Pengembangan model rantai pasok produk mudah rusak dengan mempertimbangkan kualitas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengembangan model rantai pasok produk mudah rusak dengan mempertimbangkan kualitas"

Transkripsi

1 Pengembangan model rantai pasok produk mudah rusak dengan mempertimbangkan kualitas Ika Sartika Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri Kampus IPDN Jl. Ampera Raya Cilandak Timur Jakarta Telepon: Fax: Abstract The main process of manufacturing supply chain is flow of goods from raw material supplier to finished goods customer. In this flow of goods, transportation is very important with minimized cost as performance indicator. Another phenomenon can be seen that time is less sensitif to product quality, it means that delivery delay doesn t lead to quality decreased. In perishable product supply chain, time is very sensitif to product quality. The delivery delay can cause product value is decreased even zero. So, maximized value is become important performance indicator. To maintain perishable product s quality is needed technological effort that can decrease the rate of deteriorate. It s consequencies to rise supply chain cost, so the research question are how related tranportation and packaging technologies to quality and stakeholder s profit, and then can be tried effective policy intervention to increase supply chain performance. The earlier researches about perishable products focus on time or cost as performance indicator. The relationship of those peformance indicators with quality was lack. This paper tries to fill the gap through the proof of relationship between quality, cost (price), and delivery. In this paper, fish supply chain was explored as an example of perishable product while demonstrating the interaction between quality, cost and delivery using dynamic simulation modeling in fish supply chain. The first step of modeling was the understanding about real system, and then the creating of conceptual model that shows interaction among stakeholder in fish supply chain. These interactions became input to create subsystem and causal loop diagram which was necessary in simulation. Before running simulation, model formulation was done that consist of flow diagram and mathematics formulation created as simulation input. From the dynamic simulation can be concluded that the replacement of transportation mode and packaging are proven can maintain product quality so it still can be accepted by customers. This is seen from quality value at supply chain party after transportation mode and packaging replacement tends better, at least the same with the beginning condition, it means no quality reduction. But, in the same time, the replacement of transportation mode and packaging lead to supply chain total cost increasement, especially at distributor. So, the replacement of transportation mode and packaging implementation with the aim to maintain product quality should be done as soon as possible before the rising of new technology that is more economic. Intervention can be done through the providing of tranportation medium and infrastructure that are adequate, although in implementing there is a delay. Keywords: delivery, perishable product, policy, price, quality, supply chain 1. Pendahuluan Konsep manajemen rantai pasok merupakan terobosan terbaru untuk banyak perusahaan/organisasi dalam upaya untuk mengintegrasikan proses bisnis diantara mitra mereka. Konsep ini dianut untuk meningkatkan keunggulan beberapa perusahaan/organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi dan memperoleh tujuan perusahaan seperti meningkatkan nilai pelanggan, utilisasi sumber yang lebih baik, dan meningkatkan profitabilitas [1]. 1

2 Rantai pasok merupakan sekumpulan tiga atau lebih entitas (organisasi maupun individual) yang secara langsung terlibat dalam aliran hulu dan hilir dari produk, jasa, keuangan dan atau informasi dari suatu sumber ke konsumen [2]. Para pelaku usaha dalam suatu rantai pasok harus mampu menyampaikan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dari segi kualitas (mutu), kuantitas, harga, waktu dan tempat yang tepat. Penelitian ilmiah tentang rantai pasok masih didominasi oleh peneliti-peneliti dari negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa [3]. Dengan demikian kasus yang dibahas juga sebagian besar berasal dari negara-negara maju tersebut. Masih sedikit kasus yang diambil dari negara-negara berkembang seperti Indonesia. Disamping itu penelitian tentang rantai pasok sebagian besar menggunakan industri manufaktur sebagai studi kasus atau pun responden. Masih sedikit yang membahas rantai pasok produk mudah rusak, seperti ikan laut atau sayuran, Padahal produk-produk mudah rusak memerlukan penanganan khusus sebelum tiba di konsumen. Produk-produk mudah rusak adalah semua jenis produk yang mengalami perubahan secara fisik yang dapat mempengaruhi umur hidupnya baik tetap atau pun acak, dan menjadi kadaluwarsa ketika nilai ekonomisnya turun pada saat tiba di konsumen [4]. Dalam rantai pasok industri manufaktur aliran bahan mentah mengalir dari pemasok sebagai input untuk proses manufaktur. Ada kalanya masuk gudang bahan baku terlebih dahulu untuk menunggu giliran diproses di bagian produksi. Setelah selesai diproduksi masuk gudang barang jadi untuk menunggu proses distribusi. Dalam aliran produk ini peranan transportasi sangat penting, sehingga perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja transportasi tersebut. Ukuran kinerja yang banyak digunakan adalah meminimunkan biaya transportasi. Dalam aliran produk ini juga waktu hanya berpengaruh terhadap biaya, artinya mempercepat waktu pengiriman berarti memperbaiki fasilitas transportasi yang dimiliki sehingga biaya transportasi menjadi tinggi pula. Tidak ada kendala waktu yang akan menyebabkan kualitas barang menjadi turun, artinya keterlambatan pengiriman tidak menyebabkan kualitas produk menjadi turun. Sedangkan dalam rantai pasok produk mudah rusak waktu sangat berperan penting, karena kelambatan tiba di konsumen akan menyebabkan nilai ekonomis produk tersebut berkurang bahkan hilang. Karena sifatnya yang mudah rusak maka untuk mempertahankan kualitas produk-produk mudah rusak diperlukan upaya-upaya teknologis yang ditujukan untuk menahan laju kerusakan produk-produk tersebut. Upaya-upaya teknologis itu terutama dalam proses penyimpanan dan pengangkutan (transportasi) produk-produk tersebut. Disamping kemasan yang harus dirancang supaya produk tetap terjaga kualitasnya, di sisi lain waktu pengangkutan (transportasi) juga harus diupayakan secepat mungkin supaya produk tiba di konsumen dalam kondisi yang masih dalam batas toleransi pemakaian, artinya produk tersebut masih mempunyai nilai ekonomis. Dalam hal ini pemilihan moda transportasi menjadi hal yang tidak dapat dihindari lagi supaya produk tiba di konsumen tepat waktu (on time delivery). Makin baik dan cepat moda transportasi yang digunakan makin besar biaya yang harus dikeluarkan. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa ada kaitan yang erat antara kualitas, waktu, dan biaya dalam menangani produk-produk mudah rusak. Terdapat trade off diantara ketiga variabel tersebut. Untuk memaksimalkan kualitas produk-produk mudah rusak maka waktu pengiriman harus secepat mungkin dengan teknik kemasan yang dapat menjaga kesegaran produk. Konsekuensinya adalah biaya yang dikeluarkan menjadi tinggi. Hal ini akan menyebabkan pengurangan terhadap profit yang diperoleh setiap mitra rantai pasok. Trade off antara kualitas, harga jual, biaya, dan keuntungan dapat dilihat pada Gambar 1. Dari penjelasan di atas maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah peningkatan harga jual akibat penggunaan teknologi rantai pasok untuk mempertahankan kualitas produk sebanding dengan peningkatan biaya yang dikeluarkan? Atau dengan kata lain: Apakah keuntungan bisa meningkat akibat penggunaan teknologi rantai pasok yang digunakan untuk mempertahankan kualitas produk? (2) Bagaimana kebijakan yang relatif efektif untuk memaksimalkan nilai (value) setiap mitra pada rantai pasok produk mudah rusak dengan biaya yang minimal? 2

