Bab II Teori Pendukung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II LANDASAN TEORI

Persamaan Diferensial Biasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Kestabilan dan Bifurkasi Model Epidemik SEIR dengan Laju Kesembuhan Tipe Jenuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

Analisis Kestabilan Global Model Epidemik SIRS menggunakan Fungsi Lyapunov

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA

Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

Teori Bifurkasi (3 SKS)

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

MODEL MATEMATIKA SACR PENYEBARAN VIRUS HEPATITIS C PADA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK SKRIPSI. memperoleh gelar Sarjana Sains

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

KESTABILAN DAN BIFURKASI MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN LAJU KESEMBUHAN TIPE JENUH. Oleh: Khoiril Hidayati ( )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alam, Universitas Lampung pada semester genap tahun akademik 2011/2012.

Bab V Model Dengan Faktor Denda Bagi Para Perokok

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH STRATEGI PULSE VACCINATION TERHADAP PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK TESIS DEWI PUTRIE LESTARI

BAB II LANDASAN TEORI

THE ANALYSIS OF SEIR EPIDEMIC MODELS STABILITY ON SMALLPOX (VARICELLA / CHICKENPOX) WITH IMMUNE SYSTEM. By:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN

KALKULUS MULTIVARIABEL II

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI

MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DIABETES DENGAN PENGARUH TRANSMISI VERTIKAL

KALKULUS MULTIVARIABEL II

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

KAJIAN PERILAKU MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT SIFILIS

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

OLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Transkripsi:

Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu pula dalam domain D. Misalkan (x 0, y 0 ) adalah titik dalam domain D, maka terdapat sebuah solusi tunggal x = φ(t), y = ψ(t) dari sistem (2.1) yang terdefenisi pada interval I yang memuat t 0 dan memenuhi syarat awal x(t 0 ) = x 0, y(t 0 ) = y 0. (2.2) Misalkan masalah nilai awal (2.1), (2.2) ditulis dalam bentuk vektor = f(x), x(t 0) = x 0, (2.3) dimana x = xi + yj, f(x) = f(x, y)i + g(x, y)j dan x 0 = x 0 i + y 0 j. Dalam kasus ini solusinya dapat ditulis dalam bentuk x = Φ(t) = φ(t)i + ψ(t)j. Solusi x = Φ(t) dapat direpresentasikan sebagai sebuah kurva dalam bidang xy. Kurva ini disebut sebagai trajektori (trajectory) dan bidang xy disebut sebagai bidang fase (phase plane). Kumpulan dari semua trajektori tersebut akan membentuk sebuah potret fase (phase portrait). Ruas kanan pada persamaan (2.1) tidak secara eksplisit memuat variabel t. Sistem dengan sifat tersebut disebut sebagai sistem autonomous. Sebaliknya, jika ruas kanan pada persamaan (2.1) secara eksplisit memuat variabel t maka sistem tersebut disebut sebagai sistem yang nonautonomous. Contoh sederhana dari sistem autonomous adalah sistem linier ẋ = Ax dengan A adalah

