PERBANDINGAN UJI KENORMALAN PADA KATEGORI FUNGSI DISTRIBUSI EMPIRIS MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MONTE CARLO

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN KEPEKAAN UJI KENORMALAN UNIVARIAT PADA KATEGORI MOMEN MELALUI SIMULASI MONTE CARLO

S - 19 UJI NORMALITAS BERDASARKAN METODE ANDERSON- DARLING, CRAMER-VON MISES DAN LILLIEFORS MENGGUNAKAN METODE BOOTSTRAP

Power Dari Uji Kenormalan Data

Pengantar Statistika Matematika II

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang sampel S adalah himpunan semua hasil dari suatu percobaan. Kejadian E

PENENTUAN UKURAN CONTOH DAN REPLIKASI BOOTSTRAP UNTUK MENDUGA MODEL REGRESI LINIER SEDERHANA

PENDETEKSIAN KRISIS KEUANGAN DI INDONESIA BERDASARKAN INDIKATOR PERTUMBUHAN KREDIT DOMESTIK

PENERAPAN MODEL REGRESI LINIER BAYESIAN UNTUK MENGESTIMASI PARAMETER DAN INTERVAL KREDIBEL

PENERAPANALMOST STOCHASTIC DOMINANCE DAN NEW ALMOST STOCHASTIC DOMINANCE PADA PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA

DISTRIBUSI ERLANG DAN PENERAPANNYA. Rini Kurniasih 1, Getut Pramesti 2 Mahasiswi Pendidikan Matematika FKIP UNS, Dosen Pendidikan Matematika FKIP UNS

MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS)

oleh ANADIORA EKA PUTRI M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

DEFICIENCY PENAKSIR PARAMETER PADA DISTRIBUSI GAMMA

MODEL PERSEDIAAN FUZZY DENGAN PENGURANGAN BIAYA PEMESANAN DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN

Kajian Beberapa Uji Kenormalan dan Kaitannya dengan Asumsi Kenormalan pada Beberapa Uji Statistika

PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI REGRESI NONPARAMETRIK SPLINE DAN REGRESI NONPARAMETRIK KERNEL PADA PERTUMBUHAN BALITA DI KOTA SURAKARTA

PERBANDINGAN KUASA WILCOXON RANK SUM TEST DAN PERMUTATION TEST DALAM BERBAGAI DISTRIBUSI TIDAK NORMAL

Interval Kepercayaan Skewness dan Kurtosis Menggunakan Bootstrap pada Data Kekuatan Gempa Bumi

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI M-KUANTIL MENGGUNAKAN METODE ITERATIVE REWEIGHTED LEAST SQUARE (IRLS)

oleh DYAH WARDIYANI M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

STATISTIKA. Muhamad Nursalman Pendilkom/Ilkom UPI

Distribusi Diskrit dan Kontinu yang Penting. Oleh Azimmatul Ihwah

PENDETEKSIAN KRISIS KEUANGAN DI INDONESIA BERDASARKAN INDIKATOR RASIO CADANGAN INTERNASIONAL TERHADAP M2 (UANG BEREDAR)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA

KULIAH ANALISIS STATISTIK DATA SIMULASI Tipe-tipe simulasi berdasarkan analisis output:

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu dapat

Statistik Dasar. 1. Pendahuluan Persamaan Statistika Dalam Penelitian. 2. Penyusunan Data Dan Penyajian Data

BAB II LANDASAN TEORI

PERAMALAN JUMLAH WISATAWAN GROJOGAN SEWU MENGGUNAKAN MODEL REGRESI RUNTUN WAKTU DENGAN EFEK VARIASI KALENDER

SISTEM LINEAR DALAM ALJABAR MAKS-PLUS

terhadap kesehatan persalinan. Sehingga tak heran jika negara-negara maju di

PROSES POISSON MAJEMUK DAN PENERAPANNYA PADA PENENTUAN EKSPEKTASI JUMLAH PENJUALAN SAHAM PT SRI REJEKI ISMAN Tbk

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA

PERBANDINGAN DISTRIBUSI BINOMIAL DAN DISTRIBUSI POISSON DENGAN PARAMETER YANG BERBEDA

ABSTRACT. Keywords : rainfall, forecasting, fuzzy time series seasonal method

PERBANDINGAN RAMALAN MODEL TARCH DAN EGARCH PADA NILAI TUKAR KURS EURO TERHADAP RUPIAH

PENDUGA RASIO MENGGUNAKAN KOEFISIEN REGRESI, VARIASI VARIABEL BANTU, DAN KORELASI PADA PRODUKSI KEDELAI DI PULAU JAWA TAHUN 2013

STATISTICS. Hanung N. Prasetyo WEEK 10 TELKOM POLTECH/HANUNG NP

MODEL REGRESI ROBUST MENGGUNAKAN ESTIMASI S DAN ESTIMASI GS

ESTIMASI RASIO MENGGUNAKAN KOEFISIEN REGRESI DAN KORELASI PADA PRODUKSI KACANG TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

MODEL EPIDEMI ROUTING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. mengestimasi parameter regresi. Distribusi generalized. digunakan dalam bidang ekonomi dan keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Menurut Darnius, O (2006, Hal : 53) simulasi dapat diartikan sebagai suatu

OPTIMALISASI PORTOFOLIO SAHAM MENGGUNAKAN MODEL MIXTURE OF MIXTURE

ANALISA KEANDALAN PADA PERALATAN UNIT PENGGILINGAN AKHIR SEMEN UNTUK MENENTUKAN JADWAL PERAWATAN MESIN (STUDI KASUS PT. SEMEN INDONESIA PERSERO TBK.

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL

MODUL II DISTRIBUSI PELUANG DISKRIT DAN KONTINU

UKURAN SAMPEL DAN DISTRIBUSI SAMPLING DARI BEBERAPA VARIABEL RANDOM KONTINU

SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENDUGA RASIO PADA PENGAMBILAN SAMPEL ACAK SEDERHANA MENGGUNAKAN KOEFISIEN REGRESI, KURTOSIS, DAN KORELASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

INFERENSI PARAMETER MEAN POPULASI NORMAL DENGAN METODE BAYESIAN OBYEKTIF

STATISTICS. Oleh: Hanung N. Prasetyo DISTRIBUSI NORMAL WEEK 6 TELKOM POLTECH/HANUNG NP

BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

DISTRIBUSI NORMAL. Pertemuan 3. Distribusi Normal_M. Jainuri, M.Pd 1

LANDASAN TEORI. Generalized Lambda Distribution (GLD) awalnya diusulkan oleh Ramberg dan

Penentuan Momen ke-5 dari Distribusi Gamma

Pengantar Statistika Matematika II

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERAMALAN JUMLAH WISATAWAN GROJOGAN SEWU MENGGUNAKAN MODEL AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE EXOGENOUS (ARIMAX) DENGAN VARIASI KALENDER

ANALISIS REGRESI LINIER SEDERHANA DENGAN METODE THEIL

MA5283 STATISTIKA Bab 3 Inferensi Untuk Mean

ESTIMASI PARAMETER DISTRIBUSI WEIBULL DENGAN TRANSFORMASI MODEL REGRESI MENGGUNAKAN METODE KUADRAT TERKECIL LINIER

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI

Pengantar Statistika Matematika II

REGRESI LOG-LOGISTIK UNTUK DATA TAHAN HIDUP TERSENSOR TIPE I. oleh NANDA HIDAYATI M

ESTIMASI PARAMETER DISTRIBUSI WEIBULL DENGAN TRANSFORMASI MODEL REGRESI MENGGUNAKAN METODE KUADRAT TERKECIL LINIER

STATISTIKA. Statistika pengkuantifikasian (pengkuantitatifan) hasil-hasil pengamatan terhadap kejadian, keberadaan, sifat/karakterisitik, tempat, dll.

