BAB V STUDI KASUS: HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Hasil dan Pembahasan Penulis melakukan pembatasan daerah penelitian dari data yang tersedia, yaitu hanya mencari posisi yang mengalami mutasi (misalkan posisi i) kemudian mengamati satu posisi setelah (i+1). Seperti telah penulis jelaskan pada bab IV, peubah yang digunakan dalam uji tanda adalah peubah acak bivariat. Oleh sebab itu, penulis melakukan proses analisis pada bagian (i, i+1). Setelah itu, penulis menetapkan setiap pasang (B, B ) dalam tanda (+), (-) atau (0), dengan terlebih dahulu melakukan pengodean. Penulis memberi kode sebagai berikut: A = 0, C = 1, G = 2 dan T = 3. Masing-masing basa (A, C, G dan T) mempunyai 3 kemungkinan untuk bermutasi menjadi basa lain. Oleh karena itu, secara keseluruhan kita peroleh 12 kasus mutasi substitusi basa. Dari keduabelas kasus tersebut, penulis tidak menjumpai kasus mutasi basa guanin (G) menjadi basa sitosin (C) dan kasus mutasi basa timin (T) menjadi basa guanin (G). Dengan demikian, penulis hanya mendapatkan sepuluh kasus mutasi substitusi basa. Penulis melakukan pendekatan uji tanda pada sepuluh kasus tersebut untuk mengetahui ada atau tidak adanya trend seperti telah dijelaskan sebelumnya. Hasilnya penulis sajikan dalam TABEL II berikut ini. 24
TABEL II HASIL UJI TANDA No. Kasus Mutasi n P N Z Ada/Tidak Ada Trend 1. A ke C 4 0 0 4 Tidak ada trend 2. A ke G 15 2 11 2 Ada trend turun 3. A ke T 1 0 0 1 Tidak ada trend 4. C ke A 3 3 0 0 Ada trend naik 5. C ke G 2 1 1 0 Tidak ada trend 6. C ke T 143 0 78 65 Ada trend turun 7. G ke A 21 15 0 6 Ada trend naik 8. G ke T 3 0 3 0 Ada trend turun 9. T ke A 1 1 0 0 Ada trend naik 10. T ke C 110 20 35 55 Ada trend turun Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan MATLAB Keterangan: n : banyaknya kasus mutasi P : banyaknya tanda (+) N : banyaknya tanda (-) Z : banyaknya tanda (0) Dari TABEL II, kita dapat melihat bahwa terdapat trend pada kasus mutasi terutama pada kasus mutasi yang banyak terjadi yaitu yang memiliki n besar. Selanjutnya, penulis akan melakukan pendekatan melalui rantai Markov untuk mengetahui pola mutasi substitusi basa pada ADN mitokondria. Terlebih dahulu, penulis ingin mengetahui tingkat kecenderungan basa yang muncul pada posisi i+1 untuk masing-masing kasus mutasi. Penulis menyajikan hasilnya dalam TABEL III berikut ini. 25
TABEL III TINGKAT KECENDERUNGAN BASA YANG MUNCUL PADA POSISI i+1 No. Kasus Mutasi A C G T 1. A ke C 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 2. A ke G 0,4000 0,3333 0,1333 0,1333 3. A ke T 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000 4. C ke A 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 5. C ke G 0,5000 0,0000 0,0000 0,5000 6. C ke T 0,1399 0,3986 0,0070 0,4545 7. G ke A 0,2857 0,1429 0,4762 0,0952 8. G ke T 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 9. T ke A 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 10. T ke C 0,3182 0,5000 0,1091 0,0727 Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan MATLAB Keterangan: Angka-angka di atas menunjukkan proporsi masing-masing basa (A, C, G dan T) pada posisi i+1 untuk setiap kasus mutasi. Angka yang dicetak tebal menunjukkan proporsi terbesar suatu basa pada posisi i+1 untuk setiap kasus mutasi. Sebagai contoh, pada kasus mutasi basa adenin menjadi guanin (A ke G), proporsi terbesar ditempati oleh basa adenin (A) yaitu 0,4000. Ini berarti bahwa untuk kasus mutasi basa adenin menjadi guanin (A ke G), posisi i+1 ditempati oleh basa adenin (A) dengan tingkat kecenderungan 40%. Dari tabel di atas terlihat bahwa posisi i+1 cenderung ditempati oleh basa sitosin (C). Lebih jauh, penulis tidak melihat basa apa yang bermutasi tetapi hanya melihat posisi i yaitu basa hasil mutasi maka kita mendapatkan hasil seperti yang disajikan pada TABEL IV berikut ini. 26
