Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Widya Hadiman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu KS 8.4 dengan menggunakan empat primer forward dan reverse dan tiga suhu meliputi 40 C, 45 C, dan 50 C. Optimasi dilakukan dengan membuat campuran reaksi PCR yang dilanjutkan dengan amplifikasi melalui program PCR gradien. Pembuatan campuran reaksi PCR dilakukan pada tabung mikro dengan komposisi antara lain 1 µl sampel DNA (50 ng), 2.5 µl buffer complete, 1 µl dntps, 1 µl primer forward mtccir (15, 26, 37, dan 229), 1 µl primer reverse mtccir (15, 26, 37, dan 229), 0.5 µl Taq DNA polimerase, dan 18 µl MW (Molekular Water) sehingga volume total menjadi 25 µl. Campuran tersebut kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan speed vac selama beberapa saat kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR. Tahap berikutnya yaitu amplifikasi yang dilakukan pada mesin PCR ESCO APBIO dengan program PCR gradien. Siklus PCR yang terdiri dari 35 siklus selama kurang lebih 3 jam dengan rincian reaksi predenaturasi pada suhu 94 C selama 7 menit, denaturasi pada suhu 94 C selama 45 detik, annealing diatur pada tiga suhu yaitu pada suhu 40 C, 45 C, dan 50 C selama 45 detik, extension pada suhu 72 C selama 2 menit, dan pasca pemanjangan primer pada suhu 72 C selama 5 menit. Hasil amplifikasi kemudian disimpan ke dalam freezer bersuhu -20 C. Untuk mengetahui secara kualitatif dapat diuji dengan elektroforesis gel agarose kemudian dianalisis pita yang terbentuk dari hasil elektroforesis gel agarosa sehingga diketahui suhu annealing optimum untuk digunakan pada amplifikasi DNA selanjutnya. Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit Pembuatan campuran reaksi PCR dilakukan pada tabung mikro dengan komposisi antara lain 1 µl sampel DNA (50 ng), 2.5 µl buffer complete, 1 µl dntps, 1 µl primer forward mtccir (15, 26, 37, 229, dan kombinasinya), 1 µl primer reverse mtccir (15, 26, 37, 229, dan kombinasinya), 0.5 µl Taq DNA polimerase, 18 µl MW (Molecular Water) sehingga volume total menjadi 25 µl. Campuran tersebut kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan speed vac selama beberapa saat kemudian secara hati-hati dimasukkan ke dalam mesin PCR. Tahap berikutnya yaitu amplifikasi yang dilakukan pada mesin PCR ESCO APBIO yang terdiri dari 35 siklus selama kurang lebih 3 jam dengan rincian reaksi predenaturasi pada suhu 94 C selama 7 menit, denaturasi pada suhu 94 C selama 45 detik, annealing pada suhu 45 C (hasil dari optimasi) selama 45 detik, extension pada suhu 72 C selama 2 menit, dan pasca pemanjangan primer pada suhu 72 C selama 5 menit. Hasil amplifikasi kemudian disimpan ke dalam freezer bersuhu -20 C. Hasil amplifikasi DNA dianalisis dengan elektroforesis gel agarose. Elektroforesis Hasil Amplifikasi Hasil amplifikasi berdasarkan penanda mikrosatelit dapat diketahui visualisasinya dengan melakukan konfirmasi dengan menggunakan elektroforesisi gel agarose. Gel agarose yang digunakan yaitu gel agarosa 1.5%. Sebelum dilakukan elektroforesis, hasil amplifikasi dicampurkan dengan loading buffer terlebih dahulu dengan perbandingan 1:5. Marker yang digunakan adalah 1 kb plus DNA ladder sebanyak 0.8 µl. Elektroforesis dialiri tegangan listrik 75 volt selama ± 60 menit. Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan lampu UV dalam transilluminator. Analisis Segregasi Marka SSR Evaluasi dari pita-pita yang dihasilkan dilihat dari fragmen DNA yang mempunyai berat molekul tertentu. Ada atau tidaknya marka SSR diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya alel, alel yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi dendrogram atau disebut dengan pohon filogenetik dengan menurunkan matriks koefisien kemiripan dengan menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method Arithmatic mean) memakai software komputer NTSYS versi Selain itu juga dilihat koefisien kemiripan genetik antar individu dalam populasinya dengan menggunakan program yang sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Pita DNA Genom Total Tanaman Kelapa Sawit Hasil Isolasi DNA genom total menjadi komponen penting yang dibutuhkan dan sangat mempengaruhi keberlangsungan penelitian mengenai pengelompokkan tanaman kelapa
2 12 sawit berdasarkan simple sequence repeats (SSR) marker ini. DNA genom total berfungsi sebagai DNA target (template) yang selanjutnya akan diamplifikasi dengan mengggunakan primer spesifik yang telah dipilih. Isolasi DNA dan pemurniannya merupakan langkah awal analisis dan manipulasi secara in vitro dalam studi molekuler. Melalui tahapan isolasi DNA diperoleh DNA genom total dari 58 sampel tanaman kelapa sawit yang sebelumnya belum diketahui identitasnya untuk dianalisis secara lebih lanjut. Menurut Bintang (2010) tahap yang paling penting dalam mengisolasi DNA adalah tahapan pemecahan dinding sel untuk mengeluarkan DNA. Kegagalan dalam memecahkan semua dinding sel dari suatu jaringan dapat mempengaruhi hasil akhir isolasi DNA. Selain itu selama proses penggerusan perlu ditambahkan nitrogen cair untuk proses liofilisasi, sehingga komponennya kering dan mudah digerus. Nitrogen cair mempunyai suhu minus 196 C. Enzim-enzim menjadi inaktif pada suhu dingin, sehingga DNA sampel tidak mengalami denaturasi (Barnum 2005). Metode isolasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode Orozco-Castillo (1994). Pemilihan metode ini berdasarkan pada optimasi yang telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Ying dan Zaman (2006) juga menyatakan bahwa metode Castillo (1994) umum digunakan pada tanaman perkebunan seperti kelapa sawit. Tahapan isolasi DNA dengan metode Castilo (1994) pada prinsipnya hampir serupa dengan metode isolasi DNA yang dikembangkan oleh Murray dan Thompson (1980) yakni Cetyl trimethylammonium bromide (CTAB). Hanya terdapat sedikit perbedaan yaitu terletak pada penambahan β-merkaptoetanol dan polyvinylpyrolidone (PVP) 1.5% untuk mencegah terjadinya oksidasi yang menyebabkan kerusakan DNA. Bagian yang diambil untuk diisolasi DNA tanaman sawit adalah daun. Daun dipilih karena bagian tersebut merupakan bagian yang mudah untuk dihancurkan dan penting dalam mengontrol proses kehidupan tanaman. Daun yang dipilih adalah daun muda karena banyak mengandung DNA. Daun muda sedang aktif dalam melakukan proses pembelahan dan pertumbuhan sel sehingga banyak mengandung DNA. DNA genom total hasil isolasi DNA ini akan diamplifikasi dengan primer spesifik dan dielektroforesis dengan gel agarosa untuk selanjutnya dianalisis lebih lanjut. Parameter hasil isolasi yang baik dapat dilihat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan menggunakan elektroforesis gel agarose 1% bp DNA RNA, polisakarida, protein DNA RNA, polisakarida, protein Gambar 3 Elektroforegram DNA kelapa sawit sebelum pemurnian.
3 bp DNA DNA Gambar 4 Elektroforegram DNA kelapa sawit setelah pemurnian. Secara kualitatif DNA hasil isolasi menunjukkan profil yang cukup bagus. Hal tersebut ditunjukkan oleh intensitas keseluruhan pita DNA yang dihasilkan tampak jelas dan terang seperti terlihat pada Gambar 3. Sampel yang paling bagus yaitu sampel 46 dengan visualisasinya yang sangat jelas dan terang. Visualisasi pita DNA yang dihasilkan dari 58 sampel tanaman kelapa sawit sangat bervariasi, tetapi memiliki intensitas dan ukuran yang hampir sama yaitu berkisar pada bp. Ukurannya yang cukup besar yaitu berkisar pada bp dan posisi pita yang berada pada bagian awal proses migrasi menunjukkan bahwa DNA yang berhasil diisolasi merupakan DNA genom total. Konsentrasi DNA Kelapa Sawit Hasil Isolasi Secara kuantitatif konsentrasi DNA dapat dilihat dengan mengukur rasio absorbansinya pada panjang gelombang 260 nm dengan spektrofotometer UV-VIS. Adanya ikatan rangkap terkonjugasi pada basa heterosiklik purin dan pirimidin menyebabkan nukleosida, nukleotida, dan polinukleotida dapat menyerap sinar UV (Murray et al. 2003). Konsentrasi DNA dihitung dengan pengukuran bahwa pada panjang gelombang 260 nm, nilai 1 unit absorban sebanding dengan 50 μg/ml DNA (Brown 2003; Walker & Wilson 2000). Sehingga konsentrasi DNA bisa didapat melalui perkalian nilai absorban pada panjang gelombang 260 nm dengan faktor pengenceran dan 50 μg/ml (Sambrook et al. 1989). Hasil isolasi DNA memperlihatkan konsentrasi yang sangat bervariasi pada ke-58 sampel yaitu berkisar antara ng/µl. Selain konsentrasi, tingkat kemurnian juga menjadi parameter penting dari segi kuantitatif. Kemurnian DNA ditentukan dengan indeks kemurnian. Kemurnian tersebut dihitung berdasarkan kemurnian terhadap protein (A 260nm /A 280nm ) dan polisakarida (A 260nm /A 230nm ). Nilai rasio A 260 /A 280 dikatakan murni jika bernilai (Farrell 2010). Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa rasio A 260 /A 280 berada pada kisaran , sementara rasio A 260 /A 230 berkisar antara seperti yang tercantum pada Lampiran 4 (Tabel hasil pengukuran kuantitatif DNA dengan spektrofotometer). Sehingga berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa DNA yang berhasil diisolasi dari beberapa sampel masih terdapat kontaminan protein dan polisakarida seperti
4 14 yang terlihat pada Gambar 3. Sehingga perlu dilakukan pemurnian DNA hasil isolasi. Pemurnian hasil isolasi DNA dilakukan dengan penambahan RNase. Setelah adanya penambahan RNase kemungkinan adanya kontaminan RNA sangat kecil bahkan tidak ada seperti yang terlihat pada Gambar 4. Tingkat kemurnian pada rasio A 260nm /A 280nm dan A 260nm /A 230nm yang tidak berada pada rentang yang sesuai dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti DNA yang tidak terlarut secara sempurna sehingga akan mempengaruhi pembacaan pada alat spektrofotometer, tingginya kandungan polisakarida yang dapat meningkatkan viskositas hasil isolasi, dan adanya polifenol yang merupakan agen oksidator dalam berbagai spesies tanaman termasuk kelapa sawit yang menyebabkan penurunan yield dan kemurnian hasil isolasi DNA (Porebski et al. 1997). Pemilihan konsentrasi DNA yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses PCR. Nurhaimi-Haris et al. (2003) menyatakan bahwa konsentrasi DNA akan berdampak pada kualitas fragmen hasil amplifikasi. Jika konsentrasi DNA terlalu rendah fragmen yang dihasilkan sebagai pita akan sangat tipis pada gel atau bahkan pita tidak terlihat secara visual, sebaliknya jika konsentrasi DNA terlalu tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan antara satu pita dengan pita lainnya. Akan tetapi penggunaan mikrosatelit mempunyai kelebihan yaitu jumlah DNA yang dibutuhkan relatif rendah. Selain itu juga mampu menggunakan DNA dengan kualitas rendah sampai sedang (Lee 1998). Senior et al. (1996) juga menyatakan bahwa teknik PCR pada mikrosatelit hanya menggunakan DNA dalam jumlah sedikit dengan daerah amplifikasi yang kecil bp dari genom. Kelebihan lain dari marka mikrosatelit yaitu dapat diaplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena sampel yang dibutuhkan untuk ekstraksi DNA sangat sedikit, selain itu dapat menggunakan bagian tanaman lain seperti biji atau serbuk sari (Senior et al.1996). Sehingga sampel yang memiliki konsentrasi rendah tetap bisa dijadikan cetakan pada amplifikasi. Konsentrasi DNA yang digunakan pada proses amplifikasi sebesar 50 ng/µl, sehingga perlu dilakukan pengenceran agar konsentrasi DNA yang dipakai pada proses amplifikasi seragam antara satu sampel dengan sampel lainnya. Suhu Annealing Optimum untuk Amplifikasi DNA Kelapa Sawit Variasi jumlah pengulangan untuk suatu batasan lokus diantara genotip yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan teknik PCR (Hamada et al. 1982). Tahapan annealing merupakan tahapan kritis pada teknik PCR tersebut karena pada saat tersebut terjadi penempelan primer pada DNA cetakan. Proses penempelan primer yang optimal atau kurang optimal pada bagian mikrosatelit DNA akan berpengaruh pada hasil amplifikasi. Jika pemilihan suhu annealing tidak tepat dapat berakibat primer tidak dapat mengamplifikasi DNA dengan baik sehingga tidak terbentuk pita hasil amplifikasi atau pita sangat tipis dan bahkan smear. Oleh karena itu sebelum dilakukan amplifikasi terlebih dahulu dilakukan optimasi suhu annealing. Optimasi dilakukan dengan mengambil satu sampel dari keseluruhan sampel dengan menggunakan enam primer yang juga digunakan dalam proses amplifikasi DNA. Suhu yang dioptimasi yaitu berkisar pada suhu 40 C, 45 C, dan 50 C. Berdasarkan hasil optimasi dengan program PCR gradien terlihat bahwa pada suhu 40 C dan 45 C terbentuk pita-pita yang cukup jelas, sedangkan pada suhu 50 C hanya terbentuk satu pita seperti terlihat pada Gambar 5. Sehingga dipilih suhu annealing 45 C. Rahman et al. (2000) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu annealing maka larik-larik DNA yang dihasilkan akan semakin spesifik. Hal tersebut tergantung pada kualitas hasil PCRnya. Diharapkan dengan suhu yang telah dipilih tersebut DNA yang akan diamplifikasi dapat menghasilkan amplikon yang berkualitas baik. Gambar 5 Elektroforegram hasil optimasi suhu annealing (40 C, 45 C, dan 50 C) Suhu 45 C Profil Pita Hasil Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan SSR Marker (Mikrosatelit) Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan enam primer mikrosatelit yang
5 15 telah dirancang sebelumnya. Lokus mikrosatelit diapit oleh suatu urutan nukleotida yang terkonservasi, sehingga urutan DNA pengapit ini dapat dijadikan primer spesifik yang bisa diamplifikasi menggunakan PCR (Treuren 2000). Empat primer merupakan primer utama dan dua primer berikutnya merupakan kombinasi dari empat primer tersebut. Adapun primer yang digunakan yaitu mtccir 15, mtccir 26, mtccir 37, dan mtccir 229. Urutan sekuen masing-masing primer yang digunakan terlampir pada Lampiran 3. Masing-masing primer yang digunakan berupa primer forward dan reverse, sedangkan untuk primer kombinasi menggunakan mtccir 229 sebagai primer forward dan mtccir 26 serta mtccir 37 sebagai primer reverse. Pita yang muncul pada gel agarose pada setiap lokus diasumsikan sebagai alel mikrosatelit. Sedangkan marka DNA merupakan data alel yang teramati dengan memperhatikan pita DNA yang muncul berdasarkan ukuran produk PCR (Megia dan Djuita 2010). Davidson (2001) menyatakan bahwa kualitas hasil PCR mikrosatelit yang bagus yaitu pita yang dihasilkan sebanyak dua pita. Dua pita menunjukkan alel heterozigot, sedangkan satu pita menunjukkan alel homozigot. Dua pita yang dihasilkan mengindikasikan bahwa penanda mikrosatelit bersifat kodominan bagi organisme diploid yang dapat membedakan genotip homozigot dan heterozigot (Pandin et al. 2008). Amplifikasi DNA dengan menggunakan enam pasang primer spesifik yang berbedabeda menghasilkan amplikon berupa pita dengan pola yang sangat bervariasi. Masingmasing lokus dapat menghasilkan alel teramplifikasi, dan berbeda-beda jumlah alelnya untuk masing-masing lokus. Primer mtccir 26 dan mtccir 37 hanya menghasilkan 27 dan 49 alel pada setiap lokusnya, sedangkan pada primer lainnya yaitu mtccir 15, 229, kombinasi mtccir 229 dan mtccir 26, serta kombinasi mtccir 229 dan mtccir 37 masing-masing menghasilkan alel teramplifikasi sebanyak 140, 301, 186, dan 156 alel per lokusnya. Jumlah alel per lokus dapat dilihat pada Lampiran 12 hingga Lampiran 17. Perbedaan jumlah alel dalam setiap lokus ini akan menyebabkan perbedaan nilai heterozigositas. Semakin tinggi jumlah alel dalam suatu lokus maka semakin tinggi nilai heterozigositasnya (Unadi et al. 2010). Sehingga pada primer mtccir 26 dan mtccir 37 lebih banyak alel yang homozigot. Nilai heterozigositas yang tinggi diasumsikan sebagai lokus yang memiliki tingkat mutasi yang tinggi, mutasi tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dari alel homozigot dengan urutan basa yang sama sehingga menghasilkan alel dengan urutan basa yang berbeda. Hal ini menyebabkan keragaman genetik tinggi. Keseluruhan sampel yang berjumlah 58 dengan enam pasang primer membentuk fragmen berjumlah 859 pita DNA dengan intensitas dan ukuran yang beragam (Lampiran 12 hingga Lampiran 17). Primer mtccir 229 menghasilkan fragmen paling banyak yaitu 11 fragmen dengan ukuran berkisar antara bp, sementara primer mtccir 26 menghasilkan fragmen yang paling sedikit yaitu 4 fragmen dengan ukuran bp. Primer yang lainnya yaitu primer mtccir 15 menghasilkan 10 fragmen dengan ukuran berkisar antara bp, primer mtccir 37 menghasilkan 5 fragmen dengan ukuran bp, kombinasi primer mtccir 229 dengan mtccir 26 menghasilkan 5 fragmen dengan ukuran bp, dan kombinasi primer mtccir 229 dengan mtccir 37 menghasilkan 8 fragmen dengan ukuran bp. Perbedaan ukuran pita yang terjadi pada masing-masing primer menunjukkan adanya perubahan genomik. Perubahan tersebut dapat terjadi dari alel yang bersifat homozigot (satu pita) menjadi heterozigot (dua pita) atau sebaliknya (Meiga dan Djuita 2010). Hasil pengamatan elektroforegram hasil PCR SSR terlihat pada Tabel 1. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan jumlah dan intensitas pita DNA yang terbentuk pada setiap primer dan pada masing-masing lokus. Tingey et al. (1994) menyatakan bahwa variasi yang terjadi pada jumlah dan intensitas pita DNA yang terbentuk setelah proses amplifikasi sangat tergantung pada cara primer mengenal urutan DNA komplementernya pada cetakan DNA (DNA template) yang digunakan. Kemurnian dan konsentrasi DNA cetakan juga berpengaruh. DNA cetakan yang mengandung kontaminan seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta konsentrasi DNA cetakan yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang redup atau tidak jelas (Weeden et al. 1992). Selain itu sebaran situs penempelan primer pada DNA cetakan dan adanya kompetisi tempat penempelan primer pada DNA cetakan menyebabkan satu fragmen diamplifikasi dalam jumlah banyak sementara fragmen lainnya hanya sedikit. Weeden et al. (1992) juga menyatakan bahwa
6 16 Tabel 1 Kompilasi elektroforegram hasil amplifikasi DNA dengan SSR marker Kode primer Total Total fragmen % Ukuran fragmen polimorfisme polimorfisme fragmen (bp) mtccir % mtccir % mtccir % mtccir % mtccir mtccir % mtccir mtccir % Total % amplifikasi mungkin diinisiasi pada beberapa tempat, tetapi hanya beberapa set yang dapat dideteksi sebagai pita sesudah amplifikasi. Sehingga pemilihan primer pada analisis keragaman genetik sangat berpengaruh terhadap polimorfisme pita yang dihasilkan, karena setiap primer memiliki situs penempelan spesifik tersendiri. Akibatnya pita DNA polimorfik yang dihasilkan setiap primer menjadi berbeda, baik dalam ukuran banyaknya pasang basa maupun jumlah pita DNAnya. Seperti pada primer mtccir 26 dan mtccir 37 yang hanya sedikit sekali menghasilkan pita dibandingkan dengan primer lainnya. Pita DNA yang dihasilkan dari amplifikasi juga memberikan informasi ilmiah mengenai tingkat polimorfisme dan keragaman genetik dari sampel-sampel yang diujikan. Visualisasi pada elektroforegram memperlihatkan 40 dari 43 fragmen yang dihasilkan mempunyai tingkat polimorfisme yang sempurna yaitu 100%, sementara 3 fragmen lainya mempunyai tingkat polimorfisme dengan presentase berkisar antara 80-87%. Tetapi secara keseluruhan presentasi polimorfisme bernilai tinggi yaitu sebesar 93.03% seperti yang tercantum pada Tabel 1. Tingginya persentase polimorfisme dapat dipengaruhi oleh banyaknya jumlah individu dalam suatu populasi. Pita polimorfik menggambarkan keadaan genom tanaman. Pembentukan pita polimorfik pada sampel menunjukkan adanya keragaman genetik pada sampel. Semakin banyak pita DNA polimorfik keragaman genetik sampel semakin tinggi karena semakin banyak situs penempelan primer pada genom tanaman. Kemiripan Genetik Kelapa Sawit Hubungan kekerabatan genetik dalam populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan dari sejumlah karakter. Pola hubungan genetik dari 58 tanaman kelapa sawit dapat diketahui dengan menganalisis kemiripan genetik antar individunya. Kemiripan genetik antar individu dalam suatu populasi dapat dianalisis berdasarkan nilai koefisien kemiripan dan jarak genetik antara satu individu dengan individu yang lain. Semakin besar nilai derajat kemiripan genetik antar dua individu berarti semakin besar kemiripan genetiknya. Hal ini dilakukan dengan membandingkan pita hasil elektroforesis dengan koefisien kemiripan genetik Jaccard menggunakan software NTSYS. Nilai dari koefisien kemiripan yang diperoleh berdasarkan hasil skoring yang berupa bilangan biner akan menghasilkan angka-angka dengan kisaran hingga yang mencerminkan seberapa dekat atau seberapa jauh kemiripan genetik antar individu dalam suatu populasi. Semakin kecil koefisien kemiripan dari nilai antar individu dalam suatu populasi maka semakin jauh kemiripan genetiknya dan keseragaman antar populasi semakin rendah atau beragam. Sebaliknya semakin mendekati koefisien kemiripan dengan nilai antar individu dalam suatu populasi maka semakin mirip antar individunya dan populasi tersebut memiliki anggota yang seragam. Berdasarkan matriks koefisien kemiripan genetik yang telah diperoleh dari 58 sampel (Lampiran 11), koefisien kemiripan antar individu memiliki nilai yang sangat bervariasi. Nilai koefisien kemiripan yang diperoleh berada pada kisaran atau jarak genetik antara seperti yang terlihat pada Lampiran 11(Matriks kemiripan genetik antara 58 genotip tanaman kelapa sawit berdasarkan proporsi fragmen yang dimiliki secara bersama). Sehingga dapat dinyatakan bahwa kemiripan yang dimiliki antar individu dalam satu populasi berkisar antara 41.86% %. Kemiripan paling tinggi dimiliki oleh pohon nomor 16.3 dengan 18.3 yakni 97.67% (Lampiran 11). Tinggginya kemiripan tersebut menunjukkan bahwa kedua pohon tersebut memiliki tingkat kekerabatan yang sangat dekat bahkan mungkin kedua individu secara genotipik tidak berbeda. Kemiripan paling rendah dimiliki oleh pohon nomor 1.6 dengan 16.5, 1.6 dengan 20.1, dan 3.4 dengan 13.1 yakni
7 17 hanya 41.86%. Berdasarkan angka koefisien kemiripan juga diperoleh informasi bahwa pohon nomor 3.6 dengan 6.4 ternyata merupakan individu yang tidak berbeda secara genetik karena memiliki kemiripan dengan nilai sempurna yaitu 100% (Lampiran 11). Koefisien kemiripan ini akan sangat menentukan keberhasilan dalam persilangan antar individu dalam proses pemuliaan tanaman. Semakin besar nilai koefisien kemiripannya (mendekati 1) atau semakin kecil jarak genetik (mendekati 0) antara dua individu yang akan disilangkan, maka tingkat keberhasilan persilangan akan semakin kecil, demikian pula sebaliknya. Sehingga hasil persilangan yang bagus nantinya akan diperoleh dari persilangan antar individu yang mempunyai kemiripan genetik kecil atau berjarak genetik besar sehingga dapat mempertahankan keragaman genetik yang ada (Sukartini 2008). Pola Konstruksi Filogenetik Penelitian mengenai pengelompokkan tanaman kelapa sawit berdasarkan simple sequence repeat (SSR) marker telah berhasil mengelompokkan 58 tanaman kelapa sawit sesuai kedekatan tingkat kekerabatan antar individunya dalam bentuk pohon filogenik seperti yang terlihat pada Gambar 6. Selain itu penelitian ini juga menghasilkan informasi ilmiah berupa tingkat keragaman genetik individu dalam satu populasi. Suryanto (2003) menyatakan bahwa analisis keragaman genetik dapat dilakukan melalui analisis hasil elektroforesis DNA. Pita-pita DNA yang terbentuk menunjukkan polimorfisme sehingga dapat diketahui posisi tertentu dalam filogenetik. Pembuatan pohon filogenik membutuhkan data berupa hasil skoring elektroforegram hasil amplifikasi DNA. Setiap pita DNA yang terbentuk berdasarkan marka SSR menunjukkan posisi alel pada lokus, dimana 1 marka SSR merupakan satu lokus. Alel-alel tersebut kemudian diterjemahkan secara manual menjadi data biner. Setiap alel dianggap mewakili satu karakter dan diberi nilai berdasarkan ada tidaknya suatu alel. Hasil skoring terdapat pada Lampiran Pohon filogenik (dendogram) kemudian dibuat berdasarkan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Aritmetic means) dengan cara menurunkan dari matriks kemiripan genetiknya. Pada mulanya metode UPGMA digunakan untuk tujuan taksonomi, akan tetapi sering pula digunakan untuk pembentukan pohon filogenik dengan asumsi bahwa kecepatan mutasi nukleotida atau subsitusi asam amino mempunyai laju evolusi yang sama pada setiap garis keturunannya (Kumar et al. 1993). Sehingga pohon filogenik berdasarkan metode UPGMA menghasilkan akar pohon. Selain itu mudah dalam interpretasi dan aplikasinya serta mengurangi kesalahan-kesalahan stokastik akibat estimasi jarak genetik. Pohon filogenik yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Gambar 6 memperlihatkan bahwa 58 tanaman kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar dan beberapa kelompok kecil sesuai dengan nilai koefisien kemiripannya. Semakin tinggi koefisien kemiripan maka akan semakin spesifik pengelompokkannya. Seluruh individu dalam populasi secara garis besar terbagi menjadi dua kelompok besar pada saat presntase koefisien kemiripan sebesar 64.9%. Kelompok pertama terdiri atas 19 pohon, sedangkan kelompok kedua terdiri atas 39 pohon yang masing-masing akan terpisah lagi pada koefisien kemiripan genetik yang lebih tinggi. Seperti yang terlihat pada Gambar 6, kelompok besar pertama yang terdiri atas 19 pohon kemudian terbagi lagi menjadi dua kelompok pada presentase koefien kemiripan yang lebih tinggi yaitu 70%. Sub kelompok pertama terdiri atas 15 pohon dengan nomor 1.6, 8.3, 12.2, 2.5, 3.4, 7.5 (kemudian menjadi satu sub kelompok pada koefien kemiripan yang lebih tinggi dari 82%), 3.2, 8.1, 7.4, 13.2, 8.2, 8.6, 4.6, 7.6, dan 11.3 (kemudian menjadi satu sub kelompok pada koefien kemiripan yang lebih tinggi dari 82%). Sedangkan sub kelompok dua hanya terdiri atas empat pohon dengan nomor 16.3, 18.3, 19.5, dan Pada presentase koefisien kemiripan yang lebih tinggi yaitu 88% ketiga indivudu yaitu 16.3, 18.3, dan merupakan satu sub kelompok dan pohon 19.4 merupakan satu sub kelompok sendiri (Gambar 6). Seperti halnya pada kelompok besar yang pertama, kelompok besar yang kedua dibagi lagi menjadi dua sub kelompok pengelompokkan lebih jauh lagi dengan memperhatikan koefisien kemiripan genetik yang lebih tinggi. Kelompok besar kedua yang terdiri atas 39 pohon terbagi menjadi dua sub kelompok lagi. Sub kelompok pertama terdiri atas 37 individu yang akan terbagai lagi selanjutnya menjadi kelompok kelompok kecil, sementara dua individu dengan nomor pohon 8.4 dan 8.5 membentuk satu sub kelompok. Sub kelompok pertama yang terdiri
8 18 atas 37 individu terbagi lagi menjadi dua sub kelompok, sub kelompok pertama merupakan satu individu sendiri yang terpisah dengan yang lainnya yaitu pohon dengan nomor Individu 10.1 merupakan individu yang sangat istimewa karena letaknya dalam pohon filogenetik yang terpisah dengan individu yang lain. Dapat diartikan bahwa individu ini merupakan individu langka dan keberadaannya harus dipertahankan. Jika dia punah maka tidak ada individu lain yang mirip dengan pohon nomor 10.1, sehingga sedapat mungkin individu ini dipertahankan untuk memperkaya sumberdaya genetik plasma nutfah Indonesia guna perbaikan karakter yang diinginkan para pemulia. Sementara sub kelompok kedua terdiri atas 36 individu yang kemudian pada koefisien kemiripan lebih tinggi terbagi menjadi sub kelompok yang lebih kecil lagi. Sub kelompok pertama terdiri atas pohon nomor 2.2, 20.5, 22.1, 1.4, 3.1, 9.1B, 2.1, 3.6, 6.4, 4.1, 6.6, 7.1, dan 4.7. Sub kelompok kedua terdiri atas pohon dengan nomor 2.3, 5.5, 11.2, 2.6, 10.3, 13.3, 14.3, 15.1,16.5,20.1, 15.2, 14.1, 14.2, dan Sementara sub kelompok ketiga terdiri atas pohon dengan nomor 9.1A, 13.1, 9.3, 11.4, 12.5, 16.1, 16.2, 17.4, dan Secara garis besar dengan memperhatikan struktur pohon filogenetik, satu populasi tanaman kelapa sawit yang belum diketahui identitasnya ini dapat terbagi menjadi delapan kelompok yang masing masing terdiri atas anggota yang berbeda-beda. Delapan kelompok tersebut terlihat pada nilai koefisien kemiripan 76%. Kelompok yang pertama terdiri atas individu dengan nomor pohon 1.6, 8.3, 12.2, 2.5, 3.4, 7.5. Kelompok kedua terdiria atas individu dengan nomor pohon 3.2, 8.1, 7.4, 13.2, 8.2, 8.6, 4.6, 7.6, Kelompok tiga terdiri atas individu dengan nomor pohon 16.3, 18.3, 19.5, dan Kelompok 1, 2, dan 3 merupakan cabang dari kelompok besar pertama. Kelompok keempat yaitu individu tunggal dengan nomor pohon Individu dengan nomor pohon 2.2, 20.5, 22.1, 1.4, 3.1, 9.1B, 2.1, 3.6, 6.4, 4.1, 6.6, 7.1, dan 4.7 merupakan anggota kelompok kelima. Kelompok keenam mempunyai anggota individu yang paling banyak dari keseluruhan kelompok yaitu 13 pohon yang meliputi individu dengan nomor pohon 2.3, 5.5, 11.2, 2.6, 10.3, 13.3, 14.3, 15.1, 16.5, 20.1, 15.2, 14.1, dan Kelompok selanjutnya yaitu kelompok ketujuh yang terdiri atas sembilan individu dengan nor pohon 9.1A, 13.1, 9.3, 11.4, 12.5, 16.1, 16.2, 17.4, dan Sementara kelompok terakhir yaitu kelompok delapan yang beranggotakan dua individu dengan nomor pohon 8.4 dan 8.5. Kelompok-kelompok tersebut pada koefisien kemiripan yang lebih tinggi yaitu 90% akan terbagai lagi menjadi kelompokkelompok yang lebih spesifik sehingga satu kelompok hanya terdapat dua individu dan dapat diketahui dua invidu yang saling berdekatan seperti yang terlihat pada Gambar 6. Beberapa kelompok hanya terdiri dari satu individu yaitu pohon nomor 1.6, 7.5, 11.3, 19.5, 19.4, 9.1B, 6.6, 7.1, 4.7, 11.2, 15.2, 12.1, 16.2, 17.4, dan Berdasarkan pohon filogenik juga didapatkan informasi bahwa pohon nomor 3.6 dan 6.4 terletak pada satu garis lurus pada presentasi koefisien kemiripan 100% sehingga dapat disimpulkan kedua individu tersebut tidak berbeda secara genetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis genom dengan penanda mikrosatelit sangat representatif untuk mengetahui keragaman genetik dalam suatu populasi. Keragaman genetik tanaman dalam suatu populasi sangat penting, agar seleksi dengan maksud untuk mendapatkan karakter-karakter unggul dapat dilakukan. Semakin tinggi keragaman genetik maka peluang untuk mendapatkan genotip unggul semakin besar. Hasil persilangan yang bagus diperoleh dari persilangan antar individu yang mempunyai kemiripan genetik kecil atau berjarak genetik besar sehingga dapat mempertahankan keragaman genetik yang ada (Sukartini 2008). Pola konstruksi pohon filogenik tersebut merupakan informasi yang penting untuk proses pemuliaan tanaman. Melalui pola konstruksi yang terlihat dapat diketahui individu-individu yang kekerabatannya dekat dan yang jauh. Sehingga jika dilakukan penanaman kembali untuk mempertahankan varietas dapat dilakukan penanaman dengan mengelompokkan tanaman sesuai dengan pola konstruksi filogenetik yang telah diperoleh pada penelitian sehingga mempermudah untuk proses pemuliaan selanjutnya. Pemanfaatan Mikrosatelit DNA (SSR) dalam program pemuliaan tanaman kelapa akan sangat membantu untuk mempercepat mengidentifikasi penanda DNA atau gen tertentu yang berkaitan dengan suatu karakter spesifik yang bernilai ekonomi, memperkecil penggunaan lahan untuk setiap satuan penelitian, memperkecil biaya yang diperlukan untuk pemeliharan tanaman dan dapat mencegah duplikasi materi koleksi (Pandin 2010).
9 Gambar 6 Pohon filogenetik 58 pohon kelapa sawit berdasarkan pola pita hasil amplifikasi dengan marka mikrosatelit menggunakan enam pasang primer. 19
HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)
8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:
BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan
Lebih terperinciANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar
Lebih terperinciIII. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3
Lebih terperinciFAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI
ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,
Lebih terperinciII. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di
II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun
HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat
Lebih terperinciI. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi
I. PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA Uji kualitatif dilakukan dengan dipilih secara acak sebanyak 14 sampel dari 27 sampel yang digunakan karena dianggap mewakili keseluruhan sampel
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer
LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA
HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode
24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA
6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil
Lebih terperinciPengujian DNA, Prinsip Umum
Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap
BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi DNA Analisis DNA dimulai dengan melakukan ekstraksi DNA total dari daun tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium bromide). CTAB merupakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini
BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk
Lebih terperinciAsam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml
36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.
Lebih terperinciFAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI
Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;
BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA dari Daun, Bunga, dan Buah Kelapa Sawit
8 berukuran kurang dari 400 bp maka harus ditambah isopropanol satu volume. Larutan ditransfer ke kolom Axyprep yang ditempatkan dalam tabung mikro 2 ml kemudian disentrifugasi ±13500 g selama 2 menit
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. 3.2 Objek Penelitian Tujuh puluh tiga kultivar mangga (Mangifera
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen
Lebih terperinci1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam
Lebih terperinciBIO306. Prinsip Bioteknologi
BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode
16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan
Lebih terperinciANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI
1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu
Lebih terperinci3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi DNA Genom Isolasi dalam penelitian ini menggunakan Wizard Genomic Purification Kit (Promega), yang dapat digunakan untuk mengisolasi DNA genom dari jaringan segar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar
Lebih terperinciBAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel
16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi dan Karakteristik Bahan Baku Produk tuna steak dikemas dengan plastik dalam keadaan vakum. Pengemasan dengan bahan pengemas yang cocok sangat bermanfaat untuk mencegah
Lebih terperinciKolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria
Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and
23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR
II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Dalam penelitian ini contoh uji yang digunakan dibedakan atas contoh uji daun dan kayu. Penelitian terhadap daun dan kayu dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode
22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat
12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
Lebih terperinciIII. Bahan dan Metode
III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling
16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah
Lebih terperinciDeteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis
Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Laurencius Sihotang I. Tujuan 1. Mempelajari 2. Mendeteksi DNA yang telah di isolasi dengan teknik spektrofotometrik 2. mengetahui konsentrasi dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian
12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu makanan yang memiliki nilai gizi yang baik bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu makanan yang memiliki nilai gizi yang baik bagi tubuh, terutama kandungan proteinnya. Beberapa ikan air tawar yang sering dikonsumsi diantaranya
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied
Lebih terperinciTeknik-teknik Dasar Bioteknologi
Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui variasi genetik beberapa varietas mangga berdasarkan RAPD (Random Amplified Polymorphic
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian
Lebih terperinciSINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi
Lebih terperinciLAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)
LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama
121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan
Lebih terperinciBAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida
BAB. IV Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR (Single Sequence Repeats) yang efektif dalam
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA
LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur,
Lebih terperinciKATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis
KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens
Lebih terperinci