IV. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

IV. METODE PENELITIAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

METODOLOGI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODE PENELITIAN

KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI

VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

METODE PENELITIAN. Data dan Surnber Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

IV METODOLOGI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut:

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

III. KERANGKA PEMIKIRAN

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

BAB IV METODE PENELITIAN

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG (Zea mays L.) DI KABUPATEN KEDIRI

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

PENDUGAAN ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT USAHATANI JAGUNG

Analisis Daya Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

BAB IV. METODE PENELITIAN

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

IV METODE PENELITIAN

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS SENSITIVITAS

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAIMANA PROVINSI PAPUA BARAT

14,3 13,1 11,1 8,9 27,4 26,4 4. 1,0 1,0 9,9 6. 7,0 15,6 16,1 6,5 6,2 8,5 8,3 10,0

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

IV. METODE PENELITIAN

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang. digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

Performa Dayasaing Komoditas Padi. Commodities Rice Competitiveness Performance. Benny Rachman

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

Transkripsi:

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series dan untuk pembahasan juga dikumpulkan informasi kualitatif hasil diskusi dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Kelompok Tani jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Menurut Sinaga (2004) bahwa data time series merupakan data mengenai fakta-fakta yang terjadi pada waktu yang berbeda-beda yang dikumpulkan dari kategori sumber yang sama. Data time series yang dikumpulkan adalah data struktur ongkos usahatani jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, tahun 1985-2009. Data struktur ongkos usahatani jagung yang dikumpulkan bersumber dari BPS, Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin)-Kementerian Pertanian, Ditjen Tanaman Pangan, dan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap antara sentra produksi jagung paling tinggi yaitu Jawa Timur dan sentra produksi jagung yang masih rendah yaitu Jawa Barat. Adapun pertimbangan lainnya pemilihan lokasi penelitian ini secara terinci adalah: (1) Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan sentra produksi dari 10 sentra produksi jagung nasional, dimana Provinsi Jawa Timur merupakan sentra tertinggi dengan pangsa luas panennya paling tinggi yaitu 31 persen terhadap luas panen nasional, dan Provinsi Jawa Barat merupakan sentra rendah dengan pangsa luas panennya sekitar 3 persen terhadap luas panen nasional, (2) usahatani jagung di Jawa Timur lebih tinggi dalam hal penggunaan benih varietas hibrida, yaitu berkisar antara 50-60 persen

60 dan di Jawa Barat berkisar antara 25-30 persen, serta produsen benih varietas hibrida seperti BISI dan Dupont dominan berada di Jawa Timur, (3) sentra produksi jagung Jawa Timur relatif dekat dengan pembeli seperti industri pakan ternak dengan jumlah pabrik pakan paling dominan yaitu sebanyak 15 unit, sedangkan di Jawa Barat pembeli jagung yaitu industri pabrik pakan jumlahnya sekitar 4 unit, dan (4) ketersediaan data struktur ongkos usahatani terutama periode 2000-2009 dikedua provinsi penelitian. Pada data struktur ongkos usahatani jagung akan diperoleh data struktur penerimaan, biaya dan keuntungan usahatani. Dari data tersebut akan dapat diketahui data-data harga output (jagung), harga input (faktor produksi) seperti: benih, pupuk urea, pupuk TSP, dan upah tenaga tenaga kerja. Data harga jagung pada struktur usahatani jagung diperoleh dengan cara membagi nilai penerimaan usahatani jagung oleh produksi jagung. Data harga jagung ini setelah dicocokan dengan data harga jagung pada statistik harga produsen relatif sama. Harga jagung yang digunakan adalah harga jagung pipilan kring dalam satuan rupiah per kilogram. Data harga rata-rata di tingkat produsen ini seringkali belum mencerminkan data harga yang benar-benar diterima petani (Hartoyo, 1994). Seringkali petani mengeluarkan biaya transportasi atau biaya angkut untuk penjualan hasil panennya. Biaya angkut atau biaya transportasi tergantung pada kondisi infrastruktur jalan, dan ketersediaan sarana transportasi. Karena itu, pada penelitian ini selain untuk melihat pengaruh perubahan harga output terhadap penawaran output juga ingin melihat pengaruh infrastruktur jalan sebagai prasarana transportasi yang dalam hal ini dinyatakan dengan panjang jalan.

