VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perumusan Fungsi Tujuan Berdasarkan metode penelitian, perumusan model program linear didahului dengan penentuan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan kendala. Fungsi tujuan pada penelitian ini dirumuskan untuk menentukan kombinasi jumlah puyuh petelur dan bibit puyuh setiap bulan dalam jangka waktu satu tahun yang memberikan keuntungan maksimal. Koefisien fungsi tujuan menunjukkan keuntungan per ekor setiap jenis puyuh yang diternakkan oleh PPBT setiap bulan. Nilai koefisien diperoleh dari selisih penerimaan per ekor dengan biaya produksi per ekor selama sebulan. Penerimaan puyuh petelur berasal dari telur puyuh, kotoran puyuh, dan puyuh afkir. Puyuh menghasilkan telur setiap hari. Produksi telur dimulai pada bulan kedua, yaitu setelah berumur 42 hari. Penerimaan telur puyuh dihitung berdasarkan produktivitas rata-rata untuk menghasilkan telur per ekor dalam satuan butir. Asumsi yang digunakan adalah produksi telur puyuh memiliki karakteristik akan mengalami kenaikan secara drastis di awal pemeliharaan hingga mencapai puncak produksi kemudian secara perlahan-lahan akan menurun. Pada saat puyuh mulai bertelur, kemungkinan puyuh bertelur adalah 5 persen sedangkan pada masa puncak produksi kemungkinannya mencapai 9 persen per hari. Jumlah produksi tersebut kemudian dikalikan dengan persentase telur layak jual sebesar 98 persen. Penerimaan telur per bulan didapat dari jumlah telur layak jual dikalikan dengan harga jual per butir dikalikan jumlah hari produksi dalam sebulan seperti yang terdapat pada Tabel 7. Kotoran puyuh yang dihasilkan dari satu kandang besar berisi 5. ekor puyuh adalah sebanyak 6 karung setiap bulan. Kotoran ini dijual kepada Dinas Peternakan dengan harga Rp 4. per karung. Namun PPBT mempunyai kebijakan bahwa anak kandang mendapatkan Rp 1. per karung dari setiap penjualan sehingga dalam perhitungan harga yang digunakan adalah Rp 3. per karung. Penerimaan lainnya dari aktivitas puyuh petelur adalah dari penjualan puyuh afkir. Setelah melewati puncak produksi pada bulan kelima dan keenam, produksi telur akan terus menurun. Di PPBT puyuh akan diafkir setelah berumur satu tahun dan dijual dengan harga Rp 2. per ekor.

2 Penerimaan bibit puyuh terdiri dari bibit dan kotoran puyuh. Bibit puyuh yang dijual merupakan puyuh yang siap bertelur dengan harga Rp 6.5 per ekor. Periode pembesaran bibit adalah selama satu bulan. Kotoran yang dihasilkan bibit puyuh adalah 3 karung per bulan dari kandang yang berisi 5. ekor. Tabel 7. Produktivitas dan Penerimaan Telur per Ekor per Bulan Bulan Produktivitas per ekor (butir) Telur Layak jual (butir) Harga Jual (Rp/butir) Jumlah Hari Penerimaan /ekor Produksi /bulan (Rp) 1, 17 2,5, ,4 3,6, ,8 4,8, ,4 5,9, ,2 6,9, ,2 7,8, ,4 8,7, ,6 9,6, ,8 1,5, ,5, ,4, ,2 Biaya produksi untuk usahaternak di PPBT terdiri dari biaya bibit, pakan starter, pakan layer, vitamin starter, egg stimulant, vitamin layer, vaksin, desinfektan, dan tenaga kerja. Biaya tersebut disusun berdasarkan kebutuhan input produksi yang digunakan per ekor dikalikan harga input. Data mengenai biaya produksi per ekor terdapat pada Lampiran 1. Dari data penerimaan dan total biaya produksi per tanaman maka diperoleh data keuntungan setiap bulannya. Keuntungan per ekor setiap jenis aktivitas produksi akan menjadi koefisien fungsi tujuan dalam model program linear. Data total penerimaan, total biaya, dan keuntungan per ekor setiap jenis aktivitas per bulan terdapat pada Tabel 8. 51

3 Tabel 8. Total Penerimaan, Total Biaya, dan Keuntungan Puyuh Petelur dan Bibit Puyuh (Rp/ekor) Bulan Puyuh Petelur Penerimaan Biaya Keuntungan Bibit Puyuh Puyuh Petelur Bibit puyuh Puyuh Petelur Bibit puyuh 1 18, , , , , , , , , ,28-442, , , ,95 2.8, , , , , , , , , , , ,95 2.8, , , , , , , , , , , ,95 2.8, , , , , , , , , , , ,95 2.8, , , , , , , ,28 564, , , ,95 2.8, ,28 528, , , , , , , ,67 Berdasarkan nilai keuntungan per ekor per bulan selama satu tahun maka dapat dirumuskan model fungsi tujuan program linear sebagai berikut : Maksimum Z X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X Perumusan Fungsi Kendala Kendala merupakan faktor pembatas dalam pengambilan keputusan yang meliputi sumberdaya yang dimiliki oleh PPBT dan faktor-faktor lainnya yang menjadi pembatas dalam pengambilan keputusan. Kendala yang dihadapi 52

4 perusahaan di antaranya kendala kapasitas kandang, ketersediaan bibit, pakan layer, tenaga kerja, modal, dan permintaan Kendala Kapasitas Kandang Layer Model fungsi kendala kapasitas kandang merupakan kebutuhan dan ketersediaan kandang setiap bulan. Kandang besar yang dimiliki PPBT berjumlah empat buah, yaitu kandang DOQ atau kandang pembesaran sebanyak satu buah dan kandang layer sebanyak tiga buah. Kandang DOQ tidak dimasukkan ke dalam perhitungan kendala dikarenakan kandang tersebut hanya digunakan selama dua minggu sebelum puyuh dipindahkan ke kandang layer. Kandang layer berisi 25 kandang kecil yang masing-masing terdiri dari lima tingkat. Satu tingkat kandang berukuran panjang 1, lebar 6, dan tinggi 2 sentimeter. Populasi per tingkat kandang puyuh petelur dan bibit puyuh adalah 4 ekor. Dengan demikian besar koefisien untuk satu ekor puyuh adalah,15. Total luas kandang yang tersedia adalah 225 m 2 dan merupakan nilai ruas kanan kendala. Model pertidaksamaan kendala kapasitas kandang setiap bulan selama setahun adalah sebagai berikut : KDG1).15X X21 <= 225 KDG2).15X X22 <= 225 KDG3).15X X23 <= 225 KDG4).15X X24 <= 225 KDG5).15X X25 <= 225 KDG6).15X X26 <= 225 KDG7).15X X27 <= 225 KDG8).15X X28 <= 225 KDG9).15X X29 <= 225 KDG1).15X X21 <= 225 KDG11).15X X211 <= 225 KDG12).15X X212 <= Kendala DOQ Day Old Quail (DOQ) yang digunakan untuk aktivitas puyuh petelur dan bibit puyuh diperoleh dengan cara membeli dari produsen bibit di Jawa Tengah. PPBT biasanya membeli DOQ berumur satu sampai dua minggu dengan harga Rp 2.65 per ekor. Koefisien kebutuhan DOQ per ekor perlu memperhatikan tingkat kematian pada saat budidaya. Kematian puyuh dapat terjadi setiap saat dalam satu 53

5 periode budidaya. Namun pada perhitungan koefisien DOQ, tingkat kematian diperhitungkan di awal yaitu sebesar lima persen atau memiliki tingkat keberhasilan sebesar 95 persen per ekor. Dengan kata lain koefisien fungsi kendala DOQ per ekor adalah 1,52. Aktivitas puyuh petelur hanya membutuhkan DOQ pada bulan pertama saja, sedangkan aktivitas bibit puyuh membutuhkan DOQ setiap bulan. Nilai ruas kanan fungsi kendala DOQ merupakan ketersediaan rata-rata DOQ per bulan yang dapat diperoleh perusahaan yaitu sebanyak 1. ekor. Kendala DOQ untuk puyuh petelur dan bibit puyuh adalah sebagai berikut : Bibit1) 1.52X X21 <= 1 Bibit2) 1.52X22 <= 1 Bibit3) 1.52X23 <= 1 Bibit4) 1.52X24 <= 1 Bibit5) 1.52X25 <= 1 Bibit6) 1.52X26 <= 1 Bibit7) 1.52X27 <= 1 Bibit8) 1.52X28 <= 1 Bibit9) 1.52X29 <= 1 Bibit1) 1.52X21 <= 1 Bibit11) 1.52X211 <= 1 Bibit12) 1.52X212 <= Kendala Pakan Layer Pakan layer diberikan setelah puyuh berumur lebih dari tiga minggu atau saat puyuh sudah dipindahkan ke kandang layer. Pakan di PPBT diberikan setiap dua hari sekali. Kebutuhan pakan untuk satu kandang besar berisi 5. ekor puyuh adalah 175 kg untuk dua hari sehingga kebutuhan pakan per ekor puyuh per hari sebanyak 17,5 gram. Pada aktivitas puyuh petelur bulan pertama, penggunaan pakan layer adalah selama sembilan hari, sehingga koefisien kebutuhan pakan puyuh petelur adalah.1575 kg. Pada aktivitas bulan kedua dan seterusnya koefisiennya adalah,525. Aktivitas bibit puyuh membutuhkan pakan layer selama 21 hari, maka koefisien kebutuhannya adalah sebesar,3675. Nilai ruas kanan fungsi kendala pakan layer merupakan ketersediaan rata-rata per bulan yang mampu disediakan perusahaan. Ketersediaan pakan pada bulan pertama adalah 16 kg sedangkan 54

6 pada bulan kedua dan seterusnya adalah sebanyak 685 kg. Fungsi kendala pakan layer adalah sebagai berikut : Pakan1).1575X X21 <= 16 Pakan2).525X X22 <= 685 Pakan3).525X X23 <= 685 Pakan4).525X X24 <= 685 Pakan5).525X X25 <= 685 Pakan6).525X X26 <= 685 Pakan7).525X X27 <= 685 Pakan8).525X X28 <= 685 Pakan9).525X X29 <= 685 Pakan1).525X X21 <= 685 Pakan11).525X X211 <= 685 Pakan12).525X X212 <= Kendala Tenaga Kerja Kegiatan tenaga kerja di PPBT terdiri dari persiapan kandang, memasukkan dan memindahkan puyuh, pemberian minum dan vitamin, pemberian pakan, pengecekan puyuh, pembersihan kandang, penyemprotan kandang, pemberian vaksin, pengambilan dan penyortiran telur, penghitungan dan pengemasan telur, pengemasan bibit puyuh, serta pengafkiran puyuh. Tenaga kerja PPBT yang berhubungan langsung dalam aktivitas puyuh petelur dan bibit sebanyak tiga orang. Jam kerja dalam sehari adalah delapan jam dan hari kerja dalam sebulan adalah 26 hari. Jadi, nilai ruas kanan kendala tenaga kerja per bulan adalah 624 jam. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan perusahaan setiap bulan adalah Rp Maka biaya tenaga kerja rata-rata per jam adalah sebesar Rp 2.884,62. Perhitungan kebutuhan tenaga kerja setiap aktivitas untuk 1. ekor puyuh dalam satu bulan adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan tenaga kerja untuk persiapan kandang dengan kapasitas 1. ekor adalah sebanyak tiga orang selama tiga hari kerja. Maka kebutuhan jam kerja adalah adalah 72 jam. 2. Kegiatan memasukkan DOQ ke kandang starter membutuhkan tenaga kerja sebanyak empat orang agar selesai dalam satu hari. Jam kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan ini sebanyak 32 jam. 55

7 3. Kebutuhan tenaga kerja untuk pemberian minum dan vitamin, serta pencucian tempat minum saat di kandang starter adalah sebanyak satu orang. Pemberian minum dilakukan beberapa kali dalam sehari bila air dalam tempat minum habis dengan total waktu satu jam dengan frekuensi setiap hari selama 14 hari. Total jam kerja untuk kegiatan ini adalah 28 jam. 4. Pemberian pakan starter dilakukan setiap dua hari sekali dengan tenaga kerja sebanyak dua orang selama satu jam. Total jam kerja untuk kegiatan ini adalah 14 jam. 5. Pengecekan puyuh sakit atau mati dilakukan setiap hari oleh dua orang selama satu jam. Kegiatan ini dilakukan selama 23 hari di bulan pertama untuk puyuh petelur. Maka kegiatan ini membutuhkan 46 jam. 6. Kandang dibersihkan dua hari sekali oleh dua orang selama 1,5 jam. Pada aktivitas puyuh petelur bulan pertama kegiatan ini membutuhkan dilakukan dalam 11 hari, pada bulan-bulan berikutnya dilakukan dalam 15 hari. Maka total kebutuhan tenaga kerja untuk bulan pertama dan bulan2 berikutnya adalah 33 dan 45 jam. 7. Pemindahan puyuh ke kandang grower dan pemberian vaksin membutuhkan tenaga kerja sebanyak tiga orang selama dua hari kerja. Maka total kebutuhannya adalah 48 jam. 8. Pemberian minum dan vitamin, serta pencucian tempat minum di kandang starter membutuhkan tenaga kerja sebanyak dua orang selama 2 jam dalam sehari. Kegiatan ini pada aktivitas puyuh petelur di bulan pertama dilakukan selama sembilan hari, sedangkan pada bulan kedua dan seterusnya dilakukan selama 3 hari. Total jam kerjanya adalah 36 jam untuk bulan pertama dan 12 jam untuk bulan kedua. 9. Kebutuhan tenaga kerja pada kegiatan pemberian pakan layer adalah dua orang selama satu jam setiap dua hari sekali. Pada bulan pertama aktivitas puyuh petelur, kegiatan ini dilakukan selama empat hari, sedangkan bulan kedua dan seterusnya dilakukan selama 3 hari. Jam kerja yang dibutuhkan untuk bulan pertama adalah delapan jam dan bulan kedua adalah 3 jam. 1. Penyemprotan kandang membutuhkan tenaga kerja sebanyak satu orang selama satu jam dan dilakukan dua hari sekali. Pada bulan pertama aktivitas 56

8 puyuh petelur kegiatan ini dilakukan selama empat hari sehingga total tenaga kerjanya adalah empat jam. Pada bulan kedua dan seterusnya dilakukan selama 15 hari sehingga memiliki total kebutuhan sebanyak 15 jam. 11. Kegiatan pengambilan dan penyortiran telur dimulai pada bulan kedua dan dilakukan oleh dua orang selama satu jam. Pada bulan kedua aktivitas puyuh petelur kegiatan ini dilakukan selama 18 hari, sedangkan bulan ketiga dan seterusnya dilakukan selama 3 hari. Total kebutuhan tenaga kerja pada bulan kedua adalah 36 jam dan bulan ketiga adalah 6 jam. 12. Kebutuhan tenaga kerja untuk penghitungan dan pengemasan telur dilakukan oleh dua orang selama satu jam. Pada bulan kedua, kegiatan ini dilakukan selama 18 hari sehingga total waktunya 36 jam. Pada bulan ketiga dan seterusnya dilakukan selama 3 hari dengan total waktu 6 jam 13. Pemberian vaksin Newcastle Disease dilakukan dengan frekuensi dua bulan sekali selama dua jam oleh dua orang. Sehingga dalam sebulan membutuhkan total waktu empat jam. 14. Pengafkiran puyuh dilakukan untuk aktivitas puyuh petelur pada bulan terakhir. Kegiatan ini membutuhkan tenaga kerja sebanyak dua orang selama delapan jam sehingga total jamnya adalah 16 jam. 15. Kebutuhan tenaga kerja untuk pengemasan 5. ekor bibit puyuh adalah sebanyak tiga orang selama delapan jam. Maka total jam kerja kegiatan ini adalah 24 jam. Berdasarkan perhitungan tersebut, untuk aktivitas puyuh petelur pada bulan pertama membutuhkan sebanyak 321 jam dan bulan kedua membutuhkan 342 jam. Kemudian bulan ketiga membutuhkan 394 jam dan bulan keempat 39 jam. Kebutuhan tenaga kerja untuk bulan kelima dan seterusnya mengulangi pola bulan tiga dan empat, sedangkan pada bulan 12 membutuhkan waktu 46 jam. Jadi, koefisien kendala tenaga kerja bulan 1 sebesar,321; bulan 2 sebesar,342; bulan 3,5,7,9, dan 11 sebesar,394; bulan 4,6,8, dan 1 sebesar,39; dan bulan 12 sebesar,46. Kebutuhan tenaga kerja untuk aktivitas bibit puyuh hampir sama dengan puyuh petelur. Perbedaannya adalah tidak terdapat kegiatan yang berhubungan dengan telur dan terdapat tambahan berupa pengemasan bibit. Total kebutuhan 57

9 jam kerja yang dibutuhkan untuk bibit puyuh setiap bulan adalah 195 jam untuk 5. ekor puyuh. Koefisien tenaga kerja aktivitas bibit puyuh per bulan adalah,39. Perumusan fungsi kendala untuk tenaga kerja setiap bulannya selama setahun adalah sebagai berikut : TK1).321X X21 <= 624 TK2).342 X X22 <= 624 TK3).394X X23 <= 624 TK4).39X X24 <= 624 TK5).394X X25 <= 624 TK6).39X X26 <= 624 TK7).394X X27 <= 624 TK8).39X X28 <= 624 TK9).394X X29 <= 624 TK1).39X X21 <= 624 TK11).394X X211 <= 624 TK12).46X X212 <= Kendala Modal Ketersediaan modal yang dimaksud berupa kas tunai yang dimiliki perusahaan. Koefisien kendala modal merupakan biaya yang digunakan setiap bulannya untuk aktivitas puyuh petelur dan bibit puyuh per ekor. Nilai ruas kanan yaitu ketersediaan modal yang dialokasikan setiap bulan selama setahun. Nilai tersebut berdasarkan rata-rata per bulan ketersediaan modal PPBT dalam tiga bulan terakhir. Kendala modal dirumuskan sebagai berikut : MODAL1) X X21 <= 35 MODAL2) X X22 <= 2 MODAL3) X X23 <= 2 MODAL4) X X24 <= 25 MODAL5) X X25 <= 25 MODAL6) X X26 <= 25 MODAL7) X X27 <= 25 MODAL8) X X28 <= 25 MODAL9) X X29 <= 25 MODAL1) X X21 <= 25 MODAL11) X X211 <= 25 MODAL12) X X212 <= 25 58

10 6.2.6 Kendala Permintaan maksimum Aktivitas produksi di PPBT tidak hanya menghadapi kendala berupa kendala sumberdaya saja. Kendala permintaan maksimum diterapkan agar jumlah produksi yang dihasilkan perusahaan tidak melebihi jumlah permintaan konsumen. Apabila jumlah penawaran melebihi permintaan konsumen maka keuntungan perusahaan tidak maksimum karena produk yang tidak terjual. Kendala permintaan maksimum hanya diterapkan pada aktivitas bibit puyuh karena permintaan yang tidak tetap. Nilai ruas kanan adalah merupakan rata-rata permintaan puyuh per bulan dalam tiga bulan sebelumnya. Kendala permintaan maksimum dirumuskan sebagai berikut : P1) X21 <= 25 P2) X22 <= 25 P3) X23 <= 25 P4) X24 <= 25 P5) X25 <= 25 P6) X26 <= 25 P7) X27 <= 25 P8) X28 <= 25 P9) X29 <= 25 P1) X21 <= 25 P11) X211 <= 25 P12) X212 <= Kendala Konsistensi Model Kendala konsistensi model adalah kendala matematis yang dibangun untuk menjaga konsistensi dari beberapa variabel keputusan di dalam model. Kendala matematis hanya diterapkan pada aktivitas puyuh petelur. Hal ini dikarenakan aktivitas ini membutuhkan waktu lebih dari satu bulan untuk satu periode. Sedangkan periode bibit puyuh adalah selama satu bulan. Kendala matematis dirumuskan sebagai berikut : KM1) X11 - X12 = KM2) X13 - X12 = KM3) X13 - X14 = KM4) X14 - X15 = KM5) X15 - X16 = KM6) X16 - X17 = KM7) X17 - X18 = 59

11 KM8) X18 - X19 = KM9) X19 - X11 = KM1) X11 - X111 = KM11) X111 - X112 = 6.3 Analisis Optimasi Variabel keputusan yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah kombinasi aktivitas puyuh petelur dan bibit puyuh dalam satuan ekor setiap bulan selama satu tahun yang memberikan keuntungan maksimum. Hal ini dapat tercapai jika produktivitas puyuh, harga, dan biaya produksi dapat dipertahankan sesuai perhitungan. Asumsi lain hasil optimal ini adalah seluruh hasil produksi, baik hasil utama maupun produk sampingan mampu diserap pasar. Kombinasi aktivitas masing-masing jenis puyuh yang dapat memberikan keuntungan maksimum setiap bulan selama setahun berdasarkan pemecahan model program linear terdapat pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9. Kombinasi Jumlah Setiap Jenis Ternak Selama Setahun (ekor) Bulan Puyuh Petelur (X1) Bibit Puyuh (X2) Berdasarkan solusi optimal yang dihasilkan program linear, kombinasi jumlah puyuh petelur yang sebaiknya diusahakan adalah sebanyak ekor setiap bulan selama setahun. Jumlah aktivitas ini tetap dikarenakan satu siklus puyuh petelur adalah selama setahun sampai akhirnya akan diafkir. Periode siklus 6

12 tersebut berkaitan dengan keputusan pemeliharaan puyuh petelur yang merupakan keputusn jangka panjang. Puyuh petelur pada hasil optimal ini jumlahnya lebih tinggi dari jumlah aktual sebesar 8. ekor atau lebih tinggi 1,9 persen. Jumlah kombinasi variabel keputusan bibit puyuh berbeda-beda setiap bulannya. Pada bulan pertama sampai bulan ketiga, jumlah bibit puyuh yang sebaiknya diproduksi adalah 551, 57, dan 59 ekor. Jumlah pada tiga bulan pertama tersebut cenderung lebih rendah dari bulan-bulan berikutnya karena pengalokasian modal untuk aktivitas puyuh petelur belum menghasilkan keuntungan. Biaya pada bulan-bulan tersebut masih lebih besar dibandingkan penerimaan. Sedangkan pada bulan ketiga dan seterusnya jumlahnya bervariasi dan mencapai jumlah tertinggi pada bulan 1. Dengan asumsi bahwa seluruh hasil produksi dapat terserap pasar, produktivitas puyuh petelur per ekor berdasarkan siklus, harga jual dan biaya produksi tidak berubah maka keuntungan yang dapat diperoleh PPBT selama setahun adalah Rp atau rata-rata per bulan adalah Rp Keuntungan rata-rata per bulan pada kondisi optimal tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan rata-rata per bulan pada kondisi aktual. Pada tiga bulan terakhir, keuntungan rata-rata per bulan adalah sebesar Rp Rata-rata tambahan keuntungan per bulan yang dapat diperoleh perusahaan dengan berproduksi pada tingkat optimal adalah sebesar Rp atau 16,49 persen dari kondisi aktual. Model program linear dan hasil olahannya pada kondisi optimal dapat dilihat pada Lampiran Analisis Dual Besarnya penggunaan input produksi dapat diketahui dari nilai slack atau surplus dan nilai shadow price. Jika nilai slack atau surplus sama dengan nol berarti sumber daya tersebut habis terpakai atau merupakan sumberdaya aktif. Sumberdaya aktif merupakan sumberdaya yang membatasi tingkat produksi optimal. Sebaliknya jika nilai slack atau surplus tidak sama dengan nol berarti sumber daya tersebut dalam jumlah berlebih atau disebut sumberdaya tidak aktif. Angka nilai slack menunjukkan jumlah berlebihan (surplus). 61

