HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN METODE PENELITIAN

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Pengaruh Pupuk Unsur N, P, dan K bagi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lestari Alamku, Produktif Lahanku

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah pada lokasi penelitian membutuhkan tambahan hara agar dapat mendukung pertumbuhan optimal tanaman (Lampiran 4 dan 5). Secara umum kandungan unsur hara yang terkandung pada tanah tersebut tergolong rendah sampai sangat rendah, kecuali unsur hara Mg tergolong tinggi dengan nilai sebesar 3.07 me/100 g. Kandungan bahan organik tanah juga tergolong rendah dengan nilai sebesar 1.35 %. Kandungan unsur hara penting (N, P, K) tergolong rendah sampai sangat rendah dengan nilai masing-masing sebesar 0.15 %, 2.60 ppm, dan 0.32 me/100g. Kandungan hara makro lainnya yaitu Ca sebesar 5.78 me/100g dan tergolong rendah sampai sedang. Nilai ph tanah sebesar 6.30 dan tergolong tanah agak masam. Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa tergolong sedang dengan masing-masing nilai sebesar 17.62 me/100g dan 54.03 %. Tekstur tanah tergolong liat berdebu dengan kandungan pasir 8.43 %, debu 40.81 %, dan liat 50.76 %. Hasil analisis sumber pupuk organik yang digunakan pada musim tanam pertama (Lampiran 1) menunjukkan adanya perbedaan keunggulan pada masingmasing sumber pupuk. Perbedaan kandungan hara ini terutama pada kandungan hara N, P, dan K. Pupuk C. pubescens memiliki kandungan hara N tertinggi dibandingkan kedua pupuk lainnya walaupun semuanya berada dalam kategori sangat tinggi. Pupuk kandang ayam mengandung unsur hara P paling banyak diikuti C. pubescens dan T. diversifolia. Pupuk T. diversifolia unggul dalam kandungan hara K dan berbeda jauh dibandingkan pupuk kandang ayam maupun pupuk C. pubescens. Aplikasi pupuk organik mengakibatkan peningkatan unsur hara dan kandungan bahan organik tanah. Ketersediaan bahan organik tanah dan unsur hara N menjadi kategori sedang. Unsur hara P dan K berada pada level sedang sampai sangat tinggi. Ketersediaan Ca meningkat menjadi tinggi sedangkan Mg tetap tergolong tinggi seperti keadaan semula. Perbedaan kandungan unsur hara akibat aplikasi pupuk organik terlihat pada kandungan hara P. Pupuk kandang

ayam memberikan tambahan hara P yang paling banyak sehingga tergolong sangat tinggi, sedangkan pupuk hijau C. pubescens dan T. diversifolia memberikan tambahan hara P yang sama pada level sedang. Nilai kejenuhan basa meningkat menjadi sangat tinggi sedangkan kapasitas tukar kation tetap pada kategori sedang. Setelah kegiatan budidaya musim tanam pertama, terjadi penurunan kandungan hara pada tanah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penyerapan hara oleh tanaman maupun kemungkinan kehilangan hara akibat faktor lainnya. Perlakuan pemupukan organik pada musim tanam kedua menunjukkan pola yang sama pada status kandungan hara. Memasuki musim tanam ke-dua, keunggulan pupuk C. pubescens seperti pada musim tanam pertama tidak terlihat. Kandungan hara N pada pupuk C. pubescens justru lebih rendah dibandingkan kandungan pupuk T. diversifolia. Perbedaan kondisi iklim mikro pada kedua musim tanam kemungkinan menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan hara pada sumber pupuk C. pubescens. Kandungan hara P dan K pada ketiga sumber pupuk terlihat relatif sama. Rasio C/N pupuk kandang ayam pada musim tanam ke-dua sebesar 53.64. Hal ini dapat terjadi akibat penanganan sumber pupuk yang kurang baik sebelum aplikasi. Unsur hara N diketahui mudah hilang karena tercuci atau menguap. Penyimpanan tumpukan pupuk kandang pada tempat terbuka kemungkinan telah menyebabkan berkurangnya kandungan hara N akibat tercuci saat hujan. Masing-masing pupuk organik memiliki masa dekomposisi yang berbeda. Proses dekomposisi C. pubescens terlihat belum sempurna bila dibandingkan dengan pupuk T. diversifolia maupun pupuk kandang ayam. Hal ini dibuktikan dengan masih dijumpainya daun C. pubescens dalam larikan tanah. Proses dekomposisi yang lambat bagi pupuk C. pubescens ini disebabkan oleh rasio C/N yang lebih tinggi dibandingkan pada pupuk T.diversifolia, walaupun keduanya merupakan pupuk hijau. Rasio C/N bahan pupuk C. pubescens sebesar 18.25 sedangkan rasio C/N bahan pupuk T. diversifolia adalah sebesar 15.08. Semakin

tinggi rasio C/N suatu bahan organik maka waktu yang dibutuhkan untuk dekomposisi akan semakin lama. Data sumbangan hara yang diperoleh dari ketiga sumber pupuk merupakan hasil konversi dosis pupuk organik yang diberikan dengan memperhitungkan kandungan hara pada masing-masing pupuk organik (Tabel 1). Tabel 1. Sumbangan Unsur Hara Perlakuan Pupuk Organik pada Musim Tanam Pertama dan Ke-dua Sumbangan Hara Pupuk Organik (kg/ha) N P 2 O 5 K 2 O Musim Tanam Pertama 20 ton pupuk kandang ayam 228.0 136.0 330.0 10 ton pupuk kandang ayam + 4.3 ton C. pubescens 264.1 83.5 210.2 10 ton pupuk kandang ayam + 4.3 ton T. diversifolia 245.6 78.8 412.3 Musim Tanam Kedua (Dosis 100 %) 20 ton pupuk kandang ayam 84.0 42.0 128.0 10 ton pupuk kandang ayam + 4.3 ton C. pubescens 169.7 35.2 86.4 10 ton pupuk kandang ayam + 4.3 ton T. diversifolia 198.5 35.6 88.1. Musim Tanam Kedua (Dosis 50 %). 10 ton pupuk kandang ayam 42.0 21.0 64.0 5 ton pupuk kandang ayam + 2.1 ton C. pubescens 84.9 17.6 43.2 5 ton pupuk kandang ayam + 2.1 ton T. diversifolia 99.3 17.8 44.0 Kondisi iklim sangat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Data iklim memperlihatkan rata-rata curah hujan, temperatur dan intensitas penyinaran matahari yang berdampak langsung pada kegiatan penelitian. Rata-rata curah hujan selama musim tanam pertama adalah sebesar 100.79 mm/minggu dan 45.57 mm/minggu pada musim tanam kedua. Perbedaan relatif kecil diperlihatkan oleh rata-rata temperatur mingguan yaitu sebesar 12.82 o C pada musim tanam pertama dan 12.85 o C pada musim tanam kedua (Gambar 3). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga dipengaruhi oleh kehadiran populasi hama tanaman. Serangan hama terjadi sangat tinggi pada musim tanam pertama, terutama memasuki masa pertumbuhan vegetatif maksimal. Pada masa ini, serangan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) terjadi pada seluruh tanaman yang menyebabkan pengisian gabah menjadi terhambat bahkan menjadi hampa. Kehadiran hama walang sangit paling mudah diketahui karena akan menimbulkan bau yang khas dan selalu beraktivitas di bagian malai padi. Gabah

