BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

IV METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

Pengantar Teknik Industri

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Disini tujuan akhir yang ingin dicapai penulis adalah pembuatan suatu aplikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORI

SISTEM PREDIKSI PENJUALAN GAMIS TOKO QITAZ MENGGUNAKAN METODE SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING. Oleh: Salman Alfarisi

RANCANG BANGUN OPTIMASI PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU DENGAN ALGORITMA SILVER-MEAL

BAB II LANDASAN TEORI

MONOGRAF EVALUASI PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI MANUFAKTUR DENGAN PENDEKATAN HEURISTIC SILVER MEAL IRIANI UPN VETERAN JAWA TIMUR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV. METODE PENELITIAN

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 5, Nomor 2, Nopember 2014 ISSN

BAB II LANDASAN TEORI. bahasa Yunani Sustema yang berarti satu kesatuan yang atas komponen atau

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

IV. METODE PENELITIAN

SISTEM INFORMASI PERAMALAN STOK BARANG DI CV. ANNORA ASIA MENGGUNAKAN METODE DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 3 LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam

Perancangan Sistem Peramalan Penjualan Barang Pada UD Achmad Jaya Dengan Metode Triple Exponential Smoothing

BAB II LANDASAN TEORI. dan barang jadi yang ada dalam sistem produksi pada suatu waktu tertentu. (Elsayed,

Jurnal Edik Informatika. Peramalan Kebutuhan Manajemen Logistik Pada Usaha Depot Air Minum Isi Ulang Al-Fitrah

SKRIPSI IMELDA YULI YANTI FRANSISKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI INVENTORY DAN PREDIKSI JUMLAH PENJUALAN BARANG (STUDI KASUS KOPEGTEL MOJOKERTO)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

SISTEM PERAMALAN MENGGUNAKAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOTHING UNTUK STOK BAHAN SPARE PART MOTOR DI GARUDA MOTOR JAJAG

BAB 2 LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya

PENERAPAN METODE EXPONENTIAL SMOOTHING DALAM SISTEM INFORMASI PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU (STUDI KASUS TOKO TIRTA HARUM)

(T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF

PENENTUAN KONSTANTA PEMULUSAN YANG MEMINIMALKAN MAPE DAN MAD MENGGUNAKAN DATA SEKUNDER BEA DAN CUKAI KPPBC TMP C CILACAP

USULAN UKURAN PEMESANAN OPTIMAL SUKU CADANGMESIN GRINDING BERDASARKAN LAJU KERUSAKAN MENGGUNAKAN METODE Q (di Bengkel Pembuatan dan Service Turbin)

Keywords: Forecasting, Exponential Smoothing

BAB II LANDASAN TEORI. pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang

Analisis Model dan Contoh Numerik

Bab 2 Landasan Teori

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE MATERIAL REQUIREMENT PLANNING GUNA MENURUNKAN BIAYA PENGADAAN BAHAN BAKU

SISTEM PERSEDIAAN KOMPONEN PADA MESIN CETAK BERDASARKAN LAJU KERUSAKAN DI PT KARYA KITA

APLIKASI METODE DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING BROWN DAN HOLT UNTUK MERAMALKAN TOTAL PENDAPATAN BEA DAN CUKAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 LANDASAN TEORI. 3.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting)

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV. METODE PENELITIAN

BAB IX TEKNIK PERAMALAN

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Kontrol Optimal pada Model Economic Order Quantity dengan Inisiatif Tim Penjualan

PENGENDALIAN PERSEDIAAN POZZOLAN DI PT SEMEN PADANG

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Sebelumnya

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sisem Produksi Produksi dalam pengerian sederhana adalah keseluruhan proses dan operasi yang dilakukan unuk menghasilkan produk aau jasa. Sisem produksi merupakan kumpulan dari sub sisem yang saling berineraksi dengan ujuan menransformasi inpu produksi menjadi oupu produksi. Inpu produksi ini dapa berupa bahan baku, mesin, enaga kerja, modal dan informasi. Sedangkan oupu produksi merupakan produk yang dihasilkan beriku sampingannya seperi limbah, informasi, dan sebagainya. 9 Sisem produksi ersebu dapa diliha pada Gambar 2.1. INPUT Teknologi Ekonomi OUTPUT Tenaga Kerja Modal Maerial Energi Tanah Informasi Manajerial PROSES TRANSFORMASI Produk Limbah Informasi Feedback Poliik Sosial Budaya Gambar 2.1. Inpu Oupu Sisem Produksi 9 Rosnani Gining. Sisem Produksi. Edisi Perama. Yogyakara: Graha Ilmu, 2007.

Sub sisem sub sisem dari sisem produksi ersebu anara lain adalah Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualias, Penenuan Sandarsandar Operasi, Penenuan Fasilias Produksi, Perawaan Fasilias Produksi, dan Penenuan Harga Pokok Produksi. Sub sisem sub sisem dari sisem produksi ersebu akan membenuk konfigurasi sisem produksi. Keandalan dari konfigurasi sisem produksi ini akan erganung dari produk yang dibua sera bagaimana cara membuanya (proses produksinya). Unuk melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan, operasi dan pemeliharaan, perusahaan manufakur harus memiliki organ pelaksana. Sisem produksi pada suau perusahaan manufakuring harus memiliki bagian-bagian aau organ 10. Gambar 2.2 menunjukkan bahwa sisem produksi berawal dari pemahaman erhadap keinginan dan harapan para pelanggan berdasarkan emuan-emuan dari kegiaan pemasaran ermasuk perminaan langsung dari para pelanggan erhadap produk-produk erenu. Daa dan informasi enang keinginan pelanggan kemudian dierjemahkan ke dalam benuk rancangan produk aau jasa unuk mengeahui par, komponen dan sub-assembly apa yang dibuuhkan ermasuk ukuran, spesifikasi, jenis bahan, jumlah masing-masing iem yang dibuuhkan unuk seiap uni produk yang diinginkan. 10 Sukaria Sinulingga. Perencanaan & Pengendalian Produksi. Ceakan Perama. Yogyakara: Graha Ilmu, 2009.

