IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan di Lapangan (Jenis Gorengan Berlapis Tepung Terlaris, Jenis Tepung, serta Merek dan Jumlah Rokok Terbanyak Dikonsumsi) Penelitian pendahuluan di lapangan dilakukan pada bulan April Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner dan metode wawancara. Responden adalah penjual gorengan pada lima kecamatan di Kota Bogor yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Tengah, Bogor Timur, Bogor Utara, dan Bogor Selatan, serta di Kabupaten Bogor yaitu wilayah Darmaga. Diperoleh data hasil wawancara dari 41 penjual gorengan di wilayah Bogor. Jenis pertanyaan pada kuesioner terbagi menjadi dua, yaitu mengenai gorengan dan perilaku merokok penjual gorengan. Rekapitulasi data mengenai gorengan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut. Gambar 4. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis gorengan terlaris Gambar 5. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis tepung yang digunakan untuk membuat gorengan Dari Gambar 4, diketahui bahwa 13 dari 41 responden menyatakan jenis gorengan yang terlaris adalah tempe. Jenis gorengan lainnya yang juga laris menurut responden adalah tahu isi dan bakwan, dengan penjawab 12 dan 8 responden. Jawaban responden bervariasi, ada yang menjawab hanya satu jenis dan ada pula yang menjawab dua jenis gorengan terlaris. Sebanyak 5 responden menyatakan pisang adalah gorengan terlaris. Ubi dipilih oleh 4 responden sebagai gorengan terlaris. Sementara 16

2 sebanyak 8 responden menyatakan bahwa yang terlaris adalah jenis lain seperti cireng, tahu slawi, buras, kroket, dan lontong yang juga dijual tetapi tidak mengalami pengolahan dengan dilapisi adonan tepung. Terdapat beberapa jenis tepung yang digunakan responden untuk adonan pelapis gorengan. Menurut Brown (2008), tepung terigu yang cocok digunakan untuk pengolahan pangan secara luas adalah tepung terigu dengan kadar protein 10%, sementara tepung terigu dengan kadar protein 11% sudah tergolong lebih keras sifat fisiknya. Berdasarkan komposisi nilai gizinya, tepung terigu protein sedang mempunyai kadar protein % dan tepung terigu protein rendah mempunyai kadar protein %. Jenis tepung yang lebih cocok digunakan untuk pengolahan gorengan adalah tepung terigu protein rendah, namun rupanya tepung terigu protein sedang lebih banyak digunakan oleh penjual gorengan untuk membuat adonan (61%). Responden lainnya menggunakan tepung terigu protein rendah (15%), tepung terigu curah (12%), tepung beras (10%), ataupun tepung lainnya (2%) untuk membuat adonan. Data mengenai perilaku merokok penjual gorengan disajikan pada Gambar 6 berikut. Gambar 6. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai perilaku merokok penjual gorengan di wilayah Bogor Sebanyak 30 dari 41 responden (73%) terbiasa merokok. Sebanyak 68% responden menyatakan merokok ketika berjualan, sementara 5% responden tidak merokok ketika berjualan. Seluruh responden yang merokok ketika berjualan menjawab bahwa mereka merokok ketika menunggu pembeli dan berada di dekat tempat gorengan diletakkan. Sementara 11 responden (27%) menyatakan tidak merokok karena sudah mengidap penyakit, tidak mampu membeli rokok, sudah berhenti merokok, ataupun memang tidak merokok. Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau menyebutkan bahwa terdapat sembilan jenis hasil olahan tembakau. Dua jenis yang umum dikenal sebagai jenis rokok adalah sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret kretek tangan (SKT). Sigaret kretek mesin adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur cengkeh, dan proses pembuatannya (pelintingan, pemasangan filter, pengemasan, hingga pelekatan pita cukai) seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin. Sedangkan sigaret kretek tangan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur cengkeh, dan proses pembuatannya seluruhnya tanpa menggunakan mesin (Sekretariat Negara Republik Indonesia 2005). Meski kedua jenis rokok tersebut tergolong rokok kretek (rokok yang pembuatannya dicampur dengan cengkeh), sigaret kretek mesin umum dikenal di masyarakat dengan sebutan rokok filter, sedangkan sigaret kretek tangan umum dikenal dengan sebutan rokok kretek. 17

3 Kepada 30 responden yang terbiasa merokok ditanyakan pula mengenai merek rokok yang dikonsumsi dan jumlah rokok yang dikonsumsi selama berjualan. Hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Gambar 7. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai merek rokok yang dikonsumsi penjual gorengan di wilayah Bogor Gambar 8. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jumlah rokok yang dikonsumsi penjual gorengan saat berjualan Gambar 7 memperlihatkan bahwa sebanyak 11 dari 30 responden (36.67%) mengonsumsi sigaret kretek mesin merek A. Rokok lain yang juga banyak dikonsumsi adalah sigaret kretek tangan merek X dan sigaret kretek mesin merek B, masing-masing dikonsumsi oleh 6 responden (20%). Rokok yang dikonsumsi responden lainnya adalah sigaret kretek tangan merek Y, sigaret kretek mesin mild, serta sigaret kretek tangan merek lainnya. Data lain yang dibutuhkan dari penelitian pendahuluan adalah jumlah rokok yang biasa dikonsumsi penjual gorengan saat berjualan. Dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa terdapat variasi jumlah rokok yang dikonsumsi responden selama berjualan, dari 2 batang hingga 24 batang. Sebanyak 4 responden mengonsumsi 3 batang rokok saat berjualan, 3 responden mengonsumsi 12 batang rokok selama berjualan, bahkan ada pula 1 responden yang mengonsumsi hingga 24 batang rokok selama berjualan. Mayoritas responden (12 orang) mengonsumsi 6 batang rokok saat berjualan. Dari penelitian pendahuluan di lapang, diperoleh hasil yaitu: (1) jenis gorengan terlaris adalah tempe, (2) jenis tepung yang mayoritas digunakan adalah tepung terigu protein sedang, (3) merek rokok terbanyak dikonsumsi adalah sigaret kretek mesin (SKM) merek A, dan (4) mayoritas 18