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan, kedokteran, teknik mesin, software komputer, bahkan militer

PENAKSIRAN PARAMETER REGRESI LINIER DENGAN METODE BOOTSTRAP MENGGUNAKAN DATA BERDISTRIBUSI NORMAL DAN UNIFORM

ANALISIS ANOMALI KALENDER DI PASAR SAHAM INDONESIA DENGAN STOCHASTIC DOMINANCE

UJI STATISTIK NON PARAMETRIK. Widha Kusumaningdyah,, ST., MT

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan

BAB IV KAJIAN SIMULASI: PENDEKATAN BAYES PADA DATA n<<p DAN TERDAPAT KEKOLINEARAN-GANDA

METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE

DISTRIBUSI PELUANG KONTINYU DISTRIBUSI PROBABILITAS

Distribusi Normal Distribusi normal, disebut pula distribusi Gauss, adalah distribusi probabilitas yang paling banyak digunakan dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Distribusi Probabilitas : Gamma & Eksponensial

oleh ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika SURAKARTA

SIMULASI ANTRIAN PELAYANAN BONGKAR MUAT KAPAL

PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA BERDASARKAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI

KOMPUTASI METODE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE UNTUK PENGENDALIAN KUALITAS PROSES PRODUKSI MENGGUNAKAN GUI MATLAB

MODEL BLACK-SCHOLES HARGA OPSI BELI TIPE EROPA DENGAN PEMBAGIAN DIVIDEN

ESTIMASI-MM PADA REGRESI ROBUST (Studi Kasus Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2010)

Haryoso Wicaksono, S.Si., M.M., M.Kom. 26

PELABELAN SELIMUT (a, d) CY CLE TOTAL ANTI AJAIB SUPER PADA GRAF BUNGA MATAHARI, GRAF BROKEN FAN, DAN GRAF GENERALIZED FAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dasar-dasar Statistika Pemodelan Sistem

INFERENSI STATISTIK DISTRIBUSI BINOMIAL DENGAN METODE BAYES MENGGUNAKAN PRIOR KONJUGAT. Oleh : ADE CANDRA SISKA NIM: J2E SKRIPSI

Distribution. Contoh Kasus. Widya Rahmawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

POLINOMIAL KARAKTERISTIK MATRIKS DALAM ALJABAR MAKS-PLUS

Distribusi Weibull Power Series

INFERENSI PARAMETER SIMPANGAN BAKU POPULASI NORMAL DENGAN METODE BAYESIAN OBYEKTIF

PENDETEKSIAN KRISIS KEUANGAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN GABUNGAN MODEL VOLATILITAS DAN MARKOV SWITCHING BERDASARKAN INDIKATOR HARGA MINYAK

Transkripsi:

PERBANDINGAN UJI KENORMALAN PADA KATEGORI FUNGSI DISTRIBUSI EMPIRIS MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MONTE CARLO oleh ANNA ZAMMADUITA M0109010 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2013 to user i

perpustakaan.uns.ac.id ii

ABSTRAK Anna Zammaduita, 2013. PERBANDINGAN UJI KENORMALAN PADA KATEGORI FUNGSI DISTRIBUSI EMPIRIS MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MONTE CARLO. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Uji kenormalan berdasarkan pada fungsi distribusi empiris ada empat yaitu uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling. Keempat uji tersebut memiliki statistik uji yang berbeda. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kesimpulan diantara keempat uji tersebut sehingga perlu untuk dibandingkan. Perbandingan uji-uji tersebut didasarkan pada kekuatan uji masing-masing. Kekuatan uji merupakan besarnya probabilitas menolak H 0 ketika H 0 salah. Dengan melakukan simulasi Monte Carlo terhadap distribusi yang tidak normal, dapat diperoleh banyaknya H 0 yang ditolak. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh perbandingan uji kenormalan pada ketegori fungsi distribusi empiris. Berdasarkan hasil simulasi Monte Carlo, urutan kepekaan uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris dari yang tertinggi adalah uji Anderson-Darling, Cramer-von Mises, Kuiper, dan Kolmogorov-Smirnov. Ini berarti uji Anderson-Darling paling peka dalam mendeteksi ketidaknormalan. Kata kunci : uji Kolmogorov-Smirnov, uji Kuiper, uji Cramer-von Mises, uji Anderson-Darling, fungsi distribusi empiris. iii

ABSTRACT Anna Zammaduita, 2013. A COMPARISON OF NORMALITY TEST ON EMPIRICAL DISTRIBUTION FUNCTION CATEGORIES USING MONTE CARLO SIMULATION METHOD. Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University. There are four normality tests based on empirical distribution function. These are Kolmogorov Smirnov test, Kuiper test, Cramer-von Mises test, and Anderson-Darling test which have different test statistics. Thus, some tests have different conclusions. Therefore, in this research, the four tests are compared. The comparison of the tests is based on the power of each test. The power of the test is the probability for rejecting H 0 when H 0 is false. Using Monte Carlo simulation to the non-normal distribution, it can be acquired the number of H 0 which is rejected. The objective of this research is to obtain the comparison of normality test on the empirical distribution function categories. Based on the results of Monte Carlo simulations, the order of the sensitivity tests of normality on the empirical distribution function categories from the most sensitive is Anderson-Darling, Cramer-von Mises, Kuiper, and the Kolmogorov-Smirnov. It can be concluded that Anderson-Darling test is the most sensitive normality test in detecting the non-normality. Key words : Kolmogorov-Smirnov test, Kuiper test, Cramer-von Mises test, Anderson-Darling test, empirical distribution function. iv

MOTO Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S. Al Insyirah : 6) Selalu ada jalan keluar dari setiap masalah selama ada usaha dan doa v

PERSEMBAHAN Sebuah karya sederhana ini saya persembahkan untuk Ibu, Bapak, dan Kakak sebagai wujud atas doa, semangat, keringat, dan pengorbanan yang diberikan. vi

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Sugiyanto, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dra. Purnami Widyaningsih, M.App.Sc. selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Surakarta, Maret 2013 Penulis vii

Daftar Isi ABSTRAK................................. iii ABSTRACT................................ iv MOTO.................................... v PERSEMBAHAN.............................. vi KATA PENGANTAR........................... vii DAFTAR ISI................................ ix DAFTAR TABEL............................. xi DAFTAR GAMBAR............................ xii I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah....................... 1 1.2 Perumusan Masalah......................... 3 1.3 Batasan Masalah........................... 3 1.4 Tujuan Penelitian........................... 3 1.5 Manfaat Penelitian.......................... 4 II LANDASAN TEORI 5 2.1 Tinjauan Pustaka........................... 5 2.2 Teori-Teori Penunjang........................ 6 2.2.1 Konsep Dasar Statistika................... 6 2.2.2 Distribusi Probabilitas Kontinu Khusus........... 7 2.2.3 Fungsi Distribusi Empiris.................. 11 2.2.4 Uji Hipotesis.. commit.... to. user.................. 11 2.2.5 Uji Kenormalan........................ 12 viii

2.2.6 Uji Kolmogorov-Smirnov................... 14 2.2.7 Uji Kuiper........................... 14 2.2.8 Uji Cramer-von Mises.................... 15 2.2.9 Uji Anderson-Darling..................... 16 2.2.10 Simulasi Monte Carlo..................... 17 2.3 Kerangka Pemikiran......................... 18 III METODE PENELITIAN 19 IV PEMBAHASAN 22 4.1 Prosedur Pengujian.......................... 22 4.2 Perbedaan Kesimpulan........................ 26 4.3 Simulasi Monte Carlo......................... 34 4.3.1 Sampel Berdistribusi Eksponensial............. 35 4.3.2 Sampel Berdistribusi Chi-Kuadrat.............. 35 4.3.3 Sampel Berdistribusi Gamma................ 39 4.3.4 Sampel Berdistribusi Beta.................. 42 4.3.5 Sampel Berdistribusi Uniform................ 42 V PENUTUP 48 5.1 Kesimpulan.............................. 48 5.2 Saran.................................. 48 DAFTAR PUSTAKA 49 LAMPIRAN 52 ix

Daftar Tabel 2.1 Persentase dari sampel yang dapat ditolak untuk masing-masing uji kenormalan dengan ukuran sampel berbeda.......... 6 2.2 Nilai kritis D............................. 14 2.3 Nilai kritis V............................. 15 2.4 Nilai kritis W 2............................ 16 2.5 Nilai kritis A 2............................ 17 4.1 Data bangkitan pertama....................... 27 4.2 Data terurut.............................. 27 4.3 Perhitungan D............................ 28 4.4 Perhitungan W 2........................... 30 4.5 Perhitungan A 2............................ 31 4.6 Data bangkitan kedua........................ 31 4.7 Banyaknya menolak H 0 untuk masing-masing uji kenormalan dengan ukuran sampel berbeda beserta persentasenya dari sampel berdistribusi eksponensial...................... 36 4.8 Banyaknya menolak H 0 untuk masing-masing uji kenormalan dengan ukuran sampel berbeda beserta persentasenya dari sampel berdistribusi chi-kuadrat....................... 38 4.9 Banyaknya menolak H 0 untuk masing-masing uji kenormalan dengan ukuran sampel berbeda beserta persentasenya dari sampel berdistribusi gamma......................... 40 x

