METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian"

Transkripsi

1 II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Nazir analisis berarti data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pertimbangannya adalah bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah penghasil beras organik di Indonesia. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari - Februari Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini. C. Populasi dan Sampel Menurut Kuncoro (2013) Populasi diartikan sebagai kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Untuk informasi harga privat dan karakteristik petani padi organik, penelitian ini mengambil populasi petani padi organik yang aktif menanam padi organik dan bersertifikat sebagai petani padi organik dari LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 1

2 2 (DIY). Untuk itu akan diteliti semua anggota populasi yaitu dengan teknik sensus (Morrisan, 2012). Dalam teknik sensus, setiap anggota (unit) populasi dimasukkan sebagai contoh responden. Menurut Kuncoro (2013) peneliti dapat mencari data dari seluruh elemen yang ada dalam populasi yang diteliti melalui sensus dan data yang dihasilkan melalui sensus lebih akurat. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), petani yang bersertifikat organik dari LSO terdapat di 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul. Penggunaan metode sensus dalam penelitian berarti semua anggota populasi diteliti (petani sebagai responden). Dengan perincian dalam Tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4. Jumlah Populasi Petani Organik Bersertifikat LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) Provinsi DIY No Kabupaten Jumlah Petani Usahatani Padi Organik 1. Sleman 42 orang (dua Aktif kelompok tani) 2. Kulon 9 orang (satu Aktif Progo kelompok tani) 3. Bantul 46 orang (satu Aktif kelompok tani) 30 orang (satu Tidak Aktif kelompok tani) Total populasi sesuai kriteria = = 97 orang petani Keterangan Sertifikat LSO Sertifikat LSO Sertifikat LSO Sertifikat LSO Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2015) Untuk mengetahui rantai distribusi beras organik termasuk biaya tata niaga dan lain-lain, sampel dikumpulkan secara snowball yaitu sebuah prosedur pengambilan sampel dimana responden pertama dipilih dengan metode probabilitas kemudian responden selanjutnya diperoleh dari informasi yang diberikan oleh responden pertama (Kuncoro 2013) atau dapat juga diartikan dengan jumlah responden yang semakin lama semakin banyak atau informasi yang makin lama dan makin besar. Dalam

3 3 penelitian ini mengikuti rantai distribusi/tata niaga mulai dari petani, gapoktan dan lain-lain. Pedagang pengumpul dalam hal ini adalah kelompok tani. Sampel yang akan diambil untuk menghitung biaya transportasi digunakan informasi dari kelompok tani masing-masing lokasi penelitian. Pelabuhan ekspor adalah pelabuhan Tanjung Emas di Semarang dan Bandar Udara impor yang akan dijadikan acuan dalam penentuan harga perbatasan adalah Bandara Adi Sutjipto, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). D. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis dan sumber data yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner (pertanyaan) yang telah disiapkan. 2. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan atau disiapkan oleh pihak ketiga baik instansi maupun lembaga pengumpul data (Kuncoro 2013). Adapun data primer yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: 1. Data harga input-input tradable dan non tradable (faktor domestik) yang berlaku di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ataupun tingkat kabupaten sentra, data ini akan digunakan untuk membantu dalam perhitungan daya saing usaha padi organik, 2. Karakteristik responden kegiatan usaha padi organik yang terdiri dari pendapatan dan penggunaan faktor-faktor produksi, pemasaran padi organik, penentuan harga di tingkat petani dan pandangan dan informasi dari petani dalam peningkatan kualitas beras organik, penyediaan lahan, pupuk dan pestisida. Data sekunder yang dibutuhkan terdiri dari:

4 4 1. Kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam pengembangan dan yang berkaitan dengan usaha padi organik dan beras organik dalam bentuk peraturan-peraturan terkait 2. Data ekspor dan impor, nilai pendapatan pajak ekspor dan impor, nilai total dari kegiatan impor dan ekspor. 3. Perkembangan data harga beras organik (domestik dan impor), nilai tukar dan harga berdasarkan pelabuhan acuan (CIF). Data-data ini secara keseluruhan akan digunakan untuk melengkapi pembahasan secara komprehensif yang dikaitkan terhadap hasil analisis PAM. 4. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian baik di tingkat pusat (Badan Pusat Statistik/BPS, Kementerian Pertanian, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Badan Standarisasi Nasional/BSN, Kementerian Perdagangan, Aliansi Organis Indonesia) maupun daerah (BPS Provinsi, BPS Kabupaten, Dinas Pertanian). E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian yaitu : 1. Observasi yaitu pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung secara logis terhadap obyek yang akan diteliti 2. Pencatatan, teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini 3. Wawancara yaitu proses memperoleh data dengan meminta keterangan dari responden melalui daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai panduan (Nazir 2014). F. Metode Analisis Data Metode analisis data memakai Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix), dan Analisis Sensitivitas. Data kemudian diolah dengan program microsoft excel dan tabel hubungan input output untuk

5 5 mengalokasikan biaya dan komponen tradable dan non tradable. Selanjutnya matriks PAM disusun dan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan hasil tertentu sebagai indikator pengaruh kebijakan pemerintah terhadap input dan output. Penelitian ini terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu pertama Analisis daya saing menggunakan PAM (Policy Analysis Matrix). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian untuk daya saing usahatani padi organik adalah : a. Penentuan input usaha padi organik, dimana perhitungan dapat dilakukan secara menyeluruh, sistematis yang terdiri dari seluruh bahan (benih, pupuk, dan pestisida), tenaga kerja dan lain sebagainya yang diperlukan dalam kegiatan usahatani dan dalam perolehannya menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan. b. Pengalokasian input ke dalam komponen tradable dan non tradable. c. Tahap berikutnya adalah penentuan harga bayangan input dan output. d. Setelah harga bayangan diperoleh maka dilakukan analisis dengan menggunakan PAM Yang kedua analisis daya saing dengan adanya perubahan kebijakan dengan menggunakan analisis sensitivitas. Dari matriks analisis kebijakan dapat dilakukan beberapa analisis, yaitu: 1. Analisis Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif dapat dilihat dari keuntungan usahatani padi organik pada harga privat. Keunggulan kompetitif dianalisis berdasarkan keuntungan privat dan rasio biaya privat. a) Keuntungan Privat atau Private Profitability Keuntungan privat (KP) adalah selisih dari pendapatan privat dan biaya privat. Merupakan indikator daya saing dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Jika nilai KP lebih besar dari nol, berarti sistem memperoleh keuntungan. Sebaliknya jika nilai KP kurang dari nol,

6 6 berarti sistem komoditas tidak mendapatkan keuntungan. Keuntungan privat didapat dengan rumus berikut: KP (D) = A B C Keterangan : A = Penerimaan Privat B = Biaya Input tradable privat C = Biaya Input non tradable privat b) Rasio Biaya Privat atau Private Cost Ratio (PCR) PCR adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga privat. Nilai PCR mencerminkan kemampuan sistem komoditas membiayai faktor domestik pada harga privat. Nilai ini juga digunakan sebagai ukuran efisiensi secara finansial dan menjadi satu indikator keunggulan kompetitif. Nilai PCR diusahakan kurang dari satu karena untuk meningkatkan nilai tambah sebesar satu satuan diharapkan tambahan biaya faktor domestik kurang dari satu. Semakin kecil nilai PCR maka semakin besar tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki. PCR dapat diperoleh dari rumus : 2. Analisis Keunggulan Komparatif Keunggulan komparatif dapat dilihat dari keuntungan usahatani padi organik pada harga sosial. Keunggulan komparatif dianalisis berdasarkan keuntungan sosial dan rasio biaya sumberdaya domestik. a) Keuntungan Sosial atau Social Profitability Keuntungan sosial (KS) adalah selisih antara penerimaan sosial dengan biaya sosial. Merupakan indikator daya saing (keunggulan komparatif) pada kondisi tidak ada efek divergensi. Keuntungan sosial dirumuskan sebagai berikut: KS (H) = E F G