3 Adapun tujuan penelitian yang selanjutnya akan memberi arah dalam pembahasan lebih lanjut adalah: (1) Memodelkan pengaruh penggantian moda transportasi dan kemasan terhadap kualitas dalam rantai pasok produk mudah rusak. (2) Memodelkan pengaruh penggantian moda transportasi dan kemasan terhadap biaya total dan keuntungan dalam rantai pasok produk mudah rusak. (3) Mensimulasikan intervensi kebijakan untuk meningkatkan kinerja rantai pasok produk mudah rusak. 2. Tinjauan Literatur Beberapa penelitian tentang produk-produk mudah rusak diantaranya membahas pemilihan moda transportasi dalam rantai pasok pisang di Amerika Latin dengan menitikberatkan pada pengurangan waktu [5]. Selanjutnya penelitian tentang pengaruh e-commerce terhadap rantai pasok ikan segar di Jepang dengan harapan bisa mempercepat proses transaksi antara penjual dan pembeli [6]. Penelitian berikutnya adalah perancangan pengendalian persediaan untuk produk-produk yang mudah rusak (perishable products) dengan cara meminimumkan biaya [4]. Dilanjutkan dengan penelaahan tentang evolusi rantai pasok sayuran di Cina dengan berbagai alternatif rantai dengan tujuan untuk mempercepat pengiriman sayuran ke konsumen [7]. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada pola kerjasama yang dilakukan dalam rantai pasok tersebut. Tahun berikutnya, muncul penelitian tentang pengembangan model biaya total rantai pasok gandum di India [8]. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa yang diteliti adalah interaksi antara komponen biaya dalam rantai pasok gandum di India. Kemudian pengembangan metodologi yang inovatif untuk menerapkan teknik perbaikan rantai nilai mulai dari peternakan sampai ke konsumen pada rantai pasok daging babi dengan cara menghitung total waktunya [9]. Dari uraian di atas terlihat bahwa sebagian besar penelitian hanya menitikberatkan pada salah satu dimensi dalam kinerja rantai pasok, seperti biaya atau waktu. Belum terlihat adanya interaksi antara kualitas, biaya, dan waktu sebagai kinerja rantai pasok, padahal dalam kenyataannya terdapat tarik menarik yang cukup kuat antara kualitas, biaya, dan waktu pada kinerja rantai pasok produk mudah rusak. Artinya, untuk mendapatkan produk yang berkualitas baik dan diterima tepat waktu pastilah membutuhkan biaya besar, sebaliknya dengan biaya minim, sudah dapat dipastikan bahwa kualitas produk tidak dapat maksimal, demikian juga dengan waktu penyerahan kepada konsumen pastilah akan mengalami kelambatan. Sehingga penelitian yang memperlihatkan interaksi antara kualitas, biaya, dan waktu untuk produk mudah rusak menjadi penting untuk dilakukan. Penelitian ilmiah tentang rantai pasok produk mudah rusak di Indonesia juga masih sangat terbatas. Beberapa yang ditemukan membahas hal-hal yang bersifat teknis dan hanya berorientasi pada produk tertentu, seperti: Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan [10], serta Nilai Tambah pada Produk-produk Perikanan [11]; atau yang berorientasi klaster industri yang bersifat lebih makro, seperti: Membangun Kerjasama Usaha Penangkapan- Pengolahan Ikan [12], serta Perancangan Klaster Industri Perikanan Berbasis Komoditas Unggulan dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Rantai Nilai [13]. Sebagian besar penelitian hanya menitikberatkan pada salah satu dimensi kualitas, biaya atau waktu, masih jarang ditemukan yang membahas interaksi ketiga variabel tersebut. Penelitian lain tentang produk-produk mudah rusak lainnya adalah penentuan harga jual dengan tingkat diskon tertentu [14]. Penelitian ini didasari oleh sifat produk mudah rusak yang mengalami penurunan kualitas seiring dengan berubahnya waktu sehingga perlu dirancang harga jual dengan tingkat diskon tertentu jika produk sudah mulai menurun kualitasnya. Harga jual yang diusulkan dapat menghasilkan profit yang lebih besar dibanding dengan kondisi sebelumnya. Selanjutnya perancangan pengendalian persediaan yaitu menentukan titik pemesanan kembali untuk produk yang memiliki waktu kadaluwarsa dan faktor diskon [15]. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu pendalaman tentang kinerja rantai pasok yang melibatkan ketiga dimensi yaitu kualitas, biaya dan waktu dengan memaksimalkan nilai (value) yang diperoleh para stakeholder dan meminimalkan biaya rantai pasok, sehingga pada gilirannya akan ditemukan intervensi yang paling cocok untuk meningkatkan kinerja rantai pasok baik pada masing-masing mitra dalam rantai pasok atau pun dari pihak ketiga (pemerintah) dalam bentuk kebijakan. 3. Metodologi Ada empat langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, yaitu: definisi masalah, model konseptual, formulasi model, dan analisis model. Sedangkan rantai pasok yang akan dibahas dapat dilihat pada Gambar 2. Teknologi Rantai Pasok adalah moda transportasi dan kemasan yang digunakan untuk mendistribusikan 3

4 ikan laut segar mulai dari nelayan sampai ke konsumen dalam dan luar negeri, sehingga teknologi yang digunakan di nelayan tidak diperhitungkan. Definisi Masalah Ikan laut merupakan produk yang mudah rusak, artinya tingkat kesegaran ikan sangat menentukan nilai ikan tersebut, sehingga ikan yang mati nilai ekonomisnya akan turun. Oleh karena itu ikan laut memerlukan penanganan serius sejak ditangkap dari laut sampai ke konsumen. Fenomena penurunan kualitas ikan laut secara empiris dari waktu ke waktu, setelah diuji akan membentuk sebuah grafik eksponensial yang bisa didekati dengan persamaan : Kualitas (t) = Kualitas Awal e -t/t...(1) t: waktu aktivitas T: waktu busuk Penurunan kualitas ini analog dengan kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme terhadap produk dalam kurun waktu yang relatif pendek. Secara grafis dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa kualitas ikan di nelayan akan berbeda dengan kualitas ikan di TPI, bakul, dan distributor serta konsumen karena ada proses pengangkutan antar mitra dan penyimpanan di masingmasing mitra rantai pasok. Untuk menjaga kualitas ikan supaya mendekati kualitas awal dibutuhkan upaya-upaya teknologis dalam proses penyimpanan dan pengangkutan. Upaya-upaya teknologis ini akan menyebabkan penambahan biaya secara keseluruhan. Di sisi lain, upaya-upaya teknologis ini diharapkan dapat menjaga kualitas ikan seperti kualitas awal dengan harapan harga ikan bisa menyamai harga ikan kualitas awal. Untuk tingkat penjualan yang sama, harga jual yang tinggi bisa meningkatkan hasil penjualan dan melebihi pertambahan biaya akibat upaya-upaya teknologis tadi, sehingga keuntungan setiap mitra dalam rantai pasok bisa meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, maka masalah yang paling penting untuk dicari pemecahannya adalah: Apakah peningkatan harga jual akibat penggunaan teknologi rantai pasok untuk mempertahankan kualitas produk sebanding dengan peningkatan biaya yang dikeluarkan? Atau dengan kata lain: Apakah keuntungan bisa meningkat akibat penggunaan teknologi rantai pasok untuk mempertahankan kualitas produk? Dengan demikian dapat dicari kebijakan pemerintah yang relatif efektif untuk memaksimalkan nilai (value) setiap mitra pada rantai pasok produk mudah rusak dengan biaya yang minimal. Model Konseptual Pada dasarnya kualitas ikan laut dari waktu ke waktu akan mengalami penurunan sebagai akibat adanya waktu aktivitas yang dihabiskan di setiap mitra, disamping itu juga dipengaruhi oleh waktu busuk ikan laut, yaitu waktu yang dapat menyebabkan ikan membusuk dibiarkan di udara terbuka tanpa ada perlakuan khusus. Semakin lama waktu aktivitas dan waktu busuk maka penurunan kualitas akan semakin besar. Penurunan kualitas akan menyebabkan kualitas turun, sebaliknya kualitas yang ada akan cenderung memperbesar potensi penurunan kualitas. Dengan demikian penurunan kualitas bersama-sama dengan kualitas akan membentuk lingkar umpan balik negatif. Penggunaan teknologi rantai pasok diharapkan dapat mempertahankan kualitas ikan melalui dua cara, yaitu: (1) memperbesar waktu busuk, artinya waktu busuk ikan dibuat lebih lama melalui teknologi penyimpanan dan atau kemasan, dan (2) mempercepat waktu aktivitas, yaitu dengan cara mengganti moda transportasi dengan kapasitas dan kecepatan yang lebih baik. Kualitas dapat dipertahankan yang diakibatkan oleh penggunaan teknologi rantai pasok akan sangat tergantung pada kebijakan pendukung yang ditetapkan oleh pemerintah, yang biasanya efektivitas kebijakan tersebut akan mengalami penundaan (delay). Makin cepat delay kebijakan maka peningkatan kualitas akan cepat terjadi. Penggunaan teknologi untuk mempertahankan kualitas ikan akan menyebabkan biaya tambahan menjadi lebih besar, yang secara langsung dapat mempengaruhi biaya total rantai pasok. Biaya total ini juga dipengaruhi oleh 4

