CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK PERTANIAN, PENYAKIT YANG DITIMBULKAN DAN PENCEGAHANNYA. Titiek F. Djaafar dan Siti Rahayu

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III. Menggunakan Jaringan

PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 2007/ 2008 UJIAN SEMESTER GANJIL

Transformasi Laplace Bagian 1

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DAN SNOWBALL THROWING

15. Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan yang berubah-ubah seperti yang digambarkan pada grafik berikut ini.

PENGENDALIAN CEMARAN MIKROBA PADA BAHAN PANGAN ASAL TERNAK (DAGING DAN SUSU) MULAI DARI PETERNAKAN SAMPAl DIHIDANGKAN.

ULANGAN IPA BAB I GERAK PADA MAKHLUK HIDUP DAN BENDA

Lag: Waktu yang diperlukan timbulnya respons (Y) akibat suatu aksi (X)

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

PENENTUAN UMUR SIMPAN PADA PRODUK PANGAN. Heny Herawati

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

UJIAN TENGAH SEMESTER EKONOMETRIKA TIME SERIES (ECEU601302) SEMESTER GASAL

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI

PENILAIAN TEGANGAN SENTUH DAN TEGANGAN LANGKAH DI GARDU INDUK KONVENSIONAL DAN BERISOLASI GAS

BAB KINEMATIKA GERAK LURUS

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID DENGAN METODA MULTIPLE INTEGRATION

IV. METODE PENELITIAN

Perancangan Sistem Kontrol dengan Tanggapan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN

SISTEM USAHA TANI TERINTEGRASI TANAMAN-TERNAK SEBAGAI RESPONS PETANI TERHADAP FAKTOR RISIKO. Tjeppy D. Soedjana

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

PENGETAHUAN RESPONDEN (Pilihlah jawaban yang benar) 1. Apa yang ibu ketahui tentang tablet zat besi? a. Tablet tambah darah yang berwarna merah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KINERJA SISTEM PENTANAHAN PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 kv NGIMBANG- LAMONGAN DENGAN METODE FINITE ELEMENT METHOD (FEM)

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

III. METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL. Sudarno Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

Ulangan Bab 3. Pembahasan : Diketahui : s = 600 m t = 2 menit = 120 sekon s. 600 m

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

STRATEGI KOMUNIKASI MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN. Parlaungan Adil Rangkuti

PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA INDONESIA YANG KOMPETITIF PADA SITUASI PERSAINGAN YANG ADIL

RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR

BAB 3 GAMBARAN UMUM BADAN PUSAT STATISTIK Sejarah Singkat BPS (Badan Pusat Statistik) A. Masa Pemerintahan Hindia Belanda

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

POTENSI ULAT SAGU DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA. Sjahrul Bustaman

REPRESENTASI INTEGRAL STOKASTIK UNTUK GERAK BROWN FRAKSIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB II TINJAUAN TEORITIS

daerah domain 0 t 100, tentukan nilai λ(64). a b c d => b

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI

III. METODE PENELITIAN

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

PERENCANAAN PRODUKSI DISAGREGAT: STUDI KASUS PRODUKSI PAKAN TERNAK DI PT CHAROEN POKPHAND INDONESIA BALARAJA

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

IV. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

PENJADWALAN PEMBUATAN BOX ALUMININUM UNTUK MEMINIMUMKAN MAKESPAN (Studi Kasus di Perusahaan Karoseri ASN)

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori

ANALISIS INSTRUMEN. Evaluasi Pendidikan

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

Modul ini adalah modul ke-4 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

KINETIKA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. Silvia Reni Yenti,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

Sudaryatno Sudirham. AnalisisRangkaian. RangkaianListrik di KawasanWaktu #3

III. METODOLOGI PENELITIAN

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

MODUL 7 APLIKASI TRANFORMASI LAPLACE

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

KLASIFIKASI DATA PRODUKSI PADI PULAU JAWA MENGGUNAKAN ALGORITMECLASSIFICATION VERSION 4.5 (C4.5)

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

KAJIAN AWAL PENGEMBANGAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) (STUDI KASUS PADA TANG JEPIT JAW LOCKING PLIERS)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)

INFORMASI KEPUSTAKAAN PRIMA TANI JAWA BARAT

Transkripsi:

CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK PERTANIAN, PENYAKIT YANG DITIMBULKAN DAN PENCEGAHANNYA Tiiek F. Djaafar dan Sii Rahayu Balai Pengkajian Teknologi Peranian Yogyakara, Jalan Rajawali No. 28, Demangan Baru, Yogyakara 55281 ABSTRAK Akhir-akhir ini di Indoneia banyak erjadi kau keracunan aau penyaki yang diakibakan mengkonumi makanan yang ercemar oleh mikroba paogen eperi kau almoneloi aau makanan kedaluwara. Kau keracunan makanan elama ahun 2003 2005 yang diberiakan oleh berbagai media maa, dapa memberikan gambaran enang kondii keamanan pangan di Indoneia. Dari 18 kau keracunan makanan yang erjadi pada ahun 2003, 83,30% diebabkan oleh bakeri paogen, dan pada ahun 2004 dan 2005 maing-maing 60% dari 41 kau dan 72,20% dari 53 kau. Tulian ini berujuan unuk mengula cemaran mikroba pada produk peranian ebagai bahan pangan era unuk memberikan pemahaman dan keadaran enang peningnya menghailkan produk peranian yang bermuu, aman, bergizi, dan halal. Cemaran mikroba dapa erjadi pada emua produk peranian, baik produk peernakan, anaman pangan, horikulura maupun perikanan. Oleh karena iu, proe produki peranian haru menerapkan iem keamanan pangan mulai dari ahap budi daya hingga makanan iap anap (from farm o able). Penerapan iem keamanan pangan naional perlu didukung berbagai pihak, baik produen, pemerinah maupun konumen. Kaa kunci: Produk peranian, cemaran mikroba, keamanan pangan ABSTRACT Microbial conaminaion on agriculural produc, i pile dieae and prevenion There are a lo of poioned cae or dieae in Indoneia caued by microbial conaminaed food a he almonelloi, even by expired food. The cae of food poioning beween 2003 2005 repored by ma media gave he informaion abou condiion of food afey in Indoneia. In 2003, from 18 cae, 83.30% wa caued by bacerial pahogen, and in 2004 and 2005, he figure were 60% from 41 cae and 72.20% from 53 cae, repecively. Thi aricle reviewed he exience of microbial in he agriculural produc a food and gave underanding and awarene o all of u abou he imporance o produce cerifiable agriculural produc, lowful nuriiou and afey o be conumed. Microbial conaminaion occurred in all agriculural produc, i.e. liveock and diary produc, food crop, horiculure and alo fiherie. Therefore, agriculural producion procee have o apply food afey yem aring from he farm o he able. Applicaion of naional food afey yem require uppor from producer, governmen, and conumer. Keyword: Agriculural produc, microbial conaminaion, food afey Pangan merupakan kebuuhan paling daar bagi manuia. Oleh karena iu, keerediaan pangan yang cukup, baik kualia maupun kuanianya, eru diupayakan oleh pemerinah anara lain melalui program keahanan pangan. Melalui program erebu diharapkan mayaraka dapa memperoleh pangan yang cukup, aman, bergizi, eha, dan halal unuk dikonumi. Produk peranian ebagai umber pangan, baik pangan egar maupun olahan, haru elalu erjamin keamanannya agar mayaraka erhindar dari bahaya mengkonumi pangan yang idak aman. Dengan menghailkan produk peranian aau bahan pangan yang aman dan bermuu maka cira Indoneia di lingkungan mayaraka inernaional akan meningka pula (Rahayu 2005). Perdagangan global memberikan dampak erhadap produk peranian, baik produk hewani maupun anaman pangan, yaiu munculnya iu keamanan pangan. Iu erebu ering diberiakan media maa ehingga mempunyai pengaruh cukup bear erhadap keadaran dan perhaian mayaraka Indoneia. Beberapa iu enang keamanan pangan produk peranian yang mereahkan mayaraka adalah kau anrak, keracunan uu, avian influenza (flu burung), cemaran mikroba paogen pada produk ernak, dan cemaran aflaokin pada jagung dan kacang anah (Wuryaningih 2005; Dharmapura 2006; Rahmianna 2006). Induri pangan di Indoneia berkembang pea, baik induri kecil, menengah maupun bear, dengan orienai ekpor maupun unuk memenuhi kebuuhan domeik. Perkembangan ini berdampak poiif bagi ekor peranian era akan Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007 67