61 Untuk harga input benih, pupuk urea dan pupuk TSP diperoleh dari hasil pembagian nilai penggunaan input dengan jumlah (volume) input yang digunakan. Nilai input benih atau pupuk ini merupakan nilai yang dibayarkan oleh petani dari sejumlah pupuk yang dibeli. Tidak terdapat keterangan apakah nilai pupuk ini merupakan nilai pupuk yang dibeli dari kios di kecamatan atau didesa. Namun, berdasarkan pengalaman empiris dan diskusi dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan di lokasi penelitian, bahwa untuk membeli pupuk maka petani juga perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk angkutan pupuk. Berdasarkan data struktur ongkos usahatani jagung, bahwa harga pupuk dalam sepuluh tahun terakhir kecenderungannya selalu diatas Harga Eceran Tertinggi. Hal ini lebih disebabkan karena kesulitan memperoleh pupuk, dan sulitnya memperoleh pupuk karena waktu tanam jagung pada lahan kering sering bersamaan dengan waktu tanam padi. Sementara, jagung yang ditanam dilahan sawah setelah tanam padi, mengandalkan supply pupuk sisa dari pertanaman padi. Harga input benih, pupuk urea dan TSP yang digunakan adalah harga dalam satuan rupiah per kilogram. Selanjutnya untuk data upah tenaga kerja diperoleh dari publikasi BPS mengenai upah buruh tani dipedesaaan, khususnya untuk Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Data upah buruh yang tersedia untuk kegiatan mencangkul, menanam, dan menyiang dari tahun 1985-2009. Tingkat upah yang terdapat pada publikasi tersebut merupakan upah kerja setengah hari, dengan jam kerja sekitar 6 jam. Pada penelitian ini, upah yang digunakan adalah upah mencangkul sebagaimana juga digunakan Hartoyo (1994). Dalam struktur ongkos usahatani jagung, bahwa penggunaan tenaga kerja usahatani tidak tercantum jumlah fisiknya, tetapi yang ada adalah nilai total upah dari setiap kegiatan. Oleh karena

62 itu, pada penelitian ini untuk memperoleh data penggunaan tenaga kerja luar keluarga dilakukan dengan membagi total upah tenaga kerja dengan upah mencangkul. Dengan demikian tenaga kerja yang digunakan adalah biaya tenaga kerja luar keluarga setara tenaga mencangkul, dan upah diukur dalam satuan rupiah per setengah hari kerja setara pria. Data-data lain untuk analisis, yaitu: (1) data series waktu mengenai pengeluaran riset dan pengembangan jagung (1985-2009) di peroleh dari Badan Litbang Pertanian-Kementerian Pertanian, (2) data series waktu mengenai infrastruktur jalan (panjang jalan) diperoleh dari Badan Pusat Statistik, serta (3) data luas panen, produksi, produktivitas dan persentase areal tanam jagung hibrida diperoleh dari Ditjen Tanaman Pangan serta Badan Pusat Statistik. Untuk data pengeluaran riset dan pengembangan jagung, yang digunakan merupakan data anggaran riset dan pengembangan jagung khususnya di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian). Di lingkup Badan Litbang Pertanian, terdapat Balai Penelitian Serelia. Pada unit kerja ini secara khusus melakukan penelitian komoditas jagung dan serealia lain. Dengan memilah data sesuai keterangan dari subbagian program Badan Litbang Pertanian, maka diperoleh data pengeluaran riset dan pengembangan khusus untuk jagung dari tahun 1985-2009. Untuk data infrastruktur jalan digunakan data panjang jalan. Panjang jalan yang terdapat pada buku statistik meliputi: jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Data panjang jalan diperoleh dari Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, yaitu pada Provinsi Jawa Timur serta Jawa Barat Dalam Angka (publikasi BPS) dan Statistik Transportasi (publikasi BPS). Data panjang jalan dari tingkat

63 jalan negara sampai jalan kabupaten, dan telah mencakup jalan ke kecamatan hingga sampai desa. Kewenangan perbaikan jalan kecamatan dan desa merupakan kewenangan pemerintah kabupaten. Keberadaaan jalan hingga mencapai pedesaan sangat diperlukan untuk memperlancar arus barang dan jasa. Khusus pada sektor pertanian, keberadaan jalan berperan dalam memperlancar penjualan hasil dan masuknya input pertanian dari distributor input yang umumnya berada diperkotaan ke petani di pedesaan. Infrastruktur jalan pada penelitian ini diukur dalam satuan kilometer. Untuk pembahasan juga dikumpulkan informasi kualitatif tentang usahatani dan pengembangan jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Data sekunder diperoleh dengan mencatat dokumentasi dari instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. 4.2. Metode Analisis 4.2.1. Metode Menganalisis Fungsi Keuntungan Translog Pada penelitian ini, model analisis untuk melihat fungsi keuntungan digunakan bentuk fungsi keuntungan translog seperti digunakan Shidu and Baanante (1981) dan Adeleke, et.al. (2008). Fungsi keuntungan translog yang dinormalisasi dengan harga output (jagung) dan direstriksi artinya parameter yang ada dalam persamaan (48) sama dengan parameter yang ada dalam persamaan (49), (50) dan (51), atau γ ih = γ hi. Spesifikasi model keuntungan adalah sebagai berikut:

64 dengan keterangan: π* = keuntungan yang direstriksi (total revenue total variabel cost) yang dinormalkan dengan harga jagung. Satuan keuntungan usahatani adalah Rp/ha. R i * Zk D α 0 = Harga input variabel ke i; i=1,2,3,4 berturut-turut harga benih (RS), harga pupuk urea (R UR ), harga pupuk TSP (R T ), dan upah tenaga kerja manusia (RW ). Adapun satuan kempat harga input variabel tersebut, harga benih: Rp/kg; harga pupuk: Rp/kg; dan upah tenaga kerja: Rp/HK. = input tetap ke k; k=1,2,3,4 berturut-turut: biaya lain (Z 1 ), luas panen jagung (Z 2 ), pengeluaran riset jagung (Z3), dan infrastruktur jalan (Z4). Adapun satuan untuk biaya lain: Rp/ha; luas panen: hektar; pengeluaran riset jagung: Rupiah; dan infrastruktur jalan: kilometer. = dummy variable untuk provinsi (1=Jatim, 0=Jabar) = konstanta α0 α 0 γ ih δ ik β k Φ kj λ I = parameter fungsi keuntungan yang diduga. Berdasarkan persamaan (47) maka dapat diturunkan menjadi persamaan pangsa biaya sebagai berikut: -R * S XS SS = ------------- = α S + γ SS ln R * S + γ SUR ln R * UR + γ SW ln R * W + γ ST ln R * T + π* γs1 ln Z 1 + γ S2 ln Z 2 + γ S3 Wn Z 3 + γ S4 ln Z 4 + D... (48) R T * S -R UR * X U = -------------- π* D....(49) UR = α UR + γ URUR ln R UR * + γ URS ln R S * + γ URW ln R W * + γ URT ln + γur1 ln Z 1 + γ UR2 ln Z 2 + γ UR3 ln Z 3 + γ UR4 ln Z 4 + -R T * X T

65 S T = ------------- = α T + γ TT ln R T * + γ TS ln R S * + γ TW ln R W * + γ TT ln R UR * + π* γ T1 ln Z 1 + γ T2 ln Z 2 + γ T3 ln Z 3 + γ T4 ln Z 4 + D.. (50) -R W * X W S W = -------------- = α W + γ WW ln R W * + γ WS ln R S * + γ WUR ln R UR + γ WT ln R T * π* + γ W1 ln Z 1 + γ W2 ln Z 2 + γ W3 ln Z 3 + γ W4 ln Z 4 + D.. (51) Adapun keterangan pangsa biaya variabel diatas adalah: S S, S U, S T dan S W adalah masing-masing pangsa biaya variabel untuk input benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja. Asumsi keuntungan maksimum yang harus dipenuhi adalah persyaratanpersyaratan simetri, homogen terhadap input dan output, kemonotonikan, dan kekonvekan. Untuk memenuhi syarat simetri, maka harus β ij = β ji, untuk i j. Fungsi keuntungan linier homogen derajat satu dan derajat nol terhadap fungsi share biaya variabel. Kemonotonikan dapat dipenuhi apabila nilai dugaan pangsa penerimaan (Si) mempunyai tanda positif dan nilai dugaan pangsa biaya (Sh) mempunyai tanda negatif. Model fungsi keuntungan translog dapat diduga dengan dengan metode OLS (Ordinary Least Squares) dan SUR (Seemingly Unrelated Regression), namun dalam OLS sering terdapat gejala korelasi kontemporaneus sehingga dugaan parameter menjadi bias dan tidak konsisten. Oleh karena itu, pendugaan parameter pada model digunakan metode SUR dengan program aplikasi computer SAS/ETS (Statistical Analysis System / Econometric Time Series). Metode penduga fungsi keuntungan menggunakan metode Zellner (1962) yaitu SUR dengan memasukkan pembatas pada beberapa parameter yang memenuhi sifat simetri. Pengujian hipotesis akan diuji dengan menggunakan uji t.

