HASIL DAN PEMBAHASAN. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah merupakan wilayah, pengembangan kakao yang cukup potensial. Komoditi ini merupakan sumber mata pencaharian masyarakat setempat, dimana sebagian besar penduduknya telah mengusahakan kakao sejak tahun Tata letak kecamatan ini, mengapit kota Masohi (Ibu kota Kabupaten Maluku Tengah), dari sisi Selatan dan sisi Utara. Lokasi penelitian berjarak ± 12 km dari sisi utara kota Masohi, yang ditempuh dalam waktu ± 20 menit, menggunakan transportasi darat. Secara umum untuk menuju ke lokasi penelitian, cukup tersedia sarana transportasi darat setiap harinya, dengan biaya yang relatif murah. Tata letak secara geografis disajikan pada lampiran 1. Akses informasi, seperti radio, media cetak (koran), dan telepon, ketersediannya masih sangat terbatas. Sedangkan televisi dan cd player, ketersediannya cukup memadai, hampir di setiap rumah tangga petani. Akses informasi lainnya seperti informasi pertanian, tersedia Balai Penyuluh Pertanian (BPP). Sehingga, petani dapat mengakses informasi pertanian dari penyuluh lapangan (PPL). Luas wilayah kecamatan ini adalah 1.776,37 km 2, merupakan wilayah yang terluas dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya. Dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain : jumlah penduduk dan laju pertumbuhannya, tergolong cukup tinggi ; persentase usia produktif cukup tinggi ; kepadatan penduduk rendah ; persentase lapangsan usaha pertanian cukup tinggi ; persentase lulusan sekolah dasar, sekolah menengah, dan perguruan tinggi cukup tinggi ; dan usia rata petani, pendidikan rata-rata petani, dan penglaman rata-rata petani cukup tinggi. Secara umum, keadaan kependudukan di Kabupaten Maluku Tengah, pada wilayah-wilayah kecamatan, cukup merata. Tabel 2 menyajikan luas wilayah, deskripsi penduduk, pendidikan, dan kepadatan penduduk Kabupaten Maluku Tengah (untuk 7 tujuh wilayah kecamatan penghasil komoditas perkebunan)..

2 32 Tabel 2. Luas Wilayah dan Keadaan Kependudukan Kecamatan Penghasil Komoditas Perkebunan di Kabupaten Maluku Tengah U r a i a n Kecamatan Amahai TNS S.Utara Tehoru Lehitu Salahutu Haruku Saparua (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Luas Wilayah (km 2 ) 1.776,37 24, ,1 151, Penduduk : a. Jumlah penduduk (orang) b. Jumlah KK c. Persen usia produktif (15-55 tahun) d. Penduduk pria (%) e. Kepadatan penduduk (org/km 2 ) f. Lapangan usaha pertanian (%) Pendidikan : a. Tamatan Sekolah Dasar (%) b. Tamatan Sekolah Lanjutan (%) c. Tamatan Pendidikan Tinggi (%) Petani : a. Usia rata-rata petani (tahun) b. Pendidikan rata-rata petani (tahun) c. Pengalaman ratarata petani (tahun) ,13 51, ,05 44,64 53,50 1,87 52,0 7,7 20, ,30 50, ,98 40,86 56,24 2,90 57,0 7,5 23, ,22 4, ,89 55,65 43,47 0,88 59,0 7,7 30,2 Sumber : Maluku Tengah dalam angka Tahun 2002, diolah ,61 51, ,95 45,98 52,86 1,16 53,0 7,1 25, ,36 49, ,11 40,52 57,43 2,05 54,0 7,6 26, ,440 49, ,39 53,32 6,29 57,0 7,7 27, ,489 50, ,28 37,19 57,88 4,93 53,0 7,8 24, ,63 49, ,19 40,54 55,58 3,87 54,0 7,7 25,6 Kepulauan Maluku sejak zaman penjajahan (abad ke 17), dikenal sebagai daerah rempah-rempah seperti, cengkih, dan pala. Hingga saat ini cengkih dan pala masih tergolong sebagai tanaman perkebunan yang banyak diminati oleh penduduknya. Sisa-sisa peninggalan sejarah tersebut, sampai kini masih terlihat di perkebunan rakyat. Disamping tanaman cengkeh dan pala, kakao, kelapa, kopi, dan fanili merupakan sumber mata pencaharian masyarakat. Pengembangan kakao di daerah ini dimulai pada tahun sembilan puluhan. Hingga kini, berdasarkan luas areal tanaman kakao, persentase terbesar adalah di Kecamatan Amahai (32,6 %) atau 721 ha. Angka ini signifikan dengan tingkat produksi sebesar 45 persen. Tidak hanya tanaman kakao, tanaman perkebunan lainnya tergolong cukup potensial. Tabel 3 menyajikan luas areal dan produksi tanaman perkebunan.

3 33 Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kakao dan Tanaman Perkebunan lainnya di Kabupaten Maluku Tengah Tahun Tanaman Tanaman Kakao Perkebunan Kecamatan Lainnya 1) Luas Produksi Luas % % % (ha) (ton) (ha) Amahai , ,3 TNS 660,5 59, ,0 Seram Utara 160 4, ,4 Tehoru 321 8,7 9 0, ,3 Leihitu 74 4,0 6 0, ,0 Salahutu 63 5,1 3,7 0, ,9 Pulau Haruku 18 0,8 5 0, ,2 Saparua ,8 69 4, ,2 Jumlah 2.212, , Rata ,1 12,9 182,8 12, ,0 Sumber : Data Dinas Pertanian Maluku Tengah, 2004, diolah Keterangan 1) Kelapa, Cengkeh, Pala, Kopi, & Panili 1) Kelapa, Cengkeh, Pala, Kopi, & Panili 1) Kelapa, Cengkeh, Pala, Kopi, & Panili 1) Kelapa, Cengkeh, Pala, Kopi, & Panili 1) Kelapa, Cengkeh, Pala, Kopi, & Panili 1) Kelapa, Cengkeh, Pala, & Panili 1) Kelapa, Cengkeh, Pala, & Panili 1) Kelapa, Cengkeh, Pala, & Panili Perbandingan data pada Tabel 3, menunjukkan bahwa, baik tanaman kakao maupun tanaman perkebunan lain, Kecamatan Amahai masih lebih potensial dari kecamatan lainnya. Perbedaan tersebut adalah dari luas lahan tanaman kakao dan produksinya, maupun tanaman perkebunan lain seperti kelapa, cengkih, pala, kopi, dan panili. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa, wilayah Kecamatan Amahai dalam jangka panjang memiliki prospek pengembangan tanaman perkebunan. Khusus tanaman kakao, luas dan produksinya sejak tahun 2000 hingga saat ini, tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Kurangnya pemeliharaan merupakan penyebab tanaman rentang terhadap serangan hama dan penyakit. Hama penggerek buah kakao (PBK) merupakan hama, dengan tingkat penyebarannya cukup tinggi di wilayah ini. Gambar 3 menyajikan perkembangan kakao di Kecamatan Amahai.

