PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI
|
|
- Inge Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI Prof. Dr. HM. LAICA MARZUKI, S.H. PENDAHULUAN Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan tidak menyampingkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun Secara mutatis mutandis, hanya perlu diadakan penyesuaian (aanpassing) terhadap UU Nomor 30/2014 dimaksud sepanjang berkaitan dengan kekhususan prosedural daripadanya. Asas lex posterior derogat legi priori (= undang-undang yang datang kemudian menyampingkan undang-undang terdahulu) tidak relevan dengan pemberlakuan UU Nomor 30/2014. PERLUASAN KOMPETENSI UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan memperluas kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana kami catatkan berikut ini. 1
2 1. Menteri Kehakiman RI, ISMAIL SALEH, SH dalam sambutannya, mewakili Pemerintah, di hadapan Sidang DPR RI, tanggal 30 Desember 1986, atas persetujuan DPR RI terhadap RUU tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengemukakan 3 macam perbuatan tata usaha negara (bestuurshandeling): 1) Perbuatan Tata Usaha Negara dalam mengeluarkan Keputusan/K.TUN (= beschikkingsdaad van de administratie); 2) Perbuatan Tata Usaha Negara dalam membuat dan mengeluarkan Peraturan (= regelend daad van de administratie); 3) Perbuatan Materil Tata Usaha Negara (= materieele daad van de administratie); Dikatakan bahwa kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, kelak dikenal dengan UU Nomor 5/1986 (= LN-RI Tahun 1986 Nomor 77) adalah berkenaan dengan Perbuatan Tata Usaha Negara dalam mengeluarkan Keputusan/K.TUN (= beschikkingsdaad van de administratie). Kurang lebih 28 tahun kemudian, di kala pemberlakuan UU Nomor 30/2014 (= LN-RI Tahun 2014 Nomor 292), kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara diperluas, mencakupi pula Perbuatan Materil Tata Usaha Negara (= materieele daad van de administratie) dikenal dengan penamaan: Tindakan Administrasi Pemerintahan (= Tindakan). Pasal 1 angka 8 UU Nomor 30/2014 merumuskan Tindakan Administrasi Pemerintahan (juga disebut Tindakan) adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara sehubungan dengan pemberlakuan UU Nomor 30/2014 adalah memeriksa, mengadili dan memutus: 2
3 - Perbuatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan/K.TUN (beschikkingsdaad) - Tindakan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya dalam melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret/faktual (materieele daad). Tindakan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya berkenaan dengan perbuatan penguasa yang melanggar hukum (onrechmatige overheidsdaad) menurut Pasal 1365 BW Ind tidak lagi menjadi kompetensi absolut Peradilan Umum tetapi telah menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara (= Pasal 85 UU Nomor 30/2014) 2. UU Nomor 30/2014 memperluas cakupan peran subjek Penggugat/Pemohon serta subyek Tergugat/Termohon. Subyek Penggugat/Pemohon meliputi Warga Masyarakat, lebih luas cakupannya atas pemaknaan orang dan badan hukum perdata yang selama ini hanya terkait perannya sebagai pihak yang mengajukan gugatan. Pasal 1. Angka 15 UU Nomor 30/2014 merumuskan Warga Masyarakat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang terkait dengan Keputusan dan/atau Tindakan. Pasal 7. Ayat (2), huruf f dan g UU Nomor 30/2014 mewajibkan Pejabat Pemerintahan memberikan kesempatan kepada Warga Masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat Keputusan dan/atau Tindakan serta wajib memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 hari kerja terhitung sejak Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan. Pasal 7. ayat (2), huruf i UU Nomor 30/2014 mewajibkan Pejabat Pemerintahan membuka akses dokumen Administrasi Pemerintahan kepada Warga Masyarakat, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. 3