4 responden mengonsumsi 6 batang rokok saat berjualan. Hasil tersebut digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya. Gorengan yang diolah adalah tempe dengan menggunakan tepung terigu protein sedang untuk adonan pelapisnya. Pemajanan asap rokok dilakukan menggunakan sigaret kretek mesin merek A, dengan jumlah 1 batang (jumlah minimum), 6 batang (jumlah mayoritas yang dikonsumsi penjual gorengan), dan 12 batang (jumlah rata-rata rokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia setiap hari). B. Hasil Penelitian Pendahuluan di Laboratorium (Kadar Logam Berat Terdeteksi pada Rokok) Analisis kadar logam berat terhadap tembakau dari sigaret kretek mesin merek A dilakukan pada logam cadmium (Cd), timbal (Pb), arsen (As), cobalt (Co), dan chromium (Cr). Tujuan analisis adalah memperoleh data kualitatif mengenai keberadaan logam-logam berat tersebut pada sigaret kretek mesin A. Jika logam-logam tersebut terdeteksi pada sigaret kretek mesin merek A, maka pengukuran kadar logam-logam tersebut juga dilakukan pada gorengan berlapis tepung yang telah mengalami pemajanan asap rokok. Preparasi sampel dilakukan dengan metode pengabuan basah menggunakan HNO 3 pekat dan H 2 SO 4 pekat. Mekanisme dasar pengabuan basah meliputi oksidasi awal yang ringan oleh HNO 3 pekat, dilanjutkan dengan reaksi yang lebih kuat oleh H 2 SO 4 pekat (Subramanian 1995). Material organik pada sampel akan didestruksi oleh HNO 3 pekat menghasilkan karbondioksida, nitrogen dioksida, dan air, seperti pada persamaan (2) berikut: C (s) + 4 HNO 3(l) CO 2(g) + 4 NO 2(g) + 2 H 2 O (aq) (2) Keterangan: C = karbon (material organik) HNO 3 = asam nitrat pekat CO 2 = karbondioksida NO 2 = nitrogen dioksida H 2 O = air Destruksi oleh HNO 3 pekat berlangsung hingga terbentuk asap putih, menandakan H 2 SO 4 pekat terdekomposisi. Residu berupa mineral akan terlarut pada H 2 SO 4. Hasil akhir yang masih berwarna menandakan masih terdapat material organik, namun hal tersebut tidak menimbulkan masalah selama tidak mengubah tegangan permukaan dan warna larutan bening. Larutan yang diperoleh diencerkan kembali sehingga volume total sampel 50 ml. Pengukuran kadar logam berat pada sampel larutan abu dilakukan dengan dua kali ulangan, masing-masing tiga kali pembacaan pada alat Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), kemudian dirata-rata. Diperlukan pula kurva standar yang dibuat dari seri larutan mineral standar. Dengan memasukkan nilai absorbansi ke persamaan garis larutan standar, kadar logam berat dapat diketahui. Kurva standar disajikan pada Lampiran 2. Hasil pengukuran logam berat berupa absorbansi kemudian diolah dengan perhitungan lebih lanjut. Absorbansi sampel yang terukur dikurangi terlebih dahulu dengan blanko sebagai faktor koreksi. Hasil yang positif diplotkan ke dalam kurva standar logam masing-masing sehingga diperoleh kadar logam berat terukur. Kadar logam berat aktual (pada sampel) diperoleh dengan mengalikan kadar logam berat terukur dengan volume larutan abu total dan dibagi dengan berat sampel yang diabukan. 19

5 Hasil pengukuran kadar logam berat pada sigaret kretek mesin merek A disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Kadar logam berat pada sigaret kretek mesin merek A No Jenis Logam Berat Kadar Logam Berat (mg/kg) 1 Cadmium (Cd) Timbal (Pb) Arsen (As) Cobalt (Co) Chromium (Cr) Hasil analisis kadar logam berat pada sigaret kretek mesin merek A menunjukkan bahwa logam berat yang terdeteksi dengan kadar tinggi yaitu timbal (Pb) dan chromium (Cr). Kadar timbal pada sigaret kretek mesin merek A adalah mg/kg, sedangkan kadar chromium pada sigaret kretek mesin merek A adalah mg/kg. Logam cobalt (Co) dan cadmium (Cd) memiliki kadar yang cukup rendah, berturut-turut mg/kg dan mg/kg. Kadar logam berat terendah yang dianalisis pada sigaret kretek mesin merek A adalah arsen (As) yaitu mg/kg. Kadar logam berat yang terdeteksi pada sigaret kretek mesin A cukup jauh jika dibandingkan dengan data hasil analisis logam berat pada rokok Indonesia. Sebagai contoh, hasil penelitian Taftazani dan Widodo (2008) menunjukkan bahwa kadar logam chromium pada rokok mencapai mg/kg, sedangkan hasil analisis yang diperoleh dari penelitian hanya mg/kg. Rendahnya kadar logam berat pada rokok yang terdeteksi di penelitian dapat disebabkan jumlah sampel yang kurang berimbang dengan jumlah pereaksi yang digunakan. Pereaksi yang digunakan tidak cukup banyak untuk dapat mendestruksi komponen organik serta melarutkan mineral. Hal tersebut ditunjukkan pada tahap persiapan analisis logam berat. Terdapat banyak endapan yang tertinggal di kertas saring Whatman 41 ketika dilakukan penyaringan terhadap sampel yang telah ditera hingga 50 ml. Dengan demikian kadar logam berat rokok yang diperoleh dari hasil penelitian belum cukup representatif untuk disertakan dalam pengolahan data secara kuantitatif. Rokok (sigaret) tersusun dari berbagai bahan baku. Bahan utama adalah tembakau, sedangkan bahan lainnya yaitu cengkeh dan saus rempah-rempah. Tembakau dapat mengandung komponen mineral dan unsur anorganik lain yang diduga berasal dari tanah, pemberian pupuk, atau pemberian pembasmi hama. Mellawati (1991) diacu dalam Taftazani dan Widodo (2008) menyatakan bahwa bahan-bahan seperti pupuk, obat pembasmi hama, maupun anti-jamur biasanya mengandung unsur anorganik Hg, As, dan sebagainya. Hanusz (2000) menyebutkan bahwa terdapat berbagai campuran komponen untuk flavor dalam rokok, seperti coklat, kopi, dan buah-buahan kering. Proporsi campuran komponen untuk flavor tersebut dapat mencapai total 5.5% dari tembakau. Tanah tempat penanaman bahan baku (terutama tembakau) dapat pula menjadi sumber logam berat. Dengan demikian, logam berat dalam rokok dapat berasal dari bahan baku pembuatan rokok tersebut. Walaupun kadar logam berat rokok yang diperoleh dari hasil penelitian belum cukup representatif untuk disertakan dalam pengolahan data secara kuantitatif, semua logam yang dianalisis pada sigaret kretek mesin merek A terdeteksi memiliki kadar tertentu. Dengan demikian semua logam berat tersebut (Cd, Pb, As, Co, dan Cr) akan dianalisis kadarnya pada gorengan berlapis tepung yang telah mengalami pemajanan asap rokok. 20

