Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 2 TEORI KONTROL H

Respons Sistem dalam Domain Waktu. Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 4

EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL. Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang. Abstrak

SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI. Fatchul Arifin.

ANALISIS DOMAIN WAKTU SISTEM KENDALI

4. BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. pengujian simulasi open loop juga digunakan untuk mengamati respon motor DC

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Simulasi Control System Design dengan Scilab dan Scicos

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1

MEREDUKSI VIBRASI PADA SISTEM MANIPULATOR FLEKSIBEL MENGGUNAKAN KONTROL H

DISAIN KOMPENSATOR UNTUK PLANT MOTOR DC ORDE SATU

Dosen Pembimbing : Hendro Nurhadi, Dipl. Ing. Ph.D. Oleh : Bagus AR

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

PERANCANGAN SISTEM KENDALI SLIDING-PID UNTUK PENDULUM GANDA PADA KERETA BERGERAK

Desain Sistem Kendali Rotary Pendulum dengan Sliding-PID

Sistem pengukuran Sistem pengukuran merupakan bagian pertama dalam suatu sistem pengendalian Jika input sistem pengendalian salah, maka output salah

Herry gunawan wibisono Pembimbing : Ir. Syamsul Arifin, MT

Kesalahan Tunak (Steady state error) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 6

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI. III, aspek keseluruhan dimulai dari Bab I hingga Bab III, maka dapat ditarik

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

Uji tracking setpoint

Bambang Siswanto Pasca Sarjana Teknik Pengaturan

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0}

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO ABSTRAK

SISTEM KENDALI OTOMATIS Analisa Respon Sistem

REZAN NURFADLI EDMUND NIM.

Analisa Kestabilan Sistem dalam Penelitian ini di lakukan dengan dua Metode Yaitu:

SISTEM KONTROL LINIER

KENDALI KECEPATAN MOTOR DC DENGAN 4 KUADRAN. Skema konverter dc-dc 4-kuadran untuk pengendalian motor dc

LAMPIRAN A MATRIKS LEMMA

MODEL MATEMATIKA MANIPULATOR FLEKSIBEL

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN PEMBAKARAN PADA DUCTBURNER WASTE HEAT BOILER (WHB) BERBASIS LOGIC SOLVER

Sistem Kontrol Digital Eksperimen 2 : Pemodelan Kereta Api dan Cruise Control

BAB IV SIMULASI NUMERIK

DAFTAR ISI. Lembar Persetujun Lembar Pernyataan Orsinilitas Abstrak Abstract Kata Pengantar Daftar Isi

BAB 5. Pengujian Sistem Kontrol dan Analisis

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISA

Kontrol PID Pada Miniatur Plant Crane

BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL. menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan terhadap

Supervisory Control and Data Acquisition. Karakteristik Dasar Sensor

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu

Komparasi Sistem Kontrol Satelit (ADCS) dengan Metode Kontrol PID dan Sliding-PID NUR IMROATUL UST ( )

KESTABILAN SISTEM KONTROL JARINGAN TERHADAP WAKTU TUNDA. Juliana br Ginting 1 dan Widowati 2

Controller. Fatchul Arifin

BAB III DINAMIKA PROSES

yang dihasilkan sensor LM35 karena sangat kecil. Rangkaian ini adalah tipe noninverting

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Desain Kontroler Fuzzy untuk Sistem Gantry Crane

Stabilisasi Robot Pendulum Terbalik Beroda Dua Menggunakan Kontrol Fuzzy Hybrid

Hamzah Ahlul Fikri Jurusan Tehnik Elektro, FT, Unesa,

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU

SCADA dalam Sistem Tenaga Listrik

Pengenalan SCADA. Karakteristik Dasar Sensor

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar

ANALISA SISTEM KENDALI FUZZY PADA CONTINUOUSLY VARIABLE TRANSMISSION (CVT) DENGAN DUA PENGGERAK PUSH BELT UNTUK MENINGKATKAN KINERJA CVT

Telemetri dan Pengaturan Remote

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Kontroler Fuzzy untuk Sistem Gantry Crane

OPTIMALISASI CRANE ANTI AYUN KONTROLER PD-LQR DENGAN ALGORITMA UPSO UNTUK MENINGKATKAN EFESIENSI PROSES BONGKAR MUAT

Kontrol Tracking Fuzzy untuk Sistem Pendulum Kereta Menggunakan Pendekatan Linear Matrix Inequalities

