BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang beberapa landasan teori yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Penguasaan materi pada Bab II diperlukan untuk memahami kajian pada bab berikutnya. Hal-hal yang dibahas antara lain konsep dasar graf, graf pohon, matriks ajasensi dan insidensi, serta Teorema Matriks- Pohon Kirchoff. 2.1 Konsep Dasar Graf Suatu graf G adalah pasangan berurutan dari himpunan berhingga yang tak kosong dari simpul (vertex) V = {v 1, v 2,, v n } dan sisi (edge) E = {e 1, e 2,, e n }, dan dapat ditulis G = (V, E) (Chartrand dan Zhang, 2012). Gambar 2.1 Graf G Order dari suatu graf menyatakan banyaknya simpul yang ada pada graf tersebut, sedangkan banyaknya sisi pada graf disebut ukuran (size). Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa order dari graf G adalah 5 dan ukurannya 5. Jika e = v 1 v 2 adalah sisi dari G, maka simpul v 1 dan v 2 berdekatan (adjacent) dan terhubung oleh sisi e. Simpul v 1 dan simpul v 2 dikatakan bertetangga (neighbors) dan e bersisian (incident) dengan simpul v 1 dan v 2. 6
Chartrand dan Zhang (2012) menjelaskan derajat (degree) dari suatu simpul v pada graf G adalah banyaknya sisi yang terhubung dengan v dan dinotasikan deg v, dan jika G adalah graf dengan order n dan v adalah suatu simpul di G, maka 0 δ(g) deg v Δ(G) n 1, dengan δ(g) adalah derajat minimum dan Δ(G) adalah derajat maksimum. Jalan (walk) adalah barisan v 0 v 1 v 2 v n dari simpul-simpul v i. Suatu jalan pada graf yang tidak mengalami pengulangan simpul disebut jalur (path). Jalur tertutup yang hanya mengalami satu kali perulangan simpul yaitu awal dan akhir adalah sebuah sikel (cycle) (Wilson, 1996). Suatu jalan-v 1, v 2 pada graf G adalah jalan yang simpul awalnya v 1 dan simpul akhirnya v 2. Salah satu jalan yang mungkin dari v 1 ke v 2 adalah v 1 v 3 v 1 v 2. Jalan dengan panjang 0 disebut jalan trivial dan terdiri dari satu simpul, misalnya W = (v 4 ). Jalur dari v 1 ke v 2 dapat dibetuk oleh simpul-simpul v 1 v 4 v 5 v 2. Sikel-k adalah sebuah sikel dengan panjang k. Contoh sikel pada graf G yaitu v 1 v 2 v 5 v 4 v 1. Sikel ini memiliki panjang 4. Apabila e bukan sisi pembentuk sikel dari G, maka sisi e disebut jembatan (bridge), contohnya sisi e 2. 7
2.2 Graf Pohon Suatu pohon adalah graf terhubung yang asiklik (Chartrand dan Zhang, 2012). Ketika membahas graf pohon, digunakan T dari tree alih-alih G untuk menotasikannya. Gambar 2.2 menampilkan enam pohon dengan order 7. Meskipun sama-sama memiliki tujuh simpul, pohon-pohon ini dapat dikelompokkan lagi menjadi kelas-kelas lain dari graf. Misalnya T 1 = P 7 adalah graf jalur (path), T 3 adalah graf bintang ganda (double star), sedangkan T 6 = K 1,6 adalah graf bintang (star). Kelas lain yang umum adalah graf ulat (caterpillar). T 1, T 2, T 3, T 5 dan T 6 adalah graf ulat, sedangkan T 4 bukan graf ulat. T1 T2 T3 T4 T5 T6 Gambar 2.2 Graf pohon berorder 7 Salah satu teorema tentang graf pohon sebagaimana dicantumkan Wilson (1996). Teorema 2.1 Jika T adalah sebuah graf dengan n simpul, maka pernyataan-pernyataan berikut adalah ekuivalen: (i) T adalah graf pohon; (ii) T tidak mengandung sikel, dan memiliki n 1 sisi; (iii) T terhubung, dan memiliki n 1 sisi; (iv) T terhubung, dan tiap sisi adalah jembatan; (v) Setiap dua simpul pada T terhubung oleh tepat satu jalur; 8
(vi) T tidak mengandung sikel, tetapi penambahan satu sisi akan membentuk tepat satu sikel. Jika pada graf G dipilih sebuah sikel dan dihilangkan salah satu sisinya hingga tidak ada sikel pada graf tersebut, maka akan terbentuk suatu pohon yang menghubungkan semua simpul pada G. Pohon ini disebut diagram pohon (spanning tree) dari G. Gambar 2.3 menunjukkan bahwa pada graf G terdapat satu sikel dan dapat dibentuk menjadi empat diagram pohon. Hal ini berbeda dengan graf pohon yang bersifat asiklik sehingga memiliki tepat satu diagram pohon yaitu graf itu sendiri. Teorema 2.2 Sebuah graf adalah terhubung jika dan hanya jika graf tersebut memiliki diagram pohon (Bondy & Murty, 2008). T 1 T 2 T 3 T 4 Gambar 2.3 Diagram pohon dari graf G 2.3 Matriks Sebuah matriks adalah himpunan berindeks berbentuk persegi panjang dari bilangan-bilangan yang tersusun dalam baris-baris horisontal dan kolom-kolom vertikal (Bronson & Costa, 2009). Matriks secara umum dinotasikan menggunakan huruf kapital: A, B, C, dan seterusnya. Matriks yang terdiri dari m baris dan n kolom dikatakan berukuran m n. Elemen-elemennya memiliki dua indeks yang menyatakan posisinya di dalam matriks, contohnya a ij pada matriks A adalah elemen pada baris ke-i dan kolom ke-j dari A. 9
a 11 a 12 a 13 a 1n a 21 a 22 a 23 a 2n A = [ ] a m1 a m2 a m3 a mn Jika suatu matriks berukuran n n, maka matriks tersebut adalah matriks persegi. Misalnya matriks persegi A 3 3 sebagai berikut. a 11 a 12 a 13 A = [ a 21 a 31 a 22 a 32 a 23 ] a 33 Matriks di atas memiliki diagonal utama yaitu a 11, a 22, dan a 33. Selain itu, dikenal pula sebuah matriks persegi yang semua elemennya adalah 0 kecuali pada diagonal utamanya. Matriks yang demikian disebut dengan matriks diagonal. Salah satu matriks diagonal yang khusus adalah matriks identitas I. 1 0 I = [ 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 ] 1 0 0 1 Jika A = [a ij ] adalah matriks berukuran m n, maka transpose dari A yang dinotasikan dengan A T = [a ij ] T adalah matriks berukuran n m dengan (a ij ) T = a ji (Bronson & Costa, 2009), dan apabila A = A T, maka A disebut simetris (Nicholson, 1995). 2.4 Operasi pada Matriks a. Penjumlahan Jika matriks A dan matriks B memiliki ukuran yang sama, maka A + B adalah matriks yang terbentuk dari penjumlahan elemen-elemen yang 10
berkorespondensi dan dinotasikan: A + B = [a ij + b ij ] (Nicholson, 1995). Contoh 2.1 Jika A = [ 1 2 6 ] dan B = [5 ], maka 3 4 7 8 A + B = [ 1 + 5 2 6 4 ] = [6 3 + 7 4 + 8 4 12 ]. b. Perkalian Jika A adalah sebuah matriks m n dan B adalah sebuah matriks n k, maka hasil kali AB adalah matriks m k dengan elemen- (i, j) -nya merupakan perkalian dari setiap elemen baris i pada A dengan elemen kolom j yang berkorespondensi pada B dan kemudian dijumlahkan hasilnya. Perpangkatan pada matriks adalah perkalian berulang A 2 = AA. Contoh 2.2 Jika diketahui A = [ 3 1 2 0 3 2 1 0 ] dan B = [ 1 0], maka 0 2 3(0) + 1(1) + 2(0) 3(3) + 1(0) + 2(2) AB = [ 2(0) + 1(1) + 0(0) 2(3) + 1(0) + 0(2) ] = [ 0 + 1 + 0 9 + 0 + 4 13 ] = [1 0 + 1 + 0 6 + 0 + 0 1 6 ] c. Determinan Definisi determinan sebagaimana tercantum dalam buku karya Nicholson (1995) adalah sebagai berikut: Minor-(i, j) dari matriks A n n, dinotasikan dengan M ij (A), didefinisikan sebagai determinan dari matriks berukuran (n 1) (n 1) yang terbentuk dari penghapusan baris ke- i dan kolom ke- j dari matriks A. Selanjutnya bilangan C ij (A) = ( 1) i+j M ij (A) disebut kofaktor dari A dengan ( 1) i+j adalah tanda dari posisi (i, j). Jika n 2 dan dimisalkan 11
bahwa det M telah diketahui untuk setiap matriks M berukuran (n 1) (n 1), maka det A = a 11 C 11 (A) + a 21 C 21 (A) + + a n1 C n1 (A). Contoh 2.3 1 2 Determinan dari A = [ 3 1 2] adalah: 0 1 3 det A = 1C 11 (A) + 3C 21 (A) + 0C 31 (A) = M 11 (A) 3M 21 (A) + 0 = 1 2 3 2 1 3 1 3 = 5 + 18 = 13 2.5 Matriks Ajasensi Misalkan sebuah graf memiliki order n dan ukuran m, dengan V(G) = {v 1, v 2,, v n } dan E(G) = {e 1, e 2,, e m }. Matriks ajasensi (adjacency matrix) dari G adalah sebuah matriks A = [a ij ] yang berukuran n n, dengan a ij = { 1 jika v i dan v j terhubung 0 jika v i dan v j tidak terhubung (Chartrand dan Zhang, 2012). 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 A = 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 [ 0 1 0 1 0] Gambar 2.4 Graf G dan matriks ajasensinya 12
