BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai 35,82 dan 38,27 (Tabel 4). Bahan baku dengan rasio C/N tinggi akan sulit untuk terdekomposisi sehingga dibutuhkan bahan dan aktivator yang dapat menurunkan rasio C/N. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Sampel Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik Bahan Organik rasio C/N G. Atroviolacea 1,02% 0,75% 0,88% 39,04% 67,31% 38,27 G. Apus 1,40% 0,73% 0,93% 36,15% 62,33% 35,82 Cepat lambatnya penguraian dipengaruhi oleh senyawa yang terkandung dalam bahan organik tersebut. Kandungan unsur C dan N dalam bahan baku mempengaruhi kecepatan dekomposisi. Aktivitas mikroorganisme dibatasi oleh keterbatasan N protein untuk metabolisme. Apabila rasio C/N lebih dari 25, maka tingkat mineralisasi rendah, sumber N dalam tanah mengalami imobilisasi oleh mikroorganisme, dan fiksasi N hanya terjadi sementara. Apabila rasio C/N kurang dari 20, maka N mengalami proses mineralisasi dan mikroorganisme yang mati akan menjadi unsur lain yang sederhana (Sutanto, 2005). 25

2 digilib.uns.ac.id 26 B. Unsur Hara Makro Pupuk Kompos Unsur hara makro merupakan unsur hara yang terkandung di dalam pupuk kompos dengan jumlah yang besar. Kandungan unsur hara makro yang terdapat dalam pupuk kompos dari serasah daun bambu dan blotong dengan aktivator EM4 dan kotoran sapi yaitu memiliki C-organik yang tinggi yaitu berkisar 17% - 36%, N-total berkisar 2%, P 2 O 5 berkisar 1% dan K 2 O berkisar 0,6% - 1,8% (Tabel 5). Tabel 5. Kandungan Unsur Hara Makro Pupuk Kompos Perlakuan C-Org (%) BO (%) N-total (%) P 2 O 5 (%) K 2 O (%) Rasio C/N K. Air (%) I 17,74 30,59 2,50 1,74 0,61 7,09 26,22 II 27,79 47,91 2,73 1,95 1,88 10,18 24,44 III 20,91 36,06 2,66 1,73 1,10 7,86 23,95 IV 17,88 30,84 2,16 1,70 0,93 8,28 27,39 V 26,78 46,17 2,66 1,92 1,49 10,07 25,95 VI 36,49 62,91 2,43 1,56 1,12 15,02 23,23 VII 19,00-1,24 0,54 0,90 15,00 - Keterangan : I = (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III = (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong : 50 ml EM4) V = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI = (1 kg serasah : 50 ml EM4) VII = (2 kg Produk Paten) 1. C-Organik Kandungan unsur hara makro C-organik pada perlakuan I sampai V yaitu 17,74% sampai 27,79% (masuk batas min-max SNI ). Kandungan C-organik perlakuan VI lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 36,49% (di atas batas max SNI ). Kandungan C-organik dari produk

3 digilib.uns.ac.id 27 paten yaitu 19% (Tabel 6). Kandungan C-organik terbaik dihasilkan dari perlakuan II yaitu 27,79% karena masuk batas min-max SNI dan memiliki kandungan C-organik lebih tinggi dari produk paten. Tabel 6. Perbandingan C-Organik dengan SNI Perlakuan C-Organik (%) Hasil Min Max Keterangan I 17,74 9,8 32 Masuk batas min-max II 27,79 9,8 32 Masuk batas min-max III 20,91 9,8 32 Masuk batas min-max IV 17,88 9,8 32 Masuk batas min-max V 26,78 9,8 32 Masuk batas min-max VI 36,49 9,8 32 Di atas batas max VII 19,00 9,8 32 Masuk batas nin-max Keterangan : I = (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III = (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong : 50 ml EM4) V = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI = (1 kg serasah : 50 ml EM4) VII = (2 kg Produk paten) Unsur C-organik merupaka sumber energi di dalam proses metabolisme dan perbanyakan sel oleh bakteri. Pemanfaatan unsur C-organik sebagai sumber energi bakteri akan menghasilkan buangan berupa asam organik dan alkohol (Citawaty, 2011). Perubahan C-organik disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam kompos. Mikroorganisme ini akan mengkonsumsi bahan organik dari kompos sebagai sumber energi dalam penyusunan sel mikroorganisme yang dimana aktivitas ini akan melepaskan CO 2 dan H 2 O (Wahyono, 2003).