yang sudah dihisap walang sangit akan berubah warna menjadi coklat kehitaman ketika umur gabah semakin tua, disamping kebanyakan gabah menjadi hampa. Hama penting lainnya yang cukup berpengaruh adalah burung pipit peking (Lonchura punctulata). Kehadiran burung perlu diwaspadai karena akibat serangan burung, banyak gabah yang rontok dan termakan oleh burung tersebut. Selain kedua hama tersebut, dijumpai juga hama-hama lainnya tetapi kehadirannya tidak membahayakan tanaman. Sistem budidaya organik yang diterapkan pada penelitian ini dengan sendirinya menghadirkan serangga sejenis belalang yang berperan sebagai musuh alami bagi hama walang sangit. Salah satu faktor yang turut mendukung perkembangan populasi hama adalah sistem penanaman yang tidak serempak di areal sekeliling penelitian dilakukan. Lokasi penelitian berada di pinggiran areal penanaman padi sawah. Petani tidak seragam dalam penentuan waktu tanam sehingga perkembangan hama terus meningkat karena sumber makanan tersedia secara kontinyu (a). Curah Hujan (b). Temperatur Curah hujan (mm) 600 500 400 300 200 100 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 Temperatur ( o C) 26.2 26 25.8 25.6 25.4 25.2 25 24.8 24.6 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 Umur Tanaman (MST) Umur Tanaman (MST) (c). Intensitas Sinar Matahari Int. Sinar (Cal/cm 2 /mnt) 26.2 26 25.8 25.6 25.4 25.2 25 24.8 24.6 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 Musim Tanam Pertama (Januari Mei 2010) Musim Tanam Ke-dua (Januari Juni 2011) Umur Tanaman (MST) Gambar 3. Data Iklim Selama Penelitian Berlangsung.

Hasil Rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 2 dan 3) menunjukkan bahwa secara umum jenis pupuk organik yang diaplikasikan hanya memberikan pengaruh pada beberapa variabel pertumbuhan maupun produksi tanaman, baik pada musim tanam pertama maupun musim tanam kedua. Begitu juga pengaruh yang disebabkan oleh varietas. Pengaruh dosis pupuk pada musim tanam kedua tidak nyata secara statistik pada sebagian besar variabel yang diamati. Kombinasi antara faktor jenis pupuk dan varietas pada musim tanam pertama maupun musim tanam ke-dua juga hanya memberikan pengaruh pada komponen pertumbuhan tanaman. Interaksi perlakuan dosis pupuk dengan jenis pupuk maupun dosis pupuk dengan varietas juga memberikan pengaruh pada beberapa variabel pengamatan. Interaksi perlakuan dosis pupuk, jenis pupuk, dan varietas pada musim tanam kedua berpengaruh pada beberapa variabel pertumbuhan tanaman. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo akibat Perlakuan Pupuk dan Varietas pada Musim Tanam Pertama. Peubah Umur (MST) Pupuk (P) Varietas (V) P*V KK (%) Komponen Pertumbuhan : Tinggi Tanaman (cm) 6 tn tn tn 13.29 7 tn tn tn 13.41 8 tn tn tn 13.98 9 * tn tn 13.05 10 ** tn tn 11.44 11 ** tn tn 11.04 12 ** tn tn 10.75 Jumlah Anakan 7 tn ** ** 5.03 9 tn ** * 5.78 11 tn ** * 3.96 13 tn tn ** 5.03 Bobot Basah Tajuk (g) 12 tn tn tn 14.89 1 Bobot Kering Tajuk (g) 12 tn tn tn 22.35 1 Bobot Basah Akar (g) 12 tn tn tn 26.12 1 Bobot Kering Akar (g) 12 tn tn tn 28.73 1 Kadar Hara : N (%) 12 tn tn tn 9.57 P (%) 12 * tn tn 5.34 K (%) 12 tn tn tn 10.43

Tabel 2. Lanjutan Peubah Umur (MST) Pupuk (P) Varietas (V) P*V KK (%) Serapan Hara : N (mg/tan) 12 tn ** ** 18.78 P (mg/tan) 12 tn ** * 25.98 K (mg/tan) 12 tn ** ** 19.62 Serangan Hama/Penyakit : Intensitas Serangan Hama 6 * ** tn 20.22 dan Keparahan Penyakit (%) 8 tn ** tn 16.81 10 tn ** tn 10.35 12 * ** tn 10.64 14 ** ** tn 8.93 Umur Berbunga (HST) ** ** tn 0.93 Panjang Daun Bendera (cm) 14 tn tn tn 0.75 Lebar Daun Bendera (cm) 14 tn tn tn 1.80 Bobot Basah Tajuk (g) 15 tn tn tn 4.88 Bobot Kering Tajuk (g) 15 tn tn tn 6.64 Bobot Basah Akar (g) 15 tn tn tn 3.18 Bobot Kering Akar (g) 15 * tn tn 9.37 Keterangan : (tn) Tidak berbeda nyata; (*) Berbeda nyata pada taraf 5%; (**) Berbeda nyata pada taraf 1%; 1 hasil transformasi (+0.5) Interaksi perlakuan jenis pupuk organik dan varietas memberikan pengaruh yang nyata secara statistik pada pertambahan jumlah anakan padi gogo (Tabel 2). Pertambahan jumlah anakan terjadi karena didukung oleh tingkat serapan hara yang berlangsung baik. Pengaruh interaksi perlakuan jenis pupuk dan varietas juga berpengaruh nyata pada serapan hara N, P, dan K. Serapan hara yang baik ini selanjutnya akan mempengaruhi proses fisiologis sehingga memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman memberikan respon yang berbeda akibat interaksi perlakuan dosis, jenis pupuk dan varietas pada musim tanam kedua. Respon berbeda ini ditunjukkan pada komponen tinggi tanaman (Tabel 3). Perlakuan jenis pupuk hanya berpengaruh nyata pada persentase gabah hampa. Perbedaan persentase gabah hampa ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya perbedaan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo akibat Perlakuan Dosis, Pupuk, dan Varietas pada Musim Tanam Kedua. Peubah Umur (MST) Dosis (D) Pupuk (P) Varietas (V) D*P D*V P*V D*P*V Komponen Pertumbuhan : Tinggi Tanaman (cm) 2 tn * ** tn * tn tn 4.62 4 tn tn ** tn tn tn ** 8.33 6 tn tn * tn tn tn tn 17.16 8 tn tn ** tn tn tn ** 6.47 10 tn tn ** tn tn ** ** 3.73 12 tn tn ** tn tn ** ** 2.87 Jumlah Anakan 7 tn tn tn tn tn tn tn 10.21 9 tn tn tn tn tn tn tn 11.07 11 tn tn tn tn tn tn tn 13.14 13 tn tn tn tn tn tn tn 11.31 15 tn tn tn tn tn tn tn 11.94 17 * tn tn tn tn tn tn 12.36 19 * tn tn tn tn tn tn 12.21 Bobot Basah Tajuk (g) 14 tn tn * tn tn tn tn 6.43 1 Bobot Kering Tajuk (g) 14 tn tn ** tn tn tn tn 8.16 1 Bobot Basah Akar (g) 14 tn tn tn tn tn tn tn 9.36 1 Bobot Kering Akar (g) 14 tn tn tn tn tn tn tn 11.94 1 Kadar Hara : N (%) 14 tn tn tn tn tn tn tn 14.04 P (%) 14 tn tn tn tn tn tn tn 8.25 K (%) 14 ** tn tn tn tn tn tn 14.31 KK (%)