Elemen-elemen dari matriks ajasensi adalah 0 atau 1. Matriks seperti ini disebut dengan matriks bit atau matriks Boolean. Secara umum, matriks ajasensi bersifat simetris dengan diagonal utama 0. Banyaknya bilangan 1 pada baris i (atau kolom i) merupakan derajat dari simpul v i. Masing-masing elemen dari perpangkatan A merepresentasikan suatu karakteristik dari graf G. Pangkat 2 dan pangkat 3 dari A yaitu A 2 dan A 3 disajikan pada Gambar 2.5. Apabila dicermati, elemen pada diagonal utama A 2 adalah derajat dari simpul-simpul G, sedangkan elemen-elemen pada A 3 menunjukkan banyaknya jalan v i v j dengan panjang 3 di G. 3 0 0 0 2 0 2 1 2 0 A 2 = 0 1 1 1 0 0 2 1 2 0 [ 2 0 0 0 2] 0 5 3 5 0 5 0 0 0 4 A 3 = 3 0 0 0 2 5 0 0 0 4 [ 0 4 2 4 0] Gambar 2.5 Pangkat dari matriks A 2.6 Matriks Insidensi Misalkan sebuah graf memiliki order n dan ukuran m, dengan V(G) = {v 1, v 2,, v n } dan E(G) = {e 1, e 2,, e m }. Matriks insidensi (incidence matrix) dari G adalah sebuah matriks B = [b ij ] yang berukuran n m, dengan b ij = { 1 jika v i insiden dengan e j 0 jika v i dan e j tidak insiden (Chartrand dan Zhang, 2012). 13
Jumlah bilangan 1 pada baris i dari matriks insidensi merupakan derajat dari simpul v i, sedangkan jumlah bilangan 1 pada masing-masing kolom adalah dua karena terdapat tepat dua simpul yang insiden dengan setiap sisi. 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 B = 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 [ 0 0 0 1 1] Gambar 2.6 Graf G dan matriks insidensinya Misalkan B T adalah transpose dari matriks insidensi B, maka elemenelemen pada matriks BB T merepresentasikan matriks ajasensi dari graf G dengan diagonal utama berupa derajat dari simpul-simpul di graf tersebut. 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 B T = 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 [ 0 0 0 1 1] 3 1 1 1 0 1 2 0 0 1 BB T = 1 0 1 0 0 1 0 0 2 1 [ 0 1 0 1 2] Gambar 2.7 B T dan BB T 2.7 Matriks Laplacian Muldoon (2017) menjelaskan pengertian matriks Laplacian sebagai berikut. Jika G adalah graf berorder n dengan himpunan simpul V(G) = {v 1, v 2,, v n } dan himpunan sisi E(G) = {e 1, e 2,, e m }, maka matriks Laplacian adalah matriks n n yang elemen-elemennya: deg(v i ) jika i = j L = { 1 jika i j dan (v i, v j ) E 0 yang lain. 14
Secara ekuivalen, L = D A, dengan D adalah matriks diagonal yang beranggotakan derajat dari simpul-simpul graf G dan A merupakan matriks ajasensi dari G. Contoh 2.4 Matriks Laplacian dari graf G pada Gambar 2.1 yaitu: L = D A 3 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 1 = 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 1 [ 0 0 0 0 2] [ 0 1 0 1 0] 3 1 1 1 1 2 0 1 = 1 1 0 1 2 1 [ 1 1 2] 2.8 Teorema Matriks-Pohon Kirchoff Teorema Matriks-Pohon Kirchoff seperti dikutip dari Muldoon (2017). Teorema 2.3 Jika G(V, E) merupakan suatu matriks tak berarah dan L adalah matriks Laplacian-nya, maka banyaknya diagram pohon (N) yang terdapat pada graf G dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. 1) Pilih sebuah simpul v i dan eliminasi baris dan kolom ke-i dari L sehingga terbentuk matriks baru L i; 2) Hitung N = det(l i). 15
Contoh 2.5 Diketahui matriks Laplacian dari graf G pada Contoh 2.1. Kemudian dipilih sebuah simpul v i dan dieliminasi baris dan kolom ke- i dari L sehingga terbentuk matriks baru L i. Misalnya ambil v i = v 1, diperoleh 2 L 1 = [ 1 1 2 1 1 ]. 1 2 Selanjutnya banyaknya diagram pohon dapat dihitung dengan cara berikut. N = det(l i) 1 1 = 2 det [ 0 2 1] ( 1) det [ 2] 0 1 2 1 1 = 2 (1 (4 1)) + (( 1) 2) = 6 2 = 4 16