4 34 Perkembangan Kakao di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah Luas (ha) Produksi (ton) Tahun Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Maluku Tengah, 2004 Gambar 3 Grafik Perkembangan Kakao Persentase serangan hama PBK pada tanaman kakao, akhir-akhir ini cukup meresahkan para petani. Khusus untuk Kecamatan Amahai dan kecamatankecamatan lain, berdasarkan sampel tanaman yang diobservasi di beberapa desa pengembangan kakao, serta informasi dari petani dan petugas penyuluh pertanian (PPL), pada tahun 1997 dalam satu hektar, buah kakao yang terserang hama PBK diperkirakan mencapai 30 persen, kemudian menyebar dan berkembang ke berbagai daerah. Diperkirakan dari luasan tanaman kakao yang ada saat ini, tingkat penyerangan hama PBK rata-rata ± 70 persen/ha. Permasalahan hama tidak hanya pada tanaman kakao, tetapi tanaman-tanaman perkebunan lainnya, seperti kelapa dan panili cenderung mengalami masaalah yang sama dengan kakao, hanya masih dapat dikendalikan. Perkembangan tanaman kakao di wilayah ini, tidak terlepas dari tugas pembinaan oleh Dinas Pertanian Maluku Tengah. Melalui penyuluh lapangan yang jumlahnya masih sangat terbatas, tugas pembinaan kepada para petani masih mengalami hambatan. Hal ini karena rasio jumlah petani dan luas areal perkebunan tidak seimbang dengan jumlah penyuluh tetap maupun honorer. Sampai dengan tahun 2005, jumlah penyuluh pertanian lapangan (PPL) berdasarkan SK Bupati Maluku Tengah No tahun 2005 adalah 150 orang. Bila jumlah petani (diolah dari Tabel 2), berarti rasio antara petani dan penyuluh adalah 451 : 1. Rasio yang tidak seimbang tersebut, terjadi di semua wilayah kecamatan. Di Kecamatan Amahai (lokasi penelitian), 1 orang

5 35 penyuluh harus secara rutin bertugas membimbing 472 petani. Namun demikian, dengan keterbatasan jumlah penyuluh lapangan dan jangkauannya, kegiatan pembinaan ini masih efektif, walaupun hanya pada wilayah-wilayah tertentu. Tabel 4, merinci jumlah petani dan penyuluh per kecamatan. Tabel 4. Jumlah Kelompok tani, Jumlah Petani, Penyuluh, dan Rasio per kecamatan Kecamatan Jumlah Kelompok Tani Jumlah Petani Jumlah Penyuluh Rasio Amahai : 472 TNS : 177 Seram Utara : 364 Tehoru : 402 Leihitu : 596 Salahutu : 621 Pulau Haruku : 874 Saparua : 675 Jumlah : 451 Sumber : Data Dinas Pertanian Maluku Tengah, 2004 Rasio yang disajikan pada Tabel 4, menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara penyuluh dengan petani, dan metode penyuluhannya, jelas mempengaruhi keefektivan penyebaran informasi pertanian, sehingga diperlukan metode lainnya, seperti metode penggunaan video yang di peragakan dalam penelitian ini. Metode ini merupakan harapan baru dalam membantu penyuluh menyebarluaskan informasi pertanian. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang realistis, sehingga dapat memberikan manfaat dalam menyebarkan informasi pertanian secara lebih merata. Keefektivan Video Instruksional Pengetahuan Awal Petani Hasil pre-test (tes awal) tentang materi penelitian (pengendalian penggerek buah kakao), pada dua kelompok eksperimen dan kelompok kontrolnya, memperlihatkan variasi skor pengetahuan awal : petani kelompok

6 36 eksperimen video instruksional (K 1 ), pada kisaran 25 34,28 ; kelompok eksperimen demonstrasi cara (K 2 ), pada kisaran 25 31,25 ; dan kelompok kontrol (K 0 ), pada kisaran 25 31,25. Deskripsi pengetahuan awal petani tentang pengendalian hama PBK pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Deskripsi Pengetahuan Awal Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK). Kelompok n Kisaran Skor Rataan Skor Sd K 1 (Video Instruksional) ,20 1,15 K 2 (Demonstrasi Cara) ,30 1,03 K 0 (Kontrol) ,15 1,13 Berdasarkan rataan skor pengetahuan awal dan deviasi masing-masing kelompok, menunjukkan bahwa pengetahuan petani tentang pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK), masing-masing kelompok merata di antara petani yang satu dengan petani lainnya. Rataan skor pengetahuan awal petani tersebut, memperlihatkan bahwa pada dasarnya, tingkat pengetahuan para petani di wilayah tentang cara mengendalikan hama penggerek buah kakao (PBK), dibawah 30 persen. Hasil ini merupakan tolok ukur, pemilihan materi penelitian dan pengambilan petani contoh sebagai subyek penelitian adalah tepat, yaitu materi yang belum diketahui oleh para petani kakao subyek penelitian. Secara rinci sebaran skor pengetahuan awal kelompok : video instruksional, demonstrasi cara, dan kontrol disajikan pada gambar 4. Sebaran Skor Pengetahuan Awal Skor Video Demonstrasi Kontrol Responden Gambar 4 Grafik Sebaran Skor Pengetahuan Awal

7 37 Hasil pengujian statistik dengan prosedur analisis kovarians (ANKOVA), memperlihatkan, variasi skor pengetahuan awal : K 1 dengan K 0, K 2 dengan K 0, dan K 1 dengan K 2, tidak berbeda nyata. Kesamaan variasi skor pengetahuan awal antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, maupun antara kelompok eksperimen, penting untuk memudahkan pengukuran efek perlakuan yang nyata peningkatan pengetahuan petani yang diberi video instruksional, maupun demonstrasi cara. Tabel 6 berikut, menyajikan hasil perhitungan kovarians skor pengetahuan awal antar kelompok. Tabel 6. Hasil Perhitungan Varians Pengetahuan Awal antar Kelompok Kelompok F hit F tab Keterangan K 1 K 0 1,10 2,15 F hit < F tab (antar varians tidak berbeda nyata) K 2 K 0 1,37 2,15 F hit < F tab (antar varians tidak berbeda nyata) K 1 K 2 1,24 2,15 F hit < F tab (antar varians tidak berbeda nyata) Ket : F tab {(0,05) (v1,v2)} Peningkatan Pengetahuan Petani Pemberian perlakuan materi tentang pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK), berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan skor rataan peningkatan pengetahuan petani kelompok yang diberi video instruksional dan demonstrasi cara oleh penyuluh, dengan kelompok kontrolnya. Nampak dalam hasil penelitian, variasi skor dan rataan skor peningkatan pengetahuan di antara petani kelompok eksperimen (K 1 dan K 2 ), lebih besar dari kelompok K 0. Hasil tersebut, membuktikan pemberian materi perlakuan eksperimen, memperlihatkan efek yang nyata terhadap peningkatan pengetahuan petani. Berdasarkan rataan skor dan nilai deviasi masing-masing kelompok, kisaran skor di antara petani kelompok eksperimen merata (homogen). Tabel 7 menyajikan deskripsi peningkatan pengetahuan petani kelompok eksperimen.

8 38 Tabel 7. Deskripsi Peningkatan Pengetahuan Petani Kelompok Eksperimen Kelompok n Rataan Pengetahuan Awal Rataan Pengetahuan Akhir Peningkatan Pengetahuan Kisaran Skor Rataan Skor K ,15 97,18 62,50-81,25 77,03 5,93 K ,03 97,35 59,38-84,38 77,32 7,26 K ,13 49,88 25,00-31,25 29,75 2,57 Secara rinci perbedaan sebaran skor peningkatan pengetahuan kelompok eksperimen (video instruksional dan demonstrasi cara), dan kontrol disajikan pada gambar 5 berikut. Sd Sebaran Skor Peningkatan Pengetahuan Skor Video Demonstrasi Kontrol Responden Gambar 5 Grafik Sebaran Skor Peningkatan Pengetahuan Pengujian statistik dengan prosedur analisis kovarians (ANKOVA), memperlihatkan, varians antar kelompok eksperimen yang diberi video (K 1 ) dengan kelompok kontrol (K 0 ), berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen (a 0,05). Demikian juga antara kelompok eksperiemen yang diberi demonstrasi oleh penyuluh (K 2 ) dengan kelompok kontrol (K 0 ), hasil pengujian, varians antar K 2 dengan K 0 berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen (a 0,05). Perbedaan varians kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol menunjukkan bahwa, pemberian materi video instruksional dan demonstrasi cara oleh penyuluh, masing-masing menimbulkan efek yang nyata terhadap peningkatan pengetahuan petani.