66 Uji t ini akan mengukur nilai dari parameter yang akan diestimasi dibagi dengan standar deviasi yang diestimasi. Kemudian untuk melihat kebaikan model, digunakan ukuran uji F dengan melihat koefisien determinasi model (R 2 ). Semakin tinggi R 2 berarti model yang digunakan semakin baik. 4.2.2. Fungsi Permintaan Input dan Penawaran Output: Elastisitas Permintaan dan Penawaran Elastisitas Permintaan Input a. Elastisitas permintaan input terhadap harga sendiri (eii):...(52) Dimana: S * i= rata-rata (simple average) dari S i b. Elastisitas permintaan silang input terhadap harga input lain (e ih ): ; dimana i h.(53) c. Elastisitas permintaan input terhadap harga output (e iy ): dimana i = 1,2,,n h= 1,2,,.,n d. Elastisitas permintaan input i terhadap faktor tetap Z k (e ik ): Elastisitas Penawaran Hasil a. Elastisitas suplai (penawaran terhadap harga input variable ke i adalah:

67 b. Elastisitas penawaran terhadap harga sendiri sebagai berikut: c. Elastisitas penawaran output terhadap input tetap Z k : 4.2.3. Bias Perubahan Teknologi Perubahan teknologi memiliki pengaruh terhadap alokasi relatif faktorfaktor produksi variabel yang digunakan. Adapun input variabel yang dimasukkan dalam model fungsi keuntungan adalah benih jagung, pupuk urea, pupuk TSP, dan tenaga kerja. Dalam penelitian ini, untuk melihat bias perubahan teknologi mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu Weaver (1983) dan Fulginiti and Perrin (1990), dimana bias perubahan teknologi pada fungsi translog diduga dengan ukuran Hicksian dengan rumus sebagai berikut: Dimana: Bhk t = ukuran Hicksian perubahan teknologi input Xh t relatif terhadap input Xk t βh t dan βk t = parameter input variabel h dan k terhadap pengeluaran riset jagung. Sh t dan Sk t = dugaan pangsa input variabel h dan k. 4.2.4. Analisis Kebijakan Perubahan Harga, Pengeluaran Riset dan Pengembangan Jagung serta Infrastruktur Jalan Dalam rangka peningkatan produksi jagung, pemerintah melakukan berbagai kebijakan yang antara lain meliputi kebijakan harga input dan output

68 (Ditjen Tanaman Pangan, 2008). Kebijakan yang terkait input usahatani jagung adalah kebijakan subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, bantuan alsintan, dan teknologi budidaya. Kebijakan terkait output adalah kebijakan yang mendorong pemerintah daerah melalui kelembagaan pemasaran yang ada agar menampung produksi jagung petani disaat panen, sehingga harga jagung di tingkat petani tidak jatuh. Sejak tahun 1990 sudah tidak ada lagi pengaturan atas harga jagung melalui mekanisme harga dasar, karena dinilai tidak efektif dan tataniaga jagung dibebaskan sehingga harga jagung ditentukan oleh mekanisme pasar. Terkait dengan kebijakan input seperti subsidi pupuk, karena keterbatasan angaran pemerintah, maka harga HET (Harga Eceran Tertinggi) pupuk bersubsidi secara bertahap mengalami peningkatan. Kenaikan harga pupuk (HET) urea dan SP36 misalnya pada periode 2005-2006 masing-masing sekitar 14.3 persen dan 10.7 persen. Sementara itu, harga jagung dipasaran mengalami peningkatan dari Rp 1 362/kg tahun 2005 menjadi Rp 1 500/kg tahun 2006 atau peningkatannya sekitar 10.1 persen. Selain itu, pada kurun waktu 1985-2009 rata-rata peningkatan harga pupuk dan benih baik di Proinsi Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing sebesar 10 persen dan 15 persen per tahun.sementara rata-rata peningkatan harga jagaung pada kurun waktu 1985-2009 di kedua provinsi sebesar 10 persen per tahun. Untuk kebutuhan analisis kebijakan, terkait peningkatan harga pupuk, harga benih dan harga jagung menggunakan trend peningkatan harga-harga yang terjadi pada kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, dalam analisis kebijakan ini dilakukan simulasi kebijakan terhadap penawaran output dan permintaan input dengan memasukan nilai

69 elastisitas harga sendiri dan elastisitas silang. Menurut Fulginiti dan Perrin (1990), model elastisitas yang digunakan adalah: dimana δ lnq dan δ lnx adalah vektor (k+n) x 1 perubahan ouput dan input. E adalah matriks (k+n) x (k+n+m) elastisitas penawaran dan permintaan terhadap harga output, harga input dan faktor tetap. Selanjutnya δ ln P δ ln R δ ln Z adalah vector (k+n+m) x 1 perubahan harga output, harga input dan faktor tetap. Perubahan kebijakan yang yang akan dianalisis meliputi beberapa skenario: (1) Harga jagung naik 10 persen, (2) Harga jagung turun 10 persen, (3) Harga pupuk naik 10 persen, (4) Harga benih naik 15 persen, (5) Kombinasi kebijakan skenario: (1), (3), dan (4) (6) Kombinasi kebijakan skenario: (2), (3), dan (4) (7) Pengeluaran riset jagung meningkat 10 persen, (8) Infrastruktur jalan naik 10 persen, (9) Kombinasi kebijakan skenario: (1), (3), (4), (7) dan (8) (10) Kombinasi kebijakan skenario: (2), (3), (4), (7) dan (8) 4.2.5. Analisis Daya Saing Usahatani Jagung Untuk mengetahui sejauh mana keunggulan komparatif dan kompetitif jagung dilakukan pendekatan analisis penggunaan sumberdaya domestik dan input tradabel. Metode analisis yang digunakan adalah Matrik Analisis Kebijakan (PAM). Model matriks analisis kebijakan (PAM) yang dikembangkan oleh Monke

