BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah menjadi dasar dan landasan penyelenggaraan otonomi daerah bagi pemerintah daerah itu sendiri yang mana maksud dan undang-undang tersebut adalah guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota Medan perlu menyusun Rencana Strategis SKPD dengan berpedoman pada RPJMD Kota Medan tahun dan Program Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Medan tahun Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan memiliki kewenangan menyusun kebijakan daerah. Tujuan otonomi daerah tersebut dalam rangka untuk memberi pelayanan, peningkatan partisipasi, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut

2 dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi daerah. Salah satu argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah bahwa Pemerintah Daerah harus mampu menyediakan pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat, hal ini sesuai dengan fungsi pokok dari Pemerintah Daerah yaitu mensejahterakan masyarakat. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan yang pada hakekatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan dengan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Sejalan dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah tersebut terdapat bagian urusan kewenangan pemerintah (pusat) yang diserahkan atau dilimpahkan kepada pemerintah kota atau kabupaten. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Telah membuka kembali jalan bagi daerah-daerah untuk mengatur dirinya sendiri dalam bidang-bidang tertentu, seperti sosial, ekonomi, dan kebudayaan yang selama ini diatur oleh pusat. Sejak dikeluarkannya undang undang tersebut, pemerintah daerah terus menerus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk menciptakan tataan pemerintah yang adil, demokratis dan bukan hanya menciptakan sebuah

3 pelayanan yang efisien, tetapi juga bagaimana pelayanan dapat dilakukan dengan tanpa membeda-bedakan status dari masyarakat yang dilayani. Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, perubahan paradigma dimana pemerintah harus memberikan pelayanan dengan konsep customer oriented bukan government oriented semakin mendorong terwujudnya pelayanan prima yang dikehendaki. Karena itulah pelayanan di segala bidang harus dirancang sedemikian rupa sehingga bisa memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk kebijakan di bidang perizinan. Salah satu indikator dari kualitas pemerintahan yakni kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah itu sendiri. Oleh sebab itu, buruknya sistem birokrasi pemerintahan dimasa lalu dengan segala implikasinya menjadi titik tolak pemikiran pemerintah untuk melakukan usaha-usaha perbaikan kualitas pelayanan publik, yang mana hal tersebut mendorong pemerintah untuk kembali memahami arti pentingnya kualitas pelayanan publik terhadap kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh pusat maupun oleh pemerintah daerah baik itu pelayanan tentang perizinan ataupun non perizinan. Salah satu upaya dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan oleh pemerintah daerah yakni melalui pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (one stop service) oleh Pemerintah Kota Medan yang ditandai dengan

4 didirikannya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan meskipun tidak serta merta diikuti oleh pendelegasian seluruh jenis layanan perizinan. BPPT Kota Medan hadir di tengah-tengah masyarakat dengan harapan dapat membuat masyarakat lebih terbantu dan mudah mengurus segala macam perizinan di lingkungan pemerintah Kota Medan dengan cepat, mudah, tepat dan pasti. Ketika banyaknya kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam hal perizinan selama ini, BPPT berusaha menjadi solusi dan jawaban atas semua kendala tersebut. Hal ini sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 37 Tahun 2011 tentang pendelegasian kewenangan pelayanan perizinan kepada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan untuk kepentingan masyarakat. Sebab bagaimanapun, kemudahan dan kecepatan perizinan menjadi salah satu stimulan meningkatkan kualitas pelayanan publik di Kota Medan. Pemerintah memiliki fungsi utama secara umum yaitu fungsi pemberdayaan, fungsi pengaturan, dan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya, seseorang pemimpin atau dalam konteks ini Kepala Daerah tidak bergerak sendiri. Perlu adanya distribusi pelimpahan wewenang agar pemimpin tidak terjebak pada urusan teknis yang sebetulnya tidak perlu dilakukan. Pimpinan sebaiknya hanya terbatas kepada pekerjaan yang bersifat kebijakan strategis dan menghindari diri dari pekerjaan teknis sehingga yang sifatnya teknis hendaknya dilimpahkan kepada bawahan.

5 Berdasarkan latar belakang diatas merasa tertarik memilih judul Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Bagaimana pendelegasian wewenang ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara? 2. Bagaimana pengaturan kewenangan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara? 3. Apa kendala dalam pendelegasian wewenang ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Tujuan penelitian yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui pendelegasian wewenang ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara. 2. Untuk mengetahui Pengaturan Kewenangan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara. 3. Untuk mengetahui kendala dalam pendelegasian wewenang ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara.

6 2. Manfaat Penelitian Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Memberikan perkembangan pemikiran dalam ilmu hukum pada umumnya, dan pada Hukum Administrasi Negara pada khususnya. b. Manfaat Praktis Memberikan pengetahuan pemikiran bagi para pihak yang memiliki kepentingan dalam penelitian ini dan ntuk melatih penulis dalam mengungkapkan adanya semacam permasalahan tertentu secara sistematis dan berusaha memecahkan permasalahan yang ada tersebut dengan metode ilmiah yang baik. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan diketahui bahwa penelitian tentang Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan). Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil penelitian.

7 E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian wewenang Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain, berbicara kewenangan memang menarik, karena secara alamiah manusia sebagai makhluk sosial memiliki keinginan untuk diakui ekstensinya sekecil apapun dalam suatu komunitasnya, dan salah satu faktor yang mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki kewenangan. Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu. Kewenangan atau wewenang memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Begitu pentingnya kedudukan wewenang ini sehingga F.A.M. Stroik dan J.G. Steenbeek menyatakan: Het begrip bevoegdheid is dan ook een kembergrip in het staats-en administratief recht. 1 Dari pernyataan ini dapat ditarik suatu pengertian bahwa wewenang merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan hukum administrasi. Istilah wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan authority dalam bahasa Inggris dan bevoegdheid dalam bahasa Belanda. Authority dalam Black S Law Dictionary diartikan sebagai Legal power; a right to command or to act; the right and power of public officers to require obedience to their orders lawfully 1 E.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en. Administratief Recht, Alphen aan den Rijn : Samsom H.D. Tjeenk Willink, 1985, hal 26.

8 issued in scope of their public duties. 2 (Kewenangan atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik). Bevoegdheid dalam istilah Hukum Belanda, Phillipus M. Hadjon memberikan catatan berkaitan dengan penggunaan istilah wewenang dan bevoegdheid. Istilah bevoegdheid digunakan dalam konsep hukum privat dan hukum publik, sedangkan wewenang selalu digunakan dalam konsep hukum publik. 3 Wewenang sebagai konsep hukum publik sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum. Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya. Komponen konformitas mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). 4 Asas legalitas merupakan unsur universal konsep negara hukum apapun tipe negara hukum yang dianut suatu negara. Dalam hukum pidana asas legalitas dalam wujudnya nullum delictum sine lege dewasa ini masih diperdebatkan 2 Henry Campbell Black, Black S Law Dictionary, West Publishing, 1990, hal Phillipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5 & 6 Tahun XII, Sep-Des 1997, hal 1 4 Ibid.

