PENGARUH PEJANTAN TERHADAP KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT DARI LOKUS CSN-3, BM 143, BM 415 DI KROMOSOM BTA-6

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEJANTAN TERHADAP KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT DARI LOKUS CSN-3, BM 143, BM 415 DI KROMOSOM BTA-6"

Transkripsi

1 PENGARUH PEJANTAN TERHADAP KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT DARI LOKUS CSN-3, BM 143, BM 415 DI KROMOSOM BTA-6 C. SUMANTRI 1, A. ANGGRAENI 2. dan A. FARAJALLAH 3 1 Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor 2 Balai Penelitian Ternak, Jl. Veteran III PO Box 221 Ciawi, Bogor Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, IPB, Bogor ABSTRAK Tiga mikrosatelit DNA meliputi lokus CSN-3, BM 143 dan BM 415 yang terletak pada kromosom 6 (BTA-6) digunakan untuk mendeteksi pengaruh pejantan baik pada keragaman DNA mikrosatelit dan nilai pemuliaan (NP) produksi susu sapi Friesian Holstein (FH) di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Baturraden. Sejumlah kegiatan penelitian mencakup pengambilan sampel darah sapi laktasi, ekstraksi DNA (SAMBROOK et al., 1989) yang dimodifikasi, amplifikasi fragment DNA dengan PCR (polymerase chain reaction), genotiping dan identifikasi alel. Penghitungan frekuensi genotipe dan alel berdasarkan NEI. Proporsi genotipe dan alel dari ketiga lokus CSN-3, BM 143 dan BM 415 pada BTA-6 dipengaruhi oleh pejantan. Keragaman DNA mikrosatellit pada tiga lokus yang diamati memperlihatkan bahwa: lokus CSN 3 mempunyai genotipe AC pada klasifikasi NP tinggi (21,43%) lebih tinggi dari NP sedang (10,53%), lokus BM 143 mempunyai genotipe BB hanya pada NP tinggi (6,67%), dan lokus BM 415 mempunyai genotipe BB (20%) hanya pada NP rendah. Kata kunci: DNA mikrosatelit, sapi FH, nilai pemuliaan PENDAHULUAN Pendekatan yang lebih sistematis untuk menemukan gen pengontrol produksi susu dapat dilakukan antara lain dengan membuat peta QTL (Quantitative Traits Loci) yakni dengan mempelajari keterkaitan gen (linkage gen) dan mengkoleksi penciri genetik pada keseluruhan kromosom (genom). Studi menggunakan desain grant-daughter dilaporkan telah berhasil menemukan lima kromosom yang mempengaruhi produksi susu, lemak, dan protein (GEORGES et al., 1995). Kemudian satu QTL berhasil dipetakan pada kromosom 6 termasuk haplotipa kasein. Penelitian selanjutnya (ASHWELL et al., 1998) telah pula berhasil mengidentifikasi penciri genetik BM 415 dan BP 7 pada kromosom 6 dan BM 6425 pada kromosom 14 yang diidentifikasi memiliki pengaruh langsung pada persentase protein, sedangkan BM 719 pada kromosom 16 memiliki pengaruh langsung dengan lama sapi berproduksi susu. Mikrosatelit CSN3 kelompok gen kasein dilaporkan berhubungan dengan produksi susu, persentase lemak dan kg lemak (VELMALA et al., 1995). BM 143 terletak pada kromosom yang sama dan berjarak 31 cm dari CSN3 (BISHOP et al., 1994). Lokus TGLA37 pada posisi 9 cm dari BM143 dan 22 cm dari CSN3 berpengaruh terhadap produksi susu persentase lemak dan protein (GEORGES et al., 1995 dan KUHN et al., 1996). Sejumlah penelitian awal yang ditujukan untuk mengetahui keragaman pada tingkat molekuler genetik telah dilakukan pada sapi FH di BPTU Baturraden. Sebagai contoh, RAHMANI et al. (2004) melakukan pengamatan terhadap keragaman satu gen (lokus) hormon pertumbuhan dan melaporkan ditemukan 4 alel dengan frekuensi A(0,21), B(0,09), C (0,04) dan D (0,66). SUMANTRI et al., 2004 yang mempelajari keragaman gen κ-kasein pada sapi FH di BPTU Baturraden melaporkan polimorfisme gen κ-kasein mempunyai frekuensi alel A (0,47) dan B (0,53) dengan komposisi genotipe AA (0,21), AB(0,53) dan BB (0,26). Dilaporkan lebih jauh bahwa genotipe BB sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap kadar protein susu (SUMANTRI et al., 2005). Keragaman DNA mikrosatelit pada delapan lokus dari populasi sapi yang sama dilaporkan dalam studi selanjutnya (SUMANTRI et al., 2006). Hasil menunjukkan adanya keragaman (genotipe dan alel) yang tinggi pada 182

2 kedelapan lokus yang diamati. Dari 33 alel yang terdeteksi menunjukkan lima alel pada BM 143 dan BM 4208; empat alel pada BM415; CSN3; ETH225; BM1237 dan BM888 dan tiga alel pada BP 31. Ada 14 alel dari 33 alel terdeteksi kemungkinan alel spesifik sapi perah di Baturaden. Heterozigositas per lokus (h) paling rendah untuk lokus BM415 dan tertinggi untuk lokus BM888. Rataan heterozigositas (H) untuk kedelapan lokus sebesar Genotipe BB pada lokus BM 143 dan genotipe AC pada lokus CSN-3 berpengaruh nyata terhadap nilai pemuliaan produksi susu. Salah satu penyebab tingginya keragaman genetik tersebut diperkirakan akibat dari pengaruh pajantan yang dipakai sebagai sumber genetik dalam perkawinan IB dari populasi sapi FH betina di BPTU Baturraden. Dengan demikian diperlukan penelitian lanjutan dengan memfokuskan pengamatan kontribusi pejantan (FH impor) terhadap proporsi genotipe dan nilai pemuliaan (NP) untuk produksi susu sapi FH betina laktasi di BPTU Baturraden. METODE PENELITIAN Sapi FH pengamatan Sejumlah 99 ekor sapi betina FH yang sedang berlaktasi di BPTU Baturaden diambil sampel darahnya untuk dianalisa genotipe DNA mikrosatelitnya. Sapi tersebut sudah dievaluasi NP produksi susunya selama pengamatan produksi 10 tahun ( ) oleh Tim Peneliti Pusat Penelitian Peternakan (ANGGRAENI et al., 2000). Ekstrasi DNA Setiap sampel darah dimasukkan ke dalam tabung falcon, disentrifugasi 3500 rpm selama 10 menit sehingga terbentuk tiga lapisan yaitu plasma darah, buffy coat (lapisan sel darah putih berinti) dan sel darah merah. Buffy coat dipindahkan ke tabung 1,5 ml yang akan digunakan sebagai sumber DNA. Ekstrasi DNA dilakukan menurut SAMBROOK et al., (1989) yang di modifikasi. Analisa PCR Analisa PCR dilakukan dengan cara sebagai berikut: 2 μl 50 ng sampel DNA, 0,25 μl primer mikrosatelit dan kondisi suhu annealing PCR untuk setiap primer disajikan dalam (Tabel 1). 1,25 μl mm MgCl2, 1 μl 2 mm dntps dan 0,25 μl 4 unit Ampli Taq gold DNA polimerase dan ditambah 7,75 μl millique water steril sampai total volume 12,75 μl. Tabung tersebut dimasukkan ke dalam mesin PCR TaKaRa thermocycler MP4. Genotiping dilakukan dengan memisahkan produk PCR menggunakan teknik elektroforesis gel poliakrilamid 5-8% dalam bufer 1xTBE (Tris 0.5 M, asam borat 0.65 M, EDTA 0.02M) yang kemudian diikuti dengan pewarnaan sensitif perak. Analisa data Frekuensi masing-masing alel setiap lokus mikrosatelit dihitung berdasarkan rumus NEI (1987): 2 n ii + n ij j X i i = ( 2 N ) Keterangan: X i = frekuensi alel lokus ke-i n ij = jumlah individu untuk genotipe A i A j n ii = jumlah individu untuk genotip A i A i N = julah sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pejantan terhadap proporsi genotipe dan alel Selama kurun waktu 12 tahun ( ) ada 21 pejantan yang semen bekunya dipakai untuk inseminasi buatan (IB) di BPTU Baturraden dan 10 diantaranya mempunyai anak lebih dari lima ekor (Tabel 1). 183

3 Tabel 1. Semen beku yang dipergunakan di BPTU Baturraden pada periode No. Nomor pejantan Asal Negara Semen beku Nilai pemuliaan Jumlah anak (%) New Zealand BIB Lembang TT 3 2, USA BIB Singosari - 2 1, TT TT TT 3 2, TT TT TT 2 1,4 5. P183 Jepang Impor ,4 6. P237 Jepang Impor , TT TT TT 2 1,4 8 FB2998 Jerman Impor ,7 9 15H297 TT TT TT 5 3, H530 TT TT TT 9 6, H628 TT TT TT 5 3,6 12 P145 Jepang Impor ,2 13 P543 Jepang Impor ,6 14 P142 Jepang Impor ,2 15 P248 Jepang Impor ,7 16. P521 Jepang Impor , N Jepang Impor , H6539 TT TT TT 8 5,7 19. P1078 TT TT TT 5 3,6 20. P542 TT TT TT 7 5, H8280 TT TT TT 2 1,4 Gambar 1. Pola elektroforesis lokus CSN3 individu No 571 (genotipe AD), No 572 (genotipe AC), No 580 (genotipe AB), No 586 dan No 588 (genotipe BD) Jumlah pejantan yang dipakai pada penelitian ini ada empat ekor meliputi: P.543 dengan nilai pemuliaan (NP +990) dan proporsi pemakaian 26,6% (mempunyai 37 ekor anak), disusul P 183 dengan nilai pemuliaan (NP +1444) dan proporsi pemakaian 14,4% (mempunyai anak 20 ekor), tetapi yang 2 ekor lainnya P21H530 dan P9H628 tidak tersedia informasi baik nilai pemuliaan maupun proporsi pemakaiannya (3,6-6,5%). Pola elektroforesis CSN 3 dapat dilihat pada Gambar 1. Individu No 571 bergenotipe 184

4 AD, No 572 bergenotipe AC, No 580 bergenotipe AB, No 586 dan No 588 bergenotipe BD. Untuk lokus BM 143 dan BM 415 dapat dilihat pada SUMANTRI et al. (2006). Proporsi genotipe dan alel dari setiap lokus pada kelompok tetua jantan yang berbeda diperlihatkan pada Tabel 2. Pada lokus CSN 3 genotipe AD dan BD umum ditemukan pada semua pejantan dengan proporsi yang bervariasi. Genotipe AC (25%) dan AB (10%) hanya ditemukan pada pejantan P 183. Alel A, B dan D umum ditemukan pada semua pejantan, kecuali alel C (12,5%) hanya ditemukan pada pejantan P 183. Pada lokus BM 143 genotipe BC, CD dan CE umum ditemukan pada semua pejantan dengan proporsi bervariasi. Genotipe BD ditemukan di tiga pejantan lainnya kecuali pada pejantan P9H628. Genotipe AB hanya ditemukan pada pejantan P543 (7,69%) dan pejantan P9H628 (14,29%), genotipe BB (4,35%) hanya ditemukan pada pejantan P183. Alel B,C,D, dan E umum ditemukan di semua pejantan, kecuali alel A hanya ditemukan pada pejantan P543 (3,85%) dan pejantan P9H628 (7,14%). Pada lokus BM 415 genotipe BD umum ditemukan di semua pejantan dengan proporsi bervariasi, genotipe AA ditemukan di tiga pejantan kecuali P 543, AB umum ditemukan kecuali di pejantan P 183 dan AC umum ditemukan kecuali pada pejantan P9H628 dan BB ditemukan hanya pada pejantan P21H530 (20,00%) dan P543 (5,26%). Alel A, B, dan D umum ditemukan pada semua pejantan, alel C ditemukan pada tiga pejantan kecuali pada P9H628. Hasil tersebut menunjukkan terdapat variasi yang diakibatkan oleh penggunaan pejantan. SUMANTRI et al. (2006) melaporkan nilai heterozigositas per lokus (ĥ) untuk BM 143 (0,6756) lebih tinggi dari CSN3 (0,6572) dan BM 415 (0,6151). Nilai heterozigositas merupakan cara yang paling akurat untuk mengukur variasi genetik suatu populasi (NEI dan KUMAR 2000). Tabel 2. Proporsi genotipe dan frekuensi alel dari DNA mikrosatelit lokus CSN3, BM 143 dan BM 415 (BTA-6) berdasarkan pejantan berbeda Pejantan (jumlah anak) P543 (21/23/19) P183 (23/17/17) P21H530 (10/910) P9H628 (8/7/7) CSN3 BM 143 BM 415 Genotipe Alel Genotipe Alel Genotipe Alel AD (69,23) BD (30,77) AC (25,00) AD (50,00) BD (15,00) AD (40,00) BD (50,00) AD (12,5) BD (87,50) A (34,62) B (15,38) D (50,00) A (42,50) B (12,50) C (12,50) D (32,50) A (25,00) B (30,00) D (45,00) A (6,25) B (43,75) D (50,00) AB (7,69) BC (46,15) BD (23,08) CD (7,69) CE (15,39) BB (4,35) BC (60,87) BD (17,39) CD (4,35) CE (13,04) BC (11,11) BD (33,34) CD (11,11) CE (44,44) AB (14,29) BC (42,86) CD (14,29) CE (28,56) A (3,85) B (38,46) C (34,62) D (15,38) E (7,69) B (43,48) C (39,13) D (10,87) E (6,52) B (22,22) C (33,34) D (22,22) E (22,22) A (7,14) B (28,57) C (42,86) D (7,14) E (14,29) AB (5,26) AC (21,05) BB (5,26) BD (68,43) AA (5,88) AC (5,88) BD (88,24) AA (10,00) AC (10,00 BB (20,00) BC (10,00 BD (40,00) AA (14,29) AB (28,57) BD (57,14) A (13,16) B (42,11) C (10,52) D (34,21) A (8,82) B (44,12) C (2,94) D (44,12) A (20,00) B (50,00) C (10,00) D (20,00) A (28,57) B (42,86) D (28,57) 185

5 Hubungan genotipe mikrosatelit DNA dengan produksi susu Laporan sejumlah penelitian yang banyak dilakukan pada populasi sapi perah di daerah iklim temperate telah mengindikasikan adanya pengaruh yang jelas dari genotipe mikrosatelit DNA terhadap produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Sebagai contoh RON et al. (1994) yang melakukan pengamatan pada Sapi FH Israel dengan menggunakan 10 mikrosatelit DNA melaporkan mikrosatelit D21S4 berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi susu dan protein. Dengan menggunakan 159 mikrosatelit DNA yang tersebar pada genom sapi perah, GEORGES et al. (1995) mengidentifikasi bahwasanya QTL produksi susu terletak menyebar pada lima kromosom yaitu kromosom no 1, 6, 9, 10 dan 20, namun hasil pengamatan QTL memberikan pengaruh sangat bervariasi pada produksi susu, persentase protein dan lemak. Studi lain (ASWHELL et al., 1997) membuktikan QTL untuk produksi susu terletak pada kromosom nomor 21 dengan mikrosatelit BM103 berpengaruh nyata (P<0,01) pada persentase lemak dan protein, sedangkan mikrosatelit BM 3413 berpengaruh nyata (P<0,01) pada produksi lemak dan protein. Selanjutnya studi lain pada mikrosatelit TGLA 153, AGLA 29, dan BM 5004 yang terletak pada kromosom nomor 20 menunjukkan adanya korelasi yang erat dengan persentase protein dan persentase lemak (ARRANZ et al. (1998). Tabel 3. Proporsi genotipe dan frekuensi alel lokus BTA 6 berdasarkan klasifikasi nilai pemuliaan tertaksir EBV berbeda Klas NP Tinggi (> 100) AB (7,14) AC (21,43) AD (57,14) BD (14,29) Sedang (0-100) AB (10,53) AC(10,53) AD (57,89) BD (21,05) Rendah (< 0) AB (2,94) AD(55,88) BD (41,18) CSN3 BM 143 BM 415 Genotipe Alel Genotipe Alel Genotipe Alel A (42,8) B (10,71) C (10,71) D (35,72) A (39,47) B (15,79) C (5,27) D (39,47) A (29,41) B (22,06) D (48,53) BB (6,67) BC (66,67) CE (26,88) AB (4,76) BC (76,19) BD (14,29) CD (4,76) AB (8,11) BC (43,24) BD (24,32) CD (10,81) CE (13,52) B (40,0) C (46,67) E (13,33) A (2,38) B (47,62) C (40,48) D (9,52) A (4,05) B (37,84) C (33,78) D (17,57) E (6,76) AB (14,29) BC (7,14) BD (78,57) AB (5,88) BC (17,65) BD (76,47) AA (6,67) AC (3,33) BB (20,00) BD (60,00) A (7,14) B (50,00) C (3,57) D (39,29) A (2,94) B (50,00) C (3,57) D (39,29) A (13,33) B (55,00) C (1,67) D (30,00) Tabel 3 memperlihatkan genotipe AC pada lokus CSN 3 klasifikasi NP tinggi (21,43%) lebih tinggi dari NP sedang (10,53%) dan tidak ditemukan pada NP rendah. Genotipe AB, AD dan BD umum ditemukan pada semua klasifikasi dengan proporsi bervariasi. Alel A,B dan D umum ditemukan dengan proporsi bervariasi, kecuali alel C hanya ditemukan pada klasifikasi NP tinggi (10,71%) dan klasifikasi NP sedang (5,27%). Genotipe BC pada lokus BM 143 umum ditemukan pada semua klasifikasi dengan proporsi bervariasi, genotipe AB, BD dan CD ditemukan pada klasifikasi sedang dan rendah dengan proporsi bervariasi dan genotipe CE ditemukan pada klasifikasi EBV tinggi (26,88%) dan klasifkasi NP rendah (13,52%) dan BB hanya muncul pada klasifikasi NP tinggi (6,67%). Alel B dan C umum ditemukan pada semua klasifikasi dengan proporsi bervariasi, alel A dan D hanya ditemukan pada klasifikasi sedang dan rendah dan alel E hanya ditemukan pada klasifikasi tinggi (13,33%) dan klasifikasi rendah (6,76%). Hal ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilaporkan oleh SUMANTRI et al. (2006) dari delapan lokus mikrosatelit yang di uji, hanya dua menunjukkan adanya hubungan yang positif 186

6 antara genotipe BB pada lokus BM 143 dan genotipe AC pada lokus CSN-3 dengan nilai pemuliaan produksi susu. Genotipe AB dan BD umum ditemukan pada semua klasifikasi dengan proporsi bervariasi, genotipe BC hanya ditemukan pada klasifikasi tinggi (7,14%) dan klasifikasi sedang (17,65%) dan genotipe AC (3,33%) dan BB (20%) hanya ditemukan pada klasifikasi NP rendah. Alel A,B, C dan D umum ditemukan pada semua klasifikasi dengan proporsi yang bervariasi. KESIMPULAN Keragamnan genotipe dan alel dari ketiga lokus CSN-3, BM 143 dan BM 415 pada BTA- 6 dari polupasi sapi FH BPTU Baturraden dipengaruhi oleh pejantan IB dengan proporsi keragaman dari ketiga lokus tersebut ditemuka bervariasi antara pejantan. Keragaman DNA mikrosatelit pada tiga lokus yang diamati memperlihatkan bahwa: lokus CSN 3 mempunyai genotipe AC dengan proporsi relatif tinggi untuk NP produksi susu tinggi, sedangkan lokus BM 143 mempunyai genotipe BB dengan proporsi relatif tinggi untuk NP produksi susu tinggi (6,67%), sebaliknya lokus BM 415 mempunyai genotipe BB hanya pada NP rendah. DAFTAR PUSTAKA ANGGRAENI, A Identifikasi Keunggulan Genetik Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland sebagai Penghasil Sapi Perah Bibit. Laporan Balitnak Tahun 1999 dan Bogor. ARRANZ, J.J. COPPIETERS, W. BERZI, P. CAMBISANO, N. GRISART, B. KARIM,L. MARCQ, F. MOREAU, L. MEZER, C., RIQUET, J. SIMON, P., VANMANSHOVEN, P. WAGENAAR, D. and GEORGES, M A QTL Affecting Milk Yield and Composition Maps to Bovine Chromosome 20: a Confirmation. Animal Genetics. 28: ASWELL, M.S., REXROAD. JR, C.E., MILLER, R.H., and VANRADEN, P.M Detection of Loci Affecting Production and Health Traits in an Elite US Holstein Population Using Microsatellite Markers. Animal Genetics. 28: BAWDEN, W.S. and NICHOLAS, K.R Molecular Genetics of Milk Production: In The Genetics of Cattle Edited: R. FRIES and A. RUVINSKY. CAB International. New York. USA. BISHOP, MD., KAPPES, SM., KEELE JW, STONE RT, SUNDEN SLF, HAWKINS GA, TOLDO, SS, FRIES, R., GROSZ, MD., YOO J and BEATTIE CW A Genetic Linkage Map for Cattle. Genetics 136: GEORGES, M., NIELSON, D., and MACKINNON M Mapping Quantitative Trait Loci Controlling Milk Production in Dairy Cattle by Exploiting Progeny Testing. Genetics KUN, CH., FREYER, G., WEIKARD, R. GOLDAMMER, T and SCHWERIN, M Detection of QTL for Milk Production Traits in Cattle by Application of Specifically Developed Marker Map of BTA6. Animal Genetics. 30: NEI. M Molecular Evolutionary Genetics. Columbia University Press. New York. NEI, M, and KUMAR. S Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford University Press. Inc. New York. RAHMANI, N., MULADNO, dan SUMANTRI, C Analisis Polimorfisme Gen Bovine growth hormone (bgh) pada Sapi Perah Friesian Holstein di BPTU Baturraden. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus RON, M., BAND, M., YANAI, A. and WELLER J.J Mapping Quantitative Trait Loci with DNA Microsatellite in a Commercial Dairy Cattle Population. Animal Genetics 25: SAMBROOK, J., FRITSCH, E.F., and MANIATIS T Molecular Cloning Laboratory Manual 3 rd Ed. Cold Spring Harbour Lab. Press. New York. SUMANTRI, C., ANGGRAENI, A., MAHESWARI, R.R.A., DIWYANTO, K., FARAJALLAH, A. dan BRAHMANTIYO, B Frekuensi Gen Kappa Kasein (κ-kasein) pada Sapi Perah FH berdasarkan Produksi Susu di BPTU Baturraden.Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus SUMANTRI, C., MAHESWARI, R.R.A., ANGGRAENI, A., DIWYANTO, K., dan FARAJALLAH, A Pengaruh Genotipe Kappa Kasein (κ-kasein) terhadap Kualitas Susu pada Sapi Perah FH di BPTU Baturraden.Prosiding Seminar Nasional 187

7 Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, September SUMNATRI, C., PERWITASARI, D., FARAJALLAH, A. dan A. ANGGRAENI Keragaman DNA Mikrosatelit Sapi Fries Holstein (FH) di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Perah Baturraden. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5-6 September VELMALA, R., VILKKI,J., ELO,K. DEKONING, D.J. and MAKI-TANILA, A. V A Search for Quantitative Trait Loci for Milk Production Traits on Chromosome 6 in Finnish Ayrshire Cattle. Animal Genetics. 30:

KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) SAPI PERAH BATURRADEN

KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) SAPI PERAH BATURRADEN KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) SAPI PERAH BATURRADEN (Microsatellite DNA Variation of Holstein Friesian (HF) Dairy Cattle in BPTU Baturraden)

Lebih terperinci

Keragaman Mikrosatelit DNA Sapi Perah Friesian-Holstein di Balai Pembibitan Ternak Unggul Baturaden

Keragaman Mikrosatelit DNA Sapi Perah Friesian-Holstein di Balai Pembibitan Ternak Unggul Baturaden SUMANTRI et al.: Keragaman mikrosatelit DNA sapi perah Friesian-Holstein di BPTU Baturraden Keragaman Mikrosatelit DNA Sapi Perah Friesian-Holstein di Balai Pembibitan Ternak Unggul Baturaden C. SUMANTRI

Lebih terperinci

FREKUENSI GEN κ-kasein FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH SENTRA PRODUKSI SUSU

FREKUENSI GEN κ-kasein FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH SENTRA PRODUKSI SUSU FREKUENSI GEN κ-kasein FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH SENTRA PRODUKSI SUSU (The Frequency of κ-casein Gene of Holstein-Friesian in Dairy Central Region) C. SUMANTRI 1, 4, A. ANGGRAENI 2,4 dan A. FARAJALLAH

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

FREKUENSI GEN KAPPA KASEIN (κ-kasein) PADA SAPI PERAH FH BERDASARKAN PRODUKSI SUSU DI BPTU BATURRADEN

FREKUENSI GEN KAPPA KASEIN (κ-kasein) PADA SAPI PERAH FH BERDASARKAN PRODUKSI SUSU DI BPTU BATURRADEN FREKUENSI GEN KAPPA KASEIN (κ-kasein) PADA SAPI PERAH FH BERDASARKAN PRODUKSI SUSU DI BPTU BATURRADEN (The Frequency of κ-casein Gene of Holstein-Friesian (HF) Dairy Cattle Based on Milk Production in

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 serta masing-masing lokus menganalisis 70 sampel DNA. Hasil amplifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP (Exon 3 Growth Hormone Gene Exploration in Etawah Grade, Saanen and Pesa by PCR-SSCP Method)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

Karakterisasi Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya Dengan Bobot Badan pada Sapi Aceh

Karakterisasi Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya Dengan Bobot Badan pada Sapi Aceh Karakterisasi Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya Dengan Bobot Badan pada Sapi Aceh Sari EM¹, Yunus M 1, Jianlin H 2, Muchti 3 1 Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah

Lebih terperinci

KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH

KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah Nasional Industri persusuan sapi perah nasional mulai berkembang pesat sejak awal tahun 1980. Saat itu, pemerintah mulai melakukan berbagai usaha

Lebih terperinci

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60 BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP Identification of β-casein Gene Variability (CSN2) in Etawah Grade, Saanen and

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

PENGARUH GENOTIPE KAPPA KASEIN (κ-kasein) TERHADAP KUALITAS SUSU PADA SAPI PERAH FH DI BPTU BATURRADEN

PENGARUH GENOTIPE KAPPA KASEIN (κ-kasein) TERHADAP KUALITAS SUSU PADA SAPI PERAH FH DI BPTU BATURRADEN PENGARUH GENOTIPE KAPPA KASEIN (κ-kasein) TERHADAP KUALITAS SUSU PADA SAPI PERAH FH DI BPTU BATURRADEN (The Effect of κ-casein Genotype on Milk Quality of Holstein-Friesian (HF) Dairy Cattle in BPTU Baturraden)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN DARI DAYA PEWARISAN PRODUKSI SUSU PEJANTAN FRIESIAN-HOLSTEIN

PEMERIKSAAN INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN DARI DAYA PEWARISAN PRODUKSI SUSU PEJANTAN FRIESIAN-HOLSTEIN PEMERIKSAAN INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN DARI DAYA PEWARISAN PRODUKSI SUSU PEJANTAN FRIESIAN-HOLSTEIN IMPOR YANG DIPAKAI SEBAGAI SUMBER BIBIT PADA PERKAWINAN IB Y. KAMAYANTI 1, A. ANGGRAENI 2 dan PALLAWARUKKA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan

Lebih terperinci

BAB 6. Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO

BAB 6. Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO BAB 6 Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO Dalam usaha pertenakan, sifat pertumbuhan selalu menjadi perhatian utama dalam pemuliaan sebagai penentu nilai ekonomi. Dengan perkembangan biologi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN κ-kasein UNTUK SELEKSI PADA SAPI PERAH

IDENTIFIKASI GEN κ-kasein UNTUK SELEKSI PADA SAPI PERAH IDENTIFIKASI GEN κ-kasein UNTUK SELEKSI PADA SAPI PERAH (Gen κ-kasein Identification for Dairy Cattle Selection) HASANATUN HASINAH dan BESS TIESNAMURTI Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO

BAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO BAB 7 Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO Beberapa kajian dilaporkan bahwa genotip Msp1+/+danMsp1+/- dapat digunakan sebagai gen kandidat dalam seleksi ternak sapi untuk program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS CSSM066, ILSTS029 DAN ILSTS061 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI REVY PURWANTI

IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS CSSM066, ILSTS029 DAN ILSTS061 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI REVY PURWANTI IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS CSSM066, ILSTS029 DAN ILSTS061 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI REVY PURWANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml.

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Contoh darah diambil dari koleksi contoh yang tersedia di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Ternak Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sapi Bali Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil domestikasi banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN ATP BINDING CASSETTE (ABCG2 PstI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DENGAN METODE PCR-RFLP WINDA TRISTIA NOVITASARI

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN ATP BINDING CASSETTE (ABCG2 PstI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DENGAN METODE PCR-RFLP WINDA TRISTIA NOVITASARI IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN ATP BINDING CASSETTE (ABCG2 PstI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DENGAN METODE PCR-RFLP WINDA TRISTIA NOVITASARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Performa Bobot Badan pada Domba Lokal

Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Performa Bobot Badan pada Domba Lokal Media Peternakan, April 2008, hlm. 1-13 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 31 No. 1 Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Performa Bobot Badan pada Domba

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Alel Protein Darah Hasil penelitian terhadap protein plasma darah didapatkan hasil elektroforesis pita protein muncul ada lima lokus, yaitu Albumin (Alb), Post albumin (Pa),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BONE DENGAN MENGGUNAKAN MARKER MIKROSATELIT LOKUS INRA035

IDENTIFIKASI TINGKAT KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BONE DENGAN MENGGUNAKAN MARKER MIKROSATELIT LOKUS INRA035 IDENTIFIKASI TINGKAT KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BONE DENGAN MENGGUNAKAN MARKER MIKROSATELIT LOKUS INRA035 (Identification of Genetic Purity Bali Cattle In Bone Province using INRA035 Locus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi

Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(3) : 244-251 ISSN : 2301-7848 Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi CHARACTERISTICS OF D10S1432

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK Dian Sofi Anisa, Moh. Amin, Umie Lestari Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Karakterisasi Sumber Daya Genetik Itik Bayang Berdasarkan Marka Mikrosatelit Lokus CMO211 dan Lokus AY295

Karakterisasi Sumber Daya Genetik Itik Bayang Berdasarkan Marka Mikrosatelit Lokus CMO211 dan Lokus AY295 Karakterisasi Sumber Daya Genetik Itik Bayang Berdasarkan Marka Mikrosatelit Lokus CMO211 dan Lokus AY295 Genetic Resources Characterisation of Bayang Duck Based on Microsatelite Marker Of CMO211 and AY295

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Sapi Perah FH di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Sapi Perah FH di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Sapi Perah FH di Indonesia Sapi perah merupakan hasil domestikasi dari Bos taurus primigenius sekitar 2000 tahun yang lalu (Anderson & Kiser 1966; Mason 1984; Gillespie 1992).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi memiliki peran utama dalam evolusi kebudayaan manusia dan penting dalam segi ekonomi. Semua ternak sapi saat ini diperkirakan telah di domestikasi dari Bos

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN RESEPTORNYA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKSI SUSU KUMULATIF PARSIAL PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI SENTRA PRODUKSI JAWA BARAT RESTU MISRIANTI SEKOLAH

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

Verifikasi Kontrol Gen Kappa Kasein pada Protein Susu Sapi Friesian- Holstein di Daerah Sentra Produksi Susu Jawa Barat

Verifikasi Kontrol Gen Kappa Kasein pada Protein Susu Sapi Friesian- Holstein di Daerah Sentra Produksi Susu Jawa Barat Verifikasi Kontrol Gen Kappa Kasein pada Protein Susu Sapi Friesian- Holstein di Daerah Sentra Produksi Susu Jawa Barat ANNEKE ANGGRAENI 1, C. SUMANTRI 2, A. FARAJALLAH 3 dan E. ANDREAS 4 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN Produksi Susu Sapi Keturunan Pejantan Impor....Deden Dzul Fadil UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN MILK PRODUCTION TEST OF FRIESIEN HOLSTEIN DAIRY

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ALEL PEMBAWA BOVINE LEUCOCYTE ADHESION DEFICIENCY (BLAD) PADA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI INDONESIA

IDENTIFIKASI ALEL PEMBAWA BOVINE LEUCOCYTE ADHESION DEFICIENCY (BLAD) PADA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI INDONESIA IDENTIFIKASI ALEL PEMBAWA BOVINE LEUCOCYTE ADHESION DEFICIENCY (BLAD) PADA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI INDONESIA (Identification of Bovine Leucocyte Adhesion Deficiency (BLAD) on Friesian Holstein

Lebih terperinci

Polimosfisme Lokus Mikrosatelit BM1329 dan Hubungannya dengan Calving Interval pada Sapi Bali

Polimosfisme Lokus Mikrosatelit BM1329 dan Hubungannya dengan Calving Interval pada Sapi Bali Polimosfisme Lokus Mikrosatelit BM1329 dan Hubungannya dengan Calving Interval pada Sapi Bali The Polymorphism of the Microsatellite BM1329 Locus and Its Association with Calving Interval in Bali Cattle

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN

PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN (Ability of Imported FH Bulls in Transmitting Milk Yield Trait to Their Female Offspring at BBPTU Baturraden) Yustisi

Lebih terperinci

BAB 5. Deteksi Pewarisan Gen GHKaitan Teori Mendel Pada Populasi Sapi PO

BAB 5. Deteksi Pewarisan Gen GHKaitan Teori Mendel Pada Populasi Sapi PO BAB 5 Deteksi Pewarisan Gen GHKaitan Teori Mendel Pada Populasi Sapi PO Hormon pertumbuhan (Growth hormone, GH) merupakan hormone anabolic yang disintesis dan disekresikan oleh sel somatotrof pada lobus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia. Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius yang

Lebih terperinci

Variasi Genetik Itik Bayang Berbasis Marka Mikrosatelit Pada Lokus AY287 dan Lokus AY283

Variasi Genetik Itik Bayang Berbasis Marka Mikrosatelit Pada Lokus AY287 dan Lokus AY283 Sains Peternakan Vol. 11 (2), September 2013: 91-98 ISSN 1693-8828 Variasi Genetik Itik Bayang Berbasis Marka Mikrosatelit Pada Lokus AY287 dan Lokus AY283 Rusfidra 1), Y. Heryandi 1), Jamsari 2), dan

Lebih terperinci

EVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS HEL9 DI KABUPATEN BARRU

EVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS HEL9 DI KABUPATEN BARRU EVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS HEL9 DI KABUPATEN BARRU Evaluation of Genetic Purity Bali Cattle In Barru Province using HEL9 Locus Mikrosatelite Marker

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas

Lebih terperinci