Tabel 3. Lanjutan Peubah Umur (MST) Dosis (D) Pupuk (P) Varietas (V) D*P D*V P*V D*P*V Serapan Hara : N (mg/tan) 14 tn tn ** tn tn tn tn 28.01 P (mg/tan) 14 tn tn ** tn tn * tn 29.30 K (mg/tan) 14 tn tn ** tn tn tn tn 4.82 1 Serangan Hama/Penyakit : Intensitas Serangan Hama 6 * tn ** tn tn tn tn 23.53 dan Keparahan Penyakit (%) 8 * * ** tn * * * 15.07 10 tn ** ** tn tn tn tn 22.67 12 tn ** ** tn tn tn tn 18.05 14 tn ** ** tn tn tn tn 16.33 16 tn ** ** tn tn tn tn 9.47 18 tn tn ** tn tn tn tn 10.26 Komponen Produksi : Umur Berbunga (HST) tn tn ** tn tn tn tn 5.44 Panjang Daun Bendera (cm) 17 tn tn tn tn tn tn tn 1.17 Lebar Daun Bendera (cm) 17 tn tn tn tn tn tn tn 1.66 Jumlah Anakan Produktif 20 tn tn * tn tn tn tn 16.10 Panjang Malai (cm) 20 tn tn tn tn tn tn tn 4.94 Jumlah Bulir per Malai 20 tn tn tn tn tn tn tn 23.41 Total Bobot Gabah per Petak (g) 20 tn tn tn tn tn tn tn 17.01 Persentase Gabah Hampa (%) 20 tn * tn * tn tn tn 9.05 Bobot 1000 Butir Gabah (g) 20 tn tn ** tn tn tn tn 3.74 Potensi Hasil per Hektar (ton) 20 tn tn tn tn tn tn tn 17.04 KK (%)

Tabel 3. Lanjutan Peubah Umur Dosis Pupuk Varietas KK D*P D*V P*V D*P*V (MST) (D) (P) (V) (%) Bobot Basah Tajuk (g) 20 tn tn ** tn * tn tn 20.66 Bobot Kering Tajuk (g) 20 tn * tn tn tn tn tn 19.73 Bobot Basah Akar (g) 20 tn tn ** tn * tn tn 24.58 Bobot Kering Akar (g) 20 tn tn tn tn tn tn tn 11.87 1 Keterangan : (tn) Tidak berbeda nyata; (*) Berbeda nyata pada taraf 5%; (**) Berbeda nyata pada taraf 1%; 1 hasil transformasi (+0.5)

I. Komponen Pertumbuhan Tanaman A. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo pada Dua Musim Tanam Jenis pupuk organik yang diaplikasikan pada musim tanam pertama berpengaruh nyata pada variabel tinggi tanaman umur 9, 10, 11, dan 12 MST (Tabel 4). Tanaman yang diberi pupuk T. diversifolia terlihat tumbuh lebih tinggi dibandingkan tanaman lain yang diberi kedua jenis pupuk lainnya, walaupun pada saat tanaman berumur 9 dan 10 MST tingginya relatif sama dengan tanaman yang diberi pupuk C. pubescens. Pupuk T. diversifolia juga memberikan pengaruh paling baik pada variabel tinggi tanaman pada musim tanam ke-dua, disusul oleh perlakuan pupuk kandang dan pupuk C. pubescens yang menunjukkan pengaruh yang sama. Pengaruh nyata akibat jenis pupuk organik juga terjadi pada variabel pengamatan kadar hara P yang terkandung pada tajuk tanaman pada musim tanam pertama. Kadar hara P tajuk tanaman berbeda nyata dan lebih tinggi pada tanaman yang diberi pupuk C. pubescens walaupun berbeda tidak nyata dengan tanaman yang diberi pupuk kandang ayam. Tanaman yang diberi pupuk T. diversifolia menunjukkan ketahanan yang lebih baik terhadap serangan pathogen dan secara statistik berbeda nyata pada umur tanaman 6, 12, dan 14 MST. Pengaruh terbaik pupuk T. diversifolia terhadap ketahanan tanaman ini juga terlihat pada musim tanam kedua, saat tanaman berumur 10, 12, 14, dan 16 MST). Ketahanan tanaman yang diberi pupuk kandang ayam dan C. pubescens relatif sama. Tabel 4. Pengaruh Jenis Pupuk terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam Peubah MST Musim Tanam Pertama Musim Tanam Ke-dua MST PK PK+CP PK+TD PK PK+CP PK+TD Tinggi Tanaman (cm) 2 11.19 b 11.18 b 11.80 a 4 24.23 22.20 23.95 6 32.81 39.26 39.28 6 42.10 35.12 37.90 7 36.44 43.20 43.07 8 40.21 47.06 47.51 8 58.01 54.26 60.87 9 44.23 b 50.72 a 52.22 a 10 47.81 b 53.90 a 58.03 a 10 68.22 65.38 71.91 11 50.69 c 56.53 b 63.11 a 12 53.90 c 59.13 b 69.60 a 12 81.85 80.16 88.42 Jumlah Anakan 7 11.70 11.20 11.70 7 12.30 11.90 12.20 9 13.60 13.10 13.60 9 14.60 14.20 15.00 11 15.40 14.90 15.40 11 16.50 16.00 16.90

Tabel 4. Lanjutan Peubah MST Musim Tanam Pertama Musim Tanam Ke-dua MST PK PK+CP PK+TD PK PK+CP PK+TD 13 17.30 17.20 17.70 13 17.90 17.40 18.40 15 19.10 18.80 19.70 17 20.40 19.90 21.00 19 21.00 20.70 21.50 Bobot Basah Tajuk (g) 12 21.33 28.92 35.58 14 136.25 115.58 173.67 Bobot Kering Tajuk (g) 12 5.95 7.48 9.5 14 35.08 28.75 46.83 Bobot Basah Akar (g) 12 15.97 20.85 22.20 14 118.08 87.67 120.00 Bobot Kering Akar (g) 12 5.56 8.04 9.29 14 57.75 43.42 57.83 Kadar Hara Tanaman N (%) 12 1.29 1.24 1.30 14 1.46 1.64 1.47 P (%) 12 0.47 ab 0.49 a 0.44 b 14 0.16 0.16 0.16 K (%) 12 1.38 1.45 1.44 14 1.13 1.40 1.15 Serapan Hara Tanaman N (mg/tan) 12 90.74 92.05 155.80 14 515.51 437.72 654.08 P (mg/tan) 12 32.67 33.96 53.14 14 54.47 44.78 78.85 K (mg/tan) 12 99.52 104.16 172.16 14 363.88 414.97 505.35 Intensitas Serangan 6 29.67 a 27.50 ab 22.50 b 6 8.33 10.17 10.00 Hama dan Keparahan 8 42.50 42.17 36.17 8 13.00 b 16.83 a 13.17 b Penyakit (%) 10 53.67 56.17 48.00 10 20.50 ab 22.83 a 16.83 b 12 65.67 a 64.50 a 57.33 b 12 27.50 a 30.83 a 22.33 b 14 78.17 a 76.17 a 67.83 b 14 32.83 ab 35.33 a 28.67 b 16 38.33 a 41.33 a 35.00 b 18 41.33 44.83 41.33 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris dan musim yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata. PK (pupuk kandang ayam); CP (Centrosema pubescens); TD (Tithonia diversifolia) B. Pengaruh Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo dalam Dua Musim Tanam Perbedaan varietas hanya memberikan perbedaan nyata pada variabel tinggi tanaman umur 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MST pada musim tanam ke-dua. Varietas Batu Tegi mempunyai nilai tertinggi pada variabel tinggi tanaman musim tanam kedua (Tabel 5). Jumlah anakan terbanyak pada musim tanam pertama ditunjukkan oleh varietas Limboto, saat tanaman berumur 7, 9, dan 11 MST. Memasuki umur tanaman 13 MST, jumlah anakan tidak berbeda nyata antar varietas walaupun varietas Limboto masih menunjukkan jumlah anakan terbanyak. Bobot basah dan bobot kering tajuk tertinggi dan berbeda nyata ditunjukkan oleh varietas Batu Tegi pada umur tanaman 14 MST di musim tanam kedua. Perbedaan yang nyata ini tidak terjadi lagi setelah tajuk tanaman dikering-