9 39 Penggunaan kedua metode tersebut dalam kondisi dikontrol, merupakan bukti bahwa, video instruksional dan demonstrasi cara oleh penyuluh, sama-sama memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pengetahuan petani. Melalui pengujian varians antar sesama kelompok eksperimen (K 1 - K 2 ), diperoleh hasil varians kedua kelompok eksperimen tersebut tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen (a 0,05). Kesamaan variasi skor tersebut membuktikan, penyampaian pesan menggunakan video instruksional, sama efektif dengan penyampaian pesan melalui demonstrasi cara oleh penyuluh dalam peningkatan pengetahuan petani. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini dapat diterima. Tabel 8 menyajikan hasil perhitungan varians peningkatan pengetahuan antar kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Tabel 8. Hasil Perhitungan Varians antar Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol. Kelompok F hit F tab Keterangan K 1 K 0 5,32 2,15 F hit > F tab (antar varians berbeda nyata) K 2 K 0 7,98 2,15 F hit > F tab (antar varians berbeda nyata) K 1 K 2 1,50 2,15 F hit < F tab (antar varians tidak berbeda nyata) Ket : F tab = {(0,05) (v1,v2)} Efek peningkatan pengetahuan dari video instruksional merupakan bukti bahwa, pesan-pesan penyuluhan dengan media video, dapat diterima sesuai dengan kebiasaan menerima informasi dari penyuluh pertanian. Penyajian materi video instruksional yang mengkombinasikan format pesan kronologis dan format pesan pemecahan, yang didesain secara instruksional, dengan memadukan unsurunsur audio dan visual ke dalam unsur-unsur pesannya, ternyata efektif dalam proses penyampaian pesan kepada petani. Sehingga khusus untuk daerah penelitian, dan daerah sekitarnya, penyebaran informasi menggunakan media ini, dapat membantu mengatasi kekurangan tenaga penyuluh pertanian (rasio, 1 : 451), hambatan geografis dan demografis, seperti tingkat penyebaran dan kepadatan penduduk. Kefektifan tersebut adalah suatu bukti, bahwa bentuk komunikasi instruksional menggunakan media video, dapat dijadikan sebagai saluran

10 40 informasi kepada petani (khalayak). Sehingga tidak hanya pesan-pesan instruksional, tentang pengendalian hama PBK, tetapi dapat juga digunakan sebagai media penyebaran informasi untuk pengembangan tanaman-tanaman perkebunan dan pertanian lainnya, atau pesan-pesan yang sesuai dengan kebutuhan khalayak. Tersedianya sarana media televisi dan CD player hampir disetiap rumah tangga petani, dan bentuk kemasan yang praktis video instruksional, akan sangat membantu penggunaannya sebagai media penyebaran informasi pertanian. Hal ini penting, mengingat potensi kependudukan dan potensi pertanian wilayah ini cukup besar. Sehingga pelayanan ke masyarakat melalui sistem informasi yang tepat, semua potensi yang ada dapat dikembangkan secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya, dan untuk kepentingan pembangunan daerah umumnya. Penggunaan video sebagai media penyuluhan pertanian, mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi masyarakat (khususnya petani), tetapi kebiasaan menggunakan video sebagai sarana hiburan, bukan merupakan hal yang baru. Video bagi masyarakat Maluku adalah bagian dari gaya hidup seharihari, sehingga kebiasaan ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kegiatan penyuluhan pertanian di masa yang akan datang. Hubungan Persepsi tentang Video Instruksional dengan Peningkatan Pengetahuan Deskripsi Persepsi Video Instruksional Persepsi tentang video instruksional meliputi aspek : daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan, yang masing-masing diukur dalam 3 (tiga) level berdasarkan skala likert, memperlihatkan persepsi tentang video instruksional berada pada interval 2 3 (sedang tinggi). Berdasarkan rataan skor dan deviasi masing-masing aspek, secara umum sebaran skor cukup homogen di antara subyek penelitian.

11 41 Secara keseluruhan persepsi tentang video instruksional, rataannya cukup tinggi dan sebarannya merata. Deskripsi persepsi tentang video instruksional disajikan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Deskripsi Persepsi tentang Video Instruksional 1. Daya tarik Persepsi tentang Video Instruksional 2. Pemahaman 3. Penerimaan 4. Keterlibatan Kisaran Skor 2,20 3,00 1,67 3,00 2,00 3,00 2,50 3,00 Rataan Skor 2,59 2,40 2,62 2,73 Sd 0,22 0,43 0,51 0,21 Seluruh Persepsi 2,09 3,00 2,58 0,34 Hasil penelitian memperlihatkan, berdasarkan unsur-unsur tampilan video instruksional, persepsi petani terhadap daya tarik video instruksional pada interval 2,20 3,00. Artinya unsur tampilan : gambar, suara, teks, dan unsur-unsur pesan, dalam pandangan petani, bervariasi dari cukup jelas dan menarik, sampai dengan sangat jelas dan sangat menarik. Persepsi tentang pemahaman terhadap unsurunsur tampilan video instruksional, pada interval 1,67 3,00. Artinya : kemudahan memahami materi pesan, cukup bervariasi dari kurang memahami sampai dengan sangat memahami. Persepsi tentang penerimaan unsur-unsur tampilan video instruksional, pada interval 2,00 3,00. Artinya : penerimaan materi pesan bervariasi dari setujuh sampai dengan sangat setujuh. Sedangkan persepsi tentang keterlibatan video instruksional, pada interval 2,50 3,00. Artinya : keterlibatan video instruksional dalam meningkatkan partisipasi, bervariasi dari setujuh dan cukup membantu, sampai dengan sangat setujuh dan sangat membantu. Berdasarkan nilai tengahnya (rataan), persepsi petani tentang daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan, cukup tinggi dan merata antara petani yang satu dengan petani lainnya. Gambar 6 berikut, memperlihatkan sebaran skor persepsi petani tentang video instruksional.

12 42 Sebaran Skor Persepsi Skor D.Tarik Pemahaman Penerimaan Keterlibatan Responden Gambar 6 Grafik Sebaran Persepsi Petani tentang Video Instruksional Kontribusi Masing-masing Aspek Persepsi Perhitungan korelasi persepsi tentang video instruksional dengan peningkatan pengetahuan, diperoleh korelasi yang signifikan adalah dengan : aspek daya tarik, penerimaan, dan keterlibatan, sedangkan dengan aspek pemahaman korelasinya tidak signifikan. Secara keseluruhan, hasil pengujian korelasi mengungkapkan, performans video instruksional diantara petani yang berbeda pandangan sangat penting dalam keterkaitannya dengan peningkatan pengetahuan petani. Tabel 10 berikut menyajikan koefisien korelasi dan signifikansi hubungan persepsi tentang video instruksional dengan peningkatan pengetahuan. Tabel 10. Koefisien Korelasi dan Signifikansi Hubungan Persepsi tentang Video Instruksional dengan Peningkatan Pengetahuan Persepsi Peningkatan Pengetahuan r P Daya tarik 0,49 0,02 Pemahaman 0,19 0,42 Penerimaan 0,72 0,00 Keterlibatan 0,58 0,00

