HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah selama musim tanam. Selama penelitian pemupukan nitrogen hanya diberikan pada perlakuan Non-PTT, PTT, dan semi SRI, sedangkan pada perlakuan SRI tidak diberikan. Jadwal pemberian pupuk disajikan pada Lampiran 6. Pupuk N diberikan dalam bentuk pupuk urea. Dosis yang diberikan untuk setiap kali pemupukan adalah 267 kg/ha untuk perlakuan Non-PTT, 210 kg/ha untuk perlakuan PTT, dan 133 kg/ha untuk perlakuan Semi SRI intermittent. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan Dinamika unsur nitrogen dari keenam perlakuan secara umum mempunyai pola yang hampir sama yaitu pola yang berfluktuasi dari awal tanam sampai selesai panen. Pada saat dilakukan pengeringan pada lahan yaitu pada periode HST kadar N pada semua perlakuan cenderung menurun terutama pada perlakuan Non-PTT tergenang dan PTT tergenang, 35

2 hal ini disebabkan oleh hilangnya unsur nitrogen ke atmosfer dalam bentuk gas. Selain itu tanaman padi benar-benar memanfaatkan unsur N yang diberikan pada 5 HST yang menyebabkan kadar N dalam tanah menurun. Garam-garam ammonium dalam tanah bereaksi agak basa dengan reaksi sebagai berikut : NH H 2 O + OH - NH 3 + 2H 2 O Begitu juga bila pupuk NH + 4 yang ditempatkan di permukaan tanah alkali, maka akan terjadi penguapan NH 3. Hakim et al. (1986), menjelaskan bahwa kehilangan nitrogen dalam bentuk gas lebih besar dibandingkan dengan kehilangan nitrogen akibat pencucian. Kehilangan ini akan diperbesar lagi bila jumlah pupuk N yang ditambahkan ke dalam tanah cukup besar dengan keadaan tanah yang reduksi. Nitrat dapat direduksi walaupun drainase tanah cukup baik. Volatilisasi merupakan konsekuensi yang penting dari cara-cara pemupukan. Gambar 13. Akumulasi unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan 36

3 Akumulasi unsur N selama penelitian terus mengalami peningkatan. Unsur N tertinggi terdapat pada perlakuan Non-PTT Tergenang yaitu sebesar 0.53 %, kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan SRI Intermittent 0.48 %, PTT Intermittent 0.43 %. Untuk nilai PTT Tergenang, Non-PTT Intermittent, dan Semi SRI Intermittent memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0.42 %. Akumulasi unsur N selama penelitian dapat dilihat pada Gambar Dinamika unsur P Gambar 14 menunjukkan dinamika unsur P di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah selama musim tanam. Grafik menunjukkan pola yang relatif stabil dari semua perlakuan. Selam musim tanam secara umum unsur P mengalami penurunan sampai akhir periode. Hal ini disebabkan oleh pemupukan P hanya diberikan satu kali yaitu pada masa sebelum tanam, sehingga tanaman padi benar-benar memanfaatkan pupuk P yang diberikan selain menyerap unsur P yang tersedia di tanah. Gambar 14. Dinamika unsur P pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan 37

4 Pupuk P hanya diberikan pada perlakuan Non-PTT dan PTT. Unutk perlakuan SRI dan Semi SRI hanya menyerap unsur P yang tersedia di tanah. Bila dilihat dari grafik ketersedian unsur P untuk perlakuan SRI dan Semi SRI cukup tersuplai dari tanah jika dibandingkan dengan perlakuan Non-PTT dan PTT yang memang diberikan pupuk P. Gambar 15. Akumulasi unsur P pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan Akumulasi unsur P selama penelitian terus mengalami peningkatan. Unsur P tertinggi terdapat pada perlakuan Non-PTT Tergenang yaitu sebesar mg P 2 O 5 /100 gram, kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan non-ptt Intermittent mg P 2 O 5 /100 gram, PTT Intermittent mg P 2 O 5 /100 gram, PTT Tergenang mg P 2 O 5 /100 gram, SRI Intermittent mg P 2 O 5 /100 gram, dan Semi SRI Intermittent mg P 2 O 5 /100 gram. Akumulasi unsur P selama penelitian dapat dilihat pada Gambar

