BAB I PENDAHULUAN. daerah akan membuat rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dikenal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. daerah akan membuat rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dikenal"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak lepas dari adanya penggunaan serta pemanfaatan anggaran dan pendapatan daerah. Setiap tahunnya pemerintah daerah akan membuat rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dikenal dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (yang selanjutnya disingkat APBD), anggaran inilah yang nantinya akan digunakan sebagai pelaksanaan pembangunan di daerah. Dalam APBD, anggaran pendapatan tersebut salah satunya dari Pendapatan Asli Daerah (yang selanjutnya disingkat PAD) yang dapat diperoleh dari pajak daerah serta retribusi daerah. Kabupaten Badung dengan sebanyak 36 objek wisata masih menjadi primadona wisatawan mancanegara yang hendak berkunjung ke Bali. Sebagai salah satu destinasi pariwisata Internasional, sektor pariwisata menjadi tulang punggung perekonomian, disamping adanya sektor pertanian dan sektor kerajinan atau ekonomi kreatif. Ketiga sektor ini menjadi potensi unggul penghasil PAD Kabupaten Badung yang juga merupakan kabupaten dengan PAD terbesar di Bali. Dewasa ini dengan banyaknya pembangunan yang dilakukan, harga tanah semakin meningkat. Seperti di daerah Badung yang merupakan salah satu kabupaten dengan harga tanah yang cukup tinggi dibandingkan kabupaten lain yang terdapat di Bali. Hal ini disebabkan karena kebanyakan daerah di Kabupaten Badung memiliki potensi pariwisata sehingga banyak investor yang akan tertarik membeli tanah dan membangun di dekat kawasan pariwisata. Mengingat begitu 1

2 2 pentingnya kebutuhan dan penggunaan akan tanah dan/atau bangunan yang menghasilkan nilai ekonomis, pemerintah berhak mengadakan iuran berupa wajib membayar pajak tanah dan/atau bangunan bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Dan tentunya rakyat berkewajiban dalam hal membayar iuran wajib berupa pajak kepada negara. Menurut P.J.A. Andriani, pajak adalah iuran pada negara yang dapat dipaksakan, yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintahan. 1 Salah satu jenis pajak yang baru ditetapkan di Indonesia seiring dengan penggalian potensi baru adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (yang selanjutnya disingkat BPHTB) yang mulai diberlakukan sejak tahun BPHTB merupakan salah satu pajak obyektif atau pajak kebendaan dimana pajak terutang didasarkan pertama-tama pada apa yang menjadi obyek pajak baru kemudian memperhatikan siapa yang menjadi subyek pajak. 3 Dasar hukum penerapan pemungutan pajak di Indonesia adalah ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) Pasal 23A yang berbunyi: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. Dari ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa dalam hal pemungutan pajak, pemerintah haruslah didasarkan pada suatu peraturan 1 H. Bohari, 2012, Pengantar Hukum Pajak, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.23 2 Marihot P. Siahaan, 2005, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Teori dan Praktik, PT.RajaGrafindo, Jakarta (selanjutnya disingkat Marihot P. Siahaan I),h.7 3 Ibid, h.44

3 3 perundang-undangan. Oleh karena ketentuan dalam pasal 23A tersebut, Negara mengatur mengenai BPHTB ke dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049, yang selanjutnya disebut UU No.28 Tahun 2009) yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun Diadakannya Undang-Undang ini bertujuan sebagai: 1. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam hal perpajakan dan retribusi; 2. Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintah sekaligus memperkuat otonomi daerah; 3. Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Berlakunya UU No.28 Tahun 2009 ini semula pemungutan pajak BPHTB dipungut oleh Pemerintah Pusat kini beralih menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota,sehingga BPHTB menjadi pajak daerah yang berpotensi meningkatkan PAD dan bertujuan meningkatkan local taxing power di kabupaten/kota. Pajak BPHTB dalam undang-undang ini diatur dalam Bab II tentang Pajak pada bagian ke tujuh belas dari ketentuan Pasal 85 sampai dengan Pasal 93. Dengan beralihnya kewenangan pemungutan pajak BPHTB, maka pemerintah kabupaten Badung telah menetapkan dan memberlakukan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 14 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2010 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 14, yang