4 digilib.uns.ac.id 28 Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Unsur C dan O diambil tanaman dari udara sebagai CO 2 melaui stomata daun dalam proses fotosintesis. Unsur H diambil dari air tanah (H 2 O) oleh akar tanaman. Dalam jumlah sedikit air juga diserap tanaman melalui daun. Penelitian dengan unsur radioaktif menunjukkan bahwa hanya unsur H dari air yang digunakan tanaman, sedang oksigen dalam air tersebut dibebaskan sebagai gas (Yuwono, 2005). Karbon dipertukarkan antar tanah dan atmosfer melalui proses fotosintesis dan dekomposisi. Tanaman menyerap CO 2 dan menahan karbon pada saat yang bersamaan melepaskan oksigen melalui proses fotosintesis. Karbon yang ditahan oleh tanaman, kemudian dipindahkan ke tanah melalui akar selama proses penguraian residu tanaman. Selanjutnya, karbon ditahan di dalam tanah dalam bentuk residu tanaman yang secara perlahan menyatu ke dalam tanah melalui proses humifikasi dan penyatuan kedalam agregat tanah yang tidak segera diemisikan kembali. Dengan demikian, ada suatu siklus dinamis dalam penyerapan, pengendapan dan transformasi karbon antara udara dan tanah melalui tanaman (Herman, 2014). 2. Bahan Organik Kandungan bahan organik pada perlakuan I sampai V yaitu sekitar 30,59% - 47,91% (masuk batas min-max SNI ). Kandungan bahan organik perlakuan VI lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 62,91% (di atas batas max SNI ). Kandungan bahan organik terbaik

5 digilib.uns.ac.id 29 dihasilkan dari perlakuan II yaitu 47,91% karena kandungan bahan organiknya tinggi dan masuk batas min-max SNI (Tabel 7). Tabel 7. Perbandingan Bahan Organik dengan SNI Perlakuan Bahan Organik (%) Hasil Min Max Keterangan I 30, Masuk batas min-max II 47, Masuk batas min-max III 36, Masuk batas min-max IV 30, Masuk batas min-max V 46, Masuk batas min-max VI 62, Di atas batas max Keterangan : I = (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III = (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong : 50 ml EM4) V = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI = (1 kg serasah : 50 ml EM4) Bahan orgnik di samping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. Selama proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme akan menghasilkan humus dan hara (Gaur, 1980). Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineralmineral hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro)

6 digilib.uns.ac.id 30 dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk dilepas dan dapat digunakan tanaman (Fauzi, 2008). Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes (Atmojo, 2003). 3. Nitrogen (N-total) Kandungan unsur hara makro N-total pada setiap perlakuan berkisar 2,16% sampai 2,73% (di atas batas min). Kandungan N-total yang dihasilkan dari semua perlakuan sudah memenuhi SNI Kandungan N-total pada produk paten yaitu 1,24%. Bila dibandingkan dengan produk paten maka semua perlakuan memiliki kandungan N-total yang lebih tinggi. Kandungan N-total paling tinggi yaitu pada perlakuan II yaitu 2,73% (Tabel 8).