4 Pasal 21. ayat (2), (3) UU Nomor 30/2014 membuka peluang bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara guna menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan. Pengadilan Tata Usaha Negara wajib memutuskan permohonan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dimaksud paling lama 21 hari kerja sejak permohonan diajukan. Pasal 21. ayat (4), (5) dan (6) UU Nomor 30/2014 menetapkan bahwa terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat diajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang bakal diputus hakim banding paling lama 21 hari kerja sejak permohonan banding diajukan. Putusan banding bersifat mengikat. Dalam kaitan ini, Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara Dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang. UU Nomor 30/2014 memperluas subyek Tergugat/Termohon, meliputi pihak penyelenggara negara lainnya, disamping Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, kesemuanya selaku unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan. 3. Pasal 62. ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) UU Nomor 30/2014 memungkinkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan menyampaikan Keputusan (K.TUN) melalui sarana elektronis. Penjelasan Pasal 62. ayat (1) UU Nomor 30/2014 memaksudkan sarana elektronis, antara lain faksimile, surat elektronik, dan sebagainya. Dalam proses beracara, suatu Keputusan (K.TUN) yang disampaikan kepada Warga Masyarakat melalui sarana elektronik, berkekuatan sebagai bukti surat. Keputusan (K.TUN) yang diumumkan melalui media elektronik mulai berlaku paling lama 10 hari sejak ditetapkan. Dalam hal terjadi permasalahan dalam kaitannya 4
5 pengirimannya, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan harus memberikan bukti tanggal pengiriman dan penerimaan. 4. Pasal 53. ayat (1), (2), (3) UU Nomor 30/2014 menentukan batas waktu kewajiban bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan guna menetapkan Keputusan (K.TUN) serta batas waktu kewajiban bagi Pejabat Pemerintahan untuk melakukan suatu Tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Jika ketentuan peraturan perundangundangan tidak menentukan batas waktu kewajiban daripadanya maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Apabila dalam batas waktu dimaksud, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan Keputusan (K.TUN) dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak melakukan suatu Tindakan Konkret/Faktual, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum. Tidak salah kiranya manakala hal dimaksud dinamakan Keputusan Fiktif Positif. Pasal 53. ayat (4), (5), (6) UU Nomor 30/2014 meluangkan Warga Masyarakat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memperoleh Keputusan Fiktif Positif. Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Secara prosesuil, putusan pengadilan dapat dimohonkan Peninjauan Kembali (PK) namun tidak menunda pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dimaksud. 5
6 Dalam kaitan ini, Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan Dan/Atau Tindakan Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan. Diadopsinya konsep Keputusan Fiktif Positif dalam UU Nomor 30/2014 tidak dengan seketika menyampingkan pemberlakuan Keputusan Fiktif Negatif, menurut Pasal 3 UU Nomor 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menganggap Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara dipandang telah menolak mengeluarkan suatu K.TUN manakala dalam batas waktu tertentu tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan. UU Nomor 30/2014 tidak menyampingkan atau membatalkan Pasal 3 UU Nomor 5/1986. Hal dimaksud tepergantung sejauhmana Pasal 3 UU Nomor 5/1986 masih merupakan kebutuhan hukum bagi pencari keadilan (justiciabel) dalam praktek upaya hukum administrasi. Lagipula, Pasal 3 UU Nomor 5/1986 berkenaan dengan Keputusan Fiktif Negatif tidak dapat diterapkan bagi pengajuan pemohonan dilakukannya (= atau tidak dilakukannya) Tindakan Konkret/Faktual dari Pejabat Pemerintahan. UU NOMOR 30/2014: FOKUS PADA KEWENANGAN PEMERINTAHAN Pembuat UU Nomor 30/2014 memfokus pengaturan normatifnya pada Kewenangan Pemerintahan, diatur pada Bab V, Pasal 8 s/d Pasal 39 UU Nomor 30/2014. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan serta penyelenggara negara lainnya dalam mengeluarkan Keputusan Administrasi Pemerintahan (K.TUN) dan dalam hal Pejabat Pemerintahan melakukan (atau tidak melakukan) Tindakan Administrasi Pemerintahan didasarkan pada wewenang (= Bevoegdheden) yang dimilikinya. 6
