ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM"

Transkripsi

1 VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk siam dalam bersaing dan memanfaatkan peluang pasar internasional. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM) berdasarkan data penerimaan dan biaya produksi selama enam tahun dengan discount rate sebesar enam persen. Proses diskonto diperlukan dalam penelitian ini untuk menentukan Net Present Value (NPV) dari masing-masing jenis pengusahaan jeruk siam. Setelah perhitungan dilakukan maka disusunlah Tabel PAM yang dapat dilihat pada Tabel 15. Data penerimaan, total biaya dan keuntungan pada tabel tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai-nilai yang menjadi indikator daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing jeruk siam di Kecamatan Samarang. Tabel 15. Policy Analysis Matrix (PAM) Sistem Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang (Rp/Ha) Uraian Penerimaan Output Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Input Tradable Biaya Faktor Domestik Keuntungan Harga Privat , , , ,64 Harga Sosial , , , ,80 Efek Divergensi ( ,27) ( ,54) ,43 ( ,15) Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Harga Privat , , , ,00 Harga Sosial , , , ,94 Efek Divergensi ( ,76) ( , 60) ( ,23) ( ,93) Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan privat pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern diperoleh sebesar Rp ,11, biaya input tradable sebesar Rp ,05, dan biaya faktor domestik adalah sebesar Rp ,41. Sehingga diperoleh keuntungan

2 privat sebesar Rp ,64. Kemudian pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional diperoleh penerimaan privat sebesar Rp ,95, biaya input tradable sebesar Rp ,43, dan biaya faktor domestik adalah sebesar Rp ,52. Sehingga diperoleh keuntungan privat sebesar Rp ,738,00. Estimasi keuntungan sosial atau daya saing dalam keunggulan komparatif yang tercermin dari keuntungan sosial diperlihatkan pada baris kedua tabel PAM. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan sosial pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern diperoleh sebesar Rp ,37, biaya input tradable sebesar Rp ,59, dan biaya faktor domestik adalah sebesar Rp ,98. Sehingga diperoleh keuntungan sosial sebesar Rp ,80. Kemudian pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional diperoleh penerimaan sosial sebesar Rp ,71, biaya input tradable sebesar Rp ,03, dan biaya faktor domestik adalah sebesar Rp ,75. Sehingga diperoleh keuntungan sosial sebesar Rp ,94. Pada tabel PAM baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan baris kedua yang menggambarkan divergensi. Suatu divergensi akan menyebabkan harga aktual berbeda dengan harga efisiennya. Divergensi timbul akibat adanya kebijakan pemerintah atau distorsi pasar. Kebijakan yang distortif adalah intervensi pemerintah yang menyebabkan harga pasar berbeda dengan harga efisiennya, misalnya pajak, subsidi, hambatan perdagangan atau regulasi harga. Kegagalan pasar terjadi apabila pasar gagal menciptakan suatu harga efisiensi. Jenis kegagalan pasar yang umum seperti monopoli dan pasar faktor domestik yang tidak sempurna Analisis Keunggulan Kompetitif Analisis keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan secara finansial. Seperti yang telah dipaparkan pada kerangka pemikiran, analisis keunggulan kompetitif berfungsi sebagai alat untuk mengukur keuntungan privat dan dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar resmi yang berlaku. Analisis keunggulan kompetitif pengusahaan jeruk siam baik teknologi modern maupun

3 teknologi tradisional diukur dengan indikator Keuntungan Privat (PP) dan Rasio Biaya Privat (PCR). Tabel 16 menyajikan besarnya nilai Keuntungan Privat (PP) dan Rasio Biaya Privat (PCR) pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun teknologi tradisional. Tabel 16. Keuntungan Privat (PP) dan Rasio Biaya Privat (PCR) Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang No. Uraian PCR Keuntungan Privat (Rp/Ha) 1 Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) 2 Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) 0, ,64 0, ,00 Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui keuntungan privat (PP) yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern (Rp ,64 per Hektar) lebih besar dibandingkan pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional (Rp ,00 per Hektar). Tingginya keuntungan yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam teknologi modern terjadi karena produksi jeruk siam teknologi modern lebih besar dibanding produksi jeruk siam teknologi tradisional. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam penggunaan bibit jeruk siam dan pemeliharaan dalam pengusahaan jeruk siam tersebut. Namun keuntungan yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam tradisional tidak begitu jauh berbeda dengan keuntungan yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam modern. Hal ini diakibatkan karena pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern memerlukan biaya yang lebih besar, sehingga meskipun produksi jeruk siam dengan teknologi modern lebih besar dari pada pengusahaan jeruk siam tradisional, mengakibatkan keuntungan yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan keuntungan yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam tradisional. Gambar 8 memperlihatkan perkembangan jumlah produksi jeruk siam pada penggunaan teknologi modern (bibit penangkaran) dan teknologi tradisional (bibit batang bawah sendiri).

4 Jumlah Produksi (Kg/Ha) Umur Tanaman Bibit Penangkaran Bibit Batang Bawah Sendiri Gambar 8. Perkembangan Produksi Jeruk Siam Pada Penggunaan Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Dan Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Gambar 8 memperlihatkan bahwa perkembangan produksi jeruk siam dengan teknologi modern lebih tinggi dibandingkan produksi jeruk siam dengan teknologi tradisional. Namun tingginya produksi tersebut diiringi dengan biaya produksi yang tinggi pula. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan teknologi modern (bibit penangkaran) mendorong untuk menggunakan input produksi yang relatif lebih besar dibanding teknologi tradisional (bibit batang bawah sendiri). Hal ini didukung pada nilai Rasio Biaya Privat (PCR) dari pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun tradisional dimana keduanya memiliki nilai yang hampir sama, yakni 0,84 dan 0,80. Nilai ini mengandung arti bahwa pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun tradisional efisien secara finansial atau mempunyai keunggulan kompetitif, yakni masingmasing sebesar 0,84 dan 0,80. Nilai PCR yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern (0,84) lebih besar daripada nilai PCR yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional (0,80). Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya faktor domestik pada harga privat yang diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah jeruk siam sebesar satu satuan pada pengusahaan jeruk siam teknologi tradisional (0,80) relatif lebih kecil dibanding pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern (0,84). Berdasarkan hal tersebut alokasi sumberdaya pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional lebih efisien secara finansial dibanding dengan pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas jeruk

5 siam dengan teknologi tradisional lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan komoditas jeruk siam dengan teknologi modern. Jika nilai PCR jeruk siam pada penelitian ini (0,84 dan 0,80) dibandingkan dengan nilai PCR pada pengembangan sentra jeruk siam Pontianak (0,44) dalam penelitian Wiji (2007), menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam Pontianak lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan komoditas jeruk siam pada penelitian ini. Hal ini diperkirakan terjadi karena jeruk siam Pontianak tersebut merupakan produk lokal atau produk endemik, sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik jika ditanam didaerah tersebut. Berbeda dengan jeruk siam Garut yang bukan produk endemik, artinya hanya merupakan tanaman jeruk siam yang ditanam di Kabupaten Garut. Berikutnya, jika nilai PCR jeruk siam pada penelitian ini dibandingkan dengan tanaman tahunan lainnya seperti komoditas kakao di Kecamatan Rancah dan Cisaga (0,96 dan 0,86) dalam penelitian Nuryanti (2010), maka komoditas jeruk siam dalam penelitian ini menunjukkan keunggulan secara kompetitif yang relatif lebih besar dibanding komoditas kakao Analisis Keunggulan Komparatif Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing suatu komoditas dengan asumsi perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi sama sekali. Keunggulan komparatif terkait dengan kelayakan secara ekonomi, yang artinya kelayakan ekonomi menilai aktivitas ekonomi bagi masyarakat secara general atau menyeluruh, tanpa melihat siapa yang terlibat dalam aktivitas ekonomi tersebut. Analisis keunggulan komparatif pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun teknologi tradisional diukur dengan indikator Keuntungan Sosial (SP) dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC). Tabel 20 menyajikan besarnya nilai Keuntungan Sosial (SP) dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) pengusahaan jeruk siam baik dengan teknologi modern maupun teknologi tradisional.

6 Tabel 17. Keuntungan Sosial (SP) dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang No. Uraian DRC Keuntungan Sosial (Rp/Ha) 1 Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) 2 Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) 0, ,80 0, ,94 Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa Keuntungan sosial merupakan selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan pada pengusahaan jeruk siam per hektar pada harga bayangan (sosial), yakni harga yang tidak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti subsidi dan pajak. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa nilai SP yang diperoleh pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern (Rp ,80) relatif lebih besar dibandingkan pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional (Rp ,94). Hal ini disebabkan produksi jeruk siam teknologi modern yang lebih besar dari pada teknologi tradisional dan biaya input yang tidak terlalu terpengaruh terhadap harga bayangan. Sehingga dengan harga bayangan jeruk siam yang lebih besar dari pada harga privatnya, maka keuntungan yang diperoleh pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern jauh lebih besar dari pada keuntungan yang diperoleh teknologi tradisional. Hal ini didukung pada nilai Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC), dimana nilai DRC yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern (0,71) lebih kecil daripada nilai DRC yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional (0,75). Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya faktor domestik pada harga sosial yang diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah jeruk siam sebesar satu satuan pada pengusahaan jeruk siam teknologi modern (0,71) relatif lebih kecil dibanding pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional (0,75). Berdasarkan hal tersebut alokasi sumberdaya pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern lebih efisien secara ekonomi dibanding dengan pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komoditas jeruk siam dengan teknologi

7 modern lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan komoditas jeruk siam dengan teknologi tradisional. Jika nilai DRC jeruk siam pada penelitian ini (0,71 dan 0,75) dibandingkan dengan nilai DRC pada pengembangan sentra jeruk siam Pontianak (0,17) dalam penelitian Wiji (2007), menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam Pontianak lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan komoditas jeruk siam pada penelitian ini. Berikutnya, jika nilai DRC tersebut dibandingkan dengan komoditas kakao di Kecamatan Rancah dan Cisaga (0,74 dan 0,87) dalam penelitian Nuryanti (2010), menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam dalam penelitian ini relatif lebih unggul secara komparatif dibanding komoditas kakao Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Jeruk Siam Dampak Kebijakan Output Kebijakan pemerintah terhadap output dilihat dari dua indikator yaitu Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Transfer Output menunjukkan kebijakan pemerintah yang diterapkan pada output yang menyebabkan harga output privat dan sosial berbeda. Nilai Transfer Output menunjukkan besarnya intensif masyarakat terhadap produsen. Sedangkan koefisien Proteksi Output Nominal digunakan untuk mengukur dampak kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan sosial. Pada Tabel 18 diperlihatkan Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) pada pengusahaan jeruk siam baik teknologi modern maupun teknologi tradisional. Tabel 18. Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang No. Uraian NPCO Transfer Output (Rp/Ha) 1 Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) 2 Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah) 0, ,27 0, ,76

8 Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa nilai Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan tradisional adalah kurang dari satu, yakni sama-sama 0,93. Sedangkan nilai Transfer Output (TO) pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan tradisional adalah negatif, yakni masing-masing sebesar Rp ,27 dan Rp ,76. Nilai NPCO yang kurang dari satu dan nilai Transfer Output yang negatif, mengindikasikan bahwa harga domestik jeruk siam (Rp 5000,00 per kilogram) lebih rendah daripada harga dunia (Rp 5.380,36 per kilogram), yang artinya tidak adanya kebijakan pemerintah mengenai proteksi harga komoditas jeruk siam. Hal ini menimbulkan terjadinya transfer intensif dari produsen ke konsumen, dimana masyarakat atau konsumen membeli dengan harga yang lebih murah dari harga yang seharusnya dibayarkan dan produsen menerima harga yang lebih kecil dari harga yang seharusnya diterima. Pada lokasi penelitian tidak ada kebijakan output yang diberlakukan pemerintah terhadap komoditas jeruk siam. Hal ini menjadi lumrah karena komoditas jeruk siam bukanlah komoditas pangan utama seperti beras atau gula. Namun, yang menjadi salah satu pendorong rendahnya harga jeruk siam di tingkat petani adalah kualitas buah jeruk siam yang rendah. Hal ini disebabkan selain karena tidak adanya bargaining position petani akibat menjual secara individual, juga karena petani menjual berdasarkan tingkat harga yang ditetapkan tengkulak, bukan karena kematangan buah yang siap panen. Sehingga buah yang belum siap panen atau yang memiliki kualitas kurang bagus terpaksa dipanen untuk memenuhi kuota yang telah dipesan oleh para tengkulak Dampak Kebijakan Input Kebijakan pemerintah terhadap input produksi dapat dilihat dari nilai Transfer Input (TI), Transfer Faktor (TF), dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI). Data mengenai besarnya Transfer Input (TI), Transfer Faktor (TF), dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) dapat dilihat pada Tabel 19.

9 Tabel 19. Transfer Input (TI), Transfer Faktor (TF), dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) di Kecamatan Samarang No. Uraian NPCI 1 2 Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah) Transfer Input (Rp/Ha) Transfer Faktor (Rp/Ha) 0, , ,43 0, , ,23 Nilai Transfer Input merupakan selisih antara biaya input tradable pada harga privat dengan biaya input tradable pada harga bayangan (sosial). Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa nilai Transfer Input dari kedua jenis pengusahaan jeruk siam tersebut negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat subsidi terhadap input tradable, sehingga petani responden jeruk siam di lokasi penelitian menerima harga lebih rendah dari harga yang seharusnya (harga sosial). Hal ini menyebabkan transfer dari pemerintah kepada produsen jeruk siam. Beberapa bentuk kebijakan tersebut adalah kebijakan subsidi dan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk pupuk anorganik seperti Urea, SP-36 dan ZA berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 32/Permentan/SR.130/4/2010 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 356/KMK.06/2003. Indikator yang mendukung adanya subsidi dari pemerintah adalah nilai Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI). Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) merupakan rasio antara biaya input tradable yang dihitung berdasarkan harga privat dengan biaya input tradable yang dihitung dengan harga bayangan (sosial). Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai NPCI dari kedua jenis pengusahaan jeruk siam memiliki nilai lebih kecil dari satu. Hal ini mengindikasikan harga domestik lebih rendah dari harga dunia, sehingga dapat dikatakan adanya kebijakan subsidi dari pemerintah, sesuai dengan pemaparan sebelumnya. Transfer Faktor merupakan selisih antara biaya faktor domestik yang dihitung pada harga privat dengan biaya faktor domestik yang dihitung pada harga bayangan (sosial). Berdasarkan Tabel 19 dapat diketauhi bahwa nilai TF pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern bernilai positif. Hal ini

10 mengindikasikan bahwa terdapat implisit pajak atau transfer dari petani responden pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern kepada produsen faktor domestik, sehingga petani responden harus membayar lebih mahal dari harga bayanganya (sosial). Bentuk kebijakan yang menyebabkan timbulnya implisit pajak tersebut antara lain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pestisida. Pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi tradisional menunjukkan nilai Transfer Faktor bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat implisit subsidi atau transfer dari produsen faktor domestik kepada petani responden karena petani responden menerima harga input faktor domestik yang lebih murah dari harga sosialnya. Salah satu yang menyebabkan murahnya harga faktor domestik ini adalah karena adanya bantuan hewan ternak dari pemerintah, yang tujuannya adalah agar para petani tidak membeli atau memperoleh pupuk organik yang lebih murah. Selain itu penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern Dampak Kebijakan Input-Output Dampak kebijakan input-output dapat dilihat berdasarkan indikator Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP). Nilai EPC merupakan rasio antara selisih penerimaan dan biaya input tradable pada harga bayangan (sosial). Nilai TB merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima petani dengan keuntungan bersih sosial. Nilai PC merupakan rasio antara keuntungan privat dengan keuntungan sosial. Sedangkan nilai SRP adalah rasio antara nilai TB dengan penerimaan berdasarkan harga bayangan (sosial). Tabel 20 menyajikan data mengenai besarnya indikator EPC, TB, PC, dan SRP pada pengusahaan jeruk siam di Kecamatan Samarang.

11 Tabel 20. Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) pada Sistem Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang No. Uraian EPC TB PC SRP 1 2 Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah) 0, ,15 0,52-0,12 0, ,93 0,72-0,06 Koefisien Proteksi Efektif (EPC) merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi komoditas jeruk siam di lokasi penelitian. Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan tradisional adalah kurang dari satu, yang menunjukkan bahwa tidak adanya proteksi dari pemerintah terhadap output. Dampak tidak adanya kebijakan proteksi dari pemerintah mengakibatkan harga jeruk siam yang berlaku di Kecamatan Samarang (Rp 5000,00 per kilogram) berada di bawah harga efisiennya (Rp 5.380,36 per kilogram). Indikator yang mendukung tidak adanya perlindungan dari pemerintah terhadap petani responden adalah Transfer Bersih. Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa nilai TB dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan tradisional adalah bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya kebijakan pemerintah terhadap input dan tidak adanya kebijakan terhadap output yang berlaku menyebabkan hilangnya keuntungan sebesar Rp ,15 per hektar pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan Rp ,15 per hektar pada pengusahaan jeruk siam teknologi tradisional. Koefisien Keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan sosial. Nilai PC yang diperoleh dari pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan tradisional adalah kurang dari satu, yakni sebesar 0,52 dan 0,72. Nilai tersebut menunjukkan keuntungan privat yang diterima pada pengusahaan jeruk siam dengan teknologi modern dan teknologi

12 tradisional lebih kecil dari keuntungan sosialnya masing-masing sebesar 52 persen dan 72 persen. Begitu pun pada nilai SRP dimana berdasarkan Tabel 20 nilai SRP yang diperoleh pada pengusahaan jeruk siam teknologi modern dan tradisional adalah negatif, yakni masing-masing sebesar -0,12 dan -0,06. Nilai ini menunjukkan bahwa akibat kebijakan pemerintah terhadap input dan output menyebabkan petani responden pengusahaan jeruk siam teknologi modern dan tradisional mengeluarkan biaya yang lebih tinggi 12 persen dan 6 persen dari biaya opportunity cost untuk berproduksi. Secara keseluruhan, kebijakan pemerintah yang berlaku saat ini belum menguntungkan bagi pengembangan dan peningkatan daya saing baik pengusahaan jeruk siam modern maupun jeruk siam tradisional.

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Samarang. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana Program Magister

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. 4.1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang 131 Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II No Jenis Uji Satuan 1 Cemaran Binatang 2 Warna 3 Kadar Benda Asing (b/b) 4 Kadar Biji Enteng (b/b) 5 Kadar Cemaran Kapang 6 Kadar Warna Kehitam-hitaman

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Muhammad Husaini Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect

Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang Regency, Central Java Effect ANALISIS DAYA SAING DAN SALURAN PEMASARAN IKAN KEMBUNG (RASTRELLIGER SP.) DI KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Rembang

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI I Made Tamba Ni Luh Pastini ABSTRACT Rice is high-valued commodities since pre-independence era. The paper aims to analyze impact

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013 DAYA SAINGJAGUNG DI KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Competitiveness of Corn in Sekampung Udik District of East Lampung Regency) Cahya Indah Franiawati, Wan Abbas Zakaria, Umi Kalsum Jurusan

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH Competitiveness and the Role of Government to Increase Competitiveness of Cocoa in Central Sulawesi Siti

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. menembus dengan volume 67 ton biji gelondong kering (Direktorat Jenderal

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. menembus dengan volume 67 ton biji gelondong kering (Direktorat Jenderal BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan ekspor jambu mete di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem selama Tahun 2009 mencapai volume sebanyak 57 ton biji gelondong kering dan diharapkan pada Tahun 2010

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR Dede Haryono 1, Soetriono 2, Rudi Hartadi 2, Joni Murti Mulyo Aji 2 1 Program Studi Agribisnis Program Magister

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN SALURAN PEMASARAN IKAN KEMBUNG (RASTRELLIGER SP.) DI KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH

ANALISIS DAYA SAING DAN SALURAN PEMASARAN IKAN KEMBUNG (RASTRELLIGER SP.) DI KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH ANALISIS DAYA SAING DAN SALURAN PEMASARAN IKAN KEMBUNG (RASTRELLIGER SP.) DI KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH Analysis of Competitiveness and Marketing Channels Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) in Demak Regency,

Lebih terperinci

EMBRYO VOL. 7 NO. 2 DESEMBER 2010 ISSN 0216-0188

EMBRYO VOL. 7 NO. 2 DESEMBER 2010 ISSN 0216-0188 EMBRYO VOL. 7 NO. 2 DESEMBER 2010 ISSN 0216-0188 ANALISIS USAHA TANI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT KOMODITAS CABAI BESAR DI KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN POLICY ANALYSIS MATRIX (PAM)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS JERUK SIAM DI KABUPATEN GARUT

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS JERUK SIAM DI KABUPATEN GARUT ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS JERUK SIAM DI KABUPATEN GARUT (Studi Kasus : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI OKKY PANDU DEWANATA

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI Beny Rachman, Pantjar Simatupang, dan Tahlim Sudaryanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA

ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA I Wayan Rusastra, Benny Rachman dan Supena Friyatno Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 7 Bogor 16161

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA)

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA) ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUKOMUKO (STUDI KASUS DESA BUMI MULYA) ANALYSIS OF PALM OIL FARMING COMPETITIVENESS IN MUKOMUKO DISTRICT (CASE STUDY VILLAGE BUMI MULYA) Aprizal,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG Jarek Putradi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Bali jarek.putradi@gmail.com

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun 2012... 5 2. Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2012... 6 3. Luas panen, produktivitas, dan produksi manggis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA Handewi P.S. Rachman, Supriyati, Saptana, Benny Rachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Denti Juli Irawati*), Luhut Sihombing **), Rahmanta Ginting***) *) Alumni

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) Oleh: Dr Rita Nurmalina Suryana INSTITUT PERTANIAN BOGOR Domestic Resource Cost Of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Biaya Sumberdaya Domestik

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict)

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict) ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA ( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong) ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case

Lebih terperinci

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Ubi Jalar Seluruh Provinsi Tahun 2009

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Ubi Jalar Seluruh Provinsi Tahun 2009 Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Ubi Jalar Seluruh Provinsi Tahun 2009 Provinsi Luas Panen Produksi(Ton) Produktivitas(Ku/Ha) (Ha) Indonesia 183 874 2 057 913 111,92 Aceh 1 519

Lebih terperinci

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Sekolah Pascasarjana IPB 2

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Sekolah Pascasarjana IPB 2 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA TANI BERAS ORGANIK DI PROVINSI JAWA BARAT The Impacts of Government Policy towards Organic Rice Farming in West Java Ulpah Jakiyah 1, Lukman M Baga 2, Netti Tinaprilla

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran dibentuk dengan mendekatkan permasalahan dan tujuan penelitian dengan teori-teori yang relevan serta penelitian empiris yang telah

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF SERTA IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN BENGKAYANG

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF SERTA IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN BENGKAYANG ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF SERTA IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN BENGKAYANG DODY RADIANSAH 1), RADIAN 2), NURLIZA 3) 1) Alumni Magister Manajemen Agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA

ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ANALISIS DAYASAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA Zulkifli Mantau, Bahtiar, Aryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo Jl. Kopi No.270 Kec. Tilongkabila

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU Habitat Volume XXIV, No. 2, Bulan Agustus 2013 ISSN: 0853-5167 KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU COMPARATIVE ADVANTAGE

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI ANALYSIS OF CITRUS COMPARATIF AND COMPETITIVE ADVANTAGE IN PRODUCTION CENTRE Apri Laila Sayekti* dan Lizia Zamzami** Puslitbang

Lebih terperinci

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha Pembenihan Ikan Patin Siam (Studi Kasus : Perusahaan Deddy Fish Farm) dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES Habitat Volume XXV, No. 1, Bulan April 2014 ISSN: 0853-5167 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES THE IMPACTS OF GOVERNMENT S

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013 ANALISIS DAYA SAING LADA HITAM DI KECAMATAN ABUNG TINGGI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Competitiveness Analysis of Black Pepper in Abung Tinggi Subdistrict of North Lampung Regency) Rossika Meliyana, Wan Abbas

Lebih terperinci

Oleh: Tobari dan Budi Dharmawan Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 11 September 2004, disetujui: 21 September 2004)

Oleh: Tobari dan Budi Dharmawan Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 11 September 2004, disetujui: 21 September 2004) PROFIL PENGEMBANGAN DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH (Tinjauan pada Pengembangan Komoditas Jagung) PROFILE OF POLICY AND AGRICULTURE DEVELOPMENT IN PURBALINGGA

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN STRATEGI COMPETITIVENESS AGRIBISNIS TEMBAKAU BESUKI NA-OOGST DI JAWA TIMUR

PEMODELAN DAN STRATEGI COMPETITIVENESS AGRIBISNIS TEMBAKAU BESUKI NA-OOGST DI JAWA TIMUR PEMODELAN DAN STRATEGI COMPETITIVENESS AGRIBISNIS TEMBAKAU BESUKI NA-OOGST DI JAWA TIMUR Evita Soliha Hani*, Soetriono*, Hadi Paramu* *Dosen Pasca Sarjana Universitas Jember ABSTRACT. Agribusiness of NOTA

Lebih terperinci