METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel.

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data

METODE. Materi. Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3.

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Kota Gorontalo.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu. - Alat-alat gelas pyrex. - Pipet volume pyrex. - Hot Plate Fisons

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Mei 2013 yang

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

3 Metodologi Penelitian

SNI Standar Nasional Indonesia

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala

Lampiran 1 Prosedur pengukuran osmolaritas media dan osmolaritas cairan tubuh(hemolim) juvenil udang galah 1. Kabel disambungkan ke sumber listrik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

Kentang (Solanum tuberosum L.)

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

Cara uji kimia Bagian 5: Penentuan kadar logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada produk perikanan

Analisa AAS Pada Bayam. Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia D III Analis Kesehatan Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

Lampiran 1. Gambar Sampel Sayur Sawi

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

Desikator Neraca analitik 4 desimal

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, karena di

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS

BAB III METODE PENELITIAN

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar

METODE. Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

PENENTUAN KADAR BESI DALAM TABLET MULTIVITAMIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM DAN UV-VIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

Transkripsi:

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Sampel yang digunakan adalah gorengan berlapis tepung yang diolah sendiri. Jenis gorengan yang diolah mengacu pada hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis gorengan terlaris, yaitu tempe. Bahan baku tempe diperoleh dari Pasar Gunung Batu Bogor. Pengolahan sampel dilakukan menggunakan tepung, minyak goreng, dan air. Jenis tepung yang digunakan menyesuaikan dengan yang terbanyak dipakai penjual gorengan, yaitu tepung terigu protein sedang. Dipilih tepung dan minyak goreng yang memenuhi SNI. Bahan lain yang digunakan adalah rokok dengan merek yang banyak dikonsumsi penjual gorengan, yaitu sigaret kretek mesin merek A. Sedangkan bahan kimia yang digunakan untuk pencucian dan analisis adalah HNO 3 pekat, H 2 SO 4 pekat, dan air deionisasi. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan sampel gorengan berlapis tepung adalah pisau, talenan, timbangan, mangkok, kompor, wajan, sodet, dan peniris. Pemberian perlakuan pengasapan rokok pada gorengan berlapis tepung dilakukan dengan pompa modifikasi, smoking chamber, selang, dan korek api. Sedangkan alat yang digunakan untuk menganalisis jenis dan kadar logam berat pada rokok serta cemaran logam berat pada gorengan berlapis tepung adalah mortar, sudip, neraca analitik, tabung digest, alat digester (Digestion System 6 1007 Digester merek Tecator), botol semprot, pipet mohr, gelas ukur, kertas saring Whatman No. 41, pipet tetes, corong gelas, labu takar, botol polipropilena, dan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) jenis flame Shimadzu Tipe AA 7000. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Agustus 2011. Penelitian pendahuluan dilakukan di lapangan pada bulan April 2011, kemudian penelitian lanjutan dilakukan di Laboratorium kimia SEAFAST Center IPB dan di Laboratorium Terpadu Departemen kimia FMIPA IPB Bogor pada bulan Mei hingga Agustus 2011. C. Metode Penelitian Penelitian dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) penelitian pendahuluan dengan kuesioner di lapangan dan analisis di laboratorium, (2) pembuatan sampel gorengan berlapis tepung, (3) pemajanan asap rokok pada gorengan berlapis tepung, dan (4) analisis kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung yang terpajan asap rokok. Garis besar tahap penelitian disajikan pada Gambar 1. 1. Penelitian Pendahuluan a. Penelitian Pendahuluan di Lapangan Penelitian pendahuluan bertujuan memperoleh data mengenai gorengan dan perilaku merokok penjual gorengan di wilayah Bogor. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner dengan metode wawancara. Dari penelitian pendahuluan diperoleh data gorengan yang terlaris, jenis tepung yang digunakan, merek rokok yang terbanyak dikonsumsi, serta jumlah rokok yang dikonsumsi selama berjualan. Data tersebut akan digunakan untuk penelitian selanjutnya berupa pembuatan gorengan berlapis tepung dan pemajanan asap rokok pada gorengan berlapis tepung. b. Penelitian Pendahuluan di Laboratorium Rokok dengan merek yang terbanyak dikonsumsi dianalisis kadar logam beratnya. Berdasarkan SNI 7387 (2009) mengenai batas maksimum cemaran logam berat serta deteksi logam berat pada rokok Indonesia, maka logam berat yang akan dianalisis adalah cadmium (Cd), timbal (Pb), arsen (As), cobalt (Co), dan chromium (Cr). Penelitian pendahuluan di laboratorium bertujan memperoleh data kualitatif mengenai jenis logam berat apa saja yang terdeteksi berada pada rokok dari keenam 9