9 asas berlakunya. Dalam hukum administrasi asas legalitas dalam wujudnya wetmatigheid van bestuur sudah lama dirasakan tidak memadai. 5 Tidak memadainya asas wetmatighid van bestuur pada dasarnya berakar pada hakikat kekuasaan pemerintah. Kekuasaan pemerintahan di Indonesia sangat populer disebut dengan eksekutif dalam prakteknya tidaklah murni sebuah kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang). Dalam kaitan dengan hal tersebut, Philipus M. Hadjon menyatakan dengan menyitir pendapatnya N.E. Algra bahwa : pada kepustakaan Belanda jarang menggunakan istilah uitvoerende macht, melainkan menggunakan istilah yang populer betuur yang dikaitkan dengan sturen dan sturing. Bestuur dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial. 6 Konsep bestuur membawa implikasi kekuasaan pemerintahan tidaklah semata sebagai kekuasaan terikat, tetapi juga merupakan suatu kekuasaan bebas (vrij bestuur, Freies Ermessen, discretionary power). 7 Menurut Ten Berge, seperti yang dikutip Philipus M. Hadjon, kekuasaan bebas itu meliputi kebebasan kebijakan dan kebebasan penilaian. 8 Kebebasan kebijakan (wewenang diskresi dalam arti sempit) artinya bila peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintah, sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak) menggunakannya meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya 5 Philipus Mandiri Hadjon, Discretionary Power dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), Paper, disampaikan pada Seminar Nasional Aspek Pertanggung jawaban Pidana Dalam Kebijakan Publik Dari Tindak Pidana Konsep, Semarang 6-7 Mei 2004, hal 2. 6 Ibid. 7 Ibid. 8 Ibid.

10 secara sah dipenuhi. Sedangkan kebebasan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak sesungguhnya) adalah hak yang diberikan organ pemerintah untuk menilai secara mandiri dan eklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah terpenuhi. Philipus M. Hadjon menyatakan untuk memudahkan memberikan pemahaman tentang kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi dengan cara melihat ruang lingkupnya. Kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi meliputi; kewenangan untuk memutus sendiri, dan kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar (vage normen). 9 Kekuasaan bebas (vrij bestuur) asas wetmatigheid tidaklah memadai. Kekuasaan bebas di sini tidak dimaksudkan kekuasaan yang tanpa batas, tetapi tetap dalam koridor hukum (rechtmatigheid), setidak-tidaknya kepada hukum yang tertulis atau asas-asas hukum. Badan hukum publik yang berupa negara, pemerintah, departemen, pemerintah daerah, institusi untuk dapat menjalankan tugasnya mereka memerlukan kewenangan. Pemberian kewenangan terhadap badan hukum publik tersebut dapat dilihat pada konstitusi masing-masing negara. Perihal kewenangan tidak terlepas dari Hukum Tata Negara dan Hukum. Administrasi karena kedua jenis hukum itulah yang mengatur tentang kewenangan. Hukum Tata Negara berkaitan dengan susunan negara atau organ dan negara (staats, inrichtingrecht, organisatierecht) dan posisi hukum dan warga negara berkaitan dengan hak-hak dalam (grondrechten). Dalam organ atas 9 Ibid.

11 susunan negara diatur mengenai: bentuk negara, bentuk pemerintahan,dan pembagian kekuasaan dalam negara. Pembagian kekuasaan dalam negara terdiri atau pembagian horizontal yang meliputi : kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, dan vertikal terdiri atas pemerintah pusat dan daerah. Pembagian kekuasaan dalam negara secara horizontal dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan dalam negara dan saling melakukan kontrol. Adapun pembagian tugas secara vertikal maupun horizontal, sekaligus dengan pemberian kewenangan badan-badan negara tersebut, yang ditegaskan dalam konstribusi. Untuk Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 tentang Pembagian Kekuasaan yang terdiri dari kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemberian wewenang tersebut dapat dilihat dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 17, Pasal 18 dengan amandir Pasal 18 A dan Pasal 18 B, Pasal 19, Pasal 20 yang diamandar dengan Pasal 20 A, dan Pasal 24 yang diamandar dengan Pasal 24 A, Pasal 24 B, dan Pasal 24 C. Tatiek Sri Djatmiati dalam disertasinya menguraikan hubungan antara hukum administrasi dengan kewenangan. Hukum administrasi atau hukum tata pemerintahan ( administratiefrecht atau bestuursrecht ) berisikan normanorma hukum pemerintahan. Norma-norma pemerintahan tersebut menjadi parameter yang dipakai dalam penggunaan kewenangan yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah. Adapun parameter yang dipakai dalam penggunaan wewenang itu adalah kepatuhan hukum ataupun ketidakpatuhan hukum ( improper legal or improper illegal ), sehingga apabila terjadi penggunaan