Konsumen Markeing Perancangan Produk Perancangan Proses Penjualan & Pengiriman Perencanaan/ Pengendalian Produksi Penyimpanan Bahan Penyimpanan Barang Jadi Proses Manufakuring (Lanai Pabrik) Pembelian/ Pengadaan Bahan Pengendalian Muu Vendor Bahan Akunansi Biaya / Keuangan Gambar 2.2. Sisem Produksi Perusahaan Penerimaan Bahan Berdasarkan hasil rancangan ini kemudian dienukan proses pembuaan (manufacuring) di lanai pabrik yang melipui ahapan proses. Daa dan informasi yang elah ersedia kemudian disampaikan kepada bagian cos accouning unuk menilai kelayakan pembiayaan dan penerimaan. Bila dinilai layak maka dieruskan kepada pimpinan unuk disahkan. Kemudian disusun rencana dan program pengolahan di lanai pabrik yang melipui jadwal enaive proses operasi, jadwal dan jumlah kebuuhan bahan baku (raw maerial) dan bahan ambahan dari luar (bough-ou iems) dan jadwal operasi dan kapasias fasilias produksi yang akan digunakan dan lain-lain. Berdasarkan jadwal-jadwal ersebu, rencana

pengadaan bahan, kapasias sasiun kerja, enaga operaor disusun dan kemudian diimplemenasikan. Monioring dan pengendalian operasi di lanai pabrik dilakukan secara ruin unuk memasikan idak erjadi penyimpangan ermasuk penyimpangan muu (spesifikasi) dari seiap iem yang dikerjakan. Apabila penyimpangan idak dapa dihindarkan maka indakan perbaikan yang melipui penjadwalan ulang sisa operasi di lanai pabrik segera dilakukan, pengadaan ambahan bahan bila diperlukan dan sebagainya. Beberapa sumber penyimpangan yang umum erjadi ialah kesalahan dalam pembuaan rancangan par dan komponen, kekeliruan dalam penenuan waku seup dan operasi, keidaksesuaian muu bahan, kerusakan pada fasilias produksi dan lain-lain. Produk yang elah selesai diangku ke gudang penyimpanan unuk dikirimkan kepada para pelanggan sesuai dengan jadwal pengiriman yang disepakai. 2.2. Persediaan 2.2.1. Pengerian Persediaan Persediaan (invenory) dalam koneks produksi dapa diarikan sebagai sumber daya menganggur (idle resource). Sumber daya menganggur ini belum digunakan karena menunggu proses lebih lanju. Yang dimaksud dengan proses lebih lanju dapa berupa kegiaan produksi pada sisem manufakur, kegiaan pemasaran pada sisem disribusi aaupun kegiaan konsumsi seperi pada sisem rumah angga. 11 11 Rosnani Gining. Sisem Produksi. Edisi Perama. Yogyakara: Graha Ilmu, 2007.

Seiap perusahaan yang menyelenggarakan kegiaan produksi akan memerlukan persediaan bahan baku. Dengan ersedianya persediaan bahan baku maka diharapkan sebuah perusahaan indusri dapa melakukan proses produksi sesuai kebuuhan aau perminaan konsumen. Selain iu dengan adanya persediaan bahan baku yang cukup ersedia di gudang juga diharapkan dapa memperlancar kegiaan produksi perusahaan dan dapa menghindari erjadinya kekurangan bahan baku. Keerlambaan jadwal pemenuhan produk yang dipesan konsumen dapa merugikan perusahaan dalam hal ini image yang kurang baik. Perusahaan juga harus menghindari pembelian bahan yang melebihi kebuuhan, pengadaan bahan yang berlebihan akan mengakibakan eranamnya modal perusahaan. Beberapa pendapa mengenai pengerian dari persediaan adalah: a. Persediaan adalah segala sesuau aau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam anisipasinya erhadap pemenuhan perminaan baik inernal maupun eksernal. 12 b. Persediaan adalah bagian uama dari modal kerja, merupakan akiva yang pada seiap saa mengalami perubahan. 13 c. Invenory aau persediaan barang sebagai elemen uama dari modal kerja merupakan akiva yang selalu dalam keadaan berpuar, dimana secara erus-menerus mengalami perubahan. 14 12 T. Hani Handoko. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Perama. Yogyakara: BPFE, 2008. 13 Indrio Giosudarmo. Manajemen Keuangan. Edisi 4. Yogyakara: BPFE, 2002. 14 Bambang Riyano. Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan Edisi 4. Yogyakara: BPFE, 2001.

2.2.2. Fungsi Persediaan Fungsi uama persediaan yaiu sebagai penyangga, penghubung anar proses produksi dan disribusi unuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaiu sebagai sabilisaor harga erhadap flukuasi perminaan. Lebih spesifik, persediaan dapa dikaegorikan berdasarkan fungsinya sebagai beriku: 15 a. Persediaan dalam Lo Size Persediaan muncul karena ada persyaraan ekonomis unuk penyediaan (replenishmen) kembali. Penyediaan dalam lo yang besar aau dengan kecepaan sediki lebih cepa dari perminaan akan lebih ekonomis. Fakor penenu persyaraan ekonomis anara lain biaya seup, biaya persiapan produksi aau pembelian dan biaya ranspor. b. Persediaan Cadangan Pengendalian persediaan imbul berkenaan dengan keidakpasian. Perminaan konsumen biasanya diprediksi dengan peramalan. Jumlah produksi yang diolak (rejec) hanya bisa diprediksi dalam proses. Persediaan cadangan mengamankan kegagalan mencapai perminaan konsumen aau memenuhi kebuuhan manufakur epa pada wakunya. c. Persediaan Anisipasi Persediaan dapa imbul menganisipasi erjadinya penurunan persediaan (supply) dan kenaikan perminaan (demand) aau kenaikan harga. Unuk 15 Rosnani Gining. Sisem Produksi. Edisi Perama. Yogyakara: Graha Ilmu, 2007.

