KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah
|
|
- Sukarno Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah penggunaan input, yaitu sesuatu yang diikutsertakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output dari usaha yang dijalankan. Dalam menjalankan produksi diperlukan faktor-faktor produksi yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen. Lipsey et al (1989) dalam Capah (2008) menyatakan bahwa faktor produksi adalah sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan manusia yang terdiri dari : (1) Sumberdaya alam seperti tanah atau lahan, hutan dan barang-barang tambang; (2) Sumberdaya manusia termasuk mental dan fisiknya; (3) Semua alat-alat buatan manusia untuk meningkatkan produksi seperti peralatan dan mesin-mesin. Sumberdaya utama yang biasa dimiliki seorang peternak adalah uang, tenaga kerja, ternak, alat-alat peternakan dan barangkali sebuah rumah. Semua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dibagi menjadi faktor produksi variabel, yaitu faktor produksi yang jumlahnya akan berubah jika output yang dihasilkan berubah dan faktor produksi tetap, yaitu faktor produksi yang jumlahnya tidak akan berubah jika output yang dihasilkan berubah Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah Biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya kesempatan (opportunity cost). Konsep ini tetap dipakai dalam analisis teori biaya produksi. Biaya produksi adalah sejumlah kompensasi yang diterima pemilik faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (Rahardja, 2000). Menurut Rahim (2000) pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya ini merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini, disebut usahatani untuk petani, melaut untuk 21
2 nelayan dan beternak untuk peternak. Biaya usahaternak dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). 1. Biaya Tetap (Fixed Cost), umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Selain itu, biaya tetap dapat pula dikatakan sebagai biaya yang tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi komoditas pertanian, misalnya penyusutan peralatan dan gaji tenaga kerja jika tenaga kerjanya berasal dari luar keluarga, sewa lahan, alat peternakan. 2. Biaya Variabel (Variable Cost), merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Misalnya biaya untuk sarana produksi susu. Jika menginginkan produksi susu yang tinggi, faktor produksi pakan ternak perlu ditambah dan sebagainya sehingga biaya akan berubah tergantung pada komoditi pertanian yang dihasilkan. 3. Biaya Total (Total Cost), biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel (Soekartawi, 1985). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung dari jumlah produksi yang mencakup kandang, lahan, peralatan dan pajak. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai perubahan kuantitas produksi yang dihasilkan. Semakin besar kuantitas produk yang dihasilkan, makin besar biaya variabel yang diperlukan. Biaya ini meliputi biaya pakan, biaya obat-obatan dan vaksin, upah tenaga kerja dan biaya lainnya. Biaya total merupakan keseluruhan biaya produksi yang mencakup biaya tetap dan biaya variabel Pendapatan Soekartawi (1985), mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu : π = TR - TC π = Keuntungan, TR = Penerimaan, TC = Biaya. 22
3 1. Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk. 2. Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani. 3. Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai dengan pengeluaran tunai. 4. Penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. 5. Pengeluaran total usaha, yaitu semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 6. Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan pengeluaran total usaha. Pendapatan usahaternak merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa atas tenaga kerja baik yang berasal dari keluarga ataupun tenaga kerja maupun yang berasal dari luar keluarga, modal keluarga Konsep Daya Saing Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar, komoditas tersebut dapat di produksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya (Novianti, 2003). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditi tersebut, keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditi dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Kajian mengenai daya saing berawal dari pemikiran Adam Smith mengenai konsep penting tentang spesialisasi dan perdagangan bebas melalui teori keunggulan absolut (absolute advantage). Teori keunggulan absolut menyatakan bahwa sebuah Negara dapat melakukan perdagangan jika relatif lebih 23