13 43 (1) Kontribusi Daya Tarik Video Instruksional Koefisien korelasi daya tarik dengan peningkatan pengetahuan, menunjukkan daya tarik tampilan video instruksional efektif meningkatkan pengetahuan petani dalam hubungan sedang. Artinya, makin menarik dan jelas keragaan materi video instruksional, pengetahuan petani (khalayak) tentang materi yang diperagakan, makin meningkat. Berdasarkan kecenderungan tersebut, tampilan gambar, suara, teks, dan unsur-unsur pesan, merupakan unsur-unsur tampilan yang penting pada video instruksional. Pentingnya unsur-unsur tampilan video instruksional, dalam kegiatankegiatan penyuluhan pertanian, merupakan suatu indikator bahwa bentuk komunikasi instruksional secara visual, dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap kemampuan kognitif petani (khalayak) dalam menginterpretasi pesanpesan visual tersebut. Hal ini karena video instruksional dapat menyajikan informasi yang menarik perhatian khalayak untuk ditonton. Dengan demikian, sesuai hipotesis persepsi tentang daya tarik video instruksional, efektif meningkatkan pengetahuan petani. (2) Kontribusi Pemahaman Video Instruksional Pemahaman tentang video instruksional berkaitan dengan pandangan petani terhadap kemudahan memahami materi yang ditampilkan. Hasil perhitungan korelasi memperlihatkan hubungan antara pemahaman materi video instruksional dengan peningkatan pengetahuan, menunjukkan hubungan yang tidak berarti. Hal ini berarti tampilan unsur-unsur pesan video instruksional, dalam pandangan petani masih kurang dipahami. Sehingga sesuai hipotesis, persepsi tentang video instruksional, berdasarkan aspek pemahaman, tidak berhubungan dengan peningkatan pengetahuan petani. Ketidakberartian hubungan tersebut, karena tampilan video instruksional mendapat tanggapan yang cukup beragam dari petani. Sebab hanya sebagian petani dalam kelompok eksperimen yang cukup dan sangat memahami materi yang ditampilkan. Sedangkan bagian besar lainnya masih kurang memahami materi yang ditampilkan. Hal ini dapat dimungkinkan, karena penyajian materi (pesan), mendapat tanggapan yang beragam. Ada yang kurang memahami

14 44 seluruh isi pesannya, ada yang kurang memahami sebagian besar isi pesannya, dan hanya bagian kecil petani yang memahami seluruh isi pesannya. Berarti tampilan pesan video instruksional, masih belum sesuai dengan kondisi sebagian besar petani. (3) Kontribusi Penerimaan Video Instruksional Penerimaan tentang video instruksional berdasarkan koefisien korelasi, keragaan materi dapat diterima dan efektif meningkatkan pengetahuan petani dalam hubungan kuat. Artinya semakin tinggi penerimaan materi yang diperagakan video instruksional, akan semakin meningkat tingkat pengetahuan petani. Hasil tersebut membuktikan bahwa, ternyata penyajian materi (pesan) dapat diterima oleh petani (khalayak). Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa, kehadiran media ini dapat diterima sebagai salah satu sumber informasi pertanian, yang memberikan kontribusi yang kuat terhadap peningkatan pengetahuan petani. Besaran korelasi mengindikasikan, persepsi petani tentang video instruksional ini, penting sebagai salah satu media informasi pertanian. Hasil ini merupakan suatu bukti bahwa, penerimaan video instruksional sebagai media penyeban informasi pertanian, mendapat tanggapan yang homogen dari petani. Di mana hampir semua petani sangat setujuh, video instruksional layak diterima sebagai media penyebaran informasi pertanian. Dengan demikian hipotesis penelitian ini dapat dibuktikan. (4) Kontribusi Keterlibatan Video Instruksional Keterlibatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah performans video instruksional dalam meningkatkan partisipasi petani. Koefisien korelasi memperlihatkan keterlibatan video instruksional efektif meningkatkan pengetahuan petani, dalam hubungan sedang. Artinya makin tinggi partisipasi petani menggunakan video instruksional, pengetahuannya makin meningkat. Hal ini menunjukkan, kehadiran video tidak hanya menarik dan dapat diterima, tetapi dapat melibatkan partisipasi petani (khalayak). Dengan demikian, video instruksional efektif sebagai media penyebaran informasi pertanian, karena dapat meningkatkan partisipasi petani.

15 45 Secara keseluruhan, kefektifan video instruksional ditentukan oleh : aspek daya tarik, penerimaan, dan keterlibatan. Kontribusi dari masing-masing aspek telah memberikan gambaran bahwa, secara parsial ternyata persepsi tentang video instruksional memberikan kontribusi yang berarti. Hasil tersebut membuktikan bahwa, penyajian unsur gerak dan dinamis video instruksional dapat memberikan efek pada pesan yang disajikan. Karena gambar, suara, dan musik merupakan jiwa yang dihantarkan dalam suatu pesan visual. Indikasi inilah yang menjelaskan terjadinya proses transmisi pengetahuan dari sumber kepada penerima. Dengan gerakan-gerakan yang realistik, perhatian (attention) subyek lebih terfokus terhadap obyeknya. Sehingga pandangan subyek penelitian tentang video instruksional positif sebagai media informasi pertanian. Selain dari hasil uji secara statistik, hasil wawancara terbuka dengan responden, diperoleh jawaban bahwa, bila video diputar berulang-ulang mereka yakin dapat memahami isi informasi tersebut. Sebab yang paling terkesan menurut petani, perpaduan antara unsur visual, suara, dan teks. Sedangkan musik pembuka dan musik latar merupakan daya tarik khusus untuk menghilangkan kejenuhan, bila ditonton secara berulang. Kendala yang dihadapi petani ketika berlangsungnya eksperimen adalah masih sulit memahami pesan yang ditampilkan. Kesulitan tersebut, karena penjelasan presenter terlalu cepat. Hubungannya dengan batas wilayah kognitif petani, menimbulkan reaksi yang cukup beragam, sehingga persepsi terhadap tampilan video cukup berpengaruh, terhadap makna pesan yang disampaikan. Salah satu kelemahan komunikasi media massa seperti video, adalah pada proses penyampaiannnya yang bersifat linier. Untuk itu, disamping video, komunikasi interpersonal akan sangat efektif dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Deane (2004), bahwa media massa penting untuk membangun kesadaran khalayak, namun pada tingkat pengambilan keputusan mengadopsi atau tidak, komunikasi interpersonal lebih berpengaruh.

16 46 Hubungan Karakteristik Personal dan Perilaku Komunikasi dengan Peningkatan Pengetahuan Deskripsi Karakteristik Personal Karakteristik personal petani (subyek penelitian), berdasarkan hasil penelitian, rataan dan deviasinya memperlihatkan : pendidikan formal, rata-rata lulusan Sekolah Dasar (SD) ; umur, rata-rata produktif ; dan pengalaman berusahatani, rata-rata telah berpengalaman. Tabel 11 menyajikan deskripsi karakteristik personal. Tabel 11. Deskripsi Karakteristik Personal Karakteristik Personal Kisaran Skor Rataan Standar Deviasi 1. Pendidikan formal (tahun) ,90 2,46 2. Umur (tahun) ,90 12,40 3. Pengalaman berusahatani (tahun) ,75 6,71 Data ini memperlihatkan karakteristik personal kelompok eksperimen (K 1 ), yang meliputi : pendidikan formal, umur, dan pengelaman bertani, memberikan gambaran bahwa, kualitas dan produktivitas sumber daya manusia (petani), serta pengalaman petani di wilayah ini, merupakan jaminan dalam mengembangkan potensi pertanian. Gambar 7 menyajikan sebaran karakteristik personal petani. 80 Sebaran Karakteristik Individu Kelompok Eksperimen Video Instruksional Tahun Pendidikan Formal (Tahun) Pengalaman U.Tani (Tahun) Umur (Tahun) Responden (Sampel) Gambar 7 Grafik Sebaran Data Karakteristik Responden Kelompok Video Instruksional

17 47 Data tentang kelompok eksperimen tersebut, ternyata sesuai dengan kondisi Petani di daerah penelitian (Kecamatan Amahai) dan kecamatan lainnya, dimana berdasarkan data pada Tabel 2, di semua kecamatan : sebaran pendidikan formal rata-rata 7,1 7,8 tahun (tamat Sekolah Dasar) ; sebaran umur petani, rata-rata 53,0 59,0 tahun ; dan sebaran pengalaman, rata-rata 20, 2 27, 3 tahun. Dengan demikian karakteristik personal penting dalam menjelaskan hubungannya dengan kefektifan video instruksional. Hubungan Karakteristik Personal dengan Peningkatan Pengetahuan Hasil pengujian korelasi memperlihatkan, secara umum tidak terdapat hubungan yang signifikan karakteristik personal dengan peningkatan pengetahuan. Di antara karakteristik personal, hanya umur yang memperlihatkan hubungan rendah dengan peningkatan pengetahuan. Sedangkan hubungan pendidikan formal dan pengalaman berusahatani, dengan peningkatan pengetahuan tidak berarti. Pendidikan formal dengan peningkatan pengetahuan, berdasarkan sebaran data petani subyek penelitian, kisaran data pendidikan dan dengan peningkatan pengetahuan, hubungan korelasinya hanya cenderung terjadi pada sebagian kecil petani (subyek penelitian), sedangkan bagian besarnya tidak ada kecenderungan berkorelasi. Umur dengan peningkatan pengetahuan, berdasarkan sebaran data petani subyek penelitian, kisaran umur dan dengan peningkatan pengetahuan, pada semua petani (subyek penelitian), tidak ada kecenderungan berkorelasi. Sedangkan pengalaman bertani dengan peningkatan pengetahuan, berdasarkan sebaran data petani subyek penelitian, kisaran data pengalaman bertani dan dengan peningkatan pengetahuan, pada semua petani (subyek penelitian), tidak ada kecenderungan berkorelasi. Hasil tersebut merupakan jawaban, variasi pendidikan formal, umur, dan pengalaman bertani, tidak terbukti berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan pengetahuan yang diperoleh petani dari video instruksional. Terkait dengan hasil penelitian tersebut, penggunaan video instruksional sebagai media penyebaran informasi pertanian, efektif dapat digunakan oleh petani yang berbeda karakteristik personal. Dengan demikian, sesuai data Tabel 4, video

18 48 instruksional merupakan media yang efektif digunakan pada kelompok tani, yang beragaman tingkat pendidikan formal, umur, dan pengalaman bertani. Tabel 12 menyajikan koefisien korelasi dan signifikansi karakteristik personal dengan peningkatan pengetahuan. Tabel 12. Koefisen Korelasi dan Signifikansi Hubungan Karakteristik Personal dengan Peningkatan Pengetahuan. Karakteristik Personal Peningkatan Pengetahuan r p Pendidikan formal (tahun) 0,19 0,42 Umur (tahun) 0,30 0,19 Pengalaman bertani (tahun) 0,19 0,42 Deskripsi Perilaku Komunikasi Aspek perilaku komunikasi, yang diukur dalam penelitian ini adalah keterdedahan petani terhadap informasi dari media massa (televisi, radio, dan koran), kontak dengan penyuluh, dan kontak dengan sesama petani. Keterdedahan yang diukur adalah berdasarkan waktu (jam) dalam 1 minggu terakhir bulan penelitian. Deskripsi perilaku komunikasi disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Deskripsi Perilaku Komunikasi Perilaku Komunikasi (dalam 1 minggu terakhir) Kisaran Skor Rataan Skor 1. Menonton televisi (jam) 2. Mendengar radio (jam) 3. Membaca koran (jam) 4. Kontak dengan penyuluh (jam) 5. Kontak dengan petani (jam) 6, 0-13,0 1,0-2,0 1,0-1,5 1,0-1,5 4, 0-7,0 9,0 1,3 1,2 1,2 5,5 2,15 0,34 0,25 0,25 1,05 Keseluruhan Perilaku Komunikasi 2,6-5,0 5,98 0,78 Hasil penelitian, memperlihatkan bahwa perilaku komunikasi berdasarkan sumber-sumber informasi yang ada di lokasi penelitian dan sekitarnya, waktu menonton televisi rataannya 9 jam, mendengar radio 1,3 jam, membaca koran 1,2 jam, kontak dengan penyuluh 1,2 jam, dan kontak dengan petani 5,5 jam. Standar deviasi dari perilaku komunikasi, berdasarkan sebaran perilaku komunikasi, menunjukkan bahwa, diantara responden dalam kelompok eksperimen merata (homogen). Sd

19 49 SEBARAN PERILAKU KOMUNIKASI DATA SEBARAN PERILAKU KOMUNIKASI RESPONDEN Gambar 8 Grafik Sebaran Perilaku Komunikasi Kelompok Video Instruksional Kontak Penyuluh Kontak Person Koran Radio Televisi Secara keseluruhan perilaku komunikasi rata-rata 5,98 jam per minggu pada kisaran 2,6 5,0 jam. Perilaku komunikasi yang ditunjukkan responden, terhadap sumber-sumber informasi dari media yang tersedia lebih banyak yang berkaitan dengan berita (informasi). Informasi-informasi yang diperoleh petani dari berbagai sumber yang tersedia, hanyalah informasi-informasi umum. Begitupun saat kontak dengan penyuluh dan petani, diskusinya lebih banyak tentang masaalah umum tentang usahatani. Sedangkan informasi tentang materi eksperimen tidak diperoleh dari sumber-sumber tersebut. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Peningkatan Pengetahuan Hasil pengujian korelasi perilaku komunikasi dengan peningkatan pengetahuan, secara umum tidak signifikan. Di antara aspek-aspek perilaku komunikasi, hanya lamanya mendengar radio dengan peningkatan pengetahuan memperlihatkan hubungan rendah negatif. Sedangkan dengan lamanya menonton televisi, membaca koran, kontak dengan penyuluh, dan kontak dengan petani, hubungannya tidak berarti. Tabel 14 menyajikan koefisien korelasi dan signifikansi hubungan perilaku komunikasi dengan peningkatan pengetahuan.

20 50 Tabel 14. Koefisien Korelasi dan Signisikansi Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Peningkatan Pengetahuan. Perilaku Komunikasi dan Karakteristik Personal Peningkatan Pengetahuan r p Menonton televisi (jam per minggu) -0,19 0,42 Mendengar radio (jam per minggu) -0,38 0,09 Membaca koran (jam per minggu) -0,04 0,88 Kontak dengan penyuluh (jam per minggu) 0,04 0,85 Kontak dengan petani (jam per minggu) -0,17 0,44 Hasil perhitungan korelasi, memperlihatkan bahwa, hubungan lamanya menonton televisi dengan peningkatan pengetahuan, berdasarkan sebaran data petani subyek penelitian, sangat beragam di antara satu petani dengan petani lainnya. Dengan tingkat keragaman tersebut, ternyata keterdedahan petani terhadap gambar, suara, teks, dan unsur-unsur pesan pada televisi, tidak ada kecenderungan berkorelasi dengan peningkatan pengetahuannya. Koefisien korelasi antara lamanya mendengar radio, dengan peningkatan pengetahuan, berdasarkan sebaran data petani subyek penelitian, beragam di antara satu petani dengan petani lainnya. Artinya lamanya mendengar radio pada interval 1 2 jam per minggu, dengan peningkatan pengetahuan pada interval 62,5 81,25, oleh sebagian kecil petani (subyek penelitian), cenderung berkorelasi. Sedangkan keterdedahan terhadap unsur-unsur audio radio oleh sebagian besar petani, tidak ada kecenderungan berkorelasi dengan peningkatan pengetahuannya. Hubungan lamanya membaca koran dengan peningkatan pengetahuan, berdasarkan sebaran data petani subyek penelitian, lamanya membaca koran pada kisaran 1 1,5 jam per minggu, dan keragaman peningkatan pengetahuan, menunjukkan keterdedahan petani terhadap gambar dan unsur-unsur pesan pada koran, tidak ada kecenderungan berkorelasi dengan peningkatan pengetahuannya. Hubungan lamanya kontak dengan penyuluh dengan peningkatan pengetahuan, berdasarkan sebaran data, pada kisaran 1 1,5 jam per minggu, dan keragaman peningkatan pengetahuan, menunjukkan keterdedahan petani terhadap informasi dari penyuluh, tidak ada kecenderungan berkorelasi dengan