12 kewenangan dilakukan secara improper illegal maka badan pemerintah yang berwenang tersebut harus mempertanggung jawabkan. 10 Hukum administrasi hakikatnya berhubungan dengan kewenangan publik dan cara-cara pengujian kewenangannya, juga hukum mengenai kontrol terhadap kewenangan tersebut Sumber dan Lahirnya Wewenang Sejalan dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas (legaliteits beginselen atau wetmatigheid van bestuur), atas dasar prinsip tersebut bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan. Dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat dua cara untuk memperoleh wewenang pemerintahan yaitu atribusi dan delegasi; kadang-kadang juga, mandat, ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang. 12 Suatu atribusi menunjuk kepada kewenangan yang asli atas dasar ketentuan hukum tata negara. Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Rumusan lain mengatakan bahwa atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu. Yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. 13 Indroharto mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang- 10 Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2004, hal Ibid., Philipus M. Hadjon, III. Lot.cit. Lihat pada pendapat dari F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Op.cit, p. 40 menyatakan Er bestaan slechts twee wijzen waarop een orgaan aan een bevoegdheid kan komen, nomelijk attributie en delegatie. 13 Ibid.

13 undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara: a. Berkedudukan sebagai original legislator, di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk kontribusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemda yang melahirkan Peraturan Daerah. b. Bertindak sebagai delegated legislator; seperti presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah di mana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan tata usaha negara tertentu. 14 Pada delegasi menegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada badan pemerintahan yang lain. Dalam Hukum Administrasi Belanda telah merumuskan pengertian delegasi dalam wet Belanda yang terkenal dengan singkatan AWB (Algemene Wet Bestuursrecht). Dalam Pasal 10:3 AWB, delegasi diartikan sebagai penyerahan wewenang (untuk membuat besluit ) oleh pejabat pemerintahan (pejabat tun) kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain tersebut. Yang memberi/melimpahkan wewenang disebut delegans dan yang menerima disebut delegataris. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. 15 Pemberian atau pelimpahan wewenang ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu : 14 Indroharto, Op.cit, hal J.B.J.M. ten Berge dalam Philipus M.Hadjon I, Op.cit, hal 4

14 1. Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu. 2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan itu dalam peraturan perundang-undangan. 3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi. 4. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut. 5. Peraturan kebijakan (beleidsregelen), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut. 16 Jika konsep delegasi seperti itu, maka tidak ada delegasi umum dan tidak mungkin ada delegasi dari atasan ke bawahan. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain); jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi. 3. Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara adalah suatu sistem dan merupakan salah satu cabang Ilmu Hukum yang merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Sangat sulit memberikan definisi hukum adminstrasi negara karena Ilmu Hukum 16 Nur Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, diterbitkan Laksbang Mediatama, Palangkaraya,2009, hal.72.

15 Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang mengikuti perkembangan suatu negara. E. Utrecht mengartikan Hukum Administrasi Negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. 17 Oppenheim mengatakan Hukum Administrasi Negara adalah sekumpulan alat-alat perlengkapan yang tinggi dan yang rendah dalam rangka alat-alat perlengkapan menggunakan wewenang yang telah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara. 18 F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada pada penelitian tersebut Sifat penelitian Sifat penelitian dari skripsi ini lebih mengarah kepada sifat penelitian deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya 17 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2010, hal SF Marbun, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,Yogyakarta : UII Press, 2001, hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 11. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009), hal

16 hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) menggunakan sifat penelitian deskriptif dikarenakan sudah terdapatnya ketentuan peraturan perundang-undangan, literatur maupun jurnal yang cukup memadai mengenai permasalahan yang diangkat. 3. Data dan sumber data Data maupun sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, antara lain sebagai berikut: a. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data pimer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan serta pihak-pihak lain yang terlibat. b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrument hukum nasional, terdiri dari :