4 efisien (memiliki keunggulan absolut) dibanding negara lain, keuntungan akan diperoleh jika Negara tersebut melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut tersebut. Selanjutnya pada tahun 1817 David Ricardo melalui bukunya yang berjudul Principles of Polotical Economy and Taxation memperluas teori keunggulan absolut Adam Smith menjadi teori keunggulan komparatif (comparative advantage) (Salvatore, 1997) Keunggulan Komparatif Wilayah Istilah comparative advantage (keunggulan komparatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo sewaktu membahas perdagangan antar kedua negara. Dalam teori tersebut akan memperoleh, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua Negara yang saling berdagang dan masing-masing Negara berspesialisasi untuk mengekspor yang memiliki keunggulan komparatif (memiliki kerugian absolute lebih kecil) maka kedua Negara tersebut akan memperoleh manfaat dari perdagangan (gains from trade) (Salvatore, 1997). Ternyata ide tersebut bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting diperhatikan dalam ekonomi regional. Sedangkan model Hechkscer-Ohlin (H-O) lebih menekankan pada keseimbangan perdagangan antara kedua kutub ekonomi noeklasik. Ide dasar model H-O adalah wilayah yang mempunyai tenaga kerja melimpah, secara relatif akan memanfaatkan kemampuan dirinya untuk memproduksi barang dengan faktor produksi padat karya yang relatif lebih murah. Dengan demikian, wilayah tersebut akan mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi barang tersebut (Salvatore,1997). Daya saing suatu komoditi ditentukan oleh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dalam produksi dan perdagangan ada beberapa pendapat dari golongan teknokrat mengenai keunggulan komparatif yaitu suatu wilayah dapat memliki keunggulan komparatif jika memiliki kekayaan alam melimpah, tenaga kerja yang melimpah (padat karya), dengan muatan teknologi yang rendah sehingga faktor produksi menjadi murah dan merupakan andalan untuk berkompetisi dalam perdagangan maupun terhadap serbuan barang-barang sejenis dari luar negeri dalam jangka pendek (Prihartanti, 2005). Lebih lanjut dijelaskan 24
5 bahwa keunggulan komparatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu keunggulan komparatif natural (alami) dan keunggulan komparatif buatan (terapan). Sumber keunggulan komparatif alami ditunjukan dengan kondisi iklim yang cocok upah tenaga kerja yang murah dan ketersediaan sumberdaya alam yang melimpah. Sedangkan keunggulan komparatif terapan telah diaplikasikan dan telah disesuaikan dengan faktor pendukung seperti teknologi, permintaan skala ekonomi dan struktur pasar. Pada awalnya keunggulan komparatif digunakan untuk melihat tingkat efisiensi produksi dari dua jenis produk yang dihasilkan oleh suatu negara dimana biaya produksinya dinyatakan dalam penggunaan tenaga kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa keunggulan komparatif dikaji untuk efisensi relatif penggunaan tenaga kerja dalam memproduksi barang yang sama antar wilayah (Salvatore, 1997). Dalam perkembangan selanjutnya, keunggulan komparatif tidak hanya mengkaji efisiensi tenaga kerja (sumberdaya manusia) saja, tapi juga digunakan untuk sumberdaya lainnya. Bila suatu wilayah tersebut memiliki keunggulan komparatif dibanding faktor produksi modal. Demikian juga jika suatu wilayah tersebut mempunyai kelebihan dalam sumberdaya alam maka dapat dikatakan bahwa suatu wilayah tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam faktor produksi alam. Cara tersebut dikenal dengan melihat keunggulan komparatif dari sisi input. Disamping dari sisi input, cara melihat keunggulan komparatif juga dapat dilhat dari sisi output yaitu realisasi ekspornya, keunggulan komparatif dipengaruhi alam, kombinasi dari faktor produksi, pertimbangan lokasi, transportasi dan dukungan kelembagaan (Prihartanti, 2005) Keunggulan Kompetitif Wilayah Keunggulan kompetitif merupakan pengukur daya saing suatu aktivitas ekonomi pada kondisi harga pasar atau harga aktual, dimana harga yang terjadi telah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang ditujukan oleh suatu negara atau daerah dalam daya saing produk yang dihasilkan dibandingkan dengan atau negara lain. Misalnya, suatu daerah mempunyai kelebihan dalam komoditi tertentu (mempunyai keunggulan komparatif) namun tidak terlihat dalam prestasi ekspornya maka dapat dikatakan 25