ovenkan. Pada musim tanam pertama, justru tidak ada perbedaan yang nyata di antara kedua varietas pada variabel bobot basah maupun bobot kering tanaman. Serapan hara terlihat berbeda nyata akibat pengaruh perbedaan varietas. Serapan hara N, P, dan K tertinggi pada musim tanam pertama ditunjukkan oleh varietas Limboto. Varietas Batu Tegi memberikan respon terbaik dan nyata pada variabel serapan hara N, P, dan K pada musim tanam kedua. Perbedaan varietas memberikan respon yang berbeda pula dan nyata pada variabel pengamatan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit pada kedua musim tanam. Varietas Limboto menunjukkan tingkat ketahanan tanaman terbaik pada musim tanam pertama dan varietas Batu Tegi pada musim tanam kedua. Tabel 5. Pengaruh Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam Peubah MST Musim Tanam I Musim Tanam II MST SP LI DG BT Tinggi Tanaman (cm) 2 10.82 b 11.96 a 4 22.46 b 24.45 a 6 36.67 37.56 6 35.98 b 40.77 a 7 40.46 41.35 8 44.12 45.74 8 52.78 b 62.65 a 9 48.13 50.16 10 52.10 54.39 10 62.42 b 74.58 a 11 55.43 58.13 12 58.70 63.05 12 77.10 b 89.85 a Jumlah Anakan 7 10.19 b 12.68 a 7 12.51 11.82 9 12.33 b 14.53 a 9 14.99 14.25 11 14.13 b 16.36 a 11 17.12 15.86 13 16.44 18.37 13 18.58 17.18 15 19.96 18.40 17 21.27 19.62 19 21.90 20.31 Bobot Basah Tajuk 12 26.50 30.72 14 124.06 b 159.61 a Bobot Kering Tajuk 12 7.08 8.21 14 28.33 b 45.44 a Bobot Basah Akar 12 16.85 22.50 14 99.61 112.89 Bobot Kering Akar 12 6.31 8.96 14 49.44 56.56 Kadar Hara Tanaman N (%) 12 1.28 1.27 14 1.58 1.46 P (%) 12 0.47 0.47 14 0.17 0.16 K (%) 12 1.39 1.46 14 1.24 1.21

Tabel 5. Lanjutan Peubah MST Musim Tanam I Musim Tanam II MST SP LI DG BT Serapan Hara Tanaman N (mg/tan) 12 83.30 b 136.43 a 14 436.86 b 634.68 a P (mg/tan) 12 31.87 b 49.31 a 14 45.82 b 68.92 a K (mg/tan) 12 96.42 b 154.14 a 14 329.34 b 526.79 a Intensitas Serangan 6 30.33 a 22.78 b 6 11.12 a 7.78 b Hama dan Keparahan 8 44.67 a 35.89 b 8 16.44 a 12.22 b Penyakit (%) 10 56.11 a 49.11 b 10 23.00 a 17.11 b 12 65.78 a 59.22 b 12 30.89 a 22.89 b 14 79.67 a 68.44 b 14 35.89 a 28.67 b 16 41.11 a 35.33 b 18 45.78 a 39.22 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris dan musim yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata. SP (varietas Situ Patenggang); LI (varietas Limboto); DG (varietas Danau Gaung); BT (varietas Batu Tegi) C. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo pada Musim Tanam Kedua Dosis pupuk berpengaruh nyata pada variabel jumlah anakan, kadar hara K tanaman, serta variabel pengamatan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit tanaman (Tabel 6). Pemberian pupuk organik dengan dosis 50 % memberikan jumlah anakan paling banyak saat tanaman berumur 17 dan 19 MST. Serapan hara K tertinggi ditunjukkan oleh tanaman yang mendapatkan dosis pupuk sebanyak 100 %. Ketahanan tanaman umur 6 dan 8 MST terlihat berbeda nyata dan tertinggi pada pemberian pupuk organik dengan dosis 50 %. Tabel 6. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Kedua Peubah Umur Dosis (MST) 50 % 100 % Tinggi Tanaman (cm) 2 11.35 11.34 4 26.61 24.30 6 39.10 37.64 8 57.61 57.82 10 68.35 68.66 12 83.20 83.75 Jumlah Anakan 7 12.18 12.14 9 15.15 14.09 11 17.27 15.71 13 18.72 17.04 15 20.06 18.29

Tabel 6. Lanjutan Peubah Umur (MST) Dosis 50 % 100 % 17 21.50 a 19.39 b 19 21.11 a 20.10 b Bobot Basah Tajuk (g) 14 133.17 150.50 Bobot Kering Tajuk (g) 14 40.17 33.61 Bobot Basah Akar (g) 14 118.44 94.06 Bobot Kering Akar (g) 14 59.28 46.72 Kadar Hara Tanaman : N (%) 14 1.47 1.58 P (%) 14 0.18 0.15 K (%) 14 0.93 b 1.52 a Serapan Hara Tanaman : N (mg/tan) 14 562.46 509.08 P (mg/tan) 14 58.27 56.47 K (mg/tan) 14 353.53 502.60 Intensitas Serangan Hama 6 8.56 b 10.44 a dan Keparahan Penyakit (%) 8 12.89 b 15.78 a 10 19.33 20.78 12 26.78 27.78 14 31.56 33.00 16 39.33 37.11 18 43.67 41.33 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata. II. Komponen Produksi Tanaman A. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Komponen Produksi Padi Gogo dalam Dua Musim Tanam Perlakuan jenis pupuk organik pada musim tanam pertama berpengaruh nyata pada variabel umur berbunga dan bobot kering akar saat panen. Variabel pengamatan lain menunjukkan perbedaan yang tidak nyata walaupun terjadi perbedaan pada nilai masing-masing variabel pengamatan. Hasil analisis statistik (Tabel 7) menunjukkan bahwa tanaman yang mendapatkan perlakuan pupuk T. diversifolia lebih lama memasuki fase pembungaan dan pengaruhnya sama dengan perlakuan pupuk C. pubescens. Pupuk kandang ayam memberikan pengaruh waktu paling cepat untuk tanaman memasuki fase berbunga.

Bobot kering akar paling tinggi pada musim tanam pertama ditunjukkan oleh tanaman yang diberi pupuk kandang ayam namun tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diberi pupuk C. pubescens. Tanaman yang diberi pupuk T. diversifolia memiliki bobot kering akar paling rendah walaupun tidak nyata dengan tanaman yang diberi pupuk C. pubescens. Tanaman yang diberi pupuk C. pubescens menunjukkan bobot kering tajuk paling tinggi dan berbeda nyata dengan tanaman yang diberi pupuk lainnya. Tanaman yang diberi T. diversifolia menunjukkan persentase gabah hampa paling tinggi. Tabel 7. Pengaruh Jenis Pupuk terhadap Komponen Produksi Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam Peubah MST Musim Tanam I Musim Tanam II MST PK PK+CP PK+TD PK PK+CP PK+TD Umur Berbunga 86.56 b 88.62 a 88.45 a 92.43 94.04 92.82 (HST) Panjang Daun 14 22.97 23.13 22.98 17 22.95 22.89 22.72 Bendera (cm) Lebar Daun 14 1.19 1.19 1.19 17 1.19 1.19 1.20 Bendera (cm) Bobot Basah Tajuk 15 135.13 136.85 137.39 20 115.20 104.03 105.63 (g) Bobot Kering Tajuk 15 51.10 52.89 52.79 20 45.41 b 46.54 a 41.10 c (g) Bobot Basah Akar 15 47.02 49.79 49.64 20 61.72 60.76 59.21 (g) Bobot Kering Akar (g) 15 22.52 a 21.76 ab 20.64 b 20 24.93 25.35 25.09 Jumlah Anakan 20 14.39 14.19 13.88 Produktif Panjang Malai (cm) 20 23.57 23.45 23.22 Jumlah Bulir per 20 212.13 215.60 220.14 Malai Total Bobot Gabah per Petak (g) 20 552.72 578.26 535.82 Persentase Gabah 20 22.14 b 19.83 c 25.50 a Hampa (%) Bobot 1000 Butir 20 16.17 15.85 15.91 Gabah (g) Potensi Hasil per Hektar (ton) 20 1.23 1.26 1.19 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris dan musim yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata. PK (pupuk kandang ayam); CP (Centrosema pubescens); TD (Tithonia diversifolia)

