5.1 Total Bakteri Probiotik

dokumen-dokumen yang mirip
merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

Proses Pembuatan Madu

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

III. TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Isolasi, Laboratorium Teknologi. Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Invivo,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

YUWIDA KUSUMAWATI A

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memiliki nilai rata-rata total bakteri probiotik yang tidak berbeda. Nilai rata-rata total bakteri probiotik untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Total Bakteri L.acidophilus pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Rata-rata Total Bakteri Probiotik (Log CFU/g) A (8:6 b/b) 9,4 B (8:8 b/b) 9,4 C (8:10 b/b) 9,4 Berdasarkan Tabel 7, perlakuan A, B dan C tidak menghasilkan perbedaan jumlah total bakteri yakni berkisar antara 9,4 Log CFU/g. Jumlah tersebut turun dari jumlah awal sel mikrokapsul L. acidophilus yakni 10,9 Log CFU/g. Salah satu penyebab perlakuan tidak menghasilkan jumlah total bakteri yang tidak jauh berbeda karena penambahan bakteri L.acidophilus ke dalam bubur dalam kondisi dorman sehingga bakteri diduga tidak melakukan aktivitas perbanyakan sel yang biasanya terjadi saat proses fermentasi. Selain itu juga, hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi bakteri L.acidophilus yang sama pada pembuatan bubur instan sinbiotik yaitu sebesar 8%. 37

38 Total probiotik pada produk bubur instan sinbiotik dipengaruhi oleh penambahan konsentrasi bakteri L. acidophilus, suhu pemasakan, suhu pemanggangan, ketersediaan air (a w ) dan nutrisi. Proses pemanggangan menggunakan oven vakum dengan suhu 40 C±2 C selama 12 jam dengan tekanan 25 mhg merupakan proses inkubasi bakteri L.acidophilus yang merupakan suhu optimum pada bakteri probiotik tersebut. Menurut Fardiaz (1992), suhu mempengaruhi kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme. Semakin tingginya suhu maksimum yang diberikan, maka kecepatan pertumbuhan akan menurun. Ketersediaan air (a w ) di dalam suatu bahan mempengaruhi pertumbuhan bakteri probiotik. Air terdiri dari 70-80% (bagian terbesar komponen sel), juga sebagai reaktan dalam berbagai reaksi kimia. Nilai a w minimal untuk kelompok bakteri adalah 0,91 lebih tinggi daripada mikroorganisme lainnya (Fardiaz, 1992). Nutrisi dibutuhkan bakteri probiotik sebagai sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin) (Fardiaz, 1992). Nutrisi yang diberikan pada setiap perlakuan adalah sama banyak karena menggunakan formulasi bahan baku pembuatan bubur instan sinbiotik yang sama. Nutrisi ini berasal dari bahan kering yaitu tepung-tepungan yang merupakan sumber prebiotik yang cocok bagi bakteri probiotik. Prebiotik ini dapat membantu perkembangbiakan bakteri probiotik sehingga akan meningkatkan jumlah bakteri baik khususnya di dalam usus manusia. Nilai total bakteri L.acidophilus bubur instan sinbiotik dengan bahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam telah memenuhi standar

39 yang mengacu pada SNI No. 2891-2009 dimana jumlah bakteri (bakteri asam laktat maupun probiotik) minimal 7 Log CFU/g menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik mikrobiologis yang baik dan telah memenuhi standar. 5.2 Analisis Proksimat 5.2.1 Kadar Air Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 4) nilai rata-rata dan hasil uji kadar air bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Air pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Rata-rata Kadar Air (%) Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 3,53b B (8:8 b/b) 3,33a C (8:10 b/b) 3,77c Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 8, seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air. Terdapatnya perbedaan nilai kadar air antar masing-masing perlakuan disebabkan karena produk bubur instan sinbiotik yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah menyerap air ketika produk disimpan dalam keadaan terbuka. Sifat higroskopis pada bubur instan sinbiotik disebabkan karena

40 adanya penambahan maltodekstrin. Secara keseluruhan nilai kadar air bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,33%-3,77% Kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran, dan penerimaan konsumen (Winarno, 2008). Kadar air bubur instan sinbiotik yang tinggi mengakibatkan produk bubur instan sinbiotik ini menjadi rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, dimana mikroorganisme tumbuh cepat pada bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi. Kadar air bubur instan yang rendah mengakibat produk bubur instan yang memiliki umur simpan yang lebih lama dan tahan terhadap kerusakan terutama kerusakan mikrobiologis. Air dalam bentuk bebas dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan bahan makanan, diantaranya proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatik sehingga umur simpan lebih pendek (Sudarmadji, et al., 1989 dikutip Lestari, 2011). Astawan (2009) menyatakan bahwa produk dengan kadar air yang lebih rendah akan memiliki daya tahan simpan yang lebih lama karena aktivitas mikroorganisme dan reaksi-reaksi kimia akan terjadi lebih lambat. Nilai kadar air bubur instan sinbiotik dengan bahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam telah memenuhi standar yang mengacu pada SNI 01-7111.1-2005 dimana nilai kadar air bubur instan minimal kurang dari 4%, hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik yang baik dan telah memenuhi standar.

41 5.2.2 Kadar Abu Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 5) nilai rata-rata dan hasil uji kadar abu bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Abu pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Rata-rata Kadar Abu (%) dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 2,18b B (8:8 b/b) 2,32b C (8:10 b/b) 2,59a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 9. perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A dan B. Sedangkan perlakuan A dan B tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu. Teradapatnya perbedaan nilai kadar abu bubur instan sinbiotik disebabkan karena pengaruh konsentrasi penambahan tepung kedelai hitam yang semakin besar. Hasil uji duncan, memperlihatkan bahwa pemberian tepung bonggol pisang batu dengan tepung kedelai hitam (8:10) mengalami peningkatan kadar abu pada bubur instan sinbiotik. Secara keseluruhan nilai kadar abu bubur instan sinbiotik berkisar antara 2,18%-2,59%. Berdasarkan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2004), kadar abu tepung kedelai hitam dalam 100 g bahan adalah 4%. Penelitian Mugiarti (2000), menyebutkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung kedelai hitam semakin meningkat pula kadar abu dari produk. Kadar abu menunjukkan terdapatnya kandungan mineral berupa mineral anorganik yang memiliki ketahanan cukup

42 tinggi terhadap suhu pemasakan (Winarno, 2008). Menurut Winarno (1988) abu merupakan residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar sampai bebas karbon. Residu terdiri dari mineral-mineral yang merupakan gabungan dari komponen anorganik dan organik dalam makanan, dengan semakin tinggi kadar abu bubur instan sinbiotik yang terkandung juga meningkat. Nilai kadar abu bubur instan sinbiotik dengan bahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam telah memenuhi standar yang mengacu pada SNI 01-7111.1-2005 dimana nilai kadar abu bubur instan minimal kurang dari 3,5%, hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik yang baik dan telah memenuhi standar. 5.2.3 Kadar Protein Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 6) nilai rata-rata dan hasil uji kadar protein bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Protein pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Rata-rata Kadar Protein (%) dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 8,98c B (8:8 b/b) 12,16b C (8:10 b/b) 14,55a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 10, seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein. Terdapatnya perbedaan nilai kadar protein bubur instan

43 sinbiotik antar masing-masing perlakuan disebabkan kandungan protein yang terdapat pada tepung kedelai hitam. Komposisi pada setiap perlakuan menggunakan tepung kedelai hitam yang lebih dominan dibandingkan tepung bonggol pisang batu memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Secara kesuluruhan nilai kadar protein berkisar antara 8,98%-14,55%. Kandungan protein dalam tepung tidak hanya berfungsi sebagai nilai nutrisi, namun juga memberi pengaruh terhadap karakteristik adonan (Payne et al., 1987). Semakin tinggi kadar protein pada bubur instan sinbiotik disebabkan karena kadar protein yang digunakan pada tepung kedelai hitam cukup tinggi yaitu sebesar 35,9% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2004). Selain dari tepung kedelai hitam, kandungan protein pada bubur instan sinbiotik dipengaruhi oleh adanya penambahan susu fullcream cair pada proses pembuatannya. Menurut Utami (2009), kandungan protein pada susu fullcream cair sebesar 27%. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Mugiarti (2000), yaitu semakin tinggi penambahan tepung kedelai hitam, semakin tinggi pula kadar protein dari suatu produk. Sehingga ketika ditambahkan pada adonan bubur instan sinbiotik dapat menyebabkan kandungan protein meningkat. Nilai kadar protein bubur instan sinbiotik dengan bahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam telah memenuhi standar yang mengacu pada SNI 01-7111.1-2005 dimana nilai kadar protein bubur instan berkisar 8%-22%., hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik yang baik dan telah memenuhi standar.

44 5.2.4 Kadar Lemak Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 7) nilai rata-rata dan hasil uji kadar lemak bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Lemak pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Rata-rata Kadar Lemak (%) dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 1,45a B (8:8 b/b) 1,51a C (8:10 b/b) 1,62a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 11, seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Rata-rata menunjukkan bahwa semakin besar penambahan tepung kedelai hitam, semakin tinggi pula nilai kadar lemak dari bubur instan sinbiotik. Secara keseluruhan nilai kadar lemak bubur instan sinbiotik berkisar antara 1,45%- 1,62%. Rendahnya kadar lemak bubur instan sinbiotik dalam penelitian ini disebabkan karena formulasi yang digunakan tidak menambahkan minyak nabati pada pembuatan bubur instan seperti pada produk komersil. Penambahan minyak nabati pada formulasi bubur instan dapat meningkatkan kadar lemak bubur instan. Menurut Direktorat Gizi Departemen Republik Indonesia (1981), bonggol pisang batu tidak memiliki komponen lemak sedangkan kacang kedelai hitam memiliki nilai kadar lemak 20,6% (Direktorat Gizi Departemen Republik Indonesia, 2004).

45 Kandungan lemak pada bubur instan dipengaruhi oleh perlakuan penambahan tepung kedelai hitam. Hal sesuai dengan penelitian Mugiarti (2000), yaitu semakin tinggi penambahan tepung kedelai hitam, semakin tinggi pula kadar lemak dari suatu produk. Akan tetapi hasil tersebut belum sesuai dengan SNI 01-7111.1-2005 yang menyebutkan bahwa kadar lemak pada bubur instan minimal 6-15%. 5.2.5 Kadar Karbohidrat Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 8) nilai rata-rata dan hasil uji kadar karbohidrat bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Karbohidrat pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Rata-rata Kadar Karbohidrat (%) dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 83,87a B (8:8 b/b) 80,75b C (8:10 b/b) 76,86c Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 12. dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat pada bubur instan sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang batu dan kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai karbohidrat. Secara keseluruhan nilai kadar karbohidrat bubur instan sinbiotik berkisar antara 76,86%- 83,87%. Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan metode by difference, artinya kandungan tersebut diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentasi

46 komponen lain, diantaranya kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein (Andarwulan et al., 2011). Kandungan karbohidrat pada bubur instan sinbiotik dipengaruhi oleh penambahan tepung bonggol pisang batu. Prameswari (2008), menyebutkan bahwa kadar pati pada tepung bonggol pisang batu yaitu sebesar 74,9%. Andarwulan et al., (2011), menyatakan bahwa jenis karbohidrat digolongkan atas karbohidrat yang dapat dicerna (monosakarida, disakarida, dekstrin, dan pati) dan karbohidrat tidak dapat dicerna (selulosa, hemiselulosa, dan serat). 5.3 Karakteristik Organoleptik (Uji Hedonik) setelah Rehidrasi 5.3.1 Kesukaan Terhadap Warna Bubur Instan Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap warna bubur instan sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan warna bubur instan dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Warna Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Kesukaan Warna Bubur Instan Sinbiotik dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 3,62ab B (8:8 b/b) 3,85a C (8:10 b/b) 2,90b Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 13. perlakuan B mempunyai tingkat kesukaan warna yang nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan C. Panelis lebih menyukai B

47 dibandingkan perlakuan A dan C. Hal ini disebabkan karena perlakuan dengan penggunaan tepung kedelai hitam yang tidak terlalu banyak, sedangkan untuk perlakuan dengan penggunaan tepung kedelai yang lebih besar dibandingkan tepung bonggol pisang batu menghasilkan warna bubur instan yang lebih pucat sehingga kurang disukai oleh panelis. Warna bubur instan sinbiotik berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. A B C Gambar 7. Warna Bubur Instan Sinbiotik Bonggol Pisang dan Kedelai Hitam Hasil Rehidrasi Perlakuan A (8:8), B (8:10), dan C (8:10) Warna merupakan atribut sensori yang pertama dilihat oleh konsumen. Warna merupakan karakteristik sensori yang mempengaruhi kesukaan terhadap sesuatu produk. Warna harus menarik dan menyenangkan konsumen, seragam serta dapat mewakili citarasa yang ditambahkan (Arbuckle, 1986 dikutip Fauziah, 2015). Bubur instan sinbiotik menghasilkan warna cokelat tua. Semakin banyaknya tepung kedelai yang digunakan dalam pembuatan bubur instan sinbiotik menghasilkan warna yang semakin cokelat muda (Gambar 7). Warna cokelat berasal dari warna bahan baku yakni bonggol pisang batu yang didalamnya terdapat kandungan tanin (Putri, 2015). Tanin merupakan komponen flavonoid yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang berperan penting

48 selama pencoklatan enzimatis. Mekanisme pencokelatan enzimatis disebabkan pecahnya sel bahan hasil pertanian akibat kerusakan mekanis, sehingga menyebabkan senyawa fenol yang ada dalam vakuola keluar dan bertemu dengan enzim polifenol oksidase yang ada dalam sitoplasma dengan adanya oksigen dan katalis logam akan terbentuk senyawa quinon. Reaksi selanjutnya terjadi secara spontan dan tidak lagi tergantung oleh enzim atau oksigen. Bentuk quinon mengalami hidrolisis menjadi bentuk hidroksi dan selanjutnya hidroksi quinon mengalami polimerisasi dan menjadi polimer berwarna coklat yang akhirnya menjadi melanin berwarna coklat (Winarno, 2004). Adapun penyebab warna coklat lainnya diduga terjadi dari hasil reaksi Maillard akibat kandungan protein dalam tepung kedelai atau susu, maltodekstin dan gula yang saling bereaksi. Hasil reaksi Maillard menghasilkan bahan berwarna coklat (Palupi et al., 2007). Reaksi Maillard inilah yang terjadi pada reaksi pencoklatan jika makanan dipanaskan atau pada penyimpanan makanan yang lama (Eskin et al., 1971). Menurut Gustavo dan Canovas dikutip Baharuddin (2006), maltodekstrin digunakan pada proses enkapsulasi, untuk melindungi senyawa yang peka terhadap oksidasi maupun panas, maltodekstrin dapat melindungi stabilitas flavor selama proses pengeringan, oleh karena itu semakin banyak maltodekstrin yang digunakan akan melindungi produk yang dikeringkan dari panas dan warna yang dihasilkan akan tetap yaitu coklat muda. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 13. dari seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan nilai kesukaan warna bubur

49 instan sinbiotik berkisar antara 2,90-3,85 yang artinya panelis agak suska terhadap warna bubur instan sinbiotik. 5.3.2 Kesukaan Terhadap Rasa Bubur Instan Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap rasa bubur instan sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan rasa bubur instan dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 14. Tabel 14. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Rasa Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Kesukaan Rasa Bubur Instan Sinbiotik dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 3,75a B (8:8 b/b) 3,97a C (8:10 b/b) 3,47a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa rasa bubur instan sinbiotik setelah rehidrasi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Panelis tidak dapat membedakan rasa tiap sampel bubur instan sinbiotik sehingga memberikan penilaian yang hampir sama. Bubur instan sinbiotik memiliki rasa yang manis yang berasal dari gula halus yang ditambahkan setelah proses pencampuran tepung bonggol pisang batu, tepung kedelai hitam dan susu fullcream cair. Bubur instan sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam ini memiliki flavor yang khas hasil kombinasi dari tepung komposit, susu, dan gula. Susu cair apabila dipanaskan bersama gula (sukrosa, gua invert, dan glukosa) menghasilkan citarasa

50 khas yang berasal dari reaksi Maillard antara protein dan gula reduksi (Tjahjadi et al., 2008). Rasa merupakan rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang dimakan dan yang dirasakan oleh indera pengecap. Rasa merupakan salah satu penentu kualitas suatu produk pangan. Rasa yang baik dapat diterima di masyarakat dan bertahan di pasaran dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 14. dari seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa dan nilai kesukaan rasa bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,47-3,97 yang artinya panelis agak suska terhadap rasa bubur instan sinbiotik. 5.3.3 Kesukaan Terhadap Aroma Bubur Instan Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap aroma bubur instan sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan aroma bubur instan sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 15. Tabel 15. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Aroma Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Kesukaan Aroma Bubur Instan Sinbiotik dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 3,62a B (8:8 b/b) 3,75a C (8:10 b/b) 3,60a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

51 Berdasarkan tabel 15 diatas, rata-rata tingkat kesukaan aroma bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,60 3,75 (suka) dan aroma dari bubur instan sinbiotik tidak dapat dibedakan oleh panelis. Seharusnya semakin besar penambahan tepung kedelai hitam maka aroma dari bubur instan akan semakin tajam karena aroma dari tepung kedelai yang berbau langu cukup tajam dan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Aroma merupakan penentu kualitas produk terhadap diterima atau tidaknya suatu produk. Timbulnya aroma disebabkan oleh zat yang bersifat volatil (menguap), sedikit larut dalam air dan lemak. Menurut Smith et al (1997), aroma khas kacang kedelai disebabkan zat-zat yang terkandung dalam kacang kedelai seperti sapogenol, soyasaponin, genistin dan daidzin. Suhu makanan yang disimpan kurang dari 20 o C maupun yang lebih dari 30 o C dapat mempengaruhi sensitivitas dari indera manusia (Simamora, 2012), sehingga panelis tidak terlalu mencium aroma khas campuran bonggol pisang, kedelai hitam dan susu fullcream. Menurut Desrosier (1988) dikutip Sari (2011), aroma bisa dipengaruhi oleh bahan-bahan kimia penyusunnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 15. dari seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma dan nilai kesukaan aroma bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,60-3,72 yang artinya panelis agak suska terhadap aroma bubur instan sinbiotik. 5.3.4 Kesukaan Terhadap Tekstur Bubur Instan Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam

52 yang tidak berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap tekstur bubur instan sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan tekstur bubur instan sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Aroma Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Kesukaan Tekstur Bubur Instan Sinbiotik dan Tepung Kedelai Hitam Keterangan: A (8:6) 3,53a B (8:8) 3,70a C (8:10) 3,23a Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tekstur dari fisik makanan adalah gambaran organoleptik (panca indera) yang berhubungan dengan kualitas sifat raba makanan. Berdasarkan Tabel 16, seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam tidak dapat dibedakan teksturnya sehingga panelis memberi nilai yang relatif sama. Bubur instan sinbiotik hasil rehidrasi memiliki tekstur yang sangat kental akibat kandungan dari tepung bonggol pisang batu, dimana menurut Secara keseluruhan panelis agak menyukai tekstur dari bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 16. dari seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur dan nilai kesukaan tekstur bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,23-3,70 yang artinya panelis agak suska terhadap tekstur bubur instan sinbiotik.

53 5.4 Penentuan Perlakuan Terpilih Berdasarkan semua parameter yang diamati pada penelitian ini, didapatkan matriks perlakuan terpilih yang dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan matriks tersebut, bubur instan sinbiotik yang dipilih adalah bubur instan dengan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam sebesar 8:8 (b/b). Perlakuan ini ditetapkan sebagai perlakuan terpilih karena memiliki karakteristik fisik dan kimia yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya serta sifat organoleptik yang masih dapat diterima oleh panelis. Pemilihan perlakuan terpilih berdasarkan uji statistik. Matriks perlakuan terpilih dapat dilihat pada Tabel 17.

54 Tabel 17. Matriks Perlakuan Terpilih Parameter Skoring Bobot Perlakuan skor/74 A B C Protein 10 0,14 8,98 12,164 14,555 c b a Poin x Bobot 0,41 0,54 0,68 Air 9 0,12 3,53 3,33 3,77 b a c Poin x Bobot 0,49 0,61 0,36 Warna 8 0,11 3,62 3,85 2,90 ab a b Poin x Bobot 0,49 0,54 0,43 Rasa 8 0,11 3,75 3,97 3,47 a a a Poin x Bobot 0,54 0,54 0,54 Probiotik 8 0,11 9,3 x109 8,3 x109 4,5 x109 a a a Poin x Bobot 0,54 0,54 0,54 Abu 7 0,09 2,18 2,32 2,59 c b a Poin x bobot 0,28 0,38 0,47 Lemak 7 0,09 1,45 1,51 1,62 a a a Poin x bobot 0,47 0,47 0,47 Aroma 6 0,08 3,62 3,75 3,60 a a a Poin x bobot 0,41 0,41 0,41 Tekstur 6 0,08 3,53 3,70 3,23 a a a point x bobot 0,41 0,41 0,41 Karbohidrat 5 0,07 83,87 80,75 76,86 a b c point x bobot 0,34 0,27 0,20 Hasil Matriks 4,36 4,70 4,51 Standar yang menjadi acuan utama untuk bubur instan sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam ini ialah analisis proksimat menurut standar SNI

55 No: 01-7111.1 tahun 2005 mengenai produk MP-ASI: Bubur Instan pada Tabel 4. dan jumlah total bakteri probiotik menurut SNI No. 2891-1992 dan SNI No. 2891-2009, pada standar tersebut dinyatakan bahwa jumlah bakteri (bakteri asam laktat maupun probiotik) hingga mencapai 7-9 log CFU/g menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik mikrobiologis yang baik.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan dan Saran a) Penambahan berbagai konsentrasi tepung kedelai hitam pada pembuatan bubur instan sinbiotik tidak berpengaruh terhadap jumlah total bakteri probiotik, karakteristik organoleptik (aroma, rasa, tekstur), serta kadar lemak, namun berpengaruh terhadap nilai kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat serta karakteristik organoleptik (warna). b) Bubur instan sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam dengan perbandingan 8:8 (b/b) menjadi perlakuan terpilih karena menghasilkan jumlah total bakteri L.acidophilus sebanyak 9,8 Log CFU/g, kandungan proksimat (kadar protein 12,16%, kadar air 3,33%, kadar lemak 1,51%, kadar abu 2,32%) yang sesuai dengan SNI 01-7111.1-2005, serta memiliki karakteristik organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, serta tekstur baik dan disukai panelis. 6.2 Saran a) Perlu adanya penambahan minyak nabati pada proses pembuatan bubur instan sinbiotik untuk mendapatkan nilai kadar lemak yang sesuai dengan SNI 01-7111.1-2005. b) Perlu dilakukan uji in vivo pada bubur instan sinbiotik untuk melihat ketahanan bakteri L. acidophilus ketika masuk ke dalam saluran pencernaan serta efeknya bagi kesehatan manusia. 56

57

68