8 x 2 1 Subproblem 1 x 1 = 11,33; x 2 = 1,2; z = 40,11 (batas atas) t = 1 x 2 2 Subproblem 2 x 1 = 11,6; x 2 = 1; z = 39,8 t = 2 Subproblem 3 x 1 = 9; x 2 = 2; z = 37 t = 9 x 1 11 Subproblem 4 x 1 = 11; x 2 = 1; z = 38 (batas bawah) x 1 12 t = 3 Subproblem 5 x 1 = 12; x 2 = 0,67; z = 39,33 t = 4 x 2 0 x 2 1 Subproblem 6 x 1 = 12,8; x 2 = 0; z = 38,4 Subproblem 7 t = 5 t = 8 Masalah takfisibel x 1 12 x 1 13 Subproblem 8 x 1 = 12; x 2 = 0; z = 36 t = 6 Subproblem 9 Masalah takfisibel t = 7 Gambar 3 Seluruh pencabangan pada metode branch-and-bound untuk menentukan solusi optimum dari PLI. III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT Bab ini akan membahas deskripsi pengoperasian BRT, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian in Kemudian, dilanjutkan dengan formulasi matematika terhadap permasalahan tersebut. 3.1 Perumusan Masalah BRT Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengoperasian BRT ialah tagihan biaya operasional bus yang harus dibayar pihak pengelola kepada operator lebih besar bila dibandingkan dengan subsidi yang diberikan pemerintah dan pemasukan dari penjualan tiket. Tentu saja ini mengakibatkan pihak pengelola sulit untuk membayar, lalu pihak operator mengalami defisit sehingga pelayanan yang diberikan operator kepada penumpang kurang maksimal. Permasalahan lain ialah saat banyaknya penumpang mengalami fluktuasi pada waktu puncak dan waktu nonpuncak yang mengakibatkan sarana dan prasarana transportasi yang disediakan menjadi rendah utilitasnya dan biaya operasional meningkat, maka penjadwalan sangatlah penting, agar frekuensi, nilai utilitas dan jarak (dalam km) yang akan ditempuh pada setiap busnya dapat optimal, dan dapat meminimumkan biaya operasional. Penulis melakukan analisis pengaruh banyaknya penumpang yang diangkut dan banyaknya bus yang dikeluarkan pada periode waktu tertentu (slot waktu), sehingga penjadwalan bus dapat meminimumkan biaya yang harus dibayar. Untuk membatasi permasalahan pengoperasian BRT, maka digunakan beberapa asumsi antara lain: 1. adanya sterilisasi jalan, tidak terjadi kecelakaan atau kerusakan pada bus yang dapat menghambat perjalanan, 2. lama waktu pengisian bahan bakar dan waktu berhenti pada lampu lalu lintas tidak diperhatikan, 3. jenis bus yang digunakan homogen, sehingga kapasitas bus sama dan kecepatan bus selalu konstan, 4. penumpang yang tidak terbawa tidak dihitung untuk periode waktu selanjutnya,
9 5. perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu, 6. bus yang dioperasikan dalam satu slot waktu yang sama akan melewati rute yang sama pula, 7. jarak yang ditempuh oleh bus yang beroperasi pada slot waktu yang berbeda tidak selalu sama, 8. pergerakan penumpang hanya dihitung satu arah dan tidak sebaliknya, 9. jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang sama, diabaikan, 10. setiap bus dapat beroperasi lebih dari satu putaran dalam satu har 3.2 Formulasi Masalah dalam Model Matematika Berdasarkan data yang didapatkan maka permasalahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk pemrograman linear integer. Bentuk formulasi masalah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 3.2.1 Indeks i = slot waktu, i = 1,2,, M j = shelter awal, j = 1,2,, N-1 k = shelter tujuan, k > j. 3.2.2 Paramater K=kapasitas bus, C=biaya operasional bus per kilometer dalam satu koridor, Km(i)=jarak yang ditempuh setiap bus (dalam kilometer) dari titik keberangkatan pada slot waktu kei, B=banyaknya bus yang tersedia di suatu koridor. 3.2.3 Variabel Keputusan KT (, i j ) = kapasitas total bus yang diberangkatkan dari shelter j pada slot waktu i, PE( i, j ) = banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan di Ti (, jk, ) = banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu i, PEA( i, j ) = banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i, Ai (, j ) = banyaknya penumpang yang naik di Bi (, j ) = banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu i, Zi (, j ) = banyaknya bus yang dioperasikan di DB(, i j ) = banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter j pada slot waktu i, Xij (, ) BL(, i j ) = kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di = kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di Wij (, ) = banyaknya penumpang yang menunggu/tidak terangkut, di Uij (, ) = nilai utilitas bus saat keberangkatan di shelter j pada slot waktu 3.2.4 Fungsi Objektif Fungsi objektif pada permasalahan ini ialah meminimumkan biaya operasional dengan cara mengatur banyaknya bus yang dioperasikan pada slot waktu tententu di shelter pertama, dikalikan dengan biaya per kilometer dan jarak yang ditempuh oleh bus yang beroperasi, yaitu: M min C* Zi (,1) * Km( i) 1 3.2.5 Kendala Kendala pada permasalahan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut : 1. Banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu naik di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 dengan shelter tujuan k pada slot waktu N Ai (,1) = T( i,1, k), 1,2,.., M k = 2 naik pada saat slot waktu i di shelter j ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu N A(, i j) = T(, i j, k),dani j k = 2
10 2. Banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada saat slot waktu turun di shelter 1 pada saat slot waktu i sama dengan nol. Bi (,1) = 0 turun di shelter j pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan tujuan shelter k pada slot waktu M 4 Bii (,) = Ti (, jk, ), k= 2 M 3 Bii (, 1) = Ti (, jk, ), k= 3 M 2 Bii (, 2) = Ti (, jk, ), k= 4 M 1 Bii (, 3) = Ti (, jk, ), k= 4 M Bii (, 4) = Ti (, jk, ), k= 5 M Bii (, 5) = Ti (, jk, ), k= 1 6... Bii (, ( M 2)) = Tii (, ( M 2),2). 3. Banyaknya penumpang yang seharusnya diangkut di shelter j pada slot waktu seharusnya dialokasikan di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 yang naik pada slot waktu PE( i,1) = A( i,1) seharusnya dialokasikan di shelter j pada saat slot waktu 1 ialah banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu 1. PE(1, j) = A(1, j) dialokasikan di shelter dan pada slot waktu tertentu sama dengan banyaknya penumpang di shelter pada slot waktu sebelumnya dikurangi dengan banyaknya penumpang yang turun, lalu ditambah dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter dan slot waktu tersebut. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena banyaknya penumpang di shelter dan slot waktu tertentu ditentukan dari banyaknya penumpang tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. PE(, i j) = PE( i 1, j 1) B(, i j) + A( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 i 4. Banyaknya bus yang harus dikeluarkan pada setiap slot waktu merupakan banyaknya bus yang akan dikeluarkan dikalikan dengan kapasitas bus harus lebih besar dari 80% banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan. Z(1,1)* K 0.8* max PE( i, i), i 24 Z(2,1)* K 0.8* max PE( i + 1, i), i 23... Z(23,1)* K 0.8*max PE(23, i), i 2. 5. Kapasitas total bus di shelter j pada slot waktu i merupakan perkalian antara banyaknya bus yang dioperasikan di shelter 1 pada saat slot waktu i dengan kapasitas bus. KT (, i j) = Z(,1)* i K, idan 1, 2,.. M 1. 6. Banyaknya penumpang yang diangkut oleh bus di shelter j pada saat slot waktu Jika banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i lebih besar atau sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu A( i,1) KT ( i,1) PEA( i,1) = KT ( i,1) Jika banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i kurang dari kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu
11 Ai (,1) < KT( i,1) PEAi (,1) = Ai (,1) Kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter 1 pada slot waktu i, sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu 1. X ( i,1) = KT ( i,1), untuk j = 1 Kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu i dikurangi dengan banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter dan pada slot waktu sebelumnya, lalu ditambahkan dengan banyaknya penumpang yang turun pada slot waktu i di shelter j. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena kapasitas bus yang tersedia ketika sampai di shelter j pada slot waktu i ditentukan dari banyaknya penumpang dalam bus tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. X(, i j) = KT(, i j) DB( i 1, j 1) + Bi (, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 shelter j pada slot waktu i lebih dari atau sama dengan kapasitas total di maka kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu X(, i j) KT(, i j) X(, i j) = KT(, i j), shelter j pada slot waktu i kurang dari kapasitas total di shelter j pada slot waktu i, maka kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu i sama dengan kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu X(, i j) < KT(, i j) X(, i j) = X(, i j), shelter j pada slot waktu i lebih dari atau sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu X( i, j) A(1, j) PEA( i, j) = A( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 kurang dari banyaknya penumpang yang naik di maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu X( i, j) < A(1, j) PEA( i, j) = X( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 7. Banyaknya penumpang yang berada di dalam bus. Banyaknya penumpang dalam bus di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu DB( i,1) = PEA( i,1) Banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter dan pada slot waktu sebelumnya, dikurangi banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu i, lalu ditambah dengan banyaknya penumpang yang
12 diangkut di shelter j pada slot waktu Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i ditentukan oleh banyaknya penumpang dalam bus tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. DBi (, j) = DBi ( 1, j 1) Bi (, j) + PEA( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 i Jika banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i kurang dari atau sama dengan nol, maka banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan nol. DB(, i j) 0 DB(, i j) = 0, i j. Jika banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i lebih dari nol, maka banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu DB(, i j) > 0 DB(, i j) = DB(, i j), i j 8. Kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik. Kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i merupakan selisih dari kapasitas yang tersedia dalam shelter j pada slot waktu i dan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu BL(, i j) = X (, i j) PEA(, i j), i j bus setelah penumpang naik di lebih dari atau sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j, maka kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j. BL(, i j) KT(, i j) BL(, i j) = KT(, i j), untuk i j. bus setelah penumpang naik di kurang dari kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j, maka kapasitas yang tersedia dalam bus setelah slot waktu i sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j. BL(, i j) < KT(, i j) BL(, i j) = BL(, i j), untuk i j. 9. Banyaknya penumpang yang menunggu atau tidak terangkut di shelter j pada slot waktu i ialah selisih antara banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i dengan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu W(, i j) = A(, i j) PEA(, i j), j 10. Kendala keberlanjutan bus dalam keberangkatan slot waktu yang sama, dipastikan akan melewati shelter yang sama dan jarak antarbus diabaikan. Hal ini karena terdapat asumsi jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang sama, diabaikan pada kendala in Zij (, ) = Z(1,1), j Zii (, 1) = Z(2,1), 2 < i ( M 4) Zii (, 2) = Z(3,1), 3 < i ( M 3) Zii (, 3) = Z(4,1), 4 < i ( M 2) Zii (, 4) = Z(5,1), 5 < i ( M 1) Zii (, 5) = Z(6,1), 6 < i M Zii (, 6) = Z(7,1), 7 < i M... Zii (, ( M 2)) = Z( M 1,1), ( M 1) < i M 11. Kendala nilai utilitas bus di shelter j, pada slot waktu i merupakan pembagian antara banyaknya penumpang dalam bus dan kapasitas total di setiap shelter j dan slot waktu DB(, i j) Uij (, ) =, KT (, i j) untuk 2,3,.., M 1; j = 2,3,.., N 1 12. Bus yang dioperasikan tidak melebihi banyaknya bus yang tersedia dalam satu koridor. Zi (,1) B, 1,2,.., M
13 13. Kendala banyaknya bus yang dioperasikan di shelter j pada slot waktu i, yaitu Z(i,j), merupakan bilangan bulat taknegatif. 14. Kendala ketaknegatifan, memastikan bahwa: seharusnya diangkut di shelter j pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol. PE(, i j) 0 naik di shelter j pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol. Ai (, j) 0 turun di lebih besar atau sama dengan nol. Bi (, j) 0 Nilai utilitas bus saat keberangkatan di lebih besar atau sama dengan nol. Uij (, ) 0