B. Pengaruh Varietas terhadap Komponen Produksi Padi Gogo dalam Dua Musim Tanam Pengaruh nyata varietas yang berbeda terlihat pada jumlah anakan produktif, persentase gabah hampa, bobot 1000 butir gabah, bobot basah tajuk, dan bobot basah akar saat panen musim tanam ke-dua (Tabel 8). Varietas Situ Patenggang lebih cepat berbunga dibanding varietas Limboto pada musim tanam pertama. Varietas Danau Gaung pada musim tanam kedua memberikan pengaruh paling baik dalam waktu berbunga. Varietas Danau Gaung juga terlihat memberikan pengaruh nyata dan tertinggi dibanding varietas Batu Tegi untuk variabel pengamatan jumlah anakan, bobot 1000 butir gabah, bobot basah tajuk dan bobot basah akar. Tabel 8. Pengaruh Varietas terhadap Komponen Produksi Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam Peubah MST Musim Tanam I Musim Tanam II MST SP LI DG BT Umur Berbunga 84.18 b 91.57 a 88.22 b 97.98 a (HST) Panjang Daun 14 23.00 22.97 17 22.77 22.93 Bendera (cm) Lebar Daun Bendera 14 1.19 1.19 17 1.19 1.20 (cm) Bobot Basah Tajuk (g) 15 137.17 135.74 20 134.48 a 82.10 b Bobot Kering Tajuk 15 52.15 52.37 20 46.36 42.34 (g) Bobot Basah Akar (g) 15 49.00 48.64 20 73.73 a 47.39 b Bobot Kering Akar (g) 15 21.99 21.29 20 28.39 21.87 Jumlah Anakan 20 15.56 a 12.76 b Produktif Panjang Malai (cm) 20 23.37 23.46 Jumlah Bulir per 20 204.52 227.39 Malai Total Bobot Gabah per Petak (g) 20 560.58 550.63 Persentase Gabah 20 22.75 22.29 Hampa (%) Bobot 1000 Butir 20 18.48 a 13.48 b Gabah (g) Potensi Hasil per 20 1.25 1.22 Hektar (ton) Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris dan musim yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata. SP (varietas Situ Patenggang); LI (varietas Limboto); DG (varietas Danau Gaung); BT (varietas Batu Tegi)

C. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Komponen Produksi Padi Gogo pada Musim Tanam Kedua Perlakuan dosis pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua variabel pengamatan, baik pada musim tanam pertama maupun musim tanam kedua. Perlakuan dosis pupuk menunjukkan nilai tertinggi pada semua variabel pengamatan namun tidak ada perbedaan secara statistik (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Komponen Produksi Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Ke-dua Peubah Umur Dosis (MST) 50 % 100 % Umur Berbunga (HST) 93.31 92.89 Panjang Daun Bendera (cm) 17 22.77 22.94 Lebar Daun Bendera (cm) 17 1.20 1.19 Bobot Basah Tajuk (g) 20 115.68 100.90 Bobot Kering Tajuk (g) 20 44.15 44.55 Bobot Basah Akar (g) 20 65.31 55.82 Bobot Kering Akar (g) 20 26.72 23.53 Jumlah Anakan Produktif 20 14.27 14.04 Panjang Malai (cm) 20 23.55 23.28 Jumlah Bulir per Malai 20 226.22 205.69 Total Bobot Gabah per Petak (g) 20 575.66 535.54 Persentase Gabah Hampa (%) 20 22.28 22.70 Bobot 1000 Butir Gabah (g) 20 16.17 15.78 Potensi Hasil per Hektar (ton) 20 1.28 1.19 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata. III. Pengaruh Interaksi Perlakuan dalam Dua Musim Tanam A. Pengaruh Interaksi Perlakuan Jenis Pupuk Organik dan Varietas pada Musim Tanam Pertama Interaksi perlakuan ini berpengaruh sangat nyata pada variabel jumlah anakan 7 dan 13 MST, serta serapan hara N dan K tanaman (Tabel 10). Secara umum kombinasi perlakuan jenis pupuk kandang ayam dan varietas Limboto memberikan pengaruh paling baik bagi pertambahan jumlah anakan, sedangkan serapan hara paling tinggi ditunjukkan oleh kombinasi perlakuan pupuk T. diversifolia dan varietas Limboto.

Tabel 10. Pengaruh Interaksi Perlakuan Jenis Pupuk dan Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Pertama Jenis Pupuk Varietas Centrosema Tithonia Pukan Ayam pubescens diversifolia Jumlah Anakan 7 MST Situ Patenggang 9.85 d 10.05 cd 10.68 c Limboto 13.47 a 12.27 b 12.32 b Jumlah Anakan 9 MST Situ Patenggang 12.00 d 11.98 d 13.02 c Limboto 15.22 a 14.22 b 14.17 b Jumlah Anakan 11 MST Situ Patenggang 13.87 b 13.88 b 14.63 b Limboto 16.85 a 16.00 a 16.22 a Jumlah Anakan 13 MST Situ Patenggang 15.93 b 16.20 b 17.20 ab Limboto 18.60 a 18.28 a 18.22 a Serapan Hara N (mg/tan) Situ Patenggang 70.88 b 94.04 b 102.99 b Limboto 110.60 ab 90.07 b 208.61 a Serapan Hara P (mg/tan) Situ Patenggang 28.88 b 34.71 b 32.02 b Limboto 36.46 b 37.21 b 74.26 a Serapan Hara K (mg/tan) Situ Patenggang 85.18 b 104.13 b 99.94 b Limboto 113.85 b 104.18 b 244.37 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata. B. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk dan Jenis Pupuk Organik pada Musim Tanam Kedua Interaksi perlakuan dosis pupuk dan jenis pupuk hanya berpengaruh pada variabel persentase gabah hampa pada penanaman musim ke-dua. Padi gogo yang diberi perlakuan dosis pupuk 100 % dan jenis pupuk T. diversifolia menghasilkan persentase gabah hampa tertinggi. Interaksi perlakuan dosis pupuk 50 % dan pupuk kandang ayam menunjukkan persentase gabah hampa paling rendah (Tabel 11).