7 sebuah matriks konstan. Jika terdapat satu atau lebih elemen dari matriks A yang merupakan fungsi dari variabel bebas t maka sistem tersebut menjadi sistem yang nonautonomous [1]. II.2 Pelinieran Sistem Tak linier Tinjau kembali sistem dalam persamaan (2.1). Suatu titik dimana f(x, y) = g(x, y) = 0 disebut sebagai titik kritis atau titik tetap (steady state) atau titik kesetimbangan (equilibrium point) dari sistem (2.1). Titik tersebut bersesuaian dengan solusi konstan sistem atau solusi ekuilibrium (equilibrium solution) sistem. Misalkan (x, y ) merupakan titik tetap dari sistem (2.1). Karena f dan g adalah fungsi kontinu dan mempunyai turunan parsial yang kontinu pula maka sistem tersebut hampir linier (almost linear) di sekitar titik tetap (x, y ). Ini dapat dilihat dari ekspansi fungsi tersebut (dengan menggunakan ekspansi Taylor) di sekitar titik tetap (x, y ), yaitu f(x, y) = g(x, y) = f(x, y ) + f x (x, y )(x x ) + f y (x, y )(y y ) + η 1 (x, y), g(x, y ) + g x (x, y )(x x ) + g y (x, y )(y y ) + η 2 (x, y), dimana dan η 1 (x, y) [(x x ) 2 + (y y ) 2 ] 1 2 η 2 (x, y) [(x x ) 2 + (y y ) 2 ] 1 2 0, 0, untuk (x, y) (x, y ). Karena f(x, y ) = g(x, y ) = 0, = d(x x ) dy = d(y y ) d x x y y maka sistem (2.1) dapat direduksi menjadi = f x(x, y ) f y (x, y ) g x (x, y ) g y (x, y ) x x y y + η 1(x, y) η 2 (x, y) dan, atau dalam bentuk vektor = df (x )x + Θ(x), (2.4)

8 dimana x = (x, y ), x T = (x x, y y ) dan Θ T = (η 1, η 2 ). Bagian linier dari persamaan (2.4) mempunyai koefisien berupa matriks yang entrinya terdiri dari turunan parsial f dan g yang dievaluasi pada titik tetap (x, y ). Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang tak linier di sekitar titik tetap sistem (untuk pembahasan lebih lanjut, lihat [1]). II.3 Kestabilan Sistem Tinjau sistem tak linier = f(x). (2.5) Misalkan x adalah titik tetap dari sistem (2.5) yang memenuhi f(x ) = 0. Jika sistem tersebut diaproksimasi di sekitar titik tetap x maka diperoleh persamaan = Ax + g(x), (2.6) dengan g(x) merupakan bagian tak linier dari sistem (2.5). Perilaku kestabilan secara lokal dari sistem tak linier (2.5) di sekitar titik tetap x secara kualitatif akan ditentukan oleh perilaku kestabilan dari sistem liniernya, yaitu = Ax. (2.7) Hal ini disebabkan karena bentuk tak linier g(x) cukup kecil jika dibandingkan dengan bentuk liniernya yaitu Ax untuk x yang cukup kecil. Ini mengakibatkan trajektori sistem linier (2.7) menjadi hampiran terbaik untuk mendekati trajektori sistem tak linier (2.5) disekitar titik tetap x. Konsep kestabilan, stabil asimtotik dan ketidakstabilan ditentukan melalui koefisien bagian linier sistem yaitu matriks A. Berikut diberikan definisi yang berkaitan dengan konsep kestabilan di sekitar titik tetap dan sifat dari nilai eigen matriks A. Definisi 2.3.1. Misalkan A adalah matriks yang berukuran n n dan memenuhi persamaan Ax = λx, (2.8)