6 komoditi tersebut tidak mampu bersaing dipasar dunia (tidak memiliki keunggulan kompetitif). Keunggulan kompetitif merupakan perluasan dari keunggulan komparatif yang diajukan oleh Michael Porter sebagai kesuksesan suatu perusahaan dalam beroperasi pasar. Keunggulan kompetitif merupakan alat untuk mengukur daya saing komoditi suatu wilayah dengan wilayah lain. Keunggulan ini dapat dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai uang yang berlaku atau berdasarkan analisis finansial, sehingga konsep keunggulan kompetiif bukan merupakan suatu konsep yang sifatnya menggantikan atau mensubstitusi terhadap konsep keunggulan komparatif, akan tetapi merupakan konsep yang sifatnya saling melengkapi (Prihartanti, 2005). Porter dalam Prihartanti (2005) mengembangkan model yang dikenal sebagai model berlian, menerangkan bahwa suatu Negara secara internasional dapat meraih keunggulan kompetitif, apabila dipenuhi empat syarat yang saling terkait dan membentuk empat titik sudut dari poin yang dinamakan bangunan intan, yaitu : 1. Keadaan faktor produksi, seperti tenaga kerja teampil atau prasarana; 2. Keadaan permintan dan tuntutan mutu dalam negeri hasil industri tertentu; 3. Eksistensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara internasional; 4. Strategi perusahaan dan struktur serta sistem persaingan perusahaan. Selain karena faktor diatas, Porter menjelaskan bahwa ada faktor luar yang sangat penting dan sangat menentukan sekali secara ekternal, adalah faktor manusia (human recource factor) dari suatu Negara. Dimana faktor manusia tersebut dibagi menjadi dua, yaitu sistem pemerintahan (government) dan terdapat kesempatan dalam melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini, keunggulan kompetitif dapat diciptakan antara lain melalui implementasi kebijakan pemerintah dapat tercipta efisiensi penggunaan sumberdaya. Suatu komoditas dapat mempunyai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif sekaligus, yang berarti komoditas tersebut menguntungkan 26
7 untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing di pasar internasional. Akan tetapi, apabila komoditas yang diproduksi hanya mempunyai keunggulan komparatifnya saja maka diasumsikan telah terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen seperti prosedur administrasi, perpajakan dan lain-lain. Hal sebaliknya juga terjadi bila suatu komoditas hanya memiliki keunggulan kompetitif saja, maka pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditas tersebut seperti stabilitas harga, kemudahan perizinan dan kemudahan berbagi fasilitas lainnya Teori Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah diharapkan dapat meiningkatkan daya saing komoditas pertanian termasuk produk hasil peternakan seperti susu segar sapi perah baik dipasar regional, domestik maupun dipasar internasional. Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga antara harga input dan out put yang diterima produsen dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi persaingan sempurna Kebijakan Pemerintah Pada Harga Output Pengaruh intervensi pemerintah pada harga output diterangan oleh Monke dan Pearson (1989) yang membagi kedalam delapan tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan. Klasifikasi dari kebijakan harga komoditas dapat dijelasan pada Tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditas Instrumen Dampak Pada Produsen Dampak Pada Konsumen Kebijakan Subsidi Subsidi pada produsen Subsidi pada konsumen 1. Tidak merubah harga 1. Pada barang-barang 1. Pada barang-barang pasar dalam negeri substitusi impor (S+PI; substitusi impor (S+CI; S-CI) 2. Merubah harga pasar S-PI) 2. Pada barang-barang orientasi dalm negeri 2. Pada barang-barang ekspor (S+CE; S-CE) orientasi ekspor (S+PE; S-PE) Kebijakan Perdagangan Hambatan pada barang (Merubah harga pasar dalam negeri) impor (TPI) Sumber : Monke dan Pearson (1989) Hambatan pada barang ekspor (TCE) 27
8 Keterangan : S+ = Subsidi; S- = Pajak; PE = Produsen Barang Orientasi Ekspor; PI = Produsen Barang Substitusi Impor; CE = Konsumen Barang Orentasi Ekspor; CI = Konsumen Barang Substitusi Impor; TCE = Hambatan Barang Ekspor; TPI = Hambatan Barang Impor Tabel 4 menunjukan bahwa kebijakan harga dapat dibedakan dalam tiga kriteria. Pertama, tipe instrumen yang berupa subsidi atau kebijakan perdagangan, kedua kelompok penerima, meliputi produsen atau konsumen dan ketiga tipe komoditas yang berupa komoditas dapat di impor atau dapat diekspor. 1. Tipe Instrumen Dalam kebijakan tipe instrumen, dibedakan pengertiannya antara subsidi dan kebijakan perdagangan. Subsidi adalah pembayaran dari dan atau untuk pemerintah. Apabila dibayar dari pemerintah maka disebut subsidi positif, sedangkan apabila dibayar untuk pemerintah disebut subsidi negatif (pajak). Pada dasarnya, subsidi positif dan negatif bertujuan untuk menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga internasinal untuk melindungi konsumen atau produsen dalam negeri. Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada atau ekpor suatu komoditas. Pembatasan dapat diterapkan baik terhadap harga komoditas yang diperdagangkan (dengan suatu pajak perdagangan) atau sama dengan pembatasan jumlah komoditas (kuota perdagangan) untuk menurunkan jumlah yang diperdagangkan secara internasional dan mengendalikan antara harga internasional (harga dunia) dengan harga domestik (harga dalam negeri). Untuk barang impor misalnya dapat dilakukan dengan menekan tarif per unit (pajak impor) maupun pembatasan kuantitas (kuota impor) untuk membatasi kuantitas yang diimpor dan meningkatkan harga domestik diatas harga internasional. Kebijakan terhadap output dapat berupa subsidi ataupun pajak. Subsidi terhadap komoditas ekspor akan berdampak positif sedangkan penerapan pajak akan berdampak negatif seperti yang ditunjukan oleh Gambar 1. 28
9 Gambar 1. Dampak Pajak Terhadap Produsen komoditas Ekspor Sumber : Monke dan Pearson, 1989 Pada perdagangan bebas, harga yang diterima petani dan konsumen dalam negeri sama dengan harga dunia yaitu Pw. Tingkat output yang dihasilkan sebesar Q4 sedangkan permintaan hanya sebesar Q1 sehingga terjadi excess supply dalam negeri sebesar ADG. Karenanya, output yang harus diekspor adalah sebesar Q4 Q1. Besarnya surplus konsumen adalah HAPw sedangkan surplus produsennya adalah PwDI. Pajak pun mengakibatkan harga yang diterima petani dan konsumen menjadi lebih rendah dibandingkan harga pasar dunia yaitu Pd sehingga konsumsi dalam negeri menurun dari Q1 Q4 menjadi Q2 Q3. Perubahan surplus konsumen yang terjadi adalah sebesar PwAEPd. Terjadi transfer output kepada pemerintah sebesar BCFE. 2. Kelompok Penerima Kelompok kedua dari klasifikasi kebijakan adalah apakah kebijakan dimaksudkan untuk konsumen atau produsen. Subsidi atau kebijakan perdagangan mengakibatkan terjadinya transfer diantara produsen, konsumen dan keuangan pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan, pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer, ketika produsen memperoleh keuntungan dan konsumen mengalami kerugian dan sebaliknya ketika konsumen memperoleh keuntunan dan produsen mengalami kerugian. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh satu pihak hanya menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain, 29
10 tetapi dengan adanya transfer yang diikuti oleh efisiensi ekonomi yang hilang, maka keuntungan yang diperoleh akan lebih kecil daripada kerugian yang diderita. Oleh karena itu manfaat yang diperoleh kelompok tertentu (konsumen, produsen atau keuangan pemerintah) adalah lebih kecil dari jumlah yang hilang dari kelompok lain. 3. Tipe Komoditas Klasifikasi tipe komoditas bertujuan untuk membedakan antara komoditas yang dapat diekspor dan komoditas yang dapat diimpor. Apabila tidak ada kebijakan harga, maka harga domestik adalah sama degan harga dipasar internasional, dimana untuk barang yang diekspor digunakan harga FOB (harga dipelabuhan ekspor) dan untuk barang yang dapat diimpor digunakan harga CIF (harga pelabuhan impor). Kebijakan harga yang diterapkan pada input dapat berupa kebijakan subsidi positif maupun subsidi negatif (pajak) dan kebijakan hambatan perdagangan yang berupa tarif dan kuota. Kebijakan subsidi pada harga output menyebabkan harga barang, jumlah barang, surplus produsen dan surplus konsumen berubah. Misalnya, subsidi positif untuk produsen barang impor dimana harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga dipasaran dunia. Hal ini menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat sedangkan konsumsi tetap dan harga yang diterima konsumen tetap sama dengan harga dipasaran dunia. Subsidi dapat dilakukan jika produsen dan konsumen dapat dipisahkan berdasarkan wilayah ekonomi yang jauh dari kontrol adminstrasi yang ketat sehingga perbedaan harga antara produsen (karena diberi subsidi) dan konsumen (tanpa subsidi) dapat terjadi. Subsidi ini menyebabkan jumlah impor turun, dan barang yang diimpor diproduksi sendiri dengan biaya dikorbankan hilang. Subsidi positif untuk konsumen untuk output yang diimpor, jumlah subsidi yang dikeluarkan menyebabkan produksi turun dan konsumsi naik sehingga menyebabkan impor naik. Transfer yang terjadi terdiri dari dua yaitu transfer dari pemerintah ke pada konsumen dan transfer dari produsen ke konsumen, oleh karenanya kehilangan efisiensi terjadi diproduksi dan konsumsi. Disisi produksi terjadi penurunan output dan terjadi kehilangan pendapatan sehingga terjadi 30
11 kehilangan efisiensi. Disisi konsumsi opportunity cost terjadi peningkatan dan menyebabkan hilangnya efisiensi. Kebijakan hambatan perdagangan pada barang-barang impor maupun ekspor yang merupakan kebijakan selain subsidi yang dapat diterapkan pada output. Hambatan pada barang impor yang terdapat tarif sehigga meningkatkan harga dalam negeri baik untuk produsen maupun konsumen. Peningkatan output domestik serta konsumsi turun yang menyebabkan impor turun. Dengan demikian, terjadi transfer pendapatan dari konsumen kepada produsen dan transfer anggaran pemerintah kepada produsen. Efisiensi ekonomi yang hilang dari sisi konsumen adalah perbedaan opportunity cost dari perubahan konsumsi dengan willingness to pay Kebijakan Pemerintah Pada Harga Input Kebijakan terhadap input dapat diterapkan pada input tradable dan input non tradable. Pada kedua input tersebut, kebijakan dapat berupa subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan kebijakan hambatan perdagangan tidak diterapkan pada input domestik (non tradable) karena input (non tradable) diproduksi dan dikonsumsi didalam negeri. 1. Kebijakan Input Tradable Kebijakan pada input tradable memiliki relevansi langsung pada petani dan intervensi pada kelembagaan pertanian dan pemasaran komoditas pertanian. Pengaruh kebijakan subsidi terhadap input akan mengurangi biaya produksi sehingga meningkatkan keuntungan petani. Sebaliknya, kebijakan berupa pajak menyebabkan peningkatan biaya produksi sehingga petani akan mengurangi penggunaan input. Hal tersebut membebani petani karena berimbas pada penuunan jumlah output sehingga mengurangi keuntungan petani (Monke dan Pearson, 1989). Pernyataan tersebut diilustrasikan oleh Gambar 2. 31
12 P P S S S S P W P W Q 1 Q 2 Q Q 2 Q 1 Q a. S + b. S - Keterangan : Pw = Harga di Pasar Internasional Gambar 2. Pengaruh Kebijakan Input Tradable Sumber : Monke dan Pearson, 1989 Pada Gambar 2a keseimbangan awal berada pada titik A dengan output sebesar Q1 dan harga komoditas berada pada harga dunia (Pw) yang diasumsikan konstan. Adanya kebijakan pemerintah berupa subsidi pada input tradable akan mengurangi biaya produksi sehingga output meningkat dari Q1 menjadi Q2. Hal tersebut mendorong petani untuk meningkatkan supply seperti yang ditunjukan oleh pergeseran kurva S ke kanan bawah (S`). Pertemuan kurva S` dengan Pw, membuat keseimbangan baru di titik B. Biaya produksi setelah output meningkat ialah Q1ACQ2 dan penerimaan petani sebesar Q1ABQ2 sehinga terdapat efisiensi ekonomi yang hilang yaitu sebesar ABC. Sebaliknya, pada Gambar 2b kebijakan pemerintah berupa pajak pada petani menyebabkan harga input tradable menjadi lebih tinggi sehingga biaya produksi meningkat. Hal tersebut menyebabkan output menurun dari Q1 menjadi Q2. Hal tersebut mendorong petani untuk menurunkan supply seperti yang ditunjukkan oleh pergeseran kurva S ke kiri atas (S`). pertemuan kurva S` dengan Pw menurut keseimbangan baru di titik B. Biaya produksi setelah output menurun ialah Q2BAQ1 dan penerimaan petani sebesar Q1CAQ2 sehingga terdapat efisiensi ekonomi yang hilang yaitu sebesar ABC. 32
13 2. Kebijakan Input Non Tradable Pada input non tradable kebijakan pemerintah meliputi kebijakan pajak dan subsidi tidak tampak karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi didalam negeri, sedangkan kebijakan perdagangan tidak dapat diterapkan pada input non tradable. Ilustrasi mengenai kebijakan subsidi dan pajak P dijelaskan oleh Gambar 3. P S S P P C P D P C A B D P C P D P P B C A D W P P D D W Q 1 Q 2 Q Q 1 Q 2 Q 3 Q a. S + b. S - Gambar 3. Kebijakan harga Input Non Tradabel Sumber : Monke dan Pearson, 1989 Keterangan : Pd : Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi Pc : Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan subsidi da pajak Pp : Harga di tingkat petani setelah diberlakukan subsidi dan pajak Kondisi keseimbangan sebelum subsidi pada Gambar 3(a) berada pada titik A dengan harga Pd dan output sebesar Q1. Setelah adanya subsidi, terjadi peningkatan output menjadi Q2 sehingga harga yang diterima petani pun meningkat menjadi Pp dan harga konsumen menurun menjadi Pc. Keadan ini memberikan keuntungan baik bagi petani maupun konsumen. Pada Gambar 3(b) posisi awal keseimbangan berada pada titik A dengan tingkat output Q1 dan harga Pd adanya pajak berakibat pada penurunan output menjadi Q2 harga yang diterima petani menurun menjadi Pp dan harga yang harus di bayar konsumen meningkat menjadi Pc. Apabila pajak tetap diberlakukan, tingkat output semakin menurun menjadi Q3 sehigga harga yang diterima petani pun menurun menjadi Pp. pajak terhadap input non tradable selalu berdampak 33