Tabel 11. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk dan Jenis Pupuk terhadap Komponen Produksi Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Kedua Dosis Pupuk (%) Pukan Ayam Jenis Pupuk Centrosema pubescens Tithonia diversifolia Persentase Gabah Hampa (%) 50 22.98 b 20.40 c 23.45 b 100 21.29 bc 19.27 c 27.55 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata. C. Pengaruh Interaksi Dosis Pupuk dan Varietas pada Musim Tanam Kedua Interaksi perlakuan dosis pupuk dan varietas berpengaruh pada komponen pertumbuhan yaitu variabel tinggi tanaman 2 MST dan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit (Tabel 12). Pengaruh nyata interaksi perlakuan dosis pupuk dan varietas terlihat juga pada komponen produksi (Tabel 13) yaitu variabel pengamatan bobot basah tajuk dan akar. Tabel 12. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk dan Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Kedua Dosis Pupuk (%) Danau Gaung Varietas Batu Tegi Tinggi Tanaman 2 MST (cm) 50 11.01 c 11.69 b 100 10.63 c 12.23 a Indeks Keparahan Serangan Hama/Penyakit 8 MST (% ) 50 15.77 ab 10.00 b 100 17.11 a 14.44 ab Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata. Interaksi perlakuan dosis pupuk 50 % dan varietas danau gaung menyebabkan tanaman memiliki bobot basah tajuk dan akar paling tinggi. Bobot basah paling rendah ditunjukkan oleh kombinasi perlakuan dosis pupuk 50 % dan varietas batu tegi (tajuk) dan kombinasi dosis pupuk 100 % dan varietas batu tegi (akar).

Tabel 13. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk dan Varietas terhadap Komponen Produksi Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Kedua Dosis Pupuk (%) Varietas Danau Gaung Batu Tegi Bobot Basah Tajuk (g) 50 149.95 a 81.41 b 100 119.01 ab 82.79 b Bobot Basah Akar (g) 50 84.02 a 63.45 ab 100 46.59 b 48.19 b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata. D. Pengaruh Kombinasi Jenis Pupuk Organik dan Varietas pada Musim Tanam Kedua Kombinasi perlakuan varietas dan tiga jenis pupuk yang berbeda dapat memberikan pengaruh pada komponen pertumbuhan tanaman (Tabel 14) yaitu tinggi tanaman umur 10 dan 12 MST, serapan hara N, dan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit tanaman umur 8 MST. Kombinasi pupuk T. diversifolia dan varietas Batu Tegi menunjukkan nilai tinggi tanaman dan serapan hara N paling tinggi dibanding kombinasi perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuan ini juga diketahui menyebabkan ketahanan tanaman paling baik terhadap serangan hama dan penyakit. Tabel 14. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Jenis Pupuk dan Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Ke-dua Varietas Pukan Ayam Jenis Pupuk Centrosema pubescens Tithonia diversifolia Tinggi Tanaman 10 MST (cm) Danau Gaung 63.77 bc 59.82 c 63.70 bc Batu Tegi 72.62 ab 70.95 abc 80.13 a Tinggi Tanaman 12 MST (cm) Danau Gaung 76.75 bc 74.22 c 80.32 bc Batu Tegi 86.96 ab 86.09 abc 96.52 a

Tabel 14. Lanjutan Jenis Pupuk Varietas Centrosema Tithonia Pukan Ayam pubescens diversifolia Serapan Hara N (mg/tan) Danau Gaung 502.80 ab 339.20 b 468.60 ab Batu Tegi 528.30 ab 536.20 ab 839.60 a Indeks Keparahan Serangan Hama/Penyakit 8 MST (%) Danau Gaung 13.67 ab 19.67 a 16.00 ab Batu Tegi 12.33 b 14.00 ab 10.33 b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata. E. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk, Jenis Pupuk Organik dan Varietas pada Musim Tanam Kedua Interaksi keseluruhan perlakuan yang diaplikasikan pada musim tanam kedua berpengaruh pada tinggi tanaman umur 4, 8, 10, 12 MST. Pengaruh tersebut juga terjadi pada variabel intensitas serangan hama dan keparahan penyakit tanaman umur 8 MST (Tabel 15). Tabel 15. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk, Jenis Pupuk dan Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Kedua Dosis Pupuk (%) Varietas Jenis Pupuk Pukan Ayam C. pubescens T. diversifolia 50 100 50 100 50 100 Tinggi Tanaman 4 MST (cm) Danau Gaung 24.89 abc 19.09 d 22.14 bcd Batu Tegi 21.35 cd 23.75 bc 24.43 bc Danau Gaung 22.45 bcd 23.00 bc 23.22 bc Batu Tegi 28.21 a 22.95 bc 26.00 ab Tinggi Tanaman 8 MST (cm) Danau Gaung 57.81 abcd 46.16 d 53.84 bcd Batu Tegi 61.28 abc 60.68 abc 65.89 ab Danau Gaung 50.59 cd 54.50 bcd 53.77 bcd Batu Tegi 62.35 abc 55.71 bcd 69.97 a Tinggi Tanaman 10 MST (cm) Danau Gaung 67.45 bcd 54.26 d 64.94 bcd Batu Tegi 72.74 abc 73.09 abc 77.60 ab Danau Gaung 60.08 cd 65.37 bcd 62.45 cd Batu Tegi 72.60 abc 68.81 bc 82.67 a

Tabel 15. Lanjutan 50 100 Dosis Pupuk (%) Varietas Jenis Pupuk Pukan Ayam C. pubescens T. diversifolia Tinggi Tanaman 12 MST (cm) Danau Gaung 80.12 cde 69.37 e 80.53 cde Batu Tegi 87.72 abc 87.39 abc 94.08 ab Danau Gaung 73.37 de 79.07 cde 80.11 cde Batu Tegi 86.19 abcd 84.79 bcd 98.95 a 50 100 Indeks Keparahan Serangan Hama/Penyakit 8 MST (%) * Danau Gaung 13.33 abc 18.67 ab 15.33 abc Batu Tegi 9.33 c 9.33 c 11.33 bc Danau Gaung 14.00 abc 20.67 a 16.67 abc Batu Tegi 15.33 abc 18.67 ab 9.33 c Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata. Pembahasan Pertumbuhan vegetatif tanaman pada musim tanam pertama terlihat dipengaruhi oleh perlakuan. Jenis pupuk yang diberikan berpengaruh pada tinggi tanaman. Pertumbuhan vegetatif ini juga didukung oleh kondisi iklim. Curah hujan pada musim tanam pertama sangat mendukung pertumbuhan tanaman terutama pada saat tanaman berumur 9-12 MST. Curah hujan yang cukup tinggi pada masa ini bertepatan dengan masa pertumbuhan vegetatif maksimal dan memasuki fase pengisian susu. Serangan hama dan penyakit tanaman pada musim tanam pertama terjadi dengan intensitas yang tinggi. Kejadian ini menyebabkan produksi tanaman tidak tercapai. Salah satu penyebab tingginya kerentanan tanaman diduga adalah karena kandungan K yang belum optimum (berdasarkan kriteria untuk padi sawah menurut Dobermann & Fairhurst 2000), disamping curah hujan yang tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif maksimal menyebabkan tanaman mudah terserang hama dan penyakit. Kondisi iklim pada musim tanam kedua masih memungkinkan pertumbuhan tanaman berjalan dengan baik. Curah hujan yang lebih rendah, temperatur dan intensitas penyinaran yang lebih tinggi dibandingkan keadaan iklim pada musim