4 4 selanjutnya disebut Perda Kabupaten Badung No.14 Tahun 2010) sebagai landasan legalitas pemerintah daerah kabupaten Badung untuk melaksanakan pemungutan pajak BPHTB. Melihat kondisi di masyarakat, pemerintah Kabupaten Badung menyempurnakan kembali Perda Kabupaten Badung No.14 Tahun 2010 dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 28 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 14 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2013 Nomor 28, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 27, yang selanjutnya disebut Perda Kabupaten Badung No.28 Tahun 2013). Dalam perubahan Perda Kabupaten Badung No.28 Tahun 2013 yang dirubah hanyalah ketentuan pada Pasal 6 ayat (2) yaitu pada pengenaan tarif pajak untuk waris yang pada Perda Kabupaten Badung No.14 Tahun 2010 sebelumnya dikenakan pajak sebesar 1% untuk waris sepanjang tetap difungsikan sebagai lahan pertanian, diubah menjadi pengenaan pajak dikenakan sebesar 0% untuk waris atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri. Salah satu objek pajak BPHTB yakni dengan pemindahan hak karena adanya jual beli. Jual beli merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu.transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang dapat memberikan pemasukan berupa pajak dalam jumlah yang relatif besar bagi daerah. Karena jual beli

5 5 merupakan suatu perbuatan hukum yang dapat menimbulkan hutang pajak. 4 Dasar dalam pengenaan pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang dalam hal jual beli adalah harga transaksi. Menurut penjelasan Pasal 5 ayat (2) huruf a Perda Kabupaten Badung No.14 Tahun 2010 Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dengan kata lain harga transaksi merupakan harga riil objek jual beli yang disepakati oleh kedua belah pihak yakni penjual dan pembeli, tanpa harus berpatokan pada nilai pasar objek yang diperjual belikan. 5 Ketentuan tersebut menghendaki bahwa harga transaksi jual beli yang dilaporkan adalah mendekati nilai pasar wajar properti tersebut. Hal ini kadang sulit diterapkan mengingat besarnya harga transaksi akan mempengaruhi biaya-biaya yang berkaitan dengan transaksi tersebut, seperti biaya pengurusan sertifikat, biaya notaris/ppat, Pajak Penghasilan, dan biaya lain yang berkaitan. Oleh karena itu pihak penjual dan pembeli memilih kecenderungan untuk tidak mencantumkan harga transaksi yang sesungguhnya pada akta jual beli yang dibuat dengan maksud untuk mengurangi biaya yang harus ditanggung oleh penjual dan pembeli. 6 Hal tersebut juga terjadi di Bali salah satunya di Kabupaten Badung yang dalam pelaksanaannya masih banyak wajib pajak yang memiliki kecenderungan untuk tidak mencantumkan harga transaksi yang sebenarnya, hal tersebut agar wajib pajak dapat meminimalisir pembayaran pajak BPHTB. Oleh karena adanya kecenderungan tersebut, kemudian dijadikan dasar pemikiran 4 Budi Ispriyaso, Aspek Perpajakan dalam Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan karena Adanya Transaksi Jual Beli, Masalah-masalah Hukum, Volume 34, No.4 Oktober-Desember 2005, h Marihot P. Siahaan I, op.cit, h Ibid, h

6 6 bahwa untuk menentukan dasar pengenaan pajak dibutuhkan suatu unsur sebagai penyangga ( buffer) manakala atas suatu transaksi jual beli harga transaksi yang disepakati penjual dan pembeli serta dituangkan dalam akta jual beli bukan merupakan harga transaksi yang sebenarnya, dan apabila nilai pasar objek perolehan hak tidak diketahui berapa besarnya. Untuk itu pemerintah menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai penyangga dari keadaan tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan harga tranksaksi dan nilai pasar dengan NJOP tanah dan bangunan yang menjadi objek perolehan hak, dengan ketentuan mana yang nilainya paling tinggi itulah yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan pajak. 7 Dalam pengaturan di setiap daerah telah ditentukan bagaimana tata cara pemungutan pajak BPHTB. Hal ini dimaksudkan agar di setiap daerah tetap dapat mendapatkan dana untuk pembangunan pemerintah bagi kepentingan masyarakat. Namun pada pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB khususnya dalam hal jual beli tanah dan/atau bangunan, disinyalir masih belum sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di masing-masing kabupaten/kota. Terdapat perbedaan pelaksanaan salah satunya dalam penentuan NPOP dalam pemungutan pajak BPHTB di setiap kabupaten/kota khususnya pada kabupaten Badung. Dan juga dirasa masih terdapat kendala-kendala dalam hal pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB. Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka permasalahan tersebut menarik untuk diangkat menjadi karya tulis dengan judul : Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas 7 Ibid, h