4.10 Banyaknya menolak H 0 untuk masing-masing uji kenormalan dengan ukuran sampel berbeda beserta persentasenya dari sampel berdistribusi beta.......................... 43 4.11 Banyaknya menolak H 0 untuk masing-masing uji kenormalan dengan ukuran sampel berbeda beserta persentasenya dari sampel berdistribusi uniform......................... 46 xi

Daftar Gambar 2.1 Kurva normal............................. 10 2.2 Fungsi distribusi empiris dan fungsi distribusi kumulatif normal. 13 3.1 Diagram alir simulasi........................ 21 4.1 Persentase menolak H 0 dari sampel berdistribusi eksponensial dengan parameter θ = 7 untuk n = 10, 20,..., 100.......... 37 4.2 Persentase menolak H 0 dari sampel berdistribusi chi-kuadrat dengan derajat bebas ν = 3 untuk n = 10, 20,..., 100........ 39 4.3 Persentase menolak H 0 dari sampel berdistribusi gamma dengan parameter θ = 3 dan κ = 5 untuk n = 10, 20,..., 100........ 41 4.4 Persentase menolak H 0 dari sampel berdistribusi beta dengan parameter a = 3 dan b = 1 untuk n = 10, 20,..., 100......... 44 4.5 Persentase menolak H 0 dari sampel berdistribusi uniform dengan parameter interval a = 3 dan b = 3 untuk n = 10, 20,..., 100.. 45 xii

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Supranto [22], statistika adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis data agar menghasilkan suatu informasi yang berguna dan mudah dipahami. McClave [14] mengemukakan ada dua macam statistika yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensi. Statistika deskriptif membahas metode pengumpulan, penyajian, dan pengukuran pemusatan serta penyebaran suatu data. Sementara itu, statistika inferensi membahas mengenai cara menganalisis data serta mengambil kesimpulan yang berkaitan dengan estimasi parameter dan pengujian hipotesis. Statistika inferensi dibagi dalam dua kelompok yaitu statistika parametrik dan statistika nonparametrik. Statistika parametrik bergantung pada asumsiasumsi tertentu. Dalam berbagai permasalahan, terdapat satu asumsi yang tetap yaitu sampel acak berasal dari populasi berdistribusi normal (kenormalan data). Misal pada uji t dan analisis variansi yang menggunakan asumsi kenormalan data. Sebaliknya, statistika nonparametrik tidak bergantung pada asumsi-asumsi tertentu (Daniel [8]). Razali dan Wah [15] menunjukkan ada dua cara untuk melihat kenormalan data yaitu secara visual dan uji statistik. Kenormalan data secara visual dapat ditampilkan dengan histogram dan plot probabilitas normal tetapi hasilnya bersifat subjektif sehingga diberikan cara dengan uji statistik yang bersifat objektif dalam memberikan kesimpulan. Uji statistik ini disebut uji kenormalan. Uji kenormalan menurut Arshad dkk. [4] ada empat kategori yaitu uji chi-kuadrat, teknik momen rasio, uji berdasarkan korelasi, dan uji berdasarkan fungsi distribusi empiris. Dalam software statistika seperti Minitab, SPSS, dan R, 1

beberapa uji kenormalan termasuk dalam kategori fungsi distribusi empiris. Uji berdasarkan fungsi distribusi empiris melibatkan data empiris (data yang berasal dari pengamatan). Uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris menurut Stephens [18] merupakan uji yang didasarkan pada perbandingan antara fungsi distribusi empiris dan yang dihipotesiskan. Thode [24] menyatakan uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris ada empat macam yaitu uji Kolmogorov- Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling. Statistik uji dari uji Kolmogorov-Smirnov dan Kuiper menggunakan jarak maksimum antara fungsi distribusi empiris dan yang dihipotesiskan. Sementara itu, statistik uji Cramervon Mises dan Anderson-Darling menggunakan kuadrat selisih antara fungsi distribusi empiris dan yang dihipotesiskan dengan pembobotan uji masing-masing. Dengan demikian, keempat uji tersebut memiliki perumusan statistik uji yang berbeda. Perumusan statistik uji yang berbeda ini memungkinkan adanya perbedaan kesimpulan diantara keempat uji tersebut sehingga perlu untuk dibandingkan. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Razali dan Wah [15] yang mengatakan bahwa antara uji kenormalan yang satu dengan yang lain menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Beberapa uji menolak hipotesis nol (H 0 ) sedangkan uji yang lain gagal menolak H 0 dengan H 0 adalah sampel acak berasal dari populasi berdistribusi normal. Conover [7] menyatakan bahwa uji-uji statistik dapat dibandingkan berdasarkan kekuatan uji masing-masing. Kekuatan uji merupakan besarnya probabilitas menolak H 0 ketika H 0 salah. Selain berdasarkan kekuatan uji, beberapa uji statistik juga dapat dibandingkan dengan melihat kepekaan dari masing-masing uji dalam menolak H 0 ketika H 0 salah. Untuk mengetahui kepekaan uji masingmasing dalam menolak H 0 ketika H 0 salah, dilakukan metode simulasi. Apabila simulasi melibatkan bilangan acak yang berasal dari distribusi tertentu, maka dapat digunakan simulasi Monte Carlo. Stephens [18] pada tahun 1974 melakukan penelitian mengenai perbandingan uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris menggunakan metode 2

simulasi Monte Carlo sebanyak 1.000 kali pengulangan dengan ukuran sampel yaitu 10, 20, dan 30. Hasil perbandingan uji-uji tersebut disajikan dalam bentuk tabel persentase menolak H 0. Penelitian Stephens menyimpulkan bahwa uji Cramer-von Mises dan Anderson-Darling sama kuat dalam menguji kenormalan data. Selanjutnya, dalam penelitian ini dilakukan pengembangan terhadap hasil penelitian Stephens yaitu perbandingan uji kenormalan pada ketegori fungsi distribusi empiris menggunakan metode simulasi Monte Carlo dengan 10.000 kali pengulangan dan ukuran sampel 10, 20,...,100. Hasil perbandingan keempat uji tersebut disajikan dalam bentuk grafik persentase menolak H 0. 1.2 Perumusan Masalah yaitu Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dibuat perumusan masalah 1. bagaimana perbandingan uji kenormalan pada ketegori fungsi distribusi empiris untuk uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling menggunakan metode simulasi Monte Carlo? 2. dari keempat uji tersebut, uji manakah yang paling peka menolak hipotesis nol ketika hipotesis nol salah? 1.3 Batasan Masalah Untuk mempermudah dalam pembahasan mengenai uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris, penulis membatasi permasalahan yaitu tidak ada nilai pengamatan yang sama dan dikhususkan untuk satu variabel (univariat). 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 3

1. memperoleh perbandingan uji kenormalan pada ketegori fungsi distribusi empiris untuk uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling menggunakan metode simulasi Monte Carlo, 2. mendapatkan uji yang paling peka menolak hipotesis nol ketika hipotesis nol salah dari keempat uji tersebut. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu apabila para statistikawan ingin mengetahui data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dapat digunakan uji yang paling kuat dari keempat uji tersebut. 4

Bab II LANDASAN TEORI Pada bagian pertama bab ini diberikan tinjauan pustaka yang berisi kajiankajian yang pernah dilakukan dan digunakan sebagai dasar dilaksanakannya penelitian. Pada bagian kedua bab ini diberikan teori penunjang yang berisi definisidefinisi dan teorema sebagai dasar untuk memperoleh pembahasan selanjutnya. Pada bagian ketiga dari bab ini disusun kerangka pemikiran yang menjelaskan alur pemikiran penulisan skripsi. 2.1 Tinjauan Pustaka Stephens [18] pada tahun 1974 melakukan perbandingan uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris. Hasil penelitian Stephens disajikan dalam Tabel 2.1. Dalam Tabel 2.1, notasi KS merupakan uji kenormalan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, Ku menggunakan uji Kuiper, CV menggunakan uji Cramer-von Mises, dan AD adalah menggunakan uji Anderson-Darling. Dari tabel tersebut tampak bahwa uji Cramer-von Mises dan Anderson-Darling merupakan pasangan terbaik dari uji kenormalan kategori fungsi distribusi empiris yang berarti sama-sama peka dalam mendeteksi ketidaknormalan sedangkan uji Kolmogorov-Smirnov adalah uji yang paling tidak peka. Razali dan Wah [15] pada tahun 2011 melakukan perbandingan antara uji Kolmogorov-Smirnov, Liliefors, Shapiro-Wilk, dan Anderson-Darling untuk mendapatkan uji yang paling peka menolak H 0 ketika H 0 salah. Perbandingan dari uji tersebut menggunakan metode simulasi Monte Carlo terhadap sampel yang dibangkitkan dari distribusi yang tidak normal. Hasil perbandingan menunjukkan uji Shapiro-Wilk adalah uji yang paling peka menolak H 0 ketika H 0 salah, kemudian diikuti oleh uji Anderson-Darling, Lilliefors, dan Kolmogorov-Smirnov. 5