5 waktu aktivitas, karena ada beberapa komponen biaya yang tergantung pada lamanya waktu aktivitas. Makin lama waktu aktivitas, maka biaya total akan semakin besar. Biaya total juga akan mempengaruhi biaya satuan bersamasama dengan jumlah ikan yang ada di setiap mitra rantai pasok. Semakin banyak jumlah ikan yang ditangani maka biaya satuan semakin kecil dan waktu aktivitas semakin lama. Sementara itu semakin baik kualitas ikan maka harga jual juga akan semakin baik. Harga jual per satuan bersamasama dengan biaya satuan akan mempengaruhi margin atau potensi keuntungan yang ada di setiap mitra rantai pasok. Semakin besar biaya satuan maka margin atau potensi keuntungan di setiap mitra rantai pasok akan semakin kecil, sebaliknya semakin besar harga jual maka margin atau potensi keuntungan di setiap mitra rantai pasok akan semakin besar. Diagram sebab akibat dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan batasan model dapat dilihat pada Tabel 1. Pengumpulan Data Responden dalam penelitian ini diantaranya adalah staf di PT ASI Pudjiastuti, para nelayan yang langsung menjual ikannya kepada PT ASI Pudjiastuti, para nelayan yang menjual ikannya di TPI, bakul yang ikut lelang di TPI dan menjual ikannya kepada PT ASI Pudjiastuti, beberapa supermarket di Jakarta, petugas lelang di TPI, serta staf Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis. Ada pun jenis data yang dikumpulkan dapat dibagi ke dalam kelompok: data numerik, data jumlah penjualan, harga ikan maksimum, waktu setiap aktivitas, serta biaya-biaya data tertulis, berbagai rujukan yang digunakan dalam pemodelan, seperti data sekunder, jurnal penelitian, serta buku-buku dengan tema yang relevan dengan penelitian model mental merupakan kaidah yang melandasi pembuatan struktur model. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Wawancara; data numerik dan model mental Observasi; proses distribusi dalam rantai pasok ikan laut segar mulai dari nelayan sampai ke konsumen Studi Dokumentasi; data sekunder, laporan penelitian Formulasi Model Dalam formulasi model dikembangkan empat submodel, yaitu: Submodel Pasokan Ikan (Gambar 5) Submodel Aliran Distribusi dan Kualitas Ikan (Gambar 6) Submodel Waktu dan Biaya di Setiap Mitra Rantai Pasok (Gambar 7) Submodel Harga, Biaya, serta Potensi Keuntungan di Setiap Mitra Rantai Pasok (Gambar 8) Berdasarkan Gambar 5 dapat ditentukan persamaan rate untuk menghitung laju penangkapan ikan, yaitu: - Lj_tangkap_nel = Jml_Nelayan_aktif*Jml_tangkap_nel*Fr_Wkt/Fr_kap.(2) - Lj_tangkap_nel_lain = Jml_tangkap_nel_lain*Jml_nel*melaut_lainnya*30/1000. (3) - Lj_tangkap_nel_luar = Jml_Nelayan_luar_aktif*Jml_tangkap_nel_lr*Fr_Wkt/Fr_kap..(4) Selanjutnya mengacu pada Gambar 6, maka persamaan rate untuk kualitas ikan di nelayan dan waktu transaksi nelayan adalah: - Out_kua1_nel = EXP(-Wkt_trans_di_nel/Wkt_bsuk).(5) - Wkt_trans_di_nel=Wkt_angkut_nelWkt_bongr_muat_nelWkt_simpan_nelWkt_tangkap_nel...(6) Submodel pada Gambar 7 menjelaskan tentang komponen waktu dan biaya yang mempunyai kontribusi terhadap waktu dan biaya total di nelayan, TPI, bakul, distributor, konsumen dalam negeri, dan konsumen luar negeri yang ditimbulkan oleh adanya proses yang terjadi di setiap mitra nelayan. Waktu di nelayan terdiri atas waktu tangkap, waktu simpan, waktu bongkar muat dan waktu angkut. Persamaanpersamaan untuk mencari waktu di nelayan adalah sebagai berikut: Wkt_angkut_nel = (Jml_ikan_nelayan/Fr_kap_angkut)*(Jrk_nel_ke_tpi/Fr_Kec_moda_nel))*Nil_jln_nk/ Jml_Nelayan_aktif... (7) Wkt_bongr_muat_nel = Jml_ikan_nelayan*Fr_wkt_bongk_muat_nel*Alat_Angkut_nel/Jml_Nelayan_aktif.(8) 5

6 Wkt_simpan_nel = IF(Jml_ikan_nelayan<=50,Fr_simpan_nel/10*Alat_simpan_nel,2* Fr_simpan_nel/10) (9) Wkt_tangkap_nel = Fr_tangk1 (10) Wkt_trans_di_nel = Wkt_angkut_nelWkt_bongr_muat_nelWkt_simpan_nelWkt_tangkap_nel (11) Sedangkan biaya-biaya di nelayan terdiri atas biaya tangkap, biaya simpan, biaya bongkar muat, biaya angkut, dan biaya lain-lain. Persamaan-persamaan untuk mencari biaya di nelayan adalah sebagai berikut: By_angkut_nel = Tarif_angkut_nel*Wkt_angkut_nel (12) By_bongkar_muat_nel = Jml_ikan_nelayan*Fr_by_bongk_muat_nel*Fr_alat_bongkar_muat_nel.(13) By_lain_lain_nel = Fr_by_lain_nel*by_trans_nel..(14) By_Simpan_nel = (Fr_by_simpan_nel*Jenis_Kemasan_nel*Fas_simpan_nel)*Wkt_simpan_nel...(15) By_tangkap_nel = Jml_ikan_nelayan*Fr_by_tangkap_nel (16) by_trans_nel = By_angkut_nelBy_bongkar_muat_nelBy_Simpan_nelBy_tangkap_nel (17) Sementara itu, harga dan kualitas (Gambar 8) akan tergantung pada harga dan kualitas pada mitra sebelumnya, sehingga persamaannya menjadi: Harga(j) Harga(j) Kualitas(j) Kualitas(i) Harga(i) = (kualitas (j)/kualitas (i))*harga(i)...(18) : harga ikan laut di mitra yang bersangkutan : kualitas ikan laut di mitra yang bersangkutan : kualitas ikan laut di mitra sebelumnya : harga ikan laut di mitra sebelumnya Metode Analisis Analisis terhadap model dilakukan dengan cara verifikasi dan validasi model. Verifikasi model dilakukan dengan cara menguji struktur model melalui diskusi dengan para pelaku dalam rantai pasok ikan laut serta para ahli (pakar) yang relevan. Sedangkan validasi model dilakukan untuk mengukur tingkat kesalahan dengan menggunakan Root Mean Square Persen Error (RMSPE), yaitu rata-rata akar kuadrat dari proporsi perbedaan nilai prediksi model dengan data observasi, semakin kecil nilai RMSPE, maka model semakin valid. RMSPE n i 1 Y - Y ( Y21 n 1i 21 2 ).(19) Selanjutnya dicari nilai proporsi bias dan nilai proporsi varians dengan menggunakan persamaan di bawah ini. Proporsi bias (U M ) U M n i 1 (Y 1 n(y - Y 1i 2 ) - Y 2 2i ) 2..(20) n Proporsi Varians (Us) U S n i 1 (S -S 1 (Y 1i 2 ) - Y 2 2i ) 2..(21) n Pengujian statistik dilakukan terhadap variabel penangkapan ikan nelayan luar, jumlah ikan di nelayan, jumlah ikan di TPI, jumlah ikan di bakul, serta jumlah nelayan binaan dengan menggunakan persamaan RMSPE, proporsi bias dan proporsi varians. Hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam Tabel 2. 6