menjaga koninuias pengiriman produk ke konsumen, suau perusahaan dapa memelihara persediaan dalam rangka liburan enaga kerja aau anisipasi erjadinya pemogokan enaga kerja. d. Persediaan Pipeline Sisem persediaan dapa diibarakan sebagai sekumpulan empa (sock poin) dengan aliran di anara empa persediaan ersebu. Pengendalian persediaan erdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah persediaan akan erakumulasi di empa persediaan. Jika aliran melibakan perubahan fisik produk, seperi perlakuan panas aau perakian beberapa komponen, persediaan dalam aliran disebu persediaan seengah jadi (work in process). Jika suau produk idak dapa berubah secara fisik eapi dipindahkan dari suau empa penyimpanan ke empa penyimpanan lain, persediaan disebu persediaan ransporasi. Jumlah dari persediaan seengah jadi dan persediaan ransporasi disebu persediaan pipeline. Persediaan pipeline merupakan oal invesasi perubahan dan harus dikendalikan. e. Persediaan Lebih Yaiu persediaan yang idak dapa digunakan karena kelebihan aau kerusakan fisik yang erjadi.

2.2.3. Sisem Persediaan Secara umum, suau sisem persediaan erbagi aas 16 : 1. Sisem sederhana, yaiu sisem persediaan yang berdasarkan aas inpu dan oupu. Gambar 2.3. menunjukkan sisem persediaan yang dipengaruhi oleh proses inpu dan proses oupu. P() adalah raa-raa maerial aau bahan yang masuk ke dalam sisem persediaan pada saa. Sedangkan W() adalah raa-raa suau maerial aau bahan keluar dari sisem persediaan. Oupu dipengaruhi oleh perminaan aau kebuuhan erhadap maerial aau bahan, dengan raa-raa perminaan yang berasal dari luar perusahaan dan berada di luar kendali perusahaan. Demand D() Inpu P() PERSEDIAAN Oupu W() Gambar 2.3. Sisem Persediaan Inpu - Oupu Proses inpu merupakan bagian dari sisem persediaan yang dapa dikonrol perusahaan melalui kebijaksanaan kapan dan berapa banyak pemesanan perlu dilakukan. Walaupun demikian, keerlambaan- 16 Rosnani Gining. Sisem Produksi. Edisi Perama. Yogyakara: Graha Ilmu, 2007.

keerlambaan pemenuhan pemesanan dari pemasok bisa saja erjadi, sehingga raa-raa inpu akual akan berdeviasi aau berbeda dari harapan perusahaan. 2. Sisem berjenjang (Muli Echelon Invenory Sisem) Gambar 2.4. menunjukkan persediaan yang berada di gudang pusa ke gudang wilayah ke gudang UPT. Gambar 2.4. Sisem Persediaan Berjenjang 2.2.4. Jenis-Jenis Persediaan Persediaan dapa dikelompokkan menuru jenis dan posisi barang ersebu, yaiu: 17 a. Persediaan bahan baku (raw maerial), yaiu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Barang ini diperoleh dari sumber-sumber alam aau dibeli dari supplier aau perusahaan yang 17 T. Hani Handoko. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Perama. Yogyakara: BPFE, 2008.

membua aau menghasilkan bahan baku unuk perusahaan lain yang menggunakannya. b. Persediaan komponen-komponen rakian (purchased pars), yaiu persediaan barang-barang yang erdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain yang dapa secara langsung diraki aau diasembling dengan komponen lain anpa melalui proses produksi sebelumnya. c. Persediaan bahan pembanu aau penolong (supplies), yaiu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, eapi idak merupakan bagian aau komponen barang jadi. d. Persediaan barang seengah jadi aau barang dalam proses (work in process), yaiu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari iap-iap bagian dalam proses produksi aau yang elah diolah. 2.3. Pengendalian Persediaan 2.3.1. Pengerian Pengendalian Persediaan Pengendalian adalah suau proses yang dibua unuk menjaga supaya realisasi dari suau akivias sesuai dengan yang direncanakan. 18 Pengendalian bahan baku yang diselenggarakan dalam suau perusahaan, enunya diusahakan unuk dapa menunjang kegiaan-kegiaan yang ada dalam 18 Arman Hakim Nasuion & Yudha Praseyawan. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi Perama. Yogyakara: Graha Ilmu, 2008.

perusahaan yang bersangkuan. Keerpaduan dari seluruh pelaksanaan kegiaan yang ada dalam perusahaan akan menunjang ercipanya pengendalian bahan baku yang baik dalam suau perusahaan. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sanga pening bagi perusahaan, karena persediaan fisik pada perusahaan akan melibakan invesasi yang sanga besar pada pos akiva lancar. Pelaksanaan fungsi ini akan berhubungan dengan seluruh bagian yang berujuan agar usaha penjualan dapa inensif sera produk dan penggunaan sumber daya dapa maksimal. 2.3.2. Tujuan Pengendalian Pesediaan Pengendalian persediaan pada divisi yang berbeda memiliki ujuan yang berbeda pula. Adapun ujuan pengendalian persediaan adalah: 19 1. Pemasaran ingin melayani konsumen secepa mungkin sehingga menginginkan persediaan dalam jumlah yang banyak. 2. Produksi ingin beroperasi secara efisien, hal ini mengimplikasikan order produksi yang inggi akan menghasilkan persediaan yang besar (unuk mengurangi seup mesin). Di samping iu juga produk menginginkan persediaan bahan baku, seengah jadi aau komponen yang cukup sehingga proses produksi idak erganggu karena kekurangan bahan. 3. Pembelian (purchasing), dalam rangka efisiensi, juga menginginkan pesanan produksi yang besar dalam jumlah sediki daripada pesanan yang 19 Rosnani Gining. Sisem Produksi. Edisi Perama. Yogyakara: Graha Ilmu, 2007.