7 digilib.uns.ac.id 31 Tabel 8. Perbandingan N-total dengan SNI Perlakuan N- total (%) Hasil Min Keterangan I 2,5 0,4 Di atas batas min II 2,73 0,4 Di atas batas min III 2,66 0,4 Di atas batas min IV 2,16 0,4 Di atas batas min V 2,66 0,4 Di atas batas min VI 2,43 0,4 Di atas batas min VII 1,24 0,4 Di atas batas min Keterangan : I = (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III = (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong : 50 ml EM4) V = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI = (1 kg serasah : 50 ml EM4) VII = (2 kg Produk paten) Nitrogen merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen berperan penting dalam merangsang pertumbuhan vegetatif dari tanaman, membuat daun tanaman berwarna hijau gelap, selain itu N merupakan penyususn plasma sel dan berperan penting dalam pembentukan protein. Bila tanaman kekurangan unsur hara N menunjukkan gejala pada tanaman seperti pertumbuhan yang kerdil, pertumbuhan akar terhambat dan daun menjadi warna kuning pucat (Bachtiar, 2006). Unsur hara N dimulai dari fiksasi N 2 - atmosfir secara fisik/kimiawi yang menyuplai tanah bersama prepitasi (hujan), dan oleh mikrobia baik secara simbiotik maupun nonsimbiotik yang menyuplai tanah baik lewat tanaman inangnya menyuplai setelah mati. Sel-sel mati ini bersama dengan sisa-sisa tanaman/hewan akan menjadi bahan commit organik to user yang siap didekomposisikan dan

8 digilib.uns.ac.id 32 melalui serangkaian proses mineralisasi (aminisasi, amonifikasi dan nirifikasi) akan melepaskan N-mineral (NH + 4 dan NO - 3 ) yang kemudian diimmobilisasikan oleh tanaman atau mikrobia. Gas amoniak hasil proses aminisasi apabila tidak segera mengalami amonifikasi akan segera tervolatilisasi (menguap) keudara, - begitu pula dengan gas N 2 atmosfir. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk NO - 3 atau NH + 4 dari tanah (Hapsari, 2013). 4. Fosfor (P 2 O 5 ) Kandungan unsur hara makro P 2 O 5 pada setiap perlakuan berkisar 1,56% - 1,95%. Kandungan P 2 O 5 yang dihasilkan dari semua perlakuan sudah memenuhi SNI Kandungan P 2 O 5 pada produk paten yaitu 0,54%, sehingga kandungan P 2 O 5 hasil lebih tinggi dari produk paten. Kandungan P 2 O 5 terbaik yaitu 1,95% pada perlakuan II karena hasilnya paling tinggi dibanding dengan perlakuan lain (Tabel 9).

9 digilib.uns.ac.id 33 Tabel 9. Perbandingan P 2 O 5 dengan SNI Perlakuan P 2 O 5 (%) Hasil Min Keterangan I 1,74 0,1 Di atas batas min II 1,95 0,1 Di atas batas min III 1,73 0,1 Di atas batas min IV 1,7 0,1 Di atas batas min V 1,92 0,1 Di atas batas min VI 1,56 0,1 Di atas batas min VII 0,54 0,1 Di atas batas min Keterangan : I = (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III = (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong : 50 ml EM4) V = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI = (1 kg serasah : 50 ml EM4) VII = (2 kg Produk Paten) Fosfor termasuk unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H 2 PO 4 - dan HPO 4 2- yang terdapat dalam larutan tanah. Disamping ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat. Fosfor yang terkandung dalam pupuk organik berperan bagi tanaman dalam proses respirasi dan fotosintesis, penyusunan asam nukleat, pembentukan bibit tanaman dan penghasil buah. Selain itu, fosfor juga mampu merangsang perkembangan akar sehingga tanaman tahan terhadap kekeringan dan mempercepat masa panen (Elfiati, 2005). 5. Kalium (K 2 O) Kandungan unsur hara makro K 2 O pada setiap perlakuan berkisar 0,61% - 1,88%. Kandungan K 2 O pada perlakuan commit to I user sampai VI di atas batas min SNI 19-