tanam pertama turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kondisi iklim yang tidak terlalu lembab menyebabkan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit pada musim tanam kedua jauh lebih rendah dibanding musim tanam pertama. Pengaruh Jenis Pupuk Secara umum ketiga jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang sama pada semua komponen pertumbuhan dan hasil tanaman. Walaupun secara statistik ditegaskan tidak adanya perbedaan, namun pada beberapa variabel penting menunjukkan perbedaan. Jumlah anakan pada tanaman yang diberi perlakuan pupuk T. diversifolia secara konsisten menempati jumlah paling banyak setiap waktu pengamatan. Hal ini terjadi baik pada musim tanam pertama maupun musim tanam kedua. Begitu juga dengan serapan hara, bobot 1000 butir gabah, dan potensi hasil per hektar. Pupuk T. diversifolia yang diketahui cepat mengalami proses dekomposisi, mampu menjalankan peran sebagai sumber pupuk organik yang baik dengan kandungan hara yang dimiliki. Mangel et al. (1987) menyatakan bahwa dengan semakin cepatnya bahan organik mengalami proses dekomposisi, maka akan semakin cepat pula unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman. Pupuk T. diversifolia merupakan salah satu sumber pupuk N yang baik. Tisdale et al. (1999) menyatakan bahwa tanaman mengambil nitrogen dalam bentuk NH + 4 dan NO - 3 yang berasal dari pupuk-pupuk N dan bahan organik yang diberikan. Yusron et al. (2007) menyatakan bahwa limbah bahan organik yang diberikan pada tanah merupakan sumber hara penting, terutama C dan N. Persentase gabah hampa tertinggi pada musim tanam kedua ditunjukkan oleh tanaman yang diberi T. diversifolia, walaupun cenderung memperlihatkan pertumbuhan vegetatif yang terbaik. Serapan hara N pada tanaman yang diberi T. diversifolia lebih tinggi dibanding serapan hara lainnya sehingga lebih memacu pertumbuhan vegetatif dan pengisian gabah menjadi tidak maksimal. Pupuk T. diversifolia cepat terdekomposisi sehingga unsur hara cepat pula tersedia bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Proses pertumbuhan yang cepat ini memancing kehadiran organisme pengganggu tanaman termasuk hama

yang menyerang gabah. Kejadian ini yang menyebabkan peningkatan persentase gabah hampa pada kombinasi dosis pupuk dengan jenis pupuk T. diversifolia. Berbeda dengan pengaruh perlakuan pupuk T. diversifolia, tanaman yang diberi perlakuan C. pubescens menunjukkan persentase gabah hampa paling rendah. Berdasarkan batasan optimum kandungan hara pada tanaman padi (Dobermann & Fairhurst 2000), kandungan hara K pada tanaman yang diberi C. pubescens berada pada batasan optimum, sedangkan tanaman yang diberi dua perlakuan lainnya berada di bawah batas optimum. Hal ini menunjukkan bahwa peran hara K dalam peningkatan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit berlangsung dengan baik pada fase pertumbuhan generatif. Memasuki fase generatif, diperkirakan proses dekomposisi ketiga jenis pupuk sudah berjalan sempurna. Proses dekomposisi yang ditunjang oleh aktivitas mikroorganisme dalam mempercepat dekomposisi bahan organik menyebabkan terjadinya pelepasan hara dan menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroorganisme yang mati selanjutnya melepaskan unsur hara yang akan dipergunakan oleh tanaman. Atmojo (2003) menyatakan bahwa bahan organik digunakan oleh mikroorganisme untuk memperoleh energi. Menurut Tisdale et al. (1999), perubahan nitrogen dari bentuk N-organik dilakukan oleh mikroorganisme. Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk dilepas dan dapat digunakan tanaman. Unsur hara memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penambahan pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah yang memungkinkan hara mudah diserap oleh akar tanaman. Pupuk hijau, contohnya pupuk T. diversifolia yang dibenamkan ke dalam tanah dapat menambah bahan organik tanah, khususnya N. Unsur hara N sangat berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman secara umum, terutama pada fase vegetatif (Marsono & Sigit 2008).

Status kandungan hara N, P, dan K pada tajuk tanaman berbeda-beda. Kandungan optimum hara padi secara berturut-turut yaitu N 2.90-4.20; P 0.20-0.40; dan K 1.80-2.60 % (Lampiran 6). Sahrawat (2006) menyatakan bahwa penilaian kecukupan hara dan persyaratan lainnya merupakan komponen integral dari penelitian untuk melihat efisiensi dan rasionalisasi penambahan hara dari luar untuk menunjang produksi tanaman. Kadar hara N, P, dan K pada tajuk tanaman pada musim tanam kedua secara umum terlihat masih rendah walaupun pupuk organik diberikan dalam jumlah yang banyak ditambah residu yang sudah ada sebelumnya. Hal ini kemungkinan sebagai akibat perilaku pupuk organik pada umumnya yang tidak melepaskan hara secara cepat sehingga serapan pada tanaman menjadi rendah. Suharno (2007) menyatakan bahwa bahan organik terdegradasi secara perlahan sehingga unsur hara akan tertahan secara efektif untuk waktu yang lebih lama. Pupuk nitrogen merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Hal ini berkaitan dengan peranan nitrogen sebagai pembentuk molekul organik yang penting dalam tanaman, seperti asam amino, protein, enzim, asam nukleat dan khlorofil (Arafah & Sirappa 2003). Atmojo (2003) menyatakan bahwa bahan organik sumber nitrogen (protein) pertama-tama akan mengalami peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik mengurainya menjadi amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi. Amonifikasi dapat berlangsung hampir pada setiap keadaan, sehingga amonium dapat merupakan bentuk nitrogen anorganik (mineral) yang utama dalam tanah. Amonium dapat secara langsung diserap dan digunakan tanaman untuk pertumbuhannya, atau oleh mikroorganisme akan dioksidasi menjadi nitrat yang disebut dengan proses nitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses bertahap yaitu proses nitritasi yang dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dengan menghasilkan nitrit, yang segera diikuti oleh proses oksidasi berikutnya menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter yang disebut dengan nitratasi. Nitrat merupakan hasil proses mineralisasi yang banyak disukai atau diserap oleh sebagian besar tanaman

budidaya. Namun nitrat ini mudah tercuci melalui air drainase dan menguap ke atmosfer dalam bentuk gas (pada drainase buruk dan aerasi terbatas). Berdasarkan batas optimal kandungan hara pada tanaman padi (Dobermann & Fairhurst 2000), terjadi defisiensi hara N dalam tajuk tanaman pada dua musim tanam. Hal ini terjadi walaupun kandungan N dalam tanah berada dalam kondisi optimum setelah pemberian perlakuan. Fenomena ini mengindikasikan proses penyerapan hara N tidak berjalan dalam kondisi optimal. Kurang optimalnya kandungan N dalam tanaman dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi terhambat. Ezui et al. (2010) menyatakan bahwa unsur hara yang paling berperan penting pada kebanyakan daerah pertanian adalah nitrogen. Unsur hara P diserap tanaman dalam bentuk H 2 PO - 4 atau HPO 2-4. Proses penguraian dan mineralisasi bahan organik, di samping akan melepaskan fosfor anorganik (PO 3-4 ) juga akan melepaskan senyawa-senyawa P-organik seperti fitine dan asam nucleat, dan diduga senyawa P-organik ini, tanaman dapat memanfaatkannya. Proses mineralisasi bahan organik akan berlangsung jika kandungan P bahan organik tinggi, yang sering dinyatakan dalam nisbah C/P. Jika kandungan P bahan tinggi, atau nisbah C/P rendah kurang dari 200, akan terjadi mineralisasi atau pelepasan P ke dalam tanah, namun jika nisbah C/P tinggi lebih dari 300 justru akan terjadi imobilisasi P atau kehilangan P (Stevenson 1982). Arafah & Sirappa (2003) menyatakan bahwa dalam suasana reduksi, proses perombakan bahan organik akan banyak menghasilkan asam-asam organik. Anion dari asam organik tersebut dapat mendesak P yang terikat oleh Fe, Al atau Ca sehingga P dapat terlepas dan tersedia bagi tanaman. Djazuli & Pitono (2009) menambahkan bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan P tersedia dalam tanah secara langsung dan tidak langsung. Penambahan P secara tidak langsung terjadi karena pada proses dekomposisi bahan organik menghasilkan asam-asam organik yang mampu menonaktifkan anion-anion pengikat fosfat, yaitu Al dan Fe, dan membentuk senyawa logam organik. Sama halnya dengan unsur hara N, P merupakan nutrisi penting bagi tanaman padi (Fageria & Baligar 1997; Filho & Yamada 2002; Ezui et al. 2010). Berdasarkan batas optimal kandungan hara pada tanaman padi (Dobermann &

