IV. METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

DAFTAR PUSTAKA. Aak Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

III KERANGKA PEMIKIRAN

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

IV. METODE PENELITIAN

KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya)

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

BAB II TINJUAN PUSTAKA

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut:

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

Studi Kelayakan Pengadaan Mobile Coolbox Dalam Rangka Mendukung Pengembangan Ekspor Kubis

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

DAMPAK HARGA SUSU DUNIA TERHADAP HARGA SUSU DALAM NEGERI TINGKAT PETERNAK : Kasus Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara di Jawa Barat

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG (Zea mays L.) DI KABUPATEN KEDIRI

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI BAWANG MERAH DI DESA PONJANAN BARAT, KECAMATAN BATUMARMAR, KABUPATEN PAMEKASAN

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

IV. METODE PENELITIAN

KEBIJAKAN EKONOMI INDUSTRI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOPI ARABIKA PT PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEBUN KALISAT-JAMPIT

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Daya Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

Transkripsi:

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah sentra sapi perah di Provinsi Jawa Barat dengan wilayah atau level usaha ternak sapi perah rakyat. Pemilihan daerah sentra susu sapi perah di Provinsi Jawa Barat dilakukan secara purposive berdasarkan data statistik dari Direktorat Jenderal Peternakan/Ditjennak (2009), yang menyebutkan bahwa pada tahun 2008 Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil susu terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Sekitar 40 persen (30 714 kepala keluarga) peternak sapi perah Indonesia ada di Jawa Barat dan 32 persen (242 142 ton) produksi susu segar nasional dihasilkan oleh Propinsi Jawa Barat (Ditjennak dan GKSI, 2008). Adapun pemilihan Kabupaten sentra yang dipilih yakni Kabupaten Bandung Barat (Kecamatan Lembang), Bandung (Kecamatan Pangalengan), dan Garut (Kecamatan Cikajang). Dasar penentuan sentra kabupaten atau kecamatan sebagai lokasi penelitian adalah bahwa jumlah susu yang dihasilkan dari tiga kabupaten tersebut adalah sebesar 65.2 persen pada tahun 2008 untuk tingkat Provinsi Jawa Barat. Umumnya kecamatan sentra tersebut merupakan tempat berdirinya koperasi sebagai wadah yang mengakomodasi kepentingan peternak. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama enam bulan, yakni pada Juli- Desember 2009. Pengambilan data ke lapangan dilakukan pada Juli-September 2009.

59 4. 2. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan dengan kegiatan wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk pertanyaan terstruktur (kuesioner). Data sekunder tersebut diperoleh dari peternak sapi perah yang terpilih menjadi responden (anggota koperasi) dan koperasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS (Biro Pusat Statistik) di Jakarta, Departemen Pertanian, Dewan Persususan Nasional, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan Garut, serta instansi lain yang dapat membantu penyediaan data yang akan digunakan pada penelitian ini. Adapun data primer yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: (1) data harga input-input tradable dan non tradable (factor domestic) yang berlaku di Provinsi Jawa Barat ataupun tingkat kabupaten sentra, data ini akan digunakan untuk membantu dalam perhitungan daya saing usahaternak, (2) arakteristik responden yang terdiri dari jumlah ternak sapi perah dan khususnya sapi lakstasi, kegiatan usaha ternak yang terdiri dari pendapatan dan penggunaan faktor-faktor produksi, pemasaran susu segar (aktivitas dan saluran), penentuan harga di tingkat peternak dan pandangan dan informasi dari peternak dalam peningkatan kualitas susu sapi, penyediaan lahan, pakan dan obat-obatan. Data primer diperoleh dari kegiatan wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang ditanyakan kepada peternak, koperasi yang mewakili pedagang, dan pengambil kebijakan. Data sekunder yang dibutuhkan terdiri dari: (1) kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam pengembangan dan yang berkaitan dengan

60 usaha ternak sapi perah dan komoditas susu. (2) Data ekspor dan impor, nilai pendapatan pajak ekspor dan impor, nilai total dari kegiatan impor dan eskpor. (3) Perkembangan data harga susu (domestik dan impor), nilai tukar dan harga berdasarkan pelabuhan acuan (cif). Data-data ini secara keseluruhan akan digunakan untuk melengkapi pembahasan secara komprehensif yang dikaitkan terhadap hasil analisis PAM. 4.3. Metode Penentuan Sampel Penelitian Peternak yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini berjumlah masing-masing 30 orang untuk setiap kecamatan sentra yang mewakili kabupaten yang telah ditentukan tersebut, sehingga jumlah responden yang akan dibutuhkan sebanyak 90 orang peternak. Penentuan 30 orang untuk setiap daerah penelitian dilakukan dengan metode acak sederhana (simple random sampling). Hal ini terkait dengan keragaman dari sifat populasi yang relatif homogen pada usaha ternak rakyat dan penyebaran populasi yang tidak terlalu luas (Simatupang, 1995). Sampel pedagang pengumpul ditentukan secara purposive mengikuti rantai distribusi/tataniaga mulai dari peternak, koperasi/pedagang pengumpul/ips dan importir. Pedagang pengumpul dalam hal ini adalah koperasi (pedagang pengumpul sangat sedikit di kecamatan sentra, hal ini dimungkinkan karena petani menjual langsung susu segarnya ke koperasi). Sampel yang akan diambil untuk menghitung biaya transportasi digunakan informasi dari koperasi masing-masing lokasi penelitian. Pelabuhan impor yang akan dijadikan acuan dalam penentuan harga perbatasan adalah Pelabuhan Tanjung Priok, DKI Jakarta.

61 4.4. Metode Analisis Penelitian ini terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu analisis daya saing pertama menggunakan PAM (Policy Analysis Matrix) dan kedua analisis daya saing dengan adanya perubahan kebijakan dengan menggunakan analisis sensitivitas. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian untuk daya saing komoditi susu. Pertama adalah penentuan input usaha ternak, dimana perhitungan dapat dilakukan secara menyeluruh, sistematis yang terdiri dari seluruh bahan (pakan, obat-obatan, dan vitamin), tenaga kerja dan lain sebagainya yang diperlukan dalam kegiatan usaha ternak dan dalam perolehannya menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan. Tahap kedua adalah pengalokasian input ke dalam komponen tradable dan non tradable. Tahap berikutnya adalah penentuan harga bayangan input dan output. Setelah harga bayangan diperoleh maka dilakukan analisis dengan menggunakan PAM dan analisis sensitivitas untuk melihat dampak perubahan. Hasil analisis PAM dapat digunakan untuk mengidentifikasi peternak yang memiliki daya saing dibawah kebijakan input-output yang berlaku, serta bagaimana keuntungan mereka berubah jika kebijakan tersebut juga mengalami perubahan. Analisis PAM ini juga digunakan untuk mengetahui suatu wilayah atau negara tertentu apakah memiliki tingkat efisiensi yang tinggi atau rendah dalam memproduksi susu segar dilihat dari teknologi yang ada. Sehingga dengan demikian akan memberikan implikasi apakah tetap memproduksi sendiri atau mengimpor. PAM juga dapat menunjukkan bagaimana suatu kebijakan mampu memperbaiki daya saing melalui penciptaan efisiensi usaha dan pertumbuhan pendapatan.

62 4.5. Metode Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing Pendekatan untuk mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing yaitu melalui pendekatan total dan pendekatan langsung (Pearson dan Monke, 1989). Apabila menggunakan pendekatan total maka setiap biaya dari input tradable produksi domestik dibagi ke dalam komponen biaya domestik asing. Penambahan input tradable diasumsikan dipenuhi dari produk domestik. Pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen domestik dilindungi, sehingga tambahan penawaran input tradable datang dari produsen domestik. Pendekatan langsung mengasumsikan seluruh biaya input tradable baik yang diimpor maupun yang diproduksi domestik, dinilai sebagai komponen biaya asing. Pendekatan ini dapat digunakan jika tambahan permintaan input tradable dipenuhi dari perdagangan internasional. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini dalam mengalokasikan biaya komponen tradable dan non tradable, menggunakan pendekatan total. Alokasi komponen tradable dan non tradable dapat dilihat pada Lampiran 4. 4.6. Metode Penentuan Harga Bayangan Gittinger (1986) mendefenisikan harga bayangan sebagai harga yang akan terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan. Sedangkan Gittinger (1986) mendefenisikan harga bayangan sebagai harga yang menggambarkan peningkatan kesejahteraan dengan adanya perubahan marjinal dalam persediaan komoditi dan faktor produksi. Sehingga demikian untuk memperkirakan harga bayangan perlu

63 diketahui fungsi kesejahteraan sosial yang diwujudkan dalam pernyataan matematis serta faktor pembatas dan kebijakan yang menentukan arah pembangunan sekarang dan akan datang. Alasan digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi adalah: (1) harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut, dan (2) harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang masih memungkinkan di masyarakat. Harga dasar yang terjadi belum tentu dapat dipakai langsung dalam analisis ekonomi karena sering tidak mencerminkan biaya imbangan sosial (oppurtunity cost). Suatu komoditi akan mempunyai biaya imbangan yang sama dengan biaya pasar jika berada pada pasar persaingan sempurna, sehingga untuk memperoleh suatu nilai yang mendekati nilai biaya imbangan sosial atau harga bayangan perlu dilakukan penyesuaian. Penentuan harga bayangan berdasarkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Saptana (1999) asumsi dasar yang dapat digunakan dalam analisis PAM pada subsektor peternakan adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan berdasarkan harga privat, yaitu harga yang benar-benar dihadapi oleh pengusaha atau harga yang diterima setelah ada kebijakan pemerintah. 2. Perhitungan berdasarkan harga sosial atau harga bayangan, yaitu harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya untuk analisis ekonomi. 3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan kedalam komponen asing (tradable) dan komponen domestik (non tradable).

64 4. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan, sehingga dengan demikian eksternalitas dianggap nol. 4.6.1. Harga Bayangan Nilai Tukar Penetapan nilai tukar Rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar mata uang asing yang menjadi acuan (US Dollar). Penentuan harga bayangan nilai tukar menggunakan formula yang telah dirumuskan oleh Squire dan Van der Tak (1982) dalam Gittinger (1986), bahwa penentuan harga bayangan nilai tukar mata uang ditentukan dengan menggunakan rumus berikut: SERt OERt SCFt Dimana, SERt : Nilai Tukar Bayangan (Rp/US$) OERt : Nilai Tukar Resmi (Rp/US$) SCFt : Faktor konversi Standar Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan eskpor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut: SCFt Xt Mt ( Xt Txt ) ( Mt Tmt ) Dimana, SCFt : Faktor konversi stadar untuk tahun ke-t Xt : Nilai ekspor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp) Mt : Nilai impor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp) Txt : Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t (Rp) Tmt : Penerimaan pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t (Rp) Harga bayangan nilai tukar dihitung berdasarkan metode diatas, yaitu perhitungan didasarkan pada informasi total nilai ekspor dan impor Indonesia

65 untuk tahun 2009, serta total penerimaan pemerintah dari pajak ekspor dan impor untuk tahun 2009. Namun, karena pengumpulan data dilakukan pada Juli- September maka nilai total ekspor dan impor, serta penerimaan pajak diperhitungkan pada berdasarkan nilai semester pertama untuk tahun 2009. Berdasarkan nilai yang diperoleh, dimana nilai total ekspor (Xt) Indonesia padah tahun 2009 sebesar Rp. 656 942 000 juta, nilai impor (Mt) sebesar Rp. 550 695 200 juta. Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor (TXt) sebesar Rp. 520 700 juta, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor (TMt) sebesar Rp. 11 600 000 juta. Nilai official exchange rate (OER) yang dilihat dari kurs Rupiah terhadap US Dollar. Menurut Saptana (1999) dengan adanya kebijakan makro yang diterapkan di Indonesia yang menerapkan nilai tukar bebas atau mengambang (floating exchange rate) sejak 1996, serta kebijakan deregulatif berupa penurunan tarif bea masuk dan pajak ekspor maka diasumsikan nilai tukar uang yang terjadi di pasar uang dapat menggambarkan harga bayangan nilai tukar uang. Berdasarkan asumsi tersebut, maka nilai kurs Rupiah terhadap US Dollar adalah rata-rata kurs nilai tengah yang terjadi pada Juli-September 2009 yakni sebesar Rp. 9993.59/US Dollar (BPS, 2009 dan Bank Indonesia, 2009). Menggunakan informasi dan data-data diatas, maka nilai faktor konversi standar atau SCF yang diperoleh adalah sebesar 0.99, sehingga nilai SER yang akan digunakan dalam penelitian ini sebesar Rp. 10 094.54/US Dollar.

66 4.6.2. Penentuan Harga Bayangan Output Harga bayangan output yang digunakan dalam penelitian ini adalah border price (free on board/fob) untuk ouput yang dieskpor, sedangkan harga cif (cost insurance freight/cif) dipakai untuk output yang diimpor atau kemungkinan diimpor. Kemudian dari harga border tersebut dilakukan penyesuaian dengan penambahan atau pengurangan terhadap biaya transportasi dan pemasaran, serta transfer pembayaran (harga paritas impor). Komoditi susu sapi yang dihasilkan peternak pada lokasi penelitian merupakan subtitusi impor atau perdagangan antar daerah, maka harga bayangan output yang digunakan adalah harga cif di pelabuhan impor (pelabuhan acuan yakni Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta) ditambah biaya tataniaga yang dikeluarkan dari pelabuhan ke lokasi penelitian dan transfer pembayaran. Harga ouput tersebut disesuaikan dengan nilai tukar Rupiah bayangan (SER= Shadow Exchange Rate). Formulasi yang digunakan untuk menghitung harga susu dunia setara dengan harga susu segar dalam negeri mengikuti Erwidodo dan Sayaka dalam Atien et al. (2009), dimana harga susu dunia dihitung atas dasar harga satu kilogram Full Cream Milk Powder (FCMP) setara dengan delapan kilogram susu segar. Dengan demikian susu segar lokal setara dengan satu kilogram susu bubuk dengan jenis FCMP. Sekitar 80 persen biaya satu kilogram FCMP merupakan biaya susu segar ditambah biaya tataniaga (biaya transportasi dan handling/bongkar muat) dari pelabuhan ke peternak sebesar 2.50 persen. Harga rata-rata susu FCMP per liter sesudah dikonversi adalah sebesar Rp. 3 649.02, perhitungan ini didasarkan pada data rata-rata susu Juli-September 2009

67 (International Dairy Product Prices, 2009). Harga tersebut sudah termasuk biaya pengapalan dan asuransi. Harga bayangan susu yang digunakan di masing-masing lokasi penelitian sebesar Rp. 3 740.24 per liter susu, nilai tersebut diperoleh dari harga susu impor dikalikan dengan SER dan ditambah 2.50 persen biaya tataniaga (Lampiran 1, 2, 3 dan 5). Diasumsikan harga bayangan yang digunakan untuk ketiga lokasi penelitian adalah sama karena berdasarkan informasi dan data dari GKSI bahwa tingkat harga yang ditawarkan oleh IPS untuk wilayah Jawa Barat adalah sama. Sementara harga kotoran sapi basah dinilai sama dengan harga aktualnya karena tidak termasuk komoditi yang diperdagangkan. 4.6.3. Penentuan Harga Bayangan Sarana Produksi dan Peralatan Ternak Sapi Perah Pada dasarnya dalam menentukan harga bayangan sarana produksi dan peralatan yang termasuk komoditi tradable tidak berbeda dengan penentuan harga bayangan output. Harga bayangan ditentukan pada harga border price, sedang untuk input non tradable digunakan harga domestik yang termasuk input tradable adalah obat-obatan, vitamin dan desinfektan, sedangkan pakan dan perlengkapan pada usaha peternakan termasuk pada input non tradable. Harga bayangan untuk obat-obatan dan vitamin walaupun sudah diproduksi di dalam negeri namun sebagian bahan bakunya didatangkan dari impor sehingga harga bayangan untuk obat-obatan dan vitamin ditentukan berdasarkan harga cif. Penentuan harga pakan yang terdiri dari konsentrat dan rumput, terutama konsentrat karena sejak tahun 2000 subsidi untuk pakan sudah dicabut maka harga bayangan ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar.

68 Harga bayangan untuk peralatan digunakan harga pasar dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati pasar persaingan sempurna. Tabel 4 menunjukkan daftar harga beberapa input usahaternak. Tabel 4. Daftar Harga Komponen Input Pengusahaan Susu Segar di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2009. No Komponen Input Unit Satuan Harga (Rp/satuan) 1 Sewa Lahan m2/bulan 502.52 2 Pakan Ternak Konsentrat kg 1 500-1 900 Hijauan kg 260.68 Dedak kg 1 362.07 Ampas Singkong kg 480.00 3 Obat-obatan Mineral kg 12 500 Vaseline kg 27 500 Speciorlac 250 gram 65 000 Obat Celup Puting 500 gram 5 000 Sumber: GKSI, 2009. 4.6.4. Harga Bayangan Tenaga Kerja Menurut Gittinger (1986) dalam pasar persaingan sempurna tingkat upah pasar mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya. Upah tenaga kerja terdidik dihitung berdasarkan upah tenaga kerja bayangan sama dengan upah pasar (finansial), sedangkan tenaga kerja tidak terdidik dengan anggapan belum bekerja sesuai dengan tingkat produktivitasnya, maka harga bayangan upahnya disesuaikan terhadap harga upah finansialnya. Tenaga kerja yang digunakan peternak dalam membantu usahanya adalah tenaga kerja tidak tetap dan umumnya juga tidak terdidik sehingga harga bayangan tenaga kerja tersebut menggunakan pendekatan perhitungan yang dilakukan Yudja (2001) dan Suryana (1980) dalam