7 7 Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kabupaten Badung 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokokpokok permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah yang menjadi dasar dalam menentukan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam pemungutan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan pada jual beli tanah dan bangunan di Kabupaten Badung? 2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam jual beli tanah dan bangunan di Kabupaten Badung? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk memperoleh uraian yang lebih jelas, terarah dan sistematis dari pembahasan permasalahan tersebut di atas, maka penulis perlu memberikan adanya batasan-batasan tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup masalah. Adapun yang menjadi ruang lingkup permasalahan, yakni mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB dalam jual beli tanah dan/atau bangunan di kabupaten Badung, apa saja yang menjadi dasar dalam menentukan NPOP, sertamengenai kendala-kendala yang dialami dalam pemungutan pajak BPHTB Orisinalitas Bahwa memang benar skripsi ini merupakan karya tulis asli sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Penulisan mengenai pelaksanaan

8 8 pemungutan pajak BPHTB ini telah ada yang menulis penelitian sejenis namun pokok permasalahan yang dimuat berbeda dengan apa yang penelitian yang akan di bahas dalam skripsi ini. Berikut beberapa judul penelitian dan rumusan masalah yang serupa dalam bentuk tabel sebagai berikut : No. Judul Penelitian Penulis Rumusan Masalah 1. Pengaturan Tentang Pengenaan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Atas Hibah Wasiat 2. Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Jual Beli Tanah dan/atau Bangunan di Kota Semarang I Gusti Agung Putra Wiryawan Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana Sri Ariyanti, B4B Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro a. Bagaimanakah pengaturan pajak hibah wasiat pada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan? b. Bagaimanakah kendala-kendala dalam pengenaan tarif pajak hibah wasiat pada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan a. Bagaimanakan pemungutan BPHTB terhadap transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan? b. Bagaimanakah peranan PPAT/Notaris dalam pemungutan BPHTB? c. Hambatan-hambatan apakah yang timbul dalam pemungutan BPHTB dan bagaimana upaya untuk mengatasinya? 1.5. Tujuan Penelitian Setiap penelitian sudah semestinya memiliki tujuan penelitian yang dapat memberikan arah pada suatu penelitian yang dilakukan. Begitu pula halnya dalam penulisan ini mempunyai 2 (tujuan) yakni tujuan umum dan tujuan khusus, diantaranya : Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, pada bidang pendidikan tentang perpajakan yakni mengenai tata cara

9 9 pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB khususnya dalam jual beli tanah dan/atau bangunan Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui dan memahami tentang tata cara pelaksanaan dan apa aja yang menjadi dasar dalam menentukan NPOP pemungutan pajak BPHTB khususnya dalam jual beli tanah dan/atau bangunan di Kabupaten Badung. 2. Untuk mengetahui dan memahami tentang kendala-kendala dalam pemungutan pajak BPHTB khususnya dalam jual beli tanah dan/atau bangunan di Kabupaten Badung Manfaat Penelitian Setiap penelitian selalu diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beragai pihak. Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian ini yakni terdapat 2 (dua) manfaat, diantaranya: Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini adalah hasil penelitian ini bagi kalangan akademisi diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang hukum pajak khususnya mengenai pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB dalam jual beli tanah dan/atau bangunan. Dan juga semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan bidang perpajakan.