5 Dinamika unsur K Gambar 16 menunjukkan dinamika unsur K di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah selama musim tanam. Pada gambar secara umum menunjukkan pola yang hampir sama dari semua perlakuan yaitu pola yang berfluktuasi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor tanah yang mempengaruhi ketersediaan K dalam tanah seperti, temperatur tanah, ph tanah, dan jumlah relatif unsur hara lain (Tisdale et al., 1985, dalam Rosmarkam, 2002). Selain itu Hakim et al. (1986), menjelaskan bahwa berdasarkan ketersediannya bagi tanaman, maka kalium dalam tanah dapat digolongkan kedalam beberapa bentuk yaitu : (1) bentuk relatif tidak tersedia, (2) bentuk lambat tersedia, (3) dan bentuk segera tersedia. Dalam hal ini pola fluktuasi yang terjadi pada unsur K karena sebagian besar kalium termasuk yang tidak tersedia. Gambar 16. Dinamika unsur K pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan Pupuk kalium diberikan pada perlakuan Non-PTT, PTT, dan Semi SRI, sedangkan pada perlakuan SRI tidak diberikan pupuk kalium. Pada gambar juga memperlihatkan bahwa terjadinya peningkatan K yang signifikan dari keenam perlakuan pada periode HST. Hal ini 39

6 disebabkan oleh adanya pemupukan K pada 42 HST, sehingga konsentrasi K dalam tanah meningkat. Setelah itu kadar K cenderung menurun sampai akhir periode, karena pemupukan K tidak lagi dilakukan. Gambar 17. Akumulasi unsur K pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan Akumulasi unsur K selama penelitian terus mengalami peningkatan. Unsur K tertinggi terdapat pada perlakuan SRI Intermittent yaitu sebesar mg K 2 O/100 gram, kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan Semi SRI Intermittent mg K 2 O/100 gram, PTT Tergenang mg K 2 O/100 gram, Non-PTT Tergenang mg K 2 O/100 gram, Non-PTT Intermittent mg K 2 O/100 gram, dan PTT Intermittent 35.7 mg K 2 O/100 gram. Akumulasi unsur K selama penelitian dapat dilihat pada Gambar Dinamika unsur C-organik Gambar 18 menunjukkan dinamika unsur C-organik di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah selama musim tanam. Adanya 40

7 perbedaan kadar C-organik antara perlakuan Non-PTT, PTT, SRI, dan Semi SRI disebabkan oleh jumlah dosis bahan organik yang diberikan. Dosis takaran bahan organik untuk perlakuan SRI dan Semi SRI adalah setara 15 ton/ha sedangkan untuk perlakuan PTT dosis bahan organik yang diberikan adalah setara 2 ton/ha. Pada perlakuan Non-PTT tidak diberikan bahan organik. Bahan organik yang digunakan adalah pupuk kandang. Analisis pupuk kandang disajikan pada Lampiran 8. Gambar 18. Dinamika unsur C-organik pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan Hakim et al. (1986), menjelaskan bahwa pupuk kandang bila dibandingkan dengan pupuk buatan adalah : (1) lebih lambat bereaksi, karena sebagian besar zat-zat makanan harus mengalami berbagai perubahan terlebih dahulu sebelum diserap tanaman, (2) mempunyai efek residu, yaitu haranya dapat secara berangsur menjadi bebas dan tersedia bagi tanaman, dan (3) dapat memperbaiki struktur dan menambah bahan organik tanah. Secara umum grafik menunjukkan pola yang berfluktuasi pada perlakuan SRI dan Semi SRI yang pada akhirnya menurun pada akhir periode. Pada perlakuan Non-PTT mempunyai pola yang stabil dari awal 41

