HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang
|
|
- Yohanes Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya ikat air meatloaf dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Daya Ikat Air Meatloaf dengan Berbagai Perlakuan Perlakuan Ulangan P 1 P 2 P 3 P 4..% ,09 47,87 49,13 49, ,79 48,02 50,39 48, ,24 48,29 49,65 48, ,83 48,69 50,95 49, ,58 44,86 47,32 46,53 Rata-rata 47,10 47,55 49,49 48,41 Keterangan: P 1 = konsentrasi tepung tulang rawan 5% P 2 = konsentrasi tepung tulang rawan 10% P 3 = konsentrasi tepung tulang rawan 15% P 4 = konsentrasi tepung tulang rawan 20% Berdasarkan data pada Tabel 5, menunjukkan bahwa rata-rata daya ikat air yang dihasilkan dengan perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan berkisar antara 47,10% - 49,49%. Hasil perhitungan sidik ragam (Lampiran 3) menunjukan bahwa penggunaan konsentrasi tepung tulang rawan yang berbeda nyata berpengaruh (P<0,05) terhadap daya ikat air meatloaf yang dihasilkan. Untuk 35
2 36 mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut yaitu Uji Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Tingkat Konsentrasi Tepung Tulang Rawan Ayam terhadap Daya Ikat Air Perlakuan Rata-Rata Daya Ikat Air..%... Signifikansi P 1 47,10 a P 2 47,55 a P 4 48,41 ab P 3 49,49 b Keterangan : Huruf kecil yang sama kearah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata Berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa daya ikat air meatloaf tertinggi (49,49%) pada perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan 15% (P 3 ) nyata berpengaruh (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan 10% (P 2 ) dengan rata-rata daya ikat air 47,55%, perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan 5% (P 1 ) dengan rata-rata daya ikat air 47,10%, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan 20% (P 4 ) dengan rata-rata daya ikat air 48,41%. Hal ini menunjukan bahwa daya ikat air meatloaf optimum pada perlakuan penggunaan tepung tulang rawan 15%. Bila konsentrasi tepung tulang rawan ditingkatkan akan diikuti dengan penurunan daya ikat air. Tulang ayam sebagian besar terdiri atas protein kolagen dengan asam amino penyusun utamanya adalah prolin, glisin dan alanin (Alais dan Linden, 1991). Hal yang sama dikemukakan oleh Baily dan Light (1989) bahwa tepung tulang rawan mempunyai kadar protein sebesar 78,59%, protein pada tulang
3 37 rawan yang paling dominan adalah kolagen, sehingga dengan semakin tingginya penggunaan tepung tulang rawan akan diikuti dengan meningkatnya daya ikat air, karena daya ikat air sangat berhubungan dengan kadar protein yang digunakan, semakin tinggi protein yang digunakan semakin tinggi pula daya ikat air meatloaf. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Widjanarko, dkk. (2004) mengenai penambahan jenis dan konsentrasi binder pada sosis lele dumbo terhadap daya ikat air yang hasilnya menunjukan bahwa semakin tinggi penambahan binder pada sosis lele dumbo, maka daya ikat air semakin meningkat dengan hasil 54,60%. Perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan 20% (P 4 ) menyebabkan nilai daya ikat air meatloaf menurun, hal ini disebabkan dengan semakin bertambahnya tepung tulang rawan kemampuan kolagen membentuk jaringan yang kuat dalam adonan berkurang, sehingga kemampuan mengikat airnya akan menurun. Sesuai dengan penelitian Kusnadi, dkk (2012) faktor lain yang dapat menyebabkan daya ikat air menurun yaitu penggunaan suhu tinggi. Suhu yang digunakan pada pembuatan meatloaf mencapai 200 o C. Lawrie (2003) menambahkan bahwa kehilangan air yang disebabkan oleh pengerutan pada waktu masak akan lebih besar karena penggunaan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein dan banyak menurunkan nilai daya ikat air Susut Masak Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap susut masak meatloaf dapat dilihat pada Tabel 7.
4 38 Tabel 7. Susut Masak Meatloaf dengan Berbagai Perlakuan Perlakuan Ulangan P 1 P 2 P 3 P 4..% ,56 7,04 6,97 7, ,61 6,78 4,36 6, ,05 7,93 6,28 8,39 4 7,37 8,21 5,28 4,84 5 8,31 6,60 5,53 6,54 Rata-rata 9,18 7,31 5,68 6,60 Keterangan: P 1 = konsentrasi tepung tulang rawan 5% P 2 = konsentrasi tepung tulang rawan 10% P 3 = konsentrasi tepung tulang rawan 15% P 4 = konsentrasi tepung tulang rawan 20% Berdasarkan data pada Tabel 7, menunjukan bahwa rata-rata susut masak meatloaf yang dihasilkan dengan perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan berkisar antara 5,68% - 9,18%. Hasil perhitungan sidik ragam (Lampiran 4) menunjukan bahwa penggunaan konsentrasi tepung tulang rawan yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut masak meatloaf yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut yaitu Uji Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Uji jarak berganda Duncan Pengaruh Tingkat Konsentrasi Tepung Tulang Rawan terhadap Susut Masak Perlakuan Rata-Rata Susut Masak..%... Signifikansi P 3 5,68 A P 4 6,60 Ab P 2 7,31 B P 1 9,18 C Keterangan : Huruf kecil yang sama kearah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
5 39 Berdasarkan data pada Tabel 8, menunjukan bahwa susut masak meatloaf tertinggi (9,18%) pada perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan 5% (P 1 ) berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan lainnya yaitu tepung tulang rawan 10% (7,31%), tepung tulang rawan 15% (5,68%) dan tepung tulang rawan 20% (6,60%). Hal ini menunjukan bahwa dengan meningkatnya tepung tulang rawan akan diikuti dengan penurunan susut masak meatloaf. Sesuai dengan penelitian Olfa (2010) mengenai substitusi susu skim dan tepung kedelai pada pembuatan sosis bahwa salah satu yang mempengaruhi menurunnya susut masak adalah daya ikat air. Pembahasan sebelumnya menunjukan bahwa daya mengikat air meatloaf meningkat dengan penggunaan tepung tulang rawan, hal inilah yang menyebabkan susut masak meatloaf menurun. Sesuai dengan pendapat Ockerman (1998) bahwa susut masak sangat dipengaruhi oleh hilangnya air selama pemasakan, keadaan ini dipengaruhi oleh protein yang dapat mengikat air, semakin banyak air yang ditahan oleh protein maka semakin sedikit air yang keluar, sehingga susut masak berkurang. Padmawinata (1997) menyatakan sifat fungsional protein dalam menyerap air adalah melalui pengikatan air dalam ikatan hidrogen antara protein dengan air (terperangkap). Tingginya penambahan tepung tulang rawan mengakibatkan menurunnya susut masak sampai dengan penambahan tepung tulang 15% artinya semakin tinggi protein atau kolagen yang ditambahkan akan menyebabkan kehilangan airnya semakin kecil, hal ini sesuai dengan pendapat Ockerman (1998) bahwa kehilangan air selama pemasakan dipengaruhi oleh protein. Susut masak berhubungan erat dengan daya ikat air, semakin tinggi nilai daya ikat air maka susut masak akan semakin kecil. Nilai rata-rata susut masak
6 40 yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 5,68-9,18% berarti penambahan tepung tulang sampai 20% masih normal. Sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa susut masak daging yang normal yaitu 1,5 sampai dengan 54,5 % Keempukan Meatloaf Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap keempukan meatloaf dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Keempukan Meatloaf dengan Berbagai Perlakuan Perlakuan Ulangan P 1 P 2 P 3 P 4.mm/g/10 detik ,70 77,80 84,60 114, ,10 78,40 83,30 115, ,00 78,10 101,60 78, ,30 79,10 100,20 80, ,00 79,80 87,60 80,70 Rata-rata 73,62 78,64 91,46 94,00 Keterangan: P 1 = konsentrasi tepung tulang rawan 5% P 2 = konsentrasi tepung tulang rawan 10% P 3 = konsentrasi tepung tulang rawan 15% P 4 = konsentrasi tepung tulang rawan 20% Berdasarkan data pada Tabel 9, menunjukan bahwa rata-rata keempukan meatloaf yang dihasilkan dengan perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan yang berbeda pada pembuatan meatloaf berkisar antara 73,62% - 94,00%. Hasil perhitungan sidik ragam (Lampiran 5) menunjukan bahwa penggunaan tepung tulang rawan yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap keempukan
7 41 meatloaf yang dihasilkan. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan dengan hasil pada Tabel 10. Tabel 10. Uji jarak berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Tepung Tulang Rawan Ayam terhadap Keempukan Perlakuan Rata-Rata Keempukan...mm/g/10 detik Signifikansi P 1 73,62 a P 2 78,64 ab P 3 91,46 b P 4 94,00 b Keterangan : Huruf kecil yang sama kearah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata Berdasarkan data pada Tabel 10, menunjukan bahwa keempukan tertinggi (94,00 mm/g/10 detik) pada perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan 20% (P 4 ) tidak berbeda nyata dengan konsentrasi tepung tulang rawan 15% (91,46 mm/g/10 detik) dan konsentrasi tepung tulang rawan 10% (78,64 mm/g/10 detik), tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan konsentrasi tepung tulang rawan 5% (73,62 mm/g/10 detik), hal tersebut menunjukan bahwa nilai keempukan semakin naik seiring dengan penambahan konsentrasi tepung tulang rawan ayam. Peningkatan tepung tulang rawan meatloaf akan diikuti dengan meningkatnya jumlah kolagen. Kolagen akan berubah menjadi gelatin atau peptida lain yang berfungsi sebagai binder pada waktu pemasakan sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengikat air meatloaf tersebut. Banyaknya air dalam meatloaf akan meningkatkan nilai keempukan yang lebih tinggi dan mempunyai daya iris yang bagus. Hal ini sejalan dengan Staci Schutz dan Anjani Joshi (2009) bahwa meatloaf dengan penambahan soy protein lebih tinggi akan menghasilkan daya iris yang lebih bagus.
8 42 Perlakuan penggunaan tepung tulang rawan 15% tidak berbeda nyata dengan perlakuan tepung tulang rawan 20%, hal ini berkaitan dengan nilai daya ikat airnya. Daya ikat air semakin besar, nilai keempukan semakin besar, begitu juga sebaliknya. Nilai daya ikat air menunjukan air yang terikat dalam bahan makanan, nilai daya ikat air P 3 dan P 4 tidak berbeda nyata artinya jumlah air yang ada dalam meatloaf relatif sama karena itu nilai keempukannya tidak berbeda nyata. 4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Organoleptik Meatloaf Pengaruh perlakuan terhadap Rasa Meatloaf Hasil pengujian organoleptik pada perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan terhadap rasa memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap rasa meatloaf (Lampiran 7). Hasil uji organoleptik terhadap rasa meatloaf ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Uji Organoleptik terhadap Rasa Meatlaof Perlakuan Rata-Rata Ranking Rasa Signifikansi P 1 43,70 a P 2 44,08 a P 3 44,90 a P 4 29,33 a Rasa merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam penerimaan konsumen atau panelis terhadap produk olahan pangan. Nilai rasa meatloaf yang paling disukai adalah penambahan konsentrasi tepung tulang rawan ayam 15% (P 3 ). Menurut pendapat Soeparno (2005) rasa daging masak banyak ditentukan oleh prekursor-prekursor yang larut dalam air dan lemak, selain itu proses pengolahan dan lama penyimpanan serta lama dan temperatur masakan. Tepung
9 43 tulang tidak memiliki rasa hal ini menyebabkan tidak menunjukan perbedaan rasa yang dihasilkan pada meatloaf dengan penambahan tepung tulang rawan sampai dengan konsentrasi 20% Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Meatloaf Hasil pengujian organoleptik pada perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan terhadap warna memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap warna meatloaf (Lampiran 9). Hal ini disebabkan tepung tulang rawan yang memiliki warna putih sampai konsentrasi 20% tidak mampu memberikan perubahan warna dari meatloaf yang berwarna merah kecoklatan. Hasil uji organoleptik terhadap warna meatloaf ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12. Uji Organoleptik terhadap Warna Meatlaof Perlakuan Rata-Rata Ranking Warna Signifikansi P 1 36,48 a P 2 42,13 a P 3 47,33 a P 4 36,08 a Warna memegang peranan penting dalam menerima makanan, selain itu warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan (de Man, 1997), warna juga merupakan salah satu parameter yang digunakan konsumen dalam memilih produk. Suatu produk makanan yang dinilai bergizi, enak dan tekstur yang sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang mata atau memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 2004).
10 Pengaruh Perlakuan terhadap Aroma Meatloaf Hasil pengujian organoleptik pada perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan terhadap aroma memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma meatloaf (Lampiran 11). Hal ini disebabkan tepung tulang rawan tidak memiliki bau yang khas sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap aroma meatloaf. Hasil uji organoleptik terhadap aroma meatloaf ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13. Uji Organoleptik terhadap Aroma Meatlaof Perlakuan Rata-Rata Ranking Aroma Signifikansi P 1 34,98 a P 2 42,85 a P 3 43,08 a P 4 41,10 a Bau atau aroma menunjukan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya begitu besar. Penciuman bau atau aroma dapat dilakukan terhadap produk secara langsung (Setyaningsih., dkk, 2010). Penilaian aroma merupakan penilaian subjektif yang memerlukan sensitifitas dalam merasa dan mencium. Proses pemasakan berperan penting dalam hal ini dikarenakan pada saat pemasakan lemak pada meatloaf akan menghasilkan volatile yang menimbulkan munculnya aroma pada meatloaf. Seperti yang diungkapkan oleh Soeparno (2005) bahwa dengan adanya pemasakan maka akan timbul senyawa-senyawa volatil yang akan menghasilkan flavor dan aroma yang unik dari daging masak.
11 Pengaruh Perlakuan terhadap Keempukan Meatloaf Hasil pengujian organoleptik pada perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan terhadap keempukan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap keempukan meatloaf (Lampiran 13). Hal ini disebabkan bahwa tepung tulang rawan yang ditambahkan semakin banyak sehingga meatloaf menjadi lebih empuk, serta dengan adanya susu cair yang ditambahkan pada pembuatan meatloaf semakin meningkatkan pula kandungan air pada adonan meatloaf. Hasil uji organoleptik terhadap keempukan meatloaf ditampilkan pada Tabel 14. Tabel 14. Uji Organoleptik terhadap Keempukan Meatlaof Perlakuan Rata-Rata Ranking Keempukan Signifikansi P 1 39,65 a P 2 41,65 a P 3 44,35 a P 4 36,35 a Keempukan makanan diperoleh dan dibentuk oleh jenis tepung yang digunakan karena tepung berfungsi mengokohkan adonan dan membentuk tekstur makanan. Soeparno (2005) menyatakan bahwa tekstur juga dipengaruhi oleh pemasakan termasuk pengovenan Pengaruh Perlakuan terhadap Total Penerimaan Meatloaf Hasil pengujian organoleptik pada perlakuan konsentrasi tepung tulang rawan terhadap total penerimaan memberikan pengaruh yang nyata berbeda (P<0,05) terhadap total penerimaan meatloaf (Lampiran 15). Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Mann-Whitney hasilnya tercantum pada Tabel 15.
12 46 Tabel 15. Uji Organoleptik terhadap Total Penerimaan Meatloaf Perlakuan Rata-Rata Ranking Total Penerimaan Signifikansi P 3 49,28 a P 2 38,58 ab P 1 44,10 ab P 4 30,05 b Keterangan : Huruf kecil yang sama kearah kolom menunjukan tidak berbeda nyata Berdasarkan data pada Tabel 15 menunjukan bahwa skor total penerimaan meatloaf tertinggi pada perlakuan tepung tulang rawan 15% (P 3 ) nyata berbeda (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan tepung tulang rawan 20% (P 4 ), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tepung tulang rawan 5% (P 1 ) dan tepung tulang rawan 10% (P 2 ), demikian pada perlakuan tepung tulang rawan 20% (P 4 ) dengan perlakuan tepung tulang rawan 10% (P 2 ) dan perlakuan tepung tulang rawan 5% (P 1 ) tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Total penerimaan merupakan respon keseluruhan atas suatu makanan. Hasil penelitian uji organoleptik sebelumnya yang meliputi rasa, warna, aroma dan keempukan dengan tingkat konsentrasi tepung tulang rawan sebanyak 15% (P 3 ) memiliki skor yang tertinggi, sehingga pada pengujian total penerimaan memberikan skor yang terbaik juga dan nyata (P<0,05) leb ih disukai dibandingkan perlakuan lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam Hasil pengamatan daya ikat air naget ayam dengan tiga perlakuan penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam
36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Kualitas Fisik 4.1.1. Pengaruh terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam bahan pengisi terhadap daya ikat air pada bakso ayam disajikan pada Tabel 6. Tabel 6.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang dikonsumsi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Ikat Air (DIA) Daging Ayam Petelur Afkir Rata-rata hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi sari buah stroberi (Fragaria
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR Sarah Mayang Surgawi, Wendry Setyadi Putranto, dan Kusmajadi Suradi Fakultas
Lebih terperinciKarakteristik mutu daging
Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa
Lebih terperinciJURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2
Karakteristik Fisik, Kimia dan Nilai Kesukaan Nugget Ayam Dengan Penambahan Pasta Tomat (Effect of Tomatos Paste to Physicochemical and Sensory Characteristics Chicken Nuggets) Eka Wulandari, Lilis Suryaningsih,
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan
TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan
Lebih terperincimolekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus
Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kelangsungan hidup manusia karena kaya akan kandungan protein dan asam
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Daging Sapi Daging merupakan salah satu bahan pangan hewani yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia karena kaya akan kandungan protein dan asam amino yang lengkap yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan
Lebih terperinciSIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour)
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour) Yulianti 1, Harapin Hafid 2, Astriana Naphirah 2 1.
Lebih terperinci5.1 Total Bakteri Probiotik
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam
44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk pangan semakin meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan permintaan pangan yang memiliki nilai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside)
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan
I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang
Lebih terperinciTabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada
Lebih terperinciFORMAT MENAMPILKAN DATA TABEL, GAMBAR & TEHNIK MEMBAHAS
1 FORMAT MENAMPILKAN DATA TABEL, GAMBAR & TEHNIK MEMBAHAS JUDUL TOPIK RISET : STUDI PEMBUATAN MAKANAN PADAT (FOOD BARS) BERENERGI TINGGI MENGGUNAKAN TEPUNG KOMPOSIT (TEPUNG GAPLEK, TEPUNG KEDELAI, TEPUNG
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi Masalah (1.2.), Maksud dan Tujuan Penelitian (1.3.), Manfaat Penelitian (1.4.), Kerangka Pemikiran (1.5.), Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN BUAH DURIAN (Durio zibethinus murr.) TERHADAP KADAR AIR, TEKSTUR, RASA, BAU DAN KESUKAAN KARAMEL SUSU KAMBING
PENGARUH PENAMBAHAN BUAH DURIAN (Durio zibethinus murr.) TERHADAP KADAR AIR, TEKSTUR, RASA, BAU DAN KESUKAAN KARAMEL SUSU KAMBING 0. R. Puspitarini, V. P. Bintoro, S. Mulyani. ABSTRAK: Susu kambing merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)
I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi ditinjau dari kandungan asam amino yang lengkap dalam protein daging, hal ini memungkinkan
Lebih terperinciPENGARUH LAMA PEMERAMAN TELUR ASIN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN
PENGARUH LAMA PEMERAMAN TELUR ASIN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN Susi Lesmayati dan Eni Siti Rohaeni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No 4 Banjarbaru,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciKAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI
KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI Siswosubroto E. Surtijono 1 ; Indyah Wahyuni 1, Arie Dp. Mirah 1 1) Fakultas Peternakan Unsrat Manado, 95115
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belalang kayu adalah serangga herbivora berwarna coklat yang termasuk ordo Orthoptera. Belalang kayu banyak ditemui pada pohon turi, ketela, jati, dan lain sebagainya.
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan
9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan Laboratorium Rekayasa Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.
Lebih terperinciKey words: chicken nuggets, broiler chicken livers, the fat content, elasticity, flavour
Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 301 308 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KADAR LEMAK, KEKENYALAN DAN CITA RASA NUGGET AYAM YANG DISUBSTITUSI DENGAN HATI AYAM
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama
Lebih terperinciUJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI
UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing
Tingkat Kesukaam (Warna) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing 4.1.1. Warna Warna merupakan salah satu parameter fisik suatu bahan pangan yang penting. Kesukaan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan dan bukan merupakan makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari secara teratur.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini gaya hidup serta pola konsumsi makanan pada masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, terhadap selera produk pangan yang cenderung lebih menyukai sesuatu yang
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lemak dan kolesterol tinggi (Astiti dkk., 2008). Bahan pangan hewani sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan produk pangan olahan yang disukai oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, baik anak-anak, dewasa maupun orang tua. Dengan demikian, pembuatan bakso dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat menguntungkan peternak di samping cara pemeliharaannya yang mudah dan sifatnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan frekuensi pencucian daging lumat yang tepat (1 kali pencucian, 2 kali pencucian dan 3 kali pencucian) dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di
TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM
LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN
Lebih terperinciMUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH
MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini pemasarannya sudah semakin meluas dan dikonsumsi oleh seluruh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim merupakan merupakan salah satu produk olahan susu berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan dan dibuat melalui proses pembekuan dan
Lebih terperinciPenambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget)
Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget) Nurzainah Ginting Staf Pengajar Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai
PENGANTAR Latar Belakang Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai sumber protein hewani banyak mengandung gizi yang dibutuhkan oleh manusia. Seiring dengan semakin meningkatnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu penyedia sumber bahan pangan memiliki banyak macam produk yang dihasilkan. Salah satu produk pangan yang berasal dari peternakan yaitu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau
Lebih terperinciKUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)
KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±
Lebih terperinci3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4
3. HASIL PENELITIAN 3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 Gambar 2. Biskuit B1 dengan penambahan brokoli dan jambu biji fresh, dan konsentrasi tepung bekatul 3,5%; B2 dengan
Lebih terperinciPEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS
PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: VANDA FIKOERITRINA WIDYA PRIMERIKA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. semakin meningkat setiap tahunnya. Konsumsi daging ayam pada tahun 2013
I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditas pangan hewani yang sangat digemari oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi daging yang semakin meningkat setiap
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW
JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air
BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Daging merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, karena pangan merupakan salah satu faktor utama yang dibutuhkan mahluk hidup khususnya manusia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan
Lebih terperinci