10 digilib.uns.ac.id yaitu 0,20%. Sedangkan kandungan K 2 O pada produk paten yaitu 0,9%. Kandungan K 2 O pada perlakuan I kurang dari kandungan K 2 O produk paten. Kandungan K 2 O terbaik pada perlakuan II yaitu 1,88 % (Tabel 10). Tabel 10. Perbandingan K 2 O dengan SNI Perlakuan K 2 O (%) Hasil Min Keterangan I 0,61 0,2 Di atas batas min II 1,88 0,2 Di atas batas min III 1,1 0,2 Di atas batas min IV 0,93 0,2 Di atas batas min V 1,49 0,2 Di atas batas min VI 1,12 0,2 Di atas batas min VII 0,90 0,2 Di atas batas min Keterangan : I = (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III = (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong : 50 ml EM4) V = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI = (1 kg serasah : 50 ml EM4) VII = (2 kg Produk Paten) Kalium adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan oleh tanaman, dan diserap tanaman dalam bentuk ion K +. Kalium tergolong unsur yang mobile dalam tanaman baik dalam sel, jaringan maupun xylem dan floem. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma. Peran kalium dalam mengatur turgor sel berkaitan dengan konsentrasi kalium dalam vakuola. Kalium dalam sitoplasma dan kloroplas diperlukan untuk menetralkan larutan sehingga mempunyai ph 7-8 (Rahman, 2008).

11 digilib.uns.ac.id 35 Sumber utama kalium di dalam tanah berasal dari pelapukan mineralmineral. Didalam tubuh tanaman kalium bukanlah sebagai penyususn jaringan tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata, transportasi hasilhasil fotosintesis (karbohidrat), meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman. Kalium yang ada di dalam tubuh tanaman ialah sebagai garam anorganik. Kalium mempunyai peranan sebagai katalisator yaitu sebagai penyusun dan pembongkar karbohidrat, terutama di dalam pengubahan protein dan asam-asam amino. Bila tanaman kekurangan kalium maka terjadi akumulasi karbohidrat, menurunnya kadar pati dan akumulasi senyawa nitrogen sehingga tanaman mudah roboh. Turgor tanaman berkurang sel menjadi lemah, daun tanaman menjadi kering, ujung daun berwarna coklat (nekrosis) (Triwahyudi, 2012). 6. Rasio C/N Rasio C/N pada kompos yang dihasilkan berkisar 7,09-15,02. Standar rasio C/N yang di tetapkan SNI adalah 10-20, namun yang memenuhi standar dalam penelitian ini hanya pada perlakuan II, V dan VI. Berdasarkan rasio C/N tersebut maka perlakuan II, V dan VI yang sudah memenuhi SNI (Tabel 11).

12 digilib.uns.ac.id 36 Tabel 11. Perbandingan C/N Rasio dengan SNI Perlakuan Rasio C/N Hasil Min Max Keterangan I 7, Di bawah batas min II 10, Masuk batas min-max III 7, Di bawah batas min IV 8, Di bawah batas min V 10, Masuk batas min-max VI 15, Masuk batas min-max VII 15, Masuk batas min-max Keterangan : I = (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III = (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong : 50 ml EM4) V = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI = (1 kg serasah : 50 ml EM4) VII = (2 kg Produk Paten) Selama proses pengomposan terjadi pelapukan bahan organik, CO 2 banyak di bebaskan, sedangkan N tidak, sehingga rasio C/N menjadi turun. Proses ini berlangsung terus sehingga terbentuk humus. Proses penguraian bahan organik sehingga terbentuk humus disebut humifikasi. Penurunan nilai rasio C/N pada masing-masing kompos ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah karbon yang dipakai sebagai sumber energi mikroba untuk menguraikan atau mendekomposisi material organik. Rasio C/N yang terkandung di dalam kompos menggambarkan tingkat kematangan dari kompos tersebut, semakin tinggi rasio C/N berarti kompos belum terurai dengan sempurna atau dengan kata lain belum matang. Sebaliknya, jika rasio C/N rendah maka kompos terlalu matang (Surtinah, 2013).

