BAB 4 DATA DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
SINTESA NANOKRISTAL MESOPORI TiO 2 DENGAN METODA SOL-GEL

SINTESA NANOKRISTAL MESOPORI TiO 2 DENGAN METODA SOL-GEL

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPORI TiO2-SiO2/KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN DTAB SKRIPSI SARJANA KIMIA. Oleh STEFANI KRISTA BP :

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN KLORIDA (HCl) DAN TEMPERATUR PERLAKUAN HIDROTERMAL TERHADAP KRISTALINITAS MATERIAL MESOPORI SILIKA SBA-15 SKRIPSI

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Aplikasi TiO 2

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SONOKIMIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

Bab 4 Data dan Analisis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh waktu annealing terhadap diameter dan jarak antar butir

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

Bab IV Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

SINTESIS KATALIS ZSM-5 MESOPORI DAN AKTIVITASNYA PADA ESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH UNTUK PRODUKSI BIODISEL

Optimasi Parameter Sintesis Nanopartikel TiO 2 untuk Dye Sensitized Solar Cell

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

Sintesis Nanopartikel MnO 2 dengan Metode Elektrolisa Larutan KMnO 4

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

4 Hasil dan pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

PEMBUATAN KATALIS HZSM-5 DENGAN IMPREGNASI LOGAM PALLADIUM UNTUK PERENGKAHAN MINYAK SAWIT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer

Bab III Metoda Penelitian

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

4. Hasil dan Pembahasan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MAGNESIUM OKSIDA (MgO) DENGAN VARIASI MASSA PEG-6000

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

BAB III DASAR TEORI. elektron valensi memiliki tingkat energi yang disebut energi valensi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Pengaruh Suhu Polimerisasi Terhadap Sifat Transpor dan Struktur Polianilina Berbentuk Garam Emeraldine

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

SYNTHESIS THIN LAYER ZnO-TiO 2 PHOTOCATALYSTS SOL GEL METHOD USING THE PEG (Polyethylene Glycol) AS SOLVENTS SCIENTIFIC ARTICLE

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

4. Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

Bab III Metodologi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

PENGARUH PEG-2000 TERHADAP UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

Transkripsi:

BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya ditunjukkan pada Tabel 4.1. Sampel Ti-a Ti-b Ti-c Ti-d Ti-e Pelarut methanol methanol ethanol ethanol methanol Tabel 4.1. Kondisi Sintesis TiO 2 Block copolymer Pluronic PE 6200 Pluronic PE 6200 Pluronic PE 6200 Pluronic PE 6200 Pluronic PE 8100 Kelembaban Karakterisasi Temperatur Relatif (RH) yang Kalsinasi (saat aging) dilakukan XRD, 400 C 30% adsorpsi gas N 2, SANS, SEM XRD, 450 C 30% adsorpsi gas N 2, SANS, SEM 450 C 30% XRD 450 C 70-90% XRD 450 C 30% Adsorpsi gas N 2 4.1. Analisis TG-DTA Gambar 4.1 menunjukkan hasil TG-DTA pada kisaran temperatur 50 C sampai 600 C dari sampel TiO 2 gel yang dilakukan proses aging selama 4 hari. Dari grafik TGA, yang menunjukan pengurangan massa sampel sebagai fungsi dari 26

temperatur, terlihat bahwa sampel mengalami pengurangan massa sebesar 75% ketika dipanaskan sampai sekitar 460 C. Sehingga pada temperatur diatas 450 C, sampel merupakan murni TiO 2. Grafik TGA juga menunjukkan adanya tiga zona temperatur dimana terjadinya pengurangan massa. Zona pertama yaitu pada temperatur dibawah 200 C yang merupakan proses penguapan grup OH yaitu air dan alkohol. Zona kedua yaitu antara temperatur 200 C sampai 325 C terjadi oksidasi komponen organik pada gel. Pada zona ketiga yaitu temperatur 325 C sampai 460 C, terjadi oksidasi residu block copolymer dan klor yang terikat pada Ti-OH terdekomposisi. TGA DTA - - - - Gambar 4.1. Hasil Uji TG-DTA dari TiO 2 gel Dari Grafik DTA terlihat jelas terdapat dua puncak yaitu puncak endotermik pada daerah 100 C - 200 C yang diakibatkan penguapan pelarut, dan puncak eksotermik pada daerah 325 C - 460 C yang diakibatkan dekomposisi klor dan block copolymer dari sampel dan perubahan fasa TiO 2 dari amorf menjadi anatase yang dimulai pada temperatur 350 C[26]. Seperti terlihat pada gambar, data dari 27

grafik TGA berkorelasi secara langsung dengan data dari grafik DTA dimana proses kehilangan massa dari sampel selalu diikuti dengan munculnya proses eksotermik maupun endotermik. 4.2. Analisis XRD X-Ray Diffraction (XRD) digunakan menganalisa efek dari jenis pelarut, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif (RH) reaksi tehadap fasa kristal dan derajat kristalin sampel. Dari pola difraksi untuk keseluruhan sampel, terbukti bahwa sampel merupakan TiO 2 kristal dengan fasa anatase (Ti-a, Ti-b, Ti-d) dan fasa bikristal anatase-rutile (Ti-c) menurut JCPDS (21-1272) untuk anatase dan JCPDS (21-1276) untuk rutile. Hasil ini sesuai dengan data TG-DTA yang menyatakan bahwa perubahan fasa kristal dari amorf menjadi anatase dimulai pada temperatur 350 o C sehingga penggunaan temperatur kalsinasi 400 o C dan 450 o C pada penelitian ini sudah menghasilkan TiO 2 yang terkristalisasi dengan baik. Pola difraksi sampel tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.2. Tabel 4.2. Ukuran Kristalit Sampel Sampel Ukuran kristalit a Ti-a 11,05 nm Ti-b 13,94 nm Ti-c 17,36 nm Ti-d 12,9 nm a Persamaan Scherrer pada bidang (101) 4.2.1. Efek Jenis Pelarut Pada penelitian ini dilakukan perbandingan pola XRD sampel TiO 2 dengan pelarut methanol (Ti-b) dan pelarut ethanol (Ti-c) dengan parameter jenis block copolymer dan temperatur kalsinasi dijaga tetap. 28

(101) Ti-a Methanol+PE6200+400 o C (RH 30%) (004) (200) (211) (103) (112) (105) (204) Intensitas (counts) R : rutile Ti-b Methanol+PE6200+450 o C (RH 30%) Ti-c R * R * R * ethanol+pe6200+450 o C (RH 30%) Ti-d ethanol+pe6200+450 o C (RH 70-90%) 2θ (derajat) Gambar 4.2. Pola XRD TiO 2 Dari pola XRD terlihat bahwa jenis pelarut mempengaruhi fasa kristal dari TiO 2. Penggunaan pelarut methanol (Ti-b) menghasilkan TiO 2 dengan fasa kristal murni 29

anatase sedangkan pelarut ethanol (Ti-c) menghasilkan fasa bikristal anatase dan rutile (pada gambar ditunjukkan dengan simbol R). Perbedaaan struktur kristal ini diakibatkan perbedaan dari keasaman larutan. Pelarutan TiCl 4 dalam larutan alkohol mengakibatkan sistem menjadi asam. Larutan dengan sistem pelarut ethanol memiliki derajat keasaman yang lebih tinggi dibandingkan sistem pelarut methanol karena dengan meningkatnya jumlah atom karbon maka kecenderungan grup alkoxy untuk menggantikan Cl menjadi lebih rendah sehingga lebih banyak Cl yang ada dalam sistem[25]. Keadaan asam dalam sistem ini akan menjadi katalis dalam proses nukleasi dan kristalisasi Hasil ini sesuai dengan penelitian Hongmei Luo dimana dengan bertambahnya jumlah atom karbon pada pelarut maka sistem akan menjadi lebih asam, yang dengan keadaan ini cenderung untuk membentuk fasa rutile[25]. 4.2.2. Efek Temperatur Kalsinasi Temperatur kalsinasi divariasikan untuk melihat perubahan derajat kristalinitas dan efeknya pada struktur kristal TiO 2. Ti-a merupakan TiO 2 dengan temperatur kalsinasi 400 C sedangkan Ti-b mempunyai temperatur kalsinasi 450 C. Kedua sampel menggunakan pelarut methanol dan jenis block copolymer yang sama. Dari pola difraksi kedua sampel terlihat bahwa Ti-a dan Ti-b merupakan TiO 2 dalam fasa anatase. Seperti terlihat pada Tabel 4.2, temperatur kalsinasi yang lebih tinggi menghasilkan ukuran kristalit TiO 2 yang lebih besar dan terlihat pada pola XRD, intensitas puncak difraksi Ti-b lebih tinggi dibandingkan Ti-a menandakan peningkatan derajat kristalinitas dikarenakan temperatur yang lebih tinggi akan mengakibatkan proses difusi atom akan menjadi lebih cepat sehingga akan mempercepat proses kristalisasi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Beltran yang membuktikan bahwa kristalisasi sempurna TiO 2 terjadi pada temperatur 550 C[9]. Terlihat dari perbandingan pola difraksi Ti-a dan Ti-b, bahwa transisi pertumbuhan kristal antara temperatur 400-450 C cenderung pada bidang miller (101) yang merupakan bidang terluas pada struktur kristal anatase TiO 2 sedangkan untuk bidang miller yang lain cenderung menjadi lebih halus menandakan atom sudah lebih terorientasi pada masing-masing bidang tersebut.. 30

4.2.3. Efek Kelembaban Relatif (RH) Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa kelembaban relatif dari lingkungan juga mempengaruhi proses kristalisasi dari TiO 2. Terlihat pada pola difraksi TiO 2 sampel Ti-c dan Ti-d, bahwa sampel dengan komposisi yang sama namun berbeda dalam kelembaban relatif atmosfer pada saar aging dapat menghasilkan fasa yang berbeda. Kelembaban relatif yang rendah cenderung untuk membentuk fasa bikristal yaitu gabungan anatase dan rutile. Kelembaban relatif yang lebih rendah akan menyebabkaan interaksi sistem dengan H 2 O di lingkungan akan semakin kecil sehingga larutan akan cenderung lebih asam bila dibandingkan sintesa pada kelembaban relatif tinggi dan akan cenderung membentuk fasa rutile. 4.3. Analisis SANS (Small-angle Neutron Scattering) Untuk menganalisa struktur pori dari sampel TiO 2, dilakukan analisa Small angle Neutron Scattering (SANS) pada sampel Ti-a dan Ti-b. Terlihat pada pola hamburan neutron kedua sampel (Gambar 4.3), terdapat puncak yang disebabkan adanya struktur yang teratur sehingga meyebabkan interferensi hamburan neutron dengan ukuran rata-rata d = 2π / Q. Puncak hamburan pada sudut rendah ini peak merupakan karakteristik material mesopori, yang mempunyai karaktersitik keteraturan pori, dengan nilai d = 30,58 nm untuk Ti-a dan d = 34,63 nm untuk Ti-b. Nilai d ini merupakan jarak rata-rata antar dinding inorganik TiO 2 yang melingkupi struktur pori atau bisa dianalogikan juga sebagai jarak rata-rata antar pori terstruktur. Kenaikan temperatur kalsinasi menyebabkan ukuran pori menjadi lebih besar diindikasikan dengan nilai d yang lebih besar untuk Ti-b. 31

Ti-a Ti-b Gambar 4.3. Pola SANS Sample TiO 2 (Ti-a dan Ti-b) Dari perbandingan pola hamburan neutron Ti-a dan Ti-b juga terlihat bahwa intensitas relatif hamburan neutron Ti-a lebih besar dibandingkan Ti-b. Ini menandakan area homogen untuk menghasilkan interferensi hamburan neutron lebih banyak pada Ti-a. sehingga dapat disimpulkan keteraturan struktur pori sampel Ti-a lebih besar bila dibandingkan Ti-b. 4.4. Analisis Adsorpsi Gas N 2 Metoda Adsorpsi gas Nitrogen (N 2 ) dilakukan untuk menganalisa efek dari temperatur kalsinasi dan juga jenis block copolymer terhadap luas permukaan spesifik dari TiO 2 yang ditunjukkan pada Tabel 4.3. Luas permukaan spesifik paling tinggi didapat dari sampel Ti-a yaitu 108 m 2 /g dan paling rendah Ti-e yaitu 80 m 2 /g. Semua sample memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan 32

dengan nano-tio 2 Degussa P-25 yang sering digunakan sebagai referensi untuk aplikasi dalam sel surya maupun fotokatalis dengan luas permukaan sebesar 50 m 2 /g, walaupun semua sampel mempunyai luas permukaan yang lebih kecil dibandingkan hasil eksperimen Peidong Yang sebagai referensi utama[4], dengan perbedaan penggunaan jenis block copolymer dan temperatur kalsinasi, namun TiO 2 yang dihasilkan mempunyai derajat kristalisasi lebih tinggi yang merupakan syarat penting penggunaan TiO 2 pada berbagai aplikasinya[28]. Tabel 4.3. Nilai Luas Permukaan Spesifik Sampel Sampel Luas permukaan spesifik (m 2 /g) Ti-a 108 Ti-b 88 Ti-e 80 Nano-TiO 2 (Degussa P-25) 50 4.4.1. Efek temperatur kalsinasi Seperti terlihat pada data di Tabel 4.3., peningkatan temperatur kalsinasi menyebabkan luas permukaan material menurun dari 108 m 2 /g (Ti-a) menjadi 88 m 2 /g (Ti-b). Temperatur kalsinasi yang lebih tinggi selalu diikuti dengan luas permukaan yang lebih rendah karena proses kristalisasi dari TiO 2 selalu diikuti oleh rusaknya struktur mesopori dari material[29]. Fenomena ini juga sesuai dengan hasil SANS yang menunjukan bahwa sampel Ti-a, yang disintesa pada temperatur kalsinasi lebih rendah memiliki keteraturan pori yang lebih besar dibandingkan Ti-b yang berimplikasi terhadap lebih besarnya luas permukaan spesifik Ti-a. 4.4.2. Efek jenis Block Copolymer Pemilihan surfaktan juga menentukan struktur akhir dari material mesoporous. Untuk sample yang menggunakan surfaktan block copolymer Pluronic PE 6200 (Ti-b) dihasilkan TiO 2 yang mempunyai luas permukaan lebih tinggi yaitu 88 33

m 2 /g dibandingkan dengan TiO 2 yang memakai surfaktan Pluronic PE 8100 (Ti-e) yaitu 80 m 2 /g. Hal ini kemungkinan dikarenakan kedua block copolymer memiliki berat molekul yang tidak jauh berbeda namun Pluronic PE 8100 mempunyai rantai hidrophobic (PPO) yang lebih panjang yaitu PPO 40 :PPO 30 (Pluronic PE 8100: Pluronic PE 6200) sehingga meningkatkan volume maksimal bagian hidropobic dan ukuran micelle yang dibentuk untuk temperatur yang sama. Hal ini akan berpengaruh terhadap ukuran pori yang lebih besar untuk TiO 2 dengan surfaktan Pluronic PE 8100 yang berkorelasi terhadap berkurangnya luas permukaan material. 4.5. Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) Ti-a Ti-b Gambar 4.4. Hasil SEM dari Sampel Ti-a dan Ti-b dengan Berbagai Perbesaran Morfologi dari sampel TiO 2 ditunjukkan pada Gambar 4.4. Partikel-partikel dari sampel umumnya mempunyai bentuk spherical dengan diameter rata-rata 50 nm untuk Ti-a dan 60 nm untuk Ti-b. Secara kualitatif, dapat terlihat bahwa struktur 34

kedua sampel terdiri dari partikel-partikel yang beraglomerasi, ditunjukkan dengan struktur partikel yang bersambung dengan partikel yang lain (close-packed particles). Ti-b mempunyai ukuran partikel dan aglomerasi yang lebih besar karena kenaikan temperatur kalsinasi menyebabkan proses difusi atom menjadi lebih cepat sehingga partikel akan cenderung membentuk aglomerasi yang lebih besar. Hasil SEM ini sesuai dengan hasil dari adsorpsi gas N 2 bahwa sampel dengan ukuran partikel yang lebih kecil (Ti-a) mempunyai luas permuakaan spesifik yang lebih tinggi karena untuk luas permukaan yang sama jumlah partikel yang ada lebih banyak. Selain itu terlihat dari hasil SEM bahwa porositas dari sampel tidak hanya diakibatkan oleh pori intrapartikel, tapi juga pori interpartikel (antar-partikel). 35