HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK, PROFIL REPRODUKSI SERTA STRATEGI PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH

MATERI DAN METODE. Materi

IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS CSSM066, ILSTS029 DAN ILSTS061 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI REVY PURWANTI

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Data Survey Kendaraan Yang Keluar Areal Parkir

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

CONTOH SOAL MATEMATIKA SMP SATU ATAP: 1. Hasil dari (3 + (-4)) (5 + 3) adalah... A. 8 B. -7 C. -8 D Hasil dari adalah... A.

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu makanan yang memiliki nilai gizi yang baik bagi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

MATERI DAN METODE. Materi

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

LAMPIRAN 1. A. Suasana Parkir di Jalan Patrice Lumumba II. B. Suasana Parkir di Jalan Merdeka. Universitas Sumatera Utara

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI TINGKAT KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BONE DENGAN MENGGUNAKAN MARKER MIKROSATELIT LOKUS INRA035

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

Keragaman Genetik Sapi Katingan dan Hubungan Kekerabatannya dengan beberapa Sapi Lokal Lain Menggunakan Analisis DNA Mikrosatelit

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP

Keragaman Genetik Sapi Katingan dan Hubungan Kekerabatannya dengan beberapa Sapi Lokal Lain Menggunakan Analisis DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

Karakterisasi Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya Dengan Bobot Badan pada Sapi Aceh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

MINGGU VI UJI CHI SQUARE. Dyah Maharani, Ph.D.

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH :

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Gambar 4. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pit1 Sapi FH dan Sapi Pedaging pada Gel Agarose 1,5%

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

RUANG AREA PARKIR LGM KHUSUS KENDARAAN RODA 4 (EMPAT)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LOT MOTOR FINAL LELANG 11 NOVEMBER 2016

PEMBUATAN PETA ZONA NILAI TANAH UNTUK MENGETAHUI PERUBAHAN NILAI TANAH DI KECAMATAN RUNGKUT

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

ABSTRAK. (xii lampiran)

Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi

BAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO

PROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT DADI KELUARGA PURWOKERTO TAHUN

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium

KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) SAPI PERAH BATURRADEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

A~a n = B~b~b 1 n = C~c b ~c s ~c a ~c n = D~d n = i~i n= L~l n = o~o n = = h.

KARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

PENGARUH PEJANTAN TERHADAP KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT DARI LOKUS CSN-3, BM 143, BM 415 DI KROMOSOM BTA-6

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

PENDAHULUAN Latar Belakang

SKRIPSI. KEANEKARAGAMAN GENETIK DAN IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN Lonchura fuscans SECARA MOLEKULER. Disusun oleh: Carolina Yulent Carlen

Studi Zona Nilai Tanah di Sekitar Lokasi Pembangunan Pelabuhan Internasional Kalimireng

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein Variability of Jawarandu Goat in Pemalang, Central Java)

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 serta masing-masing lokus menganalisis 70 sampel DNA. Hasil amplifikasi menunjukkan lokus ILSTS028 dapat mengamplifikasi 68 sampel darah sapi Katingan yaitu 31 sampel dari Tumbang Lahang, 24 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali. Lokus ILSTS052 dapat mengamplifikasi 68 sampel darah sapi katingan yaitu 31 sampel dari Tumbang Lahang, 24 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali. Lokus ILSTS056 dapat mengamplifikasi 69 sampel darah sapi katingan yaitu 30 sampel dari Tumbang Lahang, 26 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali. Sampel darah sapi Bali, Madura, PO dan Limousin yang berasal dari Kalimantan Tengah masing-masing sebanyak 11, 1, 6 dan 3 sampel dari lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 juga berhasil diamplifikasi. Suhu annealing setiap lokus berbeda-beda berdasarkan beberapa kali optimasi. Suhu annealing lokus ILSTS028 dan ILSTS052 adalah 55 0 C dan berbeda dengan suhu annealing lokus ILSTS056 sebesar 60 0 C. Perbedaan suhu annealing yang digunakan oleh Kathiravan et al. (2009) pada penelitiannya disebabkan ternak yang digunakan adalah kerbau Marathwada, sedangkan pada penelitian ini adalah sapi Katingan (sapi lokal Kalimantan Tengah). Suhu annealing menentukan ketebalan pita DNA yang diperoleh dari elektroforesis. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan antara 36-72 0 C, namun suhu yang biasa digunakan antara 50-60 0 C (Muladno, 2002). Amplifikasi DNA mikrosatelit pada setiap populasi yang menggunakan lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 menghasilkan sifat polimorfik yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah mikrosatelit berlimpah, bersifat kodominan, memiliki polimorfik tinggi dan tersebar hampir di seluruh genom serta mudah ditemukan (Lehmann et al.,1996). Karakteristik tersebut menjadikan mikrosatelit sebagai penanda yang ideal untuk mengukur tingkat keragaman populasi. Sampel darah yang telah diamplifikasi melalui teknik PCR dilanjutkan dengan proses elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid 6% dan melihat pita DNA melalui pewarnaan perak. Pita target dapat dilihat setelah proses pewarnaan 20