7 Dari hasil analisis terlihat bahwa semua variabel yang divalidasi mempunyai nilai RMSPE, proporsi bias, proporsi varians yang kecil serta nilai proporsi kovarians yang besar artinya nilai aktual mempunyai siklus yang sama dengan hasil simulasi, dan model dapat dikatakan valid karena mempunyai tingkat kesalahan yang kecil. Analisis selanjutnya berdasarkan metode simulasi dengan menggunakan program komputer Powersim Constructor Version 2.5d. Skenario yang dikembangkan: Skenario 1: mengganti moda transportasi alternatif 1 di sebagian mitra rantai pasok (Nelayan, TPI dan Bakul). Skenario 2: mengganti moda transportasi alternatif 1 di sebagian mitra rantai pasok (Distributor). Skenario 3: mengganti moda transportasi alternatif 1 di semua mitra rantai pasok. Skenario 4: mengganti moda transportasi alternatif 2 di sebagian mitra rantai pasok (Nelayan, TPI dan Bakul). Skenario 5: mengganti moda transportasi alternatif 2 di sebagian mitra rantai pasok (Distributor). Skenario 6: mengganti moda transportasi alternatif 2 di semua mitra rantai pasok. Skenario 7: Skenario 3 ditambah mengganti kemasan yang digunakan dalam proses pengiriman dari distributor ke konsumen. Skenario 8: Skenario 6 ditambah mengganti kemasan yang digunakan dalam proses pengiriman dari distributor ke konsumen. Jenis moda transportasi alternatif 1 dan 2 yang digunakan di setiap mitra rantai pasok bisa dilihat pada Tabel Hasil dan Pembahasan Perilaku Kualitas di Setiap Mitra Rantai Pasok Kualitas awal di setiap mitra rantai pasok sebelum peggantian moda transportasi dan kemasan diperlihatkan pada Gambar 9 dan Tabel 4. Sementara itu Gambar 10 dan Tabel 5 memperlihatkan kualitas ikan laut di setiap mitra rantai pasok setelah penggantian moda transportasi dan penggantian kemasan. Dari kedua kondisi tersebut terlihat bahwa penerapan skenario 2 dan 5 tidak mengubah nilai kualitas ikan di nelayan, TPI, dan bakul, artinya nilai kualitas ikan besarannya tetap seperti kondisi semula (tanpa penggantian moda transportasi dan kemasan). Hal ini memperlihatkan bahwa nelayan, TPI, dan bakul memiliki karakteristik yang sama yaitu nilai kualitas tidak sensitif terhadap penggantian moda transportasi alternatif 2 di sebagian mitra rantai pasok (Nelayan, TPI dan Bakul) serta terhadap penggantian moda transportasi alternatif 2 di sebagian mitra rantai pasok (Distributor). Artinya penggantian moda transportasi alternatif 2 di setiap mitra rantai pasok tidak menyebabkan kualitas ikan menjadi lebih baik, sehingga penggunaan moda transportasi alternatif 2 ini tidak disarankan untuk dilakukan. Perilaku Biaya dan Harga Rantai Pasok Gambar 11 menunjukkan perilaku biaya dan harga untuk pengiriman ke konsumen dalam dan luar negeri pada kondisi awal (tanpa penggantian moda transportasi dan kemasan). Dari gambar tersebut terlihat bahwa untuk proses distribusi ikan laut segar ke konsumen dalam negeri dan konsumen luar negeri masih terdapat selisih yang cukup besar antara harga dan biaya, artinya masih terdapat potensi keuntungan rantai pasok. Sedangkan Gambar 12 memperlihatkan perilaku harga dan biaya untuk pengiriman ke konsumen luar negeri setelah penggantian moda transportasi dan kemasan. Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa penerapan skenario 2, 7, dan 8 memperlihatkan selisih yang negatif antara harga dan biaya, artinya biaya yang dikeluarkan untuk penerapan ketiga skenario ini jauh melebihi harga jual, sehingga penerapan ketiga skenario ini tidak dianjurkan. Hal ini berlaku untuk pengiriman ke konsumen dalam dan luar negeri. Untuk lebih jelasnya, biaya, harga, serta selisih sebelum dan setelah penggantian moda transportasi dan kemasan untuk pengiriman ke konsumen luar negeri dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel tersebut terlihat bahwa skenario yang memiliki selisih negatif tidak dianjurkan untuk digunakan. 7

8 Perilaku Biaya dan Keuntungan di Setiap Mitra Rantai Pasok Perilaku pengaruh penggantian moda transportasi dan kemasan terhadap kualitas, biaya, serta keuntungan yang telah diuraikan pada bagian terdahulu memperlihatkan kondisi totalitas dalam rantai pasok. Hal ini belum bisa memperlihatkan perilaku-perilaku yang terjadi pada setiap mitra dalam rantai pasok akibat adanya penggantian moda transportasi dan kemasan tersebut. Uraian berikut ini akan memperjelas profil masing-masing mitra dalam rantai pasok ikan laut sehingga bisa dijadikan sebagai input untuk penetapan kebijakan. Penggantian moda transportasi mitra rantai pasok berarti mitra rantai pasok dibebani biaya untuk mengganti moda transportasi yang digunakan dengan harapan dapat memperkecil waktu angkut dan mempertahankan kualitas ikan. Perubahan nilai biaya dan keuntungan di setiap mitra sebagai akibat penggantian moda transportasi dan kemasan dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Peningkatan biaya di nelayan, TPI dan bakul akibat penggantian moda transportasi tidak berbeda secara nyata. Peningkatan biaya yang sangat besar terjadi di distributor untuk penerapan skenario 2, 7, dan 8. Peningkatan biaya ini disebabkan karena penggantian moda transportasi di distributor dari mobil pick up menjadi mobil box atau truk, dari pesawat biasa menjadi pesawat komersil atau pesawat khusus, serta penggantian kemasan kering menjadi kemasan basah atau kemasan khusus dengan bahan pelindung. Peningkatan keuntungan hampir tidak terlihat di setiap mitra rantai pasok, malah cenderung rugi jika distributor disamping mengganti moda transportasi juga mengganti kemasan. Hal ini terlihat pada penerapan skenario 7 dan 8 (Tabel 8). Implementasi Kebijakan Penggantian moda transportasi di setiap mitra rantai pasok serta penggantian kemasan di distributor perlu didukung oleh kebijakan pemerintah yang relevan. Intervensi kebijakan sebaiknya difokuskan pada mitra yang mempunyai penambahan biaya paling besar serta penambahan keuntungan paling kecil, misalnya melalui kebijakan tarif angkutan berdasarkan kategori mitra rantai pasok. Disamping itu, penggunaan teknologi dengan tujuan untuk menjaga kualitas akan sia-sia jika tidak didukung dengan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi. Khusus untuk pengiriman produk ke luar negeri, pemerintah sebaiknya mengeluarkan kebijakan tarif, rute, dan frekuensi yang pada dasarnya dapat membantu distributor untuk mengirimkan produknya secepat mungkin sehingga kualitas masih dapat terjaga dengan baik. Disamping itu perlu dibuat kebijakan tentang bahan-bahan yang diperbolehkan digunakan dalam kemasan produk yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya, terutama untuk pengiriman produk ke luar negeri. Penerapan semua kebijakan di atas perlu pengujian baik secara teoritis atau pun empiris supaya hasilnya tidak salah sasaran, sehingga tidak terjadi lagi salah kebijakan yang mengakibatkan kondisi lebih buruk lagi. Disamping itu semua kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik jika manajemen rantai pasok sudah berjalan dengan baik, artinya proses distribusi ikan laut dikelola secara profesional secara terintegrasi, tidak terpisah-pisah di masingmasing mitra rantai pasok, sehingga tidak ada mitra yang merasa dirugikan. Implementasi kebijakan akan mempengaruhi waktu aktivitas, sehingga penuruan kualitas dapat dikurangi, walaupun pada dasarnya pelaksanaannya akan mengalami penundaan. Model implementasi kebijakan dengan adanya penundaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 13. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setelah tahun tertentu, yaitu saat penundaan kebijakan dilewati, waktu aktivitas berkurang dan kualitas akan lebih baik lagi. Pencapaian yang lebih baik ditunjukkan oleh kurva S yang menunjukkan upaya untuk mencapai kondisi lebih baik (Gambar 14), yang menunjukkan implementasi kebijakan dengan penundaan 3 tahun, artinya kondisi pencapaian kualitas yang lebih baik akan terjadi setelah tahun ke tiga dari penggantian moda transportasi dan kemasan. 5. Kesimpulan Model yang dihasilkan dalam tulisan ini memperlihatkan interaksi antara kualitas, biaya, dan waktu dalam rantai pasok produk mudah rusak. Lebih spesifik lagi model yang dihasilkan memperlihatkan pengaruh penggunaan teknologi rantai pasok yang terdiri atas moda transportasi dan kemasan terhadap kinerja rantai pasok produk mudah rusak, yang meliputi kualitas, biaya, serta keuntungan di setiap mitra rantai pasok. Pemodelan rantai pasok 8