10 Manfaat Praktis Manfaat praktis penulisan dari suatu penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk berbagai pihak. Adapun manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagaiberikut: 1. Bagi pemerintah, dapat sebagai masukan informasi terkait pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB dalam jual beli tanah dan/atau bangunan, serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan pajak pada masyarakat. 2. Bagi masyarakat adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang ingin melakukan pembayaran pajak BPHTB mengenai pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB khususnya dalam jual beli tanah dan/atau bangunan di Kabupaten Badung. 3. Bagi penulis adalah untuk menambah wawasan penulis berkenaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB khususnya dalam jual beli tanah dan/atau bangunan di Kabupaten Badung Landasan Teoritis Dalam penelitian ini digunakan landasan teoritis berupa teori, konsep, dan asas sebagai berikut : Teori Negara Hukum Negara hukum ialah negara yang seluruh aksinya didasarkan dan diatur oleh Undang-Undang yang ditetapkan semula dengan bantuan dari badan pemberi suara rakyat. 8 Selanjutnya mengenai konsep negara hukum berkembang menjadi 8 Sudargo Gautama, 1973, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, h.13

11 11 dua sistem hukum yakni, sistem hukum Eropa Kontinental dengan istilah rechtsstaat dan sistem anglo saxon (rule of law). Setelah adanya perubahan ketiga UUD 1945, konsepsi Negara Hukum Indonesia tertuang secara jelas dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas Hukum ( rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka ( machstsstaat), dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). 9 Menurut Padmo Wahyono, untuk menunjukkan bahwa pola (konsep negara hukum di Indonesia) yang diambil tidak menyimpang dari konsep Negara Hukum pada umumnya (genusbegrip), namun disesuaikan dengan kondisi Indonesia atau digunakan dengan ukuran pandangan hidup ataupun pandangan bernegara. Jadi konsep negara hukum yang diterapkan di Indonesia secara garis besar tetap mengacu pada kriteria-kriteria negara hukum (rechtstaat) tetapi terdapat beberapa tambahan yang disesuaikan dengan kondisi, cara pandang hidup dan bernegara di Indonesia. 10 Maka dari itu konsep negara hukum di Indonesia menurut Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah negara hukum Pancasila. Unsur-unsur negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila, adalah : 1. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara; 2. Adanya pembagian kekuasaan; 9 Winarno, 2007, Pradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, PT.Bumi AKsara, Jakarta, h Padmo Wahyono, 1983, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.7

12 12 3. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, pemerintah harus selalu berdasarkan atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis; 4. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sedangkan khusus untuk Mahkamah Agung harus juga merdeka dari pengaruhpengaruh lainnya. 11 Dari uraian di atas terdapat adanya unsur asas legalitas dalam unsur negara hukum Pancasila. Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaeaan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem Kontinental. 12 Asas legalitas ini sendiri menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Pada mulanya asas legalitas dikenal dalam penarikan pajak oleh negara. Di Inggris dikenal ungkapan : taxation without representation, yang artinya tidak ada pajak tanpa (persetujuan) parlemen adalah perampokan. Hal ini berarti penarikan pajak hanya boleh dilakukan setelah adanya undang-undang yang mengatur pemungutan dan penentuan pajak. Asas ini dinamakan juga dengan kekuasaan undang-undang (de heerschappoj van de wet). 13 Terkait dengan penelitian ini, teori negara hukum dengan asas legalitas sangat diperlukan sebagai teori dasar terutama mengenai perpajakan. Pajak merupakan pungutan oleh Negara yang dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan, dan oleh sebab itu dalam hal pemungutan pajak harus sudah diatur dalam suatu produk hukum, baik itu mengenai besaran pungutan, tata cara pelaksanaan 11 Astim Riyanto, 2006,TeoriKonstitusi, Yapemdo, Bandung, h Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Van Wijk, H.D en Willem Konijnenbelt, 1995, Hoofdstukken van Administratief Recht, Vuga, s-gravenhage, hal.41, Dalam Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 91

13 13 pemungutan pajak BPHTB, serta pengaturan yang lainnya. Selain itu dalam peraturan perundang-undangan haruslah berdasarkan rasa keadilan baik dalam pengenaannya, pemungutannya, maupun beban yang harus dipikul oleh wajib pajak Teori Kewenangan Salah satu pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur). Berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundangundangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. 14 Menurut Indroharto, tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, segala macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya. 15 Prajudi Atmosudirdjo memberikan pendapat mengenai pengertian wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan sebagai berikut : Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberikan oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif /Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik. 16 Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat 14 Ridwan HR, Op.Cit, h Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pusat Sinar Harapan, Jakarta, h Prajudi Atmosudirdjo, 1994, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.78

14 14 atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Dan secara vertikal berartikekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan. 17 Secara teoritis kewenangan yang bersumber dari peraturan perundangundangan tersebut diperoleh dengan tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat. 18 Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut : 19 a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undangundang kepada organ pemerintahan. b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. c. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Teori kewenangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kewenangan oleh Bagir Manan yaitu wewenang sama halnya dengan hak dan kewajiban. Dengan adanya teori kewenangan tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasikan jenis kewenangan yang dapat diberikan dalam melakukan pemungutan pajak BPHTB sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur. Dengan adanya teori kewenangan ini, di 17 Bagir manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah, Makalah pada Seminar Nasional. Fakultas Hukum Unpad, Bandung, 13 Mei 2000, h.1-2, Dalam Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Indroharto, op.cit, h Ridawan HR, op.cit, h.102

15 15 satu sisi pemerintah dianggap memiliki hak dalam memungut pajak dari rakyat dan disisi lain pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menggunakan hasil pungutan pajak bagi perbaikan infrastruktur di daerah demi kesejahteraan rakyat Teori Penegakan Hukum Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsure penilaian pribadi. Atas dasar uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara tritunggal nilai, kaidah, dan pola perilaku. 20 Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang merupakan masalah pokok penegakan hukum itu sendiri. Keberhasilan penegakkan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas penegakkan hukum. Faktor-faktor tersebut meliputi: 21 a. Hukum (Undang-Undang). b. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.. d. Masyarakat, yakni dimana hukum itu diterapkan. e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Teori penegakan hukum digunakan dalam penulisan ini berkaitan dengan penegakan hukum dalam hal pemungutan pajak BPHTB. Dimana dalam pemungutannya selain harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang 20. Soerjono Soekanto, 2014, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h Ibid, h. 8.

16 16 berlaku, juga harus ditunjang dengan sarana dan fasilitas yang memadai agar dapat terlaksana dengan baik Self Assessment System Self Assessment System adalah suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. 22 Ciri-ciriself assessment systemyakni : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri, b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang, c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 23 Sistem ini umumnya diterapkan pada jenis pajak yang wajib pajaknya dipandang cukup mampu untuk menghitung dan menetapkan utang pajaknya sendiri. Oleh karena sistem ini memberikan kepercayaan besar kepada wajib pajak untuk menghitung, menetapkan dan menyetor pajakny asendiri maka akan berhasil dengan baik jika wajib pajak sudah memenuhi syarat-syarat berikut : a. Tax consciousness/kesadaran pajak wajib pajak. b. Kejujuran wajib pajak. c. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak. d. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturanperaturan pajak. Dengan demikian, wajib pajak akan memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undangundang, seperti memasukkan surat pemberitahuan pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, dan sebagainya tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu Tunggal Anshari Setia Negara, 2006, Pengantar Hukum Pajak, Bayumedia Publishing, Malang, h Mardiasmo, 2011, Perpajakan edisi Revisi 2008, ANDI, Yogyakarta, h.7 24 Tunggul Anshari Setia Negara, op.cit, h.59

17 17 Dalam penulisan ini, pemungutan pajak BPHTB itu sendiri menggunakan sistem self assessment, dimana wajib pajak dalam mebayar pajak BPHTB menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang Asas Pemungutan Pajak yang Sehemat Mungkin ( Low Cost of Collection/Efficiency) Untuk tercapainya tujuan dari diadakannya pemungutan pajak, beberapa ahli mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, salah satunya Adam Smith. Memurut Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of Nations mengemukakan 4 (empat) asas pemungutan pajak yang lazim dikenal dengan four canons taxation atau sering disebut The four Maxims terdiri dari empat prinsip yaitu 25 : a. Asas Keadilan/Persamaan (Equality) b. Asas Kepastian (Certainty) c. Asas Ketetapan waktu pemungutan (Conveniency of Payment) d. Asas Pemungutan Pajak yang Sehemat Mungkin ( Low Cost of Collection/Efficiency) Asas yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah asas pemungutan pajak yang sehemat mungkin (Low Cost of Collection/Efficiency). Asas ini menekankan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih dari hasil pajak yang akan diterima. Pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kebutuhan Anggaran Belanja Negara. Hal ini dimaksudkan agar dalam pemungutan pajak dilakukan sehemat dan seefisien mungkin, agar jangan sampai pemungutan pajak tersebut lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. 25 H.Bohari, op.cit, h.41

18 Asumsi Dalam memperhatikan uraian di atas maka asumsi dari permasalahan yang dibahas yakni bahwa dalam pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB dalam jual beli tanah dan/atau bangunan disinyalir terdapat kendala-kendala dalam hal pemungutan pajak BPHTB dalam jual beli tanah dan/atau bangunan khususnya di Kabupaten Badung Metode Penelitian Dalam penyusunan penelitian ini diperlukan ketersediaan data yang obyektif dan ada hubungannya dengan pokok permasalahan yang akan dibahas, serta untuk memperoleh data tersebut dipergunakan metode sebagai berikut : Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris. Penilitian hukum empiris menurut Soerjono Soekanto terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum Jenis Pendekatan Pendekatan terhadap permasalahan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan 2 (dua) cara pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan ( The Statue Approach) dan Pendekatan fakta ( The Fact Approach). Pendekatan fakta merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara penelitian langsung di lapangan berdasarkan fakta yang ada di tempat penelitian, dalam hal ini penelitian yang dilakukan di Kabupaten Badung dalam hal pelaksanaan pemungutan pajak h Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,

19 19 BPHTB dalam jual beli tanah dan/atau bangunan. Sedangkan pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan berdasarkan pada norma-norma hhukum/kaidah-kaidah yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 14 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Peraturan Bupati Nomor 72 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dengan bahasan permasalahan ini Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian deskriptif dapat membentuk teori-teori baru atau dapat memperkuat teori yang sudah ada Data dan Sumber Data Untuk menunjang pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan, sumber data diperoleh dari : a) Data Primer Yang dimaksud data primer adalah data asli yang diperoleh langsung dari sumber pertama 28 Dalam penulisan ini dilakukan penelitian langsung di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung (yang selanjutnya disingkat Dispenda Kabupaten Badung). 27 Amirudin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Ibid, h.30

20 20 b) Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengkaji bahan-bahan bacaan yang ada kaitannya dengan permasalahan, yang diperoleh dari buku-buku, peraturan perundangundangan, majalah, artikel, serta dokumen-dokumen resmi dari pemerintah. 29 Jenis data sekunder dalam penelitian ini meliputi : 1. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersif atau toritatif atau mengikat. Bahan hukum primer dapat berupa peraturan perundangundangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakanyaitu UU No.28 Tahun 2009, Perda Kabupaten Badung No.14 Tahun 2010, sertaperaturan Bupati Badung Nomor 72 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 2. Bahan hukum sekunder yaitu literatur yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dapat berupa buku, majalah-majalah, surat kabar, internet, rancangan undang-undang. 3. Bahan hukum tensier yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diantaranya kamus hukum atau kamus bahasa inggris Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data untuk mengumpulkan data primer dilakukan dengan cara wawancara atau interview. Menurut M. Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan 29 Ibid, h.30

21 21 cara melakukan tanya jawab secara langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden namun dapat juga dilakukan secara tidak langsung dengan telepon atau surat. 30 Teknik wawancara atau interview dilakukan kepada pejabat di Dispenda/Pasedahan Agung Kabupaten Badung. Sedangkan untuk mengumpulkan data sekunder dilakukan dengan cara studi documenter.teknik studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum (baik normatif maupun empiris), karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif Pengolahan dan Analisis Data Setelah data primer dan data sekunder telah terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data. Analisis data ini dilakukan secara analisis kualitatif yaitu penelitian yang mengumpulkan data naturalistik yang terdiri atas data-data yang tidak diolah menjadi angka/tabel, bersifat monografis atau berupa kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi, dan menggunakan pedoman wawancara dan observasi. h M.Mochtar, 1998, Pengantar Metodologi Penelitian, Sinar Karya Dharma IIP, Jakarta. 31 Ibid, h.68

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BADUNG

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BADUNG PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BADUNG Oleh A.A. Istri Chintya Paramitha Putu Gede Arya Sumerthayasa I Ketut

Lebih terperinci

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB negara. 2 Bagi pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan berlaku PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah iuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara. Banyak negara, termasuk Indonesia mengandalkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara utama. 1 Pajak

Lebih terperinci

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun 2 Daerah merupakan landasan bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Kedua Undang-Undang tersebut juga merupakan bukti nyata bahwa Pemerintah berkomitmen melaksanakan pengembangan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah adalah benda yang diciptakan Tuhan sebagai tempat hidup dan berpijak bagi

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG MEMUNGUT BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG MEMUNGUT BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG MEMUNGUT BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Oleh: Ketut Sista Putri Wijaya A.A. Gde Oka Parwata Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas Desentralisasi. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup suatu negara merupakan kelangsungan bagi masyarakatnya. Untuk memenuhi kelangsungan hidup suatu negara diperlukan dana untuk membiayainya. Dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kota Malang dalam segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat merupakan hal besar yang harus mendapatkan perhatianserius dari Pemerintah Kota Malang.

Lebih terperinci

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT Budi Lazarusli* ABSTRAK Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum

BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber penerimaan terbesar bagi negara adalah pendapatan dari sektor pajak. Pajak merupakan salah satu pungutan oleh negara yang pembayarannya bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan persaingan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN UMUM Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daya tarik keindahan alam di pulau Bali banyak menarik minat wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan manca negara. Hal ini menyebabkan berkembangnya

Lebih terperinci

TITIS RONALITA RESMADEWI NIM

TITIS RONALITA RESMADEWI NIM PERAN ADMINISTRASI NOTARIS/PPAT DALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN BPHTB TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI STUDI KASUS PADA KANTOR NOTARIS DAN PPAT IS HARIYANTO IMAM SALWAWI, SH JEMBER LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan Otonomi Daerah, segala macam pembangunan diserahkan langsung kepada tiap-tiap daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi adalah hak, wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam struktur pendapatan negara, Indonesia menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan terbesar yang mencakup pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah

Lebih terperinci

FAKTOR PENGHAMBAT PENAGIHAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR YANG TERTUNGGAK OLEH PEMERINTAH ACEH

FAKTOR PENGHAMBAT PENAGIHAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR YANG TERTUNGGAK OLEH PEMERINTAH ACEH 1 FAKTOR PENGHAMBAT PENAGIHAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR YANG TERTUNGGAK OLEH PEMERINTAH ACEH Anhar Nasution (Fakultas Hukum, Universitas Ubudiyah Indonesia) Jummaidi Saputra (Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN 1 PENGERTIAN PAJAK (2) Prof. Dr. P.J.A. Adriani: Pajak adalah iuran kepada negara (yg dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak diartikan sebagai pungutan yang di lakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. 1. dari swasta kepada sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. 1. dari swasta kepada sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang sangat potensial untuk pembiayaan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pertahanan dan pembangunan

Lebih terperinci

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK PENGERTIAN PAJAK Negara sebagai suatu organisasi besar tentunya memiliki tujuan berkesinambungan, terutama terkait dengan pembangunan yang berujung pada kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu tentu membutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Lebih terperinci

Judul : Tata Cara Pemungutan, Perhitungan, Dan Pembayaran Pajak Hotel Dan Restoran Nama : Dewa Ayu Kartika Mahariani NIM : ABSTRAK

Judul : Tata Cara Pemungutan, Perhitungan, Dan Pembayaran Pajak Hotel Dan Restoran Nama : Dewa Ayu Kartika Mahariani NIM : ABSTRAK Judul : Tata Cara Pemungutan, Perhitungan, Dan Pembayaran Pajak Hotel Dan Restoran Nama : Dewa Ayu Kartika Mahariani NIM : 1406043071 ABSTRAK Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TINJAUAN YURIDIS BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN (Tinjauan Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karanganyar) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan di segala bidang merupakan tanggung jawab pemerintah dan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

JURNAL TESIS. Oleh : RR. LAKSMI HANDAYANINGSIH NPM :

JURNAL TESIS. Oleh : RR. LAKSMI HANDAYANINGSIH NPM : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM RANGKA EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR HASIL PAJAK DAERAH DI DINAS PENDAPATAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAPORAN PEMBUATAN AKTA ATAU RISALAH LELANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai suatu benda yang keberadaannya merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Hal ini dapat dilihat hampir semua aktivitas manusia berhubungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

BAB I PE DAHULUA. sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak

BAB I PE DAHULUA. sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak 1 BAB I PE DAHULUA A. Latar Belakang Masalah Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Perkembangan Negara yang semakin meningkat untuk memakmurkan rakyatnya disegala bidang yang membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Perundangan yang terbaru. Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun tentang Perdaganganyang terkait dengan e Commerce.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Perundangan yang terbaru. Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun tentang Perdaganganyang terkait dengan e Commerce. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjual barang melalui media internet tak lagi hemat bagi pengusaha. Mereka harus berpikir ulang mencari untung setelah pemerintah melalui Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, setiap pelaksanaan peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah obyek pajak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari pajak pusat menjadi pajak daerah, merupakan langkah strategis dalam dalam pelaksanaan desentralisasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT

ANALISIS PERANAN DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT ANALISIS PERANAN DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT Dini Rahmatika Hidayanti 1 dhy.dinni@gmail.com Transna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BPHTB

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BPHTB 13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BPHTB Untuk memberikan kepastian dan kekuatan hukum pemilikan tanah dan bangunan maka setiap peralihan hak harus dilakukan sesuai dengan hukum yang mengatur setiap peralihan

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Sehubungan dengan itu penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan melalui

Lebih terperinci

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sumber penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai sumber penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan didirikannya negara adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, meningkatkan harkat dan martabat rakyat untuk menjadi manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi total di seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia telah menciptakan suatu kehidupan masyarakat madani, menculnya suatu sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejak 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejak 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daearah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencapai sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Desentralisasi a. Pengertian Desentralisasi Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar dalam negeri yang digunakan pemerintah untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur negara. Sebagian besar masyarakat mengartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Pasal 18 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Pasal 18 ayat (1) 10 BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Tujuan Negara Indonesia sebagaimana dituangkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan. pemerintahan daerah otonom. Pemberlakuan Otonomi daerah sejak

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan. pemerintahan daerah otonom. Pemberlakuan Otonomi daerah sejak 1 BAB I PENDAHULUAN G. Latar Belakang Masalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber keuangan daerah yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom. Pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga manusia akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa suatu apapun juga. Dia lahir ke dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah pada saat ini sedang giatnya melakukan pembangunan di segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keuangan negara yang baik akan menggambarkan keadaan suatu pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu mengoptimalkan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULAUN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik, hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 1 IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh NOPYANDRI Fakultas Hukum Universitas Jambi Abstrak Esensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, banyaknya pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan dan pemekaran daerah yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut telah memberikan batasan yang jelas bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak

BAB I PENDAHULUAN. Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan iuran kepada negara. Sebuah iuran yang wajar, mengingat negara dan mereka yang membayar iuran sesungguhnya saling membutuhkan. Kontraprestasi yang diterima

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, 2007, Hukum Notaris Indonesia, Rafika Aditama, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, 2007, Hukum Notaris Indonesia, Rafika Aditama, Bandung. 117 DAFTAR PUSTAKA Literatur : Adjie, Habib, 2007, Hukum Notaris Indonesia, Rafika Aditama, Bandung. Anastasia, Diana dan Lilis Setiawati, 2009, Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kementrian Dalam Negeri (2013) dalam konteks pengembangan ekonomi suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam upaya menggali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan sebuah negara memerlukan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini pajak merupakan sumber utama dana untuk pembangunan karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Lebih terperinci