perak, tetapi sering kali ditemukan pita-pita tambahan yang bukan termasuk pita target. Pita-pita tambahan tersebut dihasilkan dari beberapa proses, seperti penyelipan selama amplifikasi PCR. Kemunculan pita-pita tersebut juga mencerminkan mikroheterogenitas dalam panjangan ulangan dinukleotida secara invitro (Litt dan Luty, 1989). Dua molekul DNA untai ganda hasil amplifikasi pada siklus pertama menjadi DNA target dan dilipatgandakan menjadi empat molekul DNA dan selanjutnya empat molekul baru ini dilipatgandakan jumlahnya menjadi delapan dan seterusnya (Muladno, 2002). Keragaman DNA Mikrosatelit Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokus ILSTS052 dan ILSTS056 bersifat polimorfisme. Hal ini didasarkan pada jumlah unit ulangan yang lebih dari 10 ulangan tetapi berbeda dengan lokus ILSTS028 yang hanya memiliki jumlah unit ulangan kurang dari 10 ulangan. Menurut Winaya (2000), polimorfisme akan semakin tinggi apabila unit ulangan tergandakan lebih dari 10 kali lipat. Hasil pengukuran lokus dari ketiga sub populasi sapi Katingan menghasilkan jumlah alel yang beragam. Lokus ILSTS028 menghasilkan 20 alel, lokus ILSTS052 menghasilkan 13 alel dan lokus ILSTS056 menghasilkan 19 alel. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik dapat dilihat dari jumlah alel di setiap lokus dan heterozigositasnya (Sun et al., 2008). Lokus ILSTS028 Lokus ILSTS028 memiliki 20 macam alel dari ketiga populasi sapi katingan yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S dan T. Pemberian simbol alel dengan menggunakan urutan abjad sesuai dengan ukuran alel. Lokus ILSTS028 memiliki jumlah alel terbanyak dibandingkan jumlah alel lokus-lokus lainnya. Jumlah alel yang dihasilkan menunjukkan bahwa populasi sapi Katingan memiliki tingkat keragaman genetik yang relatif tinggi. Menurut Karthickeyan et al. (2009), meningkatnya jumlah alel pada lokus yang berbeda akan meningkatkan ratarata keragaman genetik dalam populasi. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS028 menghasilkan alel yang sebagian ditampilkan pada Gambar 5. 19 21