Tabel 2.1. Persentase dari sampel yang dapat ditolak untuk masing-masing uji kenormalan dengan ukuran sampel berbeda Distribusi n KS V CV AD Distribusi n KS V CV AD Probabilitas Probabilitas Chi-kuadrat 10 51 65 64 67 Lognormal 10 45 53 56 59 20 86 94 94-20 78 84 88 91 30 98 100 100-30 94 97 99 99 Eksponensial 10 30 36 38 41 Laplace 10 13 14 16 16 20 59 71 74 82 20 22 22 26 26 30 76 88 90 95 30 29 31 35 - Uniform 20 12 17 16 21 t 10 17 18 18 20 30 17 25 26-20 23 25 28 32 Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Ahad dkk. [1] pada tahun 2011, kepekaan uji kenormalan seperti uji Kolmogorov-Smirnov, Anderson-Darling, Cramer-von Mises, dan Shapiro-Wilk dapat dievaluasi dalam berbagai distribusi tidak normal dan ukuran sampel yang berbeda. Hasil yang diperlihatkan dalam penelitian Ahad dkk. dari uji yang paling peka menolak H 0 ketika H 0 salah secara berturut-turut adalah uji Shapiro-Wilk, Anderson-Darling, Cramer-von Mises, dan Kolmogorov-Smirnov. 2.2 Teori-Teori Penunjang Pada bagian ini dijelaskan definisi, teorema, dan teori yang mendukung dalam mencapai tujuan penelitian. 2.2.1 Konsep Dasar Statistika Berikut konsep dasar statistika yang berguna dalam menunjang materi dalam pembahasan. Definisi 2.2.1, commit 2.2.2, 2.2.4, to user dan 2.2.5 mengacu dari Bain dan Engelhardt [5] sedangkan definisi 2.2.3 dari Conover [7]. 6

Definisi 2.2.1. Variabel acak X adalah suatu fungsi yang memetakan setiap hasil e yang mungkin pada ruang sampel S dengan suatu bilangan real x, sedemikian hingga X(e)=x. Definisi 2.2.2. Sampel acak berukuran n dari variabel acak X adalah himpunan variabel acak X 1, X 2,..., X n yang mempunyai fungsi densitas probabilitas f(x). Definisi 2.2.3. Fungsi densitas probabilitas dari variabel acak X merupakan fungsi yang memberikan probabilitas X pada suatu nilai x (x suatu bilangan real), yang dinyatakan sebagai f(x) = P (X = x), x = x 1, x 2,... Fungsi densitas probabilitas untuk variabel acak kontinu lebih sering disebut fungsi kepadatan. Definisi 2.2.4. Fungsi distribusi kumulatif (CDF) dari variabel acak X untuk setiap bilangan real x didefinisikan sebagai F (x) = P (X x). Definisi 2.2.5. Variabel acak X disebut variabel acak kontinu jika terdapat fungsi f(x) yang merupakan fungsi kepadatan dari X maka fungsi distribusi kumulatifnya dapat dinyatakan F (x) = x f(u)du. 2.2.2 Distribusi Probabilitas Kontinu Khusus Menurut Supranto [23], distribusi probabilitas merupakan suatu gambaran bagaimana nilai-nilai probabilitas didistribusikan terhadap nilai-nilai variabel acaknya. Apabila variabel acak X adalah kontinu, maka distribusi probabilitasnya disebut distribusi probabilitas kontinu. Berikut ini diberikan lima distribusi probabilitas kontinu yang dipakai dalam simulasi. Teori-teori distribusi probabilitas berikut mengacu dari Bain dan commit Engelhardt to user [5]. 1. Distribusi Uniform 7

Apabila variabel acak X kontinu yang mengasumsikan nilai hanya pada suatu interval terbatas, yaitu interval (a, b), dengan fungsi kepadatan konstan, maka distribusinya disebut distribusi uniform. Variabel acak X yang berdistribusi uniform memiliki fungsi kepadatan f(x; a, b) = 1 b a, a < x < b 0, x yang lain dan dapat dinotasikan dengan X UNIF (a, b). 2. Distribusi Gamma Variabel acak X kontinu dikatakan mempunyai distribusi gamma dengan parameter θ > 0 dan κ > 0 jika mempunyai bentuk fungsi kepadatan f(x; θ, κ) = 1 θ κ Γ(κ) xκ 1 e x/θ, x > 0 dan dinotasikan sebagai X GAM(θ, κ). 3. Distribusi Eksponensial 0, x yang lain Distribusi eksponensial diperoleh dari distribusi gamma dengan θ dan κ = 1 sehingga mempunyai bentuk fungsi kepadatan f(x; θ) = 1 θ e x/θ, x > 0 0, x yang lain Variabel acak X yang berdistribusi eksponensial dengan parameter θ dapat dinotasikan sebagai X EXP (θ). 4. Distribusi Chi-Kuadrat Distribusi chi-kuadrat diperoleh dari distribusi gamma dengan θ = 2 dan κ = ν sehingga mempunyai bentuk fungsi kepadatan 2 8

f(x; ν) = 1 2 ν 2 Γ( ν 2 1 e x 2, x > 0 2 )xν 0, x yang lain. Variabel acak X yang berdistribusi chi-kuadrat dengan derajat bebas ν dapat dinotasikan sebagai X χ 2 (ν). 5. Distribusi Beta Variabel acak X kontinu dikatakan berdistribusi beta dengan parameter a > 0 dan b > 0 jika mempunyai fungsi kepadatan f(x; a, b) = Γ(a+b) Γ(a)Γ(b) x(a 1) (1 x) (b 1), 0 < x < 1 0, x yang lain dan dapat dinotasikan sebagai X BET A(a, b). Selain kelima distribusi tersebut, terdapat distribusi probabilitas kontinu yang lain yaitu distribusi normal. Variabel acak X yang berdistribusi normal dengan parameter µ dan σ 2 dapat dinotasikan sebagai X N(µ, σ 2 ). Menurut Supranto [23], ciri-ciri dari distribusi normal adalah 1. bentuk kurva normal seperti lonceng dan simetris 2. parameter σ menunjukkan lebar dari kurva 3. titik tertinggi dari kurva normal terletak pada nilai rata-rata, median dan modus yang sama 4. kedua ekor kurva memanjang tak terbatas dan tidak pernah memotong sumbu horizontal 5. luas total area di bawah kurva normal sama dengan satu. Fungsi kepadatan dari distribusi normal diberikan dalam rumus matematik sebagai f(x) = 1 1 2πσ 2 e 2 ( x µ σ )2, < x < 9

dengan µ dan σ menunjukkan mean dan deviasi standar (Bain dan Engelhardt [5]). Kurva dari fungsi kepadatan tersebut biasanya disebut kurva normal. Kurva normal ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar tersebut mengindikasikan bahwa luas area di bawah kurva normal diantara nilai µ ± σ, µ ± 2σ, dan µ ± 3σ secara berturut-turut sebesar 68, 26%, 95, 44%, dan 99,74%. Gambar 2.1. Kurva normal adalah Menurut Soejoeti [16], fungsi distribusi kumulatif untuk distribusi normal F (x) = P (X x) = 1 x 2πσ 2 Z n = X µ σ/ n mendekati distribusi normal standar untuk n. e 1 2 ( u µ σ )2 du. Apabila variabel acak X berdistribusi normal dengan mean µ dan deviasi standar σ, maka X dapat ditransformasikan menjadi variabel terstandarisasi Z = X µ σ yang mempunyai distribusi normal standar (Johnson dan Bhattacharyya [11]). Berikut ini diberikan teorema yang mengacu dari Strait [21]. Teorema 2.2.1. (Teorema Limit Pusat) Misalkan X 1, X 2,..., X n adalah variabel acak yang independen dan berdistribusi identik dengan mean µ dan variansi σ 2. Misalkan variabel acak didefinisikan dengan X = (X 1 +X 2 +...+X n )/n. Distribusi dari 10