7 Pasal 1. angka 5 UU Nomor 30/2014 merumuskan wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan dimaksud merupakan Kewenangan Pemerintahan. Pasal 1. angka 6 UU Nomor 30/2014 merumuskan Kewenangan Pemerintahan (selanjutnya disebut Kewenangan) adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik. Kewenangan (= bevoegdheden) melekat pada Jabatan (het ambt). Tanpa Jabatan tidak bakal ada Kewenangan! Jabatan (het ambt) adalah badan (= orgaan) hukum publik, merupakan sumber keberadaan Kewenangan. Dalam menfungsikan Kewenangan yang melekat padanya, Jabatan (het ambt) diwakili oleh manusia pribadi (natuurlijke persoon), lazim disebut Pejabat (ambtsdrager) atau Pejabat Pemerintahan. Badan Pemerintahan adalah wujud badan pemerintahan (= bestuursorgaan) dalam format kelembagaan, semacam kementerian, instansi/jawatan yang dalam menfungsikan kewenangannya, juga diwakili oleh Pejabat (ambtsdrager). Hanya Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (atau penyelenggara negara) yang memiliki Wewenang, yang dapat mengeluarkan Keputusan (K.TUN), dan hanya Pejabat Pemerintahan yang berwenang dapat melakukan (atau tidak melakukan) suatu Tindakan Konkret/Faktual. Oleh karena itu, pada setiab Badan dan/atau Jabatan Pemerintahan ditentukan cakupan bidang atau materi wewenangnya, wilayah atau daerah berlakunya Wewenang tersebut serta masa dan tenggang waktu Wewenang itu. 7
8 UU Nomor 30/2014 mengatur Larangan Penyalahgunaan Wewenang. Pasal 17, 18 UU Nomor 30/2014, menetapkan, Larangan Penyalahgunaan Wewenang berupa: a. Larangan melampaui Wewenang apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: - melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang; - melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; - bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan b. Larangan mencampuradukkan Wewenang apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: - di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; - bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan. c. Larangan bertindak sewenang-wenang apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: - tanpa dasar Kewenangan; dan/atau - bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pasal 19 ayat (1), (2) UU Nomor 30/2014 menetapkan, Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan melampaui Wewenang serta Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan secara sewenang-wenang dinyatakan tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan mencampuradukkan Wewenang dapat dibatalkan apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan Wewenang wajib berdasarkan a. peraturan perundang-perundangan. b. AUPB (ABBB) (Pasal 8. ayat (2) UU Nomor 30/2014). 8
9 Pasal 11 UU Nomor 30/2014 menetapkan Kewenangan diperoleh melalui Atribusi, Delegasi, dan/atau Mandat. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Atribusi, tanggung jawab berada pada Pejabat dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan. Menurut Pasal 1 angka 22 UU Nomor 30/2014, Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang. Delegasi (Delegation of Authority) adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat kepada penerima delegasi. Tatkala terjadi pelimpahan kewenangan melalui delegasi, pemberi delegasi kehilangan kewenangan itu. Pelimpahan Kewenangan yang diperoleh melalui mandatum, Mandataris bertindak untuk dan atas nama mandator. Tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada mandator. Dalam melaksanakan wewenangnya, mandataris wajib mencantumkan dirinya selaku pelaksana on behalf of mandator. Pasal 66. ayat (1) UU Nomor 30/2014, menetapkan Keputusan hanya dapat dibatalkan apabila terdapat cacat: a. wewenang; b. prosedur; dan/atau c. substansi. 9
10 CATATAN KRITIS Perlu kiranya membubuhkan catatan kritis pada beberapa ketentuan prosedural, pasal-pasal UU Nomor 30/2014 berikut ini: 1. Pasal 13. ayat (5) UU Nomor 30/2014 menetapkan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Delegasi dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan melalui Delegasi, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada umunya, tatkala terjadi pelimpahan kewenangan melalui Delegasi, pemberi Delegasi kehilangan kewenangan itu. Tanggung jawab dan tanggung gugat beralih seluruhnya pada penerima delegasi. Pemerintah Pusat tidak dapat menggunakan lagi Kewenangan atas dasar delegation of authority kepada daerah-daerah otonom. 2. Pasal 64. ayat (3) UU Nomor 30/2014 mencantumkan, Keputusan pencabutan dapat dilakukan oleh Atasan Pejabat yang menetapkan keputusan. Tidak lazim, Atasan Pejabat mencabut Keputusan Pejabat bawahan. Pada umumnya, Atasan Pejabat yang membatalkan Keputusan Bawahan melalui upaya banding administratif. 3. Pasal 66. ayat (3) UU Nomor 30/2014 mencantumkan, Keputusan pembatalan dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan. Tidak lazim, Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan membatalkan Keputusan-nya sendiri. Pejabat Pemerintahan dimaksud hanya dapat mencabut Keputusan yang dikeluarkannya melalui prosedur keberatan (= bezwaarschriften procedure) pada upaya administrasi. 10
11 4. Pasal 76. ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 30/2014, menetapkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berwenang menyelesaikan keberatan atas Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan yang diajukan oleh Warga Masyarakat. Dalam hal Warga Masyarakat tidak menerima atas penyelesaian keberatan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, Warga Masyarakat dapat mengajukan banding kepada Atasan Pejabat. Dalam hal Warga Masyarakat tidak menerima atas penyelesaian banding oleh Atasan Pejabat, Warga Masyarakat dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Prosedur upaya administratif dimaksud berbeda dengan prosedur administratif menurut Pasal 48 UU Nomor 5/1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. Ditetapkan, dalam hal Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara dimaksud jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan. UU Nomor 5/1986 mensyaratkan penyelesaian upaya administratif secara menyeluruh dan tuntas (uitputten). Pasal 76. ayat (2) dan (3) UU Nomor 30/2014, mensyaratkan penyelesaian upaya administratif terbatas kepada Atasan Pejabat melalui banding administratif. Dalam hal Warga Masyarakat tidak menerima atas penyelesaian banding oleh Atasan Pejabat, 11
12 Warga Masyarakat dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pasal 51. ayat (3) dan (4) UU Nomor 5/1986, menetapkan bahwasanya penyelesaian justisil bagi penyelesaian sengketa tata usaha negara melalui upaya administratif menurut Pasal 48 UU Nomor 5/1986, diserahkan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan selanjutnya dapat diajukan permohonan kasasi. Pembentuk UU Nomor 5/1986, memandang seluruh tahapan upaya administratif merupakan bagian penyelesaian justisil, sehingga tahapan selanjutnya pada acara pemeriksaan peradilan berada pada kewenangan (kompetensi) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Lebih tepat kiranya hal dimaksud dipertanyakan guna diuji melalui upaya judicial review atau legislative review. PENUTUP UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah menjadi bagian hukum administrasi, juga berdampak pada perkembangan kompetensi peradilan tata usaha negara. Bagai pepatah, De teerling is geworpen (= dadu telah dibuang)!, para hakim peradilan administrasi seyogianya menyambut pemberlakuan UU Nomor 30/2014 dengan semangat JUDGES MADE LAW. Jakarta, 26 Januari
13 BIODATA H.M. LAICA MARZUKI Lahir di Tekolampe, Sinjai, Sulawesi Selatan, pada tanggal 5 Mei 1941, adalah Guru Besar Hukum Tata Negara pada Universitas Hasanuddin (UNHAS), Makassar. Mantan Hakim Agung, dan sejak bulan Agustus 2003, menjadi Hakim Konstitusi, kelak memegang jabatan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi hingga memasuki masa purna bakhti pada tanggal 1 Juni Pernah menjadi Ketua Program Studi Ilmu Hukum ( Magister ) Pascasarjana UNHAS, dan Ketua Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum LPPM, UNHAS. Lulus Fakultas Hukum UNHAS, Makassar pada bulan Agustus 1979, lalu menempuh studi lanjutan dalam rangka Sandwich Program di Leiden, Negeri Belanda ( ) dan penyusunan buku Hukum Administrasi di Utrecht ( ), Negeri Belanda, kemudian menyelesaikan studi Doktor ( S3 ) pada Pascasarjana, Universitas Padjadjaran ( UNPAD ), Bandung, di kala tanggal 5 Juli
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP
TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b510afc8b68/bahasa-hukum--diskresi-pejabatpemerintahan
Lebih terperinciPdengan Persetujuan Bersama
info kebijakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. LATAR BELAKANG ada tanggal 17 Oktober 2014 Pdengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
Lebih terperinciDiskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diundangkan 17 Oktober 2014, tiga
Lebih terperinciKETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN
Lebih terperinciMakalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN
Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb
No.1442, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Sengketa PEMILU. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN
Lebih terperinciKOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)
Lebih terperinciPengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)
Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009
Lebih terperinciPraktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara
Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara Bagian Pertama : Gugatan Oleh Ayi Solehudin Pendahuluan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu pilar peradilan dari empat peradilan yang
Lebih terperinciKEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI
KEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI Publicadm.blogspot.com I. PENDAHULUAN Salah satu permasalahan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan keuangan
Lebih terperinciPengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga
Pengujian Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pokok Bahasan Dasar Hukum Pengujian Peraturan Memahami pengujian peraturan di Mahkamah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa
Lebih terperinciBAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara
BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000
Lebih terperinci2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2015 MA. Penyalahgunaan Wewenang. Penilaian Unsur. Pedoman Beracara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM
Lebih terperinciQUO VADIS KEPUTUSAN FIKTIF NEGATIF? (Catatan Pinggir pasca berlakunya UU KIP)
QUO VADIS KEPUTUSAN FIKTIF NEGATIF? (Catatan Pinggir pasca berlakunya UU KIP) Oleh. Irvan Mawardi 1 Pengantar Salah satu mandat dari keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara adalah agar tercapai dinamisasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciIMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK
IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK TIM PENELITI Prof. DR. I WAYAN PARSA, SH., M.Hum. (19591231 198602 1 007) KADEK
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Bambang Heriyanto, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing
Lebih terperinciUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu
Lebih terperinciPEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017
rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017 PERIHAL PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi
Lebih terperinciSURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN BANDING, PUTUSAN GUGATAN, DAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI A Umum DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG
RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa
Lebih terperinciPengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017
Pengujian Peraturan Perundang-undangan Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Materi Dasar Hukum Pengujian PUU Pengujian UU di Mahkamah Konstitusi Pengujian PUU di
Lebih terperinciII. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUUXII/2014 Pengesahan dan Persetujuan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON 1. T. Yamli; 2. Kusbianto, SH,
Lebih terperinciHal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06
P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).