Penelitian pendahuluan di lapangan Data gorengan berlapis tepung terlaris, jenis tepung, serta merek dan jumlah rokok terbanyak dikonsumsi Penelitian pendahuluan di laboratorium Data jenis dan kadar logam berat rokok Pembuatan gorengan berlapis tepung Gorengan berlapis tepung Pemajanan asap rokok pada gorengan berlapis tepung Gorengan berlapis tepung dengan perlakuan Analisis kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung yang terpajan asap rokok Gambar 1. Diagram alir penelitian jenis logam berat yang telah ditentukan. Logam-logam berat yang terdeteksi pada rokok kemudian dianalisis kadarnya pada gorengan yang telah dipajankan asap rokok. Analisis logam berat pada rokok dilakukan terhadap campuran tembakau, cengkeh, serta saus dari rokok. Bobot sampel yang dianalisis yaitu 10.0000±1.0000 g. Homogenisasi dan pengambilan sampel dilakukan dengan mencampur bahan dalam nampan aluminium. Bahan diratakan, dibentuk persegi, dibagi empat bagian menurut diagonalnya, kemudian diambil dua kuadran yang berhadapan. Tahap persiapan sampel untuk analisis logam berat dilakukan dengan metode pengabuan basah berdasarkan metode Nielsen (2010) yang dimodifikasi. Metode pengabuan basah dipilih karena adanya kemungkinan logam berat dapat teruapkan/terbebaskan dari sampel jika dilakukan pengabuan kering dengan tanur. 10

2. Pembuatan Sampel Gorengan Berlapis Tepung Jenis gorengan yang dibuat untuk diberi perlakuan didasarkan pada data gorengan terlaris yang diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan. Gorengan yang diolah adalah tempe goreng berlapis tepung. Pembuatan gorengan bertujuan menyeragamkan kondisi setiap sampel, juga meminimalisir kemungkinan adanya cemaran logam berat dari sumber lain (misal dari asap kendaraan bermotor jika sampel gorengan diambil dari penjual di tepi jalan). Tempe yang digoreng memiliki ukuran rata-rata 6.3 cm x 4.6 cm x 0.3 cm. Sebelum digoreng, bahan pangan terlebih dahulu dicelupkan pada adonan tepung. Adonan tepung dibuat dari 75 g tepung dicampur dengan 150 ml air mineral. Minyak goreng terlebih dahulu dipanaskan selama 1.5 menit, selanjutnya delapan potong tempe berlapis tepung digoreng selama 5 menit dengan api sedang, dan ditiriskan. Metode penggorengan yang digunakan adalah deep-fat frying. Proses penggorengan dilakukan sebanyak empat kali. Setiap proses penggorengan dilakukan dengan menggunakan minyak goreng komersial yang belum pernah dipakai menggoreng (minyak baru). Penggunaan minyak goreng dan tepung yang telah memenuhi SNI bertujuan meminimalisir cemaran logam berat yang berasal dari bahan baku, sehingga dapat diketahui bahwa logam berat yang terdeteksi memang berasal dari pemajanan asap rokok. Dari keseluruhan proses diperoleh 32 potong gorengan untuk diberi perlakuan pemajanan dengan asap rokok dan untuk kontrol. 3. Pemajanan Asap Rokok pada Gorengan Berlapis Tepung Pemajanan asap rokok dilakukan dengan dua kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Skema sederhana yang menggambarkan pompa untuk pemajanan asap rokok pada bahan pangan goreng ditunjukkan pada Gambar 2 berikut. Gambar 2. Skema alat pemajanan asap rokok pada gorengan berlapis tepung (Salfikar 2008) Model pemajanan didasarkan pada kondisi di lapangan. Ketika melayani pembeli, penjual gorengan seringkali meletakkan rokok yang masih menyala di dekat gorengan, sehingga gorengan terpajan asap rokok dari jarak dekat. Oleh karena itu digunakan susunan alat untuk memajankan asap rokok pada gorengan dari jarak dekat. Susunan alat pemajanan asap rokok pada gorengan berlapis tepung ditunjukkan pada Gambar 3. Pompa (1) yang digunakan untuk pemajanan adalah aerator akuarium kecil yang telah dimodifikasi pada bagian tabung pompa, sehingga dapat terhubung dengan selang untuk input. Ujung selang input (2) dihubungkan dengan rokok, sementara ujung selang output (3) dihubungkan ke dalam smoking chamber (4) tempat gorengan diletakkan. Smoking chamber terbuat dari wadah kaca dengan tutup dari bahan plastik. Rokok yang terhubung pada selang input dimasukkan ke dalam wadah kaca bertutup (5). 11

2 5 1 3 4 Gambar 3. Susunan alat pemajanan asap rokok pada gorengan berlapis tepung Tahapan pemajanan asap rokok pada gorengan berlapis tepung adalah sebagai berikut. Sebanyak 4 gorengan dimasukkan ke dalam smoking chamber, kemudian satu batang rokok dipasang pada ujung selang input. Rokok dibakar dengan cara mendekatkan rokok pada api lilin selama lima detik sehingga rokok menyala dan terbentuk bara. Kemudian pompa dihubungkan dengan listrik, sehingga asap akan terhisap oleh pompa melalui selang input dan masuk ke dalam smoking chamber melalui selang output. Selama rokok dibakar, rokok yang terhubung pada selang input tersebut dimasukkan ke dalam wadah kaca bertutup. Setelah satu batang rokok hanya tersisa bagian filternya saja, pompa dimatikan. Gorengan dibiarkan terpajan asap rokok dalam smoking chamber selama satu jam sebelum dipreparasi lebih lanjut. Untuk gorengan yang dipajankan asap dari 6 dan 12 batang rokok, jarak antara pemajanan rokok yang satu dan rokok berikutnya adalah 15 menit. Gorengan berlapis tepung akan terpajan oleh asap utama (main stream smoke) dari hisapan pompa. Asap samping (side stream smoke) yang berasal dari pembakaran rokok tidak digunakan untuk pemajanan. Selama pemajanan dilakukan, rokok yang terhubung dengan selang input dimasukkan ke dalam wadah kaca bertutup. Hal tersebut dilakukan agar asap samping tidak bercampur dengan asap utama, karena dapat mengakibatkan kesalahan positif, juga dari abu rokok yang dapat mengenai gorengan berlapis tepung. Pemajanan asap rokok dilakukan dengan tiga perlakuan, yaitu dengan 1 batang rokok, 6 batang rokok, dan 12 batang rokok. Pemilihan jumlah rokok didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan serta data bahwa rata-rata jumlah rokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah 11.2 batang setiap harinya (DEPKES RI 2004) dan dibulatkan ke atas menjadi 12 batang. 4. Analisis Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Dipajankan Asap Rokok Sampel gorengan yang telah dipajankan asap rokok selanjutnya mengalami pengecilan ukuran (dipotong-potong dengan pisau) dan dihomogenisasi dengan cara digerus menggunakan mortar. Sampel yang telah homogen diratakan pada nampan aluminium, dibentuk persegi panjang, dibagi empat bagian menurut diagonalnya, kemudian diambil dua kuadran yang berhadap-hadapan. a. Persiapan Analisis Logam Berat (Nielsen 2010 dengan Modifikasi) Persiapan analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Kimia PAU SEAFAST IPB. Tahapan awal analisis kadar logam berat adalah pengabuan sampel dengan metode pengabuan basah. Prinsip pengabuan basah adalah penggunaan HNO3 pekat dan H2SO4 pekat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah agar kehilangan mineral akibat penguapan dapat dihindari. Destruksi 12

dilakukan dengan dua tahapan, yaitu destruksi dingin selama semalam (tanpa pemanasan) dan destruksi panas. Modifikasi metode pengabuan basah dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi analisis. Prinsip dasar pengabuan basah tetap sama, namun terdapat perbedaan pada jumlah sampel dan jumlah pereaksi yang digunakan. Metode Nielsen (2010) menganalisis 1 g sampel saja. Dengan pertimbangan bahwa logam berat yang terkandung dalam sampel berjumlah kecil, maka sampel yang dianalisis adalah 10 g (untuk rokok) dan 20 g (untuk gorengan). Jumlah pereaksi yang digunakan pada metode Nielsen (2010) adalah 3 ml H 2 SO 4 pekat dan 5 ml HNO 3 pekat untuk tahapan awal, serta 3-5 ml HNO 3 pekat untuk penambahan selanjutnya. Karena jumlah sampel jauh lebih banyak, maka digunakan 10 ml H 2 SO 4 pekat dan 15 ml HNO 3 pekat untuk tahapan awal serta 8 ml HNO 3 pekat untuk penambahan selanjutnya. Modifikasi lain terhadap metode pengabuan basah yaitu dilakukan destruksi dingin selama semalam yang tidak tercantum dalam metode Nielsen (2010). Destruksi dingin bertujuan mengurangi jumlah pereaksi dan pemanasan yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi akhir preparasi. Dengan destruksi dingin dalam semalam, sampel sudah mengalami penghancuran terlebih dahulu dalam kondisi dingin sebelum mengalami penghancuran selanjutnya yang disertai pemanasan. Pengabuan basah untuk analisis logam berat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. Sampel dimasukkan ke dalam tabung digest, ditambahkan H 2 SO 4 pekat sebanyak 10 ml dan HNO 3 pekat sebanyak 15 ml, kemudian didiamkan selama semalam untuk didestruksi dingin. Setelah semalam, sampel diberi perlakuan pemanasan menggunakan digester dengan kenaikan panas bertahap mulai dari skala 2 hingga 7. Peningkatan skala dilakukan setiap 15 menit. Selama pemanasan, asap berwarna kuning kecoklatan akan terbentuk. Setelah asap kuning kecoklatan yang terbentuk menjadi berkurang dan terlihat adanya asap putih dari dekomposisi H 2 SO 4 pekat, sampel akan berwarna gelap. Alat dimatikan dan tabung digest didinginkan selama 30 menit. Kemudian dilakukan penambahan 8 ml HNO 3 pekat dan sampel dipanaskan kembali seperti tahapan di atas. Jumlah sampel yang banyak menyebabkan sampel yang padat memerlukan tiga siklus agar menjadi cair seluruhnya. Tahapan penambahan HNO 3 pekat dan pemanasan diulang hingga larutan berwarna kuning bening. Keseluruhan proses pengabuan basah membutuhkan 9 siklus pemanasan. Setelah larutan berwarna bening, dilakukan pendinginan selama 30 menit. Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan air deionisasi sebanyak 10 ml, timbul asap putih, larutan didinginkan kembali selama 30 menit. Filtrat dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 50 ml dan ditepatkan dengan air deionisasi hingga tanda tera. Tahapan akhir adalah penyaringan dengan menggunakan kertas saring Whatman 41 untuk memastikan bahwa larutan bebas dari partikel-partikel berukuran besar yang dapat mempengaruhi pengukuran dengan AAS. Sampel larutan abu kemudian disimpan dalam botol polipropilena dan siap diukur kadar logam beratnya. Sebagai faktor koreksi dilakukan pula pembuatan blanko. Blanko adalah larutan yang mengalami perlakuan sama dengan sampel selama pengabuan basah, namun tidak mengandung sampel. Penggunaan blanko bertujuan memperoleh logam berat yang benar-benar berasal dari sampel, bukan berasal dari larutan pereaksi. b. Pengukuran Kadar Logam Berat dengan AAS (AOAC Method 957.03.1999) Pengukuran kadar logam berat dilakukan dengan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) Shimadzu Tipe AA 7000 di Laboratorium Terpadu Departemen Kimia FMIPA IPB. Jenis AAS yang digunakan untuk analisis adalah tipe flame. Pengukuran menggunakan burner dan lampu yang berbeda untuk setiap jenis logam. Sampel harus berbentuk larutan abu yang terbebas dari bahan-bahan organik agar dapat dianalisis menggunakan AAS. Bagian-bagian dari alat AAS yaitu sumber sinar, sistem pengatoman (atomizer), monokromator, detektor, dan sistem pembacaan. Prinsip pengukuran 13

dengan AAS adalah Hukum Lambert-Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Sampel larutan abu yang mengandung ion logam dilewatkan melalui nyala udara-asetilena dengan suhu tinggi (200 o C). Terjadi penguapan, dan logam berat tereduksi menjadi atom. Lampu katoda mengeluarkan energi pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran logam-logam berat yang dianalisis adalah sebagai berikut: cadmium λ = 228.8 nm, timbal λ = 217.0 nm, arsen λ = 193.7 nm, cobalt λ = 240.7 nm, dan chromium λ = 357.9 nm. Kemudian monokromator akan mengisolasi salah satu garis resonansi yang sesuai dengan sampel. Energi sinar dari monokromator akan diserap oleh atom-atom logam berat yang dianalisis. Jumlah energi cahaya yang diserap atom logam berat pada panjang gelombang tersebut sebanding dengan jumlah zat yang diuapkan saat dilewatkan melalui nyala api-etilen. Tahapan analisis AAS untuk jenis logam arsen sedikit berbeda. Sampel larutan abu dioksidasi dengan natrium boroksida dan natrium hidroksida 0.4% membentuk larutan garam. Pada bagian lain alat terdapat HCl 5 M sebagai larutan asam. Kedua larutan tersebut kemudian masuk ke dalam pengaduk sampel dan bercampur sehingga terbentuk gas. Gas tersebut selanjutnya dibakar dengan suhu tinggi, prosedur selanjutnya sama seperti analisis logam lainnya. Konsentrasi logam berat dalam contoh berbanding lurus dengan nilai absorbansinya. Karena itu diperlukan pula kurva standar yang dibuat dari seri larutan logam standar. Dengan memasukkan nilai absorbansi ke persamaan garis larutan standar, kadar logam berat pada sampel dapat diketahui. Sampel pada tiap perlakuan dikerjakan dengan dua ulangan, sehingga terdapat masing-masing dua larutan abu bagi tiap perlakuan sampel. Pembacaan pada alat AAS dilakukan tiga kali untuk setiap larutan abu, kemudian diperoleh rata-rata absorbansi. Dilakukan pula pembacaan absorbansi blanko sebagai faktor koreksi. Pengolahan data absorbansi yang diperoleh adalah sebagai berikut. Jika absorbansi sampel bernilai negatif, hasil yang dilaporkan yaitu kadar logam berat tersebut tidak terdeteksi. Jika absorbansi sampel positif, dilakukan pengurangan dengan absorbansi blanko. Hasil pengurangan yang negatif dilaporkan sebagai tidak terdeteksi. Jika hasil pengurangan dengan absorbansi blanko masih positif, dilakukan perhitungan lebih lanjut. Tabel 4 berikut menunjukkan limit deteksi alat AAS yang digunakan. Tabel 4. Limit deteksi alat AAS No Jenis Logam Berat Limit Deteksi (mg/kg) 1 Cadmium (Cd) 0.0050 2 Timbal (Pb) 0.0050 3 Arsen (As) 0.0020 4 Cobalt (Co) 0.0050 5 Chromium (Cr) 0.0050 14

Kadar logam berat menurut AOAC (1999) dapat dihitung dengan persamaan (1) sebagai berikut: Kadar Logam Berat (mg/kg) = [C] x V x FP (1) W Keterangan: [C] = konsentrasi logam berat dari pembacaan pada AAS (mg/l) V = volume larutan abu (ml) FP = faktor pengenceran W = berat sampel yang diabukan (g). 15