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI

SISTEM PENGATURAN MOTOR DC MENGGUNAKAN PROPOTIONAL IINTEGRAL DEREVATIVE (PID) KONTROLER

menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H 2.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VI PENGUJIAN SISTEM. Beberapa skenario pengujian akan dilakukan untuk memperlihatkan

Perancangan dan Simulasi MRAC PID Control untuk Proses Pengendalian Temperatur pada Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perancangan Perangkat Keras

Instrumentasi Sistem Pengaturan

KENDALI KECEPATAN MOTOR DC BERBASIS JARINGAN DATA MENGGUNAKAN REGULATOR LQG DATA NETWORKED BASED LQG REGULATOR FOR DC MOTOR SPEED CONTROL

Root Locus A. Landasan Teori Karakteristik tanggapan transient sistem loop tertutup dapat ditentukan dari lokasi pole-pole (loop tertutupnya).

ANALISIS KONTROL SISTEM PENDULUM TERBALIK MENGGUNAKAN REGULATOR KUADRATIK LINEAR

Perancangan Sistem Kontrol PID Untuk Pengendali Sumbu Azimuth Turret Pada Turret-gun Kaliber 20mm

SISTEM PENGENDALIAN OTOMATIS

TUGAS AKHIR RESUME PID. Oleh: Nanda Perdana Putra MN / 2010 Teknik Elektro Industri Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Padang

Perancangan Sistem Kontrol PID untuk Pengendali Sumbu Elevasi Gun pada Turretgun Kaliber 20 Milimeter

ANALISIS SISTEM KONTROL SUSPENSI BLANKET CYLINDER PADA MESIN CETAK OFFSET

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan

KONTROL TRACKING FUZZY UNTUK SISTEM PENDULUM KERETA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LINEAR MATRIX INEQUALITIES

Kontrol Tracking Fuzzy Menggunakan Model Following untuk Sistem Pendulum Kereta

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS

SISTEM KONTROL SUN SEEKER SUATU MODEL UNTUK MENGENDALIKAN PERILAKU WAHANA ANTARIKSA

BAB III METODE PENELITIAN

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN

Kontrol Fuzzy Takagi-Sugeno Berbasis Sistem Servo Tipe 1 Untuk Sistem Pendulum Kereta

PENGOPTIMALAN UMPAN BALIK LINEAR QUADRATIC REGULATOR PADA LOAD FREQUENCY CONTROL MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

Perancangan Sistem Kontrol Posisi Miniatur Plant Crane dengan Kontrol PID Menggunakan PLC

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Analisa Response Waktu Sistem Kendali

I. SISTEM KONTROL. Plant/Obyek. b. System terkendali langsung loop tertutup, dengan umpan balik. sensor

BAB V KALIBRASI DAN PENGUJIAN SISTEM 72 BAB V KALIBRASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

Tabel 1. Parameter yang digunakan pada proses Heat Exchanger [1]

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI

PERANCANGAN KONTROLER PI ANTI-WINDUP BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 PADA KONTROL KECEPATAN MOTOR DC

Transkripsi:

Bab 4 HASIL SIMULASI Persamaan ruang keadaan untuk manipulator fleksibel telah diturunkan pada Bab 3. Selanjutnya adalah melihat perilaku dari keluaran setelah ditambahkannya pengontrol pada sistem. Untuk melihat perilaku dari keluaran seperi posisi dan vibrasi dari manipulator fleksibel maka akan dilakukan simulasi. Sebelum melihat perilaku dari keluaran ini maka kita perlu mendesain sistem kontrol berdasarkan teori kontrol H kemudian membahas keterkontrolan dan kestabilannya. 4.1 Pengontrol Suboptimal H Kita tuliskan kembali persamaan ruang keadaan pada Bab 3 dengan memasukan data yang ada pada Lampiran A. x P = A P x + B P u, x() =, (4.1) y = C P x, (4.2) dengan A P = 1 1 2.21 1 5 64.98 1.83.1 2.22 1 5 89.97 1.58.11, 36