70 and Person (1995) merupakan sebuah model matriks yang selain dapat digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif tetapi juga dapat mengukur intervensi pemerintah serta dampaknya terhadap sistem agribisnis komoditas secara sistematis dan menyeluruh. Hasil analisis PAM menginformasikan bahwa keunggulan kompetitif dan komparatif serta dampak kebijakan terhadap usahatani jagung. Dalam PAM terdapat asumsi bahwa suatu kegiatan ekonomi dapat dipandang sebagai sisi privat dan sisi sosial. Kenyataannya pelaksanaan asumsi pertama merupakan analisis finansial dimana keuntungan dilihat dari pihak yang terlibat dalam aktivitas tersebut. Asumsi kedua merupakan analisis ekonomi, yaitu analisis yang dilihat dari masyarakat secara keseluruhan baik yang terlibat dalam aktivitas ekonomi maupun yang tidak. Dengan kedua asumsi diatas maka dalam analisis PAM terdapat perbedaan perlakuan terhadap input dan output serta harga yang digunakan dari suatu kegiatan ekonomi. Analisis finansial mengunakan harga privat, yaitu harga yang diterima / dibayar oleh pelaksana ekonomi setelah ada kebijakan pemerintah atau distorsi pasar. Dalam analisis ekonomi digunakan harga bayangan, yaitu harga yang terbentuk sebagai akibat mekanisme pasar dalam pasar persaingan sempurna. Tahapan dalam mengunakan metode PAM adalah: (1) identifikasi input secara lengkap dari usahatani jagung, (2) menentukan harga bayangan (shadow price) dari input dan output usahatani jagung, (3) memilah biaya kedalam kelompok tradabel dan domestik, (4) menghitung penerimaan dari usahatani jagung, dan (5) menghitung dan menganalisis berbagai indikator yang bisa dihasilkan oleh PAM.

71 Pada analisis ini hanya 2 indikator yang akan dihitung yaitu DRCR (Domestic Resource Cost Ratio) dan PCR (Private Cost Ratio). Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRCR) merupakan perbandingan antara biaya ekonomi faktor domestik dengan nilai tambah dalam harga ekonomi. DRC pada keuntungan ekonomi sedangkan PCR pada keuntungan finansial. Rasio DRC merupakan indikator daya saing ekonomi atau ukuran keunggulan komparatif. Meminimumkan DRC berarti memaksimumkan keuntungan ekonomi. Sementara Rasio Biaya Finansial (PCR) merupakan ukuran efesiensi atau daya saing dalam nilai finansial, atau juga dapat dikatakan sebagai ukuran keunggulan kompetitif dari sisi harga privat. PCR ini merupakan rasio antara biaya finansial faktor domestik dengan nilai tambah dalam harga finansial. Nilai tambah adalah perbedaan antara nilai output dengan biaya input-input tradabel. Hal ini menunjukan seberapa besar sistem ini dapat berusaha untuk membayar faktorfaktor domestik dan masih tetap bersaing. Seorang pengusaha untuk meminimumkan PCR dengan menekan biaya faktor domestik dan input tradabel atau memaksimumkan nilai tambah sehingga keuntungan yang akan diperoleh maksimum. Menurut Rosegrant et.al, (1987) bahwa analisis keunggulan komparatif dengan indikator DRC pada komoditas pertanian dapat dikerjakan pada berbagai level regional. Analisis komparatif regional mengasumsikan 3 rejim dasar perdagangan regional yaitu: substitusi impor, perdagangan interregional, dan promosi ekspor. Dalam penelitian ini, untuk komoditas jagung karena dalam rangka pemenuhan kebutuhannya masih cukup dominan melakukan impor maka analisis akan difokuskan pada analisis sebagai substitusi impor.

72 Terdapat dua pendekatan untuk mengalokasikan biaya dalam analisis PAM yaitu pendekatan total dan pendekatan langsung. Pendekatan total diasumsikan bahwa setiap biaya input yang diperdagangkan (tradable) produksi domestik terdiri dari kelompok biaya domestik dan asing. Pendekatan ini untuk mengetahui dampak suatu kebijakan. Pendekatan langsung adalah bahwa seluruh biaya input tradabel baik yang di impor maupun produksi domestik dinilai sebagai kelompok biaya asing. Pendekatan ini dipakai bila tambahan input tradabel baik impor maupun produksi domestik dapat dipenuhi dari perdagangan internasional. Dalam menentukan harga bayangan nilai tukar uang domestik terhadap mata uang asing digunakan persamaan: dimana SCf = (Xt+Mt) / ((Xt-Txt)+(Mt+Tmt) ; dengan keterangan: SER = nilai tukar bayangan tahun t (Rp/$ US); SCFt = standart conversion factor tahun t ; Xt Mt Txt Tmt = nilai Ekspor Indonesia tahun t (Rp); = nilai Impor Indonesia tahun t (Rp); = pajak ekspor tahun t (Rp), dan = pajak impor atau bea masuk tahun t (Rp) Berdasarkan hasil penelitian Hadi, et.al. (2002) dan Suroso (2008) pada Tabel 1 disajikan alokasi biaya usahatani khususnya untuk komoditas jagung. Alokasi biaya usahatani dipilah atas komponen domestik dan tradabel. Berdasarkan Tabel 1, maka dapat diketahui bahwa untuk input sepertti benih, pupuk urea, pupuk TSP dan pestisida seluruhnya dihitung sebagai komponen

73 input tradabel. Sementara untuk biaya lain dan tenaga kerja seluruhnya dihitung sebagai komponen input domestik. Alokasi biaya usahatani dipilah atas komponen domestik dan tradable. Setelah pengalokasian biaya input dan output kedalam kelompok tradable dan domestik, baik secara finansial maupun ekonomi, maka tahap pertama menghitung tingkat keuntungan, berdasarkan atas biaya input dan harga output. Data pada matrik PAM merupakan dasar untuk menganalisis keuntungan dan dampak atas kebijakan pemerintah. Tabel 1. Alokasi Biaya Usahatani Jagung Berdasarkan Komponen Domestik dan Tradabel Jenis Biaya Domestik Tradabel 100 0 1. Biaya Lain: iuran, sewa alat pertanian 2. Benih Jagung 3. Pupuk Urea 4. Pupuk SP36/TSP 5. Pupuk KCl 6. Pestisida 7. Tenaga Kerja 0 0 0 0 0 100 Sumber: Hadi, et.al. (2002) dan Suroso (2008). 100 100 100 100 100 0 (%) Analisis daya saing jagung akan dilakukan baik pada tingkat usahatani. Daya saing komoditas jagung dalam hal ini akan diukur dengan metode DRCR (Domestic Resource Cost Ratio) dan PCR (Private Cost Ratio). Makin kecil nilai DRCR dan PCR maka semakin besar daya saing komoditi pertanian tersebut. Rumus DRC dan PCR adalah sebagai berikut: dengan keterangan: DFC HS = Σ (X d P dhs ),

74 R HS = Σ (Q y P yhs ), dan TIC HS = Σ (X t P ths ) DRCR DFC HS R HS TIC X P Q P X P d dhs y yhs t ths HS = Domestic Resource Cost Ratio = Jumlah biaya faktor domestik dengan harga sosial = Jumlah penerimaan kotor dengan harga sosial = Jumlah biaya input tradabel dengan harga sosial = Jumlah penggunaan faktor domestik = Harga Sosial faktor domestik = Jumlah output tradabel = Harga sosial output tradabel = Jumlah penggunaan input tradabel = Harga sosial input tradabel dengan keterangan: DFC HP = Σ (X d P dhp ), RHP = Σ (Q y P yhp ), dan TIC HP = Σ (X t P thp ) PCR DFC HP R HP TIC X P Q d d HP y HP = Private Cost Ratio = Jumlah biaya faktor domestik dengan harga private = Jumlah penerimaan kotor dengan harga private = Jumlah biaya input tradable dengan harga private = Jumlah penggunaan faktor domestik = Harga privatel faktor domestik = Jumlah output tradabel