7 7 Keterangan : E = Penerimaan Sosial F = Biaya input tradable sosial G = Biaya input non tradable sosial Jika keuntungan sosial lebih besar dari nol dan nilainya makin besar, maka sistem komoditi padi organik tersebut makin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi. Sebaliknya, jika keuntungan sosial lebih kecil dari nol, maka sistem komoditi tidak mampu berjalan dengan baik tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. b) Rasio Biaya Sumberdaya Domestik / Domestic Ratio Cost (DRC) DRC adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga bayangan. Nilai ini digunakan sebagai ukuran efisiensi secara ekonomi dan menjadi satu indikator keunggulan komparatif. Suatu kegiatan ekonomi juga diharapkan memiliki nilai DRC yang kurang dari satu agar terjadi efisiensi secara ekonomi (menunjukkan keunggulan komparatif). Apabila nilai DRC yang lebih dari satu, menunjukkan semakin besar penggunaan sumber daya atau terjadi pemborosan sumber daya domestik. DRC dapat diperoleh dari rumus: 3. Dampak Kebijakan Pemerintah Dampak kebijakan pemerintah terdiri dari kebijakan input, kebijakan output, dan kebijakan input-output. Berikut penjelasan dampak kebijakan pemerintah, yaitu: a. Kebijakan Input Kebijakan input adalah kemampuan pemerintah mempengaruhi input suatu kegiatan produksi. Dampak kebijakan pemerintah terhadap input

8 8 terdiri dari transfer input, Nominal Protection Coefficient In Input (NPCI), dan transfer faktor. 1) Transfer Input Transfer input (TI) adalah selisih antara biaya input tradable pada harga privat dengan biaya input tradable pada harga sosial. Nilai TI menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable. Jika nilai TI positif (TI lebih besar dari nol) menunjukkan harga sosial input asing lebih rendah. Akibatnya produsen harus membayar input lebih mahal. Sebaliknya, jika TI bernilai negatif (TI kurang dari nol) hal ini menunjukkan adanya subsidi pemerintah terhadap input asing, sehingga petani tidak membayar penuh korbanan sosial (social opportunity) yang seharusnya dibayarkan. Transfer input dirumuskan sebagai berikut: T I = B F Keterangan: B = Biaya input tradable privat F = Biaya input tradable sosial 2) Nominal Protection Coefficient In Input (NPCI) NPCI merupakan rasio untuk mengukur besarnya transfer input tradable. NPCI menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada input tradable bila dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai NPCI yang lebih besar dari satu (NPCI > 1) berarti terdapat kebijakan proteksi terhadap produsen input, sehingga biaya input domestik lebih mahal daripada biaya input pada tingkat harga dunia, seolah-olah sistem dibebani pajak oleh kebijakan yang ada. Sebaliknya jika nilai NPCI lebih kecil dari satu (NPCI < 1) berarti terdapat subsidi terhadap input tersebut yang menyebabkan biaya input domestik lebih rendah daripada biaya input pada tingkat harga dunia. NPCI dirumuskan sebagai berikut:

9 9 3) Transfer Faktor Transfer faktor menunjukkan besarnya subsidi terhadap input non tradable. Jika nilai transfer faktor positif (TF lebih besar dari nol) menunjukkan bahwa terjadi subsidi negatif pada input non tradable. Jika nilai transfer faktor negatif (TF lebih kecil dari nol), berarti terdapat subsidi positif pada input non tradable. Transfer faktor dirumuskan sebagai berikut: T F = C G Keterangan: C = Biaya input non tradable privat G = Biaya input non tradable sosial. b. Kebijakan Output Kebijakan output adalah kemampuan pemerintah mempengaruhi output suatu kegiatan produksi. Kebijakan output terdiri dari transfer output dan Nominal Protection Coefficient On Output (NPCO). 1) Transfer Output/ Output Transfer TO/OT merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat (finansial) dengan penerimaan yang dihitung atas harga sosial (bayangan). Analisis TO dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kebijakan pemerintah mampu memberikan insentif kepada pelaku ekonomi. Nilai TO positif menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pada output menyebabkan harga privat output lebih besar dibandingkan harga bayangan output, yang menunjukkan besarnya insentif masyarakat atau konsumen terhadap produsen, dimana konsumen membayar lebih tinggi dari harga yang seharusnya dibayarkan. Jika nilai TO negatif menunjukkan bahwa dengan adanya distorsi kebijakan pemerintah, akan menyebabkan harga privat output menjadi lebih rendah dibandingkan harga bayangan output. Nilai TO negatif juga