2.2.3 Fungsi Distribusi Empiris Menurut Thode [24], fungsi distribusi empiris diperoleh dari sampel dan disimbolkan dengan F n (x). Definisi berikut mengacu dari Gibbons [10]. Definisi 2.2.6. Misalkan X 1, X 2,..., X n merupakan sampel acak berukuran n yang diambil dari sebuah populasi dengan fungsi distribusi kumulatif F (x) bertipe kontinu dan X (1) < X (2) <... < X (n) disusun dalam urutan naik dari X i, maka susunan inilah yang disebut statistik terurut dari sampel acak X 1, X 2,..., X n. Misalkan X (1), X (2),..., X (n) adalah statistik terurut, fungsi distribusi empiris didefinisikan sebagai F n (x) = dengan i = 1, 2,..., n 1. 0, x < X (1) i n X (i) x < X (i+1) 1, X (n) x 2.2.4 Uji Hipotesis Menurut Bain dan Engelhardt [5], uji hipotesis dilakukan untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dari suatu hipotesis berdasarkan bukti pengamatan. Hipotesis ada dua macam yaitu hipotesis nol (H 0 ) dan hipotesis alternatif (H 1 ). Berikut ini diberikan definisi yang berhubungan dengan uji hipotesis, yaitu daerah kritis, statistik uji, tingkat signifikansi dan kekuatan uji. Definisi daerah kritis, tingkat signifikansi, dan kekuatan uji mengacu dari Bain dan Engelhardt [5] sedangkan definisi statistik uji dari Conover [7]. Definisi 2.2.7. Daerah kritis suatu uji merupakan himpunan nilai-nilai statistik uji yang membawa ke penolakan hipotesis nol. Definisi 2.2.8. Statistik uji adalah statistik yang digunakan untuk membantu membuat kesimpulan dalam suatu uji hipotesis. Keputusan yang dibuat dalam menolak atau menerima hipotesis mengandung ketidakpastian. Ini artinya keputusan yang diperoleh bisa salah dan juga 11

bisa benar. Adanya unsur ketidakpastian ini menyebabkan risiko bagi pembuat keputusan. Besar kecilnya risiko dinyatakan dalam nilai probabilitas. Tipe kesalahan yang mungkin terjadi dalam uji hipotesis ada dua macam. 1. Kesalahan tipe I Kesalahan tipe I merupakan kesalahan menolak H 0 padahal H 0 benar. Probabilitas kesalahan tipe I dinotasikan sebagai α sehingga dapat dituliskan P (Kesalahan tipe I)=α. 2. Kesalahan tipe II Kesalahan tipe II adalah kesalahan gagal menolak H 0 padahal H 0 salah. Probabilitas kesalahan tipe II dinotasikan β sehingga dapat dituliskan P (Kesalahan tipe II)=β. Definisi 2.2.9. Tingkat signifikansi dari uji hipotesis yang dinotasikan dengan α adalah probabilitas maksimum menolak H 0 padahal H 0 benar. Definisi 2.2.10. Kekuatan suatu uji merupakan besarnya probabilitas menolak H 0 ketika H 0 salah dan dinotasikan sebagai Kekuatan uji = 1-P (Kesalahan tipe II)=1-β. 2.2.5 Uji Kenormalan Berikut hipotesis dari pengujian kenormalan suatu variabel acak X. H 0 : H 1 : Sampel acak berasal dari populasi dengan fungsi distribusi F (x), dimana untuk kasus kenormalan F (x) berdistribusi normal. Sampel acak tidak berasal dari populasi berdistribusi normal. Distribusi F (x) adalah normal dengan commit µ to dan user σ 2 yang tidak diketahui. Oleh karena itu, µ dan σ 2 n i diestimasi oleh x = x i dan s 2 n i = (x i x) 2. Variabel X n n 1 12

ditransformasikan menjadi variabel terstandarisasi Z. Karena µ dan σ 2 diestimasi oleh x dan s 2, maka variabel terstandarisasi Z dapat dihitung dengan rumus z i = (x i x)/s dan F (z i ) diperoleh dari tabel normal standar. Menurut Thode [24], uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris didasarkan pada perbandingan antara fungsi distribusi empiris F n (x) dan yang dihipotesiskan F (x). Razali dan Wah [15] menyatakan uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris dibagi menjadi 2 kelas. 1. Uji yang didasarkan pada jarak maksimum antara F n (x) dan F (x), yang termasuk dalam kelas ini adalah uji Kolmogorov-Smirnov dan Kuiper. 2. Uji Kuadratik. Pada kelas ini didasarkan pada kuadrat selisih antara F n (x) dan F (x). Uji Anderson-Darling dan Cramer-von Mises termasuk dalam uji kuadratik. Gambar 2.2 memberikan ilustrasi umum mengenai grafik fungsi distribusi empiris F n (x) dengan fungsi distribusi kumulatif normal F (x). Apabila F n (x) sangat berbeda dengan F (x), maka hipotesis nol akan ditolak. Ini berarti sampel acak tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Gambar 2.2. Fungsi distribusi empiris dan fungsi distribusi kumulatif normal 13

2.2.6 Uji Kolmogorov-Smirnov Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk mengetahui apakah suatu sampel acak dari populasi kontinu yang tidak diketahui mengikuti suatu distribusi tertentu. Statistik Kolmogorov-Smirnov D didefinisikan sebagai D = max(d +, D ) dimana D + = max i=1,2,...,n [ i n F (z i)] D = max i=1,2,...,n [F (z i ) i 1 n ]. Selanjutnya, Stephens [18] mendefinisikan modifikasi statistik Kolmogorov- Smirnov D sebagai D = ( n 0, 01 + 0, 85 n )D. Pengambilan keputusan dari uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat dari daerah kritisnya. Daerah kritis untuk uji ini yaitu jika nilai modifikasi Kolmogorov- Smirnov D lebih besar dari nilai kritisnya, maka H 0 akan ditolak. Beberapa nilai kritis untuk modifikasi Kolmogorov-Smirnov D dengan masing-masing tingkat signifikansi α (Thode [24]) dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Nilai kritis D α Nilai Kritis 10% 0,819 5% 0,895 2,5% 0,955 1% 1,035 2.2.7 Uji Kuiper Kuiper [13] pada tahun 1960 mengusulkan suatu uji kenormalan pada kategori fungsi distribusi empiris dengan mengkombinasikan statistik Kolmogorovcommit Smirnov, yaitu D + dan D. Uji kenormalan ini dikenal sebagai uji Kuiper. 14

Statistik Kuiper V didefinisikan sebagai V = D + + D dan modifikasi statistik Kuiper V untuk semua ukuran sampel (Stephens [18]) dinyatakan dengan V = ( n + 0, 05 + 0, 82 n )V. Selanjutnya, dalam mengambil keputusan pada pengujian hipotesis kenormalan data dengan uji ini diberikan suatu daerah kritis yaitu jika nilai modifikasi statistik Kuiper V lebih besar dari nilai kritisnya, maka H 0 akan ditolak. Besarnya nilai kritis untuk modifikasi statistik Kuiper V tampak dalam Tabel 2.3 dengan masing-masing tingkat signifikansi α (Thode [24]). Tabel 2.3. Nilai kritis V α Nilai Kritis 10% 1,386 5% 1,489 2,5% 1,585 1% 1,693 2.2.8 Uji Cramer-von Mises Conover [7] menyatakan bahwa uji Cramer-von Mises dikembangkan oleh Cramer dan von Mises. Uji Cramer-von Mises termasuk dalam uji kuadratik. Uji kudratik didefinisikan oleh Anderson dan Darling [2] sebagai n [F n (x) F (x)] 2 ψ(f (x))df (x). (2.1) dengan ψ(f (x)) fungsi pembobot. Uji cramer-von mises mempunyai fungsi pembobot ψ(f (x)) = 1 sehingga menjadi n [F n (x) F (x)] 2 df (x). 15

Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Anderson dan Darling [3], diberikan statistik Cramer-von Mises W 2 sebagai W 2 = 1 n 12n + [F (z i ) 2i 1 2n ]2. i=1 Modifikasi statistik Cramer-von Mises W 2 yang diusulkan oleh Stephens [18] didefinisikan dengan W 2 = (1 + 0, 5 n )W 2. Uji Cramer-von Mises memberikan daerah kritis dalam pengujian hipotesis yaitu dengan membandingkan nilai modifikasi statistik Cramer-von Mises W 2 dan nilai kritisnya. Jika nilai modifikasi statistik Cramer-von Mises W 2 lebih besar daripada nilai kritis, maka hipotesis nol ditolak. Tabel 2.4 memberikan nilai kritis untuk modifikasi statistik Cramer-von Mises W 2 pada masing-masing tingkat signifikansi α (Stephens [18]). Tabel 2.4. Nilai kritis W 2 (α Nilai Kritis 10% 0,104 5% 0,126 2,5% 0,148 1% 0,178 2.2.9 Uji Anderson-Darling Uji Anderson-Darling merupakan suatu uji kenormalan yang termasuk dalam kategori fungsi distribusi empiris. Menurut Razali dan Wah [15], uji Anderson-Darling adalah modifikasi dari uji Cramer-von Mises sehingga juga termasuk dalam kelas kuadratik. Anderson dan Darling [3] menyatakan bahwa pembobot untuk uji ini adalah 1 ψ(f (x)) = F (x)[1 F (x)]. (2.2) 16