13 digilib.uns.ac.id Kadar Air Kadar air perlakuan I sampai VI berkisar 23,23% - 27,39%. Batas max kadar air adalah 50%. Kadar air tertinggi pada perlakuan IV, sedangkan kadar air terendah pada perlakuan VI. Kadar air dari semua perlakuan sudah memenuhi SNI (di bawah batas max) (Tabel 12). Tabel 12. Perbandingan Kadar Air dengan SNI Perlakuan Kadar Air (%) Keterangan Hasil Max I 26,22 50 Di bawah batas max II 24,44 50 Di bawah batas max III 23,95 50 Di bawah batas max IV 27,39 50 Di bawah batas max V 25,95 50 Di bawah batas max VI 23,23 50 Di bawah batas max Keterangan : I = (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III = (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong : 50 ml EM4) V = (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI = (1 kg serasah : 50 ml EM4) Menurut Widarti et al., (2015), Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. jika kelembaban terlalu rendah, efisiensi degradasi akan menurun karena kurangnya air untuk melarutkan bahan organik yang akan didegradasi oleh mikroorganisma sebagai sumber energinya.

14 digilib.uns.ac.id 38 C. Parameter Lingkungan 1. Suhu Pengomposan Pada awal pengomposan (hari ke-7) suhu kompos mencapai 27 C. Pada hari ke-14 sampai hari ke-21 suhu pengomposan berkisar C. Pada hari ke- 28 sampai hari ke-42 adalah tahap pendinginan dan pematangan kompos. Suhu yang dicapai pada tahap ini yaitu 27 C dan tetap stabil pada suhu tersebut (Gambar 2). Berdasarkan anava (Lampiran 1) tidak ada beda nyata suhu antar perlakuan. Perubahan suhu setiap minggunya dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan panas untuk melakukan metabolisme. Suhu ( C) 30, , , , , , Waktu (Hari) Gambar 2. Suhu selama proses pengomposan serasah dan blotong perbandingan I (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV (1 kg blotong : 50 ml EM4) V (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI (1 kg serasah : 50 ml EM4). Menurut Mirwan (2012), suhu dalam proses pengomposan sebaiknya mencapai C selama 24 jam commit agar bibit to user gulma maupun bakteri patogen dalam I II III IV V VI

15 digilib.uns.ac.id 39 bahan kompos mati. Menurut Widawati (2005), mikroba yang bekerja pada suhu C yaitu mikroba mesofilik. Mikroba ini bertugas memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan menjadi kecil dan mempercepat proses pengomposan. Suhu puncak dalam pengomposan yaitu C dengan mikroba termofilik yang berkembang pesat dalam tumpukan bahan kompos. Mikroba ini bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan baku kompos dapat terdegradasi dengan cepat dan suhu dapat mencapai puncak. 2. Kelembaban Kompos Kelembaban pupuk kompos yang dihasilkan mengalami penurunan pada setiap minggunya yaitu mulai dari minggu pertama (hari ke-7) kelembaban mencapai 60-80% dan mulai turun pada setiap minggunya sehingga mencapai stabil pada kelembaban 40% yaitu pada hari ke-28 sampai hari ke-42 (Gambar 3). Berdasarkan anava (Lampiran 2) tidak ada beda nyata kelembaban antar perlakuan.

16 digilib.uns.ac.id Kelembaban (%) I II III IV V VI Waktu (Hari) Gambar 3. Kelembaban selama proses pengomposan serasah dan blotong perbandingan I (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV (1 kg blotong : 50 ml EM4) V (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI (1 kg serasah : 50 ml EM4). Menurut Isroi (2008), pembalikan kompos bertujuan untuk membuang panas yang berlebihan dan memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan. Pembalikan kompos juga dapat meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan dan meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil. Menurut Widarti et al., (2015), penurunan kelembaban disebabkan karena aktivitas mikroorganisme yang menggunakan air untuk proses kelangsungan hidupnya guna melakukan proses dekomposisi. Kelembaban 40 60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih dari 60% hara akan tercuci akibatnya aktivitas mikroorganisme akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