kecil dalam jumlah yang banyak. Pembelian juga ingin ada persediaan sebagai pembaas kenaikan harga dan kekurangan produk. 4. Keuangan (finance) menginginkan minimisasi semua benuk invesasi persediaan karena biaya invesasi dan efek negaif yang erjadi pada perhiungan pengembalian ase (reurn of asse) perusahaan. 5. Personalia (personel and indusrial relaionship) menginginkan adanya persediaan unuk menganisipasi flukuasi kebuuhan enaga kerja. 6. Rekayasa (engineering) menginginkan persediaan minimal unuk menganisipasi jika erjadi perubahan rekayasa/engineering. Sasaran pokok keberhasilan perencanaan dan pengendalian produksi yaiu: 1. Tercapainya kepuasan pelanggan yang diukur dari erpenuhinya order erhadap produk epa waku, epa jumlah dan epa muu. 2. Tercapainya ingka uilias sumber daya produksi yang maksimum melalui minimisasi waku seup, ransporasi, waku menunggu dan waku unuk pengerjaan ulang (rework). 3. Terhindarnya cara pengadaan yang bersifa rush order dan persediaan yang berlebihan. 2.3.3. Model Pengendalian Persediaan 2.3.3.1. Model Persediaan Deerminisik Model ini digunakan unuk menenukan jumlah lo ekonomis unuk iem independen baik iem yang dibeli maupun yang diproduksi suau perusahaan.

Unuk menenukan kebijaksanaan persediaan yang opimum, dibuuhkan informasi mengenai parameer-parameer beriku: a. Perkiraan kebuuhan b. Biaya-biaya persediaan c. Lead ime Dalam model persediaan deerminisik parameer-parameer yang berpengaruh erhadap sisem persediaan dapa dikeahui dengan pasi. Raa-raa kebuuhan dari biaya-biaya persediaan diasumsi dikeahui dengan pasi. Lamanya lead ime juga diasumsikan selalu eap. Karena semua parameer bersifa deerminisik maka idak dimungkinkan adanya kekurangan persediaan. Dalam dunia nyaa, akan sanga jarang diemukan siuasi dimana seluruh parameer dapa dikeahui dengan pasi. Karena iu, akan lebih masuk akal jika digunakan model-model probabilisik yang memperimbangkan keidakpasian pada parameer-parameernya. Namun, model deerminisik erkadang merupakan pendekaan yang sanga baik, aau paling idak merupakan langkah awal yang baik unuk menggambarkan fenomena persediaan. Salah sau model yang sanga popular di dalam sisem deerminisik sais adalah model Wilson. Model ini merupakan model perama dari penggunaan maemaika dan saisika dalam bidang bisnis. Gambar 2.5. awal periode erdapa barang sebesar q 0 yang akan dipakai unuk memenuhi perminaan. Barang di gudang akan menyusu dan akhirnya habis pada akhir periode, pada saa iulah dilakukan pemesanan barang sebesar q 0 uni. Barang yang dipesan akan daang pada saa iu juga, karena waku ancang-ancang nol (L=0),

sehingga pada siklus kedua erdapa barang sebesar q 0 uni. Begiu seerusnya posisi invenori akan berulang dari sau siklus ke siklus lain selama horison perencanaannya. q 0 m=1/2q 0 Gambar 2.5. Posisi Invenori Menuru Model Wilson 2.3.3.2. Model Persediaan Probabilisik Permasalahan dalam persediaan probabilisik adalah adanya perminaan barang iap harinya idak dikeahui sebelumnya, informasi yang dikeahui hanya berupa pola perminaannya yang diperoleh berdasarkan daa masa lalu. Pada modelmodel persediaan deerminisik, diasumsikan bahwasannya semua parameer persediaan selalu konsan dan dikeahui secara pasi. Pada kenyaaannya, sering erjadi parameer-parameer yang ada merupakan nilai-nilai yang idak pasi, dan sifanya hanya esimasi aau perkiraan saja. Parameer-parameer seperi perminaan, lead ime, biaya penyimpanan, biaya pemesanan, biaya kekurangan persediaan dan harga, kenyaaannya sering bervariasi. Model-model deerminisik idak peka erhadap perubahan-perubahan parameer

ersebu. Unuk menghadapi variasi yang ada, eruama variasi perminaan dan lead ime, model probabilisik biasanya dicirikan dengan adanya persediaan pengaman (safey sock). Sisem pengendalian persediaan bersifa probabilisik sederhana diasumsikan bahwa pada prinsipnya hampir sama dengan model invenori deerminisik kecuali perminaan yang bersifa probabilisik dan adanya ongkos kekurangan invenori. Gambar 2.6. menunjukkan adanya fenomena probabilisik ini menyebabkan ambahan elemen biaya ongkos kekurangan invenori dan ongkos simpan cadangan pengaman yang perlu diperhiungkan dalam oal ongkos invenori selain ongkos pembelian, ongkos pengadaan dan ongkos simpan sok operasi. q 0 m=1/2q 0 +ss ROP ss L L L Pesan Tiba Pesan Tiba Gambar 2.6. Posisi Invenori Probabilisik Sederhana Asumsi yang digunakan pada model invenori probabilisik adalah adanya ongkos kekurangan persediaan. Asumsi yang dimaksud adalah sebagai beriku:

1. Perminaan selama horison perencanaan bersifa probabilisik dengan perminaan raa-raa (D) dan deviasi sandar (S) sera berpola disribusi normal. 2. Ukuran lo pemesanan (q o ) konsan unuk seiap kali pemesanan, barang akan daang secara serenak dengan waku ancang-ancang (L), pesanan dilakukan pada saa invenori mencapai iik pemesanan ulang (r). 3. Harga barang (p) konsan baik erhadap kuanias barang yang dipesan maupun waku. 4. Ongkos pesan (A) konsan unuk seiap kali pemesanan dan ongkos simpan (h) sebanding dengan harga barang dan waku penyimpanan. 5. Ongkos kekurangan invenori (c u ) sebanding dengan jumlah barang yang idak dapa dipenuhi. 6. Tingka pelayanan (η) aau kemungkinan erjadinya kekurangan invenori (α) dikeahui aau dienukan oleh pihak manajemen. Unuk menenukan kebijakan invenori probabilisik dikenal adanya dua meode dasar yaiu meode Q dan meode P, yaiu: 1. Model Q Pada meode ini persediaan dengan jumlah pemesanan eap dan jarak waku pemesanan selalu berubah-ubah. Pada meode ini pemesanan kembali dilakukan pada saa dimana persediaan mencapai suau iik pemesanan kembali (reorder poin) dengan memperhiungkan kebuuhan

yang berflukuasi selama waku ancang-ancang (lead ime), persediaan unuk meredam flukuasi selama lead ime disebu persediaan keamanan (safey sock). Beberapa yang perlu diperhaikan pada model Q adalah: a. Lo Order Economic adalah jumlah pembelian yang ekonomis unuk dilaksanakan pada seiap kali pesan. b. Persediaan keamanan (safey sock) adalah sejumlah bahan sebagai persediaan cadangan jika perusahaan berproduksi melebihi rencana yang elah dieapkan. c. Waku ancang-ancang (lead ime) adalah waku yang dibuuhkan unuk memesan bahan sampai bahan ersebu iba. d. Pemakaian aau kebuuhan seiap hari. Ciri-ciri pengendalian persediaan dengan meode Q adalah: a. Jumlah barang yang dipesan unuk seiap pemesanan adalah sama. b. Pemesanan kembali dilakukan apabila persediaan elah mencapai iik pemesanan kembali. c. Besarnya reorder poin sama dengan jumlah pemakaian selama waku ancang-ancang diambah dengan persediaan keamanan. d. Inerval waku anara pemesanan idak sama, erganung pada jumlah barang persediaan. Gambar 2.7. menunjukkan siuasi invenori yang ada dalam gudang dengan menggunakan meode Q.

q 0 ROP L L L L Gambar 2.7. Siuasi Invenori dengan Model Q 2. Meode P Ciri-ciri pengendalian persediaan dengan meode P adalah: a. Jumlah barang yang dipesan idak eap erganung pada jumlah persediaan di gudang. b. Inerval waku pemesanan eap. c. Jumlah yang dipesan sama dengan persediaan maksimum dikurangi dengan persediaan yang ada di gudang, kemudian diambah dengan perminaan yang diharapkan selama waku ancang-ancang. d. Persediaan keamanan dilakukan unuk menghadapi flukuasi kebuuhan dalam masa pemesanan. Gambar 2.8. menunjukkan bahwa mekanisme pengendalian dilakukan dengan memesan menuru inerval waku T dan jumlah yang dipesan adalah sebesar (R r) yang merupakan ukuran lo bersifa variabel.

Variabilias ini dikarenakan perminaan bersifa probabilisik sedangkan waku pemesanan (T) selalu eap sehingga ukuran lo pemesanan anara sau pemesanan dengan pemesanan lain berubah-ubah (variabel). Disamping iu ampak juga adanya suau periode waku erenu dimana kemungkinan barang idak ada di gudang aau erjadi kekurangan invenori (ou of sock). - R q 0 L L L T T T Gambar 2.8. Siuasi Invenori dengan Model P 2.4. Analisis ABC Dalam menghadapi permasalahan pengelolaan sisem invenori yang memiliki jenis barang yang banyak, perlu dilakukan pemilahan, sebab sebagaimana dikeahui idak semua barang mempunyai ingka kepeningan dan penggunaan yang sama. Oleh sebab iu, unuk mencapai ingka pengendalian invenori yang efisien idak semua

jenis barang akan dikendalikan dengan cara yang sama pula. Cara pemilahan yang lazim adalah berdasarkan ingka kepeningannya. Barang yang ermasuk kaegori pening akan mendapa perhaian yang lebih sehingga akan dikendalikan secara lebih inensif bila dibandingkan dengan barang yang idak pening. Krieria ingka kepeningan bersifa subjekif, misalnya bagi bagian eknik operasional ingka kepeningan akan diukur berdasarkan ingka kekiriisan barang. Suau barang dikaakan kriis bila keiadaan barang ersebu menyebabkan fungsi uama dari sisem yang dikelola idak berfungsi. Pada prinsipnya analisis ABC ini adalah mengklasifikasikan jenis barang yang didasarkan aas ingka invesasi ahunan yang erserap di dalam penyediaan invenori unuk seiap jenis barang. Berdasarkan prinsip Pareo, barang dapa diklasifikasikan menjadi 3 kaegori, yaiu: a. Kaegori A (80 20) Terdiri dari jenis barang yang menyerap dana sekiar 80% dari seluruh modal yang disediakan unuk invenori dan jumlah jenis barangnya sekiar 20% dari semua jenis barang yang dikelola. b. Kaegori B (15 30) Terdiri dari jenis barang yang menyerap dana sekiar 15% dari seluruh modal yang disediakan unuk invenori (sesudah kaegori A) dan jumlah jenis barangnya sekiar 30% dari semua jenis barang yang dikelola. c. Kaegori C (5 50) Terdiri dari jenis barang yang menyerap dana hanya sekiar 5% dari

seluruh modal yang disediakan unuk invenori (yang idak ermasuk kaegori A dan B) dan jumlah jenis barangnya sekiar 50% dari semua jenis barang yang dikelola. 2.5. Tingka layanan (Service Level) Tujuan dari manajemen persediaan idak hanya memperimbangkan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan, eapi perimbangan lain yang harus dilakukan adalah ingka layanan. Ada dua hal uama yang menjadi konsekuensi didalam pendekaan layanan, konsekuensi perama adalah hubungan anara ingka layanan dengan biaya unuk menyediakannya, dan konsekuensi kedua adalah hubungan anara respon pelanggan erhadap perubahan ingka layanan. Service Level dapa diformulasikan sebagai beriku: Dimana: η =1 N D L... 2.1 η N : Tingka Pelayanan : Kekurangan invenori D L : Perminaan per ahun