9 yang sudah banyak dilakukan sedikit sekali yang mengkaitkan kinerja rantai pasok dengan kualitas. Sementara dalam tulisan ini kualitas merupakan ukuran kinerja paling utama dalam rantai pasok mudah rusak, sehingga perlu dibangun struktur model yang mengkaitkan kualitas dengan teknologi rantai pasok sebagai pemicu untuk mempertahankan produk supaya tetap berada dalam kualitas yang diinginkan. Hasil penelitian ini memberi alur baru dalam penghitungan biaya rantai pasok, yaitu perhitungan biaya rantai pasok dalam tulisan ini sudah dikaitkan dengan kualitas produk. Sementara itu dalam penelitian-penelitian sebelumnya biaya rantai pasok hanya diperhitungkan berdasarkan biaya transaksi, biaya produksi, biaya simpan, biaya logistik, serta biaya pembelian [16], atau biaya di masing-masing rantai pasok [8]. Penelitian ini mencoba menggabungkan biaya-biaya yang terjadi di setiap mitra rantai pasok dengan biaya akibat penggunaan teknologi transportasi untuk menjaga kualitas produk. Penggunaan teknologi rantai pasok berpengaruh langsung terhadap waktu busuk dan waktu aktivitas, artinya penggunaan teknologi rantai pasok ini bisa mengurangi waktu aktivitas karena perubahan moda transportasi atau memperpanjang waktu busuk dengan menggunakan teknologi kemasan atau penyimpanan. Sementara itu penggunaan teknologi rantai pasok juga akan mengakibatkan penambahan biaya, sehingga terlihat interaksi antara kualitas, biaya, dan waktu. Struktur model kualitas, biaya, dan waktu yang dihasilkan berlaku umum dan dapat diterapkan untuk produkproduk mudah rusak lainnya dengan terlebih dahulu melakukan beberapa penyesuaian yang berkaitan dengan mitra rantai pasok yang terlibat serta input data sesuai kondisi objek penelitian. Demikian juga dengan alternatif kebijakan yang disarankan dalam tulisan ini, dapat diterapkan untuk meningkatkan kinerja rantai pasok produk mudah rusak lainnya, karena pada dasarnya rantai pasok produk mudah rusak mempunyai karakteristik yang sama yaitu sensitif terhadap waktu. Oleh karena itu semua alternatif kebijakan diarahkan untuk mengurangi waktu penyerahan dengan harapan kualitas produk masih bisa diterima oleh konsumen. Secara khusus bisa disimpulkan sebagai berikut: (1) Penggantian moda transportasi dan kemasan terbukti dapat menjaga kualitas produk sehingga masih bisa diterima oleh konsumen. Hal ini terlihat dari nilai kualitas di setiap mitra rantai pasok setelah penggantian moda transportasi dan kemasan cenderung lebih baik, minimal sama dengan kondisi awal, dalam arti tidak terjadi penurunan kualitas. (2) Penggantian moda transportasi dan kemasan berakibat pada naiknya biaya total rantai pasok, yang paling terasa pengaruhnya adalah di distributor. Hal ini terlihat dari penambahan biaya terbesar terjadi di distributor hampir untuk semua skenario yang diterapkan. Sedangkan pengaruhnya terhadap keuntungan di setiap mitra rantai pasok tidak terlihat secara signifikan. Hal ini terlihat dari nilai keuntungan yang relatif tidak berubah atau tetap seperti kondisi semula. Bahkan untuk penerapan skenario tertentu, distributor mengalami kerugian karena biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi tidak sebanding dengan kenaikan harga akibat kualitas dapat dipertahankan. Penambahan biaya terutama diakibatkan oleh penggantian kemasan di distributor. (3) Implementasi penggantian moda transportasi dan penggantian kemasan di distributor dengan tujuan untuk menjaga kualitas produk sebaiknya dilakukan sesegera mungkin sebelum muncul teknologi baru yang lebih ekonomis. Intervensi bisa dilakukan melalui penyiapan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, walaupun dalam pelaksanaannya pasti ada penundaan atau delay. 6. Rekomendasi Rekomendasi pertama adalah mengidentifikasi jenis-jenis teknologi yang dapat digunakan untuk memperkecil waktu aktivitas serta menahan laju penurunan kualitas, sehingga bisa dilakukan pengujian yang lebih lengkap. Rekomendasi selanjutnya adalah proses pengangkutan yang terintegrasi mulai dari hulu ke hilir. Hal ini harus didukung dengan kebijakan frekuensi dan rute penerbangan yang memudahkan proses pengiriman ke luar negeri. Disamping itu perbaikan infrastruktur jalan sangat dibutuhkan untuk mendukung kebijakan ini. 9

10 Direkomendasikan juga supaya penundaan kebijakan dapat dipercepat sehingga kualitas produk dapat terjaga sampai tiba di konsumen, yang akhirnya dapat mengurangi jumlah produk yang rusak dan tidak mempunyai nilai ekonomis lagi. Penelitian lanjutan yang bersifat memperbaiki, melengkapi, atau pun melanjutkan bisa dilakukan dengan cara: Penelitian lanjutan untuk mencari teknologi yang sesuai dan murah untuk diterapkan pada rantai pasok mudah rusak. Perlu dikaji lebih jauh tentang pemotongan rantai pasok sehingga lebih efisien dan kinerjanya lebih meningkat. Eksplorasi lebih jauh terhadap model dalam tulisan ini yang merupakan model awal, sehingga model yang dihasilkan bisa lebih mewakili sistem nyatanya dan dapat digunakan untuk proses selanjutnya. Penambahan skenario berdasarkan perspektif lain selain penggantian moda transportasi dan penggantian kemasan sehingga bisa diimplementasikan kebijakan yang dianggap efektif. Perancangan tindak lanjut untuk setiap alternatif kebijakan yang direkomendasikan di atas, baik pengujian secara teoritis atau pun secara empiris sehingga dihasilkan kebijakan yang tepat sasaran dalam rangka meningkatkan kinerja rantai pasok produk mudah rusak secara keseluruhan 7. Daftar Pustaka [1] Lai, Kee-hung (2004), Service capability and performance of logistics service providers, Transportation Research Part E 40, pp [2] Mentzer et al. (2001), Defining Supply Chain Management, Journal of Business Logistics, Volume 22 No. 2. [3] Sachan, Amit & Datta, Subhash (2005), Review of supply chain management and logistics research, International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 35, No. 9/10, Academic Research Library pp [4] Huq et al. (2005), Modelling the influence of multiple expiration dates on revenue generation in the supply chain, International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 35, No. 3, pp [5] Lagoudis et al. (2002), Defining a conceptual model for high-speed vessels, International Journal of Transport Management 1, pp [6] Watanabe, Kazunari (2002), The Impact of e-commerce on the Japanese Raw Fish Supply Chain, Northwestern University, Chicago, Illinois. [7] Zhang et al. (2004), The Evolution of Chinese Vegetable Supply Chain, Project VEGSYS Report. [8] Sachan et al. (2005), Developing Indian Grain Supply Chain Cost Model: a system dynamics approach, International Journal of Productivity and Performance Management, Vol. 54, No. 3, pp [9] Taylor, David H. (2005), Value chain analysis: an approach to supply chain improvement in agri-food chains, International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 35, No. 10, pp [10] Irianto, H.E., dan Soesilo, I. (2007), Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan, Makalah Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia, Auditorium II Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor. [11] Soesilo, I. (2001), Nilai Tambah Pada Produk-produk Perikanan, Teknologi 166. [12] Surya, A. (2006) : Membangun Kerjasama Usaha Penangkapan Pengolahan Ikan, Sosialisasi Klaster Industri Pengolahan Ikan. [13] Siregar dkk. (2007), Perancangan Klaster Industri Perikanan Berbasis Komoditas Unggulan dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Rantai Nilai, Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Institut Teknologi Bandung. [14] Rizky, F. (2009): Perancangan Decission Support System Untuk Menentukan Harga Barang Yang Bersifat Perishable (Studi Kasus PT Bornita Citra Prima), Skripsi, Jurusan Teknik ITS, Surabaya. [15] Wulandari, C. (2009): Penentuan Kuantitas Optimal dan Titik Pemesanan Kembali Pada Model Pengendalian Persediaan Untuk Barang Yang Memiliki Waktu Kadaluwarsa dan Faktor Diskon, Skripsi, Jurusan Teknik ITS, Surabaya. [16] Kim, Soo Wook, (2003), An Investigation of Information Technology Investments on Buyer-Supplier Relationship and Supply Chain Dynamics, Dissertation, Michigan State University. 10

11 Appendices Tabel 1 Batasan Model VARIABEL ENDOGEN VARIABEL EKSOGEN DI LUAR BATAS MODEL Subsistem Distribusi Tiap Mitra Rantai Pasok Penjualan ikan Fraksi waktu angkut Ketersediaan ikan luar daerah Pelelangan ikan Fraksi waktu simpan Penanganan ikan sortiran Jumlah ikan di setiap mitra Pengangkutan Penyortiran ikan Kualitas ikan Harga ikan Pendapatan Keuntungan Waktu melaut Waktu bongkar muat Waktu simpan Waktu angkut Biaya angkut Biaya simpan Biaya bongkar muat Biaya retribusi Sumber: Hasil observasi Fraksi waktu bongkar muat Fraksi waktu melaut Fraksi biaya angkut Fraksi biaya simpan Fraksi biaya bongkar muat Tarif retribusi Jarak antar mitra Alat angkut Kualitas jalan Jenis kemasan Moda transportasi Kebijakan pemerintah Tabel 2 Analisis Kesalahan Model No. Variabel RMSPE (%) Statistik Ketidaksamaan U M U S U C 1 Penangkapan ikan Nel. Luar Jumlah ikan di Nelayan Jumlah ikan di TPI Jumlah ikan di bakul Jumlah Nelayan Binaan Sumber: Hasil perhitungan 11

12 Tabel 3 Jenis Moda Transportasi yang Digunakan di Setiap Mitra Rantai Pasok Pengiriman Antar Mitra Moda Transportasi Awal Moda Transportasi Pengganti Nelayan ke TPI Manual : kecepatan 5 km/jam, kapasitas 5 kg., Alternatif 1 Gerobak roda 4: kecepatan 5 km/jam, kapasitas 80 kg., tarif Rp. 500,-/kg. tarif Rp. 500,-/kg. Alternatif 2 Gerobak roda 2 : kecepatan 5 km/jam, kapasitas 30 kg., tarif Rp. 200,-/kg. TPI ke Bakul Becak : kecepatan 10 Alternatif 1 Mobil pick up : kecepatan 40 km/jam, kapasitas km/jam, kapasitas kg., tarif Rp ,-/kg. kg., tarif Rp. 500,-/kg. Alternatif 2 Motor gerobak : kecepatan 30 km/jam, kapasitas 300 kg., tarif Rp. 600,-/kg. TPI ke Distributor Becak : kecepatan 10 Alternatif 1 Mobil pick up : kecepatan 40 km/jam, kapasitas km/jam, kapasitas kg., tarif Rp ,-/kg. kg., tarif Rp. 500,-/kg. Alternatif 2 Motor gerobak : kecepatan 30 km/jam, kapasitas 300 kg., tarif Rp. 600,-/kg. Bakul ke Distributor Becak : kecepatan 10 Alternatif 1 Mobil pick up : kecepatan 40 km/jam, kapasitas km/jam, kapasitas kg., tarif Rp ,-/kg. kg., tarif Rp. 500,-/kg. Alternatif 2 Motor gerobak : kecepatan 30 km/jam, kapasitas 300 kg., tarif Rp. 600,-/kg Distributor ke Konsumen Mobil pick up : Alternatif 1 Mobil box : kecepatan 80 km/jam, kapasitas Dalam Negeri kecepatan 60 km/jam, kg., tarif Rp ,-/kg. kapasitas 500 kg., tarif Rp ,-/kg. Alternatif 2 Mobil truk : kecepatan 80 km/jam, kapasitas kg., tarif Rp ,-/kg. Distributor ke Konsumen Luar Negeri Sumber: Hasil Wawancara pesawat : kecepatan 600 km/jam, kapasitas kg., tarif Rp ,- /kg. Alternatif 1 Pesawat komersil : kecepatan 800 km/jam, kapasitas kg., tarif Rp ,-/kg.. Alternatif 2 Pesawat Khusus : kecepatan 800 km/jam, kapasitas kg., tarif Rp ,-/kg. Tabel 4 Kualitas Ikan di Setiap Mitra Rantai Pasok Kondisi Awal Mitra Rantai Pasok Kualitas Nelayan 0,833 TPI 0,760 Bakul 0,728 Distributor 0,643 Konsumen Dalam Negeri 0,470 Konsumen Luar Negeri 0,539 Sumber: Hasil Simulasi 12

13 Tabel 5 Kualitas Ikan di Setiap Mitra Rantai Pasok Sebelum dan Sesudah Penggantian Moda Transportasi dan Kemasan Mitra Rantai Pasok Kua Awal Kua SK-1 Kua SK-2 Kua SK-3 Kua SK-4 Kua SK-5 Kua SK-6 Kua SK-7 Kua SK-8 Nelayan 0,833 0,837 0,833 0,837 0,837 0,833 0,837 0,837 0,837 TPI 0,760 0,764 0,760 0,764 0,764 0,760 0,764 0,764 0,764 Bakul 0,728 0,732 0,728 0,732 0,732 0,728 0,732 0,732 0,732 Distributor 0,643 0,647 0,658 0,647 0,646 0,647 0,647 0,662 0,662 Konsumen Dalam Negeri Konsumen Luar Negeri Sumber: Hasil Simulasi 0,470 0,470 0,550 0,537 0,470 0,551 0,551 0,55 0,564 0,539 0,539 0,575 0,562 0,539 0,567 0,567 0,575 0,580 Tabel 6 Biaya dan Harga Rantai Pasok Untuk Konsumen Luar Negeri No Skenario Harga Biaya Selisih 1 Skenario Awal , , ,80 2 Skenario , , ,20 3 Skenario , , ,00 4 Skenario , , ,20 5 Skenario , , ,90 6 Skenario , , ,00 7 Skenario , , ,00 8 Skenario , , ,20 9 Skenario , , ,60 Sumber: Hasil Simulasi Tabel 7 Peningkatan Biaya di Setiap Mitra Rantai Pasok (Rp.) No Skenario Nelayan TPI Bakul Distributo r Kons DN Kons LN 1 Skenario Awal Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Sumber: Hasil Simulasi 13

14 Tabel 8 Peningkatan Keuntungan di Setiap Mitra Rantai Pasok (Rp.) No Skenario Nelayan TPI Bakul Distributor Kons DN Kons LN 1 Skenario Awal Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario (3.373) (2.090) 9 Skenario (4.922) (7.319) Sumber: Hasil Simulasi Teknologi rantai pasok: jaringan, moda, rute, kemasan, penyimpanan Penambahan Biaya Kualitas Biaya Lainnya Profit Harga Jual - Biaya Gambar 1 Trade off Antara Kualitas, Harga Jual, Biaya, dan Keuntungan Nelayan Nelayan Teknologi Rantai Pasok Agen Pelelangan Distributor Ekspor Konsumen luar negeri Bakul Pengecer Konsumen dalam negeri Gambar 2 Rantai Pasok Ikan Laut Segar 14

15 Gambar 3 Kualitas Fungsi Dari Waktu Implementasi Kebijakan - Waktu Busuk - Penggunaan Teknologi Rantai Pasok: moda transportasi dan kemasan Kualitas - - Penurunan Kualitas - - Penambahan Biaya Waktu Aktivitas Jumlah ikan Harga Jual Margin/Potensi Keuntungan Biaya Total - Biaya Satuan - Gambar 4 Diagram Sebab Akibat 15

16 Gambar 5 Sub Model Pasokan Ikan Gambar 6 Submodel Aliran Distribusi dan Kualitas Ikan 16

17 Gambar 7 Submodel Waktu dan Biaya di Setiap Mitra Rantai Pasok Gambar 8 Submodel Harga, Biaya, serta Potensi Keuntungan di Setiap Mitra Rantai Pasok Gambar 9 Perilaku Kualitas Ikan di Setiap Mitra Rantai Pasok Kondisi Awal 17

18 Gambar 10 Perilaku Kualitas Ikan di Setiap Mitra Rantai Pasok Setelah Penggantian Moda Transportasi dan Kemasan Gambar 11 Perilaku Harga dan Biaya Rantai Pasok Untuk Pengiriman ke Konsumen Dalam Negeri dan Konsumen Luar Negeri Pada Kondisi Awal 18

19 Gambar 12 Perilaku Harga dan Biaya Rantai Pasok Untuk Pengiriman ke Konsumen Luar Negeri Setelah Penggantian Moda Transportasi dan Kemasan 19

20 Gambar 13 Model Implementasi Kebijakan Gambar 14 Kurva S Pencapaian Nilai Kualitas Yang Diinginkan Setelah Penundaan Implementasi Kebijakan Tiga Tahun 20