17 digilib.uns.ac.id ph Kompos Tingkat keasaman pada proses pengomposan merupakan faktor penting karena perubahan ph ini menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. Pada awal pengomposan nilai ph 7, pada hari ke-7 ph masing-masing perlakuan mengalami kenaikan. ph pupuk kompos mengalami penurunan setelah hari ke-14 hingga akhir pengomposan yaitu pada rata-rata ph netral (Gambar 4). Berdasarkan anava (Lampiran 3) tidak ada beda nyata ph antar perlakuan. ph 7,7 7,6 7,5 7,4 7,3 7,2 7,1 7 6,9 6, Waktu (Hari) Gambar 4. ph selama proses pengomposan serasah dan blotong perbandingan I (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV (1 kg blotong : 50 ml EM4) V (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI (1 kg serasah : 50 ml EM4). Menurut penelitian Maradhy (2009), ph optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam asam organik. Kondisi asam akan mendorong I II III IV V VI

18 digilib.uns.ac.id 42 pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa yang terkandung di dalam serasah yang akan menjadi pupuk kompos. 4. Warna Pupuk Kompos Warna kompos untuk semua perlakuan di awal dekomposisi rata-rata menunjukkan perubahan dari warna coklat menjadi coklat kehitaman. Perlakuan I, II, IV dan V mengalami perubahan warna yang lebih hitam dibandingkan dengan perlakuan III dan VI yang mengalami perubahan warna kecoklatan dan bahan pembentuknya masih sedikit kelihatan. Perlakuan I, II, IV dan V menunjukkan ciri fisik kompos yang baik, dimana warna nya coklat kehitaman, agak lembab dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak (Gambar 5). perlakuan I perlakuan II perlakuan III perlakuan IV perlakuan V perlakuan VI Gambar 5. Penampakan warna pada pupuk kompos serasah dan blotong perbandingan I (1 kg blotong : 1 kg kotoran sapi) II (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) III (1 kg serasah : 1 kg kotoran sapi) IV (1 kg blotong : 50 ml EM4) V (0,5 kg blotong : 0,5 kg serasah : 50 ml EM4) VI (1 kg serasah : 50 ml EM4).

19 digilib.uns.ac.id 43 Perubahan warna kompos dari coklat menjadi coklat kehitaman menunjukkan adanya bakteri dan jamur yang melakukan aktivitas dekomposisi, sehingga mampu mengubah warna kompos. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh hilangnya nitrogen yang diakibatkan karena proses dekomposisi yang terjadi di dalam pengomposan. Panas yang dihasilkan mampu memecah ikatan lignin sehingga nitrogen menjadi berkurang sehingga warna berubah menjadi coklat dan pengomposan menuju ke fase pematangan. Selama proses pengomposan akan terjadi penguraian bahan organik oleh aktivitas mikroba, yaitu mikroba akan mengambil air, oksigen dan nutrisi dari bahan organik yang kemudian akan mengalami penguraian dan membebaskan CO 2 dan O 2 Gaur (1986).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

Analisis kandungan unsur hara makro dalam kompos dari serasah daun bambu dan limbah padat pabrik gula (blotong)

Analisis kandungan unsur hara makro dalam kompos dari serasah daun bambu dan limbah padat pabrik gula (blotong) Bioteknologi 12 (2): 46-51, November 2015, ISSN: 0216-6887, EISSN: 2301-8658, DOI: 10.13057/biotek/c120203 Analisis kandungan unsur hara makro dalam kompos dari serasah daun bambu dan limbah padat pabrik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian fisik 1. Temperature /Suhu Suhu adalah salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan kompos karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Pengamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Limbah 2.1.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu aktivitas atau proses produksi yang sudah tidak digunakan lagi pada kegiatan/proses tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat fisik 1. Suhu kompos Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Pondoh Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman salak di daerah Sleman sebanyak 4.653.790 rumpun, dan 88% diantaranya jenis salak pondoh (4.095.178