mendorong erbukanya keempaan kerja. Seiring dengan perkembangan erebu, unuan konumen akan pangan yang aman, eha, uuh, halal, dan bermuu juga meningka euai dengan makin membaiknya ingka kehidupan mayaraka. Bahkan mayaraka di negara-negara maju elah menunu adanya jaminan muu ejak awal proe produki hingga produk di angan konumen (from farm o able). Tulian ini menyajikan ulaan enang cemaran mikroba pada produk peranian ebagai bahan pangan. Informai yang diajikan diharapkan dapa memberikan pemahaman dan keadaran akan peningnya menghailkan produk peranian yang bermuu, aman, bergizi, eha, dan halal dalam upaya menerapkan pengamanan pada eiap maa ranai produki pangan. CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK TERNAK Unuk menghadapi anangan paar global maka Indoneia haru mampu menghailkan produk pangan hewani yang aman, eha, uuh, dan halal (ASUH). Keamanan pangan (food afey) merupakan unuan uama konumen. Perminaan pangan hewani (daging, elur, dan uu) dari waku ke waku cenderung meningka ejalan dengan perambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup, peningkaan keadaran akan gizi, dan perbaikan pendidikan mayaraka. Karyno e al. (2004) menyaakan, dalam daawara mendaang akan erjadi perubahan pola konumi mayaraka berupa peningkaan perminaan produk peernakan dan horikulura. Perminaan produk ernak meningka ecara nyaa dari 1.445.000 on pada ahun 2000 menjadi 1.931.400 on pada ahun 2004 (Yogawara dan Seia 2005). Produk pangan aal ernak beriiko inggi erhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi keehaan manuia. Beberapa penyaki yang diimbulkan oleh pangan aal ernak adalah penyaki anrak, almoneloi, brucelloi, uberkuloi, kloridioi, dan penyaki akiba cemaran Saphylococcu aureu (Supar dan Ariyani 2005). Seelah ernak dipoong, mikroba yang erdapa pada hewan mulai meruak jaringan ehingga bahan pangan hewani cepa mengalami keruakan bila idak mendapa penanganan yang baik. Mikroba pada produk ernak eruama beraal dari aluran pencernaan. Apabila daging ercemar mikroba aluran pencernaan maka daging erebu dapa membawa bakeri paogen eperi Salmonella. Menuru Rahayu (2006b), bakeri paogen dari daging yang ercemar dapa mencemari bahan pangan lain eperi ayuran, buah-buahan, dan makanan iap anap bila bahan pangan erebu dileakkan berdekaan dengan daging yang ercemar. Oleh karena iu, penjualan daging di paar ebaiknya dipiahkan dengan bahan pangan lain, eruama makanan iap anap. Cemaran Mikroba pada Ungga dan Produk Olahannya Salah au peryaraan kualia produk ungga adalah beba mikroba paogen eperi Salmonella p., Saphylococcu aureu, Echerichia coli, dan Campylobacer p. Banyak kau penyaki yang diakibakan oleh cemaran mikroba paogen (foodborne dieae) pada daging ungga maupun produk olahannya. Sebagai conoh yang ering erjadi di Eropa dan Amerika Serika adalah kau penyaki yang diebabkan oleh Salmonella eneriidi yang diularkan melalui daging ayam, elur, dan produk olahannya (Baumler e al. 2000). Daging ungga cocok unuk perkembangan mikroba, karena ungga dalam kehidupannya elalu berenuhan dengan lingkungan yang koor. Karka ayam menah paling ering dikaikan dengan cemaran Salmonella dan Campylobacer yang dapa menginfeki manuia (Raharjo 1999). Berdaarkan hail peneliian, keidakamanan daging ungga dan produk olahannya di Indoneia diebabkan oleh beberapa fakor, anara lain ingka pengeahuan peernak, keberihan kandang, era aniai air dan pakan. Menuru Nugroho (2005), cemaran Salmonella pada peernakan ayam di daerah Sleman Yogyakara mencapai 11,40% pada daging dan 1,40% pada elur. Saniai kandang yang kurang baik dapa menyebabkan imbulnya cemaran mikroba paogen yang idak diinginkan. Campylobacer jejuni merupakan alah au bakeri paogen yang mencemari ayam maupun karkanya. Cemaran bakeri ini pada ayam idak menyebabkan penyaki, eapi mengakibakan penyaki yang dikenal dengan nama campylobacerioi pada manuia. Penyaki erebu diandai dengan diare yang heba dierai demam, kurang nafu makan, munah, dan leukoioi. Sekiar 70% kau campylobacerioi pada manuia diebabkan oleh cemaran C. jejuni pada karka ayam. Cemaran C. jejuni di Indoneia cukup inggi. Menuru Poloengan e al. (2005), 20 100% daging ayam yang dipaarkan di Jakara, Bogor, Sukabumi, dan Tangerang ercemar bakeri C. jejuni. Oleh karena iu, berkembangnya induri jaa boga di Indoneia perlu mendapakan perhaian, eruama dalam kaiannya dengan penyediaan pangan yang beraal dari ungga. Produk olahan ungga eperi ae ayam, ayam panggang maupun ayam opor yang diproduki oleh induri jaa boga juga beriiko ercemar mikroba. Pengolahan ae ayam yang memerlukan waku penyiapan yang panjang menyebabkan produk ini renan erhadap cemaran mikroba. Harmayani e al. (1996) menyebukan karka ayam menah yang digunakan ebagai bahan ae pada uau induri jaa boga elah ercemar S. aure ebanyak 1,60 x 10 6 CFU/g. Hal ini perlu mendapa perhaian karena S. aureu mampu memproduki enerookin yang ahan erhadap pana. Bergdoll (1990) menyaakan, S. aureu 10 5 CFU/g merupakan pedoman erhadap kerawanan adanya okin erebu. Namun berdaarkan hail peneliian, enerookin belum dapa erdeeki pada oal S. aureu >10 6 CFU/g. Pada kau-kau keracunan makanan, biaanya jumlah S. aureu mencapai 10 8 CFU/g aau lebih (Harmayani e al. 1996). Pemanaan dapa menurunkan oal S. aureu menjadi 2,60 x 10 3. Oleh karena iu, dalam pengolahan ae ayam ada beberapa ahap yang perlu diperhaikan ebagai iik kendali krii, yaiu ahap penyiapan (pemoongan dan penuukan), pembekuan, pemanggangan, era pengangkuan dan penyajian (Harmayani e al. 1996). Produk lain dari induri jaa boga yang biaa diajikan dalam acara perkawinan aau peremuan adalah ayam panggang bumbu ae. Berdaarkan hail pengujian Harmayani e al. (1996), karka ayam menah yang digunakan ebagai bahan daar pembuaan ayam panggang bumbu ae memiliki oal bakeri 6,50 x 10 7 CFU/g dan oal S. aureu 7,30 x 10 5 CFU/g. Karka ayam menah diproe 68 Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007