21 51 peningkatan pengetahuannya. Sedangkan hubungan lamanya kontak dengan sesama petani, dengan peningkatan pengetahuan, berdasarkan sebaran pada kisaran 4 7 jam per minggu, dan keragaman peningkatan pengetahuan, menunjukkan keterdedahan petani terhadap informasi dari petani lainnya, tidak ada kecenderungan berkorelasi dengan peningkatan pengetahuannya. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa, ternyata perilaku komunikasi petani (subyek penelitian) dari sumber-sumber informasi yang tersedia, tidak terbukti berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan pengetahuan. Dengan demikian, video instruksional dapat digunakan oleh petani yang beragam perilaku komunikasinya. Sehingga kebiasaan menerima informasi dari media massa dan media interpersonal tidak berpengaruh pada penerimaan informasi melalui video instruksional. Hubungan Karakteristik Personal dan Perilaku Komunikasi dengan Persepsi tentang Video Instruksional Hubungan Karakteristik Personal dengan Persepsi Hasil pengujian hubungan karakteristik personal (pendidikan formal, umur, dan pengalaman bertani) dengan persepsi tentang video instruksional (daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan daya tarik), menghasilkan nilai koefisien korelasi, antara pendidikan formal dengan daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan, tidak signifikan. Antara umur : dengan pemahaman signifikan, dengan daya tarik, penerimaan, dan keterlibatan tidak signifikan. Kemudian, antara pengalaman bertani dengan : daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan tidak signifikan. Tabel 15 menyajikan koefisien korelasi dan signifikansi hubungan karakteristik personal dengan persepsi tentang video instruksional.

22 52 Tabel 15. Koefisien Korelasi dan Signifikansi Hubungan Karakteristik Personal dengan Persepsi tentang Video Instruksional. Persepsi Karakteristik Personal Daya Tarik Pemahaman Penerimaan Keterlibatan r p r p R p r p Pendidikan Formal 0,22 0,34-0,11 0,63 0,27 0,24-0,15 0,52 Umur 0,17 0,46 0,49 0,02-0,42 0,06 0,33 0,15 Pengalaman Bertani -0,18 0,42 0,27 0,31 0,05 0,80-0,03 0,87 Data pada Tabel 15 memperlihatkan, tidak signifikansinya hubungan pendidikan formal dengan persepsi tentang video instruksional, persepsi petani tentang daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan video instruksioanl, tidak berbeda di antara petani yang ber pendidikan lebih 7,9 tahun, maupun kurang dari 7,9 tahun. Signifikansi hubungan umur dengan pemahaman, menunjukkan bahwa makin tinggi umur petani, tampilan video instruksional makin mudah dipahami. Kecenderungan tersebut, merupakan suatu gambaran, bahwa ternyata petani yang umurnya lebih dari 40,9 tahun, lebih mudah memahami materi dari video instruksional, dari pada petani yang umurnya kurang dari 40,9 tahun. Sedangkan hubungan umur dengan penerimaan video instruksional, menunjukkan makin tinggi umur petani, penerimaan video instruksional, makin rendah. Kecenderungan tersebut, menunjukkan bahwa, video instruksional dalam pandangan petani yang umurnya lebih dari 40,9 tahun, makin sulit untuk diterima, dari pada petani yang umurnya kurang dari 40,9 tahun. Kemudian, antara umur dengan daya tarik dan keterlibatan, ternyata pada petani yang umurnya masih muda, maupun yang telah tua, pandangan terhadap kedua aspek tersebut tidak berbeda. Hubungan yang tidak signifikan antara pengalaman bertani dengan daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pandangan terhadap aspek-aspek persepsi tersebut, baik pada petani yang telah berpengalaman lebih dari 16,75 tahun maupun petani yang pengalamannya kurang dari 16,75 tahun.

23 53 Gambaran hasil tersebut, membuktikan bahwa, signifikasi hubungan karakteristik personal dengan persepsi petani terhadap video instruksional, bervariasi sesuai dengan karateristiknya. Sehingga secara keseluruhan, tidak terdapat hubungan karakteristik personal dengan persepsi tentang video instruksional, kecuali antara umur petani dengan persepsinya tentang pemahaman dan penerimaan video instruksional. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Persepsi Secara umum, hubungan antara perilaku komunikasi (waktu : menonton televisi, mendengar radio, membaca koran, kontak dengan penyuluh, dan kontak dengan petani) dengan persepsi tentang video instruksional (daya taraik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan), cukup bervariasi. Hasil perhitungan korelasi memperlihatkan, hubungan lamanya (jam) menonton televisi, berkorelasi secara signifikan, dengan daya tarik pada tingkat keeratan kuat, dan dengan pemahaman video instruksional berkorelasi signifikan secara negatif, pada tingkat keeratan sedang. Kemudian, terhadap penerimaan dan keterlibatan tidak berkorelasi secara signifikan. Hubungan antara lamanya (jam) mendengar radio dengan keterlibatan signifikan pada tingkat keeratan kuat ; dengan pemahaman tidak signifikan, tetapi cenderung berkorelasi pada tingkat keeratan sedang ; dan dengan daya tarik dan penerimaan, korelasinya tidak signifikan. Hubungan antara lamanya (jam) membaca koran dengan penerimaan, tidak signifikan, tetapi cenderung berkorelasi pada tingkat keeratan sedang ; dengan daya tarik, pemahaman, dan keterlibatan, korelasinya tidak signifikan. Hubungan antara lamanya kontak penyuluh, dengan daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan, korelasinya tidak signifikan. Hubungan antara lamanya (jam) kontak sesama petani, dengan daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan, korelasinya tidak signifikan. Tabel 16 menyajikan koefisien korelasi dan signifikansi perilaku komunikasi dengan persepsi.

24 54 Tabel 16. Koefisien Koerasi dan Signifikansi Perilaku Komunikasi dengan Persepsi tentang Video Instruksional. Perilaku Komunikasi Persepsi Tentang Video Instruksional Daya Tarik Pemahaman Penerimaan Keterlibatan r p r p r p r p Menonton televisi 0,64 0,002-0,57 0,008-0,01 0,94-0,02 0,91 Mendengar radio -0,03 0,88-0,42 0,06 0,19 0,40-0,62 0,00 Membaca koran -0,35 0,12-0,10 0,65-0,42 0,06-0,07 0,75 Kontak dengan penyuluh -0,15 0,52 0,02 0,90-0,38 0,09 0,30 0,19 Kontak dengan petani -0,11 0,63-0,22 0,34 0,03 0,88-0,08 0,71 Data pada Tabel 16 memperlihatkan, koefisien korelasi lamanya menonton televisi, dengan daya tarik, menunjukkan bahwa makin lama menonton televisi, persepsi petani tentang daya tarik video makin menarik. Hal ini berarti unsur visual (tampilan gambar) video instruksional, dalam pandangan petani (khalayak) memiliki daya tarik yang sebanding dengan televisi. Kemudian, terhadap pemahaman, makin mudah memahami informasi dari televisi, akan semakin sulit memahami informasi dari video instruksional. Pembuktian ini menunjukkan bahwa, dalam pandangan petani (khalayak), pemahaman terhadap informasi dari televisi masih lebih baik dari informasi dari video instruksional. Hubungan antara lamanya (jam) mendengar radio, dengan keterlibatan menunjukkan bahwa, makin lama mendengar radio, persepsinya tentang keterlibatan video instruksional, dalam meningkatkan partisipasi petani makin rendah. Kemudian, terhadap pemahaman, makin lama mendengar radio, makin sulit memahami informasi dari video instruksional. Hubungan tersebut, menunjukkan bahwa kebiasaan mendengar radio, pandangan petani (khalayak) tentang unsur audio dari radio masih lebih baik dari video instruksional. Selain itu, karena kebiasaan mendengar radio, pandangan petani (khalayak) tentang informasi secara audio dari video instruksional sulit dipahami, bila dibandingkan dengan pemahaman terhadap informasi secara audio dari radio. Antara lamanya membaca koran dengan penerimaan, menunjukkan bahwa, makin lama membaca koran, penerimaan informasi dalam bentuk teks dari video makin rendah. Kecenderungan tersebut, membuktikan bahwa dalam pandangan petani (khalayak), materi bacaan pada koran masih mudah diterima,

