IDENTIFIKASI TINGKAT KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BONE DENGAN MENGGUNAKAN MARKER MIKROSATELIT LOKUS INRA035
|
|
- Handoko Indradjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IDENTIFIKASI TINGKAT KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BONE DENGAN MENGGUNAKAN MARKER MIKROSATELIT LOKUS INRA035 (Identification of Genetic Purity Bali Cattle In Bone Province using INRA035 Locus Mikrosatelite Marker) Hendra Setiawan 1, Muhammad Ihsan Andi Dagong 1 dan Lellah Rahim 1 Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar, endhaharajuku@gmail.com ABSTRAK Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemurnian sapi bali dengan menggunakan penciri Mikrosatelit (Lokus INRA035). Sebanyak 121 sampel darah dikoleksi dari Kabupaten Bone. Sampel darah utuh diekstraksi dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi Genjet Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti protokol ekstraksi yang diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan DNA penciri mikrosatelit lokus INRA035, kemudian hasil amplifikasi dapat divisualisasikan pada gel polyacrylamide kemudian dilakukan dengan pewarnaan perak dan penentuan posisi pita DNA. Hasil penilitian ini menunjukkan persentase pola warna normal pada sapi Bali jantan yaitu 100% dan pada betina yaitu 96,30% sedangkan pola warna menyimpang hanya ditemukan pada sapi Bali betina yaitu 3,70%. Bentuk tanduk sapi Bali jantan yaitu silak congklok sedangkan sapi Bali betina yaitu silak manggulgangsa. Kemurnian genetik yang polimorfik karena ditemukan tiga alel pada populasi tersebut. Frekuensi Alel A 0,5083, B 0,4876 dan C 0,0041. Frekuensi genotipe AA 0,0248, AB 0,9670 dan BC 0,0082. Nilai heterozigositas pengamatan (H o) yaitu 0,9752 dan nilaiheterozigositas harapan (H e) yaitu 0,5060. Nilai Chi-square pada populasi sapi Bali di Kabupaten Bone berada dalam ketidakseimbangan Hardy- Weinberg. Kata kunci : Sapi Bali, Mikrosatelit, INRA035, Alel dan Genotipe,Heterozigositas PENDAHULUAN Sapi Bali merupakan salah satu ternak khas Indonesia dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi dan menempati posisi penting dalam industri peternakan Indonesia. Sapi Bali adalah aset nasional yang ikut memperkaya dan memperbanyak keanekaragaman ternak di Indonesia yang harus kita jaga kelestariannya. Sebagai generasi bangsa harusnya kita sadar untuk memperhatikan dan menjaga kelestariannya. Apalagi untuk saat ini, tidak dipungkiri bahwa populasi sapi bali itu sendiri sangat banyak, namun kemurnian genetiknya masih dipertanyakan. Seiring dengan perkembangan bioteknologi dibidang peternakan, telah terjadi persilangan dengan bangsa sapi lain sehingga berpengaruh terhadap kemurnian genetik sapi Bali yang ada di Indonesia. Jika dilihat dari potensi genetik bisa dikatakan bahwa sapi Bali mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan ternak lain, dikarenakan diberbagai lingkungan pemeliharaan di Indonesia sapi Bali dapat memperlihatkan kemampuannya untuk berkembang biak dengan baik. Sapi Bali memiliki keunggulan 51
2 dibandingkan sapi lain yaitu memiliki daya adaptasi sangat tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik, dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah, fertilitas dan conception rate yang sangat baik,presentase karkas yang tinggi, memiliki daging berkualitas baik dengan kadar lemak rendah, dan tahan terhadap penyakit parasit internal dan eksternal. Adanya berbagai keunggulan yang dimiliki tersebut dan mengingat Indonesia merupakan pusat sapi Bali di dunia maka sangat memungkinkan sapi Bali dilestarikan. Pemerintah telah lama memberikan perhatian yang cukup besar bagi pelestarian plasma nutfah dengan menetapkan program nasional pemuliaan untuk sapi Bali. Program Nasional meliputiprogram pemurnian dan peningkatan mutu genetik sapi Bali. Program pemuliaan sapi Bali yang ditetapkan diberbagai daerah di Indonesia yaitu salah satunya kabupaten Bone di Provinsi Sulawesi Selatan yang sekaligus wilayah tersebut ditetapkan sebagai sumber bibit sapi Bali secara nasional (Soehadji, 1990). Terlepas dari hal tersebut maka untuk mengetahui lebih jauh tingkat kemurnian genetik sapi Bali khusus di Kabupaten Bone perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan marker mikrosatelite Lokus INRA035 untuk mengidentifikasi tingkat kemurnian genetik sapi Bali di kabupaten Bone. Mikrosatelite merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotipe untuk karakter yang diinginkan. Mikrosatelite tergolong sebagai penanda molekuler yang sangat efektif, yakni sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara tandem dengan dengan 2 sampai 5 unit basa nukleotida (dikenal sebagai motif) yang tersebar dan meliputi seluruh genom (Lumban dkk, 2013). MATERI DAN METODE Identifikasi Fenotipe Identifiksi fenotipe sapi Bali dilakukan dengan mengidentifikasi sifat kualitatif khas yang dimiliki sapi Bali. Adapun sifat sifat kualitatif yang di identifikasi antara lain pola warna bulu, struktur tubuh, bentuk dan ukuran tanduk, serta ciri ciri fisik khusus pada sapi Bali seperti bulu hitam yang membentuk garis (garis belut) pada bagian punggung dan warna putih pada bagian belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas, sifat kuantitatif seperti bobot badan badan, panjang badan, lingkar dada, dan tinggi badan. Koleksi Sampel Darah& Ekstraksi DNA Sampel darah diperoleh dari Kabupaten Bone. Sebanyak 121sampel yang terdiri 81 sampel sapi betina dan 40 sampel sapi jantan. Pengambilan darah melalui vena jugularis ditampung pada tabung vacutainer yang telah berisi antikoagulan EDTA untuk mencegah penggumpalan darah.dna diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi (Genjet Genomic DNA ExtractionThermo Scientific) PCR Amplifikasi HEL9 menggunakan primer (5 -ATCCTTTGCAGCCTCCACATTG -3 ) dan (5 -TTGTGCTTTATGACACTATCCG -3 ) Komposisi reaksi PCR dikondisikan pada volume reaksi 25 µl yang terdiri atas 100 ng DNA, 0.25 mm masing-masing primer, 150 µm dntp, 2.5 mm Mg 2+, 0.5 µl Taq DNA polymerase dan 1x buffer. Kondisi mesin PCR dimulai dengan denaturasi awal pada suhu 94 o C x 2 menit, diikuti 52
3 dengan 35 siklus berikutnya masing-masing denaturasi 94 o C x 45 detik, dengan suhu annealing yaitu : 55 o C x 60 detik, yang dilanjutkan dengan ekstensi : 72 o C x 60 detik, yang kemudian diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit dengan menggunakan mesin PCR (SensoQuest, Germany). Produk PCR kemudian dielektroforesis pada gel polyacrylamide dan pewarnaan dengan perak mengikuti metode Tegelstrom (1992). Penentuan alel dilakukan dengan cara menginterpretasi pita (band) yang terbentuk paling jauh migrasinya ke kutub anoda sebagai alel "a", berikutnya alel "b" dan seterusnya. Analisa Data Keragaman alel mikrosatelit ditentukan dari perbedaan migrasi alel pada gel dari masing-masing individu sampel. Karena alel mikrosatelit adalah kodominan maka genotip ditentukan berdasarkan variasi pita alel yang ada. Kemudian dihitung frekuensi masing-masing alel setiap lokus. Keseimbangan Hardy- Weinberg di uji dengan test chi-square (Nei dan Kumar, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fenotip Sapi Bali Sifat kualitatif merupakan sifat yang tampak dari luar dan tidak dapat dihitung. Yang termasuk dalam sifat kualitatif, seperti bentuk tanduk, warna bulu, dan warna kaos kaki. Hasil analisis karakteristik sapi Bali berdasarkan warna bulu dan warna kaos kaki dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik warna Bulu dan Kaos Kaki Parameter Jenis Warna Persentase Kelamin Normal Menyimpang Normal Menyimpang Warna Bulu Jantan Betina ,30 3,70 Kaos Kaki Jantan ,50 7,50 Betina , Tabel 1. memperlihatkan bahwa warna bulu pada sapi jantan seutuhnya normal100% sedangkan pada sapi Bali betina 96,30%. Sedangkan warna kaos kaki yang normal pada sapi Bali jantan 92,50% begitu pula dengan sapi Bali betina warna kaos kaki yang normal sekitar 65,43%. Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain: warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam. Ada tanda-tanda khusus yang harus dipenuhi sebagai sapi bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas punggung, (Hardjosubroto, 1994).Hasil pengamatan karakteristik sapi Bali berdasarkan bentuk tanduk dapat dilihat pada Tabel 2. 53
4 Tabel 2. Karakteristik Bentuk Tanduk Sapi Bali Paramete Karakteristi Jumlah Persentase r k Jantan Betina Jantan Betina Tanduk SM ,67 SC ,50 1,23 SA ,87 SO SB ,23 SP ,50 0 Total Keterangan: SM: Silak Manggulgangsa SO: Silak Cono SC: Silak Congklok SA: Silak Anoa SB: Silak Bajeg SP: Silak Pendang Berdasarkan Tabel 2. memperlihatkan bahwa terdapat 6 macam bentuk tanduk yaitu Silak Manggulgangsa, Silak Congklok, Silak Anoa, Silak Cono, Silak Bajeg, Silak Pendang. Bentuk tanduk yang paling dominan pada sapi jantan adalah Silak Congklok (77,50%) sedangkan pada sapi betina yaitu Silak Manggulgangsa (66,67%). Pada penelitian yang dilakukan Handiwirawan (2003) bahwa bentuk tanduk yang dominan pada jantan adalah Silak Congklok (74,5%) dan pada sapi benita adalah Silak Manggulgangsa (31,9%). Sapi Bali jantan umumnya memiliki bentuk tanduk Silakcongklokyaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok keatas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada sapi betina bentuk tanduk yang ideal disebut manggulgangsayaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah kebelakang sedikit melengkung kebawah dan pada ujungnya sedikit mengarah kebawah dan kedalam, tanduk ini berwarna hitam (Payne dan Rollinson, 1973; National Research Council, 1983; Hardjosubroto, 1994). Sifat Kuantitatif Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan ditemukan pengaruh interaksi keduanya (genetik dan lingkungan). Sifat kuantitatif sapi Bali yang berada di Kabupaten Bone dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat Kuantitatif Sapi Bali Data Kuantitatif Jantan Betina Umur (tahun) 2,56+0,46 4,37+2,69 Berat Badan (kg) 177,78+37,59 206,65+68,11 Lingkar Dada (cm) 143,20+14,30 149,97+18,06 Panjang Badan (cm) 101,93+6,72 105,17+11,29 Tinggi Badan (cm) 108,45+5,28 108,97+9,90 Berdasarkan hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa rataan umur sapi Bali yang ada di kabupaten Bone yaitu pada sapi jantan sekitar 2,56 tahun dan betina sekitar 4,37 tahun, rataan berat badan sapi jantan sekitar 177,78 kg dan betina 206,65 kg, rataan lingkar dada pada sapi jantan sekitar 143,20 cm dan betina 149,97 cm, rataan panjang badan pada sapi jantan sekitar 101,93 cm dan betina sekitar 105,17 cm dan 54
5 rataan tinggi badan pada sapi jantan sekitar 108,45 cm dan betina sekitar 108,97 cm. Adanya perbedaan sifat kuantitatif pada penilitian ini kemungkinan disebabkan karena beberapa faktor diantaranya pengaruh dari lingkungan yang beragam, umur, manajemen pemeliharaan, jenis kelamin dan jenis pakan. Amplifikasi dan Genotip Mikrosatelit Lokus HEL9 pada Sapi Bali Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa Mikrosatelit Lokus INRA035 berhasil di amplifikasi pada mesin PCR SensQuest Germany dengan suhu annealing 54 o C. Hasil amplifikasi dapat divisualisasikan pada gel polyacrylamide 30% pada lokus INRA035 dapat dilihat pada Gambar 4. M M bp AA 100 bp BC AB Gambar 4. Alel yang teridentifikasi melalui gel polyacrylamide 30 % pada lokus INRA035. (M) Marker 100 pb. (1-15) sampel sapi Bali Gambar 4 memperlihatkan alel yang teramplikasi melalui proses PCR pada lokus INRA035 pada sapi Bali. Sekuen alel mikrosatelit INRA035 panjangnya berukuran 120 pb (Vaitman et al., 1994). Pada penilitian ini terdapat 3 jenis alel yang ditemukan yaitu alel A yang berukuran pb, alel B yang berukuran pb dan alel C yang berukuran pb. Dengan demikian sapi Bali yang panjang fragmen ± 113 pb bergenotipe AA, sementara sapi Bali yang panjang kedua fragmen +113 pb dan pb bergenotipe AB dan sapi Bali dengan panjang kedua fragmen pb dan pb bergenotipe BC. Hasil penilitian Handiwirawan (2003) menemukan bahwa alel yang teramplifikasi pada lokus INRA035 yaitu alel A yang berukuran pb dan alel B yang berukuran pb yang teramplifikasi pada sapi Bali dan Banteng serta diperoleh 2 jenis alel lain, yaitu alel C yang berukuran pb dan alel D yang berukuran pb. Vaitman et al. (1994) telah melaporkan bahwa pada lokus INRA035 telah ditemukan 7 jenis alel. Frekuensi Genotip, Alel dan Keseimbangan Hardy- Weinberg Hasil analisa frekuensi genotip mikrosatelit lokus INRA035 pada sapi Bali dapat dilihat pada Tabel 5. Polimorfisme dapat ditunjukkan dengan adanya dua alel atau lebih dalam satu populasi. Gen dikatakan polimorfik apabila salah satu alelnya mempunyai frekuensi kurang dari 99% (Nei dan Kumar, 2000) 55
6 Tabel 5. Frekuensi genotipe Lokus INRA035 Populasi Lokasi Total Genotipe Frekuensi Sapi Bali Bone 121 AA AB BC AA AB BC ,0248 0,9670 0,0082 Hasil identifikasi genotipe sapi Bali menunjukkan bahwa sapi Bali mempunyai 3 jenis genotipe berdasarkan lokus mikrosatelit INRA035 yaitu genotipe AA sebanyak 3 ekor, genotipe AB sebanyak 117 ekor dan genotipe BC sebanyak 1 ekor, sedangkan genotipe BB dan CC tidak ditemukan pada penelitian ini. Frekuensi genotipe pada sapi Bali memiliki genotipe AA yaitu 0,0248, AB yaitu 0,9625 dan frekuensi genotipe BC yaitu 0,0082. Hal ini dapat terjadi karena jumlah sampel diteliti sedikit dan juga kemungkinan adanya aliran gen dari luar atau bangsa sapi lain yang masuk kedalam populasi sapi Bali yang ada di Kabupaten Bone. Hasil penilitian Winaya (2000) mendapatkan hasil bahwa alel pada lokus INRA035 adalah monomorfik pada sapi Bali dimana seluruh sapi Bali bergenotipe AB, lokus tersebut merupakan kandidat yang diuji pada lokus dengan alel yang spesifik pada sapi Bali yaitu alel A dan B.Frekuensi alel adalah frekuensi relatif dari suatu alel dalam populasi atau jumlah suatu alel terhadap total alel yang terdapat dalam suatu populasi (Nei dan Kumar, 2000). Adapun keseimbangan Hardy-Weinbreg berhubungan erat dengan frekuensi genotipe dan frekuensi alel. Frekuensi alel dapat dihitung berdasarkan Nei dan Kumar (2000) dan Hardy-Weinbreg dengan uji Chi-square. Tabel 6.Frekuensi Alel dan Keseimbangan Hardy- Weinberg Populasi Lokasi Total Frekuensi Alel χ 2 (HWE) Sapi Bali Bone 121 A B C 0,5083 0,4876 0, tn tn : tidak nyata pada taraf 0,05% Pada lokus INRA035 terdapat alel-alel yang mempunyai frekuensi cukup besar, dimana pada lokus INRA035 frekuensi alel A dan alel B terdapat lebih tinggi dibandingkan alel C. Frekuensi alel A yaitu 0,5083 dan alel B yaitu 0,4876 dan alel C yaitu 0,0041. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi alel A dan B yaitu 99,59% monomorfik pada sapi Bali karena memiliki kesamaan alel dengan Banteng. Hasil penilitian Handiwirawan (2003) mengemukakan bahwa pada lokus INRA035, frekuensi alel A dan B terdapat lebih tinggi yaitu 96,8%, masing-masing 52,6% untuk alel A dan 44,2% untuk alel B dan alel-alel tersebut adalah alel-alel yang juga terdapat pada Banteng. Hasil penilitian tersebut sejalan dengan anggapan bahwa Banteng merupakan leluhur dari sapi Bali karena adanya kesamaan alel yang dimiliki oleh Banteng dan alel yang umum pada populasi sapi Bali. Nilai Heterozigositas Keragaman genetik suatu populasi dapat diukur dengan nilai heterozigositas. Nilai heterozigositas pengamatan (H o) dan heterozigositas harapan (H e) dihitung berdasarkan rumus Nei dan Kumar (2000) dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil penilitian lokus INRA035 memiliki nilai heterozigositas pengamatan (H o) yaitu 0,9752 dan nilai heterozigositas harapan (H e) yaitu 0,5060. Hal ini menunjukkan bahwa Nilai heterozigositas pengamatan (H o) lebih tinggi dari pada nilai heterozigositas harapan (H e), kemungkinan disebabkan adanya ketidakseimbangan 56
7 genotipe pada populasi tersebut. Ketidakseimbangan kemungkinan terjadi karena tidak adanya perkawinan secara acak yang disebabkan terbatasnya jumlah pejantan. Menurut Tambasco et al. (2003) perbedaan antara nilai heterozigositas pengamatan (H o) dan nilai heterozigositas harapan (H e) dapat dijadikan sebagai indikator adanya ketidakseimbangan genotipe pada populasi yang diamati yang diindikasikan bahwa sudah ada kegiatan seleksi yang dilakukan dan tidak adanya perkawinan acak. Tabel 7. Nilai Heterozigositas Pengamatan (H o) dan Heterozigositas Harapan (H e) Populasi Lokasi Total Heterozigositas Sapi Bali Bone 121 Ho He 0,9752 0,5060 Hubungan Sifat Fenotipe dan Genotipe Pada penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sapi Bali, tidak diperoleh hubungan antara sifat fenotip dan genotip, karena lokus mikrosatelit INRA035 yang digunakan bukan untuk mendeteksi gen yang membawa sifat warna dan bentuk tanduk pada sapi Bali di Kabupaten Bone. Hal ini sesuai dengan pendapat Handiwirawan (2003) bahwa tidak ada kaitan antara penyimpangan warna bulu dan pola bentuk tanduk pada sapi Bali terhadap lokus mikrosatelit yang diuji yang menunjukkan bahwa lokus INRA035 tidak berdekatan ataupun berada di dalam gen penyandi untuk pola warna tubuh dan gen penyandi untuk pertumbuhan bentuk tanduk pada sapi Bali. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa secara kualitatif umumnya mempunyai pola warna tubuh yang normal yaitu 97, 52% sedangkan pola warna tubuh yang menyimpang dari normal yaitu 2,48%.Pola warna bulu dan bentuk tanduk tidak dapat dijadikan sebagai penanda kemurnian genetik sapi Bali berdasarkan mikrosatelit lokus INRA035.Bentuk tanduk sapi jantan pada umumnya berbentuk silak Congklok sedangkan pada sapi betina berbentuk silakmanggulgangsa.tingkat kemurnian sapi Bali yang ada di kabupaten Barru sebanyak 96,70%.Hasil identifikasi genotipe pada sapi Bali yaitu persentase genotipe AA sebanyak 2,48%, genotipe AB sebanyak 96,70% dan BC sebanyak 0,82%. Menunjukkan bahwa frekuensi genotipe INRA035 dalam keadaan ketidakseimbangan pada hukum Hardy-Weinbreg. DAFTAR PUSTAKA Handiwirawan, E Penggunaan Mikrosatelit HEL9 dan INRA035 sebagai Penciri Khas Sapi Bali. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hardjosubroto, W Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: PT GramediaWidiasarana Indonesia. Lumban G, A. D., Suatha, I. K., dan Wandina, I. N Struktur Genetika Populasi Monyet Ekor Panjang Di Alas Kedaton Menggunakan Marka Molekul Mikrosatelit D18S536. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus 2(1):
8 National Research Council Little-Known Asian Animals with a Promising Economic Future. Washington, D.C.: National AcademicPress. Nei, M. and S. Kumar Molecular Evolution and Phylogenetics. New York: Oxford University Press. Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson Bali cattle. World Anim. Rev. 7: Soehadji Kebijaksanaan pemuliaan ternak (breeding policy) khususnya sapi bali, dalam pembangunan peternakan. Pros. Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar, September Denpasar : Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Hlm A 1-9. Tambasco, D. D., C. C. P. Paz, M. Tambasco-Studart, A. P. Pereira, M. M. Alencar, A. R. Freitas, L. L. Countinho, I. U. Packer and L. C. A. Regitano Candidate genes for growth traits in beef cattle Bos Taurus x Bos Indicus. J. Anim. Bred. Genet. 120: Tegelstrom, H Mitochondrial DNA in natural population: An improved routine for screening of genetic variation baed on sensitive silver staining. Electrophoresis.7: Vaitman, D., D. Mercier, K. Moazami Goudarzi, A. Eggen, R. Ciampolini, A. Lepingle, R. Velmala, J. Kaukinen, S. L. Varvio, P. Martin and H. Leveziel A Set of 99 catlle microsatellites : Characterisation, synteny mapping, and polymorphism. Mammalian Genome : Winaya, A Penggunaan penanda molekuler mikrosatelit untuk deteksi polimorfisme dan analisis filogenetik genom sapi [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Program Pascasarjana. Program Studi Bioteknologi. 58
EVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS HEL9 DI KABUPATEN BARRU
EVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS HEL9 DI KABUPATEN BARRU Evaluation of Genetic Purity Bali Cattle In Barru Province using HEL9 Locus Mikrosatelite Marker
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FENOTIPE DAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT
KERAGAMAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FENOTIPE DAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT (Genetic Diversity of Bali Cattle in Barru Regency Based on Phenotype Characteristics and
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FENOTIPE DAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT
KERAGAMAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FENOTIPE DAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT (Genetic Diversity of Bali Cattle in Barru Regency Based on Phenotype Characteristics and
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3
Lebih terperinciEVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS HEL9 DI KABUPATEN BARRU
EVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS HEL9 DI KABUPATEN BARRU SKRIPSI MUSDALIFA MANSUR I 111 10 001 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 i
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri
Lebih terperinciKolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria
Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian
12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.
Lebih terperinciPEMURNIAN DAN PENGEMBANGAN MUTU GENETIK SAPI BALI DI BALI
PEMURNIAN DAN PENGEMBANGAN MUTU GENETIK SAPI BALI DI BALI OLEH Ir. I NYOMAN ARDIKA, M.Si NIP. 196207231987031001 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016 PEMURNIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sapi lokal merupakan alternatif kebijakan yang sangat memungkinkan untuk dapat meningkatkan produksi dan ketersediaan daging nasional. Ketidak cukupan daging
Lebih terperinciBuletin Veteriner Udayana Vol. 4 No.2: ISSN : Agustus 2012
Keragaman Silak Tanduk Sapi Bali Jantan dan Betina (VARIANCES OF SILAK CORN IN FEMALE AND MALE BALI CATTLE) Adryani Ris 1, I Ketut Suatha 2, I Wayan Batan 3 1.Mahasiswa FKH, 2 Lab Anatomi, 3 Lab Diagnosa
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH
62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o 04-108 o 17 bujur timur dan 6 o 36-6 o 48 lintang selatan memiliki luas wilayah 174,22
Lebih terperinciABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau
ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),
Lebih terperinciEVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS INRA035 SKRIPSI. Oleh :
EVALUASI KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU MENGGUNAKAN DNA PENCIRI MIKROSATELIT LOKUS INRA035 SKRIPSI Oleh : ANDI TENRI BAU ASTUTI MAHMUD I 111 10 004 PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)
Lebih terperinciPOLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH
POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 serta masing-masing lokus menganalisis 70 sampel DNA. Hasil amplifikasi
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.
Lebih terperinciMETODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan
Lebih terperinciIII. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb
III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna
Lebih terperinciKeragaman Gen Major Histocompatibility Complex (MHC) DRB3 pada Sapi Perah Friesh Holland (FH) di Kabupaten Enrekang
Keragaman Gen Major Histocompatibility Complex (MHC) DRB3 pada Sapi Perah Friesh Holland (FH) di Kabupaten Enrekang Firman Zainal, Muhammad Ihsan Andi Dagong dan Lellah Rahim Fakultas Peternakan Universitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sumber :
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)
KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Lebih terperinciKarakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(3) : 244-251 ISSN : 2301-7848 Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi CHARACTERISTICS OF D10S1432
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI
Lebih terperinciSTUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU
STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU AZMI 1), GUNAWAN 1) dan EDWARD SUHARNAS 3) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 2) Universitas Bengkulu ABSTRAK Kerbau
Lebih terperinci2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60
BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa
Lebih terperinciSeleksi Awal Pejantan Sapi Bali Berbasis Uji Performans. Eary Selection of Bali Cattle Stud Based on Performance Test
Seleksi Awal Pejantan Sapi Bali Berbasis Uji Performans Eary Selection of Bali Cattle Stud Based on Performance Test Ni Wayan Patmawati¹*, Ni Nyoman Trinayani 1, Mahmud Siswanto 1 I Nengah Wandia 2, I
Lebih terperinciIDENTIFIKASI VARIASI GENETIK KERBAU (Bubalus bubalis) LOKAL LUMAJANG BERBASIS PENANDA MIKROSATELIT
IDENTIFIKASI VARIASI GENETIK KERBAU (Bubalus bubalis) LOKAL LUMAJANG BERBASIS PENANDA MIKROSATELIT Identification Genetic Diversity of Local Buffalo (Bubalus bubalis) Lumajang Based On Microsatellite Marker
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),
Lebih terperinciMODEL PEMBIBITAN SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU PROPINSI SULAWESI SELATAN
41 MODEL PEMBIBITAN SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU PROPINSI SULAWESI SELATAN Yudi Adinata, L. Affandhy, dan A. Rasyid Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan e-mail : lukmansingosari@gmail.com, ainurrasyid@gmail.com
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan
Lebih terperinciPolymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo
Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciKERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH
KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sapi Bali Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil domestikasi banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh
Lebih terperinciBibit sapi potong - Bagian 2: Madura
Standar Nasional Indonesia Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
Lebih terperinciMINGGU VI UJI CHI SQUARE. Dyah Maharani, Ph.D.
MINGGU VI UJI CHI SQUARE Dyah Maharani, Ph.D. PENGERTIAN CHI-SQUARE Chi square adalah pengujian hipotesis mengenai perbandingan antara frekuensi observasi atau yang benar-benar terjadi dengan frekuensi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu terak asli, ternak yang telah beradaptasi dan ternak impor (Sarbaini,
Lebih terperinciPolimorfisme Lokus Mikrosatelit RM185 Sapi Bali di Nusa Penida
Polimorfisme Lokus Mikrosatelit RM185 Sapi Bali di Nusa Penida ZAKIATUN MUHAMMAD 1, I KETUT PUJA 2, I NENGAH WANDIA 1 1 Lab Anatomi Hewan, 2 Lab Histologi Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi
TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari
Lebih terperinciBAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO
BAB 7 Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO Beberapa kajian dilaporkan bahwa genotip Msp1+/+danMsp1+/- dapat digunakan sebagai gen kandidat dalam seleksi ternak sapi untuk program
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban
TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar
Lebih terperinciSAPI RAMBON (Trinil Susilawati, Fakultas peternakan Universitas Brawijaya)
SAPI RAMBON (Trinil Susilawati, Fakultas peternakan Universitas Brawijaya) Sejarah Sapi Rambon Sapi Bondowoso yang terdiri dari 3 suku bangsa yaitu Jawa Madura dan Bali yang mempunyai berbagai jenis sapi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciDASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi diantaranya adalah sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir merupakan salah satu
Lebih terperinciDAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1
DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi
Lebih terperinciESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH
ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS CSSM066, ILSTS029 DAN ILSTS061 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI REVY PURWANTI
IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS CSSM066, ILSTS029 DAN ILSTS061 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI REVY PURWANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension
Lebih terperinciIDENTIFKASI VARIASI GENETIK KERBAU (Bubalus bubalis) PACITAN DAN TUBAN BERBASIS MIKROSATELIT
Bioeksperimen 11 IDENTIFKASI VARIASI GENETIK KERBAU (Bubalus bubalis) PACITAN DAN TUBAN BERBASIS MIKROSATELIT Primadya Anantyarta IKIP Budi Utomo, Jl. Simpang Arjuno No. 14B, 65112, Malang anantyarta@yahoo.co.id
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sapi peranakan ongole
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,
Lebih terperinciRAGAM ALEL MIKROSATELIT BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea)
RAGAM ALEL MIKROSATELIT BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea) I Gede Widhiantara, A.A.A Putri Permatasari, I Wayan Rosiana Program Studi Biologi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains, dan Teknologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan
Lebih terperinci