melalui ahap pencucian dan perebuan. Pada akhir ahap perebuan, oal bakeri menurun menjadi 1,70 x 10 6 CFU/g dan oal S. aureu < 10 3 CFU/g. Seelah pembakaran, oal S. aureu berkurang lagi menjadi 5 x 10 2 CFU/g. Namun populai S. aureu meningka menjadi 1,50 x 10 4 CFU/ g elama proe pengangkuan dan menunggu waku diajikan (pada uhu kamar elama 7,50 jam). Oleh karena iu, penyajian merupakan ahap pening yang perlu mendapa perhaian. Sebaiknya ayam panggang bumbu ae diajikan dalam keadaan pana ehingga dapa menekan populai mikroba. Selain ae dan ayam panggang bumbu ae, di paar juga banyak beredar bako ayam, alah au produk yang digunakan ebagai bahan pengii up pada induri jaa boga. Bako ayam ering diproduki endiri oleh induri jaa boga. Menuru Harmayani e al. (1996), karka ayam menah yang digunakan unuk membua bako ayam ercemar S. aureu 1,40 x 10 5 CFU/g dengan oal bakeri 1,90 x 10 7 CFU/g. Namun melalui proe pemanaan aau pengolahan, oal S. aureu menurun menjadi 4,30 x 10 3 CFU/g dan oal bakeri menjadi 6,40 x 10 5 CFU/g. Walaupun oal mikroba elama pengolahan menurun, angka erebu maih inggi. Menuru SNI 01-3818-1995, cemaran S. aureu dalam produk bako makimal 1 x 10 2 CFU/g, oal bakeri makimal 1 x 10 5 CFU/g, dan negaif erhadap Salmonella. Bakeri paogen lain yang ering mencemari daging ayam dan produk olahannya adalah Salmonella. Kewandani (1996) menyaakan, karka ayam yang digunakan dalam induri jaa boga di Daerah Iimewa Yogyakara udah ercemar bakeri Salmonella p. 6,10 x 10 5 CFU/g dengan oal bakeri > 3 x 10 8 CFU/ g. Padahal baa makimum cemaran mikroba dalam karka ayam menah berdaarkan SK Dirjen POM No. 03726/8/SK/ VII/85 adalah 10 6 CFU/g dan haru negaif dari Salmonella p. Jika mengacu pada perauran iu maka kualia karka ayam yang digunakan dalam induri jaa boga erebu udah ergolong buruk. Apalagi ingka cemaran Salmonella p. ebanyak 10 5 CFU/g udah dalam ambang yang membahayakan konumen. Namun demikian, proe pemaakan aau pemanaan dapa menurunkan cemaran mikroba menjadi 10 3 CFU/g dan negaif erhadap Salmonella p. (Kewandani 1996). Cemaran Mikroba pada Telur dan Produk Olahannya Telur merupakan produk ungga yang elalu dihubungkan dengan cemaran Salmonella. Cemaran Salmonella pada elur dapa beraal dari kooran ayam dalam kloaka aau dalam kandang. Secara alami, cangkang elur merupakan pencegah yang baik erhadap cemaran mikroba. Cemaran bakeri dapa erjadi pada kondii uhu dan kelembapan yang inggi. Cemaran pada elur bebek lebih banyak dibanding pada elur ayam. Apabila penanganan elur idak dilakukan dengan baik, mialnya kooran ungga maih menempel pada cangkang elur, maka kemungkinan Salmonella dapa mencemari elur, eruama aa elur dipecah. Cemaran mikroba erebu dapa dikurangi dengan cara mencuci dan mengema elur ebelum dipaarkan. Cemaran Mikroba pada Daging Sapi dan Produk Olahannya Daging api banyak dikonumi oleh mayaraka eelah daging ayam. Daging api mudah ruak dan merupakan media yang cocok bagi perumbuhan mikroba, karena ingginya kandungan air dan gizi eperi lemak dan proein. Keruakan daging dapa diebabkan oleh perubahan dalam daging iu endiri (fakor inernal) maupun karena fakor lingkungan (ekernal). Daging yang ercemar mikroba melebihi ambang baa akan menjadi berlendir, berjamur, daya impannya menurun, berbau buuk dan raa idak enak era menyebabkan gangguan keehaan bila dikonumi. Beberapa mikroba paogen yang biaa mencemari daging adalah E. coli, Salmonella, dan Saphylococcu p. Kandungan mikroba pada daging api dapa beraal dari peernakan dan rumah poong hewan yang idak higieni (Mukarini e al. 1995). Oleh karena iu, aniai aau keberihan lingkungan peernakan maupun rumah poong hewan perlu mendapa perhaian. Proe pengolahan daging yang cukup lama juga memungkinkan erjadinya cemaran mikroba pada produk olahannya. Produk olahan daging eperi korne dan oi haru memenuhi yara muu yang udah dieapkan. Berdaarkan SNI 01-3820-1995, cemaran Salmonella pada oi daging haru negaif, Cloridium perfringen negaif, dan S. aureu makimal 10 2 koloni/g. Cemaran Mikroba pada Suu dan Produk Olahannya Suu merupakan bahan pangan yang beraal dari ekrei kelenjar ambing pada hewan mamalia eperi api, kambing, kerbau, dan kuda. Suu mengandung proein, lemak, lakoa, mineral, viamin, dan enzim-enzim (Lamper 1980). Suu api yang beraal dari api yang eha dapa ercemar mikroba nonpaogen yang kha egera eelah diperah. Pencemaran juga dapa beraal dari api, peralaan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang berih, debu, udara, lala dan penanganan oleh manuia (Volk dan Wheeler 1990). Unuk dapa dikonumi, uu haru memenuhi peryaraan keamanan pangan karena uu mudah erkonaminai mikroba (bakeri, kapang, dan khamir), baik paogen maupun nonpaogen dari lingkungan (peralaan pemerahan, operaor, dan ernak), reidu peiida, logam bera dan aflaokin dari pakan era reidu anibioik aa pengobaan penyaki pada ernak. Kandungan mikroba yang inggi menyebabkan uu cepa ruak ehingga Induri Pengolahan Suu (IPS) kadangkadang idak dapa menerima aau membeli uu dari peernak. Akibanya, ebagian bear IPS menggunakan bahan daar uu impor. Perumbuhan mikroba dalam uu dapa menurunkan muu dan keamanan pangan uu, yang diandai oleh perubahan raa, aroma, warna, konieni, dan penampakan. Oleh karena iu, uu egar perlu mendapa penanganan dengan benar, anara lain pemanaan dengan uhu dan waku erenu (paeuriai) unuk membunuh mikroba yang ada. Apabila idak eredia pendingin, eelah diperah uu dapa diberi enyawa hioiana dan hidrogen perokida unuk memakimalkan kerja lakoperokidae (enzim dalam uu yang berifa bakerioaik). Namun, penggunaan enyawa erebu maih dikaji eruama efekivia dan reidunya (Thahir e al. 2005). Mikroba paogen yang umum mencemari uu adalah E. coli. Sandar Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007 69