Oleh karena itu, dengan mensubstitusikan persamaan (2.2) ke (2.1) diperoleh n [F n (x) F (x)] 2 df (x). F (x)[1 F (x)] Dalam rangka mempermudah perhitungan, diberikan formula untuk statistik Anderson-Darling A 2 (Stephens [19]) dengan A 2 = n 1 n n [ (2i 1) ln ( F (z i ) ) + ln ( 1 F (z n+1 i ) )]. i=1 Selanjutnya Stephens [20] mendefinisikan modifikasi statistik Anderson-Darling A 2 sebagai A 2 = (1 + 0, 75 n + 2, 25 n 2 )A2. Daerah kritis untuk uji Anderson-Darling dalam menentukan H 0 ditolak atau diterima dengan membandingkan nilai modifikasi statistik Anderson-Darling A 2 dan nilai kritisnya. Apabila nilai modifikasi statistik Anderson-Darling A 2 lebih besar dari nilai kritisnya, maka H 0 akan ditolak. Tabel 2.5 menyajikan nilai kritis untuk modifikasi statistik Anderson-Darling A 2 tingkat signifikansi α (Thode [24]). dengan masing-masing Tabel 2.5. Nilai kritis A 2 α Nilai Kritis 10% 0,656 5% 0,787 2,5% 0,918 1% 1,092 2.2.10 Simulasi Monte Carlo Simulasi menurut Banks [6] adalah tiruan dari proses dunia nyata atau sistem. Simulasi menyangkut pembangkitan proses serta pengamatan dari proses untuk menarik kesimpulan dari commit sistem to user yang diwakili. Menurut Efron [9], simulasi dilakukan sebanyak 10.000 kali agar meyakinkan bahwa simulasi mampu 17

menjelaskan gambaran yang sebenarnya. Steelee dan Chaseling [17] mengatakan bahwa probabilitas penolakan hipotesis nol apabila hipotesis nol salah untuk masing-masing uji statistik dapat diestimasi dengan 10.000 sampel acak yang disimulasi. Salah satu metode yang berperan dalam simulasi adalah metode Monte Carlo. Menurut Kakiay [12], prinsip kerja dari metode Monte Carlo adalah membangkitkan bilangan-bilangan acak atau sampel dari suatu variabel acak yang telah diketahui distribusinya. Oleh karena itu, apabila menghendaki model simulasi yang mengikutsertakan bilangan acak dengan distribusi probabilitas yang diketahui dan ditentukan, maka menggunakan metode simulasi Monte Carlo. Simulasi Monte Carlo dapat diaplikasikan untuk mengestimasi nilai kritis atau membandingkan kepekaan uji (Steelee dan Chaseling [17]). 2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat disusun suatu kerangka pemikiran yang mungkin dalam pembahasan penelitian ini. Dalam menguji kenormalan data, uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling memiliki perbedaan dalam perhitungan statistik uji. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kesimpulan diantara keempat uji tersebut. Mengingat pentingnya menguji kenormalan guna menentukan metode yang akan digunakan oleh statistikawan, maka diperlukan suatu uji yang kuat dalam mendeteksi kenormalan data. Penelitian ini membandingkan keempat uji tersebut berdasarkan kepekaannya untuk menolak H 0 ketika H 0 salah. Untuk memperoleh kepekaan uji masingmasing dalam menolak H 0 ketika H 0 salah, dilakukan simulasi sampel acak dari distribusi yang tidak normal sebanyak 10.000 kali pengulangan. Karena penelitian ini menghendaki model simulasi yang melibatkan bilangan acak dari distribusi tertentu, maka menggunakan metode simulasi Monte Carlo. Hasil simulasi tersebut dapat menghasilkan uji yang paling kuat dalam menguji kenormalan data. 18

Bab III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, yaitu dengan cara mempelajari materi karya-karya ilmiah pada jurnal maupun buku referensi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi pengujian kenormalan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling. 2. Memberikan contoh adanya perbedaan kesimpulan diantara uji Kolmogorov- Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling. 3. Mengkonstruksi metode simulasi Monte Carlo dengan software Matlab 7.1. (a) Membangkitkan bilangan acak yang berdistribusi eksponensial dengan ukuran sampel sebesar 10 sebanyak 10.000 kali. (b) Setiap data bangkitan pada langkah (a) dihitung statistik ujinya dari keempat uji tersebut. (c) Jika statistik uji masing-masing lebih besar daripada nilai kritisnya, maka H 0 ditolak. (d) Menghitung jumlah H 0 yang ditolak dari 10.000 pengulangan untuk masing-masing uji. (e) Menghitung persentase menolak H 0 untuk masing-masing uji. Persentase menolak H 0 = jumlah H 0 yang ditolak x100% 10000 (f) Mengulangi langkah (a) commit sampai to (e) user untuk ukuran sampel yang bervariasi yaitu 20, 30,...,100. 19

(g) Membuat grafik antara ukuran sampel yang bervariasi dan persentase menolak H 0 dari keempat uji tersebut. (h) Mengulangi langkah (a) sampai (g) untuk distribusi gamma, chi-kuadrat, beta, dan uniform. 4. Membandingkan uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling berdasarkan hasil simulasi. Uji yang memiliki kepekaan tertinggi dalam menolak H 0 ketika H 0 salah merupakan uji yang paling kuat dalam menguji kenormalan data. Diagram alir dalam mengkonstruksi program simulasi disajikan selengkapnya dalam Gambar 3.1. 20

Gambar 3.1. Diagram alir simulasi 21

Bab IV PEMBAHASAN Dalam bagian ini yang dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi pengujian kenormalan menggunakan uji kenormalan berdasarkan kategori fungsi distribusi empiris yaitu uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling. Selanjutnya diberikan contoh ketika hasil kesimpulan berbeda antara uji yang satu dengan yang lainnya. Untuk mengatasinya, dilakukan simulasi Monte Carlo guna memperoleh kepekaan uji masing-masing dalam menolak H 0 ketika H 0 salah sehingga diperoleh uji yang kuat dalam menguji kenormalan data. 4.1 Prosedur Pengujian Pada bagian ini, diberikan langkah-langkah pengujian hipotesis untuk mengetahui sampel acak berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. 1. Uji Kolmogorov Smirnov Berikut langkah-langkah pengujian hipotesis untuk kenormalan data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. (a) Hipotesis H 0 : H 1 : sampel acak berasal dari populasi berdistribusi normal sampel acak tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika D Tabel 2.2 > commit nilai kritis, to user dimana nilai kritis diperoleh dari 22

(d) Statistik uji Statistik uji dari uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan jarak maksimum antara F n (x) dan F (x), yaitu [F n (x)-f (x)] dan [F (x)- F n (x)]. Untuk F n (x)>f (x), perumusan statistik uji Kolomogorov- Smirnov adalah [F n (x)-f (x)] dan dinotasikan dengan D. Sebaliknya untuk F n (x)<f (x), statistik uji Kolomogorov-Smirnov dinotasikan dengan D dan dirumuskan dengan [F (x)-f n (x)]. Dari dua hal tersebut diambil nilai yang maksimum. Nilai ini merupakan statistik uji dari uji Kolomogorov-Smirnov yang dinotasikan dengan D. Statistik uji Kolomogorov-Smirnov D tersebut kemudian dimodifikasi oleh Stephens [18] dengan metode simulasi Monte Carlo. Berikut perumusan statistik uji Kolomogorov-Smirnov yang dimodifikasi. dengan D = ( n 0, 01 + 0, 85 n )D (4.1) D + = max i=1,2,...,n [ i n F (z i)] D = max i=1,2,...,n [F (z i ) i 1 n ] D = max(d +, D ) dimana D adalah modifikasi statistik Kolmogorov-Smirnov, D adalah statistik Kolmogorov-Smirnov, n adalah banyaknya sampel acak dan F (z i ) adalah distribusi probabilitas kumulatif normal standar untuk z i = (x i x)/s yang diperoleh dari tabel normal standar dengan x i merupakan statistik terurut. (e) Kesimpulan 2. Uji Kuiper Uji Kuiper mengkombinasikan statistik Kolmogorov-Smirnov, yaitu D + dan D. Berikut ini adalah uji hipotesis untuk kenormalan data menggunakan uji Kuiper. 23