8 tanam sampai akhir periode, karena tanaman pada sistem ini hanya memanfaatkan bahan organik yang tersedia di dalam tanah. Secara umum adanya penurunan kadar C-organik selama musim tanam disebabkan karena bahan organik hanya diberikan satu kali di awal sebelum musim tanam, sehingga bahan organik benar-benar dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Gambar 19. Akumulasi unsur C-organik pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan Akumulasi unsur C-organik selama penelitian terus mengalami peningkatan. Unsur C-organik tertinggi terdapat pada perlakuan Semi SRI Intermittent yaitu sebesar 6.19 %, kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan SRI Intermittent 5.96 %, PTT Intermittent 5.33 %, PTT Tergenang 5.28 %, Non-PTT Tergenang 2.64 %, dan Non-PTT Intermittent 2.52 %. Akumulasi unsur C-organik selama penelitian dapat dilihat pada Gambar

9 4.2. Faktor-Faktor Pertumbuhan Tanaman yang Berpengaruh terhadap Emisi Gas CH 4 Tanaman padi memegang peranan penting dalam emisi gas metana dari lahan sawah. Banyak faktor yang berperan penting terhadap pembentukan gas metana. Beberapa studi yang telah dilakukan menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan gas metana adalah pemberian bahan organik dan teknik irigasi (Murdiyarso, 1997). Untuk mengetahui faktor pengelolaan tanaman padi yang paling berpengaruh dilakukan uji regresi berganda (Tabel 5). Pada uji yang dilakukan ditambahkan dua faktor pertumbuhan tanaman sebagai variabel yang berpengaruh terhadap pembentukan gas metana yaitu pemberian urea dan jarak tanam. Pada uji berganda tahap 1, faktor pengelolaan yang memiliki nilai taraf kepercayaan (p-value) < 0.05 adalah pemberian urea, irigasi, dan jarak tanam. Ketiga faktor tersebut diuji kembali untuk tahap 2 dan diperoleh faktor irigasi dan jarak tanam yang memiliki nilai taraf kepercayaan < Tabel 5. Uji regresi berganda antara faktor pengelolaan tanaman terhadap gas CH 4 Tahap 1 Variabel Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept Urea Bahan Organik Irigasi Jarak tanam Tahap 2 Variabel Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept Urea Irigasi Jarak Tanam Tahap 3 Variabel Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept Irigasi Jarak Tanam

10 Pada uji selanjutnya antara faktor irigasi dan jarak tanam diperoleh faktor pengelolaan tanaman yang paling berpengaruh terhadap pembentukan emisi gas CH 4 adalah perlakuan irigasi (rejim air). Fenomena ini menunjukkan bahwa pemberian air secara intensif akan berpengaruh terhadap peningkatan emisi gas CH 4. Kondisi tergenang merupakan kondisi ideal dan penting untuk menciptakan ekosistem anaerobik sebagai sumber utama terbentuknya gas metana. Menurut Ciceron dan Oremland (1988), secara biogenik gas metana terbentuk dari hasil dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh bakteri metanogen. Bakteri ini berkembang pesat pada kondisi anaerobik Hubungan Antara Unsur Hara dengan Gas CH 4 pada Perlakuan Rejim Air Tergenang dan Intermittent Hubungan antara unsur N dengan gas CH 4 Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi tanaman padi dan kekurangan N dapat membatasi produksi padi. Tanaman padi dapat menggunakan N mineral yang berasal dari N pupuk mineral dan bahan organik tetapi umumnya N pupuk mineral tidak digunakan secara efisien dan cenderung hilang dalam bentuk gas. HST Gambar 20. Hubungan unsur N dengan gas CH 4 pada perlakuan tergenang 44