Fairhurst 2000), kandungan hara P dalam jaringan padi gogo optimum hanya pada musim tanam pertama. Unsur hara P tergolong rendah dalam tajuk tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan hara P oleh tanaman tidak berlangsung dengan maksimal, walaupun potensi hara P yang disumbangkan oleh perlakuan pupuk organik cukup besar. Kemungkinan hara P menjadi tidak tersedia bagi tanaman atau pengaruh lingkungan lainnya. Syukur & Harsono (2008) menyatakan bahwa rendahnya kadar hara P dalam tanah dapat disebabkan oleh status hara yang tidak tersedia bagi tanaman ataupun belum siap diserap oleh tanaman. Unsur K dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar, yakni terbesar kedua setelah hara N. Pada tanah yang subur kadar K dalam jaringan hampir sama dengan N. K tidak menjadi komponen struktur dalam senyawa organik, tetapi berbentuk ionik K +. Kadar hara K dalam tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari hasil pelarutan mineral-mineral K. Kehilangan K dapat terjadi akibat adanya serapan tanaman (immobilisasi), terfiksasi akibat terjerap oleh ruang dalam koloid-koloid dan pelindian (Atmojo 2003). Sama halnya dengan unsur hara N dan P, kandungan hara K dalam jaringan tanaman tergolong rendah (di bawah batas optimum). Keadaan ini tidak menguntungkan pertumbuhan tanaman, karena keberadaan K dalam tanaman turut menentukan kelancaran beberapa proses fisiologi. Unsur hara K memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Peran unsur K dalam tanaman diantaranya adalah meningkatkan asimilasi CO 2 dan translokasi hasil fotosintesis (Gardner et al. 1991). Marsono dan Sigit (2008) menambahkan bahwa unsur K berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman dan berperan dalam membentuk antibodi tanaman. Pengaruh Varietas Secara umum terlihat varietas Limboto pada musim tanam pertama dan varietas Batu Tegi pada musim tanam kedua menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik. Perbedaan pertumbuhan antar varietas ini sesuai dengan deskripsi varietasnya masing-masing (BB PADI 2010).

Varietas yang digunakan pada musim tanam kedua secara umum menunjukkan pengaruh yang berbeda pada komponen pertumbuhan tanaman dan beberapa variabel penting pada komponen produksi tanaman. Varietas Batu Tegi memberikan pengaruh yang lebih baik pada komponen pertumbuhan tanaman, sedangkan pada beberapa kaomponen produksi tanaman justru varietas Danau Gaung yang terbaik. Kedua varietas ini merupakan pengembangan dari tetuatetua yang memiliki kelebihan masing-masing. Pengaruh Dosis dan Residu Pupuk Secara keseluruhan terlihat bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman pada musim tanam kedua lebih baik dibandingkan musim tanam pertama. Pengaruh dosis yang tidak nyata pada musim tanam kedua mengindikasikan bahwa masih terdapat residu pupuk organik dalam tanah. Adanya residu pupuk organik tersebut sangat membantu proses budidaya pada selanjutnya. Tanaman tidak memanfaatkan seluruh unsur hara yang disumbangkan oleh pupuk organik. Analisis kandungan hara tanah setelah panen musim tanam pertama (Lampiran 4) menunjukkan bahwa masih terdapat residu hara pada tanah. Kandungan unsur hara P, K, Ca, dan Zn jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan hara sebelum pemberian pupuk organik pada musim tanam pertama. Kandungan hara lainnya relatif sama dengan kandungan hara sebelum pemberian pupuk kandang. Residu pupuk organik ini selanjutnya turut berperan dalam menyediakan hara bagi tanaman pada musim tanam kedua. Residu pupuk organik dapat membantu dalam peningkatan nitrogen dan fosfor sehingga tersedia dalam jumlah yang lebih banyak. Peningkatan ketersediaan hara ini berlangsung dalam waktu yang terbatas karena dipengaruhi oleh kondisi hara dan tingkat dekomposisi residu tersebut (Pypers et al. 2005). Proses mineralisasi bahan organik akan melepaskan unsur hara ke dalam tanah yang mungkin tersedia bagi tanaman. Unsur hara tersebut selanjutnya dikonversi lagi menjadi bentuk tidak tersedia, dan dapat hilang karena menguap, tercuci, dan terbawa erosi. Proses mineralisasi ini tergantung pada kondisi iklim dan sifat unsur hara itu sendiri (Whitbread et al. 2000). Perlakuan dosis pupuk 50 % menyebabkan tanaman mengalami defisiensi kandungan hara K, sedangkan pada dosis 100 % status kandungan hara K berada

pada kondisi optimum. Pemberian pupuk dengan dosis 50% kemungkinan menyebabkan tanah kekurangan hara K sehingga jumlah yang terserap ke dalam tanaman juga menjadi rendah. Unsur hara P dimobilisasi dan dibuat tersedia bagi tanaman saat dekomposisi pupuk hijau di awal musim tanam kedua. Seiring dengan mineralisasi P, asam organik dilepaskan ke dalam larutan tanah. Anion ini akan bersaing dengan orthophosphate. Proses ini menyebabkan kehilangan P lebih cepat dicegah sehingga dapat dimanfaatkan secara baik oleh tanaman. Selanjutnya efek menguntungkan terhadap ketersediaan P diperoleh. Aplikasi pupuk hijau secara signifikan dapat mengurangi toksisitas Al. Integrasi pupuk hijau ke dalam sistem penanaman memungkinkan petani untuk mengurangi kebutuhan kapur dan pupuk (Hue 1992; Pypers et al. 2005) Pengaruh Interaksi Perlakuan Interaksi perlakuan jenis pupuk dan varietas berpengaruh pada serapan unsur hara N, P, dan K pada musim tanam pertama, namun pada musim tanam kedua hanya berpengaruh pada serapan hara N (Gambar 4 dan 5). Interaksi perlakuan pupuk T. diversifolia dengan varietas Limboto (musim tanam pertama) dan varietas Batu Tegi (musim tanam kedua) memberikan pengaruh terbaik. Interaksi perlakuan jenis pupuk dan varietas yang digunakan pada musim tanam pertama mempengaruhi pertambahan jumlah anakan dan serapan unsur hara. Hal ini berarti bahwa tanaman memberikan respon positif terhadap kombinasi perlakuan yang diberikan. Interaksi perlakuan pupuk T. diversifolia dan varietas Limboto diketahui merupakan kombinasi terbaik pada sebagian besar variabel yang berbeda nyata. Pengaruh terbaik ini terlihat pada jumlah anakan serapan hara tanaman, namun pada jumlah anakan masih menunjukkan pengaruh yang sama dengan interaksi perlakuan pupuk kandang maupun C. pubescens dengan varietas Limboto (Tabel 5). Interaksi perlakuan pupuk T. diversifolia dan varietas Batu Tegi pada musim tanam kedua menunjukkan tinggi tanaman dan serapan hara N paling tinggi dibanding interaksi perlakuan lainnya. Interaksi perlakuan ini juga dikatahui menyebabkan ketahanan tanaman paling baik terhadap serangan hama dan penyakit.