17 a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 2) Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain: pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku hukum (text book), serta jurnal-jurnal hukum yang membahas mengenai Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan). 3) Bahan hukum tersier yang penulis gunakan berupa kamus hukum dan ensiklopedia. 4. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan dan teknik wawancara. Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, karena penelitian hukum selalu berawal dari premis atau pernyataan normatif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai studi kepustakaan dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan peneliti. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan

18 pertanyaan-pertanyaan kepada responden maupun informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian mengenai Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) Dari jawaban ini diadakan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan dianalisis menjadi sebuah laporan yang runtun dan terperinci. 5. Analisis data Dalam penelitian ilmu hukum aspek empiris dikenal dua model analisis yakni, analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian hukum empiris dengan jenis pendekatan penelitian deskriptif, maka teknis analisis data yang penulis lakukan dalam skripsi ini adalah teknis analisis data kualitatif atau disebut deskriptif kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diketagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.

19 G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II PENDELEGASIAN WEWENANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Bab ini berisikan Pengertian Pendelegasian Wewenang dan Pelaksanaan Pendelegasian Wewenang BAB III PENGATURAN KEWENANGAN BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Bab ini berisikan Gambaran Umum Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan, Kewenangan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan dan Prosedur Pendelegasian Wewenang pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan

20 BAB IV KENDALA DALAM PENDELEGASIAN WEWENANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Bab ini berisikan Kendala dalam Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan dan Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.

WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014

WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 sumber gambar: jurnalrakyat.net I. PENDAHULUAN Negara merupakan sebuah organisasi atau badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

Volume 20 Nomor 2 Bulan Juli Desember 2014 A S I. Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon

Volume 20 Nomor 2 Bulan Juli Desember 2014 A S I. Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon Volume 20 Nomor 2 Bulan Juli Desember 2014 S ISSN 1693-0061 A S I Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon Peraturan Mahkamah Agung Dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Menurut Jenis Peraturan

Lebih terperinci

HAK-HAK ADAT KELAUTAN MASYARAKAT PESISIR DI PROVINSI MALUKU

HAK-HAK ADAT KELAUTAN MASYARAKAT PESISIR DI PROVINSI MALUKU HAK-HAK ADAT KELAUTAN MASYARAKAT PESISIR DI PROVINSI MALUKU Penelitian Studi Hubungan Pusat dan Daerah Kerjasama Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Dengan Universitas Pattimura Ambon Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

OLEH : EFIK YUSDIANSYAH

OLEH : EFIK YUSDIANSYAH OLEH : EFIK YUSDIANSYAH ISTILAH KEKUASAAN (LEGISLATIF) KEWENANGAN (EKSEKUTIF) KOMPETENSI (YUDISIAL) KEKUASAAN Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain sesuai dengan tujuan dan keinginannya.

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENGGUNA ANGGARAN/KUASA PENGGUNA ANGGARAN ATAS KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

TANGGUNG JAWAB PENGGUNA ANGGARAN/KUASA PENGGUNA ANGGARAN ATAS KERUGIAN KEUANGAN NEGARA TANGGUNG JAWAB PENGGUNA ANGGARAN/KUASA PENGGUNA ANGGARAN ATAS KERUGIAN KEUANGAN NEGARA Darmansyah darmansyahwalidar@gmail.com Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Tadulako

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH. 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH. 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH A. Pengertian Kewenangan 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan Secara konseptual, istilah wewenang

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013

KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013 KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013 Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jalan Semolowaru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) Penerapan asas negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan penggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini

Lebih terperinci

penjual minuman keras yang lolos dari hukum.

penjual minuman keras yang lolos dari hukum. 95 masyarakat terbuka dengan pihak kepolisian sehingga masih banyak penjual minuman keras yang lolos dari hukum. Kendala dalam pelaksanaan sanksi yang berasal dari faktor lingkungan masyarakat dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 8 BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Penduduk Indonesia sekarang ini mulai sadar akan kebutuhan gizi dalam makanan yang dikonsumsi, terutama gizi yang berasal dari hewani. Tingginya tingkat konsumsi produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sangat indah dan memiliki. sebagai objek kebijakan nasional sejak pertama kali Indonesia menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sangat indah dan memiliki. sebagai objek kebijakan nasional sejak pertama kali Indonesia menentukan 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat indah dan memiliki beranekaragam budaya. Semua itu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk dapat menarik kunjungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang

BAB I PENDAHULUAN. apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang memacu pertumbuhan ekonomi adalah kegiatan pembangunan di sektor industri. Pertumbuhan suatu negara dapat dikatakan maju apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung

Lebih terperinci

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh : 41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of

Lebih terperinci

Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Cimahi Jl. Raya Cibeber No. 148, Cimahi Selatan

Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Cimahi Jl. Raya Cibeber No. 148, Cimahi Selatan 1 KEABSAHAN PENGGUNAAN KEWENANGAN KEBEBASAN BERTINDAK BAGI PEMERINTAH (DISKRESI) : STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE 2009-2014 TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semangat reformasi mengharapkan suatu penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih dari segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di seluruh wilayah

Lebih terperinci

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 1 IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh NOPYANDRI Fakultas Hukum Universitas Jambi Abstrak Esensi

Lebih terperinci

INSTRUMEN PEMERINTAH

INSTRUMEN PEMERINTAH INSTRUMEN PEMERINTAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewenangan 2.1.1. Pengertian Kewenangan Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata wewenang disamakan dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE)

KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE) KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE) (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: 0854-7254, Vol. XIX No. 36, Pebruari-Mei 2013, h.

Lebih terperinci

SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dr. Herlambang P. Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga herlambang@fh.unair.ac.id POKOK PEMBAHASAN

Lebih terperinci

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi Negara adalah organisasi kekuasaan (matchtenorganisatie). Maka HAN sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H.

OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H. NAMA CURRICULUM VITAE PEKERJAAN JABATAN PENDIDIKAN TERAKHIR BIDANG AGUS NGADINO, S.H.,M.H. DOSEN SEKRETARIS BAGIAN HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan suatu Negara dapat dikatakan maju apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang semakin bertumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

Keywords : Local Authorities, The Principle of Decentralization, Natural Resource

Keywords : Local Authorities, The Principle of Decentralization, Natural Resource KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM (Tinjauan Yuridis Kekhususan Suatu Daerah Dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia) oleh: Dwi Kherisna Payadnya I Wayan Suarbha Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi Negara di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Pengertian kewenangan Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering disamakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambaran tentang tinjauan kepustakaan atas diskresi yang Penulis uraikan dalam bab ini tidak lain dimaksudkan yntuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah, yaitu bagaimana diskresi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah menyatakan diri sebagai negara hukum. Gagasan negara hukum secara umum dapat diartikan bahwa segala

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan dan Kewenangan Wakil Kepala Daerah dalam Menandatangani Produk Hukum Daerah Ditinjau dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Urgensi mengadakan suatu badan peradilan administrasi tidak hanya dimaksudkan sebagai pengawasan ekstern terhadap pelaksanaan Hukum Administrasi Negara sesuai dengan

Lebih terperinci

Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam. menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.

Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam. menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN DAN PERKOTAAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN

Lebih terperinci

Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEDUDUKAN HAN DALAM ILMU HUKUM Charlyna S. Purba, S.H.,M.H Email: charlyna_shinta@yahoo.com Website:

Lebih terperinci

Perbuatan hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan 2 yaitu: hukum administrasi negara meliputi 4 (empat) macam, penetapan rencana norma jabaran legislasi-semu Perbuatan 2 hukum tersebut dituangkan ke dalam

Lebih terperinci

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Vol. 5 No. 2 Maret 2001, Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN DI ERA OTONOMI DAERAH 1 Oleh : Gabriela Georgeinia Voges 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Pemerintah Daerah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan menurut pasal 1 angka 7 Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yaitu

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEMAUAN POLITIK PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG DEMOKRATIS BIDANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG

IMPLEMENTASI KEMAUAN POLITIK PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG DEMOKRATIS BIDANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG IMPLEMENTASI KEMAUAN POLITIK PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG DEMOKRATIS BIDANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 1

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 1 37 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan pembentukan institusi atau lembaga negara baru dalam sistem dan struktur ketatanegaraan merupakan hasil koreksi terhadap cara dan sistem kekuasaan negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH 2.1 Pemerintahan Daerah Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Negara Republik Indonesia. sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Negara Republik Indonesia. sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) disebukan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Instrumen Pemerintahan 1. Regeling Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regling, dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah

Lebih terperinci

Oleh: Retno Arifingtyas NIM. E BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Retno Arifingtyas NIM. E BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan pemberhentian sementara dari jabatan terhadap pegawai negeri sipil yang diduga terlibat tindak pidana korupsi berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 (studi kasus dugaan tindak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WEWENANG, ADMINISTRASI PERTANAHAN, OTONOMI DAERAH, TANAH DAN PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WEWENANG, ADMINISTRASI PERTANAHAN, OTONOMI DAERAH, TANAH DAN PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WEWENANG, ADMINISTRASI PERTANAHAN, OTONOMI DAERAH, TANAH DAN PERUMAHAN A. Tinjauan Umum tentang Wewenang 1. Pengertian Wewenang Pelaksanaan tugas oleh setiap pejabat pemerintahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD. Kolaborasi Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah Kota Tanjungbalai di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 1. RAHMAT, S.H.,M.H 2. JUNINDRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena koperasi merupakan sebagian dari tata perekonomian masyarakat Indonesia. Undang-undang

Lebih terperinci

M Yusrizal Adi S,SH.MH Fakultas Hukum Universitas Medan Area

M Yusrizal Adi S,SH.MH Fakultas Hukum Universitas Medan Area M Yusrizal Adi S,SH.MH Fakultas Hukum Universitas Medan Area HAKEKAT PEMERINTAHAN Pemerintahan memiliki dua arti: 1. Dalam arti Luas disebut regering atau goverment: yakni pelaksanaan tugas selurh badanbadan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI

BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI A. Pengertian dan Azas-azas Perizinan Persoalan perizinan akan menjadi menarik jika dihubungkan dengan tatanan negara pada saat ini. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya mengenai hak angket terdapat pada perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR. pemerintah dalam melaksanakan tindakan hukum publik. Suwoto Mulyosudarmo

BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR. pemerintah dalam melaksanakan tindakan hukum publik. Suwoto Mulyosudarmo BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR 4.1. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional 4.1.1. Sumber-sumber Kewenangan Pemerintah Kewenangan merupakan suatu kekuasaan hukum

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, diperlukan data dan informasi yang relevan terhadap judul dan perumusan masalah serta identifikasi masalah, untuk itu agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dalam melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

III. METODE PENELITIAN. dalam melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : III. METODE PENELITIAN Metode sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat bermanfaat dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan dibahas berdasarkan data yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkompetensi dan memiliki dedikasi tinggi pada Pancasila dan Undang. Negara. Pegawai Negeri merupakan tulang punggung Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berkompetensi dan memiliki dedikasi tinggi pada Pancasila dan Undang. Negara. Pegawai Negeri merupakan tulang punggung Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada pembukaan Undang - Undang Dasar Tahun 1945 alinea ke IV menegaskan bahwa tujuan Bangsa Indonesia adalah membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KEINDAHAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PENGAYOMAN

PERATURAN DAERAH KEINDAHAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PENGAYOMAN PERATURAN DAERAH KEINDAHAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PENGAYOMAN (Studi Analisis Muatan Asas Pengayoman Perda Kota Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 8 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DALAM MENGATUR USAHA BIRO PERJALANAN WISATA

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DALAM MENGATUR USAHA BIRO PERJALANAN WISATA KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DALAM MENGATUR USAHA BIRO PERJALANAN WISATA I Ketut Suparta dan I Made Budiasa Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Bali Kampus Bukit Jimbaran, Bali. Telp. +62 0361

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci