BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah menunjukkan adanya peranan saling memengaruhi antara matematika dan fisika. Banyak fisikawan mencurahkan perhatian mereka dalam menggali lebih jauh aspek-aspek matematis yang muncul dalam suatu teori, atau bahkan membangun kerangka matematis sebagai alternatif dalam menjelaskan suatu teori. Albert Einstein dan Paul Dirac, dalam usahanya membangun formalisme teorinya, memahami bahwa kebutuhan baik kerangka maupun piranti matematis tidak dapat diabaikan. Teori Relativitas membutuhkan konsep keragaman Semi-Riemannan untuk dapat menjelaskan struktur ruang-waktu dengan lebih rinci. Teori Distribusi dan fungsi diperumum (generalized function) diinisiasi oleh kelahiran distribusi delta Dirac yang pada awalnya digunakan Dirac dalam menjelaskan rapat muatan partikel titik. Dengan demikian, penjelajahan untuk memperkaya khazanah berpikir matematis menjadi bagian penting dalam upaya memperluas teori fisika. Salah satu konsep matematika yang sangat kuat mengakar dalam berbagai teori fisika adalah geometri. Geometri pada awalnya merupakan cabang fisika, namun setelah fakta-fakta empiris geometri telah mencukupi, geometri bergeser menjadi bagian dari matematika karena segala hal dalam geometri dapat diperoleh secara nalar melalui inferensi berdasarkan aksioma-aksioma terbatas. Pergeseran lintas ilmu yang dialami oleh geometri ini mendorong Hilbert untuk mempertanyakan kemungkinan terjadinya perilaku serupa pada bidang fisika yang lain misalnya elektrodinamika. Pertanyaan Hilbert ini mengilhami suatu upaya yang disebut aksiomatisasi fisika dan masuk dalam daftar permasalahan-permasalahan Hilbert yang mashur. Penerapan geometri dalam perumusan teori fisika 1 dapat dipandang sebagai upaya menjawab permasalahan Hilbert mengenai aksiomatisasi ini. Mekanika geometrik yang merupakan hasil geometrisasi mekanika klasik menjadi salah satu contoh penting penerapan geometri dalam fisika. Gambaran geometri mekanika klasik menggunakan geometri simplektik ini pertama-tama digagas oleh Poincare pada 1892 dalam usahanya membuktikan kestabilan sistem tata surya secara kualitatif. Poincare meninjau aspek geometri global sistem mekanis dengan meng- 1 hal ini dikenal juga sebagai upaya geometrisasi. 1

2 2 gambarkannya sebagai suatu medan vektor dalam ruang fase sedemikian rupa sehingga solusinya berupa kurva diferensiabel yang menyinggung setiap titik pada ruang fase tersebut. Gambaran kualitatif sistem tersebut diwakili oleh suatu objek yang disebut phase portrait, yakni himpunan seluruh kurva-kurva solusi yang mengisi penuh seluruh ruang fase. Karya tersebut menunjukkan bahwa peninjauan geometri ruang fase secara global sangat penting dalam kajian mekanika. Perkembangan yang dicapai selanjutnya adalah simpulan bahwa ruang fase klasik ini memiliki struktur sebagai suatu keragaman simplektik, sehingga upaya peninjauan aspek-aspek gerak pada tataran keragaman mulai dilakukan. Hal ini dilakukan pada periode sekitar an oleh Liapounov, Caratheodory, Whittaker, Cartan, Noether, Kolmogorov, Smale dan sebagainya [Abraham dan Marsden, 1978]. Pencapaian terpenting bagi upaya geometrisasi mekanika klasik dicapai pada tahun 1960an oleh Arnold, Abraham, Marsden dan lainnya dengan membangun gambaran geometrik mekanika secara utuh. Mereka telah berhasil menunjukkan bahwa keseluruhan fakta mengenai perilaku dinamik suatu sistem mekanis dapat digambarkan oleh forma simplektik pada ruang fase tersebut. Besaran mekanis, persamaan gerak dan hukum kelestarian secara alamiah dapat dipahami ataupun diturunkan dari forma simplektik dengan cara yang lengkap dan elegan. Penelitian yang dilakukan selanjutnya adalah usaha memperluas peranan geometri simplektik untuk menggambarkan teori-teori lain diluar mekanika klasik. Perumusan simplektik yang telah berhasil dilakukan misalnya adalah pada persamaan medan Einstein [Ashtekar dan Horowitz, 1982], mekanika fluida dan fisika plasma [Holm dkk., 1985], teori elastisitas [Marsden dan Hughes, 1994], persamaan Maxwell-Vlasov [Morrison, 1980], dan geometrisasi mekanika kuantum [Kibble, 1979], [Ashtekar dan Schilling, 1995]. Pada perkembangan selanjutnya dilakukan perumuman fondasi matematik mekanika geometrik, yakni dengan merumuskannya pada keragaman Poisson dan Jacobi yang merupakan perumuman bagi keragaman simplektik. Kirilov berhasil menunjukkan bahwa setiap keragaman Poisson serta keragaman Jacobi sejatinya merupakan gabungan dari beberapa keragaman simplektik yang 'direkatkan' secara diferensiabel. Hal tersebut menjadikan keduanya dapat dipakai sebagai kerangka geometrik sistem mekanik dengan ruang fase yang berubah seiring perubahan suatu parameter, misalnya pada masalah tiga benda dengan parameter berupa massa benda ketiga m 3 dan sistem kuantum dengan parameter tetapan Planck [Puta, 1993]. Keuntungan yang diperoleh ketika suatu teori dapat dirumuskan dalam geometri simplektik adalah dimungkinkannya proses pengkuantuman geometrik untuk dite-

3 3 rapkan padanya [Woodhouse, 1977] 2. Pengkuantuman geometrik merupakan salah satu metode pengkuantuman yang konsisten dan lahir sebagai upaya penyempurnaan bagi pengkuantuman kanonik yang biasa digunakan dalam pembahasan mekanika kuantum. Pengkuantuman kanonik yang diperkenalkan oleh Dirac secara matematis terbukti tidak konsisten, Groenewold [1946] berhasil menemukan suatu 'no-go theorem' yang menyatakan bahwa pengkuantuman kanonik Dirac tidak mungkin berlaku secara umum. Hasil Groenewold ini mendorong van Hove dan Segal pada awal 1960an untuk melakukan revisi terhadap pengkuantuman kanonik dengan menghapuskan syarat regularitas wakilan. Usaha untuk membangun pengkuantuman yang konsisten diparipurna oleh Kostant [1970] dan Souriou [1970]. Hasil terpisah Kostant-Souriou inilah yang sekarang dikenal dengan pengkuantuman geometrik. Metode pengkuantuman geometrik yang diajukan Kostant-Souriou ini terbukti konsisten secara matematik karena menyajikan prosedur pengkuantuman yang bebas koordinat dan invarian terhadap alih ragam kanonik. Metode ini juga mudah dapat diterapkan untuk sistem-sistem terkendala dan berderajat kebebasan internal. Dalam mekanika kuantum terdapat beberapa metode pengkuantuman (misalnya wakilan Schoedinger, wakilan Bergmann-Fock dan lain-lain), pengkuantuman geometrik menyediakan kerangka penyatuan bagi metode-metode itu [Echeverria-Enriquez dkk., 1999]. Disamping segala kelebihan terkait isu konsistensi di atas, pengkuantuman geometrik tak terlepas dari beberapa kekurangan yang memungkinkan dilakukannya pengembangan lebih lanjut. Sejauh ini pengkuantuman geometrik baru berhasil dikembangkan secara lengkap untuk meninjau sistem-sistem berdimensi berhingga. Keberhasilannya pada sistem-sistem berdimensi tak berhingga masih berkutat pada kasus-kasus sistem linier terutama teori medan yang terlinierkan, misalkan yang dikerjakan oleh Woodhouse [1977] dalam meninjau pengkuantuman medan Klein- Gordon di sekitar lubang hitam, Axelrod dkk. [1991] dalam upaya pengkuantuman teori Chern-Simmons dan Clader dkk. [2013] dalam pengkuantuman teori Seiberg- Witten. Kesulitan pengkuantuman untuk kasus non-linier kemungkinan dipicu oleh kerumitan-kerumitan yang ada pada keragaman berdimensi tak berhingga dan belum tuntasnya peninjauan mekanika geometrik padanya [Abraham dan Marsden, 1978], [Chernoff dan Marsden, 1974]. 2 pada saat ini perumusan pengkuantuman geometrik pada keragaman Poisson dan keragaman Jacobi telah ditemukan, masing-masing oleh Vaisman [1991] dan de Leon dkk. [1997]. Tinjauan pengkuantuman geometrik pada keragaman Poisson beserta penerapannya dibahas oleh Rosyid [2005a]

4 4 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan pada latar belakang, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Aspek-aspek apa saja pada mekanika geometrik berdimensi berhingga yang masih berlaku pada mekanika geometrik berdimensi tak berhingga? 2. Bagaimanakah perumusan simplektik dan pengkuantuman kedua dalam kerangka pengkuantuman geometrik untuk teori medan? 1.3 Batasan Masalah Pada penelitian ini, mekanika geometrik dan pengkuantuman geometrik baik pada dimensi berhingga maupun tak berhingga dibangun pada keragaman simplektik. Dalam literatur terdapat pandangan lain, misalnya mekanika geometrik dan pengkuantuman geometrik yang dibangun pada keragaman Poisson [Vaisman, 1991],[Rosyid, 2005a] dan pada keragaman Jacobi [de Leon dkk., 1997]. Kasus khusus yang akan ditinjau adalah medan Klein-Gordon yang berinteraksi dengan potensial elektrodinamika. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Meninjau selengkap mungkin mekanika geometrik berdimensi tak berhingga dengan mencari aspek-aspek yang membedakannya dengan kasus berdimensi berhingga. 2. Mengkonstruksi penggambaran simplektik untuk teori medan relativistik secara umum dan kemungkinan pengkuantuman geometrik padanya. 3. Mengkonstruksi perumusan simplektik dan pengkuantuman geometrik untuk kasus medan Klein-Gordon yang berinteraksi dengan suatu medan tera.

5 5 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menguji konsistensi perumusan mekanika geometrik pada kasus dimensi tak berhingga serta membangun geometrisasi teori medan relativistik. Manfaat yang lain adalah pengkonstruksian pengkuantuman kedua pada kerangka pengkuantuman geometrik sehingga dapat digunakan untuk membangun teori medan kuantum pada sembarang ruang-waktu dan akan menjadi jembatan bagi geometrisasi teori medan kuantum. 1.6 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam sebuah kajian teoritis, yakni telaah fisika matematis. Objek-objek dan hasil-hasil dalam aljabar linier, teori grup, geometri diferensial dan analisa fungsional merupakan piranti yang digunakan pada kajian ini. Pemahaman mengenai hal-hal tersebut dilakukan dengan melakukan studi literatur, yakni menelaah buku, artikel, makalah dan lain sebagainya. 1.7 Tinjauan Pustaka Usaha peninjauan geometri simplektik berdimensi tak berhingga secara koheren salah satunya tertuang dalam buku yang ditulis oleh Chernoff dan Marsden. Pada buku ini dihimpun hasil-hasil yang diperoleh pada keragaman simplektik berdimensi tak berhingga dengan mengangkat dua isu utama yakni keberadaan konsep forma simplektik lemah dan kuat serta sifat analitik aliran dan forma padanya. Keberadaan konsep simplektik lemah dan kuat merupakan akibat dari refleksifitas keragaman tersebut sedangkan masalah sifat analitik aliran dan forma padanya merupakan konsekuensi dari peninjauan keragaman berdimensi tak berhingga. Pada buku ini juga dibahas beberapa contoh sistem dinamik baik pada kasus linier maupun non-linier [Chernoff dan Marsden, 1974]. Pada tahun 1972, Marsden membuktikan bahwa teorema Darboux tidak berlaku pada keragaman simplektik lemah [Marsden, 1972]. Hasil Marsden ini mengilhami Troba untuk menemukan versi simplektik lemah bagi teorema Darboux, berhasil ditemukan syarat cukup dan perlu bagi keberadaan koordinat kanonik di setiap titik pada keragaman tersebut [Tromba, 1976]. Adapun hasil lengkap bagi teorema Darboux pada dimensi tak berhingga baru diketahui pada 1999 oleh Bambusi. Bambusi menunjukkan bahwa teorema Tromba invarian terhadap penyusutan Marsden-Weinstein

6 6 serta terwariskan pada subkeragaman yang berdimensi berhingga [Bambusi, 1999]. Dalam bukunya, Woodhouse [1980] mengembangkan geometrisasi sistem medan pada sebarang ruangwaktu dengan memandang ruang solusi sistem sebagai keragaman simplektik lemah yang eksak dan berdimensi tak berhingga. Geometrisasi ini diperoleh dengan memperumum gambaran geometrik mekanika Lagrange ke dimensi tak berhingga sehingga didapatkan struktur simplektik yang diimbas oleh keberadaan rapat Lagrangan sistem. Penentuan potensial simplektik yang membangkitkan struktur simplektik bergantung pada pemilihan permukaan Cauchy dalam ruang waktu terkait. Lebih jauh, penentuan permukaan Cauchy ini mengimbas keberadaan polarisasi pada ruang solusi. Adapun usaha penerapan pengkuantuman geometrik pada kasus linier dilakukan untuk teori medan, misalnya yang dilakukan oleh Woodhouse [1977] dalam usahanya membangun teori medan kuantum pada ruang lengkung dengan meninjau proses kreasi-anihilasi partikel Klein-Gordon di sekitar lubang hitam. Woodhouse menunjukkan bahwa ruang fase sistem ini berupa ruang vektor simplektik berdimensi tak berhingga dan ruang Fock dibentuk dari beberapa ruang Hilbert yang diperoleh melalui polarisasi yang berbeda-beda. Hasil ini merupakan usaha pertama bagi pengkonstruksian pengkuantuman kedua dalam kerangka pengkuantuman geometrik. Pada 1990 Hitchin merumuskan bentuk simplektik bagi teori Chern-Simmons yang ditinjau pada permukaan Riemann. Hitchin menunjukkan bahwa solusi gerak persamaan Chern-Simmons berupa koneksi datar dengan ruang moduli berupa untingan vektor di atas ruang Teichmueller (merupakan ruang affine) dan dibuktikan bahwa ruang ini memuat struktur simplektik. Lebih jauh ia juga membahas pengkuantuman geometrik terkait teori ini dengan menggunakan untingan prakuantisasi trivial dan polarisasi Kaehler [Hitchin, 1990]. Pada waktu yang bersamaan Axelrod, Della Pietra dan Witten membahas hal yang sama namun dengan menggunakan untingan determinan Quillen sebagai untingan prakuantum [Axelrod dkk., 1991]. Pengkuantuman geometrik pada teori Gromov-Witten dibangun oleh Clader dkk., mereka menunjukkan bahwa ruang fase sistem ini merupakan ruang vektor simplektik tak berhingga dan pengkuantumannya (pengkuantuman kedua) dilakukan dengan mengkaitkan pengkuantuman geometrik dan integral lintasan [Clader dkk., 2013]. Salah satu metode pengkonstruksian ruang Fock dari data klasik selain yang diberikan oleh Woodhouse diberikan oleh Schilling [1996]. Dalam disertasinya, Schilling menggembangkan geometrisasi mekanika kuantum Ashtekar hingga menyentuh aspek pengkuantuman geometrik. Berhasil ditunjukkan bahwa mekanika kuan-

7 7 tum berderajat kebebasan berhingga bersifat invarian terhadap pengkuantuman, hasil pengkuantuman geometrik mekanika kuantum menghasilkan mekanika kuantum yang ekivalen dengan mekanika kuantum awal. Pada ruang fase kuantum dapat dikonstruksi beberapa forma simplektik sehingga diperoleh sejumlah ruang Hilbert, ruang Fock diperoleh dengan menjumlahkan perkalian ruang Hilbert tersebut. Pada tahun 1999, Kalinowski dan Piechocki mengembangkan geometrisasi teori medan yang digagas Woodhouse. Mereka merumuskan geometrisasi dalam tiga wakilan, yakni dalam wakilan ruang fase kecepatan (identik dengan hasil Woodhouse), wakilan ruang fase momentum dan wakilan ruang fase nilai awal. Aspek prakuantisasi sistem medan juga dibahas menggunakan perumuman prosedur prakuantisasi 'standar' ke dalam kasus keragaman tak berhingga. Gambaran simplektik untuk interaksi dua sistem dinamik secara umum dapat dijelaskan melalui pembentukan keragaman simplektik yang baru (disebut keragaman simplektik produk) dengan mengalikan dua keragaman simplektik yang menggambarkan masing-masing sistem dengan struktur simplektik yang dikonstruksi dari struktur simplektik masing-masing penyusun. Hal ini dapat dijumpai dalam buku yang ditulis oleh Puta [1993] maupun Chernoff dan Marsden [1974]. Tinjauan geometri dinamika suatu partikel pada suatu medan tera telah dibahas oleh Sternberg [1977], keberadaan medan tera mengubah bentuk struktur simplektik yang ada. Lebih jauh, Rosyid [2007] menganalisa struktur polarisasi dan aljabar observabel yang dapat dikuantumkan pada keragaman simplektik produk ini. Dibuktikan bahwa polarisasi keragaman simplektik produk merupakan hasil jumlahan langsung polarisasi masing-masing keragaman penyusun. Kasus dinamika partikel non-relativistik di sekitar medan elektromagnetik dan pengkuantumannya dibahas pada [Sniatycki, 1980] dengan metode pengkuantuman geometrik melalui kernel BKS. 1.8 Sistematika Penulisan Tesis ini disusun menjadi lima bab dengan uraian singkat sebagai berikut: 1. Bab I merupakan pendahuluan yang mengulas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. 2. Bab II mengulas dua hal. Pertama tentang geometri simplektik berdimensi berhingga dan mekanika geometrik padanya. Mekanika geometrik tersebut ditinjau baik dari segi gambaran Lagrange maupun gambaran Hamilton. Kedua tentang

8 8 metode pengkuantuman geometrik yang berupa prakuantisasi, polarisasi dan koreksi metaplektik. Ditinjau juga pengkuantuman geometrik via kernel BKS. 3. Bab III mengulas keragaman simplektik berdimensi tak hingga dengan mengetengahkan fakta-fakta yang membedakannya dari yang berdimensi berhingga. Selanjutnya dibahas mekanika geometrik padanya dengan terapan berupa geometrisasi teori medan relativistik. Aspek pengkuantuman geometrik pada kasus dimensi tak hingga juga dibahas dengan mengkhususkannya pada kasus teori medan. Pembahasan berikutnya adalah tentang geomerisasi sistem medan berinteraksi serta kendala pengkuantuman geometrik padanya, 4. Bab IV membahas penerapan pada geometrisasi sistem Maxwell-Klein-Gordon. Sistem medan Maxwell-Klein-Gordon klasik diperoleh melalui pengkuantuman geometrik bagi sistem partikel bermuatan yang bergerak dalam medan gravitasi dan elektrodinamika. Selanjutnya dengan menggunakan pada bab sebelumnya diperoleh geometrisasi bagi sistem ini. 5. Bab V membahas simpulan yang diperoleh dari penelitian tesis ini dan saran bagi penelitian yang mungkin dilakukan pada masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah ciptaan Tuhan yang sangat istimewa. Manusia diberi akal budi oleh sang pencipta agar dapat mengetahui dan melakukan banyak hal. Hal lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang membahas subyek-subyek seperti persamaan diferensial, kalkulus variasi, analisis vektor dan tensor, aljabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia sains, ilmu fisika mempunyai peran penting untuk memahami fenomena alam dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hal itu dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Elektromagnetika merupakan cabang fisika yang menjadi tonggak munculnya teori-teori fisika modern dan banyak diterapkan dalam perkembangan teknologi saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang merupakan persimpangan antara fisika matematik, teknik, dan matematika yang kaya akan tema penelitian.pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Chen Nin Yang ( ) 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. - Chen Nin Yang ( ) 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN... And of course, miracle of miracles some concept in mathematics turn out provide the fundamental structures that govern the physical universe! - Chen Nin Yang (1922-...) 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM POKOK-POKOK MATERI FISIKA KUANTUM PENDAHULUAN Dalam Kurikulum Program S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika, hampir sebagian besar digunakan untuk menelaah alam mikro (= alam lelembutan micro-world): Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya menjadi bagan berpikir yang runtut, yakni berupa kaitan logis antara konsepkonsep

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam dunia mikroskopik, fisika klasik mengalami kegagalan untuk menjelaskan setiap fenomena yang ada. Spektrum khas yang dimiliki oleh atom, teramatinya dua komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemodelan difusi dan sebaran temperatur pada geometri menjadi hal yang penting dalam berbagai bidang, seperti bidang fisika, kimia maupun kedokteran. Persamaan

Lebih terperinci

RPKPM (RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN)

RPKPM (RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN) 1. Nama Mata Kuliah : Mekanika Analitik 2. Kode/SKS : MFF 2403 / 3 SKS 3. Prasarat : Mekanika 4. Status Matakuliah : Wajib 5. Deskripsi singkat matakuliah: RPKPM (RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

Tentang Sistem Mekanik Dengan Kendala Tak Holonomik

Tentang Sistem Mekanik Dengan Kendala Tak Holonomik 4 Rosyid, Tentang Sistem Mekanik Dengan Kendala Tentang Sistem Mekanik Dengan Kendala Tak Holonomik M. F. Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, dan Fisika Matematik (KAM), Laboratorium Fisika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. ILMU FISIKA Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DEFINISI ILMU FISIKA? Ilmu Fisika dalam Bahasa Yunani: (physikos), yang artinya alamiah, atau (physis), Alam

Lebih terperinci

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan Konsep teori relativitas Teori relativitas khusus Einstein-tingkah laku benda yang terlokalisasi dalam kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Transforasi

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Revisi ke: Tanggal: GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) SPMI-UNDIP/GBPP/xx.xx.xx/xxx Disetujui oleh Dekan Fak Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215/4 sks Deskripsi singkat : Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ilmu matematika, banyak pembahasan di bidang analisis dan topologi yang memerlukan pengertian ruang Hilbert. Ruang Hilbert merupakan konsep abstrak yang mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Alam semesta memiliki beragam fenomena dan kejadian alam yang sebagian besar masih menjadi misteri bagi umat manusia. Secara garis besar, ilmu fisika bermaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika adalah upaya menemukan kaidah-kaidah atau pola-pola keteraturan yang ditaati oleh alam. Pola-pola keteraturan itu sering pula disebut hukum alam (Rosyid,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya dalam bagan berpikir runtut yang berupa kaitan logis antara konsep-konsep tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep integral sering digunakan untuk menentukan luas daerah di bawah kurva. Selain itu, integral juga sering digunakan untuk mencari penyelesaian dari suatu

Lebih terperinci

APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK

APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK Penulis : Dr. Asep Yoyo Wardaya Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori mengenai gravitasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari waktu ke waktu. Dipelopori oleh Newton dalam buku Principia Mathematica, gravitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah lama dipelajari dan berkembang pesat. Perkembangan ilmu matematika tidak terlepas dari perkembangan

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA 10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada akhir abad ke -19 dan awal abad ke -20, semakin jelas bahwa fisika (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini disebabkan semakin

Lebih terperinci

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum M. Ardhi K. email : muhammad ardhi@walisongo.ac.id web : http://abu-khadijah.web.id 2 Mei 2013 However, if you

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer

Aljabar Linier Elementer Aljabar Linier Elementer Kuliah 15 dan 16 11/11/2014 1 Materi Kuliah Kebebasan Linier Basis dan Dimensi 11/11/2014 Yanita, Matematika Unand 2 5.3 Kebebasan Linier Definisi Jika S = v 1, v 2,, v r adalah

Lebih terperinci

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan 52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atom Bohr Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya mengenai spektrum

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger FUNGSI GELOMBANG Kuantitas yang diperlukan dalam mekanika kuantum adalah fungsi gelombang partikel Ψ. Jika Ψ diketahui maka informasi mengenai kedudukan, momentum, momentum sudut,

Lebih terperinci

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid Stephen Hawking Muhammad Farchani Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, Partikel, dan Fisika Matematik (KAMP), Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Permulaan munculnya analisis fungsional didasari oleh permasalahan pada kurang memadainya metode analitik klasik pada fisika dan astronomi matematika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan penting dalam berbagai bidang. Salah satu cabang ilmu matematika yang banyak diperbincangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial Parsial (PDP) digunakan oleh Newton dan para ilmuwan pada abad ketujuhbelas untuk mendeskripsikan tentang hukum-hukum dasar pada fisika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika kuantum mulanya disusun atas dua buah pemikiran yang terkesan berbeda, yaitu mekanika gelombang Schrödinger dan mekanika matriks dari Heisenberg. Kemudian,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu struktur aljabar yang harus dikuasai oleh seorang matematikawan adalah grup yaitu suatu himpunan tak kosong G yang dilengkapi dengan satu operasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Solusi multivalued dapat muncul dalam masalah-masalah fisika. Masalahmasalah yang memerlukan perhitungan solusi multivalued antara lain masalah gelombang dispersi,

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2.1 Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik merupakan formalisasi Matematika untuk menggambarkan konsep-konsep ilmiah dari proses deterministik yang bergantung terhadap waktu (Kuznetsov,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan diferensial merupakan ilmu matematika yang dapat digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah fisis. Masalah fisis merupakan masalah yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari mana datangnya dunia? Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pertanyaan di atas selalu ada dan setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam menjawab.

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Mesin S1

Program Studi Teknik Mesin S1 SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : KALKULUS 3 KODE / SKS : IT042219 / 2 SKS Pertemuan Pokok Bahasan dan TIU Geometri pada bidang, vektor vektor pada bidang : pendekatan secara geometrik dan secara

Lebih terperinci

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB FISIKA MODERN Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB 1 MANFAAT KULIAH Memberikan pemahaman tentang fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan melalui fisika klasik Fenomena alam yang berkaitan

Lebih terperinci

jadi olahragawan, jadi wartawan, jadi pengusaha, jadi anggota DPR, jadi menteri, atau mungkin juga jadi presiden. Bagi mereka itu pemahaman ilmu

jadi olahragawan, jadi wartawan, jadi pengusaha, jadi anggota DPR, jadi menteri, atau mungkin juga jadi presiden. Bagi mereka itu pemahaman ilmu ix K Tinjauan Mata Kuliah emajuan dalam bidang teknologi pengajaran rupanya berjalan sangat cepat. Kalau kita menengok hal itu lewat internet misalnya, sudah ada program yang dinamakan Visual Quantum Mechanics,

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kajian menarik dalam analisis adalah teori himpunan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kajian menarik dalam analisis adalah teori himpunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kajian menarik dalam analisis adalah teori himpunan. Himpunan merupakan konsep dasar dari semua cabang matematika bahkan sudah diperkenalkan dalam pendidikan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Pemanfaatan Komputasi pada Pembelajaran Fisika dalam Merumuskan Dinamika Benda Ruang 3D

Pemanfaatan Komputasi pada Pembelajaran Fisika dalam Merumuskan Dinamika Benda Ruang 3D Pemanfaatan Komputasi pada Pembelajaran Fisika dalam Merumuskan Dinamika Benda Ruang 3D Melly Ariska Dosen (Universitas Sriwijaya dan Jln. Hasan Bastari Perum. Arcadia) Jalan Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

metode fisika guna menganalisis pasar secara kuantitatif dan pemodelan sistem ekonomi makro.

metode fisika guna menganalisis pasar secara kuantitatif dan pemodelan sistem ekonomi makro. BAB I PENDAHULUAN Dunia ekonomi sangat dipengaruhi oleh teknik-teknik telekomunikasi dan globalisasi yang mengimbas pada perilaku kerjasama yang kompleks di pasarpasar dunia. Hal ini kemudian membutuhkan

Lebih terperinci

DIFERENSIASI VEKTOR. Fungsi Vektor

DIFERENSIASI VEKTOR. Fungsi Vektor DIFERENSIASI VEKTOR Fungsi Vektor Jika sembarang nilai skalar dikaitkan dengan suatu vektor, maka bisa dinyatakan sebagai fungsi vektor dari atau, yaitu suatu vektor yang komponen-komponennya merupakan

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik JURNAL FOURIER Oktober 2012, Vol. 1, No. 2, 89-96 ISSN 2252-763X Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik Joko Purwanto Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Mata Kuliah Matematika Teknik I Dosen Heru Dibyo Laksono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang benda-benda di luar angkasa terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu benda angkasa yang menarik perhatian adalah bintang.

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Mata Kuliah Matematika Teknik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( )

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( ) PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM FI363 / 3 sks Asep Sutiadi (1974)/(0008097002) TUJUAN PERKULIAHAN Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pada kondisi seperti apa suatu permasalahan

Lebih terperinci

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S Standar : Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memiliki

Lebih terperinci

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Tingkat Nasional Bidang Fisika: FISIKA MODERN & MEKANIKA KUANTUM (Tes 4) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit Petunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral merupakan salah satu konsep penting dalam matematika dan banyak aplikasinya. Dalam kehidupan sehari-hari integral dapat diaplikasikan dalam berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan. Salah satunya adalah cabang ilmu matematika yang sampai saat ini

I. PENDAHULUAN. kemajuan. Salah satunya adalah cabang ilmu matematika yang sampai saat ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai saat ini terus mengalami kemajuan. Salah satunya adalah cabang ilmu matematika yang sampai saat ini mengalami

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) Disetujui oleh Revisi ke:. Tanggal:. SPMI-UNDIP/SAP/xx.xx.xx/xxx Dekan Fak. Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215 /4 sks Pertemuan ke : 1 A. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama/Kode mata kuliah : Mekanika/FI342 Jumlah SKS/Semester : 4 / 4 Program : S1 (Pendidikan Fisika, Fisika murni) Nama Dosen : 1. Drs. I Made Padri, M.Pd 2. Selly Feranie, S.Pd,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI SALMAN FARISHI 0304020655 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai salah satu ilmu bantu yang sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) 2 Deskripsi Mata Kuliah 2017/2018 2. KELOMPOK MATA KULIAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2.1 Kelompok Mata Kuliah

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Dasar 1 Kode/SKS : FIS 1 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika Dasar ini diberikan untuk mayor yang memerlukan dasar fisika yang kuat, sehingga

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Matematika Diskrit 2 Kode / SKS : IT02 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi. Pendahuluan 2. Vektor.. Pengantar mata kuliah aljabar linier.

Lebih terperinci

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor )

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor ) 1. 2. Memahami prinsipprinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aplikasi geometri fraktal tersebar di berbagai bidang, beberapa di antaranya adalah pada teori bilangan (number theory), pertumbuhan fraktal (fractal growth),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelaahan gejala dan sifat berbagai sistem mikroskopik. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. penelaahan gejala dan sifat berbagai sistem mikroskopik. Perkembangan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mekanika kuantum sudah lama dikenal sebagai ilmu dasar bagi penelaahan gejala dan sifat berbagai sistem mikroskopik. Perkembangan mekanika kuantum

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Perkuliahan

Silabus dan Rencana Perkuliahan Silabus dan Rencana Perkuliahan Mata kuliah : PEND.FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Team Dosen Pend fisika Kuantum Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S Standar Kompetensi : Setelah mengikuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2. Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Ditinjau dari bidang ilmu pengetahuan, teori persamaan diferensial merupakan suatu cabang analisis matematika yang banyak dipakai dalam kehidupan nyata,

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) MATA KULIAH KODE MATA KULIAH/SKS DESKRIPSI SINGKAT : MEKANIKA : PAF 4201/ 4 SKS : Matakuliah ini dapat memberikan penjelasan dan pemahaman analisis & deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori

BAB I PENDAHULUAN. klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika yang berkembang sampai akhir abad yang ke 19 dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi professional Internasional yang bertujuan untuk memberikan peningkatan mutu dalam mengajar dan belajar matematika yang yaitu National Council

Lebih terperinci

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel 2.11. PENGHITUNGAN OBSERVABEL SEBAGAI RERATA ENSAMBEL33 2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel Dalam pendahuluan ke teori ensambel, kita mengasumsikan bahwa semua observabel dapat dituliskan

Lebih terperinci

4.1 Algoritma Ortogonalisasi Gram-Schmidt yang Diperumum

4.1 Algoritma Ortogonalisasi Gram-Schmidt yang Diperumum BAB 4 ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM Diberikan sebarang barisan hingga vektor di ruang Hilbert berdimensi hingga. Pada bab ini akan diberikan algoritma untuk menghitung frame Parseval pada

Lebih terperinci

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold Bab III Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold III.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi teori 4-dimensi yang memiliki generator supersimetri melalui kompaktifikasi orbifold dari

Lebih terperinci