69 Emilya (2001) yaitu sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian. Tingkat rata-rata upah harian kerja yang dihitung di lokasi penelitian sebesar Rp. 20 000-Rp. 25 000 per HOK (Hari Orang Kerja). Rata-rata harga bayangan kerja dengan demikian sebesar Rp. 16 000-Rp. 20 000 per HOK. 4.6.5. Harga Bayangan Lahan Tanah atau lahan merupakan faktor produksi utama dan termasuk input non tradable dalam usahatani atau usaha peternakan. Umumnya lahan digunakan sebagai kandang. Penentuan harga bayangan lahan dapat didekati dengan beberapa cara, diantaranya adalah: (1) pendapatan bersih usahatani atau usaha peternakan dengan komoditi terbaik diatasnya, (2) berdasarkan nilai sewa yang berlaku di daerah setempat, dan (3) nilai tanah yang hilang karena adanya kegiatan atau proyek diatasnya. Gittinger (1986) mengemukakan bahwa harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang diperhitungkan tiap musim tanam yang berlaku di masing-masing tempat. Harga bayangan dilokasi penelitian ini yang digunakan adalah nilai sewa lahan tersebut, karena sulit untuk mengukur nilai suatu usahatani/usaha lainnya di suatu lahan tertentu. Rata-rata harga bayangan lahan yang dikeluarkan petrnak sebesar Rp. 502. 52 per meter persegi untuk setiap bulannya. (Harga bayangan lahan terdapat pada Tabel 4). 4.6.6. Harga Bayangan Modal Kerja Bunga untuk analisis finansial ditaksir dengan menghitung tingkat bunga bank yang berlaku umum pada bank pemerintah. Sumber dana usahaternak di lokasi penelitian berasal dari peternak itu sendiri, jika peternak ingin mendapatkan

70 dana, maka dana tersebut berasal dari koperasi. Dana tersebut dipinjamkan tanpa dikenakan bunga. Harga bayangan bunga modal diperoleh dari total biaya produksi peternak dikalikan dengan bunga deposito yang berlaku di bank umum yakni sekitar 12 persen pada tahun 2009, dimana bank acuan yang dipakai adalah BRI (Bank Rakyat Indonesia). Harga bayangan pajak untuk penelitian ini dikeluarkan dalam perhitungan harga sosial. Oleh Karena itu, harga finansial untuk pajak bumi dan bangunan (PBB) dalam perhitungan ini dihitung sebagai biaya dalam perhitungan harga privat atau finansialnya. 4.7. Penentuan Biaya Tataniaga Biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, baik kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Penentuan biaya tataniaga dengan cara menghitung biaya yang dikeluarkan untuk pengangkutan barang dari pelabuhan ke peternak. Biaya tataniaga di daerah penelitian adalah besarnya biaya pengangkutan dari petani sampai ke koperasi dan pelabuhan. Biaya tataniaga terdiri dari biaya transportasi, dan bongkar muat di pelabuhan yang diperhitungkan sebesar 2.50 persen dari harga susu impor per liternya (Atien et al. 2004). 4.8. Analisis Sensitivitas Setelah dilakukan analisis PAM maka perlu dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Suatu analisis

71 kepekaan dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur dan menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada analisa semula. Menurut Kadariah (1978), analisa sensitivitas dilakukan dengan cara: (1) mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut, dan (2) menentukan tingkat perubahan yang membuat proyek tidak dapat diterima. Analisis sensitivitas membantu menentukan unsur-unsur kritikal yang berperan dalam menentukan hasil dan proyek. Analisa kepekaan dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau kombinasi unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap hasil analisis. Kelemahan analisis sensitivitas adalah: (1) analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah parameter pada suatu saat tertentu, dan (2) analisis sensitivitas hanya mencatat apa yang terjadi jika variabel berubah-ubah dan bukan menentukan layak atau tidak layak suatu proyek. Unsur yang terdiri dari komponen input (pakan-konsentrat), dan harga output dianggap sangat berpengaruh terhadap penerimaan pendapatan usaha ternak yang dikaitkan dengan keunggulan komparatif dan kompetitif pada komoditas susu. Idealnya setiap kemungkinan adanya perubahan atau kesalahan dalam dasar perhitungan, dipertimbangkan dalam analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dibatasi terhadap kemungkinan perubahan atau kesalahan yang sangat berpeluang terjadi dan berpengaruh sangat besar terhadap