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis (dynamics system). Metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dipresentasikan metodelogi penelitian yang diuraikan menjadi tujuh sub bab yaitu fokus kajian dan tempat, diagram alir penelitian, k-chart penelitian, konseptual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif dan efisien dan tidak terjadi inefisiensi. Semakin baik dan cepat

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif dan efisien dan tidak terjadi inefisiensi. Semakin baik dan cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi berperan penting dalam pembangunan berbagai sektor industri di Indonesia, khususnya menciptakan sistem distribusi yang berjalan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

ANALISA KUALITAS PELAYANAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN METODE PHYSICAL DISTRIBUTION SERVICE QUALITY (PDSQ) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN KABUPATEN SIDOARJO

ANALISA KUALITAS PELAYANAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN METODE PHYSICAL DISTRIBUTION SERVICE QUALITY (PDSQ) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN KABUPATEN SIDOARJO ANALISA KUALITAS PELAYANAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN METODE PHYSICAL DISTRIBUTION SERVICE QUALITY (PDSQ) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN KABUPATEN SIDOARJO Wiwik Sulistiyowati w2k.umsida@gmail.com Verani Hartati

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Transportasi memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lain, mendukung suatu rantai pasokan menjalankan fungsi pengiriman barang dari hulu (pemasok)

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Dinamik dalam Pengelolaan Manajemen Distribusi Logistik Terhadap Perkembangan Teknologi Informasi pada PT Sunan Inti Perkasa

Pengembangan Sistem Dinamik dalam Pengelolaan Manajemen Distribusi Logistik Terhadap Perkembangan Teknologi Informasi pada PT Sunan Inti Perkasa Pengembangan Sistem Dinamik dalam Pengelolaan Manajemen Distribusi Logistik Terhadap Perkembangan Teknologi Informasi pada PT Sunan Inti Perkasa Titus Kristanto 1, Eka Cahya Muliawati 2, Rachman Arief

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logistik bukanlah hal yang baru di dunia industri. Sepanjang sejarah logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan mengirimkannya ke

Lebih terperinci

Perbaikan Sistem Persediaan Karpet dan Spon di UD Luas, Surabaya

Perbaikan Sistem Persediaan Karpet dan Spon di UD Luas, Surabaya Perbaikan Sistem Persediaan Karpet dan Spon di UD Luas, Surabaya Indri Hapsari, Stefanus Soegiharto, Theodore S.K. Teknik Industri, Universitas Surabaya Jl. Raya Kalirungkut, Surabaya 60293 Email: indri@ubaya.ac.id

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG KARPET MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER INTERVAL PROBABILISTIC MODEL

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG KARPET MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER INTERVAL PROBABILISTIC MODEL PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG KARPET MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER INTERVAL PROBABILISTIC MODEL Indri Hapsari, Dermanto Ang Teknik Industri Universitas Surabaya Jl. Raya Kalirungkut, 60293, Surabaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun perekonomian dan perindustrian nasional kini dihadapkan kepada dampak krisis ekonomi global, namun bisnis ritel di Indonesia tidak terkendala bahkan masih

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS NURILLAH UTAMI NIM :

HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS NURILLAH UTAMI NIM : HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam dunia perindustrian di era globalisasi saat ini semakin ketat dengan kemajuan teknologi informasi. Kemajuan dalam teknologi informasi menjadikan

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Persediaan di sepanjang supply chain memiliki implikasi yang besar

Lebih terperinci

Suci Fujianti LOGO

Suci Fujianti LOGO Suci Fujianti 2508 100 157 Peluang Produk Makanan Perishable Internasional Nasional 1/3 total penjualan ritel dunia (Broekmeulen dan Donselaar, 2009) Kontribusi PDB sektor pertanian terhadap PDB nasional

Lebih terperinci

Bab 2 Strategi Supply Chain

Bab 2 Strategi Supply Chain Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Bab 2 Strategi Supply Chain Dr. Eko Ruddy Cahyadi 2-1 Competitive and Supply Chain Strategies Competitive strategy: Kebutuhan

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

PERMASALAHAN BULLWHIP EFFECT PADA SUPPLY CHAIN

PERMASALAHAN BULLWHIP EFFECT PADA SUPPLY CHAIN PERMASALAHAN BULLWHIP EFFECT PADA SUPPLY CHAIN Tita Talitha Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id Abstract

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI Steven 1, Richard Ch Ali 2, Ratna Setiawardani Alifen 3 ABSTRAK : Pengadaan material dalam sebuah proyek konstruksi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban. dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban. dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut: BAB V PENUTUP Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut: 5.1. Simpulan 5.1.1. Hasil analisis menunjukkan bahwa dapat didentifikasi

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari gelombang globalisasi menuntut para pelaku usaha atau perusahaan untuk lebih responsif dalam menghadapi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

PENGARUH PENENTUAN JUMLAH PEMESANAN PADA BULLWHIP EFFECT

PENGARUH PENENTUAN JUMLAH PEMESANAN PADA BULLWHIP EFFECT PENGARUH PENENTUAN JUMLAH PEMESANAN PADA BULLWHIP EFFECT Puji Lestari, Liong Irena, I Gede Agus Widyadana Program Studi Teknik Industri, Universitas Kristen Petra Siwalankerto, Surabaya, Indonesia (Received:

Lebih terperinci

P nge g rt r ia i n E-Com o m m e m rc r e

P nge g rt r ia i n E-Com o m m e m rc r e PengertianE-Commerce E-Commerce Mengenal E-Commerce Perdagangan sebenarnya merupakan kegiatan yang dilakukan manusia sejak awal peradabannya. Sejalan dengan perkembangan manusia, cara dan sarana yang digunakan

Lebih terperinci

A. Pengertian Supply Chain Management

A. Pengertian Supply Chain Management A. Pengertian Supply Chain Management Supply Chain adalah adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. 1.1 Latar Belakang Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah

Lebih terperinci

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 Program Studi MMTITS, Surabaya 24 Januari 2015 ANALISIS PENENTUAN ESTIMASI BIAYA, PENJADWALAN DAN PENGELOLAAN DISTRIBUSI SERTA DAMPAK PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KINERJA LOGISTIK (STUDI KASUS:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Simulasi 2.1.1. Pengantar Simulasi Dalam dunia manufaktur, simulasi digunakan untuk menentukan schedule produksi, inventory level, dan prosedur maintenance, merencanakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam bidang usaha logistik baik di dunia maupun di Indonesia sudah semakin ketat. Saat ini dapat dikatakan bahwa industri logistik sudah menjadi

Lebih terperinci

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT ANALISIS SUPPLY CHAIN DALAM AKTIVITAS DISTRIBUSI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU (PPNP) Supply Chain Analysis on the Distribution Activity in Palabuhanratu Archipelago Fishing Port Oleh:

Lebih terperinci

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I Pengelolaan Rantai Pasokan 1 Rantai Pasok(Supply Chain) Suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI KOMPONEN ELEKTRONIKA (KBLI 321) DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia, jagung memiliki kontribusi sebagai komponen industri pakan. Lebih dari 50% komponen pakan pabrikan adalah jagung. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna mendapatkan perhatian internasional. Hal ini terkait dengan maraknya kegiatan penangkapan ikan tuna

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Konsep, Pengelolaan, Kolaborasi SCM Sistem Informasi Terpadu Tahapan Evolusi Pengembangan Aspek Pengembangan 6623 - Taufiqur Rachman 1 Konsep SCM 3 SCM Memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah dalam penelitian, serta pada bagian akhir sub bab juga terdapat sistematika penulisan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Supply Chain Management. Maka dari itu sistem management dalam. memaksimalkan di dalam pengiriman produk ke distributor.

BAB I PENDAHULUAN. adalah Supply Chain Management. Maka dari itu sistem management dalam. memaksimalkan di dalam pengiriman produk ke distributor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam berkembangnya sistem management distribusi pada perusahaan, dimana perusahaan harus mampu untuk melakukan sebuah sistem kerja yang terbaik di dalam pendistribusian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tidak dapat lepas dari persoalan transportasi, baik untuk pengadaan bahan baku ataupun dalam mengalokasikan barang jadinya. Salah satu metode yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri konstruksi dianggap sebagai industri yang memiliki tingkat fragmentasi tinggi. Terpecah-pecahnya suatu proyek konstruksi ke dalam beberapa paket pekerjaan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 SCM produk pertanian berbasis IT Budi Sulistyo Program Studi Teknik Industri, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Jl. Telekomunikasi-Dayeuhkolot

Lebih terperinci

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Transportasi memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lain yang membuat suatu rantai pasokan menjalankan pengiriman barang dari hulu ke hilir (pelanggan).