300 bp M 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 (-) 200 bp 150 bp 100 bp MR FN b GL FL LQ FM a a FH LR (+) Keterangan : M = Marker a = Bali b = PO Gambar 5. Penentuan Lokus ILSTS028 pada Katingan dan Lokal Lainnya Data mengenai jumlah alel dan frekuensi alel untuk masing-masing populasi dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah alel lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 11 alel, 16 alel dan 15 alel. Jumlah alel lebih banyak ditemukan pada populasi Tumbang Lahang karena sampel darah lebih banyak diambil pada populasi Tumbang Lahang dibandingkan dengan populasi Buntut Bali dan Pendahara, tetapi frekuensi alel tertinggi dan terendah lokus ILSTS028 ditemukan pada populasi Tumbang Lahang. alel tertinggi adalah alel H sebesar 0,2097 dan frekuensi alel terendah adalah alel C, D, E dan K sebesar 0,0167. genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe HO sebesar 0,231, LG sebesar 0,129 serta MH dan RL sebesar 0,125. genotipe terendah pada populasi Buntut Bali adalah genotipe BI, DJ, dan sebesar ; dan pada populasi Tumbang Lahang adalah genotipe BB, DH, FH, GH, CI, HI, BJ, HK, EL, MO dan JP sebesar ; serta pada populasi Pendahara adalah genotipe FG, DI,, FL, HN, HO, IO, IP, LT, JQ, MS dan NT sebesar. 220

Tabel 3. Macam,, dan Lokus ILSTS028 pada Populasi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi (n) Buntut Bali (13) Tumbang Lahang (31) dan Ukuran (pb) B (128) D (132) G (138) H (140) I (142) J (144) L (148) M (150) O (158) P (160) R (164) A (126) B (128) C (130) D (132) E (134) F (136) G (138) H (140) I (142) J (144) K (146) L (148) M (150) O (158) P (160) R (164) Pendahara (24) D (132) F (136) G (138) H (140) I (142) J (144) L (148) M (150) N (152) O (158) P (160) Q (162) R (164) S (168) T (170) Keterangan : n 0.0385 0.0769 0.0769 0.1923 0.1923 0.0385 0.1538 0.0769 0.1154 0.0769 0.0385 3 0,0484 0,0161 0,0161 0,0161 0,0484 0,0806 0,2097 0,0645 3 0,0161 0,1129 0,1290 0,0645 0,0484 0,0645 0,0417 0,0417 0,0625 0,1042 0,0625 0,0208 0,0417 0,0417 0,0417 0,0625 0,1042 0,0208 0,0208 BI DJ GL HM HO IP LR BB AH DH FH GH CI HI BJ HK EL GL FM HM HO MO IP JP LR MR FG DI FL GM HM HN HO IO IP LT JQ LQ LR MR MS NT = Jumlah sampel yang teramplifikasi, pb = Pasang basa 0,154 0,154 0,231 0,154 0,064 0,129 0,064 0,097 0,097 0,064 0,064 0,064 0,083 0,125 0,083 0,125 0,083 23 21

alel dan jenis alel pada lokus ILSTS028 yang sangat bervariasi dan beragam dapat dilihat pada Gambar 6. Lokus ILSTS028 menghasilkan beberapa alel yang hanya ditemukan pada populasi tertentu yang disebut alel spesifik. Macam Gambar 6. dan Macam pada Lokus ILSTS028 spesifik yang ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel A, C, E dan K. spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel N, Q, S dan T, alel yang spesifik tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali. Hal ini menyebabkan tidak terdapat alel khusus di dalam populasi Buntut Bali sebagai penciri dari sapi Katingan dari Buntut Bali. spesifik dapat digunakan sebagai pembeda antara ketiga populasi (Sarbaini, 2004). Informasi mengenai jumlah, macam dan frekuensi alel sapi Katingan dan sapi lokal di Kabupaten Katingan pada lokus ILSTS028 dapat dilihat pada Tabel 4. alel tertinggi yang ditemukan pada lokus ILSTS028 dari ketiga populasi adalah alel H sebesar 0,1691. alel tertinggi terdapat pada sapi Bali, PO dan Limousin berturut-turut yaitu 0,2727 (alel L), (alel I, J, M dan P) dan 0,3333 (alel L dan R). Madura hanya memiliki dua jenis alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar. alel tertinggi pada masing-masing populasi dapat mengindikasikan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. genotipe tertinggi terdapat pada sapi Katingan, Bali dan Limousin berturut-turut yaitu HM (0,1176), (0,3636) dan LR (0,6667). Populasi sapi PO tidak memiliki nilai frekuensi genotipe tertinggi dikarenakan nilai frekuensi genotipe yang sama pada semua macam genotipe. 24 22

Tabel 4. Macam,, dan Lokus ILST028 pada Ketiga Populasi Katingan dan Lokal Lainnya di Kalimantan Tengah Populasi Katingan Jumlah Macam Macam 20 A 0,0147 BB 0,0147 B 0,0294 FG 0,0147 C 0,0074 AH 0,0294 D 0,0368 DH 0,0147 E 0,0074 FH 0,0147 F 0,0368 GH 0,0147 G 0,0735 BI 0,0147 H 0,1691 CI 0,0147 I 0,0735 DI 0,0147 J 0,0294 HI 0,0147 K 0,0074 BJ 0,0147 L 0,1397 DJ 0,0147 M 0,1324 HK 0,0147 N 0,0147 0,0294 O 0,0662 EL 0,0147 P 0,0515 FL 0,0147 Q 0,0221 GL 0,0882 R 0,0735 FM 0,0294 S 0,0074 GM 0,0294 T 0,0074 HM 0,1176 Bali 8 D E F G H I L N PO 8 B F I J M N P Limousin Madura U 4 C I L R 2 H N 0,1818 0,0455 0,0455 0,2727 0,3333 0,3333 HN FG EL FL GN HN HO IO BJ IM JM FN IP UP CI LR 0,0147 0,3636 0,3333 0,6667 HN 1,0000 2523

Lokus ILSTS052 Lokus ILSTS052 dari ketiga populasi sapi Katingan menghasilkan 13 macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, J, K, L, M dan N. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS052 disajikan pada Gambar 7. 300bp M 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 (-) 200bp 150bp 100bp CJ b CJ EL a EL FM a EL EL EL EL FM EL b FM a (+) Keterangan : M = Marker a = Bali b = PO Gambar 7. Penentuan Lokus ILSTS052 pada Katingan dan Lokal Lainnya Data mengenai jumlah alel dan frekuensi alel untuk masing-masing populasi dapat dilihat pada Tabel 5. Jumlah alel lokus ILSTS052 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 9, 10 dan 13 alel. Jumlah alel lebih banyak ditemukan pada populasi Pendahara. alel tertinggi yang ditemukan pada populasi Buntut Bali adalah alel C sebesar dan frekuensi alel terendah yang ditemukan pada populasi Pendahara adalah alel G, H, J, M dan N sebesar 0,0208. genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe CC sebesar 0,385, CC sebesar 0,258 dan CK sebesar 0,292. genotipe terendah pada populasi Buntut Bali adalah genotipe BB, dan FN sebesar dan pada populasi Tumbang Lahang adalah genotipe AA, DF, CH dan sebesar sedangkan pada populasi Pendahara adalah genotipe AA, CG, EH, CJ, DK, EL, FM dan FN sebesar. 26 24

Tabel 5. Macam,, dan Lokus ILSTS052 pada Populasi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi (n) Buntut Bali (13) Tumbang Lahang (31) Pendahara (24) dan Ukuran (pb) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) K (165) L (167) M (169) N (171) A (141) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) H (157) K (165) L (167) N (171) A (141) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) G (155) H (157) J (163) K (165) L (167) M (169) N (171) 0,0769 0,0769 0,1154 0,0769 3 0,0645 0,4355 3 0,0645 0,1129 0,0161 0,1129 0,0806 0,0484 0,0417 0,3125 0,0625 0,0417 0,0417 0,0208 0,0208 0,0208 0,0625 0,0208 0,0208 Keterangan : n = Jumlah sampel yang teramplifikasi pb = Pasang basa BB CC CK EM FN AA BB CC CF DF CH CK EL FN AA BB CC CG EH CJ CK DK EL FM FN 0,385 0,231 0,154 0,064 0,258 0,097 0,226 0,129 0,097 0,167 0,125 0,292 0,083 alel dan jenis alel pada lokus ILSTS052 sangat bervariasi dan beragam (Gambar 8). spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel G dan J, sedangkan pada populasi Buntut Bali dan Tumbang Lahang tidak ditemukan alel spesifik pada lokus ILSTS052. Hal ini menyebabkan populasi Buntut 27 25

Bali dan Tumbang Lahang tidak memiliki alel spesifik sebagai penciri dari sapi Katingan pada populasi tersebut. Macam Gambar 8. dan Macam Lokus ILSTS052 Berdasarkan Tabel 6, frekuensi alel C tertinggi pada lokus ILSTS052 dari ketiga populasi yaitu sebesar 0,4044. alel tertinggi pada sapi Bali dan PO berturut-turut yaitu 0,2727 (alel F) dan (alel C). Limousin hanya memiliki satu macam alel saja, sedangkan sapi Madura hanya terdapat dua macam alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar. Tinggi rendah frekuensi alel sapi Limousin dan sapi Madura tidak dapat dibandingkan. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang digunakan terbatas. alel tertinggi pada masing-masing populasi dapat menyatakan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. genotipe tertinggi pada sapi Katingan, Bali dan PO berturut-turut adalah CK sebesar 0,2500, serta CF, BF dan FM sebesar 0,1818 dan CC sebesar 0,3333. Limousin memiliki satu macam alel (alel B) dan sapi Madura memiliki satu macam genotipe (CF), sehingga kedua populasi sapi tersebut tidak memiliki nilai frekuensi genotipe tertinggi pada lokus ILSTS052. Informasi mengenai jumlah, macam alel, genotipe, frekuensi alel dan frekuensi genotipe pada sapi Katingan dan sapi lokal lainnya lokus ILSTS052 dapat dilihat pada Tabel 6. 28 26

Tabel 6. Macam,, dan Lokus ILSTS052 pada Populasi Katingan dan Lokal Lainnya di Kalimantan Tengah Populasi Katingan Jumlah Macam Macam 13 A 0,0294 AA 0,0294 B 0,1029 BB 0,1029 C 0,4044 CC 0,2353 D 0,0441 CF 0,0441 E 0,0588 DF 0,0147 F 0,0735 CG 0,0147 G 0,0074 CH 0,0147 H 0,0147 EH 0,0147 J 0,0074 CJ 0,0147 K 0,1324 CK 0,2500 L 0,0662 DK 0,0147 M 0,0221 0,0588 N 0,0368 EL 0,0735 EM 0,0294 FM 0,0147 FN 0,0735 CC 0,1818 0,2273 BF 0,1818 0,1364 FF 0,2727 EI 0,0455 CK 0,0455 EL 0,0455 EM 0,1364 FM 0,1818 Bali 8 B C E F I K L M PO 6 C D E J K L Limousin Madura CC CJ CK EL 0,3333 1 B 1,0000 - - 2 C F CF 1,0000 29 27

Lokus ILSTS056 Lokus ILSTS056 dari ketiga populasi sapi Katingan menghasilkan 19 macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, T dan U. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS052 disajikan pada Gambar 9. 300 bp M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 (-) 200 bp 160 bp 100 bp EK a CK CK CL CG KR EK KR GM FN GM GM (+) Keterangan : M = Marker a = Bali Gambar 9. Penentuan Lokus ILSTS056 pada Katingan dan Lokal Lainnya Jumlah alel dan frekuensi alel pada sapi Katingan pada setiap populasi dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah alel lokus ILSTS056 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 14, 15 dan 17 alel. alel tertinggi ditemukan pada populasi Buntut Bali yaitu alel M sebesar 0,2692 dan frekuensi alel terendah ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel B, O, Q dan U masing-masing sebesar 0,0167. genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe MO sebesar 0,154, serta DF, DK, CL,, FL, FM, GM, HM dan KT sebesar 0,067 dan FL sebesar 0,115. 30 28

Tabel 7. Macam,, dan Lokus ILSTS056 pada Populasi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi (n) Buntut Bali (13) Tumbang Lahang (30) dan Ukuran (pb) A (156) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) O (186) U (198) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) O (186) Q (190) T (196) U (198) 0,0769 0,1154 0,1154 0,2692 0,0769 0,0167 0,0500 0,1333 3 0,1333 0,0667 0,0500 0,0667 0,1000 0,1167 0,1333 0,0167 0,0167 0,0500 0,0167 AJ BJ CK JK FL DM EM FM GM HM MO KU DF GH BJ CJ DJ DK FK CL EL FL DM EM FM GM HM FO GQ JT KT KU 0,154 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 31 29

Populasi (n) Pendahara (26) dan Ukuran (pb) A (156) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) N (184) P (188) R (192) T (196) U (198) 0,0192 0,0577 0,0962 0,0962 0,0577 0,0577 0,1923 0,1346 0,0192 0,0192 0,0192 Keterangan : n = Jumlah sampel yang teramplifikasi pb = Pasang basa DF CG DH AJ BK CK DK EK GK CL FL HL EM FN JN GP KR KT LU 0,115 spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel N, P dan R. spesifik yang ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel Q. spesifik pada lokus ILSTS056 tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali, sehingga di dalam populasi Buntut Bali tidak terdapat alel spesifik sebagai penciri dari sapi Katingan. Semua macam alel ditemukan pada populasi Pendahara (kecuali alel N dan Q). Hal ini mengindikasikan populasi Pendahara memiliki keragaman yang tinggi dibandingkan dengan populasi Tumbang Lahang dan Buntut Bali (Gambar 10). alel dan jenis alel pada lokus ILSTS056 sangat bervariasi dan beragam (Gambar 10). 32 30

Macam Gambar 10. dan Macam Lokus ILSTS056 Informasi mengenai jumlah, macam dan frekuensi alel pada sapi Katingan dan sapi lokal lainnya lokus ILSTS056 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 8. alel tertinggi lokus ILSTS056 pada sapi Katingan yaitu alel K sebesar 0,1377. Keterbatasan sampel darah yang dianalisis menyebabkan Limosin dan sapi Madura hanya menunjukkan dua jenis alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar, sehingga pada sapi Limousin dan sapi Madura tidak dapat dibandingkan tinggi rendahnya frekuensi alel. alel tertinggi pada masingmasing populasi mengindikasikan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. genotipe pada sapi Katingan adalah FL sebesar 0,0869, sedangkan pada sapi Bali dan PO memiliki nilai frekuensi yang sama. Limousin dan Madura pada lokus ILSTS056 hanya memiliki satu macam genotipe karena sampel yang digunakan terbatas. 331

Tabel 8. Macam,, dan Lokus ILSTS056 pada Katingan dan Lokal lainnya di Kalimantan Tengah Populasi Katingan Jumlah Macam Macam 19 A 0,0217 DF 0,0434 B 0,0217 CG C 0,0507 DH D 0,1014 GH E 0,0362 AJ 0,0434 F 0,1087 BJ 0,0290 G 0,0580 CJ H 0,0435 DJ J 0,0725 BK K 0,1377 CK 0,0290 L 0,1087 DK 0,0580 M 0,1159 EK N FK O 0,0217 GK P 0,0072 Q 0,0072 R T 0,0362 U 0,0217 JK CL EL FL HL DM EM FM GM HM FN JN FO MO GP GQ KR JT KT KU LU 0,0434 0,0434 0,0869 0,0290 0,0434 0,0434 0,0434 0,0434 0,0290 0,0290 0,0580 0,0290 34 32

Populasi Jumlah Macam Bali 9 D E F H I J K L M PO 8 C D E I J K T U 2 D Limousin Madura I 2 A D 0,0455 0,1364 0,1364 0,1364 0,1364 0,0455 0,0455 Macam DH FH EI HI EK JK FL KM FP IS JT DI EI CJ DJ KT KU DI 1,0000 AD 1,0000 Nilai Heterozigositas Nilai Heterozigositas bervariasi antara 0,00 hingga 1,00. Nilai heterozigositas dari ketiga lokus yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Heterozigositas pada Populasi Katingan dan Lokal Lainnya dari Masing-masing Lokus Lokus Buntut Bali (ĥ) Populasi Katingan Tumbang Lahang Pendahara Bali PO Limousin Madura ILSTS028 1,00 0,97 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 ILSTS052 0,54 0,64 0,67 0,73 0,67 0 1,00 ILSTS056 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Rataan Heterozig ositas (Ĥ) 0,847 0,87 0,89 0,91 0,89 0,667 1,00 35 33

Nilai heterozigositas lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali dan Pendahara bernilai (ĥ) = 1,00; sedangkan nilai heterozigositas pada populasi Tumbang Lahang bernilai (ĥ) = 0,97. Hal ini membuktikan bahwa lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali dan Pendahara memiliki keragaman yang sangat tinggi dibandingkan dengan populasi Tumbang Lahang. Heterozigositas lokus ILSTS052 pada populasi Buntut Bali bernilai (ĥ) = 0,54; bernilai (ĥ) = 0,67 pada populasi Pendahara dan pada populasi Tumbang Lahang bernilai (ĥ) = 0,64. Heterozigositas lokus ILSTS056 pada ketiga populasi bernilai (ĥ) = 1,00. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga populasi tersebut memiliki keragaman genetik sangat tinggi. Heterozigositas pada sapi lokal lain pada umumnya bernilai (ĥ) = 1,00. Hal ini menunjukkan bahwa sapi-sapi lokal yang berada di Kalimantan Tengah memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Nilai heterozigositas pada sapi Limousin lokus ILSTS052 sebesar (ĥ) = 0. Hal ini disebabkan oleh hanya ditemukan satu macam alel (alel B) pada sapi Limousin lokus ILSTS052. Prahasta (2001) menyatakan bahwa semakin banyak sampel yang digunakan pada suatu lokus maka makin besar nilai heterozigositas. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini bahwa hanya lokus tertentu yang dapat menentukan tinggi rendahnya suatu nilai heterozigositas. Rataan heterozigositas pada masing-masing populasi yaitu sebesar 0,8462 (Buntut Bali), sebesar 0,8889 (Pendahara) dan sebesar 0,8710 (Tumbang Lahang). Takezaki dan Nei (1996) menekankan untuk mengukur suatu keragaman genetik dapat dilihat dari rataan heterozigositas pada lokus-lokus mikrosatelit yaitu antara 0,3 dan 0,8. Peneletian ini telah sesuai dengan kriteria tersebut. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari masing-masing lokus dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari Populasi Katingan dan Lokal Lainnya No. Lokus Jumlah Sampel (n) Heterozigositas (ĥ) 1 ILSTS028 89 0,989 2 ILSTS052 89 0,629 3 ILSTS056 90 1,000 Rataan Heterozigositas (Ĥ) 0,873 Nilai heterozigositas pada lokus ILSTS028 sebesar (ĥ) = 0,989, lokus ILSTS052 sebesar (ĥ) = 0,629 dan lokus ILSTS056 sebesar (ĥ) = 1,000. Tabel 10 menunjukkan bahwa lokus ILSTS056 memiliki nilai heterozigositas (ĥ) tertinggi 3634

dibandingkan dengan kedua lokus lainnya. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari semua lokus memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 0,873. Rataan heterozigositas (Ĥ) yang tinggi pada populasi menunjukkan bahwa sapi-sapi tersebut mengandung alel-alel sapi lain (Abdullah, 2008). Informasi mengenai Rataan Heterozigositas (Ĥ) pada beberapa bangsa sapi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Informasi Mengenai Rataan Heterozigositas (Ĥ) pada Beberapa Bangsa di Indonesia Bangsa Ternak Lokus (Ĥ) Referensi Pesisir 6 lokus 0,86 Harmayanti (2004) Bali 16 lokus 0,33 Winaya et al. (2007) Madura 16 lokus 0,31 Winaya et al. (2007) PO 6 lokus 0,73 Abdullah (2008) Aceh 16 lokus 0,62 Abdullah (2008) Katingan 15 lokus 0,56 Utomo (2011) Katingan* 3 lokus 0,87 Hasil Penelitian Keterangan: (*) = Terdiri atas Katingan, Bali, PO, Madura dan Limousin 37 35