10 10 menunjukkan adanya kebijakan pemerintah pada harga output berupa subsidi negatif. Rumus dari TO sebagai berikut: T O (I) = A - E Keterangan: A = Penerimaan Privat E = Penerimaan Sosial 2) Nominal Protection Coefficient On Output (NPCO) NPCO adalah rasio penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial yang merupakan indikator dari tingkat proteksi pemerintah terhadap output. Menunjukkan seberapa besar harga domestik (harga privat) berbeda dengan harga sosial. Jika nilai NPCO lebih dari satu (NPCO>1) berarti harga domestik lebih tinggi dari harga impor (atau ekspor) dan berarti sistem usahatani menerima proteksi, begitu pula sebaliknya, jika NPCO lebih kecil dari satu, harga domestik lebih rendah dari harga dunia berarti harga domestik di disproteksi. Dalam situasi tidak ada policy transfer (jika = 0), harga domestik tidak berbeda dengan harga dunia dan NPCO= 1 NPCO dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: A = Penerimaan Privat E = Penerimaan Sosial c. Kebijakan Input-Output Kebijakan input output adalah kemampuan pemerintah mempengaruhi input-output suatu kegiatan produksi. Kebijakan input-output terdiri

11 11 dari koefisien proteksi efektif, transfer bersih, koefisien keuntungan dan nilai rasio subsidi bagi produsen. 1) Koefisien Proteksi Efektif/ Effective Protection Coefficient (EPC) Koefisien proteksi efektif (EPC) merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi komoditi dalam negeri. Nilai EPC menggambarkan seberapa besar kebijakan pemerintah melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Apabila nilai EPC lebih besar dari satu, berarti pemerintah melindungi produsen secara efektif dengan menaikkan harga output atau input yang diperdagangkan diatas harga efisiennya. Begitu pun sebaliknya. EPC dirumuskan sebagai berikut: 2) Transfer Bersih atau Net Transfer (TB) Transfer bersih (TB) merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. TB menggambarkan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan petani, apakah merugikan atau menguntungkan petani. Nilai TB yang positif menunjukkan kebijakan insentif membuat surplus produsen bertambah, sedangkan nilai TB yang negatif mengakibatkan surplus produsen berkurang. Rumus TB : T B (L) = D H atau I-J-K 3) Koefisien Keuntungan atau Profitability Coeficient (PC)

12 12 Koefisien keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosial. Nilai PC menunjukkan pengaruh keseluruhan dari kebijakan yang menyebabkan perbedaan antara keuntungan privat dan sosial. Jika nilai PC lebih besar dari nol, maka yang terjadi adalah kebijakan pemerintah membuat keuntungan yang diterima oleh produsen lebih kecil bila dibandingkan tidak ada kebijakan, dan sebaliknya apabila PC bernilai negatif. Koefisien keuntungan dirumuskan: 4) Nilai Rasio Subsidi Bagi Produsen / Subsidy Ratio to Producer (SRP) Menunjukkan tingkat penambahan dan pengurangan penerimaan karena adanya kebijakan pemerintah. SRP yang bernilai negatif (SRP lebih kecil dari nol) berarti kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya sosial untuk berproduksi. SRP dirumuskan: Berikut penjabaran analisis data menggunakan PAM (Policy Analysis Matrix) : 1. Menentukan Input dan Output Pada usahatani padi organik, komponen input merupakan semua input yang digunakan dalam proses produksi sampai menghasilkan output yang siap dijual. Input-input tersebut antara lain: benih, lahan, tenaga kerja, pupuk organik (pupuk kompos jerami, dan pupuk kandang), pestisida

13 13 nabati (bahan-bahan yang terbuat dari alam), dan peralatan pertanian (cangkul, sabit, tanki dll). 2. Alokasi Biaya Komponen Domestik dan Asing Pada penelitian ini digunakan pendekatan total untuk mengalokasikan biaya komponen domestik (non tradable) dan asing (tradable). Pendekatan total lebih sesuai digunakan dalam analisis dampak kebijakan untuk memperkirakan biaya ekonomi dan sosial dari struktur proteksi yang dilakukan pemerintah. a. Alokasi Biaya Produksi Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu komoditi atau produk baik itu secara tunai maupun diperhitungkan. Biaya tersebut digunakan untuk membeli sejumlah input. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen asing (tradable) dan domestik (non tradable) didasarkan atas jenis input dan penilaian biaya input tradable dan non tradable dalam total biaya input. b. Alokasi Biaya Tata Niaga Biaya tata niaga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atas kegunaan suatu barang, yakni kegunaan tempat, bentuk, dan waktu termasuk di dalamnya penanganan dan pengangkutan. Biaya tata niaga dihitung dari seluruh biaya tata niaga dari daerah produsen hingga ke konsumen. Biaya tata niaga terdiri dari biaya transportasi dan penanganan. 3. Penentuan Harga Bayangan Input dan Output Penggunaan harga pasar dalam analisis ekonomi seringkali tidak menggambarkan opportunity cost-nya. Oleh karena itu, ketika melakukan penelitian analisis ekonomi setiap input dan output harus disesuaikan terlebih dahulu dengan tingkat harga sosial. Harga sosial atau sering disebut dengan harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu

14 14 perekonomian apabila pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan, namun dalam kenyataannya sulit untuk menemukan kondisi pasar dalam kondisi pasar persaingan sempurna (Gittinger, 1986). Adapun alasan penggunaan harga bayangan dalam menganalisis ekonomi adalah : 1. Harga yang berlaku di masyarakat tidak mencerminkan harga yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan suatu aktivitas. 2. Harga pasar yang berlaku tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan jika seandainya terdapat sejumlah pilihan sumber daya yang digunakan dalam aktivitas, namun tidak digunakan pada aktivitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat. Menurut Pearson et. al (2005), harga sosial atau harga efisiensi untuk input maupun output tradable adalah harga internasional untuk barang yang sejenis (comparable) yang merupakan ukuran sosial opportunity cost terbaik bagi barang-barang tersebut. Untuk sebuah importable (barang yang diimpor), harga barang impor tersebut menunjukkan opportunity cost untuk menghasilkan tambahan satu unit produk untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Sedangkan untuk exportable (barang yang diekspor), harga ekspor barang tersebut menunjukkan opportunity cost satu unit tambahan produksi domestik untuk diekspor, bukan untuk konsumsi dalam negeri. Harga dunia bisa dicari dari pusat statistik negara tetangga, kelompok industri, atau lembaga-lembaga internasional (International Monetary Fund, World Bank, Asian Development Bank, atau lembaga-lembaga dibawah PBB). a. Harga Bayangan Output Menurut Pearson et al., (2005), harga bayangan output tradable yang digunakan adalah harga yang berlaku pada perbatasan negara (border price), baik ketika barang tersebut tiba dari luar negeri (impor),

15 15 maupun saat produk akan dikirim ke luar negeri (ekspor). Harga bayangan untuk produk yang akan diekspor disebut harga FOB (free on board), yaitu harga pelabuhan yang dikonversikan dengan nilai tukar rupiah lalu dikurangi biaya transportasi dan tataniaga. Harga bayangan untuk output yang diimpor adalah CIF (cost of insurance freight) yang ditambah biaya tataniaga. Pada penelitian ini menggunakan harga CIF beras organik yang berasal dari Thailand. Penggunaan beras organik yang berasal dari Thailand dikarenakan impor beras Indonesia terbanyak berasal dari negara tersebut. Harga paritas impor di tingkat petani untuk beras organik rincian perhitungan terlampir pada lampiran 1,2 dan 3. b. Harga Bayangan Input Harga bayangan input ditentukan berdasarkan input tradable dan non tradable. Input tradable dalam penelitian ini merupakan komoditas ekspor yaitu pupuk organik cair dan pestisida nabati. 1) Harga Bayangan Pupuk Organik Cair Pada penelitian ini menggunakan harga FOB pupuk organik cair perusahaan Sidomuncul. Perhitungan FOB terlampir pada lampiran 4. Penggunaan pupuk organik cair produksi PT. Sidomuncul dikarenakan perusahaan tersebut sudah melaksanakan ekspor pupuk organik cair ke berbagai negara. Penentuan harga CIF dapat dihitung dari harga dasar ditambah dengan biaya asuransi dan pengapalan (Insurance and Freight). 2) Harga Bayangan Pestisida Nabati Perhitungan harga bayangan Pestisida organik pada penelitian ini menggunakan Impor FOB Shanghai (China) perincian perhitungan terdapat pada lampiran 5. 3) Harga Bayangan pupuk padat Perhitungan harga bayangan pupuk padat pada penelitian ini menggunakan Harga Eceran Tertinggi (HET) ditambah rasio kenaikan di pedagang rincian terdapat pada lampiran 6.