11 HST Gambar 21. Hubungan unsur N dengan gas CH 4 pada perlakuan intermittent Gambar 20 dan 21 menunjukkan hubungan antara unsur N dengan emisi gas CH 4 pada rejim air tergenang dan intermittent selama musim tanam. Kadar N dalam tanah selama penelitian cenderung berfluktuasi. Menurut Schultz et al. (1989) dalam Basir (1995), bahwa emisi CH 4 makin kecil dengan penambahan urea (N). Hal ini diduga karena penyerapan NH + 4 oleh tanaman akan diikuti oleh pelepasan H +, sehingga ph tanah disekitar perakaran tanaman turun. Turunnya ph tanah diduga berdampak negatif terhadap produksi CH 4, karena bakteri metanogen penghasil CH 4 baik berkembang pada ph netral. Hal ini sesuai pada kondisi sebelum pindah tanam sampai 19 HST, HST, dan HST pada perlakuan tergenang. Namun pada periode HST peningkatan N justru meningkatkan emisi gas metana, hal tersebut dikarenakan oleh tanaman padi mengalami fase pertumbuhan vegetatif yaitu dari perkecambahan biji sampai menjelang primordia. Pada fase ini, fotosintat tidak banyak digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya sehingga banyak dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar. Selain itu penurunan kadar N pada periode HST juga akan menurunkan emisi gas CH 4, hal ini disebabkan karena tanaman padi pada periode ini mengalami fase generatif. Pada fase ini tanaman padi efisien mengurangi fotosintat pada waktu pengisian malai, sehingga eksudat akar yang dilepaskan akar sedikit. Dalam 45

12 hal ini penurunan N tidak begitu berpengaruh terhadap peningkatan emisi gas metana. Watanabe dan Inubushi (1986) serta Witt et al. (2000), menyatakan bahwa setelah N-NH + 4 dalam tanah hasil mineralisasi N-organik tanah menjadi sangat berkurang karena diserap oleh tanaman, maka N dari biomassa jasad renik dapat menjadi sumber N yang penting bagi tanaman padi. Nitrogen juga diserap tanaman dalam bentuk NH + 4, akar diseimbangkan dengan pelepasan H + di sekitar perakaran padi yang menyebabkan turunnya kemasaman di daerah perakaran padi, sehingga dapat menghambat perkembangan bakteri metanogen penghasil CH 4. Untuk perlakuan intermittent penurunan unsur N cenderung diikuti dengan penurunan gas CH 4, hal ini disebabkan karena sistem pengairan berselang yang diberikan. Menurut Javellana et al. (1996) dalam Riza (2009), pada musim kemarau menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan pada pertengahan masa anakan aktif mampu menekan emisi gas metana dan pola emisi yang terjadi juga diikuti oleh pola suhu udara. Pada kondisi pengeringan dapat merusak kelangsungan hidup bakteri metanogen yang berpotensi dalam memproduksi gas metana Hubungan unsur P dengan gas CH 4 Seperti juga unsur nitrogen maka unsur P merupakan hara makro dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Ketersediaan P dalam tanah ditentukan oleh bahan induk tanah serta faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara P seperti reaksi tanah (ph), kadar Al dan Fe oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan. 46

13 HST Gambar 22. Hubungan unsur P dengan gas CH 4 pada perlakuan tergenang HST Gambar 23. Hubungan unsur P dengan gas CH 4 pada perlakuan intermittent Gambar 22 dan 23 menunjukkan hubungan antara unsur P dengan emisi gas CH 4 pada rejim air tergenang dan intermittent selama musim tanam. Secara umum penurunan kadar P akan mampu menurunkan emisi gas CH 4. Hal ini disebabkan oleh pengaruh ketersedian P di dalam tanah yang semakin menurun. Semakin rendah kadar P yang diserap tanaman maka pertumbuhan akar tanaman akan semakin menurun begitu juga sebaliknya. Semakin banyak akar, maka eksudat akar yang dihasilkan juga semakin tinggi dan diikuti dengan tingginya emisi CH 4 (Setyanto dan Kartikawati, 2006). 47

14 Hubungan unsur K dengan gas CH 4 Unsur K diserap tanaman dalam jumlah besar dibandingkan dengan unsur yang lainnya, kecuali nitrogen. Walaupun jumlah total K dalam tanah biasanya beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah K yang dibutuhkan tanaman dalam satu musim tanam, tetapi dalam beberapa hal hanya sedikit fraksi K yang tersedia bagi tanaman (Tisdale et al., 1985, dalam Rosmarkam, 2002). Penambahan K selain meningkatkan konsentrasi K dalam larutan tanah, juga diharapkan terjadi kondisi jenuh yang mempermudah penyerapan oleh akar tanaman (Mengel dan Kirkby, 1987, dalam Rosmarkam, 2002). Tisdale et al. (1985) dalam Rosmarkam (2002), menyatakan faktor tanah yang mempengaruhi ketersediaan K, yaitu (1) jenis mineral, (2) KTK, (3) jumlah K yang dapat dipertukarkan, (4) kapasitas fiksasi K, (5) K pada subsoil dan kedalaman akar, (6) lengas tanah, (7) aerasi, (8) temperatur tanah, (9) ph tanah, kalsium dan magnesium, dan (10) jumlah relatif unsur hara lain. HST Gambar 24. Hubungan unsur K dengan gas CH 4 pada perlakuan tergenang 48