BAB 4. HASIL SIMULASI 37 1 B P =,C P = 1 2.45. 1 1 2.47 Persamaan ruang keadaan ini merupakan objek yang akan dikontrol atau disebut dengan plant nominal. Sistem ini merupakan sistem lup terbuka yaitu sistem yang belum menggunakan pengontrol. Diagram blok untuk masalah kontrol manipulator fleksibel ditunjukkan pada Gambar 4.1. P adalah plant nominal, K adalah pengontrol, w adalah gangguan, n adalah noise, danz 1, z 2 adalah keluaran. W e adalah bobot unjuk kerja dan W u adalah bobot kontrol. Fungsi-fungsi bobot ini diberikan oleh W e = 2 s +2 dan W u = s +1 s +1. z 2 Wu d - y K u y P P We z 1 n Gambar 4.1: Diagram blok untuk masalah kontrol manipulator fleksibel

BAB 4. HASIL SIMULASI 38 Gambar 4.2: Diagram blok masalah kontrol H Untuk mengubah masalah kontrol pada diagram blok Gambar 4.1 menjadi masalah kontrol H maka diagram blok tersebut harus diubah menjadi diagram blok seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Pada Gambar 4.2, G disebut dengan plant diperumum. Plant diperumum terdiri dari plant nominal dan semua fungsi-fungsi bobotnya. Untuk membentuk plant diperumum kita misalkan P, W e,danw u mempunyai realisasi persamaan ruang keadaan sebagai berikut: B P P = A P C P, W e = A e C e B e, W u = A u B u D e C u D u yaitu ẋ P = A P x P + B P (d + u),y p = C P x P, ẋ e = A e x e + B e y P,z 1 = C e x e + D e y P, ẋ u = A u x u + B u u, z 2 = C u x u + D u u, y = (y P + n). Sekarang kita misalkan x = x P x e dan w = d n. x u Kemudian dengan menghilangkan variabel y P maka akan diperoleh ẋ = Ax + B 1 w + B 2 u G(s) : z = C 1 x + D 11 w + D 12 u, y = C 2 x + D 21 w + D 22 u

BAB 4. HASIL SIMULASI 39 dengan A P B P B P A = A u,b 1 =,B 2 = B u, B e C P A e C 1 = D ec P C e,d 11 =,D 12 = C u D u [ ] [ ] C 2 = C P,D 21 = 1,D 22 =. Misalkan pengontrol K(s) berbentuk v = Âv + ˆBy K(s) : u = Ĉv + ˆDy. Seperti yang telah diturunkan pada bab 2 fungsi transfer lup tertutup dari w ke z berbentuk T zw (s) =C C (si A C ) 1 B C + D C, dengan A C = A + B ˆDC 2 2 B 2 Ĉ,B C = ˆBC 2 Â [ C C = C 1 + D 12 ˆDC2 D 12 Ĉ B 1 + B 2 ˆDD21 ˆBD 21 ],D C = D 12 ˆDD21. Masalah kontrol optimal H adalah mencari pengontrol optimal K(s) sehingga T zw minimum. Namun, sudah dijelaskan pada subbab 2.3 bahwa mencari pengontrol optimal H ini sangatlah sulit baik secara analitis maupun secara numerik. Akan tetapi, kita dapat mencari pengontrol suboptimal H yaitu pengontrol yang mempunyai norm yang cukup dekat dengan norm pengontrol optimal H. Untuk

BAB 4. HASIL SIMULASI 4 mencari pengontrol suboptimal H ini akan digunakan teorema 2.1. Secara analitis mencari pengontrol suboptimal H dengan menggunakan teorema 2.1 sangatlah sulit. Oleh karena itu, kita akan menggunakan algoritma berikut untuk mencari pengontrol suboptimal H : Bisection search algorithm [1] Pilih batas atas γ a, dan batas bawah γ b, sehingga γ b T zw γ a Tes (γ a γ b )/γ b TOL Ya Berhenti ( T zw 1 (γ 2 a + γ b ) ) Tidak Lanjutkan ke langkah 3 Dengan 1 2 (γ a + γ b ), tes jika T zw <γdengan menggunakan kriteria: Matriks Hamiltonian H dan J tidak mempunyai nilai-nilai eigen pada sumbu imajiner. Solusi stabil Riccati, X dan Y yang berkaitan dengan matriks Hamiltonian H dan J harus ada dan definit positif. Spectral radius dari (X,Y ) kurang dari atau sama dengan γ2. Jika H dan J mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner maka definisikan kembali γ b = γ, jika tidak, γ a = γdan lanjutkan ke langkah 2. Matriks H dan J adalah H = A γ 2 B 1 B 1 B 2B 2 C1 C 1 A,J = A γ 2 C 1 C 1 C 2 C 2 B 1 B 1 A Iterasi pada algoritma di atas akan berhenti jika (γ a γ b )/γ b sama dengan toleransi yang diberikan. diberikan oleh: Selanjutnya, berdasarkan teorema 2.1, pengontrol suboptimal H v = K subs (s) : Â v Z L y u = F v,

BAB 4. HASIL SIMULASI 41 dengan  := A + γ 2 B 1 B 1 X + B 2 F + Z L C 2, F := B2 X,L := Y C2,Z := (I γ 2 Y X ) 1. Simulasi yang akan dilakukan menggunakan toleransi =,1; batas bawah=,1 dan batas atas=1. Norm H dari T zw yang dicari dengan menggunakan bisection search algorithm untuk beberapa keluaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1: Norm H Output Sebelum dikontrol Sesudah dikontrol Sudut rotasional 42, 91 1 5, 18 1 5 defleksi ujung link 43, 1 1 5, 19 1 5 Posisi ujung link 5, 39 1 5 2, 21 1 5 4.2 Keterkontrolan dan Kestabilan Pada hakikatnya semua sistem di alam semesta ini bisa dikontrol. Akan tetapi, apabila kita berbicara model dari sistem maka terkontrol atau tidaknya model sistem tersebut perlu diperiksa. Model untuk sistem manipulator fleksibel satu link telah diperoleh. Kita perlu memeriksa apakah sistem ini dapat dikontrol atau tidak. Untuk memeriksanya kita perlu memeriksa rank matriks keterkontrolan sebagai berikut: [ M = B P A P B P A 2 P B P A 3 P B P ],

BAB 4. HASIL SIMULASI 42 2, 46 4, 25 54355, 36 2, 47 4, 18 54639, 58 M =. 2, 46 4, 25 54355, 36 188253, 4 2, 47 4, 18 54639, 58 1871117, 16 Rank dari matriks M ternyata sama dengan 4. Oleh karena itu, sistem ini dapat dikontrol [1], sehingga kita bisa mencari suatu pengontrol yang dapat mengontrol sistem ini. Memahami respon dari sistem dinamik untuk berbagai tipe masukan yang berbeda adalah sangat penting dalam mendesain sistem kontrol. Konsep yang cukup penting dalam sistem respon adalah kestabilan. Seperti yang telah dituliskan pada Definisi 2.2 bahwa suatu sistem dikatakan stabil jika bagian real dari nilai-nilai eigen matriks A semuanya bernilai negative. Untuk sistem lup terbuka (tanpa pengontrol) matriks A P mempunyai nilai-nilai eigen sebagai berikut: λ 1 =.87 + 47, 22i, λ 2 =.87 47, 22i, λ 3 =.1 + 4, 96i, λ 4 =.1 4, 96i. Semua bagian real dari nilai-nilai eigen matriks A P bernilai negatif maka sistem lup terbuka dapat dikatakan stabil. Untuk sistem lup tertutup (menggunakan pengontrol) jelas haruslah stabil, bahkan untuk mencapai kestabilannya haruslah lebih cepat dari sistem tanpa pengontrol. Perhatikan bagian real dari nilai-nilai eigen untuk matriks A C dibawah ini semuanya bernilai negatif. λ 1 = 1, λ 2 = λ 11 = 2, λ 3 = λ 5 =.87 + 47, 22i, λ 4 = λ 6 =.87 47, 22i,

BAB 4. HASIL SIMULASI 43 λ 7 = λ 9 =.11 + 4, 96i, λ 8 = λ 1 =.11 4, 96i, λ 12 = 1. 4.3 Unjuk Kerja Sistem Manipulator Fleksibel 4.3.1 Respon Terhadap Waktu Untuk memeriksa unjuk kerja dari sistem kontrol, biasanya digunakan masukan referensi (reference input, r (t)), seperti fungsi tangga satuan. Unjuk kerja dari sistem kontrol dapat dilihat dari perilaku keluaran dari sistem sebelum dan sesudah dikontrol terhadap masukan referensi yang diberikan. Respon dari sistem terhadap masukan referensi berupa fungsi tangga satuan biasanya disebut step response. Gambar 4.3 merupakan salah satu contoh dari step response. TS 9%y( ) keluaran, y TR TP M P y( )+5% y( ) y( )-5% y( ) y( ) 1%y( ) waktu, t Gambar 4.3: Contoh step response Unjuk kerja dari sistem control dapat dinilai berdasarkan kriteria berikut [2]: Peak Time, T P : waktu yang dibutuhkan oleh step response untuk mencapai puncaknya (atau maksimum).

BAB 4. HASIL SIMULASI 44 Maximum Overshoot, M P : nilai dari puncak step response dikurangi dengan nilai akhir dari step response (atau steady state, disimbolkan dengan y(8)). Maximum overshoot biasanya diekspresikan oleh percent overshoot, yaitu PO = y(t P ) y( ). y( ) Delay Time, T D : waktu yang dibutuhkan step response untuk mencapai 5% dari nilai akhirnya. Settling Time, T S : waktu yang dibutuhkan sehingga step response berkurang dan menyisakan ±5% dari nilai akhirnya. Rise Time, T R : waktu yang dibutuhkan step response untuk menaikkan respon dari 1% nilai akhir ke 9% nilai akhir. Steady-State Error, e ss : perbedaan antara nilai steady-state dari masukan referensi dan keluaran sistem, atau e ss = r( ) y( ). Karena masukan referensinya berupa fungsi tangga satuan maka r( ) = 1. Kriteria yang paling penting untuk melihat unjuk kerja dari sistem adalah percent overshoot, settling time dan steady-state error. Sistem kontrol yang mempunyai unjuk kerja baik haruslah mempunyai percent overshoot, settling time dan steady-state error yang kecil. Sekarang kita akan melihat perbandingan unjuk kerja dari sistem sebelum dan sesudah dikontrol. Untuk melihat unjuk kerja ini kedua sistem tersebut diberi masukan referensi yang sama yaitu fungsi tangga satuan. Selanjutnya keluaran dari kedua sistem tersebut diplot menjadi step response. Step response untuk keluaran berupa sudut rotasional dan posisi ujung link dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

BAB 4. HASIL SIMULASI 45 2.5 x 1 5 sebelum dikontrol sesudah dikontrol 2 sudut rotasional [rad] 1.5 1.5 2 4 6 8 1 waktu [detik] Gambar 4.4: Step response sudut rotasional 2.5 x 1 5 sebelum dikontrol sesudah dikontrol 2 posisi ujung link [m] 1.5 1.5 1 2 3 4 5 waktu [detik] Gambar 4.5: Step response posisi ujung link Unjuk kerja dari sistem terhadap waktu berdasarkan Gambar 4.4 dan 4.5 dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa keluaran sudut rotasional setelah dikontrol mempunyai unjuk kerja yang sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan percent overshoot yang mencolok. Untuk keluaran sudut rotasional sesudah dikontrol percent overshoot mencapai %, ini berarti puncak dari step response akan sama dengan steady-state sistem. Hal ini sangat menguntungkan sistem karena sete-

BAB 4. HASIL SIMULASI 46 Tabel 4.2: Respon terhadap waktu untuk sudut rotasional Respon Sebelum dikontrol Sesudah dikontrol peak time,1 detik 3,3 detik percent overshoot 91,35% % delay time,24 detik,35 detik rise time,38 detik 1,1 detik settling time 3,4 detik 1,45 detik Tabel 4.3: Respon terhadap waktu untuk posisi ujung link Respon Sebelum dikontrol Sesudah dikontrol peak time,65 detik 2,15 detik percent overshoot 93,6% 28,92% delay time,22 detik,47 detik rise time,2 detik,39 detik settling time 28,5 detik 18,6 detik lah mencapai sudut terjauh sistem akan langsung stabil. Kestabilan ini akan dicapai setelah 1,45 detik yaitu merupakan nilai dari settling time. Sedangkan untuk steadystate error diperoleh,11 baik sebelum dikontrol maupun setelah dikontrol. Nilai ini berarti hanya meleset,11 dari angka 1 yaitu nilai steady-state error untuk masukan referensi. Nilai steady-state error yang sama menunjukkan bahwa kestabilan dari kedua buah sistem akan menuju titik yang sama. Kontrol posisi ujung link sangat penting karena akan menentukan keakuratan manipulator fleksibel untuk menempatkan beban yang dibawanya. Step response untuk keluaran posisi ujung link dapat dilihat pada Gambar 4.5 sedangkan tabel dari unjuk kerja sistem untuk keluaran posisi ujung link berdasarkan domain waktu dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan table tersebut dapat dilihat bahwa setelah dikontrol, percent overshoot berkurang menjadi 28,92%. Ini menunjukkan bahwa po-