2.6. Peramalan Peramalan adalah proses unuk memperkirakan kebuuhan di masa daang yang melipui kebuuhan dalam ukuran kuanias, kualias, waku dan lokasi yang dibuuhkan dalam rangka memenuhi perminaan barang aaupun jasa 20. Peramalan akan semakin baik jika mengandung sediki mungkin kesalahan, oleh karena iu perlu dipilih meode peramalan yang erbaik yang sesuai dengan pola daa yang ada dari suau perusahaan erenu yang bergerak dalam bidangnya. Secara garis besar meode peramalan dibagi dua yaiu meode kualiaif dan meode kuaniaif. 2.6.1. Meode Peramalan Kualiaif Meode ini menggunakan kepuusan manajerial, pengalaman daa yang relevan dan model maemais yang implisi. Meode ini digunakan unuk peramalan jangka menengah dan panjang yang melibakan disain proses aau kapasias suau fasilias. Ada empa meode kualiaif yang paling baik dan paling sering digunakan, yaiu: Meode Delphi, Survei Pasar, Analogi Daur Hidup, dan Kepuusan yang diinformasikan. 20 Arman Hakim Nasuion & Yudha Praseyawan. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi Perama. Yogyakara: Graha Ilmu, 2008.

2.6.2. Meode Peramalan Kuaniaif Meode peramalan yang dipilih pada peneliian ini adalah dari kelompok meode peramalan yang berdasarkan dere waku (ime series forecasing mehods). Meode Time Series adalah meode saisik yang menggunakan daa perminaan hisoris dihimpun pada suau periode waku. Dengan asumsi bahwa apa yang erjadi di masa lalu akan erjadi di masa yang akan daang. Meode peramalan dere waku yang umumnya digunakan adalah: 1. Moving average, digunakan jika idak ada pola rend maupun musiman. 2. Simple eksponensial smoohing, digunakan jika idak ada pola rend maupun musiman. 3. Double Exponenial Smoohing, digunakan jika ada pola rend eapi idak ada pola musiman. 4. Meode Winer, digunakan jika ada pola rend dan musiman. 2.6.2.1. Meode Moving Average (MA) Moving average diperoleh dengan meraa-raa perminaan berdasarkan beberapa daa masa lalu yang erbaru. Tujuan uama dari penggunaan meode ini adalah unuk mengurangi aau menghilangkan variasi acak perminaan dalam hubungannya dengan waku. Tujuan ini dicapai dengan meraa-raa beberapa nilai daa secara bersama-sama, dan menggunakan nilai raa-raa ersebu sebagai ramalan perminaan unuk periode yang akan daang. Secara maemais, maka MA akan dinyaakan dalam persamaan sebagai beriku: Dimana: X = Perminaan akual pada periode... 2.2 N = Banyaknya daa perminaan yang dilibakan dalam perhiungan MA F F = X + X 1 + X 2 +... X n+ N + = Peramalan perminaan pada periode 1

2.6.2.2. Meode Single Exponenial Smoohing (SES) Kelemahan eknik MA dalam kebuuhan akan daa-daa masa lalu yang cukup banyak dapa diaasi dengan eknik SES. Model ini mengasumsikan bahwa daa berflukuasi di sekiar nilai mean yang eap, anpa rend aau pola perumbuhan konsisen. Rumus SES dinyaakan sebagai beriku: S α X α F =. + (1 ) 1... 2.3 Dimana: S = Peramalan unuk periode X +(1-α) = Nilai akual ime series F -1 = Peramalan pada waku -1 (waku sebelumnya) α = Konsana peraaan anara 0 dan 1 2.6.2.3. Meode Double Exponenial Smoohing (DES) Meode ini digunakan keika daa menunjukkan adanya rend. Exponenial Smoohing dengan adanya rend seperi pemulusan sederhana kecuali bahwa komponen harus diupdae seiap periode, level dan rendnya. Level adalah esimasi yang dimuluskan dari nilai daa pada akhir masing-masing periode. Trend adalah esimasi yang dihaluskan dari perumbuhan raa-raa pada akhir masing-masing periode.

Rumus DES dinyaakan sebagai beriku: S' = α. X + (1 α). S' S" = α. S' + (1 α). S" a = 2S' S" b = α( S' S" ) /(1 α) F + m = a + b( m) 1 1... 2.4 Dimana: α S S a b F +m = Koefisien pemulusan = Nilai-nilai penghalusan eksponensial unggal = Nilai-nilai penghalusan eksponensial ganda = Penyesuaian nilai penghalusan unggal unuk periode = Komponen kecenderungan = Nilai ramalan unuk m periode ke depan dari 2.6.2.4. Meode Winers Meode Winers menggunakan model rend dari Hol, dimana model ini dimulai dengan perkiraan rend sebagai beriku: T α. A + (1 α)( f 1 + T 1)... 2.5 = Dimana: T = Peramalan unuk periode A +(1-α) = Nilai akual ime series f-1 = Peramalan pada waku -1 (waku sebelumnya)

α = Konsana peraaan anara 0 dan 1 T -1 = Peramalan unuk periode (waku sebelumnya) 2.6.3. Ukuran Akurasi Hasil Peramalan Ukuran akurasi hasil peramalan merupakan ukuran kesalahan peramalan yaiu ingka perbedaan anara hasil peramalan dengan perminaan yang sebenarnya erjadi. Ada 3 ukuran yang biasa digunakan yaiu: a. Mean Absolue Deviaion (MAD) MAD n = = 1 X n F... 2.6 Dimana: X F = Perminaan akual pada periode = Peramalan perminaan pada periode n = Jumlah periode peramalan yang erliba b. Mean Square Error (MSE) 2 ( X F ) = MSE = 1 n c. Mean Absolue Percenage Error (MAPE) n... 2.7 100 MAPE = n n = 1 X F X... 2.8

Akurasi peramalan akan semakin inggi apabila nilai-nilai MAD, MSE, dan MAPE semakin kecil. Masalah yang dihadapi perusahaan adalah sering erjadinya kekurangan persediaan karena peramalan masih kurang epa, perencanaan kebuuhan bahan yang melipui iik pemesanan kembali, jumlah, dan ingka safey sock masih belum epa sehingga menyebabkan erhambanya produksi. Meode yang digunakan unuk menyelesaikan masalah ini adalah meode peramalan yang disesuaikan dengan pola daa hisoris penjualan perusahaan yaiu meode peramalan pemulusan eksponensial, kemudian membua perencanaan kebuuhan bahan baku dengan coninuous review sisem 21. 2.7. Review Hasil-Hasil Peneliian Beberapa jurnal peneliian yang relevan dengan peneliian ini adalah sebagai beriku: 1. Wahid Ahmad Jauhari (2006) dengan judul Tingka Persediaan Spare Par Forklif Merek Komasu dengan Pendekaan Model Persediaan Single Iem. Peneliian ini membahas peneapan ingka persediaan spare par forklif merek Komasu yang mampu meminimalkan biaya oal persediaan dan meningkakan service level. 21 Widiaway Winaa dan Bachiar Saleh Abbas, Sisem Informasi Persediaan Bahan Baku dengan Coninuous Review Sisem. Jurnal Pirani Wara, Volume 11 No. 2, 2008.

2. Wirawan Adiya, S.P. dkk (2009) dengan judul Pengendalian Persediaan Spare Par dengan Pendekaan Periodic Review (R,s,S) Sisem. Peneliian ini membahas bagaimana menenukan sraegi persediaan spare par dengan memperimbangkan servis level yang inggi eapi dengan biaya yang rendah. 3. Muhammad Adha Ilhami (2011) dengan judul Evaluasi dan Perbandingan Kebijakan Persediaan di PT. XYZ pada Sisem Probabilisik dengan Menggunakan Model P. Peneliian ini berujuan unuk mengevaluasi kebijakan perusahaan dimana menuru perusahaan belum didasarkan aas biaya oal persediaan namun berdasarkan pengalaman masa lalu yang dinilai lebih aman yang didasari aas kekhawairan kekurangan persediaan bahan baku. 4. Burhan (2010) dengan judul Model P Back Order dan Algorima Permasalahan Invenori dengan Memperimbangkan Ongkos Transporasi (Fixed and Variable Cos) Perminaan Probabilisik. Peneliian ini berujuan unuk menenukan kebijakan invenori (dengan model P) dierapkan unuk meminimumkan biaya oal dengan memperimbangkan biaya ransporasi. 5. Wahid Ahmad Jauhari (2008) dengan judul Penenuan Model Persediaan Spare Par dengan Memperimbangkan Terjadinya Back order. Peneliian ini berujuan unuk menginegrasikan model peramalan spare par dengan

perminaan inermien ke dalam model persediaan yang membolehkan erjadinya back order. 6. Yuik Ernawai dan Sunarsih (2008) dengan judul Sisem Pengendalian Persediaan Model Probabilisik dengan Back order Policy. Peneliian ini membahas enang model persediaan probabilisik unuk kasus back order anpa kendala dan dengan kendala. Model ini dapa membanu unuk menenukan jumlah bahan baku dan safey sock yang harus disiapkan seiap dilakukan pemesanan kepada supplier secara lebih opimal dengan meminimalkan oal biaya pembelian. 7. Hala A. Fergany (2005) dengan judul Periodic Review Probabilisic Muli-Iem Invenory Sisem wih Zero Lead Time under Consrains and Varying Order Cos. Tujuan peneliian ini adalah unuk memeriksa persediaan pengaman muli iem secara probabilisik, model invenori single source dengan zero lead-ime dan bermacam biaya pemesanan dibawah dua kendala, salah saunya biaya simpan yang diharapkan dan yang lain adalah biaya yang diharapkan dari safey sock. 8. Naglaa Hassa El-Sodany (2011) dengan judul Periodic Review Probabilisic Muli-Iem Invenory Sisem Wih Zero Lead-ime Under Consrain and Varying Holding Cos. Peneliian ini berujuan unuk memeriksa safey sock muli iem secara probabilisik, model invenori single source dengan zero lead-ime dan bermacam biaya simpan. 9. Tiena Gusina Amran dan Dinar Suryo Lesmono (2009) dengan judul Back order Raw Maerial Invenory Conrol Sisem Wih Lead-ime and Ordering Cos Reducion. Peneliian ini berujuan unuk memberikan beberapa saran alernaif sisem pengendalian persediaan opimal unuk klasifikasi bahan baku.

