BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran A. Tabel Westinghouse, Kelonggaran dan MTM

BAB III LANDASAN TEORI. pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.

BAB II LANDASAN TEORI

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Tabel Uji Keseragaman Data Pada Work Center Pengukuran dan Pemotongan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA SAMPLING PEKERJAAN (WORK SAMPLING)

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Kelonggaran (%) Faktor Contoh pekerjaan. A. Tenaga yang dikeluarkan Ekivalen beban Pria Wanita

PENENTUAN BIAYA PRODUK BERDASARKAN AKTIVITAS (ACTIVITY-BASED COSTING)

LAMPIRAN 1 STRUKTUR ORGANISASI PT. KARYA DELI STEELINDO

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang

commit to user 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Klasifikasi Kos (Cost) dan Biaya (Expense) 1. Kos (Cost) a. Pengertian Kos

L A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA

METODE PEMBEBANAN BOP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi

BAB 7. ALOKASI BIAYA BERBASIS AKTIVITAS. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi-Universitas Kristen Petra 2011

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

practicum apk industrial engineering 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menerapkan metode Activity Based Costing dalam perhitungan di perusahan. metode yang di teteapkan dalam perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

practicum apk industrial engineering 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BIAYA BERDASARKAN AKTIVITAS

Pertemuan 3 Activity Based Costing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN RUJUKAN. 2.1 Akuntansi Biaya

BAB II LANDASAN TEORI

Definisi akuntansi biaya dikemukakan oleh Supriyono (2011:12) sebagai

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pada posisi , 02 sampai ,40 Bujur Timur, ,67

BAB II BAHAN RUJUKAN

Contoh PT kertasjaya memproduksi 2 macam produk. Contoh peraga 5.2 Perhitungan biaya satuan : produk tunggal. Biaya produksi

MATERI 4. KALKULASI KOS BERDASAR AKTIVITAS (ABC System)

BAB II PENENTUAN BIAYA OVERHEAD PABRIK (BOP) BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) 2.1. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK YANG AKURAT DENGAN ACTIVITY BASED COSTING. I Putu Edy Arizona,SE.,M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Risma Yurnita, Holly Deviarti. Universitas Bina Nusantara Jln. Kebon Jeruk Raya No. 20 Jakarta Barat Phone

Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas (source: Hansen & Mowen, 2007, Chapter 4) Present By: Ayub WS Pradana 16 Maret 2016

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dominan dibanding ternak perah lainnya. Menurut Kanisius (2008) dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. hotel terhadap pelanggannya misalnya fasilitas kolam renang, restoran, fitness center,

BAB II LANDASAN TEORI. Persaingan global berpengaruh pada pola perilaku perusahaan-perusahaan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

LAMPIRAN 1 PT TUNGGUL NAGA ALOKASI BIAYA OVERHEAD PABRIK DALAM TIAP PRODUK DALAM SISTEM TRADISIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. mendefinisikan, Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan

Bab IV PEMBAHASAN. perusahaan, sehingga perusahaan dapat menentukan harga jual yang kompetitif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran dan keberhasilan suatu perusahaan bergantung pada kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta upaya untuk

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN. manajemen di dalam mengambil keputusan. Manajemen memerlukan informasi yang

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Hansen dan Mowen (2004:40) mendefinisikan biaya sebagai:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. klasifikasi dari biaya sangat penting. Biaya-biaya yang terjadi di dalam

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

2.1.2 Tujuan Akuntansi Biaya Menurut Mulyadi (2007:7) akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu:

PERHITUNGAN BIAYA BERDASARKAN AKTIVITAS (ABC) : ALAT BANTU PEMBUAT KEPUTUSAN

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam analisa dan pemecahan masalah secara sistematis dan teratur perlu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI DAN INDUSTRI KECIL MENENGAH

Akuntansi Biaya. Review : Joint Product, Material, Labor, Factory Overhead, Activity-Based Costing. Rista Bintara, SE., M.Ak.

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Jam Henti Mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidak cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti, apalagi jam biasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran, dan lain-lain (Sutalaksana, dkk 2005). Dibawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar maksud diatas tercapai. 1. Penetapan Tujuan Pengukuran Dalam pengukuran waktu, hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran, tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. 2. Melakukan Penelitian Pendahuluan Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu yang pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Pengukuran Waktu yang diukur sudah baik. 3. Memilih Operator Operator yang dipilih adalah orang yang saat pada pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Walau operator yang bersangkutan sehari-hari dikenal memenuhi syarat tidak mustahil dia bekerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan tertentu. Jumlah pekerja rendah rata-rata tinggi Kemampuan kerja Gambar 2.1 Distribusi Kemampuan Kerja Sumber: Sutalaksana, dkk (2005) II-1

4. Melatih Operator Walaupun operator yang baik sudah didapat, kadang-kadang pelatihan masih diperlukan bagi operator tersebut terutama jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa diajarkan operator. 5. Mengurai Pekerjaan atas elemen pekerjaan Pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Waktu siklus adalah penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan. 6. Menyiapkan alat-alat pengukuran Alat-alat yang disiapkan untuk melakukan pengukuran waktu proses tersebut adalah: - Jam henti (stop-watch) - Lembaran-lembaran pengamatan - Pena atau pensil - Papan pengamatan Melakukan Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan hal ini ialah agar nantinya mendapatkan perkiraan statistikal dari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan (Sutalaksana, dkk 2005). Pemprosesan hasil pengukuran diatas dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini: 1. Mengelompokkan penyelesaian ke dalam subgrup-subgrup, dan hitung harga rataratanya. 2. Hitung rata-rata dari harga rata-rata subgrup x = k x i di mana: x i adalah harga rata-rata dari subgrup ke-i k adalah harga banyaknya subgrup yang terbentuk II-2

3. Hitung harga standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan: dimana: ( x j x) σ = N 1 N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan x j adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan. 4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup: dimana n: adalah besarnya subgrup σ = 5. Tentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) dengan: BKA = Χ + 2σ X x σ n 2 BKB = Χ 2σ X. Tingkat Ketelitian, Keyakinan, dan Keseragaman Data Berbicara mengenai tingkat ketelitian dan pengujian keseragaman data,sebenarnya merupakan pembicaraan tentang pengertian statistik. Karenanya untuk memahami secara mendalam diperlukan beberapa pengetahuan statistik (Sutalaksana, dkk 2005). Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan Pengukuran yang ideal tentunya dilakukan pengukuran yang sangat banyak (sampai tak terhingga kali,misalnya), karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga, dan tentunya biaya. Tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak (Sutalaksana, dkk 2005). II-3

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaiansebenarnya yang harus dicari). Tingkat keyakinan menunjukkan besarnya pengukur bahwa hasil yang diperoleh memnuhi syaratketelitian tadi. Tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur memperbolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejaun 10% dari rata-rata sebenarnya; dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95% (Sutalaksana, dkk 2005). Jika diinginkan tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 90%, maka: 0,05 2...(1) dimana: adalaharga rata-rata sebenarnyadari waktu penyelesaian yang didekati oleh: dengan: adalah harga-harga waktu penyelesaian yang tercatat dalam pengukuran adalah banyaknya pengukuran yang telah dilakukan adalah standar deviasi distribusi harga rata-rata (sampel) waktu penyelesaian yang diukur, dan besarnya:. N adalah banyaknya pengukuran yang diperlukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan tersebut. Sehingga 0,05. II-4

dan dengan penyelesaian aljabar biasa akhirnya akan didapat:. " " " Catatan: Jika diinginkan tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%, maka persamaan (1) menjadi: 0,1 2 dan jika diinginkan tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%, maka persamaan (1) menjadi: 0,05 3 Penyesuaian Dan Kelonggaran Data Menurut sutalaksana, dkk (2005), dikemukakan bahwa setelah waktu siklus W s didapat, waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan W b diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung waktu normal W n dengan: W n = W s x p dan kemudian menghitung waktu baku W b dengan: W b = W n (1+1) II-5

Tabel 2. 1 Penyesuaian Menurut Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Keterampilan `Usaha Kondisi Kerja Konsistensi Superskill A1 +0,15 A2 +0,13 Excelent B1 +0,11 B2 +0,08 Good C1 +0,06 C2 +0,13 Average D 0,00 Fair E1-0,05 E2-0,10 Poor F1-0,16 F2-0,22 Excessive A1 +0,13 A2 +0,12 Excelent B1 +0,10 B2 +0,08 Good C1 +0,05 C2 0,00 Average D -0,04 Fair E1-0,04 E2-0,08 Poor F1-0,12 F2-0,17 Ideal A +0,06 Excelent B +0,04 Good C +0,02 Average D 0,00 Fair E -0,03 Poor F -0,07 Perpect A +0,04 Excelent B +0,03 Good C +0,01 Average D 0,00 Fair E -0,02 Poor F -0,04 Sumber: Sutalaksana, dkk (2005) II-6

Faktor Tabel 2.2 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Kondisi aktual Kelonggaran Ekivalen beban A. Tenaga yang di keluarkan Pria Wanita 1 Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk Tanpa beban 0,0-6,0 0,0-6,0 2 Sangat Ringan Bekerja dimeja, berdiri 0,00-2,25 kg 6,0-7,5 6,0-7,5 3 Ringan Menyekop, ringan 2,25-9,00 kg 7,5-12,00 7,5-16,00 4 Sedang Mencangkul 9,00-18,00 kg 12,0-19,00 16,0-30,00 5 Berat Mengayun palu yang berat 18,00-27,00kg 19,0-30,0 6 Sangat berat Memanggul beban 27,00-50,00 kg 30,0-50,0 7 Luar biasa berat Memanggul karung berat diatas 50,00 kg B. Sikap Kerja 1 Duduk Bekerja duduk, ringan 0,0-1,0 2 Berdiri diatas dua kaki Badan Tegak, ditumpu dua kaki 1,0-2,5 3 Berdiri diatas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol 2,5-4,0 4 Berbaring Pada bagian sisi, belakang atau depan badan 2,5-4,0 5 Membungkuk Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki 4,0-10,00 Sumber: Sutalaksana, dkk (2005) II-7

Tabel 2.2 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh (lanjutan) Faktor Kondisi Aktual Ekivalen Beban Kelonggaran C. Gerakan kerja 1 Normal Ayunan bebas dari palu 0 2 Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0-5 3 Membawa beban berat dengan satu Sulit tangan 0-5 4 Pada anggota-anggota badan terbatas Bekerja dengan tangan diatas kepala 5-10 5 Bekerja di lorong pertambangan yang Seluruh badan anggota terbatas sempit 10-15 D. Kelelahan Mata *) Pencahayaan Baik Wanita 1 Pandangan yang terputus-putus Membawa alat ukur 0,0-6,0 0,0-6,0 2 Pandangan yang hampir terus-menerus Pekerjaan-pekerjaan yang teliti 6,0-7,5 6,0-7,5 3 Pandangan terus-menerus dengan fokus tetap Pemeriksaan yang teliti 7,5-12,00 7,5-16,00 4 Pandangan terus-menerus dengan fokus berubah-ubah Memeriksa cacat-cacat pada kain 12,0-19,00 16,0-30,00 5 Pandangan terus-menerus dengan konsentrasi tinggi dan fokus tetap 19,0-30,0 6 Pandangan terus-menerus dengan konsentrasi tinggi dan berubah-ubah 30,0-50,0 Sumber: Sutalaksana, dkk (2005) II-8

Tabel 2. 2 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh (lanjutan) Faktor Kondisi Aktual Ekivalen Beban Kelonggaran E. Keadaan suhu tempat kerja **) Suhu ( o C) Kelelahan Normal Berlebihan 1 Beku Dibawah 0 Diatas 10 Diatas 12 2 Rendah 0-13 10-0 12-5 3 Sedang 13-22 5-0 8-0 4 Normal 22-28 0-5 0-8 5 Tinggi diatas 38 5-40 8-100 6 Sangat tinggi Diatas 40 Diatas 100 F. Keadaan atmosfer ***) Pencahayaan Baik Wanita 1 Baik Ruang yang berfentilasi baik, udara segar 0 2 Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak berbahaya) 0-5 3 Kurang Baik Adanya debu-debuan beracun atau tidak beracun tetapi banyak 05-10 Adanya bau-bauan berbahaya yang 4 Buruk mengharuskan menggunakan alat pernafasan 10-20 Sumber: Sutalaksana, dkk (2005) II-9

Tabel 2. 2 Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh (lanjutan) Faktor Kondisi Aktual Ekivalen beban Kelonggaran G. Keadaan lingkungan yang baik 1 Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0 2 Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10 detik 0-1 3 Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik 1-3 4 Sangat bising 0-5 5 Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas 0-5 6 Terasa adanya getaran lantai 5-0 7 Keadaan yang luar biasa 5-15 Sumber: Sutalaksana, dkk (2005) *) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi ***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim Catatan pelengkap: Kelonggaran untuk kebutuhan pribadibagi: Pria = 0-2,5% Wanita = 2-5% II-10

2.2 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart - OPC) Suatu peta proses operasi menggambarkan langkah-langkah proses operasi dan pemeriksaan yang dialami bahan (atau bahan-bahan). Peta ini juga memuat informasiinformasi yang diperlukan untuk analisis lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material yang digunakan dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai. Sesuai relevansinya, pada akhir keseluruhan proses dinyatakan keberadaan penyimpanan (Sutalaksana, dkk, 2005). Kegunaan Peta Proses Operasi: Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya. Bisa memperkirakan akan kebutuhan akan bahan baku. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai. Sebagai alat untuk pelatihan kerja. Dan lain-lain Prinsip Pembuatan Peta Proses Operasi: Pada baris paling atas dinyatakan kepalanya Peta Proses Operasi diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, sebagai usulan atau sekarang, nomor peta dan nomor gambar. Material yang akan diproses dinyatakan tepat di atas garis horisontal, yang menunjukan bahwa material tersebut menunjukan kedalam urutan tempat material tersebut kemudian diproses. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, dari atas kebawah sesuai uruturutan prosesnya. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi terkait Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi. II-11

II-12

2.3 Metode ABC (Activity-Based Costing) 2.3.1 Pengertian Metode ABC (Activity-Based Costing) Pada tahap awalnya ABC system digunakan untuk memperbaiki metode penentuan kos produk, maka sampai sekarang masih ada sementara orang yang memandang ABC sistem tidak lebih sebagai sistem akutansi biaya yang fungsinya mengukur, mengklasifikasikan, dan mencatat data biaya, serta menyajikan laporan biaya, serta menyajikan laporan biaya kepada manajemen puncak. Activity-Based Costing system (ABC system) adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Activity-Based Costing system (ABC system) didesain dengan keyakinan dasar bahwa biaya hanya dapat dikurangi secara signifikan melalui pengelolaan terhadap penyebab timbulnya biaya, yaitu aktivitas (Mulyadi, 2003). Rerangka proses pengolahan data dalam ABC System dijelaskan pada gambar 2.3. Dari gambar tersebut terlihat proses pengolahan data dalam ABC system dibagi menjadi dua tahap: (1) Activity-Based Process Costing, yaitu pembebanan sumber daya (employee resource dan expensource) ke aktivitas dan (2) Activity-Based Object Costing yaitu pembebanan Activity Cost ke Cost object (Mulyadi, 2003). Gambar 2.3 Rerangka Proses Pengolahan Data dalam ABC System Sumber: Mulyadi (2003) 2.3.2 Kalkulasi Biaya Aktivitas (Activity Based Costing) Perhitungan harga pokok yang berkembang dalam dunia industri dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kalkulasi harga pokok konvensional atau tradisional dimana biaya overhead pabrik yang menggunakan tarif ditentukan dimuka II-13

berdasarkan aktivitas (activity -based costing/abc), dimana biaya overhead pabrik atau biaya konversi dibebankan berdasarkan tarif ditentukan dimuka yang terkait dengan aktivitas produksi. Kalkulasi harga pokok berdasarkan aktivitas ini dikelompokan dalam sistem manajemen modern, atau kalkulasi harga pokok modern (Mursyidi, 2008). Gambaran Umum Kalkulasi Harga Pokok ABC (Activity-Based Costing) Kalkulasi biaya tradisional, biaya overhead pabrik diperlakukan dalam dua tahap. Pertama: dilakukan penentuan tarif biaya overhead pabrik baik tarif tunggal ataupun tarif departemen: kedua, pembebanan biaya overhead pabrik ke harga pokok produk. Dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama penelusuran biaya overhead pabrik ke aktivitas-aktivitas, bukan ke unit organisasi tahap ini dilakukan setelah teridentifiksasi pemicu-pemicu (drivers) sumber daya. Tahap kedua, sebagaimana dalam sistem tradisional, yaitu membebankan biaya overhead pabrik ke harga pokok produk. Tahap sistem ABC tampak pada gambar berikut (Mursyidi, 2008): Resources Drivers Tahap Satu Tahap Dua Jenis Sumber daya Biaya Sumber Daya Aktivitas -aktivitas Pool Aktivitas Pemicu Direct Tracing Aktivitas Biaya Aktivitas Produk Gambar 2.4 Tahap Sistem ABC Sumber: Mursyidi (2008) II-14

Prosedur Tahap Satu Batch-Level Pool Tabel 2.3 Biaya Pool Unit-Level Pool Aktivitas Biaya (Rp) Aktivitas Biaya (Rp) Set up 240.000.000 Power 200.000.000 Penanganan bahan 120.000.000 Testing 160.000.000 Total 360.000.000 Total 360.000.000 Produksi dilakukan sebanyak 120 kali Tarif biaya overhead pabrik untuk pool ini adalah Rp 360.000.000 dibagi 120 kali = Rp 3.000.000,- setiap kali produksi Prosedur Tahap Dua Sumber: Mursyidi (2008) Jam Mesin sebanyak 20.000 jam Tarif biaya overhead pabrik untuk pool ini adalah Rp 360.000.000 dibagi 20.000 jam = Rp 18.000,- per jam mesin Prosedur tahap dua merupakan tahap pembebanan biaya overhead pabrik ke harga pokok produk, dengan formula tarif pool dikalikan dengan unit driver yang dikonsumsi oleh produk yang dihasilkan. Misalkan CV Nugraha dalam 80 kali produksi membutuhkan 2000 jam mesin, dan biaya utama sebesar Rp 156.000.000,- untuk produk regular dan dihasilkan sebanyak 200.000 unit; maka perhitungan harga pokok produk adalah sebagai berikut (Mursyidi, 2008). Tabel 2.4 Perhitungan Harga Pokok Produk Jenis Biaya dan Perhitungan Produk Mewah (Rp) Produk Reguler (Rp) Biaya utama 156.000.000 476.000.000 Biaya overhead Batch-level pool 80 x Rp 3.000.000 240.000.000 40 x Rp 3.000.000 120.000.000 Unit-level pool 2.000 x Rp 18.000 36.000.000 18.000 x Rp 18.000 324.000.000 Total biaya produksi 432.000.000 920.000.000 Unit yang diproduksi 25.000 unit 200.000 unit Harga Pokok per unit Produk 17.280 unit 4.600 unit Sumber: Mursyidi (2008) II-15

Hirarki Biaya Melakukan kalkulasi biaya, sistem ABC mengenal apa yang disebut dengan hiraki biaya, yaitu pengelompokkan biaya menjadi cost pool yang berbeda atas dasar jenis pemicu biaya yang berbeda pula dan didasarkan pada alasan kesulitan penetapan hubungan sebab akibat antara sumber daya dengan aktivitas dan produk. Ada empat hirarki dalam sistem ABC, yaitu output unit-level cost, batch level cost, dan facility-sustaining cost. Output unitlevel cost, yaitu sumber daya yang berhubungan langsung dengan satuan unit produk atau jasa (Mursyidi, 2008). Output unit-level cost, yaitu sumber daya yang berhubungan langsung dengan satuan unit produk atau jasa. Jika produk meningkat maka penggunaan sumber daya ini meningkat, misalnya biaya manufaktur yang berkaitan dengan energi, depresiasi mesin, pemeliharaan dan perbaikan mesin adalah sumber daya yang terkait langsung dengan aktivitas pembuatan setiap jenis produk. Biaya ini akan meningkat penggunannya seiring dengan peningkatan produk atau jasa yang dihasilkan. Pada umumnya biaya output unit-level cost dibebankan keharga pokok produk atas dasar jam mesin (machine hours) (Mursyidi, 2008). Batch level cost adalah sumber daya yang terkait dengan aktivitas dari sekelompok unit produk atau jasa, dari pada satuan sejumlah produk yang memiliki spesifikasi tertentu dibutuhkan elama waktu setup yang sama. Juga dalam suatu perusahaan terkadang penanganan bahan membutuhkan produk atau jasa secara individual; misalnya untuk menghasilkan biaya yang signifikan, dari mulai melakukan order pembelian, penerimaan bahan, pergudangan sampai dengan pembayaran kepada supplier, maka diperlukan penanganan bahan secara khusus (Mursyidi 2008). Biaya penanganan bahan ini mencakup sejumlah aktivitas order pembelian dan lainnya, maka diperlukan adanya batch. Perhitungan tarif dalam satu batch-level cost dapat lebih dari satu sesuai dengan hasil analisis korelasi antara sumber daya/aktivitas yang dibiayai, misalnya biaya setup dibebankan atas dasar jam mesin, sedangkan biaya penanganan bahan dibebankan atas dasar order pembelian (Mursyidi, 2008). Product (or service)-sustaining cost adalah sumberdaya yang terkait dengan aktivitas untuk mendukung pembuatan satuan produk atau jasa secara individual; misalnya aktivitas perancangan (desain) suatu produk harus dilakukan untuk setiap jenis produk secara sendirisendiri. Ini memerlukan biaya tersendiri pula, terutama untuk setiap produk pesanan. Biaya ini II-16

dibebankan ke harga pokok produk dengan tarif yang sesuai dengan aktivitas desain, dapat berupa luas lantai (jika bangunan) (Mursyidi, 2008). Facility sustaining cost, merupakan sumberdaya yang terkait dengan aktivitas yang tidak dapat ditelusuri langsung (unreachable) kesatuan produk atau jasa secara individual, bahkan aktivitas yang mendukung satuan organisasi secara keseluruhan, misalnya biaya administrasi umum (termasuk sewa keamanan gedung). Biasanya sulit untuk menetapkan hubungan biaya dengan dasar alokasi biaya, maka kebanyakan perusahaan tidak membebankannya ke harga pokok produk, namun memasukanya sebagai pengurang langsung terhadap pendapatan operasional. Jadi dianggap sebagai biaya periodik (periodical cost). Jika dibebankan ke harga pokok produk atau jasa, maka biaya ini biasanya dialokasikan atas dasar jam tenaga kerja langsung (Mursyidi, 2008). Berdasarkan uraian diatas, maka contoh pengelompokan aktivitas hirarki biaya tampak pada tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel 2.5 Pengelompokkan Aktivitas ke dalam Hirarki Biaya Hirarki Biaya Output unit- level Cost Aktivitas Pemakaian Bahan Penggunaan Tenaga Kerja Langsung Proses Produksi Pendistribusian Proses Produksi Hubungan sebab akibat Sebagai Dasar Penetapan Dasar Pembebanan Unit Produk/Jasa Jam kerja Tenaga Langsung Setiap Produk yang dihasilkan meningkat akan membutuhkan proses produksi bertambah atau lebih lama Tonase atau kemasan, yaitu aktivitas distribusi akan meningkat karena peningkatan produk yang akan dikirim, bisa juga atas dasar kubik Setiap Produk yang dihasilkan meningkat akan membutuhkan proses produksi bertambah atau lebih lama Pendistribusian Tonase atau kemasan, yaitu aktivitas distribusi akan meningkat karena peningkatan produk yang akan dikirim, bisa juga atas dasar kubik Sumber: Mursyidi (2008) II-17

Tabel 2.5 Pengelompokkan Aktivitas ke dalam Hirarki Biaya (Lanjutan) Batch-Level Cost Hirarki Biaya Product (or services)- Sustaining-Cost Facility- Sustaining Cost Kebersihan dan Pemeliharaan Aktivitas Desain Administrasi Selama proses Produksi dan saat harus dalam keadaan bersih dan harus dipelihara. Alokasi dapat atas dasar luas lantai. Hubungan sebab akibat Sebagai Dasar Penetapan Dasar Pembebanan Perancangan atas dasar luas area untuk semua produk Sumber daya administrasi mendukung tenaga kerja langsung, dan didasarkan pada jam tenaga kerja Sistem ABC Dalam Perusahaan Jasa atau Dagang Pada mulanya sistem ABC berkembang pada perusahaan manufaktur yang memiliki teknologi tinggi, artinya biaya peralatan jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya tenaga kerja, karena mekanisme proses produksi dapat dinyatakan serba otomatis (terkomputerisasi) atau menggunakan robot. Namun dapat juga diimplementasikan dalam perusahaan jasa misalnya, jasa telekomunikasi, rumah sakit, hotel, transportasi, atau perusahaan dagang dan distribusi. Sistem ABC diterapkan untuk mengidentifikasi keuntungan produk gabungan (Product-Mixes), mengembangkan tingkat efisiensi, dan meningkatkan kepuasan pelanggan (Mursyidi, 2008). Secara umum, prosedur implementasi sistem ABC dalam perusahaan dagang dan perusahaan jasa sama dengan perusahaan manufaktur. Biaya-biaya dikelompokan dalam pool biaya yang homogin kemudian diklasifikasikan sebagai, output-unit-level, batch-level, merchaindise-or service-sustaining, dan facility-sustaining cost. Biaya atau dibebankan ke harga pokok masing-masing barang dagang atau jasa atau kepada konsumen berdasarkan pemicu aktivitas (Activity drivers) atau dasar alokasi biaya sesuai dengan prinsip hubungan kualitas dengan biaya yang ada dalam setiap pool biaya (Mursyidi, 2008). II-18

2.4 Metode Time-Driven Activity-Based Costing Time-Driven Activity-Based Costing menghitung cost-driver rate berdasarkan practical capacity dari resources yang tersedia, mengukur atau mengestimasi jumlah waktu untuk sebuah aktivitas (Soeherman, 2007). Mengestimasi biaya per satuan waktu unit pada kapasitas. Survei mengenai karyawan tentang bagaimana mereka menghabiskan waktu produksi, pertama kali manajer memperkirakan kapasitas praktis/aktual sumber daya yang disediakan sebagai persentase dari kapasitas teoritis. Ada berbagai cara untuk melakukan ini. Sebagai aturan praktis, anda dapat mengasumsikan bahwa kapasitas penuh praktis/aktual adalah 80% sampai 85% dari kapasitas penuh teoritis. Jika seorang karyawan atau mesin bekerja selama 40 jam per minggu, kapasitas umum penuh adalah 32 dengan 35 jam per minggu. Biasanya, manajer akan membagikan tingkat yang lebih rendah 80% untuk pekerja, 20% untuk waktu istirahat, waktu kedatangan dan keberangkatan, komunikasi, dan pelatihan. Untuk mesin, manajer menentukan 15% perbedaan teoritis dan kapasitas praktis untuk memungkinkan downtime karena pemeliharaan, perbaikan, dan penjadwalan fluktuasi. Suatu pendekatan lebih sistematis, dimaksudkan, untuk mengulas aktivitas masa lalu dan mengidentifikasi jumlah terbesar pesanan per bulan yang ditangani tanpa penundaan yang berlebihan, berkualitas buruk, lembur, atau stres karyawan. Apapun pendekatan yang anda suka, itu penting untuk tidak terlalu sensitif terhadap kesalahan kecil. Tujuannya adalah untuk kecukupan data yang benar, 5% sampai 10% dari jumlah kapasitas aktual, daripada ketelitian. Jika estimasi kapasitas nyata mengalami suatu kesalahan, proses melakukan sistem Time-Driven ABC akan megungkapkan kesalahan dari waktu ke waktu (Kaplan & Anderson 2004). Kembali ke contoh, asumsikan bahwa departemen layanan pelanggan mempekerjakan 28 repetisi untuk bekerja digaris depan dan bekerja selama 8 jam per hari. Secara teori, masing-masing pekerja melakukan pekerjaan selama 10.560 menit per bulan atau 31.680 menit per kuartal. Kapasitas praktis sekitar 80% teoritis Oleh karena itu sekitar 25.000 menit per triwulan per karyawan, atau total 700.000 menit. Ketika kita mengetahui biaya penyediaan kapasitas $560,000 biaya tertinggi dapat dihitung anggaran biaya kapasitas per menit ($0,80) (Kaplan & Anderson 2004). Estimasi unit waktu dari aktivitas. Menghitung biaya waktu per unit dengan menyediakan sumber daya ke aktivitas bisnis, manajer menghitung waktu yang dibutuhkan satu unit dari masing-masing aktivitas. Angka ini dapat diperoleh melalui wawancara dengan II-19

karyawan atau pengamatan langsung atau observasi langsung. Tidak selalu dibutuhkan untuk melakukan survei, walaupun organisasi yang besar, tetapi dengan mensurvei karyawan dapat membantu. Pertanyaannya adalah bukan mengenai persentase waktu karyawan untuk menghabiskan waktu dalam melakukan aktivitas (proses pesanan) tetapi berapa lama pekerja menyelesaikan satu unit pada satu aktivitas (waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu proses pesanan). Ketepatatan bukan suatu kritikan; ketepatan yang kasar cukup, misalkan, manajer memaparkan bahwa dibutuhkan 8 menit untuk memproses sebuah order, 44 menit untuk menangani permintaan, dan 50 menit untuk mengerjakan pengecekan kredit (Kaplan & Anderson 2004). Menurunkan biaya penanganan, dapat dikalkulasikan dengan mengalikan dua input variabel yang sudah diestimasi. Departemen layanan pelanggan, kita memperoleh biaya penanganan sebesar $6.40 (8 x $0,80) untuk proses pesanan pelanggan, $35.20 (44 x $0.80) untuk penanganan permintaan, dan $40 (50 x $0.80) untuk melakukan pengecekan kredit, jika anda mampu menerapkan tingkat standar ini, anda dapat menerapkan didunia nyata untuk menetapkan biaya pelanggan sebagai transaksi yang terjadi. Standar biaya dapat digunakan dalam penawaran kepada pelanggan tentang penetapan harga bisnis baru (Kaplan & Anderson 2004). Dampak Kapasitas Praktis Tabel ini menunjukan efek biaya permintaan ketika menggunakan angka kapasitas praktis (700,000 menit), diasumsikan 80% dari kapasitas secara teoristis. Kita bisa melihat sekitar 83% dari kapasitas departemen layanan pelanggan (Kaplan & Anderson 2004). Tabel 2.6 Dampak Kapasitas Praktis Aktivitas Waktu (menit) Jumlah Total Menit Total Biaya Proses pesanan pelanggan 8 49 392,000 $ 313,600 Penanganan permintaan pelanggan 44 1,4 61,600 $ 49,280 Pengecekan kredit 50 2,5 125,000 $ 100,000 Total 578,600 $ 462,880 Sumber: Kaplan & Anderson (2004) II-20

Persamaan Waktu Untuk Menangkap Kesulitan Sejauh ini, kita telah mengandalkan asumsi penting mengenai penyederhanaan untuk segala pesanan atau transaksi jenis tertentu yang sama dan membutuhkan jumlah waktu yang sama untuk diproses. Tetapi Time-Driven Activity-Based Costing tidak membutuhkan penyederhanaan ini. Hal ini dapat mengakomodasi kesulitan operasi di dunia nyata dengan memasukan persamaan waktu, fitur baru yang memungkinkan model untuk mencerminkan bagaimana pesanan dan karakteristik aktivitas yang menyebabkan waktu pemprosesan berbeda. Persamaan waktu sangat menyederhanakan proses estimasi dan menghasilkan model biaya yang jauh lebih akurat daripada menggunakan teknik tradisional ABC (activity based costing) (Kaplan & Anderson 2004). Kunci utama adalah suatu transaksi yang seharusnya mudah dijadikan rumit, seorang manajer mampu mengidentifikasi apa yang membuat menjadi rumit. Variabel yang paling mempengaruhi aktivitas yang ditentukan dengan cara mengspesifikasi secara tepat dan sudah dicatat dalam sistem informasi perusahaan. Contoh, asumsikan seorang manajer meneliti proses pengepakan kimia untuk dikirim, kesulitan muncul dari kebutuhan potensial untuk pengepakan secara khusus dan kebutuhan tambahan untuk pengiriman melalui transportasi udara yang berbeda cara untuk pengiriman melalui transportasi darat (Kaplan & Anderson 2004). Katakanlah suatu bahan kimia yang sudah dikemas membutuhkan standar pengiriman, pengepakan bahan kimia membutuhkan waktu sekitar 0,5 menit untuk persiapan sebelum dikirim. Jika suatu barang membutukan kemasan baru, perkiraan manajer, baik dari pengalaman atau dari beberapa pengamatan membutuhkan waktu tambahan selama 6,5 menit untuk menyediakan kemasan baru. Jika barang dikirim melalui transportasi udara. Seseorang tahu (atau dengan cepat menentukan) akan membutuhkan 2 menit untuk menempatkan kemasan dalam container (Kaplan & Anderson 2004). Informasi ini memungkinkan seorang manajer untuk memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk proses pengemasan: Waktu pengepakan = 0,5 + 6,5 {jika pengepakan khusus diperlukan} + 2,0 {jika dikirim melalui transportasi udara. II-21

ABC (Activity Based Costing), Cara Time-Driven Laporan Time Driven Activity Based Costing ditunjukan pada operasional kedua. Asumsikan suatu departemen memproses 51,000 pesanan pelanggan, mengurus 1,150 permintaan, dan melakukan 27,000 pengecekan kredit. Data mengungkapkan perusahaan menganggarkan $85,120 dari sumber yang tidak terpakai selama periode tertentu, menunjukan peluang untuk penghematan atau pertumbuhan yang bergantung pada keadaan perusahaan (Kaplan & Anderson 2004). Tabel 2.7 Perhitungan Time-Driven ABC Unit Total Time Used Cost-Driver Total Cost No. Activity Quantity Time (In minutes) Rate Assigned 1 Process customer orders 51000 8 408,000 $6.40 $326,400 2 Handle customer inquiries 1,150 44 50,6000 $35.20 S40,480 3 Perform credit checks 2,700 50 135000, $40.00 $108,000 Total Used 593,600 $474,880 Total Supplied 700000 $560,000 Unused Capacity 106,400 $85,120 Sumber: Kaplan & Anderson (2004) Berbagai perusahaan telah menggunakan sistem ERP menyimpan data secara berurut, pengemasan, metode distribusi dan kegiatan produksi lainnya. Pesanan ini dan data transaksi khusus membutuhkan waktu yang khusus dari setiap pesanan yang ada, membutuhkan perhitungan secara cepat seperti perhitungan diatas (Kaplan & Anderson 2004). 2.5 Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk dalam proses awal dikurangi persediaan produk dalam akhir proses akhir. Harga pokok produksi terikat pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal dan akhir (Bustami dan Nurlela, 2009). Metode Penentuan Biaya Produksi Metode penentuan kos produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam kos produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam kos produksi, terdapat dua pendekatan: full costing dan variable costing (Mulyadi, 2009). II-22

Pentingnya Harga Pokok Produksi laporan harga pokok produksi dalam perusahaan manufaktur biasanya disajikan dalam bentuk: PT XXX Laporan Harga Pokok Produksi Untuk Tahun Yang Berakhir Tgl 31 Des 20xx Bahan langsung Persediaan Bahan Baku Awal Pembelian Bahan Baku Biaya Angkut Pembelian Potongan Pembelian () Retur Pembelian () Pembelian Bersih Bahan Baku Tersedia digunakan Persediaan Bahan Baku Akhir Biaya Pemakaian Bahan Baku Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik Bahan Penolong Tenaga Kerja Tak Langsung Pengawasan Listrik dan Air Reparasi dan Pemeliharaan Mesin Dll Jumlah Biaya Overhead Jumlah Biaya Produksi Barang dalam Proses Awal Produksi Barang dalam Proses Tahun ini Barang dalam Proses Akhir Produksi Harga Pokok Produksi Sumber: Mulyadi (2001) () II-23