16 16 4) Harga Bayangan Peralatan Pertanian Peralatan yang digunakan oleh petani dalam bertani padi organik di lokasi penelitian terdiri dari cangkul, sabit, terpal, dan lain-lain. Harga bayangan untuk peralatan didasarkan pada harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati persaingan sempurna. Harga dihitung berdasarkan per musim tanam (MT). 5) Harga Bayangan Benih Benih yang biasa digunakan dalam usahatani padi di lokasi penelitian adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) ditambah rasio kenaikan di pedagang rincian terdapat pada lampiran 6. c. Harga Bayangan Faktor Domestik Setiap faktor domestik memiliki cara yang berbeda-beda dalam menentukan harga bayangannya. Hal ini dikarenakan kondisi setiap faktor domestik di lokasi penelitian berbeda. 1) Harga Bayangan Tenaga Kerja Dalam sektor pertanian dikenal adanya adat ataupun lembaga pemerataan kemiskinan (share poverty institution) seperti gotong royong atau sambatan dalam kegiatan pengolahan tanah, menyiang dan sistem bawon dalam panen. Kegiatan semacam ini cenderung memberikan imbalan terhadap tenaga kerja yang kurang sesuai dengan nilai produktivitas marjinalnya (Suryana 1980). Tenaga kerja pertanian dalam hal ini padi organik pada umumnya tenaga kerja tidak terdidik, sehingga upah tenaga kerja menjadi 80 persen dari tingkat upah yang berlaku dalam penelitian. 2) Lahan Lahan merupakan faktor produksi utama yang termasuk ke dalam input faktor domestik. Menurut Gittinger (1986), untuk menentukan harga bayangan lahan adalah dengan memakai nilai sewa lahan yang diperhitungkan setiap musimnya.

17 17 3) Harga Bayangan Nilai Tukar Uang Rumus penentuan harga sosial nilai tukar uang digunakan rumus menurut Squire dan Van Der Tak (1975) dalam Gittinger (1986), yaitu: Keterangan: SERt = OERt = SCFt = Shadow Exchange Rate tahun ke-t (nilai tukar bayangan, Rp/US$) Official Exchange Rate tahun ke-t (nilai tukar resmi, Rp/US$) Standard Convertion Factor tahun ke-t (Faktor Konversi Standar) Nilai SCF ditentukan berdasarkan formulasi sebagai berikut (Rosegrant, 1987 dalam Gittinger, 1986): Keterangan: SCFt = Faktor Konversi Standar tahun ke-t Mt = Nilai Impor tahun ke-t (Rp) Tmt = Pajak Impor tahun ke-t (Rp) Xt = Nilai Ekspor tahun ke-t (Rp) Txt = Pajak Ekspor tahun ke-t (Rp) Nilai ekspor Indonesia untuk Semester I tahun 2015 (Xt) sebesar US$ ,4 juta, Nilai impor Indonesia untuk tahun Semester I 2015 (Mt) sebesar US$ ,2 juta. Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor (Txt) untuk Semester I tahun 2015 sebesar US$

