HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Widya Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai pembanding) dari BET Cipelang, berhasil dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer berdasarkan Mitra et al. (1995). Hasil amplifikasi fragmen gen GH sapi di seluruh lokasi divisualisasikan pada gel agarose 1,5% (Gambar 2). M pb 400 pb 300 pb 200 pb 327 pb 100 pb Keterangan : M = Marker; 1-4 = No. Sampel Gambar 2. Visualisasi Amplifikasi PCR Fragmen Gen GH Gen GH merupakan peptida tunggal dengan panjang sekuen nukleotida 2856 pb, yang terdiri dari lima ekson dan dipisahkan oleh empat intron (Gordon et al., 1983). Berdasarkan pasangan primer yang digunakan, panjang produk hasil amplifikasi fragmen gen GH adalah 327 pb, yang terletak pada intron 3 dan ekson 4. Panjang fragmen ini mendekati hasil amplifikasi Zhou et al. (2005), yaitu 329 pb. Persentase keberhasilan amplifikasi gen GH ini sangat baik mencapai 100% (126/126). Keberhasilan amplifikasi gen sangat ditentukan oleh kondisi penempelan primer pada gen target dan kondisi thermocycler (suhu denaturasi, annealing, dan extensi). Selain itu, juga bergantung pada interaksi komponen pereaksi PCR dalam konsentrasi yang tepat (Viljoen et al., 2005). Suhu annealing yang digunakan pada penelitian ini adalah 62 o C selama 45 detik. Berbeda dengan yang disarankan oleh Mitra et al. (1995) bahwa penempelan primer (annealing) terjadi pada suhu 60 o C selama 40 detik. Suhu annealing tersebut tidak dapat digunakan pada penelitian ini.
2 Jika suhu tersebut digunakan, maka tingkat keberhasilan amplifikasi pada gen hormon pertumbuhan pada sapi ini kurang menunjukkan hasil yang optimum. Keragaman Gen GH MspI Keragaman gen hormon pertumbuhan diketahui dengan menentukan alel dan genotipe pada setiap individu melalui pendekatan PCR-RFLP menggunakan enzim restriksi MspI. Enzim tersebut hanya mengenali situs pemotongan empat basa, yaitu C CGG. Penentuan alel GH MspI (+) dan GH MspI (-) ditunjukkan dengan jumlah dan ukuran besarnya fragmen yang terpotong. Alel GH MspI (+) memiliki dua fragmen dengan panjang masing-masing 104 pb dan 223 pb, sedangkan alel GH MspI (-) hanya memiliki satu fragmen dengan panjang 327 pb. Perbedaan fragmen antara alel GH MspI (+) dan GH MspI (-) dapat diakibatkan oleh adanya mutasi yang menyebabkan enzim MspI mengenali situs pemotongan basa baru. Perbedaan fragmen gen GH dapat dilihat berdasarkan sekuen gen GH (dalam GenBank, kode akses : M57764) yang terdapat pada Gambar 3 berikut, Forward 1441 cccccacggg caagaatgag gcccagcaga aatcagtgag tggcaacctc ggaccgagga 1501 gcaggggacc tccttcatcc taagtaggct gccccagctc ccgcac cggc ctggggcggc 1561 cttctccccg aggtggcgga ggttgttgga tggcagtgga ggatgatggt gggcggtggt 1621 ggcaggaggt cctcgggcag aggccgacct tgcagggctg ccccagaccc gcggcaccca 1681 ccgaccaccc acctgccagc aggacttgga gctgcttcgc atctcactgc tcctcatcca 1741 gtcgtggctt gggcccctgc agttcctcag cagagtcttc accaacagct tggtgtttgg Reverse Alel GH MspI (+) : Alel GH MspI (-) : 5 ---gccccagctcccgcac cggc gccccagctcccgcactggc---3 Keterangan : Alel GH MspI (+) Mempunyai Basa C pada Posisi Basa ke-1547 Alel GH MspI (-) Mempunyai Basa T pada Posisi Basa ke-1547 Gambar 3. Posisi Penempelan Primer, Perbedaan Fragmen Gen GH dan Situs Pemotongan Enzim Restriksi MspI Berdasarkan Sekuen Gen GH Sapi pada GenBank (Kode Akses : M57764) Sumber : Gordon et al. (1983) Hal ini sebanding dengan pendapat Cowan et al. (1989) yang menyatakan bahwa gen GH memiliki keragaman tinggi akibat adanya mutasi. Mutasi dapat 17
3 terjadi pada level DNA akibat adanya perubahan basa-basa DNA (A = Adenin, T = Timin, G = Guanin, C = Citosin) dalam bentuk substitusi (transisi atau transversi), delesi (hilang), atau insersi dan inversi (Nei, 1987). Dilihat berdasarkan perbedaan situs pemotongan basa pada masing-masing alel (Gambar 3), diduga bahwa terjadi mutasi substitusi transisi. Substitusi transisi antara basa pirimidin, yaitu C (Cytosine) menjadi T (Tymine) merubah situs pemotongan enzim restriksi MspI (Yao et al., 1996). Keragaman gen GH MspI sapi diketahui terletak pada intron 3 pada posisi sekuen 1547 (Zhang et al., 1993). Daerah intron yang merupakan space internal antara pengkode protein pada sekuen gen, akan hilang (splicing) saat proses transkripsi, sehingga diduga pengaruh mutasi yang terjadi pada gen GH MspI, yaitu silent mutation. Silent mutation atau synonimous tidak terjadi pada situs aktif protein dan tidak menyebabkan perubahan asam amino karena beberapa asam amino yang sama dikodekan oleh kodon yang berbeda (Nei, 1987 ; Paolella, 1997). Hasil PCR-RFLP fragmen gen GH MspI pada gel agarose 2% menunjukkan adanya pola pita beragam dengan tiga macam genotipe (Gambar 4), yaitu genotipe GH MspI (+/+) yang terdiri dari dua pita (104 pb, 223 pb), genotipe GH MspI (+/-) yang terdiri dari 3 pita (104 pb, 223 pb, 327 pb), dan genotipe GH MspI (-/-) yang terdiri dari satu pita tidak terpotong (327 pb). Individu bergenotipe GH MspI (+/+) dan GH MspI (-/-) dikenal sebagai individu yang homozigot, sedangkan individu bergenotipe GH MspI (+/-) dikenal sebagai individu yang heterozigot. M +/- +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ -/- 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 327 bp 223 bp 100 bp 104 bp Keterangan : M = Marker 100 pb ; (+/+, +/-, -/-) = Genotipe Gambar 4. Visualisasi PCR-RFLP Fragmen Gen GH MspI 18
4 Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan tiga macam genotipe, yaitu GH MspI (+/+), GH MspI (+/-), dan GH MspI (-/-) pada sapi FH di BBIB Singosari dan BET Cipelang, sedangkan pada sapi FH di BBIB ditemukan dua macam genotipe, yaitu GH MspI (+/+) dan GH MspI (+/-). Hasil ini sebanding dengan penelitian Zhou et al. (2005) yang menunjukkan bahwa amplifikasi PCR-RFLP gen GH MspI pada sapi Beijing Holstein menghasilkan tiga genotipe. Hasil penelitian untuk gen GH MspI pada sapi pedaging di BET Cipelang, yaitu sapi Limousin juga ditemukan tiga genotipe. Pada sapi Brahman hanya ditemukan dua genotipe, yaitu GH MspI (+/-) dan GH MspI (-/-), sedangkan pada sapi Simental serta sapi Angus hanya ditemukan satu genotipe GH MspI (+/+). Keragaman gen GH MspI dapat terlihat jelas berdasarkan jumlah genotipe sapi yang diamati (Gambar 5) GH Msp ( / ) GH Msp (+/ ) Jumlah Sapi (ekor) FH BIB FH BBIB FH BET 10 0 Simental Limousin 6 GH Msp (+/+) Angus Brahman Bangsa Sapi Keterangan : Sapi FH = BIB Lembang ( ), BBIB Singosari ( ), dan BET Cipelang ( ); Sapi Pedaging BET Cipelang ( ) = Simental, Limousin, Angus, dan Brahman Gambar 5. Keragaman Gen GH MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Frekuensi genotipe dan frekuensi alel gen GH MspI tertera pada Tabel 2. Persamaan dan perbedaan frekuensi genotipe maupun alel ditemukan antara sapi FH jantan maupun betina; dan sapi pedaging sebagai pembanding. 19
5 Tabel 2. Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel dari Gen GH MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging Bangsa (ekor) * Lokasi Frekuensi Genotipe Alel +/+ +/- -/- + - Sapi Perah FH (17) BIB Lembang 0,647 (11) 0,353 (6) 0,824 0,176 FH (32) BBIB Singosari 0,718 (23) 0,219 (7) 0,063 (2) 0,828 0,172 FH (40) BET Cipelang 0,700 (28) 0,250 (10) 0,050 (2) 0,825 0,175 Sub Total (89) 0,697 (62) 0,258 (23) 0,045 (4) 0,826 0,174 Sapi Pedaging Simental (13) BET Cipelang 1,000 (13) 1,000 Limousin (14) BET Cipelang 0,144 (2) 0,428 (6) 0,428 (6) 0,357 0,643 Angus (5) BET Cipelang 1,000 (5) 1,000 Brahman (5) BET Cipelang 0,800 (4) 0,200 (1) 0,400 0,600 Sub Total (37) 0,541 (20) 0,270 (10) 0,189 (7) 0,676 0,324 Keterangan : (...)* adalah jumlah sampel sapi Hasil analisis dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa pada sapi FH dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang memiliki genotipe GH MspI (+/+) paling tinggi dengan frekuensi genotipe masing-masing sebesar 0,647, 0,718 dan 0,700; sedangkan genotipe GH MspI (-/-) ditemukan paling rendah pada seluruh bangsa sapi FH di tiga lokasi dengan nilai frekuensi genotipe masing-masing sebesar, 0,063 dan 0,050. Secara keseluruhan, bangsa sapi FH di tiga lokasi memiliki frekuensi genotipe GH MspI (+/+) yang jauh lebih tinggi (0,697) dibandingkan dengan frekuensi genotipe GH MspI (+/-) (0,258) dan GH MspI (-/-) (0,045). Sapi FH yang berasal dari BIB Lembang dan BBIB Singosari merupakan sapi pejantan; dan kemungkinan sapi tersebut dijadikan sapi pejantan unggul terseleksi sifat pertumbuhan dan produksi susu tinggi yang aktif digunakan dalam inseminasi buatan (IB). Tinggi atau rendahnya frekuensi genotipe GH MspI yang dimiliki oleh sapi FH 20
6 yang termasuk tipe perah, dapat dihubungkan dengan sifat kuantitatif seperti banyaknya produksi susu. Perolehan hasil penelitian pada sapi FH ini menunjukkan hasil yang berbeda jika dibandingkan dengan sapi pedaging di BET Cipelang. Sapi Simental dan Angus memiliki genotipe GH MspI (+/+) sangat tinggi dengan frekuensi genotipe sebesar 1,000. Frekuensi genotipe pada sapi Limousin dan Brahman menunjukkan hasil yang berbanding terbalik dengan frekuensi sapi FH, Simental, dan Angus. Sapi Limousin dan Brahman memiliki genotipe GH MspI (+/+) sangat rendah dengan frekuensi genotipe masing-masing sebesar 0,144 dan. Sapi Limousin lebih banyak memiliki genotipe GH MspI (+/-) dan GH MspI (-/-) dengan frekuensi genotipe berimbang sebesar 0,428; sedangkan sapi Brahman memiliki genotipe GH MspI (+/-) paling tinggi dengan frekuensi genotipe sebesar 0,800. Secara keseluruhan, bangsa sapi pedaging di BET memiliki frekuensi genotipe GH MspI (+/+) yang lebih tinggi (0,541) dibandingkan dengan frekuensi genotipe GH MspI (+/-) (0,270) dan GH MspI (-/-) (0,189). Gen GH pada tipe pedaging memiliki peran yang berbeda dengan tipe perah. Tinggi atau rendahnya frekuensi genotipe GH MspI pada tipe pedaging dapat dihubungkan dengan sifat pertumbuhan dan produksi karkas. Genotipe dapat dihubungkan dengan sifat produksi susu maupun karkas. Menurut Zhou et al. (2005), sapi Beijing Holstein bergenotipe GH MspI (+/+) menghasilkan produksi susu dan protein yang tinggi, dengan lemak yang lebih rendah. Hasil penelitian lain yang dilakukan pada sapi perah FH Polandia (Dybus, 2002) menunjukkan bahwa genotipe GH MspI (+/+) memiliki produksi susu dan lemak susu yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe GH MspI (+/-) dan GH MspI (-/-). Sapi Brangus bergenotipe GH MspI (+/-) berpengaruh positif terhadap PBBH, karkas, dan kualitas daging (Thomas et al., 2006). Pada sapi FH dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging dari BET Cipelang, ada tiga genotipe yang teridentifikasi, yaitu GH MspI (+/+), GH MspI (+/-) dan GH MspI (-/-), sehingga hanya terdapat dua tipe alel yang ditemukan, yaitu alel GH MspI (+) dan GH MspI (-). Keragaman genetik antara subpopulasi dapat diketahui dengan melihat persamaan dan perbedaan frekuensi alel di antara subpopulasi (Li et al., 2000). Hasil analisis frekuensi alel menunjukkan nilai yang beragam di antara keseluruhan sapi yang diamati (Tabel 2). 21
7 Sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang memiliki alel GH MspI (+) lebih tinggi dengan frekuensi alel masing-masing sebesar 0,824, 0,828, dan 0,825. Secara keseluruhan, bangsa sapi FH jantan maupun betina di tiga lokasi memiliki frekuensi alel GH MspI (+) lebih tinggi terhadap alel GH MspI (-) (0,826 vs 0,174). Hasil penelitian ini sebanding dengan pendapat Zhou et al. (2005) dimana frekuensi alel GH MspI (+) pada sapi Beijing Holstein, yaitu 0,875. Dilihat berdasarkan besar frekuensi alelnya yang hampir berimbang di antara lokasi pengamatan, sapi FH dari tiga lokasi tersebut bersifat polimorfik. Hal ini sesuai dengan pendapat Nei (1987) yang menyatakan bahwa suatu alel dikatakan polimorfik atau beragam jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0,99, namun jika terjadi sebaliknya maka bersifat monomorfik atau seragam. Terdapat perbedaan tipe dan frekuensi alel dari gen GH MspI yang ditemukan antara sapi FH dan sapi pedaging. Sapi Limousin dan Brahman memiliki frekuensi alel GH MspI (-) lebih tinggi terhadap alel GH MspI (+) masing-masing sebesar 0,643 vs 0,357 untuk sapi Limousin; dan sebesar 0,600 vs 0,400 untuk sapi Brahman, sehingga kedua sapi tersebut bersifat polimorfik. Pada sapi Simental dan Angus, hanya satu tipe alel yang ditemukan, yaitu alel GH MspI (+) dengan frekuensi sebesar 1,000, sehingga bersifat monomorfik. Hal ini dapat terjadi oleh adanya manajemen perkawinan yang tidak acak, seleksi terhadap sifat tertentu, dan tingkat silang dalam yang tinggi (Bourdon, 2000). Beberapa hasil penelitian lain juga menunjukkan hasil yang sama terhadap gen GH MspI, yaitu ditemukannya alel GH MspI (+) yang lebih tinggi dibanding alel GH MspI (-), dengan nilai frekuensi alel yang mendekati hasil penelitian ini. Frekuensi alel GH MspI (+) sapi Holstein di Iran sebesar 0,83 (Zakizadeh et al., 2006), frekuensi alel GH MspI (+) dan alel GH MspI (-) pada Iranian Holstein Bull masing-masing sebesar 0,883 dan 0,117 (Gorbani et al., 2009), dan ditemukan juga frekuensi alel GH MspI (+) sapi Holstein sebesar 1,00 (Lagziel et al., 2000). Nilai frekuensi alel GH MspI (+) yang tinggi ditemukan pada sapi Angus, yaitu sebesar 0,86 (Lagziel et al., 2000) dan pada sapi Simmental sebesar 0,773 (Jakaria et al., 2009). Nilai frekuensi alel GH MspI (-) pada sapi Brahman ditemukan sebesar 0,64 (Beauchemin, 2006), sedangkan beberapa penelitian lain pada Sapi Limousin menunjukkan nilai frekuensi alel GH MspI (-) yang lebih rendah, yaitu sebesar 0,136 22
8 (Jakaria et al., 2009). Yao et al. (1996) berpendapat bahwa sapi Bos indicus, seperti sapi Brahman memiliki karakteristik yang lebih tinggi untuk alel GH MspI (-). Keseimbangan Hardy-Weinberg Analisis Chi-Kuadrat dapat digunakan untuk mengetahui seimbang atau tidaknya frekuensi genotipe (p 2, 2pq, q 2 ) atau frekuensi alel (p dan q) pada suatu populasi ternak. Hasil analisis Chi-Kuadrat pada sapi FH dari tiga lokasi dan sapi pedaging dari BET Cipelang sebagai pembanding tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) Berdasarkan Uji χ 2 Bangsa (ekor) * Lokasi χ 2 Sapi Perah FH (17) BIB Lembang Td FH (32) BBIB Singosari 1,716 tn FH (40) BET Cipelang 0,720 tn Sub Total (89) 0,919 tn Sapi Pedaging Simental (13) BET Cipelang Td Limousin (14) BET Cipelang 0,062 tn Angus (5) BET Cipelang Td Brahman (5) BET Cipelang Td Sub Total (37) 5,437 * Keterangan : (...)* adalah jumlah sampel sapi; χ 2 0,05(1) = 3,84; tn = tidak nyata; * = nyata ; td = tidak dapat dihitung Analisis Chi-Kuadrat (χ 2 ) pada sapi FH dari BBIB Singosari dan BET Cipelang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (χ 2 < χ 2 (0,05)), sehingga dapat dikatakan frekuensi genotipe gen GH MspI pada sapi FH tersebut berada dalam keadaan seimbang. Keadaan seimbang juga ditemukan pada sapi Limousin di BET Cipelang. Secara keseluruhan, hasil analisis Chi-Kuadrat pada sapi FH di BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sehingga sampel sapi FH pengamatan tersebut berada dalam keadaan seimbang; sedangkan pada sapi pedaging di BET Cipelang menunjukkan hasil yang 23
9 nyata (χ 2 > χ 2 (0,05)), sehingga berada dalam keadaan tidak seimbang. Nilai χ 2 pada sapi FH di BIB Lembang, Simental, Angus, dan Brahman tidak dapat dihitung. Hal ini dikarenakan frekuensi genotipe pada sapi pengamatan tersebut tidak memenuhi asumsi untuk dilakukan analisis keseimbangan Hardy-Weinberg. Nilai Chi-Kuadrat (χ 2 ) yang tidak berbeda nyata juga dapat dikatakan bahwa hasil perkawinan antar individu dari setiap bangsa tersebut berada pada keseimbangan. Menurut Noor (2008), suatu populasi yang cukup besar berada dalam keadaan keseimbangan Hardy-Weinberg jika frekuensi genotipe dominan dan resesif konstan dari generasi ke generasi, tidak ada seleksi, mutasi, migrasi, serta genetic drift. Seleksi merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah keseimbangan dalam populasi secara cepat. Keseimbangan frekuensi genotipe gen GH MspI pada sapi FH di BBIB Singosari dan BET Cipelang, serta sapi Limousin di BET Cipelang dapat menunjukkan bahwa tidak adanya seleksi secara langsung berdasarkan pada genotipe gen GH MspI. Heterozigositas Nilai heterozigositas gen GH MspI pada sampel sapi Friesian Holstein di tiga lokasi dan sapi pedaging di BET Cipelang diperoleh berdasarkan frekuensi alel. Hasil tersebut tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Nilai Heterozigositas Harapan (He) Gen GH MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging Bangsa (ekor) * Lokasi Ho He Sapi Perah FH (17) BIB Lembang 0,353 0,291 FH (32) BBIB Singosari 0,219 0,285 FH (40) BET Cipelang 0,250 0,289 Sub Total (89) 0,258 0,288 Sapi Pedaging Simental (13) BET Cipelang Limousin (14) BET Cipelang 0,429 0,459 Angus (5) BET Cipelang 24
10 Brahman (5) BET Cipelang 0,800 0,480 Sub Total (37) 0,270 0,438 Keterangan : (...)* adalah jumlah sampel sapi Pendugaan nilai heterozigositas diperoleh untuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya (Marson et al., 2005). Berdasarkan hasil analisis, nilai heterozigositas pengamatan (Ho) pada seluruh sapi FH bernilai antara 0,219-0,353 dan pada sapi pedaging bernilai antara -0,429, kecuali pada sapi Brahman (0,800). Menurut Javanmard et al. (2005), nilai heterozigositas di bawah 0,5 (50%) mengindikasikan rendahnya variasi suatu gen dalam populasi. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat keragaman gen GH MspI pada sapi FH dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi Simental, Limousin, dan Angus. Berbeda dengan sapi Brahman yang memiliki nilai Ho tertinggi, yaitu 0,800. Besarnya nilai Ho tersebut menunjukkan tingginya tingkat keragaman gen GH MspI pada sapi Brahman. Keragaman yang tinggi dapat menunjukkan tingkat heterozigositas yang tinggi, sehingga dapat dilakukan seleksi. Nilai heterozigositas harapan (He) diketahui untuk mengetahui perbedaan nilainya terhadap nilai heterozigositas pengamatan (Ho). Berdasarkan hasil analisis yang tertera pada Tabel 4, nilai Ho yang lebih tinggi dari He terdapat pada sapi FH di BIB Lembang, sehingga mengindikasikan bahwa tingkat heterozigositasnya tinggi. Oleh karena itu, maka seleksi dapat dilakukan agar diperoleh sifat pertumbuhan atau produksi yang seragam. Secara keseluruhan, nilai Ho dan He pada sapi FH dari tiga lokasi yang diamati tidak menunjukkan adanya perbedaan nilai yang besar, yaitu dengan rataan nilai Ho = 0,258 dan He = 0,288. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada sapi pedaging, kecuali pada sapi Bahman yang memiliki nilai Ho lebih tinggi dari He (Ho = 0,800 dan He = 0,480). Menurut Machado et al. (2003), jika nilai Ho lebih rendah dari He maka dapat mengindikasikan adanya proses seleksi yang intensif. Hal ini menunjukkan bahwa pada seluruh sapi FH maupun sapi pedaging (kecuali sapi Brahman) diperkirakan tidak terjadi proses seleksi intensif yang secara langsung berdasarkan gen GH MspI. 25
HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH MspI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG, BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH MspI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG, BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG SKRIPSI DINY WIDYANINGRUM DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang
Lebih terperinciGambar 4. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pit1 Sapi FH dan Sapi Pedaging pada Gel Agarose 1,5%
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pit1 Gen Pit1 ekson 6 pada sapi Friesian Holstein (FH) dari lokasi BIB Lembang, BBIB singosari dan BET Cipelang; sapi pedaging (Simmental, Limousin, Angus, dan Brahman)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia. Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan
Lebih terperinciberkualitas rendah, toleran terhadap parasit lokal dan menyatu dengan kehidupan sosial petani di pedesaan. Sumber tenaga kerja, daging,
APLIKASI GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH, GHRH) SEBAGAI MARKA DALAM SELEKSI PENINGKATAN BOBOT POTONG DAN KUALITAS DAGING PADA KERBAU (Penelitian lanjutan Tahun III) Tim Peneliti: Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan Amplifikasi fragmen gen hormon pertumbuhan (GH) yang dilakukan pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental menunjukkan adanya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sumber :
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sapi
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Ternak sapi secara zoologi termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, sub filum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae, genus Bos, dan spesies Bos taurus
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi memiliki peran utama dalam evolusi kebudayaan manusia dan penting dalam segi ekonomi. Semua ternak sapi saat ini diperkirakan telah di domestikasi dari Bos
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian
12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Sapi Perah FH di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Sapi Perah FH di Indonesia Sapi perah merupakan hasil domestikasi dari Bos taurus primigenius sekitar 2000 tahun yang lalu (Anderson & Kiser 1966; Mason 1984; Gillespie 1992).
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
31 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keragaman Gen FSH Sub-unit Beta Sapi Bali Metode PCR-RFLP Amplifikasi Ruas Gen FSH sub-unit beta Pada penelitian ini kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal 94 o C
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH
62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH-MspI) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) SKRIPSI LIDIA PUSPA AGUSTIANI
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH-MspI) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) SKRIPSI LIDIA PUSPA AGUSTIANI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis
Lebih terperinciSEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN RESEPTORNYA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKSI SUSU KUMULATIF PARSIAL PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI SENTRA PRODUKSI JAWA BARAT RESTU MISRIANTI SEKOLAH
Lebih terperinciANALISIS POLIMORFISME GEN BOVINE GROWTH HORMONE (BGH) EXON III-IV PADA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI BPTU BATURRADEN
ANALISIS POLIMORFISME GEN BOVINE GROWTH HORMONE (BGH) EXON III-IV PADA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI BPTU BATURRADEN (Polymorphisms Analysis of Bovine Growth Hormone (bgh) Gene Exon III- IV in BPTU Baturraden
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi diantaranya adalah sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir merupakan salah satu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN LAKTOFERIN (LTF EcoRI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG, BBIB SINGOSARI DAN BET CIPELANG
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN LAKTOFERIN (LTF EcoRI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG, BBIB SINGOSARI DAN BET CIPELANG SKRIPSI GABBY ELFANDA MUMPUNIE DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Penyebaran Sapi Lokal Indonesia
5 TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Penyebaran Sapi Lokal Indonesia Keanakeragaman ternak yang terdapat di Indonesia khususnya pada ternak sapi berasal dari sumber daya genetik ternak asli dan ternak impor.
Lebih terperinciBAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO
BAB 7 Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO Beberapa kajian dilaporkan bahwa genotip Msp1+/+danMsp1+/- dapat digunakan sebagai gen kandidat dalam seleksi ternak sapi untuk program
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN DI DAERAH EXON PADA SAPI LOKAL INDONESIA BERDASARKAN METODE PCR-SSCP SURYA NUR RAHMATULLAH
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN DI DAERAH EXON PADA SAPI LOKAL INDONESIA BERDASARKAN METODE PCR-SSCP SURYA NUR RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15 Amplifikasi fragmen gen BMPR-1B dan BMP-15 pada DEG-Lombok menghasilkan DNA target dengan masing-masing panjang produk 140 bp (base pair/pasangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN FOLLICLE STIMULATING HORMONE RECEPTOR
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN FOLLICLE STIMULATING HORMONE RECEPTOR (FSHR AluI) PADA SPESIES SAPI Bos javanicus, Bos taurus, DAN Bos indicus DENGAN METODE PCR-RFLP SKRIPSI SEPTYANINGTYAS ANGGIA SARI DEPARTEMEN
Lebih terperinciMETODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciBAB 6. Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO
BAB 6 Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO Dalam usaha pertenakan, sifat pertumbuhan selalu menjadi perhatian utama dalam pemuliaan sebagai penentu nilai ekonomi. Dengan perkembangan biologi
Lebih terperinci3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK
16 3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pertumbuhan dikontrol oleh multi gen, diantaranya gen Insulin-Like Growth
Lebih terperinci2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60
BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sapi Bali Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil domestikasi banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan
Lebih terperinciBAB 5. Deteksi Pewarisan Gen GHKaitan Teori Mendel Pada Populasi Sapi PO
BAB 5 Deteksi Pewarisan Gen GHKaitan Teori Mendel Pada Populasi Sapi PO Hormon pertumbuhan (Growth hormone, GH) merupakan hormone anabolic yang disintesis dan disekresikan oleh sel somatotrof pada lobus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sumber Daya Genetik Ternak Lokal. Gambar 2 Tipe-tipe sapi domestikasi yang terdapat di Asia, Afrika, dan Eropa (MacHugh 1996).
TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu (1) ternak asli, (2) ternak yang telah beradaptasi dan (3) ternak impor (Sarbaini,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 serta masing-masing lokus menganalisis 70 sampel DNA. Hasil amplifikasi
Lebih terperinciIII. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb
III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi merupakan anggota famili bovidae yang muncul pada era Pleistosen. Ternak sapi berasal dari keturunan aurok liar (Bos primigenius) (Mannen
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinciBAB 8. AnalisisProduktivitas Anak(G1) Dari GenotipGHPejantan dan Induk Sapi PO (G0)
BAB 8 AnalisisProduktivitas Anak(G1) Dari GenotipGHPejantan dan Induk Sapi PO (G0) Kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor genetik GH memakai restriksi enzim Msp1 yang berbeda pada tetua pejantan
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)
KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.
Lebih terperinciKolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria
Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP SKRIPSI ALMIRA PRIMASARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
Lebih terperinciANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO
BAB 11 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud
Lebih terperinciPENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen.
PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENDAHULUAN Pada tahun 1908, ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA
KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL Disertasi HARY SUHADA 1231212601 Pembimbing: Dr. Ir. Sarbaini Anwar, MSc Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim,
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting
Lebih terperinciPEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali
41 PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali Sekuen individu S. incertulas untuk masing-masing gen COI dan gen COII dapat dikelompokkan menjadi haplotipe umum dan haplotipe-haplotipe
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat.
(Polyacrilamide Gel Elektroforesis) 5,5% pada tegangan 85 V selama 6 jam. Standar DNA yang digunakan adalah ladder (Promega) Gel polyacrilmide dibuat dengan menggunakan 30 ml aquades, 4 ml 10xTBE, 5,5
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN M
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya
Lebih terperinciBIO306. Prinsip Bioteknologi
BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan
Lebih terperinciGambar 1.1. Variasi pada jengger ayam
Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu
Lebih terperinciANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO
BAB 10 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas
Lebih terperinciPrediksi Kemajuan dan Respon Seleksi Bobot Badan dan GenotipGH Induk Sapi PO
BAB 12 Prediksi Kemajuan dan Respon Seleksi Bobot Badan dan GenotipGH Induk Sapi PO A. Hubungan Proporsi Seleksi, Intensitas Seleksi dan Respon Seleksi Proporsi seleksi adalah nilai yang menunjukkan jumlah
Lebih terperinciLuisa Diana Handoyo, M.Si.
Luisa Diana Handoyo, M.Si. Cabang ilmu genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi dan menguraikan secara matematik akibat dari keturunan pada tingkat populasi. Populasi adalah suatu kelompok individu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang
Lebih terperinciEvaluasi Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan (GH) pada Sapi Pesisir Sumatera Barat Menggunakan Penciri PCR-RFLP
Media Peternakan, April 007, hlm. 1-10 ISSN 016-047 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/005 Vol. 30 No. 1 Evaluasi Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan (GH) pada Sapi Pesisir Sumatera Barat Menggunakan
Lebih terperinciTanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN
Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Dasar Genetik Tanaman Penyerbuk Silang Heterosigot dan heterogenous Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda Keragaman
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena
Lebih terperinciKeragaman Gen Hormon Pertumbuhan Reseptor (GHR) pada Sapi Perah Friesian Holstein
Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan Reseptor (GHR) pada Sapi Perah Friesian Holstein RESTU MISRIANTI 1, C. SUMANTRI 2 dan A. ANGGRAENI 3 1 Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, rest_42@yahoo.co.id
Lebih terperinciDAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1
DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi
Lebih terperinciIDENTIFIKASI MOLEKULER KELAINAN GENETIK SITRULINEMIA DAN DEFICIENCY OF URIDINE MONOPHOSPHATE SYNTHASE
IDENTIFIKASI MOLEKULER KELAINAN GENETIK SITRULINEMIA DAN DEFICIENCY OF URIDINE MONOPHOSPHATE SYNTHASE (DUMPS) PADA POPULASI SAPI PERAH FRIESIAN-HOLSTEIN NUR KHABIBAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
32 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Mutasi Gen KRAS Menggunakan Metode HRM dan RFLP pada DNA Standar Sel Kultur Analisis mutasi gen KRAS menggunakan metode HRM telah dilakukan terhadap DNA standar untuk mengetahui
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A
KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini
Lebih terperinci