25 55 jika dibandingkan dengan materi video instruksional. Hal ini menunjukkan perilaku komunikasi petani (khalayak), ternyata berpengaruh pada pandangannya tentang unsur teks video instruksional. Hubungan yang tidak signifikan antara : lamanya menonton televisi dengan penerimaan dan keterlibatan ; lamanya mendengar radio, dengan daya tarik dan penerimaan ; lamanya membaca koran dengan daya tarik, pemahaman, dan keterlibatan ; lamanya kontak penyuluh dan kontak petani, dengan daya tarik, pemahaman, penerimaan, dan keterlibatan, menunjukkan bahwa, ternyata tidak ada perbedaan pandangan terhadap aspek-aspek persepsi tersebut. Perbedaan tersebut, baik pada petani yang menonton televisi lebih dari 9 jam, maupun kurang dari 9 jam ; petani yang mendengar radio lebih dari 1,3 jam, maupun kurang dari 1,3 jam ; petani yang membaca koran lebih dari 1,2 jam, maupun yang kurang dari 1,2 jam ; petani yang kontak dengan penyuluh lebih dari 1,5 jam, maupun yang kurang dari 1,5 jam ; dan petani yang kontak dengan sesama petani, lebih dari 5,5 jam, maupun yang kurang dari 5,5 jam.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 21 MATERI DAN METODE PENELITIAN Materi Bahan eksperimen untuk video instruksional dan demonstrasi cara berupa materi tentang pesan pengendalian hama Penggerak Buah Kakao (PBK) yang teridiri dari : permasalahan

Lebih terperinci

Latar Belakang PENDAHULUAN

Latar Belakang PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan penyuluhan pertanian yang dilaksanakan di berbagai daerah, termasuk Maluku, tidak saja mempunyai andil yang cukup penting dalam sektor pertanian, tetapi telah pula menimbulkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Gandus terletak di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Gandus merupakan salah satu kawasan agropolitan di mana

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 24 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kluting Jaya Kecamatan Weda Selatan, yang merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam remote area lingkaran

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN

EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN (Eksperimen Lapangan : Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Petani Kakao di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah) MUHAMMAD

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu Desa Parbuluan I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN

EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN EFEKTIVITAS VIDEO INSTRUKSIONAL DALAM DISEMINASI INFORMASI PERTANIAN (Eksperimen Lapangan : Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Petani Kakao di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah) MUHAMMAD

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian 31 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survai deskriptif dan korelasionel yang terkait dengan Program Ketahanan Pangan di Kecamatan Gandus. Menurut Singarimbun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian awal bab ini menjelaskan tentang lokasi penelitian dilanjutkan dengan uraian tentang karakteristik responden, pengukuran pengetahuan awal (pretest), pengetahuan akhir (posttest)

Lebih terperinci

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Sensus Penduduk (SP) merupakan program rutin Pemerintah Republik Indonesia yang

Sekapur Sirih. Sensus Penduduk (SP) merupakan program rutin Pemerintah Republik Indonesia yang Sekapur Sirih Sensus Penduduk (SP) merupakan program rutin Pemerintah Republik Indonesia yang dilaksanakan sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk tidak hanya akan mencatat jumlah penduduk di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan akan beras meningkat pesat seiring dengan

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN TINGKAT KETERDEDAHAN DENGAN EFEKTIVITAS IKLAN LAYANAN MASYARAKAT

BAB VII HUBUNGAN TINGKAT KETERDEDAHAN DENGAN EFEKTIVITAS IKLAN LAYANAN MASYARAKAT 55 BAB VII HUBUNGAN TINGKAT KETERDEDAHAN DENGAN EFEKTIVITAS IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Berdasarkan efek yang ditimbulkannya, efek iklan yang menggunakan media massa terhadap khalayak dibedakan menjadi tiga

Lebih terperinci

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga mempengaruhi

Lebih terperinci

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Luas Wilayah Kecamatan Taluditi Kecamatan Taluditi merupakan salah satu dari 13 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato. Kecamatan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang

PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang Ringkasan Pengembangan unit desa binaan di Desa Sumari diawali pada tahun 2001 dengan kegiatan demonstrasi cara dan hasil pemupukan pada sawah dengan varietas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006) desain penelitian survei adalah penelitian

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LEAFLET SERTIFIKASI PERTANIAN ORGANIK

EFEKTIVITAS LEAFLET SERTIFIKASI PERTANIAN ORGANIK EFEKTIVITAS LEAFLET SERTIFIKASI PERTANIAN ORGANIK 25 Media cetak berupa leaflet seringkali digunakan sebagai media penyebaran berbagai infromasi. Informasi tersebut bisa berupa promosi produk, tips-tips,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan 37 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1.Variabel (X) Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diuraikan beberapa batasan, dan ukuran dari variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan suatu proses yang kita ketahui, merupakan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan suatu proses yang kita ketahui, merupakan proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi merupakan suatu proses yang kita ketahui, merupakan proses penyampaian pesan dari pemberi pesan melalui media ataupun secara langsung kepada penerima pesan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua,

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan surat kabar yang merupakan media cetak. Media televisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan surat kabar yang merupakan media cetak. Media televisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Informasi sangat dibutuhkan oleh seluruh umat manusia. Informasi merupakan kebutuhan pokok bagi manusia karena informasi dapat dijadikan sebagai petunjuk kemajuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VIDEO IPB KARYA UNTUK NEGERI DALAM MERUBAH PERSEPSI SISWA TENTANG PERTANIAN

EFEKTIVITAS VIDEO IPB KARYA UNTUK NEGERI DALAM MERUBAH PERSEPSI SISWA TENTANG PERTANIAN 30 EFEKTIVITAS VIDEO IPB KARYA UNTUK NEGERI DALAM MERUBAH PERSEPSI SISWA TENTANG PERTANIAN Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang memiliki kontribusi dalam pembangunan. Kebutuhan pokok manusia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 33 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survey yang bersifat explanatory research yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi dengan menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI (Studi Kasus Pada Kelompok Wanita Tani Melati di Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian 41 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei. Terdapat dua peubah yaitu peubah bebas (X) dan peubah tidak bebas (Y). Peubah bebas (independen) yaitu

Lebih terperinci

3. PELAKSANAAN PENELITIAN

3. PELAKSANAAN PENELITIAN 3. PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Margo Tani II di Desa Kembang, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini

Lebih terperinci

PENGARUH PERAN PENYULUH PERTANIAN TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PETANI KELAPA DI KECAMATAN OBA KOTA TIDORE KEPULAUAN