(a) Hipotesis H 0 : sampel acak berasal dari populasi berdistribusi normal H 1 : sampel acak tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika V Tabel 2.3 > nilai kritis, dimana nilai kritis diperoleh dari (d) Statistik uji Statistik uji Kuiper merupakan kombinasi statistik Kolmogorov- Smirnov, yaitu D + dan D sehingga uji ini juga menggunakan jarak maksimum antara F n (x) dan F (x). Sama halnya uji Kolmogorov- Smirnov, statistik uji Kuiper juga dimodifikasi dan dinotasikan dengan V. Berikut ini perumusan dari modifikasi statistik Kuiper V. V = ( n + 0, 05 + 0, 82 n )V (4.2) dengan V = D + + D. Notasi V menunjukkan statistik Kuiper, V adalah modifikasi statistik Kuiper dan n adalah banyaknya sampel acak (e) Kesimpulan 3. Uji Cramer-von Mises Langkah-langkah pengujian hipotesis untuk kenormalan data dengan uji Cramer-von Mises sebagai berikut. (a) hipotesis H 0 : H 1 : sampel acak berasal dari populasi berdistribusi normal sampel acak tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) tingkat signifikansi (α) (c) daerah kritis H 0 ditolak jika W 2 Tabel 2.4 > nilai kritis, dimana nilai kritis diperoleh dari 24

(d) statistik uji Statistik uji Cramer-von Mises menggunakan kuadrat selisih antara F n (x) dan F (x) dengan fungsi pembobot ψ(f (x)) = 1, yaitu n [F n(x) F (x)] 2 df (x). Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Anderson dan Darling [?], didefinisikan statistik Cramer-von Mises agar mempermudah dalam perhitungan, yaitu 1 12n + n i=1 [F (z i) 2i 1 2n ]2. Rumus 2i 1 2n merupakan rata-rata dari i n i 1 dan. Seperti uji- n uji yang sebelumnya, statistik Cramer-von Mises juga dimodifikasi. Perumusan modifikasi statistik Cramer-von Mises adalah dengan W 2 = 1 12n + n i=1 [F (z i) 2i 1 2n ]2 dimana W 2 W 2 = (1 + 0, 5 n )W 2 (4.3) adalah modifikasi statistik Cramer-von Mises, W 2 adalah statistik Cramer-von Mises, n adalah banyaknya sampel acak dan F (z i ) adalah distribusi probabilitas kumulatif normal standar untuk z i = (x i x)/s yang diperoleh dari tabel normal standar dengan x i merupakan statistik terurut. (e) kesimpulan 4. Uji Anderson-Darling Berikut ini adalah pengujian hipotesis untuk kenormalan data yang menggunakan uji Anderson-Darling. (a) Hipotesis H 0 : H 1 : sampel acak berasal dari populasi berdistribusi normal sampel acak tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika A 2 Tabel 2.5 > nilai kritis, dimana nilai kritis diperoleh dari 25

(d) Statistik uji Statistik uji Anderson-Darling didefinisikan dengan n [F n (x) F (x)] 2 df (x) F (x)[1 F (x)] dimana 1 F (x)[1 F (x)] merupakan fungsi pembobot. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa statistik uji Anderson-Darling juga menggunakan kuadrat selisih antara F n (x) dan F (x). Menurut Stephens [19], dalam rangka mempermudah perhitungan diberikan formula untuk statistik Anderson-Darling, yaitu n 1 n [ n i=1 ln ( F (z i ) ) + ln ( 1 F (z n+1 i ) )]. Formula 2i 1 n dalam perumusan tersebut merupakan penambahan antara i n i 1 dan. n Stephens juga memodifikasi statistik Anderson-Darling melalui simulasi Monte Carlo. Berikut modifikasi statistik Anderson-Darling. dengan A 2 = (1 + 0, 75 n + 2, 25 n 2 )A2 (4.4) A 2 = n 1 n n i=1 (2i 1) [ln ( F (z i ) ) + ln ( 1 F (z n+1 i ) )] dimana A 2 adalah modifikasi statistik Anderson-Darling, A 2 adalah statistik Anderson-Darling, n adalah banyaknya sampel acak dan F (z i ) adalah distribusi probabilitas kumulatif normal standar untuk z i = (x i x)/s yang diperoleh dari tabel normal standar dengan x i merupakan statistik terurut. (e) Kesimpulan 4.2 Perbedaan Kesimpulan Di sini diberikan dua contoh adanya perbedaan kesimpulan diantara uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling. Contoh 4.2.1. Perbedaan kesimpulan antara uji Kolmogorov-Smirnov dengan uji Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling. 26

Diberikan data X yang memuat sampel acak yang dibangkitkan dengan n = 10. Data ditampilkan pada Tabel 4.1 dan diperoleh x = 0, 59707 dan s = 1, 13316. Tabel 4.1. Data bangkitan pertama -0,84864 0,23104 1,46901-0,80387-1,09376-0,86493 0,99714-1,46741-1,72315-1,86610 Langkah awal dalam pengujian kenormalan untuk keempat uji tersebut adalah mengurutkan data dari kecil ke besar. Data terurut tersebut selengkapnya tampak dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2. Data terurut -1,86610-1,72315-1,46741-1,09376-0,86493-0,84864-0,80387 0,23104 0,99714 1,46901 Berikut ini dilakukan pengujian kenormalan terhadap data Tabel 4.2 untuk masing-masing uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises dan Anderson- Darling dengan tingkat signifikansi 5%. 1. Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov (a) Hipotesis H 0 : H 1 : data berasal dari populasi berdistribusi normal data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) = 5% (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika D > 0,895 (d) Statistik uji Statistik uji ini, yaitu D, ditentukan dengan (4.1). Agar lebih mudah, ditentukan dahulu nilai D + dan D. Perhitungan kedua nilai tersebut terlihat dalam Tabel 4.3. Dari Tabel 4.3, khususnya kolom 7 dan 8 diperoleh D + = max[ i n F (z i)] = 0, 27241 dan D = max[f (z i ) i 1 n ] = 27

0, 13138. Berdasarkan nilai D + dan D, diperoleh nilai yang maksimum dari keduanya sebesar 0,27241 sehingga D = 0, 27241. Dengan demikian, D = 0, 93193. i x i i n Tabel 4.3. Perhitungan D i 1 n z i = (x i x)/s F (z i ) i n F (z i) F (z i ) i 1 n 1-1,86610 1 10 0-1,11990 0,13138-0,03138 0,13138 2-1,72315 2 10 3-1,46741 3 10 4-1,09376 4 10 5-0,86493 5 10 6-0,84864 6 10 7-0,80387 7 10 8 0,23104 8 10 9 0,99714 9 10 1-0,99375 0,16017 0,03983 0,06017 10 2-0,76806 0,22123 0,07877 0,02123 10 3-0,43832 0,33058 0,06942 0,03058 10 4-0,23638 0,40657 0,09343 0,00657 10 5-0,22201 0,41215 0,18785-0,08785 10 6-0,18250 0,42759 0,27241-0,17241 10 7 0,73080 0,76755 0,03245 0,06755 10 8 1,40687 0,92027-0,02027 0,12027 10 10 1,46901 1 9 10 1,82329 0,96587 0,03413 0,06587 (e) Kesimpulan Karena D = 0, 93193 >0,895 maka H 0 ditolak. Ini berarti data yang dibangkitkan dan yang disajikan dalam Tabel 4.2 tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Menggunakan Uji Kuiper (a) Hipotesis H 0 : H 1 : data berasal dari populasi berdistribusi normal data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) = 5% (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika V > 1,489 28

(d) Statistik uji Dari perhitungan sebelumnya, D + = 0, 27241 dan D = 0, 13138 sehingga nilai V = 0, 40379. Dengan (4.2), diperoleh V = 1, 40179. (e) Kesimpulan Karena V = 1, 40179 <1,489 maka H 0 diterima. Artinya data hasil bangkitan yang ditampilkan dalam Tabel 4.2 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 3. Menggunakan Uji Cramer-von Mises (a) Hipotesis H 0 : H 1 : data berasal dari populasi berdistribusi normal data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) = 5% (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika W 2 > 0,126 (d) Statistik uji Statistik uji ini, yaitu W 2, dirumuskan dalam persamaan (4.3). Dari (4.3), terlihat bahwa terlebih dahulu ditentukan nilai W 2. W 2 bergantung pada nilai [F (z i ) 2i 1 2n ]2. berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Nilai Oleh karena itu, nilai [F (z i ) 2i 1 2n ]2 harus dihitung terlebih dahulu. Perhitungan nilai tersebut tampak dalam Tabel 4.4. Dari Tabel 4.4, khususnya kolom 7 baris 12 dapat diperoleh 10 i=1 [F (z i) 2i 1 2n ]2 = 0, 08379 sehingga nilai W 2 = 0, 09212. Dengan demikian, W 2 = 0, 09673. (e) Kesimpulan Karena W 2 = 0, 09673 < 0,126 maka H 0 diterima. Ini artinya data yang disajikan dalam Tabel 4.2 dan merupakan data hasil bangkitan 4. Menggunakan Uji Anderson Darling 29