9 dengan λ adalah skalar yang tidak diketahui dan x adalah vektor yang tidak diketahui. Nilai λ yang mengakibatkan (2.8) mempunyai solusi x 0 disebut sebagai nilai karakteristik atau nilai eigen, dan solusi x 0 dari (2.8) disebut sebagai vektor karakteristik atau vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai karakteristik λ. Definisi 2.3.2. Titik tetap x disebut sebagai titik tetap hiperbolik jika tidak ada nilai eigen dari matriks A yang bagian realnya bernilai nol. Titik tetap hiperbolik mempunyai beberapa macam jenis dimana pembagian jenis titik tersebut bergantung pada nilai karakteristik sistem. Titik tetap hiperbolik disebut titik pelana (saddle point) jika terdapat nilai eigen dari matriks Jacobi A yang bagian realnya bernilai negatif dan positif sehingga titik dengan jenis ini tidak stabil. Jika semua nilai eigen tersebut mempunyai bagian real yang negatif maka titik tetap hiperbolik disebut stabil node (sink). Sebaliknya jika semua nilai eigen tersebut mempunyai bagian real yang positif maka titik tetap hiperbolik disebut tidak stabil node (source). Jika nilai eigen tersebut bagian realnya bernilai nol maka titik tetap tersebut merupakan titik tetap tak hiperbolik yang biasa disebut dengan center (untuk pembahasan lebih lanjut lihat [7]). Definisi 2.3.3. (Stabil, stabil asimtotik, tidak stabil) Titik tetap x dikatakan stabil jika untuk setiap ɛ > 0 terdapat δ > 0 sedemikian sehingga setiap solusi x(t) dari ẋ = f(x) memenuhi kondisi, jika x 0 x < δ, untuk t = 0, maka x(t) x < ɛ, untuk setiap t 0. Titik tetap x dikatakan stabil secara asimtotik jika x stabil dan terdapat δ 0, 0 < δ 0 < δ, sedemikian sehingga jika sebuah solusi x(t) memenuhi x 0 x < δ 0, untuk t = 0, maka lim t x(t) = x. Titik tetap yang tidak memenuhi kedua kondisi di atas dikatakan tidak stabil. Ilustrasi dari definisi di atas dapat dilihat dalam Gambar II.1.

10 (a) (b) Gambar II.1: (a) Stabil (b) Stabil asimtotik. Metode lain yang lebih sederhana dalam menentukan kestabilan titik tetap sistem linear telah diperkenalkan oleh Hurwitz (1859-1919). Metode kestabilan tersebut dinamakan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz. Tinjau sistem linier dalam persamaan (2.7) dengan A merupakan matriks Jacobi yang berukuran n n. Persamaan karakteristik dari matriks A adalah A λi = 0, (2.9) dengan I adalah matriks Identitas dan λ adalah skalar yang berupa nilai karakteristik matriks A yang akan menentukan kestabilan sistem. Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk polinom karakteristik, yaitu P (λ) = λ n + a 1 λ n 1 + a 2 λ n 2 +... + a n = 0, (2.10) dengan a k R, k = 1,..., n. Berdasarkan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz, P (λ) akan menghasilkan akar-akar atau nilai karakteristik atau nilai eigen yang real dan negatif atau kompleks dengan bagian real yang negatif jika dan hanya jika setiap koefisien dari P (λ) memenuhi syarat, a 1, a n > 0 dan setiap nilai dari a 1 a 3 a 5 a 7... a 2n 1 1 a a a 1 a 3 1 a 3 a 5 2 a 4 a 6... a 2n 2 1 a 2 > 0, 0 a 1 a 2 a 4 > 0,..., 1 a 3 a 5... a 2n 3 > 0, 0 1 a 0 a 1 a 3 2 a 4... a 2n 4........ 0 0 0 0... a 2n n dimana a k = 0, k > n; k, n N (untuk pembahasan lanjut, lihat [1] dan [8]).