Lebih terperinci

Konsep E-Business. Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom

Konsep E-Business. Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom Konsep E-Business Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom Deskripsi Membahas mengenai bisnis internal, kolaborasi berbagai bentuk e-bisnis, serta keterkaitan e-business dengan e-commerce berbagai bentuk application.

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Manajemen Bandung LOGISTICS MANAGEMENT

Sekolah Tinggi Manajemen Bandung LOGISTICS MANAGEMENT LOGISTICS MANAGEMENT SCOPE & INFLUENCE Sekolah Tinggi Manajemen Bandung THE EVOLUTION OF LOGISTICS WORKPLACE LOGISTICS FACILITY LOGISTICS CORPORATE LOGISTICS SUPPLY CHAIN LOGISTICS GLOBAL LOGISTICS 1950

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT Supply Chain Management Tita Talitha,MT 1 Materi Introduction to Supply Chain management Strategi SCM dengan strategi Bisnis Logistics Network Configuration Strategi distribusi dan transportasi Inventory

Lebih terperinci

Cross Docking 2/4/2010. Disusun oleh: Ahmad Fatih Fudhla ( ) Dibimbing oleh: Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng. PhD Arief Rahman, ST, MSc

Cross Docking 2/4/2010. Disusun oleh: Ahmad Fatih Fudhla ( ) Dibimbing oleh: Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng. PhD Arief Rahman, ST, MSc Tesis Pengembangan Model Matematis untuk Penjadwalan Rute Kendaraan Cross Docking dalam Rantai Pasok dengan Mempertimbangkan Batasan Kelas Jalan dan Kendaraan yang Heterogen Disusun oleh: Ahmad Fatih Fudhla

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU

Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU Sistem Informasi Korporat Terpadu Konsep manajemen supply chain memperlihatkan adanya proses ketergantungan antara berbagai perusahaan

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Waktu merupakan salah satu inti dari masalah logistik. Bagi pelanggan waktu adalah layanan yang dibutuhkan, sedangkan bagi penjual barang waktu adalah biaya. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain

Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain Dr. Eko Ruddy Cahyadi 3-1 Pengendali kinerja Supply Chain Fasilitas Persediaan Transportasi

Lebih terperinci

Disain Jejaring (Network Design)

Disain Jejaring (Network Design) Disain Jejaring (Network Design) McGraw-Hill/Irwin Copyright 2013 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. Gambaran Disain Jejaring Jejaring Fasilitas Perusahaan Kebutuhan pergudangan Analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini kian membantu prosesproses bisnis dalam berbagai bidang. Banyak perusahaan menggunakan teknologi sebagai penunjang aktivitas

Lebih terperinci

ANALISA INVENTORY TURNOVER PADA PRODUK EKSPOR PADA PT. SCHERING PLOUGH INDONESIA

ANALISA INVENTORY TURNOVER PADA PRODUK EKSPOR PADA PT. SCHERING PLOUGH INDONESIA ANALISA INVENTORY TURNOVER PADA PRODUK EKSPOR PADA PT. SCHERING PLOUGH INDONESIA Prawasmita Sedyandini dan Moses L. Singgih Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH E-BUSSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Yan Ardiansyah NIM : 08.11.2024 Kelas : S1TI-6C JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri Farmasi merupakan salah satu industri besar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri Farmasi merupakan salah satu industri besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri Farmasi merupakan salah satu industri besar dan berpengaruh di Indonesia. Saat ini, nilai pasar obat di Indonesia lebih dari US$ 500 juta atau sekitar Rp.

Lebih terperinci

Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional

Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional A817 Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional Lidra Trifidya, Sarwosri, dan Erma Suryani Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PENJADWALAN DISTRIBUSI DENGAN METODE DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING DI CV. FAJAR TEKNIK SEJAHTERA, SIDOARJO

PERENCANAAN DAN PENJADWALAN DISTRIBUSI DENGAN METODE DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING DI CV. FAJAR TEKNIK SEJAHTERA, SIDOARJO PERENCANAAN DAN PENJADWALAN DISTRIBUSI DENGAN METODE DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING DI CV. FAJAR TEKNIK SEJAHTERA, SIDOARJO SKRIPSI Diajukan Oleh : ADIK ALFAN ARIANDI NPM : 0732010022 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENELUSURAN MATERIAL PT ALSTOM POWER ESI SURABAYA

PERANCANGAN SISTEM PENELUSURAN MATERIAL PT ALSTOM POWER ESI SURABAYA PERANCANGAN SISTEM PENELUSURAN MATERIAL PT ALSTOM POWER ESI SURABAYA Nur Aini Rachmawati, Iwan Vanany Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria kepuasan konsumen seperti ketepatan dalam pengiriman, cost yang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria kepuasan konsumen seperti ketepatan dalam pengiriman, cost yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekarang ini terjadi perubahan paradigma mengenai kualitas. Suatu produk yang berkualitas tidak hanya merupakan produk dengan kinerja yang baik tetapi juga

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar di dunia, Persaingan

Lebih terperinci

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016 Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016 Strategi Kompetitif-Strategi Supply Chain Strategi Kompetitif : strategi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan konsumen melalui barang dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dirancang untuk mengetahui aliran supply chain management pada sereh wangi desa Cimungkal Kabupaten Sumedang. Penelitian ini bersifat kualitatif sehingga hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Di dalam dunia logistik, pendistribusian barang sudah menjadi bagian penting dan sangat diperhatikan. Distribusi merupakan langkah untuk memindahkan dan memasarkan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN Dalam Bab ini akan dibahas teori-teori yang berhubungan dengan strategi rantai pasok yang diterapkan di perusahaan distribusi dan akan digunakan dalam menganalisis permasalahan

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan Pendahuluan Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur

Lebih terperinci

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2015

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2015 Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2015 Strategi Kompetitif-Strategi Supply Chain Strategi Kompetitif : strategi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan konsumen melalui barang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan makanan alami atau yang tidak mengandung bahan pengawet buatan merupakan bahan yang diinginkan oleh konsumen. Selain alasan kesehatan, soal rasa pun bahan makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Manajemen inventory merupakan suatu faktor yang penting dalam upaya untuk mencukupi ketersediaan stok suatu barang pada distribusi dan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL SISTEM DINAMIS UNTUK MENGANALISA KETERSEDIAAN PART DI PT KOMATSU REMAN INDONESIA

PENERAPAN MODEL SISTEM DINAMIS UNTUK MENGANALISA KETERSEDIAAN PART DI PT KOMATSU REMAN INDONESIA PENERAPAN MODEL SISTEM DINAMIS UNTUK MENGANALISA KETERSEDIAAN PART DI PT KOMATSU REMAN INDONESIA Iman Setyoaji, Edi Santoso Universitas Bina Nusantara, Jl. Kunir 37 RT 01/V Banyumanik Bangunharjo Semarang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : bappedajakarta.go.id

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : bappedajakarta.go.id BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk di Indonesia khususnya di Ibukota Jakarta semakin bertambah Setiap harinya. Berdasarkan dari data yang ada, terhitung pada tahun 2013 jumlah penduduk di Jakarta

Lebih terperinci

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI INVENTORY MANAGEMENT MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI Manajemen Persediaan Manajemen persediaan merupakan suatu cara untuk mengelola dan mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan yang tepat sehingga

Lebih terperinci

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan Materials Supply Chain Analysis In The Maritime Industrial Estate On The Productivity Of Shipbuilding

Lebih terperinci

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU Universitas Esa Unggul Jakarta PENGERTIAN BAHAN BAKU Adalah bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi. Bahan baku dapat diperoleh dari pembelian

Lebih terperinci

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT. PT. Barata Indonesia merupakan perusahaan manufaktur dengan salah satu proyek dengan tipe job order, yaitu pembuatan High Pressure Heater (HPH) dengan pengerjaan pada minggu ke 35 yang seharusnya sudah

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #1

Pembahasan Materi #1 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Istilah Definisi SCM Ruang Lingkup SCM Model Umum SCM Dasar Pemikiran SCM Tingkat Kepentingan SCM Teknik Penerapan SCM Efektifitas SCM Keuntungan SCM 6623

Lebih terperinci

III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian

III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian Sebuah manajemen rantai pasok yang baik memerlukan berbagai keputusan yang berhubungan dengan aliran informasi, produk dan dana. Rancang bangun rantai pasokan untuk

Lebih terperinci