15 HST Gambar 25. Hubungan unsur K dengan gas CH 4 pada perlakuan intermittent Gambar 24 dan 25 menunjukkan hubungan antara unsur K dengan emisi gas CH 4 pada rejim air tergenang dan intermittent selama musim tanam. Pada kondisi tergenang pola unsur K cenderung berfluktuasi dan mulai menurun secara signifikan dari HST. Pada kondisi tergenag peningkatan K cenderung menurunkan emisi gas metana. Hal ini disebabkan oleh kemampuan K menekan jumlah eksudat akar, sehingga mampu menekan terbentuknya emisi gas metana. Eksudat akar merupakan hasil samping metabolisme karbon yang berupa senyawa organik yang mengandung gula, asam amino dan asam organik yang akan digunakan sebagai bahan bagi bakteri metanogen dalam pembentukan gas metana (Kimura et al., 1991, dalam Basir, 1995). Kimura et al. (1991) dalam Basir (1995), melaporkan bahwa terbentuknya gas metana sangat ditentukan oleh jumlah eksudat akar dan kemampuan mikroorganisme melakukan dekomposisi bahan organik dalam tanah. Penurunan K yang signifikan terjadi mulai dari HST, hal ini desebabkan oleh penyerapan K oleh tanaman padi yang rata-rata digunakan untuk memperkuat tegaknya batang tanaman. Namun dengan penurunan K tersebut malah menurunkan emisi gas metana, hal ini desebabkan karena pada periode tersebut tanaman padi mengalami fase generatif. Dalam hal ini penurunan K secara signifikan tidak begitu berpengaruh terhadap peningkatan emisi gas metana. 49

16 Pada kondisi intermittent pola yang terjadi tidak jauh berbeda dengan perlakuan tergenang. Dimana peningkatan K cenderung akan menurunkan emisi gas metana. Namun pada periode sebelum sampai 5 HST penurunan K malah menurunkan emisi gas metana, hal ini disebabkan karena tanaman padi baru menjalani adaptasi fisiologi terhadap lingkungan Hubungan unsur C-organik dengan gas CH 4 Bahan organik tanah merupakan bahan ameliorant penting dalam menunjang kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Menurut Soepardi (1983) dalam Basir (1995), setengah dari kapasitas tukar kation tanah berasal dari bahan organik. Bahan organik juga merupakan salah satu sumber hara makro tanaman, selain sebagai sumber energi dari sebagian mikroorganisme tanah. Dalam memainkan peran tersebut, bahan organik sangat tergantung dari sumber bahan penyusunnya. Bahan organik yang mudah terdekomposisi merupakan bahan baku utama bagi bakteri metanogen dalam membentuk CH 4 di lahan sawah. HST Gambar 26. Hubungan unsur C-organik dengan gas CH 4 pada perlakuan tergenang 50

17 HST Gambar 27. Hubungan unsur C-organik dengan gas CH 4 pada perlakuan intermittent Gambar 26 dan 27 menunjukkan hubungan antara unsur C-organik dengan emisi gas CH 4 pada rejim air tergenang dan intermittent selama musim tanam. Pada gambar diperlihatkan bahwa secara umum unsur C- organik tanah mengalami penurunan baik pada perlakuan tergenang maupun perlakuan intermittent. Hal ini disebabkan karena bahan organik hanya diberikan di awal dan selanjutnya tidak diberikan, oleh karena itu unsur C- organik akan berkurang karena diserap oleh tanaman untuk masa pertumbuhan. Selain itu dalam sistem pertanian berkelanjutan, bahan organik tanah memegang peranan penting khususnya dalam meningkatkan kualitas tanah. Kadar bahan organik tanah pada waktu tertentu ditentukan oleh keseimbangan antara penambahan bahan organik dan kehilangan melalui dekomposisi dan pencucian, yang selanjutnya dapat menunjukkan terjadi penurunan (degradation) atau peningkatan (aggredation) (Wander et al., 1994). Secara umum pada gambar menunjukkan bahwa penurunan unsur C- organik cenderung akan menurunkan emisi gas metana baik pada perlakuan tergenang maupun intermittent. Besarnya emisi gas CH 4 berkaitan dengan besarnya C-organik dan rasio C/N. Karbon merupakan bahan baku bagi bakteri metanogen untuk melakukan metanogenesis dalam hal pembentukan 51

18 gas CH 4. Laju emisi gas CH 4 pada lahan sawah berkorelasi positif dengan kandungan C di dalam tanah yag dirombak secara cepat (Yagi dan Minami, 1990, dalam Wihardjaka et al., 1997). Kenaikan dosis bahan organik dalam tanah menyebabkan meningkatnya pembentukan biomas seperti HCO 3 dan ATP tanah sehingga produksi gas metana juga akan naik yang secara langsung mempengaruhi jumlah emisi-ebolisi gas metana (Sakamoto dan Oba, 1991, dalam Basir, 1995). Hal ini juga mengarah ke pembentukan eksudat akar, dimana semakin banyak biomas akar yang terbentuk, maka semakin banyak pula gas CH 4 yang terbentuk (Setyanto, 2004). Eksudat dan pembusukan akar juga merupakan sumber energi dan karbon bagi bakteri metanogen. Dengan adanya energi tersebut maka bakteri metanogen memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menghasilkan gas metana Hubungan rasio C/N dengan gas CH 4 Gambar 28 dan 29 menunjukkan hubungan antara rasio C/N dengan emisi gas CH 4 pada rejim air tergenang dan intermittent selama musim tanam. HST Gambar 28. Hubungan rasio C/N dengan gas CH 4 pada perlakuan tergenang 52

19 HST Gambar 29. Hubungan rasio C/N dengan gas CH 4 pada perlakuan intermittent Rasio C/N sangat tergantung dari keberadan kandungan C dan N di dalam tanah. Rasio C/N berbanding lurus terhadap keberadaan unsur C di dalam tanah dan berbanding terbalik terhadap unsur N. Semakin tinggi kandungan C di dalam tanah maka Rasio C/N juga akan semakin tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap emisi gas metana. Semakin tinggi nilai C di dalam tanah maka emisi gas metana yang dihasilkan akan semakin tinggi. Pada kondisi tergenang terlihat bahwa penurunan rasio C/N pada periode sebelum-5 HST, HST, dan HST akan mampu menurukan emisi gas CH 4. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar C- organik yang menyebabkan turunnya rasio C/N, dimana hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan emisi gas CH 4. Namun pada periode HST peningkatan rasio C/N justru menurunkan emisi gas CH 4. Hal ini disebabkan oleh tanaman mengalami fase reproduktif, dimana fotosintat banyak digunakan untuk pembentukan bakal bunga, sehingga eksudat akar yang dikeluarkan semakin sedikit. Pada kondisi intermittent terlihat bahwa penurunan rasio C/N pada periode sebelum-5 HST, HST, dan HST akan mampu menurunkan emisi gas CH 4. Namun pada periode HST penurunan rasio C/N justru menigkatkan emisi gas CH 4. Hal ini disebabkan oleh tanaman mengalami fase vegetatif dimana fotosintat pada fase ini tidak banyak digunakan sehingga dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, yang 53

