADMINISTRASI PERTANAHAN, OTONOMI DAERAH, TANAH DAN PERUMAHAN A. Tinjauan Umum tentang Wewenang 1. Pengertian Wewenang Pelaksanaan tugas oleh setiap pejabat pemerintahan

Lebih terperinci

penjual minuman keras yang lolos dari hukum.

penjual minuman keras yang lolos dari hukum. 95 masyarakat terbuka dengan pihak kepolisian sehingga masih banyak penjual minuman keras yang lolos dari hukum. Kendala dalam pelaksanaan sanksi yang berasal dari faktor lingkungan masyarakat dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah akan membuat rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. daerah akan membuat rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak lepas dari adanya penggunaan serta pemanfaatan anggaran dan pendapatan daerah. Setiap tahunnya pemerintah daerah

Lebih terperinci

OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H.

OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H. NAMA CURRICULUM VITAE PEKERJAAN JABATAN PENDIDIKAN TERAKHIR BIDANG AGUS NGADINO, S.H.,M.H. DOSEN SEKRETARIS BAGIAN HUKUM

Lebih terperinci

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011 REPOSISI PERATURAN DESA DALAM KAJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 1 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum 2 Pendahuluan Ada hal yang menarik tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET 2.1 Perlindungan Hukum Dan Perizinan 2.1.1 Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Lebih terperinci

BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI

BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI A. Pengertian dan Azas-azas Perizinan Persoalan perizinan akan menjadi menarik jika dihubungkan dengan tatanan negara pada saat ini. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semangat reformasi mengharapkan suatu penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih dari segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di seluruh wilayah

Lebih terperinci

Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEDUDUKAN HAN DALAM ILMU HUKUM Charlyna S. Purba, S.H.,M.H Email: charlyna_shinta@yahoo.com Website:

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

ANALISIS PASAL 51 PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 Oleh : Eko Budianto

ANALISIS PASAL 51 PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 Oleh : Eko Budianto ANALISIS PASAL 51 PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 Oleh : Eko Budianto Abstrak Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria,

Lebih terperinci

PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR*

PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR* Jurnal Hukum POSITUM Vol. 1, No. 1, Desember 2016, Hal 39-50 P-ISSN : 2541-7185 E-ISSN : 2541-7193 PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR* Hernadi Affandi**

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA. OLEH : Fitria, S.H., M.H.

PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA. OLEH : Fitria, S.H., M.H. Pertanggungjawaban, Pengelolaan, Keuangan Daerah PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA OLEH : Fitria, S.H., M.H. ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP Artikel JDIH - 2016 Sengketa Kewenangan dalam UU Administrasi Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN HORISONTAL

LEMBAGA NEGARA DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN HORISONTAL LEMBAGA NEGARA DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN HORISONTAL R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 16/5/2007 SUB POKOK BAHASAN Memahami Macam

Lebih terperinci

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Aju Putrijanti Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jl Prof Soedarto, S.H.,

Lebih terperinci

SUMBER HUKUM A. Pendahuluan

SUMBER HUKUM A. Pendahuluan SUMBER HUKUM A. Pendahuluan Apakah yang dimaksud dengan sumber hukum? Dalam bahasa Inggris, sumber hukum itu disebut source of law. Perkataan sumber hukum itu sebenarnya berbeda dari perkataan dasar hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perbendaharaan Negara disebutkan bahwa Badan Layanan Umum dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perbendaharaan Negara disebutkan bahwa Badan Layanan Umum dibentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Pasal 68 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara disebutkan bahwa Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DISKRESI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

DISKRESI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DISKRESI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN Lutfil Ansori Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta E-mail: fil.ansori@gmail.com Abstrak Tulisan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR 3.1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata usaha negara) merupakan keputusan pemerintah

Lebih terperinci

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK) HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Pengertian kewenangan Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering disamakan

Lebih terperinci

IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN. Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.

IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN. Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum. IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum. Sungguh mengejutkan pernyataan Ekonom Faisal Basri yang menyatakan bahwa : Sayangnya wapres tak bisa di-impeach, tapi mungkin

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 27 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 2.1 Tindakan Pemerintah 2.1.1 Pengertian Tindakan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian bangsa dan pengakaran nilai-nilai budaya sebagai salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian bangsa dan pengakaran nilai-nilai budaya sebagai salah satu upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah mempunyai peran yang sangat strategis sebagai sarana pembinaan keluarga dan pendidikan dasar dan juga berfungsi dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa

Lebih terperinci

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

Lebih terperinci