Tabel 4.4. Perhitungan W 2 i x i z i = (x i x)/s F (z i ) 2i 1 2n F (z i ) 2i 1 2n [F (z i ) 2i 1 2n ]2 1-1,86610-1,11990 0,13138 0,05 0,08138 0,00662 2-1,72315-0,99375 0,16017 0,15 0,01017 0,00010 3-1,46741-0,76806 0,22123 0,25-0,02877 0,00083 4-1,09376-0,43832 0,33058 0,35-0,01942 0,00038 5-0,86493-0,23638 0,40657 0,45-0,04343 0,00189 6-0,84864-0,22201 0,41215 0,55-0,13785 0,01900 7-0,80387-0,18250 0,42759 0,65-0,22241 0,04947 8 0,23104 0,73080 0,76755 0,75 0,01755 0,00031 9 0,99714 1,40687 0,92027 0,85 0,07027 0,00494 10 1,46901 1,82329 0,96587 0,95 0,01587 0,00025 10 i=1 [F (z i) 2i 1 2n ]2 = 0,0837 (a) Hipotesis H 0 : H 1 : data berasal dari populasi berdistribusi normal data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) = 5% (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika A 2 > 0,787 (d) Statistik uji Statistik uji Anderson-Darling, yaitu A 2, dihitung dengan persamaan (4.4). Untuk memperoleh A 2, terlebih dahulu dihitung nilai A 2. Nilai [ A 2 bergantung pada nilai (2i 1) ln ( F (z i ) ) + ln ( 1 F (z n+1 i ) )]. Perhitungan nilai tersebut disajikan dalam Tabel 4.5. Dari tabel ini, 10 i=1 (2i 1) [ln ( F (z i ) ) + ln ( 1 F (z n+1 i ) )] = 105, 04973 sehingga A 2 = 0, 50497. Berdasarkan nilai tersebut, dapat diperoleh A 2 = 0, 55420. (e) Kesimpulan 30

Tabel 4.5. Perhitungan A 2 i x i z i = F (z i ) ln ( F (z i ) ) ln ( 1 F (z n+1 i ) ) (2i 1) [ ln ( F (z i ) ) + (x i x)/s ln ( 1 F (z n+1 i ) )] 1-1,86610-1,11990 0,13138-2,02966-3,37758-5,40724 2-1,72315-0,99375 0,16017-1,83151-2,52910-13,08183 3-1,46741-0,76806 0,22123-1,50855-1,45908-14,83815 4-1,09376-0,43832 0,33058-1,10691-0,55790-11,65367 5-0,86493-0,23638 0,40657-0,90000-0,53128-12,88152 6-0,84864-0,22201 0,41215-0,88637-0,52184-15,49031 7-0,80387-0,18250 0,42759-0,84959-0,40134-16,26209 8 0,23104 0,73080 0,76755-0,26455-0,25004-7,71885 9 0,99714 1,40687 0,92027-0,08309-0,17456-4,38005 10 1,46901 1,82329 0,96587-0,03473-0,14085-3,33602 10 i=1 (2i 1)[ ln ( F (z i ) ) + ln ( 1 F (z n+1 i ) )] = -105,04973 Karena A 2 = 0, 55420 < 0,787 maka H 0 diterima. Artinya data hasil bangkitan yang terdapat dalam Tabel 4.2 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sampai di sini, dengan uji Kolmogorov-Smirnov data yang dibangkitkan ketika n = 10 merupakan data yang tidak berasal dari populasi berdistribusi normal. Sebaliknya, jika dengan uji Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson- Darling maka data tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Contoh 4.2.2. Perbedaan kesimpulan antara uji Kolmogorov-Smirnov dan Kuiper dengan uji Cramer-von Mises dan Anderson-Darling. Disini dibangkitkan lagi (kedua), data juga dengan n = 10. Data tersebut selengkapnya tampak dalam Tabel 4.6. Tabel 4.6. Data bangkitan kedua -0,61924-0,02983 0,08655-0,34530-0,13145 0,31483-1,79078-0,04687 0,54153-0,2037 Berikut ini dilakukan pengujian kenormalan terhadap data yang disajikan dalam Tabel 4.6 untuk masing-masing uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper s, 31

Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling dengan tingkat signifikansi 5%. 1. Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov (a) Hipotesis H 0 : H 1 : data berasal dari populasi berdistribusi normal data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) = 5% (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika D > 0,895 (d) Statistik uji Berdasarkan perhitungan diperoleh D = 0, 878968 (e) Kesimpulan Karena D = 0, 878968 <0,895 maka H 0 diterima. Artinya data yang dibangkitkan dan yang disajikan dalam Tabel 4.6 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Menggunakan Uji Kuiper (a) Hipotesis H 0 : H 1 : data berasal dari populasi berdistribusi normal data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) = 5% (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika V > 1,489 (d) Statistik uji Dari perhitungan diperoleh nilai V =1,38841 (e) Kesimpulan Karena V = 1, 38841 <1,489 maka H 0 diterima. Ini berarti data hasil bangkitan yang ditampilkan dalam Tabel 4.6 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 32

3. Menggunakan Uji Cramer-von Mises (a) Hipotesis H 0 : H 1 : data berasal dari populasi berdistribusi normal data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) = 5% (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika W 2 > 0,126 (d) Statistik uji Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai W 2 =0,129361 (e) Kesimpulan Karena W 2 = 0, 129361 > 0,126 maka H 0 ditolak. Hal ini berarti data yang disajikan dalam Tabel 4.6 yang merupakan hasil bangkitan tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 4. Menggunakan Uji Anderson Darling (a) Hipotesis H 0 : H 1 : data berasal dari populasi berdistribusi normal data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal (b) Tingkat signifikansi (α) = 5% (c) Daerah kritis H 0 ditolak jika A 2 > 0,787 (d) Statistik uji Dari perhitungan diperoleh A 2 =0,843818 (e) Kesimpulan Karena A 2 = 0, 843818 > 0,787 maka H 0 ditolak. Ini berarti data yang dibangkitkan dan yang commit ditampilkan to user dalam Tabel 4.6 tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 33

Data yang dibangkitkan kedua ketika n = 10 menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov dan Kuiper merupakan data yang berasal dari populasi berdistribusi normal. Sedangkan, jika digunakan uji Cramer-von Mises dan Anderson-Darling maka data tersebut tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dari dua contoh tersebut, yaitu pembangkitan data dengan n = 10 sebanyak dua kali, tampak bahwa terdapat perbedaan kesimpulan diantara keempat uji tersebut. Untuk mengatasinya, dilakukan simulasi sampel acak dari distribusi yang tidak normal sebanyak 10.000 kali pengulangan guna memperoleh kepekaan uji masing-masing untuk menolak H 0 ketika H 0 salah. Karena menghendaki model simulasi yang melibatkan bilangan acak dari distribusi tertentu, maka menggunakan metode simulasi Mote Carlo. 4.3 Simulasi Monte Carlo Prinsip kerja dari simulasi Monte Carlo adalah membangkitkan bilangan acak dari distribusi tertentu. Bilangan acak yang dibangkitkan tersebut dipandang sebagai sampel acak. Dalam kasus ini, sampel acak dibangkitkan dari berbagai distribusi yang tidak normal antara lain distribusi eksponensial, chi-kuadrat, gamma, beta, dan uniform. Pembangkitan sampel acak dari masing-masing distribusi tersebut menggunakan ukuran sampel yang bervariasi yaitu 10, 20,...,100. Setiap ukuran sampel dari distribusi tersebut diulang sebanyak 10.000 kali. Selanjutnya, diambil tingkat signifikansi juga sebesar 5% dan dilakukan pengujian kenormalan terhadap sampel acak tersebut untuk masing-masing uji Kolmogorov-Smirnov, Kuiper, Cramer-von Mises, dan Anderson-Darling. Dengan demikian, dapat diperoleh banyaknya H 0 yang ditolak dari 10.000 pengulangan untuk keempat uji tersebut. Simulasi ini dilakukan dengan bantuan software Matlab 7.1. 34