18 18 15,5 juta Penerimaan pemerintah dari pajak impor (Tmt) Semester I sebesar US$ 22,14 juta (Badan Pusat Statistik 2015). Nilai tukar resmi (nilai tengah) rata-rata selama semester 1 tahun 2015 yaitu Januari sampai dengan Juni 2015 mata uang rupiah terhadap U$ Dollar sebesar Rp ,72 (Bank Indonesia 2015). Berdasarkan data tersebut dan perhitungan menurut Van Der Tak (1975) dalam Gittinger (1986), dapat diketahui nilai Standard Convertion Factor (SCFt) tahun ke-t (Faktor Konversi Standar) adalah 0.99 dan nilai tukar bayangan mata uang rupiah terhadap U$ Dollar (SER) sebesar Rp ,89 Setelah dilakukan analisis PAM maka perlu dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Suatu analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu indikator atau mengkombinasikan indikator-indikator dan menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis semula. Indikator analisis sensitivitas berupa penurunan jumlah output pada nilai tertentu tiap karakteristik petani, kenaikan biaya produksi sampai nilai tertentu, Penurunan nilai tukar rupiah menjadi Rp /US Dollar, dan Peningkatan nilai tukar rupiah menjadi Rp /US Dollar. Indikator tersebut dianggap sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat penerimaan dan pendapatan petani yang dikaitkan dengan keunggulan komparatif dan kompetitif pada usahatani padi organik ini. Pendekatan analisis sensitivitas dilakukan dengan cara membuat nilai PCR mendekati nilai satu. Nilai PCR dijadikan dasar dalam analisis sensitivitas dikarenakan nilai PCR menggunakan harga aktual kondisi lapang atau harga privat. Hasil analisis sensitivitas akan menunjukkan seberapa besar respon usahatani padi organik terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif akibat adanya perubahan indikator analisis sensitivitas.

19 19 Berikut analisis sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini: 1. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif dan kompetitif dengan asumsi jika terjadi penurunan jumlah output, dengan faktor lainnya dianggap tetap (ceteris paribus). Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara langsung kepada petani, bahwa penurunan jumlah output disebabkan apabila terjadi serangan hama atau gangguan cuaca pada usahatani padi organik ini. Selain itu peneliti ingin melihat sampai sejauh mana penurunan jumlah output mempengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif atau sampai sejauh mana perubahan penurunan jumlah output hingga mendekati nilai PCR sama dengan satu. 2. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif dan kompetitif dengan asumsi jika terjadi kenaikan biaya produksi pada harga privat usahatani padi organik. 3. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif dan kompetitif dengan asumsi jika terjadi nilai tukar penurunan nilai tukar menjadi Rp /US$ pada usahatani padi organik. 4. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif dan kompetitif dengan asumsi jika terjadi penguatan nilai tukar Rp /US$ pada usahatani padi organik.

20 20 G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian No Jenis Kegiatan Bulan ke- I II III IV 1 Observasi dan Ijin Penelitian XX 2 Pengumpulan Data XX XX 3 Pengolahan Data XX XX 4 Analisis Data XX XX XX 5 Penyusunan Laporan XX

21 21

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana Program Magister

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. 4.1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Samarang. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha Pembenihan Ikan Patin Siam (Studi Kasus : Perusahaan Deddy Fish Farm) dilaksanakan

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan LAMPIRAN 82 Lampiran 1. Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan No Keterangan Jumlah Satuan Harga Nilai A Penerimaan Penjualan Susu 532 Lt 2.930,00 1.558.760,00 Penjualan Sapi 1 Ekor 2.602.697,65

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang 131 Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II No Jenis Uji Satuan 1 Cemaran Binatang 2 Warna 3 Kadar Benda Asing (b/b) 4 Kadar Biji Enteng (b/b) 5 Kadar Cemaran Kapang 6 Kadar Warna Kehitam-hitaman

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) Oleh: Dr Rita Nurmalina Suryana INSTITUT PERTANIAN BOGOR Domestic Resource Cost Of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Biaya Sumberdaya Domestik

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI Beny Rachman, Pantjar Simatupang, dan Tahlim Sudaryanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU Habitat Volume XXIV, No. 2, Bulan Agustus 2013 ISSN: 0853-5167 KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU COMPARATIVE ADVANTAGE

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Denti Juli Irawati*), Luhut Sihombing **), Rahmanta Ginting***) *) Alumni

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR Dede Haryono 1, Soetriono 2, Rudi Hartadi 2, Joni Murti Mulyo Aji 2 1 Program Studi Agribisnis Program Magister

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI

KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI NAVITA MAHARANI Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Kadiri, Kediri fp.uniska@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013 DAYA SAINGJAGUNG DI KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Competitiveness of Corn in Sekampung Udik District of East Lampung Regency) Cahya Indah Franiawati, Wan Abbas Zakaria, Umi Kalsum Jurusan

Lebih terperinci

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Muhammad Husaini Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.10 (3): 185-199 ISSN 1410-5020 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung Comparative Advantage and Competitive

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI I Made Tamba Ni Luh Pastini ABSTRACT Rice is high-valued commodities since pre-independence era. The paper aims to analyze impact

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES Habitat Volume XXV, No. 1, Bulan April 2014 ISSN: 0853-5167 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES THE IMPACTS OF GOVERNMENT S

Lebih terperinci

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH Competitiveness and the Role of Government to Increase Competitiveness of Cocoa in Central Sulawesi Siti

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA Handewi P.S. Rachman, Supriyati, Saptana, Benny Rachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG Jarek Putradi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Bali jarek.putradi@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG (Zea mays L.) DI KABUPATEN KEDIRI

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG (Zea mays L.) DI KABUPATEN KEDIRI AGRISE Volume XIV No. 3 Bulan Agustus 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG (Zea mays L.) DI KABUPATEN KEDIRI (COMPARATIVE ADVANTAGE ANALYSIS OF MAIZE (Zea mays L.) IN KEDIRI

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA

ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA Zulkifli Mantau, Bahtiar, Aryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo Jl. Kopi No.270 Kec. Tilongkabila

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN

ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN ANALISIS KEBIJAKAN KOPI ROBUSTA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PENGUATAN REVITALISASI PERKEBUNAN Anik Suwandari dan Soetriono Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect ANALISIS DAYA SAING DAN SALURAN PEMASARAN IKAN KEMBUNG (RASTRELLIGER SP.) DI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun 2012... 5 2. Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2012... 6 3. Luas panen, produktivitas, dan produksi manggis

Lebih terperinci

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Sekolah Pascasarjana IPB 2

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Sekolah Pascasarjana IPB 2 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA TANI BERAS ORGANIK DI PROVINSI JAWA BARAT The Impacts of Government Policy towards Organic Rice Farming in West Java Ulpah Jakiyah 1, Lukman M Baga 2, Netti Tinaprilla

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (2013) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA

ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA I Wayan Rusastra, Benny Rachman dan Supena Friyatno Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 7 Bogor 16161

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian berada di Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa, Propinsi Riau merupakan daerah dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR

PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR I Ketut Arnawa Program Studi Agribisnis Universitas Mahasaraswati Denpasar E-mail: arnawa_62@yahoo.co.id ABSTRACT The main objective

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

Performa Dayasaing Komoditas Padi. Commodities Rice Competitiveness Performance. Benny Rachman

Performa Dayasaing Komoditas Padi. Commodities Rice Competitiveness Performance. Benny Rachman Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 11 (2): 84-91 ISSN 141-52 Performa Dayasaing Komoditas Padi Commodities Rice Competitiveness Performance Benny Rachman Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka

Lebih terperinci

14,3 13,1 11,1 8,9 27,4 26,4 4. 1,0 1,0 9,9 6. 7,0 15,6 16,1 6,5 6,2 8,5 8,3 10,0

14,3 13,1 11,1 8,9 27,4 26,4 4. 1,0 1,0 9,9 6. 7,0 15,6 16,1 6,5 6,2 8,5 8,3 10,0 114 Lampiran 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Sektor) No. Lapangan Usaha (Sektor) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1. Pertanian, Peternakan,

Lebih terperinci

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict)

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict) ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA ( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong) ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu I. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Terdahulu Tentang Padi Organik Prihtanti (2014) meneliti tentang Kinerja dan Multifungsionalitas Usahatani Padi Organik dan Konvensional di Provinsi

Lebih terperinci

STUDI KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI TEBU ABSTRACT ABSTRAK

STUDI KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI TEBU ABSTRACT ABSTRAK AGRISE Volume X No. 2 Bulan Mei 2010 ISSN: 1412-1425 STUDI KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI TEBU (COMPARATIVE ADVANTAGE STUDY OF SUGAR CANE FARMING) Riyanti Isaskar 1, Salyo Sutrisno 1, Dinik Putri D. 1

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR MUHAMMAD FIRDAUS *) *) Staf Pengajar pada STIE Mandala Jember Alamat. Jl Sumatera Jember 68121 ABSTRACT The objective of the study were (1) to know the trend of

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci