OLEH : EFIK YUSDIANSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OLEH : EFIK YUSDIANSYAH"

Transkripsi

1 OLEH : EFIK YUSDIANSYAH

2 ISTILAH KEKUASAAN (LEGISLATIF) KEWENANGAN (EKSEKUTIF) KOMPETENSI (YUDISIAL)

3 KEKUASAAN Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain sesuai dengan tujuan dan keinginannya. Kekuasaan ini ada yang berdasarkan hukum disebut bevoegdheid/ wewenang/rechtsmacht, ada kekuasaan yang t idak berdasarkan hukum blotemacht

4 kewenangan Wewenang Ateng s authority, gesag = kewenangan, competence, bevoegdheid = wewenang Kewenangan = kekuasaan yang berasal dari hukum = kekuasaan formal yg diberikan terhadap suatu bidang pemerintahan/urusan pemerintahan tertentu. Wewenang hanya mengenai satu bagian tertentu dari kewenangan ( berkaitan dengan pejabatnya

5 Kedudukan hukum pemerintah Kedudukan hukum (rechtspotitie) Pemerintah dalam hukum publik 1. Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan yang berkenaan dengan fungsi 2. jabatan, lingkungan pekerjaan tetap yg berisi fungsi-2 tertentu yg secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata kerja organisasi 3. Fungsi, lingkungan kerja yang terperinci dalam hubungannya secara keseluruhan

6 KRITERIA JABATAN ATAU ORGAN PEMERINTAHAN Menjalankan wewenang atas nama dan tanggung jawab sendiri Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan norma hukum administrasi Dapat bertindak sebagai tergugat dan penggugat di peradilan Pada hakekatnya tidak memiliki harta kekayaan sendiri. Jabatan bupati organ dari badan hukum kabupaten.

7 Jabatan organ pemerintahan yg diletakan hak dan kewajiban Jabatan tidak dapat bertindak sendiri, jabatan dapat melakukan perbuatan hukum melalui perwakilan (vertegenvoordiging) yaitu Pejabat (ambtsdrager) Jadi pemilik wewenang adalah jabatan, pejabat hanya menjalankan tugas dan wewenang, karena pejabat tidak memiliki wewenang

8 Perbedaan Jabatan dan Pejabat Memiliki kedudukan hukum yang berbeda dan diatur dengan hukum yang berbeda Jabatan diatur dengan hukum tata negara dan hukum administrasi Pejabat diatur dengan hukum kepegawaian Pejabat menampilkan dirinya pada dua kepribadian, yaitu selaku pribadi dan personifikasi dari organ, sehingga ia tunduk pada hukum kepegawaian, juga pada hukum keperdataan dalam kapasitasnya sebagai individu atau pribadi

9 SUMBER KEWENANGAN ATRIBUSI = Terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh sustu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan DELEGASI = pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya, sebagai wewenang sendiri MANDAT = organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

10 Pengertian Atribusi Pembagian kekuasaan kepada berbagai instansi (absolute competentie/kompetensi mutlak), sebagai lawan dari distributie van rechtsmacht. J Membagikan suatu perkara kepada kekuasaan yudikatif atau kekuasaan aksekutif : conflicten van attributie, konflik pembagian kekuasaan. Delegasi Penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada yang rendah; penyerahan yang demikian dianggap tidak dapat dibenarkan selain dengan atau berdasarkan kekuatan. Mandat Berasal dari bahasa latin mandatum dengan kata kerjanya mandare, - atum yang artina melimpahkan (overdragen), mempercayakan (touvertrouwen), memerintahkan (bevelen).

11 ATRIBUSI Bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan Penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern ada pada atributaris (penerima wewenang)

12 Atribusi Van Wijk/Konijnenbelt : Di negeri Belanda, atribusi merupakan cara yang lazim bagi suatu organ pemerintahan (administrasi Negara) dalam memperoleh suatu wewenang guna menjalankan urusan pemerintahan. Berkaitan dengan keadaan di Indonesia {atribusi wewenang yang berasal dari suatu delegasi (delegatif)}: Atribusi pertama, berkedudukan sebagai original legislator, yakni ditingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk UUD ( konstituante), dan Presiden bersama DPR membentuk UU. Atribusi yang kedua (delegated legislator), seperti Presiden yang berdasar atas suatu ketentuan UU mengeluarkan suatu PP yang berisi penciptaan wewenang pemerintahan kepada badan atau pejabat TUN.

13 Penerapan prinsip pemberian kekuasaan atau kewenagan yang bersumber pada atribusi dilaksanakan melalui: PPKI yang bertindak selaku badan pembentuk Negara ; MPR yang mempunyai kekuasaan mengubah dan menetapkan UUD mengembangkan kekuasaan atau kewenangan yang tidak diatur secara lengkap dalam UUD dalam bentuk Amandemen; Presiden dengan persetujuan DPR bertindak selaku badan pembuat UU. Ciri-ciri atribusi (attribrutie) wewenang: Pengatribusian wewenang menciptakan kekuasaan baru, sehingga sifatnya tidak derivatif; Pemberian wewenang melalui atribusi tidak menimbulkan kewajiban bertanggung jawab, dalam arti tidak diwajibkan menyampaikan laporan atas palaksanaan wewenang; Pemberian wewenang melalui atribusi harus berdasar atas peraturan perundang-undangan; Wewenang yang diperoleh melalui atribusi dapat dilimpahkan kepada badanbadan administrasi lain, tanpa harus memberi tahu kepada badan yang memberi wewenang; Wewenang atribusi merupakan kekuasaan yang bersumber dari wewenang asli (original)

14 Delegasi Suatu pelimpahan wewenang dari organ administrasi negara kepada organ administrasi Negara yang lain. Implikasi pelimpahan wewenang dimaksud membuat A tidak berwenang lagi setelah B menerima wewenang tersebut.

15 Dalam pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan : Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang telah dilimpahkan Delegasi harus berdasarkan ketentuan per-uu-an Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan kepegawaian tidak diperkenankan Adanya kewajiban mempertanggungjawabkan dari penerima delegasi (delegetaris) kepada delegans Delegans dapat memberikan instruksi tentang penggunaan wewenang tersebut kepada delegataris

16 cirri-ciri yang melekat pada pelimpahan wewenang (delegatie) : Pelimpahan wewenang hanya boleh dilakukan oleh badan atau organ pemerintah (administrasi Negara) yang berkompeten ; Pelimpahan wewenang mengakibatkan tidak berkompeten lagi delegans dalam kurun waktu yang ditentukan ; Penerima wewenang (delegataris) harus bertindak untuk dan atas nama sendiri. Karena itu segala akibat hukum yang timbul dari pendelagisian wewenang menjadi tanggung jawab delegataris; Tata cara dan akibat hukum pada pelimpahan wewenang antara delegans dengan delegataris berlaku sama antara delegataris (sub delegans) dengan sub delegasi (sub delegataris)

17 Dalam hubungan dengan atribusi, delegasi dan sub delegasi Segi positif : Sistem atribusi, delegasi (dan sub delegasi) memungkinkan pembentukan peraturan atau pengambilan keputusan dicapai lebih cepat dari pada pembentukan UU. Sistem atribusi, delegasi (dan sub delegasi) memungkinkan pembentuk UU membatasi (diri) pada pengaturan yang bersipat pokokpokok saja. Pengaturan rinci dapat dilakukan oleh pemegang weenang atribusi atau delegasi. Sistem atribusi, (dan sub delegasi) menunjukkan karakter yang lebih fleksibel daripada UU. Peratuaran atau keputusan yang dibuat berdasarkan atribusi atau delegasi akan lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan baru karena tata cara pembuatannya lebih sederhana daripada pembuatan UU. Sistem atirbusi, (dan sub delegasi) dapat merupakan cara menghindari persoalan politik tertentu yang mungkin timbul kalau ditetapkan dengan UU. segi negatif : Peraturan atau keputusan yang dibuat berdasarkan atribusi atau delegasi tidak dibahas oleh badan perwakilan rakyat, sehingga tidak berkesempatan diuji secara demokrasi (dalam forum demokrasi ). Peraturan atau keputusan yang dibuat berdasarkan atribusi atau delegasi tidak memberikan kesempatan kepada badan perwakilan rakyat untuk meninjau kosekuensi keuangan yamg mungkin timbul. Dengan perkata lain badan perwakilan rakyat tidak dapat mempergunakan hak budgetnya dengan baik.