PENGARUH PERAN PENYULUH PERTANIAN TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PETANI KELAPA DI KECAMATAN OBA KOTA TIDORE KEPULAUAN PENGARUH PERAN PENYULUH PERTANIAN TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PETANI KELAPA DI KECAMATAN OBA KOTA TIDORE KEPULAUAN Abd Gani Fardanan Pascasarjana Penyuluhan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pernyataan Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pernyataan Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh LAMPIRAN Lampiran 1. Pernyataan Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh 1. Menyelenggarakan kunjungan kepada kelompok tani A : 2 kali kunjungan per kelompok tani dalam sebulan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Desain Penelitian

PROSEDUR PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Desain Penelitian PROSEDUR PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini adalah berdasarkan pertimbangan bahwa Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 87 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Sebelum disajikan data dari hasil penelitian, terlebih dahulu secara ringkas akan dideskripsikan karakteristik responden. Karakteristik responden meliputi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI Volume 11, Nomor 1, Hal. 31-37 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2009 HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran Definisi opersional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai bagaimana variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon)

Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon) Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon) Komunikasi massa Puri Kusuma D.Putriii 1. Apa yang Anda ketahui mengenai komunikasi massa? Sebutkan contohnya! 2.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian pada SD Negeri 01 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013 dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 68 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Komunikasi dalam Pemasaran Lanting Ubi Kayu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Karang Song, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yaitu tempat yang ditetapkan pemerintah sebagai lahan pemukiman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH

KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Rumusan Masalah... 8 C. Tujuan Penelitian... 8 D. Manfaat

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Individu 6.1.1. Umur BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 30 orang dan berada pada rentang usia 40 sampai 67 tahun. Sebaran responden hampir

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi. dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.

METODE PENELITIAN. Populasi. dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. METODE PENELITIAN Populasi Populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi penyuluh yang ada di Kota

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh: Tri Ratna Saridewi 1 dan Amelia Nani Siregar 2 1 Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Petani Peternak Sapi Petani peternak merupakan orang yang melakukan kegiatan mengembangbiakkan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang diteliti dalam

III METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang diteliti dalam 40 III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan komoditas unggulan nasional dan daerah, karena merupakan komoditas ekspor non migas yang berfungsi ganda yaitu sebagai sumber devisa negara dan menunjang Pendapatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum SMAN 1 Ciampea SMAN 1 Ciampea, merupakan salah satu sekolah negeri yang terdapat di kota Bogor beralamat di Jl Raya Cibadak Km 15 Ciampea Bogor Visi dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU PETANI DALAM BERCOCOK TANAM PADI SAWAH DI DESA WAIMITAL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU PETANI DALAM BERCOCOK TANAM PADI SAWAH DI DESA WAIMITAL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU PETANI DALAM BERCOCOK TANAM PADI SAWAH DI DESA WAIMITAL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Correlation of Interpersonal Communication to Farmers Behavior in

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali 151 152 Lampiran 2. Hasil uji CFA peubah penelitian Chi Square = 112.49, df=98 P-value=0.15028, RMSEA=0.038, CFI=0.932 153 Lampiran 3. Data deskriptif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah 1. Kecamatan Sekampung Udik Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian survey yang bersifat deskriptif korelasional yaitu untuk mengetahui hubungan yang terjadi dari peubah-peubah yang diteliti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jumlah Penderita/Meninggal Tahun

PENDAHULUAN. Jumlah Penderita/Meninggal Tahun PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang harus ditanggulangi bersama. Di wilayah Bogor, provinsi Jawa Barat, jumlah penderita DBD

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan peneliti yaitu metode penelitian pengembangan (Research and Development) dengan kategori eksperimental. 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Letak Geografis Desa Beji Lor Desa Beji Lor merupakan salah satu desa di Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 59 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Sebelum hasil penelitian disajikan, terlebih dahulu dengan sederhana dijelaskan karakteristik responden. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Sebelum hasil penelitian disajikan, terlebih dahulu dengan sederhana dijelaskan karakteristik responden. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Responden pada penelitian ini adalah peternak yang berdiam di Desa Dompu, Moyo Mekar dan Desa Sepakat Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat dengan karakteristik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis tanaman. Karena itu pertanian merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis tanaman. Karena itu pertanian merupakan salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman flora dan dengan komoditas pertaniannya yang sangat besar. Iklimnya sangat cocok untuk tumbuh berbagai jenis tanaman.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon)

Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon) Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon) Komunikasi massa 1. Apa yang Anda ketahui mengenai komunikasi massa? Sebutkan contohnya! 2. Bagaimana pendapat Anda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua Desa dengan pola hutan rakyat yang berbeda dimana, desa tersebut terletak di kecamatan yang berbeda juga, yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Tamansari dan SD Negeri 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Tamansari dan SD Negeri 2 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Tamansari dan SD Negeri 2 Karanggude di Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja. Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB IV HASIL PENELITIAN. meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja. Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Sebelum hasil penelitian disajikan, terlebih dahulu dengan sederhana dijelaskan karakteristik responden. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin,

Lebih terperinci

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK Judul Nama : Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu 1994-2013 : I Kadek Edi Wirya Berata Nim : 1206105079 ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Perceptions, Agricultural Extension Field, Farmers, The Importance of Role Extension

ABSTRACT. Keywords: Perceptions, Agricultural Extension Field, Farmers, The Importance of Role Extension PERSEPSI PENYULUH DAN PETANI TERHADAP PENTINGNYA PERAN PENYULUHAN PERKEBUNAN KOPI ARABIKA DI KECAMATAN PURBA KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA THE PERCEPTIONS AGRICULTURAL EXTENSION FIELD AND

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Pandeglang merupakan sentra populasi kerbau di Provinsi Banten dengan jumlah populasi kerbau sebesar 29.106 ekor pada tahun 2012 (Arfiani, 2016). Beternak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Sebelum hasil penelitian disajikan, terlebih dahulu dengan sederhana dijelaskan karakteristik responden. Karakteristik responden meliputi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Wilayah Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur yaitu di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari. Desa Pakusari memiliki lima Dusun yaitu Dusun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI USAHATANI OLEH PETANI SAYURAN DI DESA WAIHERU KOTA AMBON

PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI USAHATANI OLEH PETANI SAYURAN DI DESA WAIHERU KOTA AMBON PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI USAHATANI OLEH PETANI SAYURAN DI DESA WAIHERU KOTA AMBON Risyat Alberth Far-Far Staf Pengajar Prodi Agribisnis FAPERTA UNPATI-AMBON, e-mail: - ABSTRAK Perilaku pemanfaatan

Lebih terperinci

RINGKASAN. AMIRUDDIN SALEH, "Hubungan Beberapa Karakteris- tik dan Perilaku Komunikasi Pemuka-pemuka Tani Dalam Dise-

RINGKASAN. AMIRUDDIN SALEH, Hubungan Beberapa Karakteris- tik dan Perilaku Komunikasi Pemuka-pemuka Tani Dalam Dise- i " /I WUBUNGAN BEDERAPA KARAKTERISTIK DAN PERllAKU KOMUNIKASI PENIUKA - PEMUKA TAHi DWL AM Dl SENIINASI TEKNOLOGI MODEL FARM Dl DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) CITANIIUY* CIAIVIIS, JAWA BARAT - Oleh : AMlRUDDlN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI 29 DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI Deskripsi Karakteristik Individu Petani Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa umur petani anggota

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

V. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

V. Gambaran Umum Lokasi Penelitian V. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.. Kondisi Geografi Wilayah Kabupaten Maluku Tengah merupakan wilayah kepualauan dengan luas wilayah 75. 907. Km² yang terdiri dari luas lautan 6.3,3 Km² ( 95,80 % ),

Lebih terperinci