BAB 4. HASIL SIMULASI 47 sisi ujung link setelah dikontrol menjadi lebih akurat karena amplitudo dari getaran yang terjadi telah berkurang jika dibandingkan dengan sebelum dikontrol. Akan tetapi, untuk mencapai kestabilan diperlukan waktu kira-kira 18,6 detik, hal ini berbeda jauh dengan kestabilan yang dicapai oleh sudut rotasional. Ini berarti setelah sudut rotasional stabil masih ada vibrasi ujung link yang terjadi sehingga kestabilan posisi ujung link dicapai lebih lama. 1.5 2 x 1 5 sebelum dikontrol sesudah dikontrol 1 defleksi ujung link [m].5.5 1 1.5 2 1 2 3 4 5 waktu [detik] Gambar 4.6: Step response defleksi ujung link Untuk step response defleksi ujung link dapat dilihat pada Gambar 4.6. Unjuk kerja dari defleksi link tergantung dari posisi ujung link. Apabila posisi ujung link sudah stabil berarti defleksi yang terjadi akan sama dengan nol. Berdasarkan gambar ini dapat dilihat bahwa defleksi pada ujung link akan nol kira-kira setelah 18,6 detik. Nilai 18,6 detik ini tentu saja sama dengan settling time dari posisi ujung link. 4.3.2 Respon Terhadap Frekuensi Untuk melihat unjuk kerja dari sistem berdasarkan respon frekuensi maka kita perlu mencari magnitude untuk masing-masing frekuensi. Beberapa istilah untuk mengukur unjuk kerja sistem berdasarkan respon frekuensi [2]: Peak Amplitude, G(iω) P : nilai maksimum dari G(iω).

BAB 4. HASIL SIMULASI 48 Resonant Frequency, ω P : frekuensi yang berkaitan dengan peak amplitude. Bandwidth, BW : selang frekuesi antara nol dan frekuensi pada saat magnitude dari respon frekuensi sama dengan G() / 2 (lihat Gambar 4.7). G i G j P G / 2 P BW Gambar 4.7: Magnitude untuk G(iω) Magnitude plot dari sudut rotasional dan posisi ujung link dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9. Peak amplitude dapat digunakan untuk mengukur kestabilan dari sistem kontrol yang telah didesain. Sistem dengan peak amplitude kecil cenderung akan lebih cepat stabil. Peak amplitude juga berkaitan dengan percent overshoot. Sistemyangmempunyai percent overshoot besar akan mempunyai peak amplitude besar pula. Peak amplitude ini sebenarnya merupakan norm H. Pada Gambar 4.8 dan 4.9 dapat dilihat untuk frekuensi yang sama yaitu pada resonant frequency norm H setelah dikontrol menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sebelum menggunakan pengontrol. Hal ini memang akibat dari ditambahkannya pengontrol H yang akan meminimumkan norm tak hingga dari fungsi transfer lup tertutupnya. Bandwidth digunakan untuk mengukur kecepatan respon dari sistem kontrol. Sistem dengan bandwidth yang tinggi akan mengakibatkan rise time menjadi lebih cepat. Bandwidth untuk sudut rotasional dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan 4.5.

BAB 4. HASIL SIMULASI 49 6 x 1 4 5 sebelum dikontrol sesudah dikontrol 4 magnitude 3 2 1 1 1 4 1 2 1 1 2 1 4 1 6 frekuensi [Hz] Gambar 4.8: Magnitude untuk sudut rotasional 6 x 1 5 5 sebelum dikontrol sesudah dikontrol 4 magnitude 3 2 1 1 1 4 1 2 1 1 2 1 4 1 6 frekuensi [Hz] Gambar 4.9: Magnitude untuk posisi ujung link

BAB 4. HASIL SIMULASI 5 Tabel 4.4: Respon frekuensi untuk sudut rotasional Respon frekuensi Sebelum dikontrol Sesudah dikontrol peak amplitude 42, 91 1 5, 18 1 5 resonant frequency 464,2 Hz 464,2 Hz bandwidth 1635 Hz 2,2 Hz Tabel 4.5: Respon frekuensi untuk posisi ujung link Respon frekuensi Sebelum dikontrol Sesudah dikontrol peak amplitude 5, 39 1 5 2, 21 1 5 resonant frequency 4,43 Hz 4,43 Hz bandwidth 8,5 Hz 6,3 Hz