11 II.4 II.4.1 Model Epidemiologi Model Dasar Epidemiologi Model epidemiologi pada umumnya berfokus pada dinamik dari transmisi atau perpindahan ciri atau karakter antara individu dengan individu, populasi dengan populasi, komunitas dengan komunitas, daerah dengan daerah bahkan negara dengan negara. Ciri atau karakter tersebut dapat berbentuk penyakit (malaria, tuberkulosis, HIV), karakteristik genetik (gender, ras, penyakit genetik) dan bentuk lain seperti kultur (bahasa, kepercayaan) [2]. Beberapa istilah yang sering kita dengar dalam model epidemiologi diantaranya adalah epidemik dan endemik. Epidemik merupakan sebuah fenomena dimana sebuah penyakit tiba-tiba muncul dalam suatu populasi dan menjangkit secara cepat sebelum penyakit tersebut menghilang dan kemudian akan muncul kembali dalam interval waktu tertentu (penyakit yang muncul secara temporal). Sedangkan endemik merupakan sebuah fenomena dimana sebuah penyakit yang muncul akan selalu ada dalam suatu populasi [5]. Dalam membentuk model epidemiologi ke bentuk persamaan differensial kita mengasumsikan bahwa setiap fungsi dalam kompartemen merupakan fungsi yang kontinu. Selain itu diasumsikan pula bahwa proses epidemik yang terjadi merupakan bentuk yang deterministik yaitu kelakukan dari populasi dan aturan yang membangun perkembangan model seluruhnya ditentukan dari latar belakang epidemik tersebut. Dalam memodelkan fenomena epidemik tersebut, kita dapat membagi populasi menjadi beberapa kelas populasi. Pembagian tersebut pertamakali diperkenalkan oleh Kermack-Mckendrick, 1927, yang disebut sebagai model kompartemen (compartmental model). Pada model dasar epidemiologi, kelas populasi umumnya dibagi menjadi tiga kompartemen yaitu susceptible population, dilambangkan dengan S(t), yaitu populasi sehat dan dapat terinfeksi penyakit, infective population, dilambangkan dengan I(t), yaitu populasi yang terinfeksi pada saat t dan dapat menularkan penyakit melalui kontak dengan populasi sehat dan removed population, dilambang-

12 kan dengan R(t) yaitu populasi yang pernah terinfeksi dan kemudian sembuh dari kemungkinan terinfeksi kembali atau menularkan penyakit. Metode removal merupakan suatu proses perpindahan populasi yang terinfeksi menjadi populasi yang sehat yang dilakukan melalui isolasi, imunisasi, recovery atau melalui kematian [2]. Gambar II.2 berikut menjelaskan periode terjadinya infeksi penyakit dalam suatu populasi. Gambar II.2: Periode infeksi suatu penyakit. II.4.2 Metode Pendekatan Operator The Next Generation Penentuan kestabilan sistem untuk model epidemiologi, selain dengan cara yang telah dibahas sebelumnya, juga dapat ditentukan melalui nilai atau besaran yang disebut sebagai basic reproductive number yang dilambangkan dengan R 0. Besaran R 0 didefinisikan sebagai jumlah kasus kedua (kasus sekunder) yang dihasilkan oleh satu orang penderita (orang yang terinfeksi dan dapat menularkan penyakit) selama masa menularnya (masa infeksi) pada saat ia masuk dalam sebuah populasi yang sehat. Dengan kata lain besaran tersebut berupa faktor kelipatan (multiplication factor) dari kasus awal (kasus primer) sehingga R 0 mempunyai nilai ambang yaitu 1. Jika diperoleh nilai R 0 > 1, ini berarti bahwa selama masa infeksi telah dihasilkan lebih dari satu kasus sekunder dari satu kasus primer. Tetapi sebaliknya, jika R 0 < 1 maka selama masa infeksi terjadi, interaksi tidak menghasilkan kasus sekunder dari kasus primer tersebut [5]. Basic reproductive number (R 0 ) merupakan besaran yang tidak berdimensi dan umumnya merupakan titik bifurkasi (transcritical bifurcation) dari suatu

13 sistem. Perubahan kestabilan ini terjadi pada nilai ambang (threshold value) R 0 = 1 dimana kestabilan lokal berubah dari kondisi tak endemik (bebas infeksi) menjadi kondisi yang endemik. Nilai R 0 sendiri dapat diperoleh melalui pencarian titik tetap endemik atau analisis kestabilan titik tetap tak endemik (bebas penyakit). Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan nilai R 0 yaitu dengan menggunakan pendekatan operator the next generation [3]. Metode pendekatan operator the next generation merupakan sebuah teknik pencarian nilai R 0 yang pertamakali diperkenalkan oleh Diekmann et al. pada tahun 1990 dimana mereka mendefenisikan R 0 sebagai jari-jari spektral (spectral radius) dari operator the next generation [5]. Misalkan diberikan suatu sistem persamaan differensial: dx dy dz = f(x, Y, Z), (2.11) = g(x, Y, Z), (2.12) = h(x, Y, Z), (2.13) dengan X R r, Y R s, Z R n, r, s, n 0 dan h(x, 0, 0) = 0. Komponen X memuat subpopulasi individu yang sehat (susceptible) atau sembuh (recover), komponen Y memuat subpopulasi individu yang terinfeksi (dalam masa inkubasi) dan komponen Z memuat subpopulasi individu yang terinfeksi dan dapat mentransmisikan penyakit (dalam masa menular). Penentuan nilai R 0 dilakukan dengan cara mencari matriks the next generation dari sistem (2.11)-(2.13) melalui langkah berikut. 1. Misalkan E 0 = (X, 0, 0) R r+s+n adalah titik tetap tak endemik dari sistem (2.11)-(2.13) yang memenuhi f(x, 0, 0) = g(x, 0, 0) = h(x, 0, 0) = 0. (2.14) 2. Asumsikan g(x, Y, Z) = 0 yang secara implisit menentukan fungsi Y = g(x, Z). (2.15)

14 3. Subtitusi persamaan (2.15) dan titik tetap tak endemik ke persamaan (2.13), diperoleh dz = h(x, g(x, Z), Z). (2.16) 4. Turunkan persamaan (2.16) terhadap variabel Z dan kemudian dievaluasi di Z = 0, diperoleh D Z h(x, g(x, Z), Z) Z=0. (2.17) 5. Misalkan A := D Z h(x, g(x, Z), Z) Z=0. Asumsikan matriks A dapat ditulis dalam bentuk A = M D, dengan M adalah matriks tak negatif, M 0 (m i,j 0), dan D > 0 suatu matriks diagonal. Dari matriks M dan D diperoleh matriks the next generation dari sistem (2.11)-(2.13) yaitu matriks MD 1 dimana matriks M dapat diartikan sebagai ratarata infeksi per satuan waktu dan D 1 merupakan periode infeksi. 6. Misalkan m(a) = sup{r(λ) : λ σ(a)} didefinisikan sebagai batas spektral dari matriks A dengan R(λ) merupakan bagian real dari nilai eigen λ. Misalkan pula ρ(a) = lim n A n 1 n yang didefinisikan sebagai radius spektral (dominant eigenvalue) dari matriks A, maka m(a) < 0 ρ(md 1 ) < 1, atau m(a) > 0 ρ(md 1 ) > 1, (pembuktiannya dapat dilihat di [6]). 7. Karena basic reproductive number (R 0 ) dinyatakan sebagai radius spektral dari matriks MD 1, maka diperoleh R 0 = ρ(md 1 ), dengan MD 1 disebut matriks (operator) the next generation [3].

15 Sebagai ilustrasi, berikut akan diberikan contoh penerapan metode tersebut. Tinjau model (generik) oleh Kermack dan Mckendrick, dengan faktor kelahiran dan kematian sebagai berikut: ds di dr = Λ βs I µs, N (2.18) = βs I (µ + γ)i, N (2.19) = γi µr, (2.20) dengan N = S + I + R. Misalkan X = (S, R), Z = (I) dan h(x, Z) = βs I N (µ+γ)i. Dari persamaan (2.18)-(2.20) diperoleh titik tetap tak endemik sistem yaitu E 0 = ( Λ, 0, 0). Subtitusi titik tersebut ke persamaan (2.19) kemudian µ turunkan terhadap Z = (I) sehingga diperoleh dengan Λ µ A = D Z h(x, g(x, Z), Z) Z=0 = h(x, Z) Z Z=0 = [β Λ I (µ + γ)i] µ N I I=0 = β (µ + γ), = N dimana subpopulasi sehat (belum terinfeksi) sama dengan total populasi N. Misalkan M = β dan D = (µ + γ) maka diperoleh R 0 = β (µ+γ).