Naional Indoneia ahun 2000 menyarakan bakeri E. coli idak erdapa dalam uu dan produk olahannya. Bakeri E. coli dalam air uu maupun produk olahannya dapa menyebabkan diare pada manuia bila dikonumi. Beberapa bakeri paogen yang umum mencemari uu adalah Brucella p., Bacillu cereu, Lieria monocyogene, Campylobacer p., Saphylococcu aureu, dan Salmonella p. (Adam dan Moarjemi 1999). Menuru Thahir e al. (2005), bahan daar uu paeuriai pada beberapa produen uu di Jawa Bara mengandung oal mikroba 10 4 10 6 CFU/g uu, namun proe paeuriai dapa menurunkan kandungan mikroba hingga 0 10 3 CFU/g uu. Sandar Naional Indoneia (SNI 01-6366-2000) menyarakan ambang baa cemaran mikroba yang diperbolehkan dalam uu adalah 3 x 10 4 CFU/g ehingga uu paeuriai yang dihailkan oleh produen uu di Jawa Bara aman dikonumi. Proe pengolahan uu memungkinkan erjadinya cemaran mikroba pada produk olahannya. Syara muu produk olahan uu eperi keju dan uu bubuk dieapkan dalam SNI 01-2980-1992 dan SNI 01-3775-1995. yang paling berbahaya bagi keehaan manuia adalah aflaokin B 1. Berdaarkan kepuuan Kepala Badan Pengawaan Oba dan Makanan Nomor HK.00.05.1.4057 anggal 9 Sepember 2004, baa makimum kandungan aflaokin B 1 dan aflaokin oal pada produk olahan jagung dan kacang anah maing-maing adalah 20 ppb dan 35 ppb. Semenara iu Codex Alimenariu Commiion pada ahun 2003 menenukan baa makimum kandungan aflaokin oal pada kacang anah yang akan diproe ebear 15 ppb. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan keamanan pangan di Indoneia maih jauh di bawah negaranegara maju. Cemaran A. flavu pada aa budi daya dipengaruhi oleh beberapa fakor, anara lain uhu anah, lenga anah, kandungan unur hara dalam anah (Zn dan Ca), era hama dan penyaki (Rahmianna 2006). A. flavu akan lebih kompeiif jika lenga anah rendah, kelembapan udara inggi (90 98%), dan uhu anah 17 42 C. Menuru Dharmapura (2006), kandungan aflaokin oal pada jagung pipil lebih inggi dibanding jagung ongkol. Dari 35 ampel yang diuji, emua ampel ercemar oleh aflaokin B 1 era 31% ercemar aflaokin B 2 dengan oal aflaokin berkiar anara 48,10 213,80 ppb. Cemaran aflaokin pada jagung berganung pada kondii lingkungan dan perlakuan pacapanen (Gambar 1 dan 2). Jagung yang ercemar aflaokin, apabila digunakan ebagai pakan maka aflaokin akan mauk ke dalam ubuh ernak (ungga dan ruminania) dan erakumulai pada daging maupun hai (Rahayu 2006b). Cemaran aflaokin juga ering dijumpai pada kacang anah dan produk olahannya eperi bumbu pecel. Cemaran aflaokin pada kacang anah di ingka peani maupun pengecer dapa mencapai lebih dari 100 ppb. Menuru Dharmapura (2006), cemaran aflaokin oal pada olahan kacang anah eperi bumbu pecel dapa mencapai raa-raa 41,60 ppb dan pada ening-ening gepuk 20,80 ppb. Selain aflaokin, fumoniin juga merupakan alah au mikookin yang dihailkan kapang Fuarium moniliforme. Kapang ini umumnya menyerang produk peranian eperi jagung, namun peneliian enang mikookin belum banyak dilakukan. CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK TANAMAN PANGAN Produk anaman pangan eperi erealia dan kacang-kacangan merupakan media yang baik bagi perumbuhan mikroba, khuunya kapang (jamur/cendawan). Cemaran kapang dapa erjadi aa anaman maih di lapang, yang dikenal dengan cemaran prapanen, maupun elama penanganan pacapanen. Kapang yang umum mencemari erealia dan kacangkacangan adalah Apergillu flavu dan A. paraiicu yang anga berbahaya bagi keehaan manuia. Kedua jeni kapang ini dapa menghailkan aflaokin yang merupakan econdary meabolic produc dan berifa okik bagi manuia. Aflaokin merupakan molekul kecil yang idak uka erhadap air, ahan erhadap perlakuan fiik, kimia maupun biologi dan ahan erhadap uhu inggi (Rahayu 2006a). Aflaokin yang umum dijumpai adalah aflaokin B 1, B 2, G 1, G 2, M 1, dan M 2 (Agu e al. 2006; Silalahi 2006). Dari enam jeni aflaokin erebu, Gambar 1. Cara panen dengan membiarkan ongkol mengering di lahan memungkinkan erjadinya cemaran kapang (dok. Rahayu 2006b). Gambar 2. Cemaran Apergillu pada ongkol jagung (dok. Rahayu 2006b). 70 Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007

CEMARAN MIKROBA PADA BUAH DAN SAYUR Buah dan ayur dapa ercemar oleh bakeri paogen dari air irigai yang ercemar limbah, anah, aau kooran hewan yang digunakan ebagai pupuk. Cemaran akan emakin inggi pada bagian anaman yang ada di dalam anah aau deka dengan anah. Mikroba erenu eperi Liver fluke dan Faciola hepaica akan berpindah dari anah ke elada air akiba penggunaan kooran kambing aau domba yang ercemar ebagai pupuk. Air irigai yang ercemar Shigella p., Salmonella p., E. coli, dan Vibrio cholerae dapa mencemari buah dan ayur. Selain iu, bakeri Bacillu p., Cloridium p., dan Lieria monocyogene dapa mencemari buah dan ayur melalui anah. Namun, penanganan dan pemaakan yang baik dan benar dapa memaikan bakeri paogen erebu, kecuali bakeri pembenuk pora. Hail kajian enang ingka cemaran mikroba pada ayuran diajikan pada Tabel 1 dan 2, era kiaran baa makimum konaminai mikroba pada produk pangan pada Tabel 3. Tingka cemaran mikroba pada beberapa jeni ayuran cukup inggi. Menuru Sulaeman dan Nia (2005), ingka cemaran E. coli pada elada, worel, dan oma dari Bogor cukup inggi, yaiu 5,80 x 10 1 hingga 1,80 x 10 3 CFU/g (Tabel 2), padahal peryaraan konaminai E. coli dalam produk pangan haru negaif (Badan Pengawaan Oba dan Makanan 2004). CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK PERIKANAN Tabel 1. Tingka cemaran mikroba pada beberapa jeni ayuran di Jawa Bara dan Jawa Timur (CFU/g). Jeni Jawa Bara Jawa Timur ayuran Peani Paar Swalayan Peani Paar Swalayan radiional radiional Kubi 3,14 x 10 7 4,60 x 10 7 2,80 x 10 7 1,40 x 10 7 4,30 x 10 5 4,50 x 10 5 Toma 1,70 x 10 6 2,50 x 10 7 2 x 10 6 5,40 x 10 4 1,40 x 10 5 3,30 x 10 4 Worel 4,20 x 10 6 5,70 x 10 7 1,90 x 10 7 1,80 x 10 5 6,10 x 10 5 7,40 x 10 5 Sumber: Migiyara dan Munaro (2005). Tabel 2. Tingka konaminai E. coli pada ayuran dari Bogor. Jeni ayuran Produen Jumlah koloni (CFU/g) Selada 1 1,50 x 10 2 2 1,80 x 10 3 3 2,30 x 10 2 Worel 1 2,40 x 10 2 2 5 x 10 2 3 4,50 x 10 1 Toma 1 2,50 x 10 1 2 4,20 x 10 2 3 5,80 x 10 1 Sumber: Sulaeman dan Nia (2005). Tabel 3. Jeni mikroba Baa makimum cemaran mikroba pada produk pangan. Baa makimum (el/g) Echerichia coli 0 10 3 Saphylococcu aureu 0 5 x 10 3 Cloridium perfringen 0 10 2 Vibrio cholerae Negaif V. parahaemolyicu Negaif Salmonella Negaif Enerococci 10 2 10 3 Kapang 50 10 4 Khamir 50 Coliform faecal 0 10 2 Sumber: Badan Pengawaan Oba dan Makanan (2004). Ikan merupakan umber pangan yang mudah ruak karena anga cocok unuk perumbuhan mikroba baik paogen maupun nonpaogen. Keruakan ikan erjadi egera eelah ikan keluar dari air. Keruakan dapa diebabkan oleh fakor inernal (ii peru) dan ekernal (lingkungan), maupun cara penanganan di aa kapal, di empa pendaraan aau di empa pengolahan. Keruakan diandai dengan adanya lendir di permukaan ikan, inang memudar (idak merah), maa idak bening, berbau buuk, dan iik mudah erkelupa. Ikan dari perairan panai ering kali ercemar oleh bakeri Vibrio parahaemolyicu yang dapa menular pada aa ranporai maupun pemaaran. Bakeri yang ering mengkonaminai produk perikanan umumnya merupakan bakeri air eperi V. vulnificu dan V. cholerae (Adam dan Moarjemi 1999). Menuru Badan Pengawaan Oba dan Makanan (2004), cemaran bakeri Vibrio p. dalam produk pangan haru negaif. Bakeri paogen lain di perairan yaiu Proeu morganii, Klebiella pneumoniae, dan Hafnia alvei (Amadjaja e al. 1995). Tiga peie bakeri erebu ering mencemari ikan lau dari famili Scombroidei yang banyak erdapa di perairan Indoneia. Kau keracunan hiamin pada mulanya lebih dikenal ebagai keracunan combroid karena melibakan ikan dari famili Scombroidei, yaiu una, bonio, ongkol, mackerel, dan eerfih. Jeni ikan erebu mengandung hiidin beba dalam jumlah bear pada dagingnya, yang pada kondii erenu dapa diubah menjadi hiamin karena adanya akivia enzim hiidine dekarbokilae dari bakeri yang mencemari ikan erebu. Gejala keracunan hiamin dimulai beberapa meni ampai beberapa jam eelah ikan dikonumi. Gejalanya berupa munah-munah, diare, pembengkakan pada bibir, kejang-kejang, dan kerongkongan eraa erbakar. Gejala ini berlangung kurang dari 12 jam dan dapa diobai dengan erapi anihiamin. PENYAKIT AKIBAT CEMARAN MIKROBA PATOGEN PADA PANGAN Foodborne dieae merupakan penyaki yang diakibakan karena mengkonumi makanan yang ercemar mikroba paogen (Riemann dan Bryan 1979). Lebih dari 90% kejadian penyaki pada manuia diebabkan mengkonumi makanan yang ercemar bakeri paogen, eperi penyaki ipu, dienri, boulime, dan inokikai bakeri lainnya eperi hepaii A (Winarno 1997). Mikroba eruama bakeri yang berifa paogen dapa diemukan di mana aja, di anah, air, udara, anaman, binaang, bahan pangan, peralaan unuk pengolahan bahkan pada ubuh manuia. Pangan membawa berbagai jeni mikroba, yang dapa beraal dari mikroflora alami anaman aau hewan, baik yang beraal dari lingkungan maupun yang mauk elama pemanenan aau penyembelihan, Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007 71

diribui, penanganan pacapanen, pengolahan, era penyimpanan produk. Perumbuhan mikroba erjadi dalam waku ingka dan pada kondii yang euai, anara lain eredianya nurii, ph, uhu, dan kadar air bahan pangan. Kelompok mikroba pembuuk akan mengubah makanan egar menjadi buuk bahkan dapa menghailkan okin (racun), yang kadang-kadang idak menunjukkan andaanda perubahan aau keruakan fiik (bau buuk kurang nyaa) ehingga bahan pangan eap dikonumi. Pada Gambar 3 diajikan infeki mikroba paogen ke dalam pangan dan dampaknya erhadap keehaan manuia. Saluran pencernaan manuia merupakan iem yang erbuka. Apabila mikroba paogen yang erdapa pada makanan iku ermakan maka pada kondii yang euai mikroba paogen akan berkembang biak di dalam aluran pencernaan ehingga menyebabkan gejala penyaki aau ering diebu infeki. Racun aau okin yang dihailkan oleh mikroba paogen yang iku ermakan menyebabkan gejala penyaki yang diebu keracunan aau inokikai. Gejala aku yang diebabkan oleh mikroba paogen adalah diare, munah, dan Lingkungan Suhu Pembuukan Makanan ruak idak dikonumi Pembuuk Mikroba Perumbuhan Bahan pangan (nurii, ph, Aw) Tokin Tokin Inokikai puing-puing bahkan pada kondii yang parah dapa menyebabkan kemaian (Rahayu 2006b). Aflaokin merupakan mikookin yang dihailkan oleh A. flavu aau A. paraiicu dan berifa hepaokarinogen. Apabila ermakan dan erakumulai dalam jumlah yang berlebihan, aflaokin dapa menyebabkan keruakan hai pada manuia (Rahayu 2006b). Sama halnya dengan aflaokin, hiamin yang merupakan racun dari produk perikanan akiba cemaran mikroba paogen dapa menyebabkan keracunan. Gejala keracunan hiamin dimulai beberapa meni ampai beberapa jam eelah makanan dikonumi, anara lain berupa aki kepala, kejangkejang, diare, munah-munah, kuli bergari merah, pembengkakan pada bibir, dan kerongkongan eraa erbakar. Gejala ini umumnya berlangung kurang dari 12 jam dan dapa diobai dengan erapi anihiamin (Amadjaja e al. 1995). Paogen bawaan dari makanan eperi Cloridium boulinum anga berkaian dengan penyaki ekraineinal aku, yang dapa menyebabkan indrom neuroparalii dan ering kali berakiba faal. Penyaki ekraineinal juga dapa Paogen Biomaa paogen Bakeri paogen Infeki Tanda-anda keruakan idak muncul aau diabaikan Makanan eap dikonumi diebabkan oleh cemaran Lieria monocyogene yang menyebabkan penyaki ringan eperi flu hingga penyaki bera eperi meningii dan meningoenefalii. E. coli penghail verookin umumnya mengakibakan diare berdarah dan dapa menyebabkan uremia hemoliik, yang diandai dengan romboiopenia, anemia hemoliik, dan gagal ginjal aku eruama pada anak-anak. Salmoneloi merupakan penyaki yang diakibakan oleh cemaran Salmonella dan dapa menyebabkan remaik, meningii, abe limpa, pankreaii, epikemia, dan oeomielii. PENCEGAHAN CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK PERTANIAN Produki dan pemaaran produk peranian melibakan berbagai pihak yang aling berineraki (Gambar 4). Sumber bahan pangan adalah produen (peani, peernak, nelayan) dan pengolah. Pengolah mengubah bahan daar (produk peranian) menjadi produk akhir yang iap dikonumi aau mengawekan produk agar maa impannya lebih lama. Dalam menghailkan bahan pangan, produen dan pengolah diharapkan dapa menerapkan cara-cara berproduki yang baik (good manufacure pracice) ehingga produk yang dihailkan aman dan eha dikonumi. Diribuor berfungi memindahkan bahan pangan dari au empa ke empa lain, dan kadang-kadang menyimpan bahan pangan unuk digunakan lebih lanju. Bahan pangan ampai ke konumen melalui pengecer (pedagang) aau food ervice (rumah makan, penguaha jaa boga, reoran, warung makan dan ebagainya). Dalam jaringan bahan pangan erebu, eiap individu mempunyai peran yang pening dalam menjaga keamanan pangan. Dengan kaa lain, keamanan pangan merupakan anggung jawab Tubuh manuia Saluran pencernaan Gejala penyaki Diare, munah-munah, aki kepala, gejala penyaki lainnya Produen Pengolah Diribuor Pengecer Food ervice Konumen Gambar 3. Mikrobia paogen pada makanan dan dampaknya pada keehaan manuia (Rahayu 2006b). Gambar 4. Jaringan bahan pangan manuia. 72 Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007

Budi daya peranian Sarana produki Produki peranian Gambar 5. Penanganan (pacapanen) berama anara produen, pengolah, diribuor, pemerinah, dan konumen. Pemerinah dalam hal ini berfungi ebagai penenu kebijakan yang berkaian dengan keamanan pangan era mengawai pelanggaran aau penyalahgunaan perauran yang udah dieapkan. Berkaian dengan keamanan pangan, Pemerinah elah mengeluarkan Undang- Undang No. 7 ahun 1996 yang menyaakan makanan yang beredar harulah idak membahayakan konumen. Undangundang erebu diikui dengan Perauran Pemerinah nomor 28 ahun 2004 enang keamanan, muu, dan gizi pangan. Pangan yang aman, bermuu, dan bergizi anga pening peranannya bagi perumbuhan, keehaan, dan peningkaan kecerdaan mayaraka. Keamanan bahan pangan haru diperhaikan mulai dari ahap budi daya hingga pangan erebu iap dianap. Penerapan iem keamanan pangan pada eiap ahap produki haru dilakukan dengan baik agar pangan yang dikonumi benar-benar aman (Gambar 5). Pada ahap budi daya perlu dierapkan Good Farming Pracice (GFP), elanjunya pada ahap pacapanen dilakukan Good Handling Pracice (GHP). Begiu pula pada ahap pengolahan, penerapan Good Manufacure Pracice (GMP) anga diperlukan, dan pada ahap diribui haru dierapkan Good Diribuion Pracice (GDP) agar produk peranian maupun makanan ampai ke konumen dalam keadaan aman. Di Indoneia, ahapan-ahapan erebu elah dilakanakan oleh induri pengolahan pangan berkala bear. Namun, unuk induri kala rumah angga, ahapan-ahapan erebu belum dilakanakan. Apabila iem aau perauran enang aniai dan higiene bahan pangan elah dierapkan dengan baik maka perauran erebu dapa digunakan ebagai daar dalam melakukan prakek budi daya maupun pengolahan pangan unuk meningkakan keamanan pangan. Pendekaan lainnya adalah dengan melakukan pengendalian aau pencegahan erhadap munculnya poeni bahaya, baik biologi, kimia maupun fiik elama proe produki hingga penyiapan pangan. Secara ederhana dapa dikemukakan bahwa pencegahan erhadap munculnya riiko bahaya lebih baik daripada mengaai bahaya yang elah muncul. Pada ahun 1993, Codex Alimenariu Commiion (CAC) dari Badan Dunia FAO/WHO elah meneapkan iem Hazard Analyi and Criical Conrol Poin (HACCP) (Wuryaningih 2005). HACCP merupakan uau evaluai iemai erhadap proedur pengolahan aau penyiapan pangan unuk mengidenifikai poeni bahaya yang berkaian dengan bahan aau proedur pengolahan bahan pangan. Penerapan HACCP juga berujuan unuk mengeahui cara mengendalikan riiko bahaya yang mungkin muncul. Melalui iem erebu, elanjunya dieapkan langkah-langkah pengolahan yang epa unuk mencegah dan mengendalikan riiko bahaya. Pengolahan hail Diribui GFP GHP GMP GDP Prapanen Pacapanen Konumen Skema penerapan iem keamanan pangan pada iap ahapan produki. Paar Pada prinipnya, HACCP merupakan iem manajemen unuk menghindarkan aau mencegah makanan dari bahaya biologi (ermauk mikrobiologi), kimia, dan fiik. Secara ederhana, iem ini dapa dierapkan dengan langkah awal mengidenifikai poeni bahaya dan dilanjukan dengan ahapan pengendalian agar riiko yang muncul dari bahaya erebu dapa dihilangkan aau diekan. Pendekaan HACCP erdiri aa ujuh prinip, yaiu: 1. Analii poeni bahaya. Tindakan ini dilakukan unuk mengidenifikai dan mengevaluai poeni bahaya yang diperkirakan dapa erjadi pada eiap langkah produki makanan, mulai dari penanaman (budi daya), pemanenan aau penyembelihan, pengolahan, diribui dan penyiapan makanan ampai konumen akhir. Pada eiap langkah erebu, kemungkinan munculnya bahaya dan ingka keparahan efek buruknya erhadap keehaan dikaji dan diukur ehingga indakan pengendalian dapa diidenifikai. 2. Penenuan iik kendali krii. Seiap poeni bahaya yang eridenifikai pada analii perama haru diikui dengan au aau lebih Criical Conrol Poin (CCP) unuk mengendalikan bahaya erebu. Pada langkah ini, indakan pengendalian dierapkan dan merupakan indakan yang pening ehingga poeni bahaya dapa dicegah, dihilangkan aau dikurangi ke ingka yang maih dapa dierima. 3. Peneapan baa krii. Baa krii adalah krieria yang memiahkan anara penerimaan dan penolakan. Baa krii mencerminkan baaan yang digunakan unuk menjamin proe yang berlangung menghailkan produk yang aman. Dalam proe pengolahan, uhu erenu, kombinai uhu-waku, nilai ph aau kadar garam dapa mengendalikan poeni bahaya jika hal erebu dipenuhi dengan baik. Sebagai conoh, pada ph < 4,50 perumbuhan C. boulinum dapa dicegah karena nilai ph erebu merupakan baa krii yang apabila dipenuhi dapa mengendalikan bahaya yang diimbulkan oleh paogen erebu. 4. Peneapan iem pemanauan. Bagian pening dari iem HACCP adalah pemanauan erhadap parameer kendali (mialnya uhu-waku, ph) pada iik kendali krii (CCP) unuk memaikan bahwa pengendalian Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007 73

erhadap bahaya engah dierapkan dan baa krii diamai. Dalam pengolahan makanan komerial, indakan erebu memerlukan jadwal pengujian aau obervai. Pada ahapan ini dilakukan erangkaian pengamaan aau pengukuran unuk memerika apakah CCP di bawah kendali dan unuk memperoleh caaan yang akura unuk digunakan dalam verifikai. 5. Peneapan indakan korekif. Jika hail pemanauan menunjukkan bahwa CCP melampaui baa krii maka egera dikeahui indakan yang dapa dilakukan unuk memperbaiki iuai erebu dan unuk menangani makanan yang diproduki bila iik kendali krii idak berada dalam kendali. Sebagai conoh, jika uhu unuk pemaakan idak mencapai baa krii maka makanan mungkin perlu dipanakan kembali. Mekipun bukan peryaraan yang mulak, indakan perbaikan haru dieapkan ebelum rencana HACCP. 6. Peneapan proedur verifikai. Verifikai melipui uji dan proedur ambahan unuk memaikan bahwa iem HACCP berjalan dengan efekif. Langkah ini juga dapa menunjukkan jika rencana HACCP memerlukan modifikai. 7. Peneapan dokumenai dan penyimpanan dokumen. Langkah ini haru mencakup emua dokumenai dan caaan yang euai unuk rencana HACCP, eperi rincian analii bahaya, penenuan CCP dan baa krii, pemanauan dan verifikai. Dokumenai dan penyimpanan caaan haru euai dengan jeni rencana erebu. KESIMPULAN Makanan dari produk peranian merupakan umber gizi bagi ubuh. Seiap individu berhak mendapakan makanan yang bergizi dan aman agar dapa hidup eha. Kealahan dalam memilih makanan juru dapa menuai penyaki bahkan berujung pada kemaian. Kau keracunan makanan dapa diebabkan oleh fakor manuia karena kurangnya pengeahuan enang penanganan maupun pengolahan makanan yang baik, era prakek aniai dan higiene yang belum memadai. Sering kali cemaran beraal dari pengolah makanan maupun dari peralaan yang digunakan dalam pengolahan dan lingkungan empa pengolahan. Cemaran dapa erjadi karena konak langung anara anggoa ubuh orang yang edang aki dengan makanan, baik yang diengaja maupun idak diengaja. Cemaran mikroba paogen eperi S. aureu, E. coli, C. boulinum, C. perfringen, dan L. monocyogene yang berbahaya bagi keehaan manuia haru dikurangi mulai dari ahap budi daya, panen, pacapanen, pengolahan hingga diribui. Oleh karena iu, anga dianjurkan unuk menerapkan Good Agriculure Pracice, Good Farming Pracice, Good Handling Pracice, dan Hazard Analyi and Criical Conrol Poin ehingga menghailkan pangan yang aman, bermuu, dan bergizi. DAFTAR PUSTAKA Adam, M. and Y. Moarjemi. 1999. Baic Food Safey for Healh Worker. World Healh Organizaion of he Unied Naion, Rome. Agu, A., Nuryono, S. Wedhari, Maryudani, Sardjono, dan C.K. Noviandi. 2006. Aflaokin dalam pakan. Makalah diampaikan dalam Peremuan Forum Aflaokin Indoneia, Fakula Teknologi Peranian Univeria Gadjah Mada, Yogyakara, 24 Februari 2006. Amadjaja, J.S., S. Sudarmadji, E. Sugiharo, and E.S. Rahayu. 1995. Iolaion and idenificaion of hiamine-farming baceria from Indoneian lile-una. Indoneian Food and Nuriion Progre 2(1): 36 40. Badan Pengawaan Oba dan Makanan. 2004. Sau regulai cemaran dalam produk pangan. Bulein Keamanan Pangan, Nomor 6. hlm.4 5. Baumler, A.J., B.M. Hargi, and R.M. Toli. 2000. Tracing origin of Salmonella oubreak. Science 287(5450): 50 52. Bergdoll, M.S. 1990. Saphylococcu food poioning. p. 145 168. In Foodborne Dieae. Academic Pre, San Diego. Dharmapura, O.S. 2006. Aflaokin pada bahan pangan dan produk olahannya di Indoneia. Makalah diampaikan dalam Peremuan Forum Aflaokin Indoneia, Fakula Teknologi Peranian Univeria Gadjah Mada, Yogyakara, 24 Februari 2006. Harmayani, E., E. Sanoo, T. Uami, dan S. Raharjo. 1996. Idenifikai bahaya konaminai S. aureu dan iik kendali krii pada pengolahan produk daging ayam dalam uaha jaa boga. Agroech, Majalah Ilmu dan Teknologi Peranian 16(3): 7 15. Karyno, F., W. Roegran, C. Ringler, S. Adiwibowo, R. Bereford, M. Boworh, G.M. Collado, I. Gonarya, A. Gulai, B. Idijo, Naaukarya, D. Prabowo, E.G. Sai id, S.M.P. Tjonronegoro, dan P. Tjiropranoo. 2004. Sraegi pembangunan peranian dan pedeaan Indoneia yang memihak mayaraka mikin. Laporan ADBTA No. 3843-INO. Agricuure and Rural Developmen Sraegy (ARDS) Sudy. AARD-CASER, ADB, SEAMEO-SEARCA in aociaion wih CRESCENT, Bogor. Kewandani, R. 1996. Idenifikai iik pengendalian krii pengolahan produk daging dan ikan dari induri jaa boga golongan A- 2 erhadap cemaran bakeri Salmonella p. Skripi Juruan Pengolahan Hail Peranian, Fakula Teknologi Peranian, Univeria Gadjah Mada, Yogyakara. 96 hlm. Lamper, C.M. 1980. Modern Dairy Produc. New York Publihing, Co. Inc, p. 234 255. Migiyara and S.J. Munaro. 2005. Microbe conaminan a freh vegeable. Paper preened in he 9 h ASEAN Food Conference, Jakara 8 10 Augu 2005. Mukarini, S., C. Jehne, B. Shay, and C.M.L. Harper. 1995. Microbiological au of beef carca mea in Indoneia. J. Food Safey 15: 291 303. Nugroho, W.S. 2005. Tingka cemaran Salmonella p. pada elur ayam ra di ingka peernakan Kabupaen Sleman Yogyakara. Proiding Lokakarya Naional Keamanan Pangan Produk Peernakan, Bogor, 14 Sepember 2005. Pua Peneliian dan Pengembangan Peernakan, Bogor. hlm. 160 165. Poloengan, M., S.M. Noor, I. Komala, dan Andriani. 2005. Paogenoi Campylobacer erhadap hewan dan manuia. Proiding Lokakarya Naional Keamanan Pangan Produk Peernakan, Bogor, 14 Sepember 2005. Pua Peneliian dan Pengembangan Peernakan, Bogor. hlm. 82 90. Raharjo, S. 1999. Teknik dekonaminai cemaran bakeri pada karka dan daging. Agroech, Majalah Ilmu dan Teknologi Peranian 19(2): 8. Rahayu, W.P. 2005. Jejaring Inelijen Pangan (JIP) dalam Siem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT). Proiding Lokakarya Naional Keamanan Pangan Produk Peernakan, Bogor, 14 Sepember. Pua Peneliian dan Pengembangan Peernakan, Bogor. hlm. 3 5. Rahayu, E.S. 2006a. Hail-hail peneliian aflaokin. Makalah diampaikan dalam 74 Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007

Peremuan Forum Aflaokin Indoneia, Fakula Teknologi Peranian Univeria Gadjah Mada, Yogyakara, 24 Februari 2006. Rahayu, E.S. 2006b. Amankah produk pangan kia: Bebakan dari cemaran berbahaya. Makalah diampaikan dalam Apreiai Peningkaan Muu Hail Olahan Peranian. Dina Peranian Provini Daerah Iimewa Yogyakara dan Kelompok Pemerhai Keamanan Mikrobiologi Produk Pangan, Yogyakara, 1 April 2006. Rahmianna, A.A. 2006. Aflaokin pada kacang anah dan uaha unuk mengendalikannya. Makalah diampaikan dalam Peremuan Forum Aflaokin Indoneia, Fakula Teknologi Peranian Univeria Gadjah Mada Yogyakara, 24 Februari 2006. Riemann, H. and F.L. Bryan. 1979. Foodborne Infecion and Inoxicaion. 2 nd ediion, Academic Pre, Inc., San Diego. Silalahi, B.E. 2006. Pengendalian cemaran aflaokin di Garuda Food. Makalah diampaikan dalam Peremuan Forum Aflaokin Indoneia, Fakula Teknologi Peranian Univeria Gadjah Mada Yogyakara, 24 Februari 2006. Sulaeman, A. and K. Nia. 2005. Microbiological afey of organic vegeable and he effec of poharve handling. Paper preened in he 9 h ASEAN Food Conference, Jakara 8 10 Augu 2005. Supar dan T. Ariyani. 2005. Keamanan pangan produk peernakan diinjau dari apek prapanen: permaalahan dan olui. Proiding Lokakarya Naional Keamanan Pangan Produk Peernakan, Bogor, 14 Sepember 2005. Pua Peneliian dan Pengembangan Peernakan, Bogor. hlm. 27 29. Thahir, R., S.J. Munaro, dan S. Umiai. 2005. Review hail-hail peneliian keamanan pangan produk peernakan. Proiding Lokakarya Naional Keamanan Pangan Produk Peernakan, Bogor, 14 Sepember 2005. Pua Peneliian dan Pengembangan Peernakan, Bogor. hlm. 18 26. Volk, W.A. dan M.F. Wheeler. 1990. Mikrobiologi Daar. S. Adioemaro (Ed.). Edii ke-5. Penerbi Erlangga, Jakara. Winarno, F.G. 1997. Keamanan Pangan. Iniu Peranian Bogor. Wuryaningih, E. 2005. Kebijakan pemerinah dalam pengamanan pangan aal hewan. Proiding Lokakarya Naional Keamanan Pangan Produk Peernakan, Bogor, 14 Sepember 2005. Pua Peneliian dan Pengembangan Peernakan, Bogor. hlm. 9 13. Yogawara, Y. dan L. Seia. 2005. Kajian hail monioring dan urveilan cemaran mikroba dan reidu oba hewan pada produk pangan aal hewan di Indoneia. Proiding Lokakarya Naional Keamanan Pangan Produk Peernakan, Bogor, 14 Sepember 2005. Pua Peneliian dan Pengembangan Peernakan, Bogor. hlm. 144 148. Jurnal Libang Peranian, 26(2), 2007 75