2.8. Resume Hasil-Hasil Peneliian Tabel 2.1. Resume Hasil-Hasil Peneliian NO JUDUL PROBLEM VARIABEL 1. Tingka Persediaan Spare Par Forklif Merek Komasu dengan Pendekaan Model Persediaan Single Iem (Wahid Ahmad Jauhari) Bagaimana peneapan ingka persediaan yang mampu meminimalkan biaya oal persediaan dan meningkakan service level. 1. Annual demand 2. Perminaan selama lead ime 3. Biaya penyimpanan 4. Biaya Pemesanan 5. Biaya Pemesanan Kembali MOTODE PEMECAHAN MASALAH 1. Algorima (Q,r) Policy unuk menghiung reorder poin dan order quaniy. 2. Simulasi Mone Carlo unuk menghiung biaya oal persediaan. HASIL Dari hasil simulasi Mone Carlo kebijakan usulan mampu memberikan penghemaan erhadap biaya oal persediaan sebesar 21,1% dan mampu menaikkan service level raa-raa sebesar 1,47%. 2. Pengendalian Persediaan Spare Par dengan Pendekaan Periodic Review (R,s,S) Sysem (Wirawan Adiya dkk) Bagaimana menenukan sraegi persediaan dengan memperimbangkan service level yang inggi eapi dengan biaya yang rendah. 1. Jumlah perminaan 2. Lead ime 3. Safey sock 4. Service level 1. Periodic Review (R, s, S) Sysem 2. Simulasi Mone Carlo Simulasi Mone Carlo memberikan gambaran konsisi persediaan secara lebih nyaa agar dapa dienukan parameer yang erbaik unuk par erenu. Penenuan parameer S (sok maksimum) dan s (reorder poin) sanga berpengaruh erhadap keberhasilan pengendalian persediaan. Adjusme/modifikasi rumus dasar diperlukan unuk menganisipasi variabilias yang inggi pada demand dan lead ime keika rumus EOQ idak mampu mengakomodasi arge service level. 3. Evaluasi dan Perbandingan Kebijakan Persediaan di PT. XYZ pada Sisem Probabilisik dengan Menggunakan Model P (M. Adha Ilhami) Kebijakan persediaan perusahaan belum didasarkan aas biaya oal persediaan eapi berdasarkan pengalaman masa lalu. 1. Perminaan 2. Leadime 3. Biaya pesan 4. Biaya kekurangan persediaan Periodic Review (R, s, S) Sysem Kebijakan persediaan usulan yang dihiung dengan model P merupakan keenuan persediaan yang lebih baik, karena oal biaya persediaan yang dihasilkan lebih kecil daripada oal persediaan awal.

NO JUDUL PROBLEM VARIABEL 4. Model P Back order dan Algorima Permasalahan Invenori dengan Memperimbangkan Ongkos Transporasi (Fixed and Variable Cos) Perminaan Probabilisik (Burhan) Bagaimana kebijakan invenori dengan Model P dierapkan unuk meminimumkan biaya oal dengan memper-imbangkan biaya ransporasi? 1. Periode waku pemesanan 2. Invenory 3. Safey Sock MOTODE PEMECAHAN MASALAH Periodic Review (R, s, S) Sysem HASIL Dengan menggunakan model P ada penghemaan biaya oal invenori, bila dibandingkan hasilnya dengan model yang sudah ada. 5. Penenuan Model Persediaan Spare Par dengan Memperimbangkan Terjadinya Back order (Wahid Ahmad Jauhari) Bagaimana menginegrasikan model peramalan spare par dengan perminaan inermien ke dalam model persediaan yang membolehkan erjadinya back order. 1. Biaya persediaan 2. Service Level 1. Peramalan Meode Croson 2. Model Persediaan (Q,r) Policy Dari hasil pengolahan daa diperoleh nilai facor k (safey facor) relaif inggi dan nilai ROP yang lebih inggi dari nilai lo pemesanan. Hal ini menunjukkan bahwa model persediaan berusaha unuk meminimisasi jumlah back order yang erjadi. 6. Sisem Pengendalian Persediaan Model Probabilisik dengan Back order Policy (Yuik Ernawai & Sunarsih) Penenuan jumlah persediaan dan safey sock unuk menganisipasi imbulnya lonjakan jumlah perminaan dan jumlah caca produksi hanya dienukan dengan perkiraan. 1. Keersediaan modal 2. Perminaan konsumen 3. Kebijakan perusahaan 1. Model Persediaan Probabilisik anpa kendala aau Model (Q,r). 2. Model Persediaan Probabilisik dengan kendala aau Model (Q,r,λ). 1. Model persediaan probabilisik berkendala menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding dengan perencanaan yang digunakan perusahaan selama ini. 2. Penghemaan yang diperoleh dengan menggunakan meode ini sebesar 2,42% per ahun.

NO JUDUL PROBLEM VARIABEL 7. Periodic Review Probabilisic Muli-Iem Invenory Sysem wih Zero Lead Time under Consrains and Varying Order Cos (Hala A. Fergany) Bagaimana persediaan probabilisik muli iem, model single source invenory dengan zero lead ime dan bermacam biaya pesanan dibawah dua kendala, salah saunya adalah biaya simpan harapan dan yang lainnya adalah biaya safey sock harapan. 1. Average purchase cos 2. Expeced order cos 3. Expeced holding cos. MOTODE PEMECAHAN MASALAH Periodic Review (R, s, S) Sysem HASIL Variabel kebijakan unuk model ini adalah jumlah periode N dan ingka invenory maksimum Q* dan meminimumkan biaya oal. Unuk mendapakan nilai opimal dari variabel kebijakan ini dengan menggunakan pendekaan geomeric programming. 8. Periodic Review Probabilisic Muli-Iem Invenory Sisem wih Zero Lead Time under Consrains and Varying Holding Cos (Naglaa Hassan El-Sodany) Bagaimana persediaan probabilisik muli iem, model single source invenory dengan zero lead ime dan bermacam biaya penyimpanan. 1. Average purchase cos 2. Expeced order cos 3. Expeced holding cos. Model Persediaan (Q,r) Policy Variabel kebijakan unuk model ini adalah jumlah periode N dan ingka invenori maksimum Q* dan meminimumkan biaya oal. 9. Back order Raw Maerial Invenory Conrol Sysem Wih Lead Time and Ordering Cos Reducion (Case Sudy: PT ICI Pains Indonesia) (Tiena Gusina Amran & Dinar Suryo Lesmono) Bagaimana menyediakan pengendalian persediaan alernaif usulan yang opimal unuk klasifikasi bahan baku. 1. Periode waku pemesanan 2. Invenory 3. Safey Sock Model Persediaan (Q,r) Policy Dengan menggunakan Model Invenori (Q,R) Back order ada penghemaan sebanyak 5,81%.