18 MANDAT Mandataris hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans) Tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris, tetap berada pada pemberi mandat (mandans)

19 PERBEDAAN PROSEDUR TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT KEMUNGKINAN PENGGUNAAN WEWENANG LAGI DELEGASI DILAKUKAN DENGAN PERATURAN NPERUNDANG BERALIH PADA DELEGATARIS (PENERIMA DELEGASI) DELEGANS (PEMBERI) TIDAK DAPAT MENGGUNAKAN WEWENANG ITU LAGI MANDAT TERJADI UMUMNYA ANTARA ATASAN DAN BAWAHAN KECUALI DILARANG TEGAS TETAP PADA MANDANS (PEMBERI MANDAT) MANDANS (PEMBERI) SETIAP SAAT DAPAT MENGGUNAKAN WEWENANG ITU LAGI

20 PERBEDAAN ANTARA DELEGASI DAN MANDAT No. Delegasi No. Mandat Pelimpahan wewenang (Overdracht van bevoegdheid) Kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidentil oleh organ yang memiliki wewenang asli Terjadi peralihan tanggungjawab Harus berdasar UU Harus tertulis Perintah untuk melaksanakan (Opdracht tot uitvoering) Kewenangan dapat sewaktu- 2 dilaksanakan oleh mandans Tidak terjadi peralihan tanggungjawab Tidak harus berdasar UU Dapat tertulis dan dapat lisan

21 Mandat Kewenangan, baik yang diperoleh melalui atribusi maupun delegasi keduanya dapat saja dimandatkan kepada organ administrasi bawahan manakala organ atau pejabat administrasi yang secara resmi menerima wewenang tadi tidak mampu untuk melaksanakannya. Akan tetapi pada mandat tidak ada penciptaan /pemberian atau pun penyerahan wewenang. Sebab bentuk hubungan kerja yang terjadi adalah bersifat internal dalam suatu organ atau badan administrasi Negara.

22 Kesimpulan : Mandat dapat diperoleh, baik melalui kewenangan atribusi maupun delegasi ; Mandat dapat merupakan bentuk hubungan kerja internal dalam suatu organ pemerintahan atau badan administrasi Negara maupun eksternal, dalam arti bukan hubungan antara atasan dengan bawahan sepanjang memenuhi persyaratan tertentu ; Pemberi Mandat (mandans) bertanggung kawab terhadap pihak ketiga, sepanjang tindakan penerima mandate (mandataris) pada batas-batas yang dimandatkan ; Konsekuensinya bagi penerima mandate (mandataris) tetap diwajibkan menyampaikan laporan atas pelaksanaan mandate kepada menteri mandate (mandans) ; Penerima mandate (mandataris) pada prinsipnya tidak boleh melimpahkan kewenangan kepada pihak ketiga, baik sebagian maupun seluruhnya tanpa seizing pemberi mandat (mandans).

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) Penerapan asas negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan penggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan dan Kewenangan Wakil Kepala Daerah dalam Menandatangani Produk Hukum Daerah Ditinjau dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Negara Republik Indonesia. sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Negara Republik Indonesia. sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) disebukan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dr. Herlambang P. Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga herlambang@fh.unair.ac.id POKOK PEMBAHASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah 1.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah Sistem pemerintahan daerah di

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan SEPINTAS KAJIAN TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PENDELEGASIAN WEWENANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama

Lebih terperinci

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011 REPOSISI PERATURAN DESA DALAM KAJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 1 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum 2 Pendahuluan Ada hal yang menarik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

11/16/2015 F A K U L T A S HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH. By. Fauzul H U K U M FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR

11/16/2015 F A K U L T A S HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH. By. Fauzul H U K U M FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR F A K U L T A S H U K U M HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH By. Fauzul FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR 2 November 2015 1 POKOK BAHASAN: PENGERTIAN INSTRUMEN PEMERINTAH MACAM-MACAM INSTRUMEN

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA 1 ALINEA KE IV PEMBUKAAN UUD 1945 MEMUAT : TUJUAN NEGARA, KETENTUAN UUD NEGARA, BENTUK NEGARA, DASAR FILSAFAT NEGARA. OLEH KARENA ITU MAKA SELURUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 27 BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 1. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Di dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 Menentukan : (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

1. Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan:

1. Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan: LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1989 TANGGAL : 20 MARET 1989 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT I. UMUM 1. Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan: a. Pengawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH A. Jabatan dan Pejabat dan Penjabat Pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENANDATANGANAN KEPUTUSAN DAN NASKAH DINAS DALAM BIDANG KEPEGAWAIAN, DAN PEMBERIAN MANDAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian analisa terhadap judul dan topik pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengesahan perjanjian internasional

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR. pemerintah dalam melaksanakan tindakan hukum publik. Suwoto Mulyosudarmo

BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR. pemerintah dalam melaksanakan tindakan hukum publik. Suwoto Mulyosudarmo BAB IV KEWENANGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR 4.1. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional 4.1.1. Sumber-sumber Kewenangan Pemerintah Kewenangan merupakan suatu kekuasaan hukum

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 3Fakultas Dr. EKONOMI Pendidikan Kewarganegaraan NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen Pengertian dan Defisi Negara Negara berasal dari kata State (Inggris),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008

PERATURAN PRESIDEN. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008 PERATURAN PRESIDEN R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008 Pokok Bahasan Peristilahan Perpres (persandingan dengan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 PROSES PERIZINAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 1 Oleh : Branley Carlos 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja

Lebih terperinci

Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEDUDUKAN HAN DALAM ILMU HUKUM Charlyna S. Purba, S.H.,M.H Email: charlyna_shinta@yahoo.com Website:

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 19 Tahun 2008 Sub Pokok Bahasan : 1. Kedudukan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BENTUK SUSUNAN PANCASILA ( Hierarkis Piramidal ) Sila V Sila 5 dijiwai sila 1,2,3,4 Sila IV Sila 4 dijiwai sila 1,2,3 dan menjiwai sila 5 Sila

Lebih terperinci

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP Artikel JDIH - 2016 Sengketa Kewenangan dalam UU Administrasi Pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN A. Konsep Kebijakan Pertanahan Berdasarkan UUPA Konsep kebijakan pertanahan nasional bersumber pada rumusan Pasal 33 ayat (3)

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3

BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3 BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3 PERATURAN PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. TAP MPR

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB IV PEMBAHASAN TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAB IV PEMBAHASAN TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Posisi Peraturan Bank Indonesia Dalam Hierarki Peraturan Perundangundangan Membicarakan Posisi Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 1 IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh NOPYANDRI Fakultas Hukum Universitas Jambi Abstrak Esensi

Lebih terperinci

Pdengan Persetujuan Bersama

Pdengan Persetujuan Bersama info kebijakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. LATAR BELAKANG ada tanggal 17 Oktober 2014 Pdengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

Lebih terperinci

KOORDINASI PEMERINTAHAN DI DAERAH

KOORDINASI PEMERINTAHAN DI DAERAH KOORDINASI PEMERINTAHAN DI DAERAH OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS A. PENDAHULUAN Makin maju suatu masyarakat, maka makin beraneka ragam kegiatannya disertai dengan spesialisasi bidang pekerjaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Menguasai Dari Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum dan demokrasi sehingga

Lebih terperinci

GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA Fitriani Ahlan Sjarif Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jalan Prof. Djoko Soetono, Depok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Seperti dapat diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

Hubungan antara MPR dan Presiden

Hubungan antara MPR dan Presiden Hubungan antara MPR dan Presiden Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan suatu badan yang memegang kekuasaan tinggi sebagai wakil rakyat disamping DPR dan Presiden. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa

Lebih terperinci

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional

Lebih terperinci

PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA 1 H. UJANG ABDULLAH, SH. M.Si 2

PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA 1 H. UJANG ABDULLAH, SH. M.Si 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA 1 H. UJANG ABDULLAH, SH. M.Si 2 I. PENGERTIAN Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebenarnya sudah dikenal sejak menusia mengenal Hukum dan telah dimuat dalam Kitab Hukum

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa dalam rangka upaya meningkatkan dayaguna dan hasilguna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH. 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH. 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH A. Pengertian Kewenangan 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan Secara konseptual, istilah wewenang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

HAN & kekuasaan Negara. Status Naturalis Primus interpares!pactum unionis: leges fundamentalis

HAN & kekuasaan Negara. Status Naturalis Primus interpares!pactum unionis: leges fundamentalis HAN & kekuasaan Negara Status Naturalis Primus interpares!pactum unionis: leges fundamentalis HAN & kekuasaan Negara Status Civilis Nachwachterstaat Monarki absolut! l Etat ces moi (Louis XIV) John Locke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Pengertian kewenangan Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering disamakan

Lebih terperinci

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat agar dapat berjalan tertib dan teratur PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Adalah peraturan

Lebih terperinci

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2 Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2 Hukum acara perdata (hukum perdata formil), yaitu hukum yang mengatur mengenai bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. (Prof.

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI

KEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI KEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI Publicadm.blogspot.com I. PENDAHULUAN Salah satu permasalahan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF I. KAJIAN TEORETIK A. Teori Lembaga Perwakilan Teori lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung menurut Rousseau tidak mungkin lagi dapat dijalankan,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at MPR DAN PERUBAHAN STRUKTUR KETATANEGARAAN Salah satu perubahan mendasar dalam UUD 1945 adalah perubahan

Lebih terperinci

Peraturan Presiden. Istilah, Wewenang, Materi dan Penyusunannya

Peraturan Presiden. Istilah, Wewenang, Materi dan Penyusunannya Peraturan Presiden Istilah, Wewenang, Materi dan Penyusunannya Oleh Dr. R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Peristilahan Perpres (persandingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan negara yang di kelola oleh pemerintah daerah menganut sistem otonomi daerah yang telah di tetapkan oleh MPR NO XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era reformasi dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH

HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA HAN HETERONOM Peraturan Perundang-Undangan yang memberikan landasan/dasar hukum kewenangan UUD/UU PEMERINTAH HAN OTONOM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun atau lazim disingkat PN TBK berada di wilayah Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI Prof. Dr. HM. LAICA MARZUKI, S.H. PENDAHULUAN Pemberlakuan

Lebih terperinci

INSTRUMEN PEMERINTAH

INSTRUMEN PEMERINTAH INSTRUMEN PEMERINTAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

Lebih terperinci

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. BAB I PENDAHULUAN Adanya perubahan atau Amandemen pada Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, membawa konsekuensi hukum adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang ada

Lebih terperinci

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang Mulia Hakim Majelis, atas permintaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam perkara sengketa wewenang antara

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2014 A. Kode Etik Penyelenggara Pemilu Amandemen UUD 1945

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni: 363 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga kesimpulan, yakni: 1. Pasca amandemen konstitusi kekuasaan presiden terdiri dari tiga pola sebagaimana

Lebih terperinci

Tugas Lembaga PKN. Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y.

Tugas Lembaga PKN. Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y. Tugas Lembaga PKN Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y. Nilai Paraf A. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c atau d pada jawaban yang benar! 1. Salah satu contoh lembaga legislatif adalah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI KEPADA KEPALA DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENEGUHKAN PROFESIONALISME DPRD SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN INSTRUMEN POLITIK LOKAL DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT H. Marzuki Alie, SE. MM. Ph.D. KETUA DPR-RI

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Hukum Administrasi Negara (Prof.Dr. Mr. Prajudi Atmosudirdjo) Dalam arti luas, Hukum Administrasi Negara meliputi: Hukum Tata Pemerintahan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan lembaga tertinggi Negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat Indonesia Pasal

Lebih terperinci

MPR sebelum amandemen :

MPR sebelum amandemen : Dalam UUD 1945, tidak dirinci secara tegas bagai mana pembentukan awal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penelusuran sejarah mengenai cikal-bakal terbentuknya majelis menjadi sangat penting dilakukan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009. BAB VII PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 1. Pembubaran partai politik pada setiap periode diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali pada masa Orde Baru yang tidak mengenal pembubaran partai politik.

Lebih terperinci

Sistem Pembagian Kekuasaan Negara

Sistem Pembagian Kekuasaan Negara KOMPETENSI DASAR Mensyukuri nilai-nilai Pancasila dalam Praktik penyelenggaraan pemerintahan negara sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam

Lebih terperinci

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 01 November 2014; disetujui: 01 Desember 2014 Terselenggaranya tata pemerintahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DEFINISI UU PERATUN UU 51/2009 Psl. 1 angka 9. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) Dwi Heri Sudaryanto, S.Kom. *) ABSTRAK Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur

Lebih terperinci

AMANDEMEN UUD 1945 IZA RUMESTEN RS

AMANDEMEN UUD 1945 IZA RUMESTEN RS AMANDEMEN UUD 1945 IZA RUMESTEN RS AMANDEMEN UUD 1945 AMANDEMEN 1 1999 AMANDEMEN 2 2000 AMANDEMEN 3 2001 AMANDEMEN 4 2002 Prinsip Dasar Kesepakatan MPR Dalam Perubahan UUD 1945 1. Tidak mengubah Pembukaan

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA.

BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA. BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA www.forpiko.com Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Senin, 6 April 2015 tidak menerima gugatan dua gembong narkoba sindikat Bali Nine asal Australia,

Lebih terperinci