72 hasil analisis. Ada beberapa asumsi skenario atau dasar perubahan kebijakan yang akan digunakan dalam analisis sensitivitas ini, diantaranya adalah: 1. Perubahan terhadap Harga Output Bila terjadi penurunan atau kenaikan harga akibat dari perubahan tarif impor susu yang ditetapkan oleh pemerintah dan faktor lain dianggap tetap. Hal ini didasarkan pada kondisi yang ada dimana tarif impor yang pernah ditetapkan oleh pemerintah sebesar nol persen, 10 persen. Adapun dasar penetapan tarif 15 persen sebagaimana yang diusulkan oleh GKSI bahwa tarif yang relatif memihak kepada peternak terhadap masuknya susu impor adalah sebesar 15 persen. Beradsarkan asumsi tersebut penelitian ini ingin melihat bagaimana dampak penurunan dan kenaikan harga susu tersebut terhadap keuntungan peternak dan daya saing pengusahaan susu sapi perah di Provinsi Jawa Barat yang dilihat dari tiga lokasi penelitian. Sedangkan untuk tarif impor yanh digunakan dalam kondisi normal/aktual dalam penelitian ini adalah sebesar lima persen. 2. Perubahan terhadap Harga Input Bila terjadi peningkatan harga pakan ternak (konsentrat) dengan asumsi semua faktor lain tetap. Kenaikan BBM pada tahun 2005 dan 2008 memberikan dampak luar biasa pada pengusahaan ternak sapi perah di Jawa Barat, hal ini terbukti bahwa kenaikan BBM tersebut meningkatkan biaya transportasi/pengangkutan sehingga menyebabkan harga pakan naik rata-rata 20 persen untuk tahun 2005 dan 30 persen untuk tahun 2008. Sehingga skenario yang digunakan dalam penelitian ini terhadap perubahan input adalah, kenaikan harga pakan sebesar 20 dan 30 persen. Penentuan pakan sebagai

73 indikator dari perubahan dalam analisis sensitivitas adalah pakan merupakan komponen biaya terbesar yang dikeluarkan peternak. Tabel 5. Struktur Biaya Produksi Susu Per Liter, Tahun 2005 No Uraian Komponen Biaya Proporsi (%) 1 Bibit 3.3 2 Upah Tenaga Kerja 7.2 3 Pakan 62.5 4 Perawatan Ternak 1.0 5 Bangunan 20.6 6 Biaya Modal 3.8 7 Pemasaran 1.6 Total 100.0 Sumber : Yusdja, 2005. Berdasarkan perhitungan komponen dan proporsi setiap biaya yang dikeluarkan diketahui pakan memiliki proporsi terbesar dari seluruh biaya yang dikeluarkan yakni, sebesar 67 persen untuk Kecamatan Lembang, 49 persen dan 47 persen untuk Kecamatan Pangalengan dan Cikajang. Komponen pakan yang dikeluarkan oleh peternak terdiri dari konsentrat, pakan hijauan (rumput hijau), ampas tahu/singkong/bungkil kedelai dan dedak. Komponen pakan konsentrat adalah biaya yang paling besar dibayar peternak (42 persen di Kecamatan Lembang, 55 persen di Kecamatan Pangalengan dan 39 persen di Kecamatan Cikajang). Proporsi biaya dalam usahaternak dapat dilihat pada Lampiran 5. Kondisi ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan Yusdja (2005), bahwa komponen biaya terbesar yang dikeluarkan oleh usahaternak adalah pakan sebesar 62.50 persen untuk menghasilkan satu liter susu sapi perah. Struktur biaya produksi susu per liter dapat di lihat pada Tabel 5. 3. Analisis Gabungan

74 Analisis sensitivitas gabungan butir 1 dan 2 dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap tingkat keuntungan dan daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) pengusahaan sapi perah. Perubahan yang dilakukan secara bersamaan yakni naik atau turunnya harga ouput (akibat perubahan tarif impor nol, 10 dan 15 persen) dan jika terjadi kenaikan harga pakan (harga pakan naik sebesar 20 dan 30 persen). Melihat gabungan perubahan tersebut dan kombinasi yang mungkin maka terdapat 11 skenario yang dapat dilakukan pada analisis sensitivitas.