14 negative baik kepada petani ekspor maupun konsumen dibanding pemberian subsidi yang memberikan pengaruh positif Teori Matrik Kebijakan (Policy Analysis Matrix) Policy Analysis Matrix (PAM) atau matrik kebijakan digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Selain komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi empat aktivitas, yaitu tingkat usahatani, penyampaian usahatani ke pengolahan, pengolahan maupun pemasaran (Monke and Pearson, 1989). Metode PAM merupakan suatu analisis yang dapat mengidentifikasikan tiga analisis yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial/finansial serta analisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) serta analisis dampak kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem komoditas. Analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai wilayah, tipe usahatani dan teknologi. Matrik ini terdiri dari tiga baris dan empat kolom, dimana baris pertama adalah perhitungan dengan harga privat atau harga aktual untuk mengestimasi keuntungan privat. Keuntungan privat dihitung berdasarkan selisih antara pendapatan dan biaya berdasarkan harga aktual yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh semua kebijakan dan kegagalan pasar. Keuntungan privat dalam angka absolut atau rasio merupakan indiktor keuntungan atau daya saing (keunggulan kompetitif) dari usahatani berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Baris kedua merupakan perhitungan keuntungan ekonomi berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga yang menggambarkan nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya dan hasil, dimana efek kebijakan distortif dan kegagalan pasar tidak ada. Baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan baris kedua yang menggambarkan divergensi. Divergensi akan menggambarkan penyebab perbedaan hasil perhitungan antara perhitungan berdasarkan harga privat dan perhitungan berdasarkan harga sosial, divergensi dapat disebabkan oleh adanya kegagalan pasar atau kebijakan pemerintah. Kegagalan pasar terjadi apabila pasar gagal menciptakan suatu competitive 34
15 outcome dan harga efisiensi. Jenis kegagalan pasar yang umum adalah monopoli, externality dan pasar faktor produksi domestik yang tidak sempurna. Kebijakan pemerintah adalah intervensi pemerintah yang meyebabkan harga pasar berbeda dengan harga efesiensinya. Kebijakan pemerintah yang dapat menyebabkan divergensi antara lain pajak/subsidi, hambatan perdagangan atau regulasi harga. Jika diasumsikan bahwa kegagalan pasar sebagai faktor yang tidak berpengaruh, maka perbedaan tersebut lebih banyak disebabkan adanya kebijakan pemerintah (Pearson et al, 2005). Matrik PAM memiliki empat kolom, kolom pertama merupakan kolom penerimaan, kolom kedua merupakan kolom biaya input asing (tradable), kolom ketiga merupakan kolom biaya input domestik (non tradable) dan kolom keempat merupakan kolom keuntungan dari selisih antara penerimaan dan biaya. Penggunaan harga privat dan sosial dalam analisis PAM menggambarkan bahwa metode tersebut mengandung analisis finansial dan ekonomi. Dalam analisis ekonomi akan meninjau aktivitas dilihat dari sudut masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan analisis finansial dilihat dari individu yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi yaitu peternak. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Susu segar sapi perah merupakan salah satu komoditas unggulan Jawa Barat yang telah menembus pasar nasional, komoditas susu segar ini dapat berproduksi dengan baik pada lingkungan yang sesuai. Kondisi lingkungan tersebut dapat terpenuhi di wilayah sentra produksi susu segar di Kabupaten Garut. Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Cikajang merupakan penghasil susu segar sapi perah terbesar di Kabupaten Garut dan berpotensi sebagai wilayah pengembangan usahaternak sapi perah. Sapi perah di Kecamatan Cikajang yang dibudidayakan oleh anggota Koperasi Peternak Garut Selatan masih dilakukan secara tradisional dengan skala ekonomi kecil. Usahaternak tersebut dikembangkan secara mandiri tanpa adanya hubungan kemitraan selain dengan koperasi. Adanya permintaan yang tinggi akan 35
16 susu segar sapi perah dalam pasar nasional merupakan kesempatan untuk peternak untuk memenuhi peluang kekurangan pasokan susu segar tersebut. Terkait dengan agribisnis susu, pada tahun 1983 Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi. Dalam SKB tersebut industri pengolah susu diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu yaitu perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan dalam bentuk bukti serap (BUSEP). BUSEP tersebut bertujuan untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap susu impor. Namun dengan adanya Inpres No 4 Tahun 1998 yang merupakan bagian dari LoI yang ditetapkan oleh IMF, maka ketentuan pemerintah yang membatasi impor susu melalui BUSEP menjadi tidak berlaku lagi, sehingga susu impor menjadi komoditi bebas masuk. Metode PAM selain digunakan untuk menganalisis daya saing juga bisa digunakan untuk menganalisis penerapan kebijakan pemerintah pada harga out put, kebijakan pada harga input, dan kebijakan harga input-output. Kebijakan harga input dianalisis berdasarkan nilai transfer (input transfer atau TI), koefesien proteksi input nominal (nominal protection coefficient on input atau NPCI), tingkat proteksi input nominal (nominal protection rate on input atau NPRI) dan transfer faktor (factor transfer atau FT). Sebagai pereduksi kelemahan dari PAM yang bersifat statis, dilakukan analisis sensitivitas untuk mengeahui daya saing usahaternak sapi perah apabiala terjadi perubahan harga input maupun output. Terakhir, setelah diperoleh kesimpulan dari hasil analisis adalah memberikan saran pada peternak dan pemerintah. Skema kerangka pemikiran operasional penelitian disajikan pada Gambar 4. 36
17 1. Rendahnya kemampuan budidaya ternak, 2. Relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak 3. Tarif impor mempengaruhi harga susu Tujuan Penelitian : 1. Menganalisis tingkat keuntungan 2. Menganalisis daya saing komoditas susu sapi 3. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah PAM (Policy Analysis Matrix) Keunggulan Komparatif Dampak Kebijakan Pemerintah: Kebijakan Output, Kebijakan Input, Kebijakan Input-Output Keunggulan Kompetitif Analisis Sensitifitas 1. Tarif Impor 5 % 2. Tarif Impor 15 % Hasil Akhir 1. Gambaran Daya Saing Usahaternak Sapi Perah serta Keuntungan secara Finansial dan Ekonomi 2. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Gambar 4. Kerangka Pemilikan Operasional 37
III KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis
Lebih terperinciVI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI
VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy
Lebih terperinciVIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT
83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di
Lebih terperincidan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan
Lebih terperinciIV METODOLOGI PENELITIAN
IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian
Lebih terperinciANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM
VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk
Lebih terperinciVI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM
VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin
22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi
Lebih terperinci3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan
33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan
Lebih terperinciVII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG
VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani
Lebih terperinciVI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK
VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
Lebih terperinciIV METODE PENELITIAN
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis
Lebih terperinciANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG
ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan
Lebih terperinciANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan
3.1. Kerangka emikiran Teoritis III. KERNGK EMIKIRN Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. ertama, kebijakan pemerintah terhadap output dan input. Kedua, konsep keunggulan komparatif dan kompetitif
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey
Lebih terperinciJurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)
58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)
Lebih terperinciBAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari
Lebih terperinciANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)
ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang
Lebih terperinciVolume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010
Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran dibentuk dengan mendekatkan permasalahan dan tujuan penelitian dengan teori-teori yang relevan serta penelitian empiris yang telah
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Terdahulu Tentang Padi Organik Prihtanti (2014) meneliti tentang Kinerja dan Multifungsionalitas Usahatani Padi Organik dan Konvensional di Provinsi
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.
Lebih terperinciDAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP
DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,
Lebih terperincisesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,
RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam
Lebih terperinciJurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe
Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian
II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam
Lebih terperinciPERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN
PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain
Lebih terperinciANALISIS DAMPAK PEMBATASAN VOLUME IMPOR SAPI BAKALAN TERHADAP DAYA SAING USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG (Studi Kasus : PT XYZ, Jakarta Timur)
ANALISIS DAMPAK PEMBATASAN VOLUME IMPOR SAPI BAKALAN TERHADAP DAYA SAING USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG (Studi Kasus : PT XYZ, Jakarta Timur) FARIZAN KEMAL ADZHANI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.
Lebih terperinciAnalisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)
Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana Program Magister
Lebih terperinciAnalisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur
Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komoditas Unggulan Agribisnis Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusahakan atau dikembangkan pada suatu daerah (Depkimpraswil, 2003).
Lebih terperinciJurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)
1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Lebih terperinciDAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI
DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN SARAN
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman
24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen
III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus
Lebih terperinciPendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan
LAMPIRAN 82 Lampiran 1. Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan No Keterangan Jumlah Satuan Harga Nilai A Penerimaan Penjualan Susu 532 Lt 2.930,00 1.558.760,00 Penjualan Sapi 1 Ekor 2.602.697,65
Lebih terperinciTEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF Wahono Diphayana 1. MERKANTILISME a. Pandangan Merkantilisme Mengenai PI Suatu negara akan kaya atau makmur dan kuat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan
Lebih terperinciJurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 Desember 2008)
Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 Desember 2008) 39 ANALISIS DAYA SAING DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI CABE MERAH (KASUS KECAMATAN CIWIDEY KABUPATEN BANDUNG DAN KECAMATAN
Lebih terperinciANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR
ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun
Lebih terperinciPENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR
PENENTUAN PRODUK UNGGULAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GIANYAR I Ketut Arnawa Program Studi Agribisnis Universitas Mahasaraswati Denpasar E-mail: arnawa_62@yahoo.co.id ABSTRACT The main objective
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini terdapat berbagai hasil penelitian sebelumnya oleh peneliti lain, baik itu dalam penelitian pada umumnya maupun penelitian
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor
Lebih terperinciVII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI
VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha Pembenihan Ikan Patin Siam (Studi Kasus : Perusahaan Deddy Fish Farm) dilaksanakan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C
Lebih terperinciekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran
KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan
Lebih terperinciVIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN
VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan
Lebih terperinci.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih
1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Penawaran Menurut Sukirno (2013) teori penawaran menerangkan tentang ciri hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah barang yang ditawarkan para
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan
Lebih terperinci3 KERANGKA PEMIKIRAN
19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor
Lebih terperinciDAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO
DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,
Lebih terperinciKEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.
KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA
Lebih terperinciANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS RUMPUT LAUT DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 89-102 89 ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS RUMPUT LAUT DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR Fadli 1, Rachmat Pambudy 2 and Harianto 2 1) Magister Sains
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Permintaan Menurut Sugiarto (2002), pengertian permintaan dapat diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang diminta
Lebih terperinciLECTURE NOTE: MATAKULIAH EKONOMI INTERNASIONAL I. OIeh: Tn Widodo, SE. Mec.Dev
LECTURE NOTE: MATAKULIAH EKONOMI INTERNASIONAL I OIeh: Tn Widodo, SE. Mec.Dev QOE IESP FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2002 MATERI I: KEUNGGULAN COMPARATIF DAN KOMPETITIF (COMPARATIVE & COMPETITIVE
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Perdagangan antarnegara atau dikenal dengan perdagangan internasional,
BAB IV LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 4.1. Landasan Teori 4.1.1. Perdagangan Internasional. Perdagangan antarnegara atau dikenal dengan perdagangan internasional, sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciPengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan
Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Muhammad Husaini Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Konsep Daya Saing Daya saing adalah suatu konsep komparatif dari kemampuan dan pencapaian dari suatu perusahaan, subsektor atau negara untuk memproduksi, menjual
Lebih terperinciMACAM-MACAM ANALISA USAHATANI
MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan
Lebih terperinciVII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH
93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga
Lebih terperinci