6 C. Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung Berdasarkan Jumlah Rokok yang Digunakan Penentuan pengaruh pemajanan asap rokok terhadap keberadaan logam berat pada gorengan berlapis tepung dilakukan dengan menganalisis adanya logam berat pada gorengan yang telah dipajankan asap rokok. Sebagai pembanding, dilakukan analisis kadar logam berat terhadap gorengan berlapis tepung yang diolah dan dianalisis dengan cara yang sama, namun tidak mengalami pemajanan dengan asap rokok (gorengan kontrol). Tabel 6 berikut menunjukkan hasil analisis mengenai kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung yang tidak mengalami perlakuan (kontrol) serta mengalami perlakuan (pemajanan asap 1, 6, dan 12 rokok). Tabel 6. Hasil analisis kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung No Jenis Logam Kadar Logam Berat Setelah Diberi Pajanan Asap (mg/kg) Berat 0 Rokok (Kontrol) 1 Rokok 6 Rokok 12 Rokok 1 Cadmium (Cd) ttd Timbal (Pb) ttd Arsen (As) ttd Cobalt (Co) ttd Chromium (Cr) ttd Keterangan: ttd = tidak terdeteksi Pembahasan mengenai hasil analisis tersebut serta perbandingannya dengan batas maksimum cemaran logam berat pada pangan menurut BSN (2009) dijelaskan lebih lanjut berikut ini. 1. Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Tidak Dipajankan Asap Rokok (Kontrol) Hasil analisis dengan AAS pada Tabel 6 menunjukkan bahwa gorengan berlapis tepung yang tidak diberi pajanan asap rokok (gorengan kontrol) tidak terdeteksi memiliki kadar logam berat. Jika terdapat logam berat pada gorengan tersebut, kadarnya masih berada di bawah batas maksimum cemaran logam pada makanan menurut BSN (2009). Marbun (2010) dalam studinya mengenai kadar timbal pada gorengan di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Medan tahun 2009 menyebutkan bahwa rata-rata kadar timbal gorengan sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan yaitu mg/kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan dan proses penggorengan dapat mempengaruhi jumlah cemaran logam berat pada gorengan. Namun untuk penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa gorengan kontrol memiliki kadar logam berat yang minimum dari keenam logam berat yang dianalisis. Dengan demikian keberadaan logam berat yang berasal dari bahan baku pada gorengan tersebut dapat diminimalisir. 2. Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Dipajankan Asap 1 Rokok Perlakuan pertama terhadap sampel gorengan berlapis tepung adalah memberikan pajanan asap dari satu batang rokok. Tabel 6 menunjukkan bahwa gorengan yang telah mengalami pemajanan dengan asap dari sebatang rokok ternyata mengalami peningkatan kadar logam berat jika dibandingkan dengan kontrol. Logam berat dengan kadar tertinggi pada gorengan yang diberi pajanan 21

7 asap sebatang rokok adalah logam chromium, yaitu mg/kg. Badan Standardisasi Nasional (2009) belum mengatur mengenai batas maksimum cemaran logam chromium pada bahan pangan. Jika dikonversi, sebuah gorengan dengan berat 20 g dan kadar mg/kg memiliki kandungan chromium mg. Jumlah tersebut memang masih jauh jika dibandingkan dengan batas ambang konsumsi harian (ADI) untuk chromium menurut FAO/WHO (1997b), yaitu 0.32 mg/hari, namun pengaruh akumulasinya dalam tubuh tetap harus diwaspadai. Kadar logam cobalt dan timbal pada gorengan yang telah diberi pajanan asap 1 rokok hampir sama besar, yaitu mg/kg dan mg/kg. Logam cobalt juga belum ditentukan batas maksimum cemarannya dalam SNI 7387:2009 (BSN 2009). International Agency for Research on Cancer (1997a) menyebutkan bahwa batas ambang konsumsi harian (ADI) untuk cobalt menurut FAO/WHO adalah 1 mg/hari. Gorengan dengan kadar logam cobalt tersebut memiliki kandungan cobalt mg, masih jauh dibandingkan batas ambang konsumsi harian. Menurut BSN (2009) batas maksimum cemaran logam timbal dalam pangan adalah 0.25 mg/kg, maka kadar timbal pada gorengan yang terpajan asap 1 rokok masih berada di bawah batas maksimum yang diizinkan. Logam cadmium dalam gorengan yang terpajan asap 1 rokok memiliki kadar mg/kg. Jumlah tersebut masih berada di bawah batas maksimum cemaran pangan menurut BSN (2009), yaitu 0.2 mg/kg. Begitu pula dengan logam arsen, kadarnya dalam gorengan ( mg/kg) masih berada di bawah batas maksimum yang diizinkan (0.25 mg/kg) berdasarkan SNI 7387:2009. Hasil analisis tersebut di atas menunjukkan bahwa gorengan yang terpajan asap rokok, meski hanya dari sebatang rokok saja, mengalami peningkatan kadar logam berat yang dapat teramati. Semula (pada kontrol) semua logam berat yang dianalisis berada di bawah ambang deteksi, namun setelah mengalami pemajanan dengan asap rokok terjadi peningkatan kadar semua logam berat. 3. Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Dipajankan Asap 6 Rokok Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, terdapat 12 dari 28 penjual gorengan di wilayah Bogor yang mengonsumsi 6 batang rokok setiap harinya selama berjualan. Sementara penjual lainnya merokok dengan jumlah bervariasi mulai dari 2 batang hingga 24 batang rokok setiap harinya. Oleh karena itu dilakukan pula pemajanan terhadap gorengan dengan asap dari 6 rokok untuk dianalisis kadar logam beratnya, dengan hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Gorengan yang diberi pajanan asap 6 rokok memiliki kadar logam berat tertinggi pada timbal yaitu mg/kg. Kadar tersebut melebihi batas maksimum cemaran timbal pada pangan yang diizinkan. Menurut BSN (2009) batas maksimum cemaran timbal pada pangan adalah 0.25 mg/kg. Gorengan yang telah dipajankan asap 6 rokok memiliki kadar cadmium mg/kg dan kadar arsen mg/kg. Kedua jenis logam tersebut kadarnya masih berada di bawah batas maksimum cemaran yang diizinkan menurut BSN (2009), yaitu 0.2 mg/kg untuk cadmium dan 0.25 mg/kg untuk arsen. Kadar logam cobalt yang diperoleh dari gorengan yang diberi pajanan asap 6 rokok adalah mg/kg, sementara kadar chromium mg/kg. Kedua logam tersebut belum ditentukan batas maksimum cemarannya dalam pangan berdasarkan SNI 7387:2009 (BSN 2009). Dalam 1 gorengan (asumsi berat 20 g) yang telah dipajankan asap 6 rokok, kandungan cobalt adalah mg, sedangkan kandungan chromium adalah mg. Jika ketiga jenis logam lainnya juga dikuantifikasi, maka dalam 1 gorengan yang telah dipajankan asap 6 rokok terkandung timbal mg, cadmium mg, dan arsen mg. Kandungan logam berat dalam jumlah besar seperti demikian patut diwaspadai efeknya terhadap kesehatan. 22

8 4. Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Dipajankan Asap 12 Rokok Perlakuan lainnya yang diujikan pada gorengan berlapis tepung adalah pemajanan dengan asap dari 12 batang rokok. Menurut penelitian DEPKES RI (2004) rata-rata jumlah rokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah 11.2 batang setiap harinya. Jumlah tersebut dibulatkan ke atas menjadi 12 batang rokok. Hasil analisis kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung yang telah diberi pajanan asap dari 12 batang rokok ditunjukkan pada Tabel 6. Setelah mengalami pemajanan asap 12 rokok, gorengan berlapis tepung memiliki kadar timbal mg/kg. Kadar tersebut telah jauh melampaui batas maksimum cemaran logam berat menurut SNI 7387:2009 yaitu 0.25 mg/kg. Logam lainnya yaitu cadmium dan arsen berturut-turut memiliki kadar mg/kg dan mg/kg, keduanya masih berada di bawah batas maksimum cemaran logam berat pada pangan yaitu 0.2 mg/kg untuk cadmium dan 0.25 mg/kg untuk arsen (BSN 2009). Gorengan berlapis tepung yang telah mengalami pemajanan asap 12 rokok memiliki kadar cobalt mg/kg dan chromium mg/kg. Jika dikuantifikasikan ke dalam 1 gorengan, gorengan tersebut memiliki kandungan mg cobalt dan g chromium. Batas aman konsumsi harian cobalt menurut FAO/WHO adalah 1 mg, sedangkan chromium 0.32 mg (IARC 1997a). Hal ini patut diwaspadai, karena batas aman konsumsi harian chromium tersebut akan terlewati jika telah mengonsumsi 6 gorengan yang terpajan asap 12 rokok. D. Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Berat Tertentu pada Gorengan Berlapis Tepung Analisis logam berat yang dilakukan terhadap gorengan berlapis tepung yang diberi pajanan asap rokok menunjukkan bahwa asap rokok menyebabkan adanya cemaran logam berat pada gorengan tersebut. Cemaran logam berat dapat teradsorpsi pada permukaan gorengan (bagian lapisan tepungnya) atau terabsorpsi ke lapisan yang lebih dalam. Selain mempelajari ada tidaknya pengaruh asap rokok terhadap kadar logam berat gorengan berlapis tepung, hal lain yang juga dipelajari adalah hubungan antara jumlah pajanan asap rokok (banyaknya rokok yang dibakar) dengan kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung. Pembahasan berikut menjelaskan mengenai pengaruh banyaknya pajanan asap rokok terhadap kadar masing-masing logam berat pada gorengan berlapis tepung. 1. Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Cadmium (Cd) Hasil analisis mengenai kadar logam cadmium pada gorengan berlapis tepung yang dipajankan asap dari 1, 6, dan 12 batang rokok ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam cadmium pada gorengan berlapis tepung 23

9 Grafik tersebut menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pajanan asap rokok mengakibatkan peningkatan kadar logam cadmium pada gorengan berlapis tepung. Gorengan berlapis tepung yang tidak diberi pajanan asap rokok tidak terdeteksi memiliki kadar cadmium. Terjadi peningkatan kadar cadmium cukup besar dari kontrol ke gorengan yang diberi pajanan asap 1 rokok, menjadi mg/kg. Tetapi peningkatan yang terjadi dari gorengan yang diberi pajanan asap 1 rokok ke 6 rokok dan 6 rokok ke 12 rokok tidak cukup besar. Gorengan yang diberi pajanan asap 6 rokok memiliki kadar cadmium mg/kg, sedangkan gorengan yang diberi pajanan asap 12 rokok memiliki kadar cadmium mg/kg. Gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok memiliki kadar cadmium mg/kg. Jumlah tersebut masih berada di bawah batas maksimum cemaran cadmium dalam pangan menurut BSN (2009) yaitu 0.2 mg/kg. Meski demikian, cadmium yang masuk ke dalam tubuh dapat terakumulasi di ginjal hingga usia tahun (WHO 1990). Akumulasi cadmium dapat mengakibatkan penyakit seperti anemia, kanker prostat, dan kanker paru-paru. Penurunan fungsi ginjal dapat terjadi hingga mengalami gagal ginjal. Perubahan komposisi mineral pada tulang disebabkan penghambatan kerja enzim oleh cadmium, sehingga metabolisme terganggu (IOCCC 1996). 2. Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Timbal (Pb) Kadar logam berat timbal yang dideteksi dari gorengan yang telah diberi perlakuan pemajanan asap rokok (1, 6, dan 12) ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam timbal pada gorengan berlapis tepung Dari grafik diketahui bahwa jumlah pajanan asap rokok yang meningkat menyebabkan kadar logam timbal pada gorengan berlapis tepung juga meningkat. Peningkatan kadar logam dari gorengan yang dipajankan 1 rokok ke 6 rokok lebih besar daripada peningkatan kadar logam dari gorengan yang dipajankan 6 rokok ke 12 rokok. Linearitas dari grafik tersebut cukup baik (R 2 = ), sehingga diperkirakan jika asap rokok yang dipajankan meningkat jumlahnya, kadar logam timbal pada gorengan berlapis tepung juga akan meningkat. Batas maksimum cemaran logam timbal pada pangan menurut BSN (2009) adalah 0.25 mg/kg. Hasil analisis menunjukkan bahwa gorengan yang diberi pajanan asap 1 rokok masih memiliki kadar timbal di bawah batas maksimum. Namun gorengan yang diberi pajanan asap 6 dan 12 rokok telah melampaui batas maksimum, serta dapat dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi. Konsumsi timbal dalam jumlah banyak secara langsung dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan saraf (BSN 2009). Timbal juga merupakan jenis logam yang kumulatif. IOCCC (1996) 24

10 menyebutkan bahwa timbal memiliki afinitas tinggi terhadap protein, sehingga dapat membentuk ikatan dengan hemoglobin dan protein plasma darah. Hal tersebut menyebabkan penghambatan sintesis sel darah merah yang sangat diperlukan untuk transportasi oksigen. Jika kapasitas pembentukan ikatan terlampaui, timbal dapat tertransportasikan ke sumsum tulang, hati, dan ginjal serta menyebabkan gangguan fungsional organ-organ tubuh tersebut. 3. Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Arsen (As) Gambar 11 berikut menunjukkan hubungan antara jumlah asap rokok yang dipajankan dengan kadar logam arsen pada gorengan berlapis tepung. Gambar 11. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam arsen pada gorengan berlapis tepung Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah pajanan asap rokok mengakibatkan peningkatan kadar logam arsen. Gorengan yang tidak mengalami pemajanan asap rokok tidak terdeteksi memiliki kadar arsen. Gorengan yang dipajankan asap 1 rokok meningkat kadar arsennya menjadi mg/kg. Peningkatan kadar arsen selanjutnya dari gorengan yang dipajankan 1 rokok ke 6 rokok dan gorengan yang dipajankan 6 rokok ke 12 rokok memiliki linearitas yang sangat baik, membentuk garis lurus (R 2 = ). Karena itu, peningkatan jumlah rokok yang asapnya dipajankan diperkirakan masih akan meningkatkan kadar logam arsen pada gorengan berlapis tepung. Gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok memiliki kadar arsen mg/kg, masih berada di bawah batas maksimum cemaran arsen dalam pangan menurut BSN (2009) yaitu 0.25 mg/kg. Meski demikian, arsen yang masuk ke dalam tubuh dapat terakumulasi. Efek kronis dari arsen adalah kerusakan pada tulang, darah, hati, saluran pernafasan, dan sistem saraf pusat. 4. Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Cobalt (Co) Hubungan antara jumlah asap rokok yang dipajankan dengan kadar logam cobalt pada gorengan berlapis tepung ditunjukkan pada Gambar 12. Peningkatan jumlah rokok yang asapnya dipajankan berbanding lurus dengan peningkatan kadar logam cobalt. Hal tersebut dapat diketahui dari bentuk grafik yang linear dengan R Hasil penelitian Mulyaningsih (2009) mengenai distribusi komponen logam dalam rokok menyebutkan bahwa logam cobalt pada rokok filter terdistribusi ke asap (terbawa asap) sebanyak 10.17%. Karena itu, peningkatan jumlah rokok yang 25

11 asapnya dipajankan diperkirakan masih akan meningkatkan kadar logam cobalt pada gorengan berlapis tepung. Gambar 12. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam cobalt pada gorengan berlapis tepung Badan Standardisasi Nasional (2009) belum mengatur mengenai batas maksimum cemaran cobalt pada pangan. International Agency for Research on Cancer (1997a) menyebutkan bahwa batas ambang konsumsi harian (ADI) untuk cobalt menurut FAO/WHO adalah 1 mg/hari. Gorengan berlapis tepung yang telah dipajankan asap 12 rokok memiliki kandungan cobalt mg, masih jauh di bawah batas ambang konsumsi harian. Namun efek akumulatif cobalt dalam tubuh menjadi perhatian penting karena jumlah cobalt yang tinggi dalam tubuh manusia dapat meningkatkan resiko kanker paru-paru dan penyakit jantung (IARC 1997a). 5. Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Chromium (Cr) Gambar 13 berikut menunjukkan hubungan antara jumlah asap rokok yang dipajankan dengan kadar logam chromium pada gorengan berlapis tepung. Gambar 13. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam chromium pada gorengan berlapis tepung Dari grafik diketahui bahwa peningkatan jumlah rokok yang asapnya dipajankan berbanding lurus dengan peningkatan kadar logam chromium. Linearitas grafik cukup baik (R 2 = ). Selain itu, peningkatan signifikan tampak pada hasil analisis kadar gorengan yang diberi pajanan asap 6 26

12 rokok ke 12 rokok, sehingga diperkirakan peningkatan jumlah rokok yang asapnya dipajankan akan meningkatkan kadar logam chromium pada gorengan berlapis tepung. Badan Standardisasi Nasional (2009) belum mengatur mengenai batas maksimum cemaran chromium pada pangan. International Agency for Research on Cancer (1997b) menyebutkan bahwa batas ambang konsumsi harian (ADI) untuk chromium menurut FAO/WHO adalah 0.32 mg/hari. Gorengan berlapis tepung yang telah dipajankan asap 1, 6, dan rokok memiliki kandungan chromium berturut-turut mg, mg, dan mg. Kandungan chromium gorengan berlapis tepung yang dipajankan asap 1 dan 6 rokok memang masih jauh di bawah batas ambang konsumsi harian. Namun besarnya kandungan chromium pada gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok patut diwaspadai, sebab mengonsumsi 6 buah saja dari gorengan tersebut akan melebihi batas maksimum konsumsi harian. Selain itu, chromium dalam tubuh dapat meningkatkan resiko kanker paru-paru dan bersifat toksik pada sel (IARC 1997b). E. Perkiraan Konsumsi Logam Berat dari Gorengan Berlapis Tepung yang Dipajankan Asap Rokok Hasil perkiraan konsumsi logam berat dari gorengan berlapis tepung yang dipajankan asap rokok ditunjukkan pada Tabel 7 berikut. Asumsi yang digunakan yaitu gorengan berlapis tepung yang dikonsumsi berjumlah empat buah dengan berat masing-masing 20 g. No Tabel 7. Perkiraan konsumsi logam berat dari gorengan berlapis tepung yang dipajankan asap rokok Jenis Logam Berat Konsumsi Logam Berat dari Gorengan yang Dipajankan Asap (mg) ADI menurut FAO/WHO (mg) Proporsi Konsumsi Logam Berat Dibandingkan dengan ADI (%) 1 Rokok 6 Rokok 12 Rokok 1 Rokok 6 Rokok 12 Rokok 1 Cadmium Timbal Arsen Cobalt Chromium Konsumsi logam berat dari gorengan yang telah dipajankan asap 1 rokok masih cukup jauh dari batas maksimum konsumsi harian. Proporsi konsumsi keenam logam berat jika dibandingkan dengan ADI masih berada di bawah 10.00%. Logam berat dari gorengan yang telah dipajankan asap 6 rokok masih berada di bawah batas maksimum konsumsi harian, namun proporsi untuk timbal dan chromium cukup besar yaitu 34.53% dan 17.75%. Proporsi konsumsi chromium dari gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok sangat besar yaitu 71.97%. Logam berat lain yang juga besar proporsi konsumsinya dari gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok adalah timbal, yaitu 44.63%. Secara keseluruhan, konsumsi logam berat dari empat potong gorengan yang telah mengalami pemajanan asap rokok, baik 1, 6, maupun 12 rokok, masih berada di bawah batas maksimum konsumsi harian menurut FAO/WHO untuk keenam logam tersebut. Namun perlu diperhatikan bahwa konsumsi logam berat tersebut baru berasal dari makanan, belum memperhitungkan sumber cemaran lain yang lebih signifikan seperti udara. Efek akumulatif dari logam-logam berat tersebut perlu diwaspadai, karena berbahaya bagi kesehatan manusia. Studi oleh International Programme on Chemical Safety mengenai logam cadmium menyatakan bahwa penyerapan cadmium melalui saluran pencernaan dapat mencapai 2-8% jika paparan dalam jumlah kronis. Tingkat penyerapan cadmium dipengaruhi oleh kondisi fisik dan nutrisi. 27

13 Seseorang dengan simpanan zat besi rendah akan menyerap cadmium lebih besar dibandingkan seseorang dengan simpanan zat besi normal (IPCS 1990). Cadmium yang terserap tubuh tersebut dapat terakumulasi dalam hati dan ginjal. Akumulasi cadmium di ginjal dapat berlanjut hingga usia tahun, sementara ekskresi senyawa tersebut berlangsung sangat lama, diperkirakan antara tahun (WHO 1990). Studi lain oleh International Programme on Chemical Safety mengenai logam timbal menyatakan bahwa sistem metabolisme timbal dalam tubuh menyerupai metabolisme kalsium. Sebanyak 5-15% timbal yang terkonsumsi akan terserap melalui saluran pencernaan, sedangkan sisanya tidak diserap tubuh dan akan dikeluarkan melalui feses. Penyerapan timbal meningkat 45% dalam kondisi berpuasa (IPCS 1994). Dalam tubuh, logam timbal dapat tertransportasikan ke sumsum tulang, hati, dan ginjal. Arsen adalah logam berat yang sumber paparan utamanya pada manusia berasal dari air atau makanan. Tingkat penyerapan arsen dalam tubuh beragam tergantung jenis dan valensi logam arsen tersebut. Setelah terserap tubuh, arsen terikat pada hemoglobin, leukosit, dan protein plasma, kemudian terakumulasi di hati dan ginjal. Sebanyak 60% komponen arsen dalam tubuh diekskresikan melalui urin setiap harinya (IPCS 1996). WHO (2006) menyebutkan bahwa tingkat penyerapan logam cobalt melalui saluran pencernaan bervariasi antara 18-97% dari jumlah yang dikonsumsi, tergantung jenis senyawa dan kondisi nutrisi individu tersebut. Cobalt yang diserap tubuh terakumulasi pada berbagai organ, terbanyak pada hati. Logam berat lainnya yaitu chromium juga merupakan logam yang tingkat penyerapannya bergantung pada jenis senyawa dan valensinya. Studi menunjukkan bahwa tingkat penyerapan tujuh jenis senyawa chromium melalui saluran pencernaan bervariasi antara 0.7 hingga 2% (WHO 2009). F. Perkiraan Deviasi Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan masih berupa permodelan, belum sesuai dengan kondisi di lapangan. Terdapat beberapa faktor yang bisa mempengaruhi (menurunkan atau meningkatkan) kadar logam berat pada gorengan. Faktor-faktor berikut dapat menurunkan kadar logam berat pada gorengan jika dibandingkan dengan hasil penelitian, yaitu: 1) Volume udara pendispersi asap rokok Model pemajanan dibuat menggunakan smoking chamber berupa wadah kaca bertutup dengan volume 1594 cm 3. Asap utama dari rokok yang dibakar terdispersi ke udara dalam wadah kaca bertutup tersebut, kemudian logam berat dalam asap rokok terjerap atau terserap oleh gorengan berlapis tepung. Di lapangan, tempat menjajakan gorengan pada gerobak memiliki ukuran 97 cm x 70 cm x 87 cm. Volume udara dalam tempat tersebut adalah cm 3, jauh lebih besar dibandingkan dengan volume udara pada model pemajanan yang dilakukan. Asap rokok dari penjual gorengan terdispersi dalam udara yang bervolume besar, sehingga menurunkan kemungkinan logam berat pada asap terjerap atau terserap oleh gorengan dalam kadar yang sama dengan model pemajanan yang dilakukan. 2) Jumlah gorengan Jumlah gorengan yang digunakan pada model pemajanan adalah empat potong. Logam berat dari asap rokok dalam smoking chamber terjerap atau terserap pada keempat potong gorengan tersebut, sehingga kemungkinan kadar logam berat lebih tinggi (lebih terkonsentrasi). Di lapangan, jumlah gorengan yang dijajakan jauh lebih banyak sehingga 28

14 kemungkinan logam berat yang terjerap atau terserap gorengan akibat perilaku merokok penjual gorengan akan lebih sedikit. 3) Permukaan yang terpajan asap rokok Pada model pemajanan yang dilakukan, gorengan di dalam smoking chamber diletakkan dalam posisi berdiri. Hal tersebut menyebabkan permukaan gorengan yang terpajan asap rokok lebih banyak (bagian atas dan bawah gorengan terpajan asap rokok). Di lapangan, selain jumlah gorengan lebih banyak, penataan gorengan yang bertumpuk menyebabkan permukaan yang terpajan asap rokok hanya sedikit, misalnya bagian atas atau bagian samping gorengan saja. Kondisi tersebut menyebabkan logam berat yang terjerap atau terserap oleh gorengan mungkin berkurang. 4) Pergantian gorengan dan kontinuitas konsumsi rokok Model pemajanan untuk asap 6 rokok dilakukan dengan empat potong gorengan yang sama. Gorengan tersebut mengalami tahap persiapan untuk dianalisis logam beratnya setelah dipajankan asap 6 rokok secara kontinu. Begitu pula dengan gorengan yang dipajankan asap 1 rokok dan 12 rokok. Di lapangan, sebagian besar penjual gorengan memang merokok 6 batang selama berjualan, namun rokok tersebut tidak dikonsumsi secara terus-menerus. Karena itu terdapat kemungkinan, ketika rokok berikutnya dikonsumsi, gorengan yang terpajan asap dari rokok yang dikonsumsi sebelumnya telah terjual. Pergantian gorengan yang terpajan asap rokok tersebut menurunkan jerapan atau serapan logam berat oleh gorengan jika dibandingkan dengan kondisi model pemajanan. Selain itu, terdapat pula beberapa faktor yang dapat meningkatkan kadar logam berat pada gorengan di lapangan jika dibandingkan dengan hasil penelitian, yaitu: 1) Asap samping dan abu rokok Pemajanan asap rokok pada penelitian dilakukan dengan asap utama, yaitu asap yang dihisap dan dihembuskan kembali. Ketika dilakukan pengambilan data perilaku merokok penjual gorengan di lapangan, terdapat beberapa perilaku merokok yang teramati. Selain menghembuskan asap rokok ke gorengan yang dijajakan, penjual gorengan juga meletakkan rokok yang masih menyala di dekat gorengan yang dijajakan. Rokok yang tidak dihisap tetap mengeluarkan asap hasil pembakaran rokok itu sendiri, yang disebut asap samping. Hasil pembakaran berupa abu juga tertinggal di dekat gorengan yang dijajakan. Oleh karena itu, asap samping dan abu rokok kemungkinan dapat meningkatkan kadar cemaran logam berat pada gorengan. 2) Minyak goreng dan proses penggorengan Sampel yang digunakan pada penelitian diolah dengan minyak goreng yang baru untuk setiap ulangan. Di lapangan, penjual gorengan umumnya menggunakan minyak goreng yang sama untuk beberapa kali proses penggorengan. Minyak yang telah berkali-kali dipakai menggoreng memiliki kemungkinan mengandung cemaran logam berat. Penelitian Marbun (2010) menyebutkan bahwa rata-rata kadar timbal pada gorengan sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan yaitu mg/kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan (salah satunya adalah minyak goreng) dapat menambah cemaran logam berat pada gorengan. Minyak goreng yang telah mengandung cemaran logam berat tersebut akan berdifusi ke dalam pangan akibat proses penggorengan. Dengan demikian cemaran logam berat pada gorengan akan meningkat. 29

15 3) Udara sekitar Gorengan yang dijajakan di pinggir jalan memiliki kemungkinan yang besar untuk terkontaminasi logam berat dari udara bebas di sekitar lokasi penjualan. Cemaran tersebut terutama berasal dari asap kendaraan bermotor. Kadar cemaran logam berat pada gorengan akan meningkat dengan semakin lamanya waktu pemajanan (Marbun 2010). Gorengan yang terpajan tiga jam setelah diangkat dari kuali memiliki kadar timbal mg/kg, sedangkan gorengan yang telah terpajan enam jam memiliki kadar timbal mg/kg. Kadar cemaran tersebut mendekati cemaran timbal pada gorengan setelah dipajankan asap 6 rokok ( mg/kg) dan 12 rokok ( mg/kg). Cemaran logam berat juga dapat berasal dari perokok yang berada di sekitar lokasi penjualan gorengan. Oleh karena itu, udara sekitar yang mengandung cemaran logam berat dapat meningkatkan kadar cemaran logam berat pada gorengan. 30

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Sampel yang digunakan adalah gorengan berlapis tepung yang diolah sendiri. Jenis gorengan yang diolah mengacu pada hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Penggorengan Penggorengan adalah salah satu cara pengolahan pangan yang mudah serta banyak diminati. Penggorengan dengan minyak atau lemak banyak dipilih sebagai cara pengolahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seluruh lapisan masyarakat indonesia. Kebutuhan akan minyak goreng setiap tahun mengalami peningkatan karena makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan sangat penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan pinggir jalan adalah salah satu contoh bahan yang beresiko

BAB I PENDAHULUAN. Makanan pinggir jalan adalah salah satu contoh bahan yang beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan pinggir jalan adalah salah satu contoh bahan yang beresiko tercemar kadmium, tembaga dan timbal.makanan dapat menimbulkan berbagai penyakit apabila salah dalam

Lebih terperinci

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S ANALISIS KADAR ABU ABU Residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari bahan menunjukkan : Kadar mineral Kemurnian Kebersihan suatu bahan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek.

BAB I PENDAHULUAN. berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat lebih dari 100 produsen rokok, dimana kebanyakan berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek. Produsen rokok yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang

BAB I PENDAHULUAN. Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Kualitas dari udara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Kota Tengah Kecamatan Kota Tengah merupakan pemekaran dari Kecamatan Kota Utara, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor

Lebih terperinci

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia ANALISIS LOGAM ARSENIK (AS) DAN KADMIUM (CD) PADA SAYUR BAYAM HIJAU (AMARANTHUS TRICOLOR) TERHADAP BAYAM MERAH (BLITUM RUBRUM) DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA) Muhammad Ridwan Harahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA JAJANAN PINGGIRAN JALAN KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Oleh Zulyaningsih Tuloly NIM :

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA JAJANAN PINGGIRAN JALAN KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Oleh Zulyaningsih Tuloly NIM : ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA JAJANAN PINGGIRAN JALAN KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Oleh Zulyaningsih Tuloly NIM : 811 409 019 ABSTRAK Zulyaningsih Tuloly. 2013. Analisis Kandungan Timbal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu jenis ikan olahan yang dikemas dalam kaleng. Ikan tuna memiliki kualitas daging yang sangat baik, lembut, dan lezat, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, banyak terjadi perubahan dalam berbagai hal, khususnya dalam hal peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi. Seiring dengan kenaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok dan Merokok Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. Merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. (Kamus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan oleh Timah Hitam (Pb) yang ditimbulkan dari asap kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan oleh Timah Hitam (Pb) yang ditimbulkan dari asap kendaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia, terutama di kota-kota di Pulau Jawa berkembang dengan sangat pesat. Kondisi tersebut ditandai oleh adanya peningkatan secara kuantitatif maupun

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa)

EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa) EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa) D 03 Putut Har Riyadi*, Apri Dwi Anggo, Romadhon Prodi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Pemeriksaan senyawa boraks pada bakso secara kualitatif dilakukan di Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Williem

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor (Chandra,

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT

ABSTRAK ABSTRACT 29 Analisis Cd Pada Sediaan EyeShadow Dari Pasar Kiaracondong Bandung Analysis of Cadmiumon on EyeShadow Derived From Kiaracondong Market Bandung Fenti Fatmawati 1,, Ayumulia 2 1 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sangat penting untuk kehidupan, karena telah sama diketahui bahwa tidak satu pun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung terus tanpa tersedianya air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini batik sudah menjadi sebuah gaya busana yang memiliki banyak peminat, di kalangan menengah ke atas maupun kalangan ekonomi lemah, baik tua maupun muda. Terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam suatu lingkungan sehingga menurunkan kualitas lingkungan tersebut dan terkontaminasi zat-zat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pekerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3. UU No 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pekerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3. UU No 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian buruh Buruh adalah salah satu profesi pekerjaan yang diperintah dan dipekerjakan yang berfungsi sebagai salah satu komponen dalam proses produksi (ml.scribd.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disimpan sebagai cadangan di dalam tubuh. Proses biologis di dalam tubuh

BAB I PENDAHULUAN. disimpan sebagai cadangan di dalam tubuh. Proses biologis di dalam tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sangat vital bagi kehidupan karena air adalah komponen utama cairan tubuh. Seseorang dapat bertahan hidup selama 8 minggu tanpa makan, tetapi tanpa air hanya dapat

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ARSEN (As) DAN TIMBAL (Pb) PADA MINYAK GORENG PEMAKAIAN BERULANG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS KADAR ARSEN (As) DAN TIMBAL (Pb) PADA MINYAK GORENG PEMAKAIAN BERULANG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM As-Syifaa Vol 09 (01) : Hal. 11-16, Juli 2017 ISSN : 2085-4714 ANALISIS KADAR ARSEN (As) DAN TIMBAL (Pb) PADA MINYAK GORENG PEMAKAIAN BERULANG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Aminah, Rahmawati,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini. Rokok oleh sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB KADAR ABU & MINERAL 1 PENDAHULUAN Analisis kadar abu penting untuk bahan atau produk pangan Menunjukkan kualitas seperti pada teh, tepung, atau gelatin Merupakan perlakuan awal untuk menentukan jenis mineral

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran lingkungan oleh logam berat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

ANALISIS CEMARAN LOGAM BERAT DALAM SEDIAAN OBAT HERBAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SITI RAHMAH PADANG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS CEMARAN LOGAM BERAT DALAM SEDIAAN OBAT HERBAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SITI RAHMAH PADANG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS CEMARAN LOGAM BERAT DALAM SEDIAAN OBAT HERBAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SITI RAHMAH PADANG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Zulharmita 1), Meta Zulfaretna 1), Sestry Misfadhila 1) 1) Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan alam, semakin menambah kepekatan udara (Yuantari, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan alam, semakin menambah kepekatan udara (Yuantari, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat polusi terparah di dunia. Terlebih lagi dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan bermotor yang tidak peduli

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia D III Analis Kesehatan Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia D III Analis Kesehatan Fakultas BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Paru merupakan suatu organ respiratorik yang memiliki area permukaan alveolus seluas 40 m 2 untuk pertukaran udara antara O 2 dengan CO 2. 1 Kelainan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai campuran bensin. Fungsi timbal di sini bertujuan untuk mengontrol

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai campuran bensin. Fungsi timbal di sini bertujuan untuk mengontrol BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Timbal atau timah hitam merupakan senyawa kimia yang digunakan sebagai campuran bensin. Fungsi timbal di sini bertujuan untuk mengontrol bilangan oktan pada bahan bakar,

Lebih terperinci

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat dengan diameter kurang dari 10 µm, sulfur dioksida (SO2), ozon troposferik, karbon monoksida (CO),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor. Sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut tersebut dapat berupa positif maupun negatif. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis penyakit, baik lokal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pemasaran global saat ini, apabila kita mengunjungi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pemasaran global saat ini, apabila kita mengunjungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pemasaran global saat ini, apabila kita mengunjungi pasar tradisional, supermarket, minimarket ataupun warung-warung yang ada di pinggir jalan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi

I. PENDAHULUAN. Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi dapat menyebabkan polusi udara. Banyak kota di seluruh dunia sekarang menghadapi masalah pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut telah membawa manusia ke era baru

Lebih terperinci

ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM FENTI FATMAWATI 1,, AYUMULIA 2 1 Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung. email: fenti.fatmawati@stfb.ac.id.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sayur-sayuran berupa bagian dari tanaman

BAB I PENDAHULUAN. semua itu sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sayur-sayuran berupa bagian dari tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayur-mayur merupakan makanan yang sangat menyehatkan bagi tubuh karena memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizinya meliputi mineral, lemak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

Makanan Gorengan Pembawa Kanker?

Makanan Gorengan Pembawa Kanker? 01 Oct 2007 Makanan Gorengan Pembawa Kanker? Makanan yang digoreng atau populer disebut gorengan, ternyata bukan hanya meningkatkan kadar kolesterol darah serta menyebabkan terjadinya peningkatan risiko

Lebih terperinci

Air mineral SNI 3553:2015

Air mineral SNI 3553:2015 Standar Nasional Indonesia ICS 67.160.20 Air mineral Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL OLEH KELOMPOK 8 1. NI WAYAN NIA ARISKA PURWANTI (P07134013010) 2. NI KADEK DWI ANJANI (P07134013021) 3. NI NYOMAN SRI KASIHANI (P07134013031) 4. GUSTYARI JADURANI GIRI (P07134013039)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang dikembangkan dan memiliki prospek yang bagus serta memiliki kandungan gizi yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan hanya

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan sesuai dengan metode penelitian seperti tampak pada Gambar 3.1. identifikasi masalah penentuan titik sampling penentuan metode sampling

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permen merupakan suatu produk makanan yang dibuat dari campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa (Buckle, K.A,2007). Permen sangat diminati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

EVALUASI KADAR CEMARAN

EVALUASI KADAR CEMARAN EVALUASI KADAR CEMARAN Pb dan Cd DALAM IKAN BANDENG (Chanos chanos) PADA DAERAH PERIKANAN DI SEKITAR KAWASAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup dewasa ini salah satunya disebabkan oleh aktifitas kendaran bermotor yang menjadi sumber pencemaran udara. Gas-gas beracun penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode expost facto. Ini berarti analisis dilakukan berdasarkan fakta dan data yang sudah terjadi. Dengan demikian penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS TIMBAL, TEMBAGA, DAN SENG DALAM SUSU SAPI SEGAR YANG BEREDAR DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS TIMBAL, TEMBAGA, DAN SENG DALAM SUSU SAPI SEGAR YANG BEREDAR DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS TIMBAL, TEMBAGA, DAN SENG DALAM SUSU SAPI SEGAR YANG BEREDAR DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALYSIS OF LEAD, COPPER, AND ZINC IN FRESH COW S MILKS COMMERCIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijual kembali (Godam, 2008). Produk Konsumen menjadi kebutuhan sehari hari bagi

BAB I PENDAHULUAN. dijual kembali (Godam, 2008). Produk Konsumen menjadi kebutuhan sehari hari bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk Konsumen adalah produk barang atau jasa yang konsumennya adalah konsumen rumah tangga sebagai pemakai akhir di mana produk dari produsen yang terjual dan dibeli

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde,

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Formalin (CH 2 O) merupakan senyawa kimia yang terdiri dari hidrogen, oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde, methanal, methylen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan industri di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan berkembangnya kegiatan industri tidak selalu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 39 BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 3.1. Alat-alat dan bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Lampu hallow katoda - PH indikator universal - Alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedugul adalah pusat produksi pertanian hortikultura dataran tinggi di Bali yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

Air mineral alami SNI 6242:2015

Air mineral alami SNI 6242:2015 Standar Nasional Indonesia Air mineral alami ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12 LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-080-IDN Bahan atau produk yang Jenis Pengujian atau sifat-sifat yang Spesifikasi, metode pengujian, teknik yang Kimia/Fisika Pangan Olahan dan Pakan Kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Bakso tusuk yang diperiksa adalah sebanyak 34 sampel yang diambil dari 17 kecamatan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 3 dan 4 berikut adalah hasil

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu zaman yang bergerak di ruang lingkup dunia. Era ini mengakibatkan beberapa perubahan penting dalam sektor kehidupan. Era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea

BAB I PENDAHULUAN. rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang cukup banyak, yang lazim ditanam di Indonesia, antara lain kubis, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubis rabi, dan kale.

Lebih terperinci