TABEL IV TINGKAT KECENDERUNGAN BASA YANG MUNCUL PADA POSISI i+1 SECARA KESELURUHAN Basa Hasil Mutasi A C G T A 6 (0,2400) 7 (0,2800) 10 (0,4000) 2 (0,0800) C 35 (0,3070) 59 (0,5175) 12 (0,1053) 8 (0,0702) G 7 (0,4118) 5 (0,2941) 2 (0,1176) 3 (0,1765) T 20 (0,1361) 60 (0,4082) 1 (0,0068) 66 (0,4490) Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan MATLAB Keterangan: TABEL IV menunjukkan tingkat kecenderungan basa yang muncul pada posisi i+1 bila posisi i diketahui. Pada kasus mutasi yang menghasilkan basa sitosin (C) terlihat bahwa pada posisi i+1 akan diisi oleh basa sitosin juga yaitu sekitar 51,75% dari 114 kasus yang terjadi. Namun, secara keseluruhan bisa dilihat pada kasus mutasi yang menghasilkan basa timin (T) yaitu sebanyak 66 kasus yang terjadi. Pada kasus tersebut, basa yang cenderung muncul pada posisi i+1 adalah basa timin (T) dengan proporsi 44,90%. Dari TABEL IV, penulis menyajikannya dalam bentuk matriks peluang transisi sebagai berikut. 0,2400 0,2800 0,4000 0,0800 0,3070 0,5175 0,1053 0,0702 P = 0,4118 0,2941 0,1176 0,1765 0,1361 0,4082 0,0068 0,4490 Misalkan P menyatakan peluang transisi n-langkah suatu pola mutasi ADN mitokondria bila basa pada posisi i mengalami mutasi menjadi basa x dan basa pada posisi i+n adalah basa y. P = P(B = y B = x), n 0, x, y 0. 27
Penulis membuat model untuk n = 2 yaitu basa yang muncul pada posisi i+2 sehingga memperoleh matriks peluang transisi dua langkah sebagai berikut. 0,3192 0,3624 0,1731 0,1454 P 0,2855 0,4134 0,1902 0,1110 = 0,2616 0,3741 0,2107 0,1536 0,2219 0,4346 0,1013 0,2423 Namun demikian, dari data yang teramati penulis memperoleh matriks peluang transisi dua langkah P = Q sebagai berikut. 0,2400 0,3200 0,0000 0,4400 0,2456 0,7105 0,0175 0,0263 Q = 0,3529 0,3529 0,0588 0,2353 0,2585 0,5850 0,0136 0,1429 Dari matriks peluang transisi dua langkah P, kita dapat melihat bahwa untuk setiap kasus mutasi (basa hasil mutasi A, C, G dan T), basa pada posisi i+2 cenderung ditempati oleh basa sitosin (C) dengan tingkat kecenderungan 36% - 43%. Demikian halnya, bila kita melihat matriks peluang transisi dua langkah yang diperoleh dari data yang teramati, untuk setiap kasus mutasi (kecuali mutasi yang menghasilkan basa A), basa yang muncul pada posisi i+2 adalah basa sitosin (C). Kita ingin mengetahui peluang (tak bersyarat) bahwa pada posisi tertentu (posisi i+1 dan/atau i+2) ditempati oleh basa tertentu (A, C, G dan/atau T). Kita dapat menghitungnya dengan menggunakan peluang transisi tak bersyarat sebagai berikut. Misalkan α = P(B = x), x {0, 1, 2, 3} dimana α = 1 28
Peluang tak bersyarat dapat dihitung dengan mensyaratkan pada keadaan awal yaitu basa pada posisi i, P(B = y) = P(B = y B = x) P(B = x) = P α Selanjutnya, kita akan menghitung α, α, α dan α dari data yang diperoleh. Dari seluruh data kasus mutasi diperoleh α = 0,0825 α = 0,3762 α = 0,0561 α = 0,4851 Sekarang kita akan menghitung peluang tak bersyarat bahwa pada posisi i+1 ditempati oleh suatu basa (A, C, G atau T). Dengan demikian, kita akan menghitung P(B = y), y {0, 1, 2, 3}. Dengan kata lain, kita akan menghitung besar peluang suatu basa muncul pada posisi i+1 yaitu satu posisi tepat setelah posisi basa yang terkena mutasi. Untuk y = 0, P(B = 0) = P α = P α + P α + P α + P α = (0,24)(0,0825) + (0,307)(0,3762) + (0,4118)(0,0561) + (0,1361)(0,4851) 0,2244 29
Untuk y = 1, P(B = 1) = P α = P α + P α + P α + P α = (0,28)(0,0825) + (0,5175)(0,3762) + (0,2941)(0,0561) + (0,4082)(0,4851) 0,4323 Untuk y = 2, P(B = 2) = P α = P α + P α + P α + P α = (0,4)(0,0825) + (0,1053)(0,3762) + (0,1176)(0,0561) + (0,0068)(0,4851) 0,0825 Untuk y = 3, P(B = 3) = P α = P α + P α + P α + P α = (0,08)(0,0825) + (0,0702)(0,3762) + (0,1765)(0,0561) + (0,449)(0,4851) 0,2607 Oleh karena itu, peluang bahwa posisi i+1 akan ditempati oleh basa adenin (A), sitosin (C), guanin (G) dan timin (T) berturut-turut adalah 22,44%, 43,23%, 8,25% dan 26,07%. Setelah itu, bila kita juga menghitung proporsi masing-masing basa yang muncul pada posisi i+1 dengan memanfaatkan data yang tersaji pada TABEL IV maka akan diperoleh hasil sebagai berikut. 30
Proporsi A = 6 + 35 + 7 + 20 100% = 22,44% Proporsi C = 7 + 59 + 5 + 60 100% = 43,23% Proporsi G = 10 + 12 + 2 + 1 100% = 8,25% Proporsi T = 2 + 8 + 3 + 66 100% = 26,07% Seperti yang kita lihat ternyata hasil yang diperoleh sama dengan hasil yang diperoleh dengan cara menghitung peluang tak bersyaratnya. Lebih jauh, sekarang kita akan mencoba menghitung peluang (tak bersyarat) suatu basa yang muncul pada posisi i+2 yaitu P(B = y), y {0, 1, 2, 3}. Untuk y = 0, P(B = 0) = P α = P α + P α + P α + P α = (0,3192)(0,0825) + (0,2855)(0,3762) +(0,2616)(0,0561) + (0,2219)(0,4851) 0,2561 31
Untuk y = 1, P(B = 1) = P α = P α + P α + P α + P α = (0,3624)(0,0825) + (0,4134)(0,3762) +(0,3741)(0,0561) + (0,4346)(0,4851) 0,4172 Untuk y = 2, P(B = 2) = P α = P α + P α + P α + P α = (0,1731)(0,0825) + (0,1902)(0,3762) +(0,2107)(0,0561) + (0,1013)(0,4851) 0,1468 Untuk y = 3, P(B = 3) = P α = P α + P α + P α + P α = (0,1454)(0,0825) + (0,1110)(0,3762) +(0,1536)(0,0561) + (0,2423)(0,4851) 0,1799 Jadi, peluang bahwa posisi i+2 akan ditempati oleh basa adenin (A), sitosin (C), guanin (G) dan timin (T) berturut-turut adalah 25,61%, 41,72%, 14,68% dan 17,99%. Selanjutnya, bila kita juga menghitung proporsi masing-masing basa yang muncul pada posisi i+2 dengan memanfaatkan data yang ada maka akan diperoleh hasil sebagai berikut. 32
Proporsi A = 6 + 28 + 6 + 38 100% = 25,74% Proporsi C = 8 + 81 + 6 + 86 100% = 59,74% Proporsi G = 0 + 2 + 1 + 2 100% = 1,65% Proporsi T = 11 + 3 + 4 + 21 100% = 12,87% Meskipun hasilnya berbeda dengan hasil yang kita peroleh melalui perhitungan peluang tak bersyaratnya, tetapi dari hasil ini juga proporsi terbesar basa yang menempati posisi i+2 adalah basa sitosin (C) yaitu sebesar 59,74%. Penulis menyajikan semua hasil perhitungan dalam TABEL V. 33
TABEL V PELUANG TAK BERSYARAT DAN PROPORSI BASA PADA POSISI i+1 DAN i+2 Posisi i+1 Posisi i+2 No. Jenis Basa Peluang Tak Proporsi Peluang Tak Proporsi Bersyarat Bersyarat 1. Adenin (A) 22,44% 22,44% 25,61% 25,74% 2. Sitosin (C) 43,23% 43,23% 41,72% 59,74% 3. Guanin (G) 8,25% 8,25% 14,68% 1,65% 4. Timin (T) 26,07% 26,07% 17,99% 12,87% Sumber: Hasil Perhitungan Dari TABEL V, kita dapat melihat bahwa posisi i+1 akan ditempati oleh basa sitosin (C) dengan peluang tak bersyarat dan proporsi yang sama yakni sebesar 43,23%. Demikian halnya, posisi i+2 akan ditempati oleh basa sitosin (C) dengan peluang tak bersyarat dan proporsi masing-masing sebesar 41,72% dan 59,74%. 34