20 menyebabkan emisi gas CH 4 meningkat. Disamping itu pada periode ini saat jumlah anakan tanaman padi mencapai maksimum. Selain itu pada periode HST peningkatan rasio C/N juga menurunkan emisi gas CH 4. Hal ini disebabkan tanaman padi memasuki fase pemasakan, dimana fotosintat banyak digunakan untuk pengisian malai, sehingga eksudat akar yang dikeluarkan semakin sedikit, yang akhirnya menyebabkan turunnya emisi gas CH Korelasi Antara Unsur Hara dengan Gas CH 4 Keberadaan unsur hara di dalam tanah berpengaruh terhadap pembentukan gas CH 4. Unsur hara tersebut diantaranya N-total, P, K, dan C-organik. Berdasarkan analisis regresi unsur yang menunjukkan pengaruh nyata terhadap pembentukan gas CH 4 adalah unsur P pada rejim air tergenang dan intermittent dan unsur C-organik. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi (r) pada taraf 1 % dan 5 %. Korelasi antara kadar P dengan fluks CH 4 ditunjukkan pada Gambar 30. Hubungan antara kadar P dengan fluks CH 4 menunjukkan korelasi yang positif dimana peningkatan kadar P diikuti dengan peningkatan fluks CH 4 baik pada perlakuan rejim air tergenang maupun intermittent. Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan unsur P dalam tanah. Peningkatan kadar P dalam tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan akar tanaman. Korelasi antara bobot akar tanaman dengan kadar P di dalam tanah ditunjukkan pada Gambar 31. Pada gambar menunjukkan korelasi yang negatif antara bobot akar tanaman dengan kadar P di dalam tanah. Penurunan kadar P di dalam tanah disebabkan oleh penyerapan kadar P oleh akar tanaman, sehingga keberadaan unsur P di dalam tanah semakin menurun dan perkembangan bobot akar akan semakin baik. Pertumbuhan akar yang baik dengan bobot yang besar akan berpengaruh terhadap kenaikan emisi gas CH 4 yang dihasilkan. 54

21 a y = x R 2 = **, n=17 Fluks CH4 Fluks CH4 (mg/m 2 /hari) b. (mg/m 2 /hari) Kadar P dalam tanah (mg P2O5/100 gr) y = x R 2 = **, n= Kadar P dalam tanah (mg P2O5/100 gr) ** Nyata pada taraf 1 % Gambar 30. Hubungan antara kadar P dengan gas CH 4 (a) Tergenang (b) Intermittent Kadar P dalam tanah (mg P2O5/100 gram) y = x R 2 = **, n= Bobot akar tanaman (gram) ** Nyata pada taraf 1 % Gambar 31. Hubungan bobot akar tanaman dengan kadar P dalam tanah 55

22 Fluks CH4 (mg/m2/hari) y = 10588x x R 2 = **, n= Kadar C-Organik (% ) ** Nyata pada taraf 1 % Gambar 32. Hubungan antara kadar C-organik dengan gas CH 4 Korelasi antara kadar C-organik dengan fluks CH 4 ditunjukkan pada Gambar 32. Pola yang ditunjukkan pada grafik yaitu pola polynomial, dimana di awal peningkatan kadar C-organik terjadi penurunan gas CH 4 dan setelah mencapai kadar tertentu peningkatan kadar C-organik akan meningkatkan gas CH 4. Penurunan gas CH 4 diawal diduga disebabkan oleh faktor pengeringan yang dilakukan pada perlakuan intermittent, dimana seberapapun besarnya penambahan atau peningkatan kadar C-organik di dalam tanah tidak akan mampu meningkatkan gas CH 4, karena kondisi lahan yang aerobik. Pada kondisi aerobik bakteri metanogen tidak dapat berkembang dengan baik. Pada kondisi ini akan mampu menghambat turunnya potensial redoks tanah, dimana difusi oksigen ke tanah berjalan dengan baik. Hal ini menyebabkan kondisi optimal tidak terbentuk bagi bakteri metanogen untuk menghasilkan gas CH 4. 56