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk atau berpotensi digunakan untuk menanam padi sawah. Dalam definisi ini tanah sawah mencakup semua tanah yang terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kimia Pupuk 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul Analisis pupuk dilakukan untuk mengetahui kandungan C organik, N, P, K dan C/N ratio

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan N-NH 4 Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami padi terhadap kandungan N vermicompost dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Nisbah C/N Campuran Feses Sapi Perah dan Jerami Padi terhadap Kandungan N Pupuk Organik Cair (POC) Kandungan unsur N pada pupuk organik cair hasil pengomposan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN KarakteristikBahan Kompos Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat kematangan kompos.bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar. Kadar air, ph, C-Organik, Bahan Organik, N total. Berikut data hasil analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar. Kadar air, ph, C-Organik, Bahan Organik, N total. Berikut data hasil analisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Analisis kompos dilakukan untuk mengetahui dan memastikan bahwa kompos jarak pagar yang digunakan sebagai perlakuan dapat meningkatkan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bersifat multiguna. Tomat banyak dikenal dan digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Menurut Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pupuk kimia merupakan bahan kimia yang sengaja diberikan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami II. TINJAUAN PUSTAKA Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami (organik) maupun kimia (anorganik) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Menurut

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL Arya Rezagama*, Ganjar Samudro Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedharto No 1, Tembalang, Semarang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Kompos Pelepah Daun Salak. (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Kompos Pelepah Daun Salak. (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Kompos Pelepah Daun Salak Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci Analisis kompos kotoran kelinci dilakukan untuk mengetahui kandungan kompos dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan oleh para petani di Indonesia. Kacang hijau dapat dikonsumsi dalam berbagai macam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, Edisi Spesial 2017 114 PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB Sindi Martina Hastuti 1, Ganjar Samudro 2, Sri Sumiyati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang nilai produksi pertaniannya belum mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya secara mandiri sehingga masih ketergantungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Di Indonesia tanah jenis Ultisol cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH Eka Marya Mistar, Agrina Revita Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah E-mail

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. selanjutnya diaplikasikan pada tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata

HASIL DAN PEMBAHASAN. selanjutnya diaplikasikan pada tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu pembuatan kompos kompos jerami dengan pengaturan nilai C/N rasio melalui penambahan azolla dan selanjutnya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan. 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan. 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi 1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengomposan Eceng Gondok dengan Perlakuan Hijauan 1. Pengamatan perubahan pada kompos selama proses dekomposisi Pada penilitian diperoleh data pengamatan pada minggu ke 6 yang

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

Lestari Alamku, Produktif Lahanku

Lestari Alamku, Produktif Lahanku KOMPOS ORGANIK GRANULAR NITROGEN Reaksi nitrogen sebagai pupuk mengalami reaksirekasi sama seperti nitrogen yang dibebaskan oleh proses biokimia dari sisa tanaman. Bentuk pupuk nitrogen akan dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman yang berperan penting dalam proses pertumbuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,

Lebih terperinci

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO NERACA HARA KEBUN KAKAO PRODUKSI = f (Tanaman, Tanah, Air, Cahaya) Tanaman = bahan tanam (klon, varietas, hibrida) Tanah = kesuburan tanah Air = ketersediaan air Cahaya = intensitas cahaya KOMPOSISI TANAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan

Lebih terperinci

1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions).

1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions). Hara esensial : 1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions). 2. Tanaman tidak akan sempurna siklus hidupnya tanpa adanya unsur tersebut (plant can not

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS 31 JTM Vol. 05, No. 1, Juni 2016 PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS Dicky Cahyadhi Progam Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengomposan dengan cacing ( vermikompos ) Hasil analisis vermikompos dengan berbagai bahan disajikan dalam tabel 2. Tabel 1. Hasil analisis vermikompos kadar kadar C kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci