III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT

dokumen-dokumen yang mirip
IV IMPLEMENTASI MODEL PADA PENGOPERASIAN BUS TRANSJAKARTA KORIDOR 1

PENJADWALAN BUS TRANSJAKARTA UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA OPERASIONAL NURISMA

Lampiran 1 Syntax Program LINGO 11.0 untuk Menyelesaikan Masalah Pemrograman Linear dengan Metode Branch-and-Bound beserta Hasil yang Diperoleh

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

II LANDASAN TEORI. suatu fungsi dalam variabel-variabel. adalah suatu fungsi linear jika dan hanya jika untuk himpunan konstanta,.

II LANDASAN TEORI (ITDP 2007)

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 LINEAR PROGRAMMING

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif, Ax = b, dengan = dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

Integer Programming (Pemrograman Bulat)

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

III MODEL PENJADWALAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

III RELAKSASI LAGRANGE

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH RUTE DAN JADWAL PESAWAT UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN PENUMPANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV STUDI KASUS. sebagai stasiun awal. Rute 5 meliputi stasiun. 3, 9, 13, 14, 15, 16, 17 dengan stasiun 3. 4, 10, 15, 18, 19, 22, 23 dengan stasiun 4

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Oleh: Dwi Agustina Sapriyanti (1) Khusnul Novianingsih (2) Husty Serviana Husain (2) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

MODEL PENJADWALAN KEBERANGKATAN BUS DENGAN STRATEGI ALTERNATING DEADHEADING: STUDI KASUS DI PO RAYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... LEMBAR PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL...

Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

MASALAH GROUND-HOLDING DENGAN DUA TERMINAL DALAM PENGENDALIAN LALU LINTAS UDARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana

OPT.IMASI ALAT ANGKUT PENGIRIMAN BERAS (Studi Kasus pada PT. Umbul Berlian Semarang)

Optimasi Kendaraan Pengangkut Sampah di Kecamatan Kertapati Menggunakan Pemrograman Bilangan Bulat Biner 0 dan 1

PROGRAMA INTEGER 10/31/2012 1

Optimasi Rute Pengangkutan Sampah Dengan Metode Vehicle Routing Problem With Time Window Menggunakan Binary Integer Programming

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. melayani 10 koridor dengan total panjang lintasan 123,35 km yang

PENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAGING SAPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV.

APLIKASI PROGRAM INTEGER PADA PERUMAHAN BUMI SERGAI DI SEI RAMPAH

Dynamic Programming. Pemrograman Dinamis

MASALAH PENENTUAN KORIDOR BUS DALAM MEMINIMUMKAN BIAYA OPERASIONAL IMAM EKOWICAKSONO

IMPLEMENTASI FLEET SIZE AND MIX VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS PADA PENDISTRIBUSIAN KORAN

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

Matematika Bisnis (Linear Programming-Metode Grafik Minimisasi) Dosen Febriyanto, SE, MM.

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya

OPTIMASI HEADWAY DAN KECEPATAN BUS (Studi Kasus: Pengoperasian Transjakarta Koridor 1) LILI SURYANI WIDIYASTUTI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

BAB 2 PROGRAM INTEGER. Program linear merupakan metode matematika untuk mengalokasikan sumber

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROGRAMA INTEGER. Model Programa Linier : Maks. z = c 1 x 1 + c 2 x c n x n

Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya 1* Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya 2,3

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Angkutan Umum Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2 TEORI-TEORI PENDUKUNG

12/15/2014. Apa yang dimaksud dengan Pemrograman Bulat? Solusi yang didapat optimal, tetapi mungkin tidak integer.

SOFTWARE LINDO I KOMANG SUGIARTHA

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern sekarang ini dengan biaya hidup yang semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengiriman produk kepada pelanggan harus memiliki penentuan rute secara tepat,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

Model Transportasi /ZA 1

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

8 x 2 1 Subproblem 1 x 1 = 11,33; x 2 = 1,2; z = 40,11 (batas atas) t = 1 x 2 2 Subproblem 2 x 1 = 11,6; x 2 = 1; z = 39,8 t = 2 Subproblem 3 x 1 = 9; x 2 = 2; z = 37 t = 9 x 1 11 Subproblem 4 x 1 = 11; x 2 = 1; z = 38 (batas bawah) x 1 12 t = 3 Subproblem 5 x 1 = 12; x 2 = 0,67; z = 39,33 t = 4 x 2 0 x 2 1 Subproblem 6 x 1 = 12,8; x 2 = 0; z = 38,4 Subproblem 7 t = 5 t = 8 Masalah takfisibel x 1 12 x 1 13 Subproblem 8 x 1 = 12; x 2 = 0; z = 36 t = 6 Subproblem 9 Masalah takfisibel t = 7 Gambar 3 Seluruh pencabangan pada metode branch-and-bound untuk menentukan solusi optimum dari PLI. III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT Bab ini akan membahas deskripsi pengoperasian BRT, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian in Kemudian, dilanjutkan dengan formulasi matematika terhadap permasalahan tersebut. 3.1 Perumusan Masalah BRT Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengoperasian BRT ialah tagihan biaya operasional bus yang harus dibayar pihak pengelola kepada operator lebih besar bila dibandingkan dengan subsidi yang diberikan pemerintah dan pemasukan dari penjualan tiket. Tentu saja ini mengakibatkan pihak pengelola sulit untuk membayar, lalu pihak operator mengalami defisit sehingga pelayanan yang diberikan operator kepada penumpang kurang maksimal. Permasalahan lain ialah saat banyaknya penumpang mengalami fluktuasi pada waktu puncak dan waktu nonpuncak yang mengakibatkan sarana dan prasarana transportasi yang disediakan menjadi rendah utilitasnya dan biaya operasional meningkat, maka penjadwalan sangatlah penting, agar frekuensi, nilai utilitas dan jarak (dalam km) yang akan ditempuh pada setiap busnya dapat optimal, dan dapat meminimumkan biaya operasional. Penulis melakukan analisis pengaruh banyaknya penumpang yang diangkut dan banyaknya bus yang dikeluarkan pada periode waktu tertentu (slot waktu), sehingga penjadwalan bus dapat meminimumkan biaya yang harus dibayar. Untuk membatasi permasalahan pengoperasian BRT, maka digunakan beberapa asumsi antara lain: 1. adanya sterilisasi jalan, tidak terjadi kecelakaan atau kerusakan pada bus yang dapat menghambat perjalanan, 2. lama waktu pengisian bahan bakar dan waktu berhenti pada lampu lalu lintas tidak diperhatikan, 3. jenis bus yang digunakan homogen, sehingga kapasitas bus sama dan kecepatan bus selalu konstan, 4. penumpang yang tidak terbawa tidak dihitung untuk periode waktu selanjutnya,

9 5. perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu, 6. bus yang dioperasikan dalam satu slot waktu yang sama akan melewati rute yang sama pula, 7. jarak yang ditempuh oleh bus yang beroperasi pada slot waktu yang berbeda tidak selalu sama, 8. pergerakan penumpang hanya dihitung satu arah dan tidak sebaliknya, 9. jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang sama, diabaikan, 10. setiap bus dapat beroperasi lebih dari satu putaran dalam satu har 3.2 Formulasi Masalah dalam Model Matematika Berdasarkan data yang didapatkan maka permasalahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk pemrograman linear integer. Bentuk formulasi masalah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 3.2.1 Indeks i = slot waktu, i = 1,2,, M j = shelter awal, j = 1,2,, N-1 k = shelter tujuan, k > j. 3.2.2 Paramater K=kapasitas bus, C=biaya operasional bus per kilometer dalam satu koridor, Km(i)=jarak yang ditempuh setiap bus (dalam kilometer) dari titik keberangkatan pada slot waktu kei, B=banyaknya bus yang tersedia di suatu koridor. 3.2.3 Variabel Keputusan KT (, i j ) = kapasitas total bus yang diberangkatkan dari shelter j pada slot waktu i, PE( i, j ) = banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan di Ti (, jk, ) = banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu i, PEA( i, j ) = banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i, Ai (, j ) = banyaknya penumpang yang naik di Bi (, j ) = banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu i, Zi (, j ) = banyaknya bus yang dioperasikan di DB(, i j ) = banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter j pada slot waktu i, Xij (, ) BL(, i j ) = kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di = kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di Wij (, ) = banyaknya penumpang yang menunggu/tidak terangkut, di Uij (, ) = nilai utilitas bus saat keberangkatan di shelter j pada slot waktu 3.2.4 Fungsi Objektif Fungsi objektif pada permasalahan ini ialah meminimumkan biaya operasional dengan cara mengatur banyaknya bus yang dioperasikan pada slot waktu tententu di shelter pertama, dikalikan dengan biaya per kilometer dan jarak yang ditempuh oleh bus yang beroperasi, yaitu: M min C* Zi (,1) * Km( i) 1 3.2.5 Kendala Kendala pada permasalahan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut : 1. Banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu naik di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 dengan shelter tujuan k pada slot waktu N Ai (,1) = T( i,1, k), 1,2,.., M k = 2 naik pada saat slot waktu i di shelter j ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu N A(, i j) = T(, i j, k),dani j k = 2

10 2. Banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada saat slot waktu turun di shelter 1 pada saat slot waktu i sama dengan nol. Bi (,1) = 0 turun di shelter j pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan tujuan shelter k pada slot waktu M 4 Bii (,) = Ti (, jk, ), k= 2 M 3 Bii (, 1) = Ti (, jk, ), k= 3 M 2 Bii (, 2) = Ti (, jk, ), k= 4 M 1 Bii (, 3) = Ti (, jk, ), k= 4 M Bii (, 4) = Ti (, jk, ), k= 5 M Bii (, 5) = Ti (, jk, ), k= 1 6... Bii (, ( M 2)) = Tii (, ( M 2),2). 3. Banyaknya penumpang yang seharusnya diangkut di shelter j pada slot waktu seharusnya dialokasikan di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 yang naik pada slot waktu PE( i,1) = A( i,1) seharusnya dialokasikan di shelter j pada saat slot waktu 1 ialah banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu 1. PE(1, j) = A(1, j) dialokasikan di shelter dan pada slot waktu tertentu sama dengan banyaknya penumpang di shelter pada slot waktu sebelumnya dikurangi dengan banyaknya penumpang yang turun, lalu ditambah dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter dan slot waktu tersebut. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena banyaknya penumpang di shelter dan slot waktu tertentu ditentukan dari banyaknya penumpang tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. PE(, i j) = PE( i 1, j 1) B(, i j) + A( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 i 4. Banyaknya bus yang harus dikeluarkan pada setiap slot waktu merupakan banyaknya bus yang akan dikeluarkan dikalikan dengan kapasitas bus harus lebih besar dari 80% banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan. Z(1,1)* K 0.8* max PE( i, i), i 24 Z(2,1)* K 0.8* max PE( i + 1, i), i 23... Z(23,1)* K 0.8*max PE(23, i), i 2. 5. Kapasitas total bus di shelter j pada slot waktu i merupakan perkalian antara banyaknya bus yang dioperasikan di shelter 1 pada saat slot waktu i dengan kapasitas bus. KT (, i j) = Z(,1)* i K, idan 1, 2,.. M 1. 6. Banyaknya penumpang yang diangkut oleh bus di shelter j pada saat slot waktu Jika banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i lebih besar atau sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu A( i,1) KT ( i,1) PEA( i,1) = KT ( i,1) Jika banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i kurang dari kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu

11 Ai (,1) < KT( i,1) PEAi (,1) = Ai (,1) Kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter 1 pada slot waktu i, sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu 1. X ( i,1) = KT ( i,1), untuk j = 1 Kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu i dikurangi dengan banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter dan pada slot waktu sebelumnya, lalu ditambahkan dengan banyaknya penumpang yang turun pada slot waktu i di shelter j. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena kapasitas bus yang tersedia ketika sampai di shelter j pada slot waktu i ditentukan dari banyaknya penumpang dalam bus tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. X(, i j) = KT(, i j) DB( i 1, j 1) + Bi (, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 shelter j pada slot waktu i lebih dari atau sama dengan kapasitas total di maka kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu X(, i j) KT(, i j) X(, i j) = KT(, i j), shelter j pada slot waktu i kurang dari kapasitas total di shelter j pada slot waktu i, maka kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu i sama dengan kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu X(, i j) < KT(, i j) X(, i j) = X(, i j), shelter j pada slot waktu i lebih dari atau sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu X( i, j) A(1, j) PEA( i, j) = A( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 kurang dari banyaknya penumpang yang naik di maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu X( i, j) < A(1, j) PEA( i, j) = X( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 7. Banyaknya penumpang yang berada di dalam bus. Banyaknya penumpang dalam bus di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu DB( i,1) = PEA( i,1) Banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter dan pada slot waktu sebelumnya, dikurangi banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu i, lalu ditambah dengan banyaknya penumpang yang

12 diangkut di shelter j pada slot waktu Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i ditentukan oleh banyaknya penumpang dalam bus tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. DBi (, j) = DBi ( 1, j 1) Bi (, j) + PEA( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 i Jika banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i kurang dari atau sama dengan nol, maka banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan nol. DB(, i j) 0 DB(, i j) = 0, i j. Jika banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i lebih dari nol, maka banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu DB(, i j) > 0 DB(, i j) = DB(, i j), i j 8. Kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik. Kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i merupakan selisih dari kapasitas yang tersedia dalam shelter j pada slot waktu i dan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu BL(, i j) = X (, i j) PEA(, i j), i j bus setelah penumpang naik di lebih dari atau sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j, maka kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j. BL(, i j) KT(, i j) BL(, i j) = KT(, i j), untuk i j. bus setelah penumpang naik di kurang dari kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j, maka kapasitas yang tersedia dalam bus setelah slot waktu i sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j. BL(, i j) < KT(, i j) BL(, i j) = BL(, i j), untuk i j. 9. Banyaknya penumpang yang menunggu atau tidak terangkut di shelter j pada slot waktu i ialah selisih antara banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i dengan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu W(, i j) = A(, i j) PEA(, i j), j 10. Kendala keberlanjutan bus dalam keberangkatan slot waktu yang sama, dipastikan akan melewati shelter yang sama dan jarak antarbus diabaikan. Hal ini karena terdapat asumsi jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang sama, diabaikan pada kendala in Zij (, ) = Z(1,1), j Zii (, 1) = Z(2,1), 2 < i ( M 4) Zii (, 2) = Z(3,1), 3 < i ( M 3) Zii (, 3) = Z(4,1), 4 < i ( M 2) Zii (, 4) = Z(5,1), 5 < i ( M 1) Zii (, 5) = Z(6,1), 6 < i M Zii (, 6) = Z(7,1), 7 < i M... Zii (, ( M 2)) = Z( M 1,1), ( M 1) < i M 11. Kendala nilai utilitas bus di shelter j, pada slot waktu i merupakan pembagian antara banyaknya penumpang dalam bus dan kapasitas total di setiap shelter j dan slot waktu DB(, i j) Uij (, ) =, KT (, i j) untuk 2,3,.., M 1; j = 2,3,.., N 1 12. Bus yang dioperasikan tidak melebihi banyaknya bus yang tersedia dalam satu koridor. Zi (,1) B, 1,2,.., M

13 13. Kendala banyaknya bus yang dioperasikan di shelter j pada slot waktu i, yaitu Z(i,j), merupakan bilangan bulat taknegatif. 14. Kendala ketaknegatifan, memastikan bahwa: seharusnya diangkut di shelter j pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol. PE(, i j) 0 naik di shelter j pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol. Ai (, j) 0 turun di lebih besar atau sama dengan nol. Bi (, j) 0 Nilai utilitas bus saat keberangkatan di lebih besar atau sama dengan nol. Uij (, ) 0