Lebih terperinciPutusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Pengugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah,
Lebih terperinci*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciUndang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30
Lebih terperinciMENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA
MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA 216/K/TUN/2010 KASUS POSISI 1. Bahwa Penggugat adalah pemangku Jabatan Fungsional
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diundangkan pada tanggal 29 Desember
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang
Lebih terperinciHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEDUDUKAN HAN DALAM ILMU HUKUM Charlyna S. Purba, S.H.,M.H Email: charlyna_shinta@yahoo.com Website:
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Keterbukaan Informasi
Lebih terperinciPERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI YUDISIAL
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya
Lebih terperinciDirektori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 186 K/TUN/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut
Lebih terperinciBAB VII PERADILAN PAJAK
BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017
rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017 PERIHAL PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Lebih terperinciRechtsVinding Online
KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah I. PEMOHON PT. Gresik Migas, dalam hal ini diwakili oleh Bukhari dalam
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA PENETAPAN LOKASI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 067/PUU-II/2004 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PEMBACAAN PUTUSAN PERKARA NO. 067/PUU-II/2004 MENGENAI PENGUJIAN UU NO. 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM
Lebih terperinciPengujian Peraturan Daerah
Pengujian Peraturan Daerah I. Latar Belakang Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Lebih terperinciP U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G
P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut
Lebih terperinciDirektori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 1351 K/Pdt.Sus-PHI/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Terdakwa dan/atau Mantan Narapidana Untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Drs. H. Rusli Habibie,
Lebih terperinciDirektori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 4 K/TUN/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara tata usaha negara pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut
Lebih terperinciBEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA
2014 BEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA MARHAENDRA WIJA ATMAJA FGD PENYUSUNAN RUU DARI DPD RI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADILAN AGRARIA DISELENGGARAKAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. hanya dapat dilakukan satu kali saja. 1 Hal itu berarti putusan yang
95 BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Menurut Pasal 268 ayat (3) KUHAP upaya hukum peninjauan kembali hanya dapat dilakukan satu kali saja. 1 Hal itu berarti putusan yang sudah diajukan peninjauan kembali
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinciKEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DEFINISI UU PERATUN UU 51/2009 Psl. 1 angka 9. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA.
BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA www.forpiko.com Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Senin, 6 April 2015 tidak menerima gugatan dua gembong narkoba sindikat Bali Nine asal Australia,
Lebih terperinciMANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.
MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 93/PUU-XIV/2016 Kepengurusan Partai Politik Yang Berselisih Harus Didaftarkan dan Ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Meskipun Kepengurusan Tersebut Telah
Lebih terperinciI. UMUM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan
Lebih terperinciDAFTAR ISI v. HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK... iv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK...... iv DAFTAR ISI v BAB I PENDAHULUAN. i 1.1. Latar Belakang Masalah...1 1.2. Rumusan Masalah.... 7 1.3. Tujuan Penelitian.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan I. PEMOHON PT. Bandung Raya Indah Lestari.... selanjutnya
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017 Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali I. PEMOHON Donaldy Christian Langgar. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 69 Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan
Lebih terperinciMATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO
MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2004 DENGAN PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN
Lebih terperinciPUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan
Lebih terperinciP U T U S A N No. 57 K/TUN/2006
P U T U S A N No. 57 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam
Lebih terperinciSumber Berita : Sengketa di Atas Tanah 1,5 Juta Meter Persegi, Forum Keadilan, Edisi 24-30 Agustus 2015. Catatan : Menurut Yahya Harahap dalam Buku Hukum Acara Perdata halaman 418, Eksepsi secara umum
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KASUS
BAB IV ANALISIS KASUS 4.1. KASUS POSISI Dalam memenuhi kebutuhan jaringan sambungan telepon pedesaan yang semakin meningkat, Departemen Komunikasi dan Informatika melalui Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pemohon 1. Iwan Budi Santoso S.H. 2. Muhamad Zainal Arifin S.H. 3. Ardion
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upaya Paksa Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh yaitu : 1) Upaya paksa langsung(directe middelen), yaitu penggugat memperoleh prestasi
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada I. PEMOHON 1. Imran, SH. (Pemohon I); 2. H. Muklisin, S.Pd. (Pemohon II); Secara bersama-sama disebut
Lebih terperinciDisusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh:
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN MASALAH SENGKETA TATA USAHA NEGARA TENTANG IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL (Studi Kasus Putusan No. 080/G/2015/Ptun.Smg) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan
Lebih terperinciDualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi
Dualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat dan Forum Wakcabalaka (Forum penggiat keterbukaan informasi publik di Jawa Barat) telah melaksanakan diskusi mengenai
Lebih terperinci