75 P y HP X t P t HP = Harga private output tradabel = Jumlah penggunaan input tradabel = Harga private input tradabel Penentuan Harga Sosial Nilai Tukar, Output dan Input Usahatani Jagung Pada analisis biaya sumberdaya domestic (DRC) digunakan dua harga yaitu harga privat dan harga sosial. Harga privat disebut juga dengan harga pasar, yaitu harga yang benar-benar diterima produsen atau yang dibayarkan oleh konsumen. Adapun harga sosial pada prinsipnya merupakan harga bayangan, yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya dari unsurunsur biaya maupun hasil yang menunjukkan opportunity cost dari biaya dan hasil. Dengan asumsi bahwa harga perdagangan dipasar dunia bersaing sempurna, maka perhitungan yang digunakan sebagai dasar penentuan harga bayangan output adalah harga perbatasan (border price). Untuk barang yang di impor maka digunakan harga CIF (Cost Insurance and Freighht), dan untuk barang yang di ekspor digunakan harga FOB (Free on Board). Menurut Gittinger (1986) bahwa harga bayangan yang digunakan secara umum ditentukan dengan cara mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijakan-kebijakan seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum, dan harga pembelian pemerintah. Harga bayangan tersebut meliputi harga: nilai tukar, harga output, harga sarana produksi (pupuk dan pestisida), upah tenaga kerja, dan biaya lainnya. Harga Sosial (Bayangan) Nilai Tukar Berdasarkan data BPS (2009) dan Bank Indonesia (2010) di ketahui bahwa nilai ekspor Indonesia (Xt) tahun 2009 sebesar US $ 116 510 juta atau setara Rp 1

76 095.19 Triliun rupiah. Adapun nilai impor Indonesia (Mt) tahun 2009 sebesar US $ 96 829.2 juta atau setara Rp 910.19 Triliun, dan untuk penerimaan Pajak ekspor (TXt) tahun 2009 sebesar Rp 7.60 Triliun serta penerimaan Pajak Impor (TMt) tahun 2009 seebesar Rp 19.60 Triliun. Pada tahun 2009 nilai tukar US $ 1 adalah setara Rp 9 400 (BPS, 2010b). Sesuai formula SCft (Standart Conversion Factor), maka berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai SCFt sebesar 0.994. Nilai SCFt yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung SER (Shadow Exchange Rate), sesuai formula yang telah disebutkan sebelumnya maka dari hasil perhitungan diperoleh nilai SER sebesar Rp 9 457. Harga Sosial Output (Jagung) Komoditas jagung digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pangan, industri bahan makanan, bahan baku pakan dan bahan baku energi (bioetanol). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sampai tahun 2009 Indonesia masih melakukan impor jagung, dengan rata-rata harga CIF sebesar US $ 250 per ton. Oleh karena itu, pada penelitian ini pendekatan harga bayangan melalui harga impor jagung. Harga sosial jagung dihitung dari harga impor (CIF) sebagaimana dikemukakan oleh Rosegrant, et.al (1987), yaitu untuk lokasi Jawa Timur berasal dari CIF Pelabuhan Tanjung Perak dan di Jawa Barat CIF Pelabuhan Tanjung Priok, dengan mengkonversi kedalam rupiah (tahun 2009, US$ 1 = Rp 9 400, dan harga bayangan nilai tukar sebesar Rp 9 457) kemudian dikurangi dengan bea masuk (5 persen) dan PPH impor (2.5 persen). Harga sosial di tingkat pedagang besar perlu ditambahkan dengan biaya-biaya bongkar muat dan pengangkutan. Selanjutnya untuk menghitung harga bayangan ditingkat petani, maka harga

77 bayangan di tingkat pedagang besar dikurangi biaya angkut sampai ditingka t petani dan biaya pengepakan. Rata-rata biaya angkut sebesar Rp 160 per kilogram di Jawa Timur dan Rp 240 per kilogram di Jawa Barat. Hasil perhitungan harga sosial jagung ditingkat petani adalah sebesar Rp 2 397 per kilogram di Provinsi Jawa Barat dan Rp 2 317 per kilogram di Provinsi Jawa Timur. Harga Sosial Input Produksi Harga sosial input benih jagung didekati, didekati dari harga sosial komoditi jagung sebagai output. Namun karena pada penanganan benih terdapat aspek control kualitas, maka harga sosial benih lebih besar dibandingkan dengan harga bayangan sebagai output. Harga sosial benih di lokasi penelitian Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat diperoleh dari pembagian harga aktual benih di lokasi penelitian (Rp 24 582 per kilogram di Jawa Barat dan Rp 15 982 per kilogram di Jawa Timur) dibagi harga aktual output (jagung) di lokasi penelitian (Rp 2 100 per kilogram di Jawa Barat dan Rp 2 200 per kilogram di Jawa Timur) kemudian dikali dengan harga sosial jagung di lokasi penelitian, maka diperoleh harga sosial benih sebesar Rp 28 057 per kilogram di Jawa Barat dan Rp 16 831 per kilogram di Jawa Timur. Untuk harga sosial input pupuk urea, mengacu pada harga FOB. Hal ini disebabkan bahwa Indonesia telah melakukan ekspor urea (Viva News, 2009). Harga FOB pupuk urea rata-rata tahun 2009 sekitar US $ 0.4 per kilogram di pelabuhan ekspor. Dengan memperhitungkan biaya bongkar muat dan transportasi ke lokasi penelitian, maka harga sosial urea diperoleh sebesar Rp 4 073 per kilogram di Provinsi Jawa Barat dan Rp 3 993 per kilogram di Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, untuk pupuk TSP Indonesia masih dilakukan impor,

78 sehingga acuannya menggunakan harga CIF. Harga CIF di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya rata-rata sebesar US $ 0.45 per kilogram. Selanjutnya dengan memperhitungkan biaya bongkar muat dan pengangkutan maka diperoleh harga sosial pupuk TSP sebesar Rp 4 565 per kilogram di Provinsi Jawa Barat dan Rp 4 466 per kilogram di Provinsi Jawa Timur. Untuk input lainnya yaitu pestisida, harga privat (aktual) juga merupakan harga sosial di lokasi penelitian. Hal ini didasari suatu fakta bahwa sejak 1 Januari 1989, harga pestisida nasional mengikuti mekanisme harga pasar yang artinya pemerintah sudah tidak lagi memberikan subsidi (Hutabarat, et.al, 1997). Pada data struktur ongkos usahatani, untuk input pestisida yang diketahui adalah nilainya, maka nilai pestisida atas harga privat juga merupakan nilai sosialnya. Selanjutnya, untuk upah tenaga kerja harga sosialnya didekati dengan dari upah actual yang berlaku di lokasi penelitian. Upah yang berlaku di lokasi penelitian Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing sebesar Rp 19 689 per hari kerja dan Rp 18 145 per hari kerja. Hal ini didasarkan pertimbahangan bahwa pasar tenaga kerja di lokasi penelitian khususnya di Pulau Jawa telah berjalan lancar. Untuk biaya-biaya lain termasuk sewa lahan dan iuran-iuran pada kegiatan usahatani, nilai sosialnya di dekati dari nilai aktual yang dikeluarkan pada kegiatan usahatani di lokasi penelitian. Penentuan harga bayangan biaya lain (sewa alat pertanian, iuran, pajak dan sebagainya) didasarkan atas nilai yang terdapat di lokasi penelitian. Hal ini didasari pemikiran bahwa mekanisme sewa alat pertanian, iuran dan pajak telah berjalan secara baik di pedesaan.

79 4.2.6. Analisis Sensitivitas: Perubahan Harga, Pengeluaran Riset dan Pengembangan Jagung serta Infrastruktur Jalan terhadap Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Setelah dilakukan analisis nilai keunggulan komparatif (DRC) dan kompetitif (PCR) dari matrik PAM dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam perhitungan biaya. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur serta menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis semula. Menurut Pannell (1997) bahwa analisis sensitivitas dapat dibagi dalam empat kelompok utama, yaitu: pengambilan keputusan atau membangun rekomendasi untuk para pengambil kebijakan, peningkatan pengertian atau kualifikasi suatu sistem dan model pembangunan. Sementara Gittinger (1986) mengemukakan bahwa pada analisis kelayakan proyek pertanian, baik secara finansial maupun ekonomi terdapat empat faktor yang sangat sensitif terhadap suatu perubahan, sehingga diperlukan analisis sensitivitas. Keempat faktor tersebut yaitu: harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan perubahan hasil. Analisis sensitivitas pada penelitian ini terutama dilakukan pada usahatani jagung. Analisis sensitivitas ini masih terkait dengan analisis kebijakan perubahan harga dan infrstruktur terhadap penawaran output dan input yang dilakukan sebelumnya. Pada analisis terdapat 10 skenario untuk memperoleh bentuk kebijakan yang paling efektif dalam meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif jagung di lokasi penelitian, yaitu sebagai berikut: (1) Harga jagung naik 10 persen,

80 (2) Harga jagung turun 10 persen, (3) Harga pupuk naik 10 persen, (4) Harga benih naik 15 persen, (5) Kombinasi kebijakan skenario: (1), (3), dan (4) (6) Kombinasi kebijakan skenario: (2), (3), dan (4) (7) Pengeluaran riset jagung meningkat 10 persen, (8) Infrastruktur jalan naik 10 persen, (9) Kombinasi kebijakan skenario: (1), (3), (4), (7) dan (8) (10) Kombinasi kebijakan skenario: (2), (3), (4), (7) dan (8) Pada analisis sensitivitas usahatani, perubahan-perubahan yang dihasilkan dari analisis kebijakan penawaran output dan input dimasukan dalam perhitungan analisis sensitivitas usahatani jagung. Dengan analisis tersebut maka dapat diketahui bagaimana perubahannya terhadap keuntungan privat dan sosial usahatani, serta keunggulan komparatif (DRC) dan keunggulan kompetitif (PCR) usahatani jagung di lokasi penelitian Jawa Timur dan Jawa Barat.