ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

Transkripsi

1 ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi lokus mikrosatelit D8S1100 pada populasi monyet ekor panjang di Gunung Pengsong Lombok. Sejumlah 15 sampel darah dikoleksi dari populasi monyet ekor panjang di Gunung Pengsong sebagai sumber DNA. DNA total diekstraksi menggunakan QIAmp DNA Blood Mini Kit dar Qiagen. Lokus mikrosatelit D8S1100 diamplifikasi dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan suhu annealing 54ºC sebanyak 30 siklus. Selanjutnya alel dipisahkan dengan elektroforesis pada gel poliakrilamid 8% selama 90 menit dan dimunculkan dengan pewarnaan perak. Penelitian menemukan tiga jenis alel pada lokus mikrosatelit D8S1100 pada populasi monyet ekor panjang di Gunung Pengsong dengan ukuran bervariasi yakni dari 190 bp sampai 196 bp. Masing-masing alel 190, 193, dan 196 memiliki frekuensi berurutan sebesar 0,43, 0,47, dan 0,10. Heterozigositas lokus mikrosatelit D8S1100 pada populasi monyet ekor panjang di Gunung Pengsong sebesar 0,604. Nilai X² yang didapat adalah 5,62 nilai ini lebih kecil dari X² tabel pada α = 0,05 untuk df = 3 sebesar 7,82. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lokus mikrosatelit D8S1100 bersifat polimorfik pada populasi monyet ekor panjang di Gunung pengsong dan populasi tersebut masih melakukan perkawinan acak (berada dalam Kesetimbangan Hardy-Weinberg). Kata kunci: Lokus mikrosatelit D8S1100, monyet ekor panjang, Gunung Pengsong. 1

2 2 ABSTRACT Polymorphism of a locus in a population is important to know to see the state of a population in a safe or threatened state. This study aimed to characterize the D8S1100 microsatellite locus in long tailed monkey populations at Mount Pengsong Lombok. A total of 15 blood samples were collected from a long-tailed monkey population at Mount Pengsong as a source of DNA. Total DNA was extracted using QIAmp DNA Blood Mini Kit from Qiagen. The microsatellite D8S1100 was amplified by PCR (Polymerase Chain Reaction) technique with 54ºC annealing temperature of 30 cycles. Subsequently the allele was separated by electrophoresis on an 8% polyacrylamide gel for 90 minutes and raised by silver staining.the research found three types of alleles at the D8S1100 microsatellite locus on long tail monkey populations in Mount Pengsong with varying sizes from 190 bp to 196 bp. Each of the 190, 193, and 196 alleles has a sequential frequency of 0.43, 0.47, and Heterozygosity of the D8S1100 microsatellite locus in long tailed monkey populations at Mount Pengsong is The value of X² obtained is 5.62 this value is smaller than X² table at α = 0.05 for df = 3 of 7,82.From the results of this study it can be concluded that the D8S1100 microsatellite locus is polymorphic in long-tailed monkey populations in Mount Pengsong and the population still performs random mating (within the Hardy-Weinberg Equilibrium). Keywords: Microsatellite locus D8S1100, long tail monkey, Mount Pengsong.

3 3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i HALAMAN PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv RINGKASAN v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH. vii DAFTAR ISI.. ix DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR GAMBAR. xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Konsep. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Deskripsi Monyet Ekor Panjang Demografi Gunung Pengsong, Lombok Barat Asam Deoksiribonukleat (DNA) Mikrosatelit Polymerase Chain Reaction (PCR) Genetika Populasi Kesetimbangan Hardy-Weinberg.. 13 BAB III MATERI DAN METODE Materi Penelitian Objek Penelitian Alat Bahan Metode Penelitian Rancangan Penelitian Jenis Penelitian Kerangka Penelitian Variabel Penelitian Variabel Penelitian Prosedur Penelitian Sampel Ekstraksi DNA Total Amplifikasi Lokus Mikrosatelit Elektroforesis Pewarnaan Perak Analisa Data Jumlah Alel Frekuensi Alel Heterosigositas

4 Kesetimbangan Hardy-Weinberg Lokasi dan Waktu Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Alel Frekuensi Alel Heterozigositas Kesetimbangan Hardy-Weinberg Pembahasan BAB V KESIMPULAN Kesimpulan Saran 28 DAFTAR PUSTAKA

5 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur genetik suatu spesies sangat membantu dalam hal melihat keragaman suatu populasi. Pendekatan struktur genetik ini tidak hanya terbatas pada keragaman ditingkat yang paling mendasar yakni gen melainkan juga menunjukkan sejarah suatu populasi, keadaannya dimasa kini dan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang pada suatu populasi (Wandia, 2007). Keragaman genetik suatu populasi dapat didekati pada berbagai jenjang, seperti keragaman alel pada protein (lokus struktural) (Takenaka et al., 1985), polimorfisme situs pemotongan DNA oleh enzim Restirction Fragment Length Polymorphim (Yoshimi dan Takasaki, 2003), polimorfisme runutan DNA (Kim et al., 1998), keragaman alel pada jumlah salinan DNA berulang dari daerah hipervariabel DNA minisatelit (variable Number Tendem Repeats) (Krawczak dan Schmidtke, 1994), analisis randomly amplified polymorphic DNA (RAPD) (Neveu et al., 1996) dan polimorfisme mikrosatelit (Wirth, 2000). Marka molekuler mikrosatelit merupakan marka yang sering digunakan dalam studi genetika populasi. Penggunaan marka molekuler ini memberikan hasil yang lebih baik dalam melihat varian genetik populasi dibandingkan dengan marka protein dikarenakan marka mikrosetelit merupakan segmen langsung dari genom (DNA) sehingga variasi genetik yang ditemukan mencerminkan variasi genetik yang sebenarnya (Rell et al., 2012). Daerah pengapit sebuah mikrosatelit biasanya konservatif sehingga dimungkinkan untuk merancang primer untuk amplifikasi mikrosatelit dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) biasa. Selain itu, mutasi pada mikrosatelit berupa penambahan atau pengurangan jumlah motif menyebabkan variasi alel mikrosatelit sangat mudah dibedakan dengan teknik elektroforesis (Narvell et al., 2000). Variasi ukuran alel suatu lokus antar populasi berkaitan dengan beragamnya faktor dan intensitasnya yang mempengaruhi evolusi mikro suatu populasi seperti indbreeding, mutasi, seleksi,

6 ii ukuran populasi yang terbatas, hanyutan genetik (gene drift), dan aliran gen (gen flow). Kesetimbangan Hardy-Weinberg menegaskan bahwa frekuensi alel dan genotip suatu populasi (gene pool) selalu konstan dari generasi ke generasi dengan kondisi tertentu. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi gangguan dalam kesetimbangan ini. Terjadinya faktor tersebut di atas menunjukkan adanya penyimpangan dari Kesetimbangan Hardy-Weinberg. Sebaran jumlah alel suatu lokus tidak sama antara populasi satu dengan populasi lainnya. Sebagai contoh, Maharani et al. (2014) yang meneliti lokus mikrosatelit D10S1432 pada monyet ekor panjang di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi menemukan empat jenis alel, sedangkan penelitian oleh Rell et al. (2012) dengan lokus yang sama di Sangeh Bali menemukan tiga jenis alel. Lokus D1S533 di Uluwatu dan Ubud ditemukan tiga jenis alel sedangkan di Pulaki ditemukan dua jenis alel (Wandia, 2001). Hal serupa bahwa lokus D1S548 ditemukan 4 jenis alel di Uluwatu dan Pulaki sedangkan di Ubud ditemukan sebanyak tiga jenis alel (Wandia, 2001). Penelitian menggunakan lokus mikrosatelit D8S1100 telah dilakukan di Bukit Gumang, Karangasem, Bali oleh Rumba et al. (2013). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lokus mikrosatelit D8S1100 bersifat monomorfik pada populasi monyet ekor panjang di Bukit Gumang karena hanya memiliki satu jenis alel saja. Bagaimana karakteristik lokus ini pada populasi lain seperti Gunung Pengsong perlu diungkapkan. Populasi monyet ekor panjang di Gunung Pengsong menempati suatu habitat alami yang luasnya lebih kurang 11 hektar. Lokasi yang telah diresmikan menjadi objek wisata oleh pemerintah Kabupaten Lombok Barat sejak tahun 1996 ini ditempati oleh 2 kelompok sosial dengan jumlah total monyet ekor panjang 81 ekor (Wandia, 2007). Keberadaan populasi yang tersiolasi menimbulkan peluang terjadinya inbreeding (kawin antar keluarga) dan aliran genetiknya (gene flow) menjadi rendah. Keadaan ini jika terus berlanjut menyebabkan variasi genetik dalam populasi tersebut menjadi rendah dan akan mengancam populasi in situ (Lumban Gaol et al., 2013). ii

7 iii Berdasarkan informasi di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik lokus mikrosatelit D8S1100 di Gunung Pengsong, Lombok Barat. 1.2 Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Berapa jumlah alel yang terdapat pada lokus mikrosatelit D8S1100 monyet ekor panjang di Gunung Pengsong? 2. Berapakah frekuensi alel lokus mikrosatelit D8S1100 monyet ekor panjang di Gunung Pengsong? 3. Berapakah heterozigositas lokus mikrosatelit D8S1100 monyet ekor panjang di Gunung Pengsong? 4. Apakah distribusi alel lokus mikrosatelit D8S1100 monyet ekor panjang di Gunung Pengsong mengikuti Keseimbangan Hardy-Weinberg? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui jumlah alel lokus mikrosatelit D8S1100 monyet ekor panjang di Gunung Pengsong. 2. Untuk mengetahui frekuensi lokus mikrosatelit D8S1100 monyet ekor panjang di Gunung Pengsong. 3. Untuk mengetahui heterozigositas lokus mikrosatelit D8S1100 monyet ekor panjang di Gunung Pengsong. 4. Untuk mengetahui distribusi alel lokus mikrosatelit D8S1100 monyet ekor panjang di Gunung Pengsong. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil yang didapat diharapkan menambah informasi ilmiah terkait diversitas genetik populasi khususnya monyet ekor panjang. Selain itu, hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun strategi konservasi populasi monyet ekor panjang. iii

8 iv 1.5 Kerangka Konsep Berikut merupakan kerangka konsep penelitian yang dilakukan: Genom Monyet Ekor Panjang DNA Kromosom DNA Extra Kromosom DNA Kromosom Sex DNA Autosom Penyandi Protein Non Penyandi DNA Regulator Mutasi Kawin acak migrasi seleksi Mikrosatelit Transposon Minisatelit mempengaruhi Jumlah Alel Frekuensi Heterozigositas Kesetimbangan Hardy-Weinberg Ket: Variabel yang diteliti iv