23 4.5. Komponen Hasil dari Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah Data komponen hasil panen dianalisis menggunakan program analysis of varian (ANOVA) dan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dengan program SAS versi Pengujian untuk melihat sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan menguji Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Komponen hasil panen yang dilakukan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan semua komponen hasil yang diamati untuk semua perlakuan adalah berbeda nyata kecuali ratarata jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan kondisi yang berbeda dari masing-masing perlakuan. Tabel 6. Komponen hasil berbagai sistem pengelolaan padi sawah Perlakuan Bobot jerami kering/ubinan (kg) Bobot akar kering/ubinan (kg) Rata-rata Anakan Produktif Berat 1000 butir (g) gabah hampa/rumpun gabah isi/rumpun % gabah isi GKG Kotor 14 % (t/ha) Non PTT Tergenang 4.2 ab 0.83 a 10 a a 224 b 671 ab a Non PTT Intermittent 4.6 a 0.75 a 10 a a 321 b 729 ab ab PTT Tergenang 4.3 ab 0.62 a 8 a ab 294 b 541 b b PTT Intermittent 4.1 ab 0.61 a 8 a a 286 b 509 b b SRI Intermittent 2.6 c 0.19 b 10 a c 478 b 655 ab d Semi-SRI Intermittent 3.6 b 0.24 b 13 a bc 725 a 910 ab c Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 Bobot jerami kering/ubinan terbesar adalah Non-PTT Intermittent (4.6 kg), bobot akar kering/ubinan terbesar adalah Non-PTT Tergenang (0.83 kg), berat 1000 butir, persentase gabah isi, dan GKG kotor terbesar adalah Non-PTT Tergenang yaitu sebesar gram, %, dan 4.66 t/ha, jumlah gabah hampa/rumpun dan jumlah gabah isi/rumpun terbesar adalah Semi SRI Intermittent yaitu 725 dan 910. Data komponen hasil disajikan pada Lampiran 7. Pada perlakuan SRI Intermittent memiliki nilai GKG kotor jauh lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan PTT, Non-PTT dan Semi SRI Intermittent. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan SRI Intermittent 57

24 tidak diberikan pupuk anorganik, sehingga tanaman padi hanya menyerap unsur hara yang terkandung di dalam tanah. Bila dilihat dari kandungan unsur hara N-total, P, K, dan C-organik di dalam tanah dan dari bahan organik yang diberikan, kadar unsur hara pada perlakuan SRI Intermittent tidak terlalu rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Walaupun kandungan unsur hara di dalam tanah tinggi, namun unsur hara tersebut tidak langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hal ini berkaitan dengan beberapa sifat unsur hara yang lambat tersedia untuk tanaman. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya hasil pada perlakuan SRI Intermittent adalah lambatnya proses dekomposisi bahan organik menjadi unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman seperti unsur N, P, C, dan S pada kondisi lembab dan ph masam. 58

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4.1.1. Karbondioksida (CO 2 ) Keanekaragaman nilai fluks yang dihasilkan lahan pertanian sangat tergantung pada sistem pengelolaan lahan tersebut.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Sawah Sawah adalah lahan pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph tanah (Tabel Lampiran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas dilakukan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

Lestari Alamku, Produktif Lahanku

Lestari Alamku, Produktif Lahanku KOMPOS ORGANIK GRANULAR NITROGEN Reaksi nitrogen sebagai pupuk mengalami reaksirekasi sama seperti nitrogen yang dibebaskan oleh proses biokimia dari sisa tanaman. Bentuk pupuk nitrogen akan dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistematika hasil dan pembahasan disajikan dalam beberapa sub bagian yaitu Fluks metana dan karakteristik tanah pada budidaya lima macam tanaman; Pengaruh pengelolaan air terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu dari program intensifikasi pertanian adalah pemupukan. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Dalam memproduksi pupuk kimia dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV BASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV BASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV BASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Tanaman Padi Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman padi hingga masulcnya awal fase generatif meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, jumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci Analisis kompos kotoran kelinci dilakukan untuk mengetahui kandungan kompos dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanah merupakan faktor produksi yang penting. Keseimbangan tanah dengan kandungan bahan organik, mikroorganisme dan aktivitas biologi serta keberadaaan unsur-unsur hara

Lebih terperinci

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman 1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada ph 6-7, karena pada ph tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nitrogen dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA Nitrogen merupakan unsur yang banyak mendapat perhatian dan masih terus diteliti, karena merupakan unsur hara penentu utama produksi, dibutuhkan tanaman dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa

Lebih terperinci