13 Dual Price menunjukkan perubahan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan bila nilai ketersediaan sumberdaya ditambahkan atau dikurangi sebesar satu satuan dalam selang peningkatan tertentu dengan parameter lain dipertahankan konstan. Nilai dual untuk sumberdaya tidak aktif adalah nol yang berarti bila ketersediaan sumberdaya tersebut ditambah atau dikurangi sebesar satu satuan keuntungan perusahaan tidak berubah. Sumberdaya aktif memiliki nilai dual tidak sama dengan nol dan dapat bernilai positif atau negatif. Slack yang bernilai nol ditunjukkan oleh sumber daya pakan pada bulan 1; modal bulan 1 sampai 9, bulan 1, dan bulan 11; serta permintaan maksimum pada bulan 1. Pada Tabel 1 ditunjukkan nilai dual price sumberdaya pakan, modal, dan permintaan maksimum. Nilai dual price tersebut menunjukkan besarnya tambahan keuntungan jika ketersediaan sumberdaya tersebut ditambah satu satuan. Tabel 1. Nilai Dual Price Pakan, Modal, dan Permintaan Maksimum Bulan Pakan Modal Permintaan Maksimum ,62,27213,52732,52732,52732,52732,52732,52732,52732,52732,,52732, ,66 Nilai slack dari fungsi kendala yang lebih dari nol menunjukkan bahwa hampir semua sumberdaya berlebih setiap bulan. Sumberdaya yang berlebih tersebut adalah kapasitas kandang, DOQ, pakan bulan 2 sampai 1, tenaga kerja, modal pada bulan 1, serta kendala permintaan maksimum bulan 1 sampai 9, 62

14 bulan 11, dan bulan 12. Apabila perusahaan menambah ketersediaan pada sumberdaya tersebut sebesar satu satuan maka perubahan tersebut tidak akan menambah keuntungan yang diperoleh. Dual price pakan pada bulan 1 merupakan terbesar di antara sumberdaya yang lain yaitu 3717,62. Artinya apabila perusahan menambah satu satuan pakan maka akan menambah keuntungan sebesar Rp 3717,62. Pakan bulan 1 menjadi kendala aktif karena jumlah ketersediaan yang lebih sedikit dari bulan-bulan berikutnya. Terbatasnya jumlah pakan layer pada bulan 1 disebabkan karena pada bulan tersebut perusahaan membeli lebih banyak pakan untuk masa starter. Pakan layer pada bulan 1 hanya dikonsumsi selama sembilan hari sehingga perusahaan hanya menyediakan sedikit. Kendala aktif lainnya adalah permintaan maksimum bulan 1 dengan nilai dual price sebesar 225,66. Nilai dual price modal yang terbesar adalah,527 yang berarti bila modal ditambah satu satuan akan menambah keuntungan sebesar Rp,527. Kendala modal aktif ada pada setiap bulan kecuali bulan 1. Pada bulan 1 terdapat slack modal sebesar Nilai slack dan nilai dual price dari setiap fungsi kendala dapat dilihat pada Tabel

15 Tabel 11. Alokasi Sumberdaya Optimal PPBT Kendala Slack or Surplus Dual Prices Kendala Slack or Surplus Dual Prices Kandang Bulan 1 83,631279, Tenaga Kerja Bulan 1 317,671722, Kandang Bulan 2 83,342499, Tenaga Kerja Bulan 2 298,285522, Kandang Bulan 3 84,25, Tenaga Kerja Bulan 3 254,5412, Kandang Bulan 4 65,55141, Tenaga Kerja Bulan 4 29,432678, Kandang Bulan 5 66,67855, Tenaga Kerja Bulan 5 28,814499, Kandang Bulan 6 65,55141, Tenaga Kerja Bulan 6 29,432678, Kandang Bulan 7 66,67855, Tenaga Kerja Bulan 7 28,814499, Kandang Bulan 8 65,55141, Tenaga Kerja Bulan 8 29,432678, Kandang Bulan 9 66,67855, Tenaga Kerja Bulan 9 28,814499, Kandang Bulan 1 54,3945, Tenaga Kerja Bulan 1 18,415146, Kandang Bulan 11 66,67855, Tenaga Kerja Bulan 11 28,814499, Kandang Bulan 12 65,694962, Tenaga Kerja Bulan ,68521, Bibit Bulan 1 85,339569, Modal Bulan 1,,27213 Bibit Bulan 2 94,5396, Modal Bulan 2,,52732 Bibit Bulan ,15391, Modal Bulan 3,,52732 Bibit Bulan ,729492, Modal Bulan 4,,52732 Bibit Bulan ,81758, Modal Bulan 5,,52732 Bibit Bulan ,729492, Modal Bulan 6,,52732 Bibit Bulan ,81758, Modal Bulan 7,,52732 Bibit Bulan ,729492, Modal Bulan 8,,52732 Bibit Bulan ,81758, Modal Bulan 9,,52732 Bibit Bulan 1 737,, Modal Bulan ,, Bibit Bulan ,81758, Modal Bulan 11,,52732 Bibit Bulan ,823242, Modal Bulan 12,,52732 Pakan Bulan 1, 3717,62793 Permintaan Bibit Bulan ,388672, Pakan Bulan ,74967, Permintaan Bibit Bulan 2 193,136719, Pakan Bulan 3 23,974854, Permintaan Bibit Bulan 3 199,63785, Pakan Bulan ,8522, Permintaan Bibit Bulan 4 744,39429, Pakan Bulan ,47322, Permintaan Bibit Bulan 5 819,23613, Pakan Bulan ,8522, Permintaan Bibit Bulan 6 744,39429, Pakan Bulan ,47322, Permintaan Bibit Bulan 7 819,23613, Pakan Bulan ,8522, Permintaan Bibit Bulan 8 744,39429, Pakan Bulan ,47322, Permintaan Bibit Bulan 9 819,23613, Pakan Bulan ,415771, Permintaan Bibit Bulan 1, 225, Pakan Bulan ,47322, Permintaan Bibit Bulan ,23613, Pakan Bulan ,376343, Permintaan Bibit Bulan ,634277, 64

16 6.5 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas memberikan penjelasan selang perubahan dari nilai koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala yang tidak mengubah hasil pemecahan optimal. Pada analisis sensitivitas pengaruh perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan, yang terdiri dari dua bagian yaitu batas maksimum dan batas minimum. Batas maksimum menunjukkan batas kenaikan (allowable increase) nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah pemecahan optimal. Sedangkan batas minimum menunjukkan batas penurunan (allowable decrese) nilai aktivitas atau kendala agar hasil pemecahan optimal tidak berubah. Aktivitas perubahan yang memiliki selang perubahan paling sempit mempunyai kepekaan paling besar untuk mengubah hasil pemecahan optimal, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan hasil pemecahan optimal, analisis sensitivitas dilakukan untuk nilai koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan menjelaskan selang perubahan nilai fungsi tujuan yang tidak mengubah hasil pemecahan optimal. Koefisien fungsi tujuan adalah keuntungan per ekor dari setiap aktivitas usahaternak. Pada analisis ini akan dilihat selang perubahan dari setiap nilai keuntungan per ekor. Kondisi aktual di lapangan seringkali tidak terduga sehingga membutuhkan analisis untuk melihat tingkat kepekaan. Misalnya adalah peningkatan salah satu komponen biaya produksi akan mengurangi nilai keuntungan. Selang perubahan nilai koefisien fungsi tujuan dapat dilihat di Tabel 12. Berdasarkan nilai sensitivitas koefisien fungsi tujuan terlihat bahwa untuk aktivitas puyuh petelur memiliki selang kepekaan yang pendek. Batas kenaikan koefisien fungsi tujuan untuk puyuh petelur adalah 592,17 sedangkan batas penurunannya sebesar 383,34. Aktivitas ini memiliki selang kepekaan sempit karena penerimaan yang rendah serta memberikan keuntungan per ekor terkecil. Walaupun demikian, produk utama dari aktivitas ini yaitu telur puyuh merupakan produk yang paling banyak diminta. PPBT bahkan belum bisa memenuhi seluruh permintaan telur yang ada. Agar solusi optimal tetap terjaga, maka perusahaan 65

17 dapat meningkatkan atau menurunkan harga jual tetapi masih dalam selang sensitivitasnya. Tabel 12. Analisis Sensitivitas Pada Koefisien Tujuan Jenis Aktivitas Puyuh petelur bulan 1 Variabel Keputusan X11 Current Coefficient Allowable Increase Allowable Decrease - 366, , , Puyuh petelur bulan 2 X12-442, , , Puyuh petelur bulan 3 X13 127, , , Puyuh petelur bulan 4 X14 263, , , Puyuh petelur bulan 5 X , , , Puyuh petelur bulan 6 X , , , Puyuh petelur bulan 7 X17 227, , , Puyuh petelur bulan 8 X , , , Puyuh petelur bulan 9 X19 127, , , Puyuh petelur bulan 1 X11 564, , , Puyuh petelur bulan 11 X , , , Puyuh petelur bulan 12 X , , , Bibit puyuh bulan 1 X21 225, , , Bibit puyuh bulan 2 X22 225, , , Bibit puyuh bulan 3 X23 225, , ,24891 Bibit puyuh bulan 4 X24 225, , ,3924 Bibit puyuh bulan 5 X25 225, , ,24891 Bibit puyuh bulan 6 X26 225, , ,3924 Bibit puyuh bulan 7 X27 225, , ,24891 Bibit puyuh bulan 8 X28 225, , ,3924 Bibit puyuh bulan 9 X29 225, , ,24891 Bibit puyuh bulan 1 X21 225, INFINITY 225, Bibit puyuh bulan 11 X , , ,24891 Bibit puyuh bulan 12 X , , ,

18 Bibit puyuh memiliki selang kepekaan yang bervariasi setiap bulannya. Aktivitas bibit puyuh pada bulan 1 memiliki selang kepekaan yang sempit di antara bulan lainnya dengan batas kenaikan 894,47 dan batas penurunan 686,96. Pada bulan 1, bibit puyuh memiliki selang kepekaan yang panjang karena batas kenaikan memiliki nilai tidak terbatas. Nilai koefisien fungsi tujuan variabel bibit puyuh ditambah sampai berapa pun tidak akan mengubah solusi optimal. Tetapi penurunan keuntungan tidak boleh lebih dari 225,67 agar tidak mengubah olusi optimal Analisis Sensitivitas Nilai Ruas Kanan Kendala Analisis sensitivitas ruas kanan kendala menunjukkan besarnya perubahan ketersediaan sumberdaya yang masih diizinkan agar tidak menyebabkan perubahan nilai dual price di hasil perhitungan awal. Kepekaan tersebut dapat dilihat pada nilai allowable increase dan allowable decrease. Pada analisis ini, apabila perubahan yang terjadi masih dalam selang kepekaan, maka kombinasi jumlah aktivitas setiap jenis puyuh dalam perencanaan produksi tidak akan mengalami perubahan. Jika nilai ruas kanan berada di luar selang kepekaan tersebut, maka komposisi perencanaan produksi akan berubah. Analisis sensitivitas pada nilai ruas kanan kendala dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil analisis tersebut, sumberdaya yang memiliki selang kepekaan terbatas yaitu pakan pada bulan 1; modal pada bulan 1 sampai 9, modal bulan 11, dan modal bulan 12; serta permintaan maksimum bulan 1. Masingmasing sumberdaya tersebut memiliki nilai batas kenaikan dan nilai batas penurunan. Jika terjadi penambahan atau pengurangan di luar selang akan menyebabkan perubahan nilai dual pricenya. Sumberdaya lain selain yang telah disebutkan di atas memiliki selang kepekaan yang panjang. Hal ini disebabkan nilai batas kenaikan merupakan nilai yang tidak terhingga. Artinya kenaikan nilai ruas kanan sebesar apapun tidak akan mengubah nilai dual price dan tidak akan mengubah pemecahan optimal. Sedangkan batas penurunan memiliki nilai yang bervariasi dengan batas penurunan paling tinggi ada pada sumberdaya modal. 67

19 Tabel 13. Analisis Sensitivitas pada Nilai Ruas Kanan Kendala (RHS) Kendala Current Coefficient Allowable Increase Allowable Decrease Kendala Current Coefficient Allowable Increase Allowable Decrease Kandang 1 225, INFINITY 83,631279TK 1 624, INFINITY 317, Kandang 2 225, INFINITY 83,342499TK 2 624, INFINITY 298, Kandang 3 225, INFINITY 84,25TK 3 624, INFINITY 254,5412 Kandang 4 225, INFINITY 65,55141TK 4 624, INFINITY 29, Kandang 5 225, INFINITY 66,67855TK 5 624, INFINITY 28, Kandang 6 225, INFINITY 65,55141TK 6 624, INFINITY 29, Kandang 7 225, INFINITY 66,67855TK 7 624, INFINITY 28, Kandang 8 225, INFINITY 65,55141TK 8 624, INFINITY 29, Kandang 9 225, INFINITY 66,67855TK 9 624, INFINITY 28, Kandang 1 225, INFINITY 54,3945TK 1 624, INFINITY 18, Kandang , INFINITY 66,67855TK11 624, INFINITY 28, Kandang , INFINITY 65,694962TK12 624, INFINITY 195,68521 Bibit 1 1, INFINITY 85,339569Modal 1 35, , ,5 Bibit 2 1, INFINITY 94,5396Modal 2 2, , ,25 Bibit 3 1, INFINITY 9464,15391Modal 3 2, , , Bibit 4 1, INFINITY 8152,729492Modal 4 25, , ,5 Bibit 5 1, INFINITY 8231,81758Modal 5 25, , , Bibit 6 1, INFINITY 8152,729492Modal 6 25, , ,5 Bibit 7 1, INFINITY 8231,81758Modal 7 25, , , Bibit 8 1, INFINITY 8152,729492Modal 8 25, , ,5 Bibit 9 1, INFINITY 8231,81758Modal 9 25, , , Bibit 1 1, INFINITY 737,Modal 1 25, INFINITY , Bibit 11 1, INFINITY 8231,81758Modal 11 25, , , Bibit 12 1, INFINITY 8162,823242Modal 12 25, , , Pakan 1 16, 256, ,63942Permintaan 1 25, INFINITY 1949, Pakan 2 685, INFINITY 1981,74967Permintaan 2 25, INFINITY 193, Pakan 3 685, INFINITY 23,974854Permintaan 3 25, INFINITY 199,63785 Pakan 4 685, INFINITY 1545,8522Permintaan 4 25, INFINITY 744,39429 Pakan 5 685, INFINITY 1573,47322Permintaan 5 25, INFINITY 819,23613 Pakan 6 685, INFINITY 1545,8522Permintaan 6 25, INFINITY 744,39429 Pakan 7 685, INFINITY 1573,47322Permintaan 7 25, INFINITY 819,23613 Pakan 8 685, INFINITY 1545,8522Permintaan 8 25, INFINITY 744,39429 Pakan 9 685, INFINITY 1573,47322Permintaan 9 25, INFINITY 819,23613 Pakan 1 685, INFINITY 1272,415771Permintaan 1 25, 3357, , Pakan , INFINITY 1573,47322Permintaan 11 25, INFINITY 819,23613 Pakan , INFINITY 1549,376343Permintaan 12 25, INFINITY 753,

20 6.6 Analisis Post Optimal Analisis post optimal dilakukan untuk mencari kemungkinankemungkinan dan besarnya perubahan pada solusi optimal atau nilai dual jika terjadi perubahan pada koefisien nilai fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala. Pada penelitian yang dilakukan, akan dilakukan analisis pasca optimal dengan skenario kenaikan harga pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam usahaternak, sehingga sangat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Kenaikan harga pakan yang dipakai dalam analisis adalah kenaikan pakan layer sebesar Rp 19 per kilogram atau sebesar 5,5 persen dari harga semula. Perubahan harga input produksi dapat mengubah koefisien fungsi tujuan dikarenakan biaya per ekor setiap jenis puyuh akan meningkat sedangkan penerimaan tetap. Perubahan koefisien fungsi tujuan tersebut mempengaruhi kombinasi aktivitas puyuh petelur dan bibit puyuh. Jumlah aktivitas puyuh petelur mengalami penurunan menjadi ekor atau menurun 22,2 persen dari kondisi optimal. Sedangkan aktivitas bibit puyuh mengalami peningkatan di masingmasing bulan. Peningkatan ini disebabkan bibit puyuh tidak terlalu membutuhkan banyak pakan layer dalam satu periode aktivitasnya, sedangkan puyuh petelur membutuhkan pakan layer lebih banyak. Keuntungan total yang diterima perusahaan selama satu tahun untuk skenario ini lebih rendah dibandingkan dengan solusi optimal awal. Jumlah keuntungan pasca optimal adalah sebesar Rp Selisihnya dengan keuntungan optimal adalah Rp atau menurun 7,31 persen. Penurunan ini dikarenakan alokasi dana yang harus dikeluarkan untuk produksi jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya. Kombinasi produksi setelah diterapkannya skenario ini dapat dilihat pada Tabel

21 Tabel 14. Kombinasi Jumlah Setiap Jenis Ternak Selama Setahun Pasca Optimal (ekor) Variabel Keputusan Bulan Puyuh Petelur Bibit Puyuh

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang,

Lebih terperinci

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL 7.1 Keputusan Produksi Aktual Keputusan produksi aktual adalah keputusan produksi yang sudah terjadi di P4S Nusa Indah. Produksi aktual di P4S Nusa Indah pada

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Sistem Produksi Secara umum produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan Marbella Bakery merupakan salah satu produsen roti di Jakarta Timur khususnya di sekitar kelurahan Pekayon. Usaha ini didirikan oleh Bapak J. Hoeru

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berlokasi di Jl. Raya Rancamaya Rt 01/01, Kampung Rancamaya Kidul, Desa Rancamaya,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rinadya Yoghurt yang berlokasi di Bukit Asri Ciomas Blok A5 No. 9, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010. Lokasi penelitian berada di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali (Peta lokasi kantor PT Perikanan

Lebih terperinci

Formulasi dengan Lindo. Dasar-dasar Optimasi. Hasil dengan Lindo 1. Hasil dengan Lindo 2. Interpretasi Hasil. Interpretasi Hasil.

Formulasi dengan Lindo. Dasar-dasar Optimasi. Hasil dengan Lindo 1. Hasil dengan Lindo 2. Interpretasi Hasil. Interpretasi Hasil. Formulasi dengan Lindo Dasar-dasar Optimasi Optimasi Linier Interpretasi Hasil Lindo diambil dari buku Introduction to Operations Research, Sixth Edition, Frederick S Hillier, Gerald J Lieberman, McGraw-Hill,

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING VII ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING 7.1. Penentuan Model Linear Programming Produksi Tempe Dampak kenaikan harga kedelai pada pengrajin tempe skala kecil, menengah, dan besar dianalisis dengan menggunakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina PTPN IV Medan, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

Dasar-dasar Optimasi

Dasar-dasar Optimasi Dasar-dasar Optimasi Optimasi Linier Interpretasi Hasil Lindo diambil dari buku Introduction to Operations Research, Sixth Edition, Frederick S. Hillier, Gerald J. Lieberman, McGraw-Hill, Inc., International

Lebih terperinci

Dualitas Dalam Model Linear Programing

Dualitas Dalam Model Linear Programing Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c Dualitas Dalam Model Linear Programing Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi KONSEP

Lebih terperinci

VI. ANALISIS OPTIMALISASI PRODUKSI BENIH IKAN HIAS AIR TAWAR PADA TAUFAN S FISH FARM

VI. ANALISIS OPTIMALISASI PRODUKSI BENIH IKAN HIAS AIR TAWAR PADA TAUFAN S FISH FARM VI. ANALISIS OPTIMALISASI PRODUKSI BENIH IKAN HIAS AIR TAWAR PADA TAUFAN S FISH FARM 6.1 Perumusan Model Untuk merumuskan model interger programming, tahap awal yang dilakukan adalah merumuskan fungsi

Lebih terperinci

Dualitas Dalam Model Linear Programing

Dualitas Dalam Model Linear Programing Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c Dualitas Dalam Model Linear Programing Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi KONSEP

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

Analisis Sensitifitas DALAM LINEAR PROGRAMING

Analisis Sensitifitas DALAM LINEAR PROGRAMING Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c Analisis Sensitifitas DALAM LINEAR PROGRAMING Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Magister Agribisnis Universitas Jambi Suatu analisis

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI MENGGUNAKAN MODEL LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus : Usaha Kecil Menengah Kue Semprong)

OPTIMALISASI PRODUKSI MENGGUNAKAN MODEL LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus : Usaha Kecil Menengah Kue Semprong) OPTIMALISASI PRODUKSI MENGGUNAKAN MODEL LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus : Usaha Kecil Menengah Kue Semprong) Ai Nurhayati 1, Sri Setyaningsih 2,dan Embay Rohaeti 2. Program Studi Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Desa Sukadamai Usaha peternakan ayam ras petelur ini terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Desa Sukadamai merupakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

03 2- OPTIMALISASI PRODUKSI IKAN HIAS DI MIRANTI AQUARIUM DESA CILUAR, KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT AKHMAD MUHARRAM

03 2- OPTIMALISASI PRODUKSI IKAN HIAS DI MIRANTI AQUARIUM DESA CILUAR, KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT AKHMAD MUHARRAM 03 2- OPTIMALISASI PRODUKSI IKAN HIAS DI MIRANTI AQUARIUM DESA CILUAR, KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT AKHMAD MUHARRAM PROGRAM STUD1 MANAJEMEN BI'SNIS DAN EKONOMI PERIKANAN- KELAUTAN DEPARTEMEN SOSIAL

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kelayakan usaha peternakan ayam ras petelur dari segi keuangan. Analisis finansial digunakan

Lebih terperinci

Metode Simpleks M U H L I S T A H I R

Metode Simpleks M U H L I S T A H I R Metode Simpleks M U H L I S T A H I R PENDAHULUAN Metode Simpleks adalah metode penentuan solusi optimal menggunakan simpleks didasarkan pada teknik eliminasi Gauss Jordan. Penentuan solusi optimal dilakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Produksi Menurut Salvatore (2001), produksi merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumberdaya menjadi output berupa barang atau

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha Peternakan puyuh Bintang Tiga (PPBT) merupakan salah satu peternakan puyuh petelur di Kabupaten Bogor, yang berlokasi di Jalan KH. Abdul Hamid

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Fakultas Pertanian Unlam ABSTRACT

Fakultas Pertanian Unlam ABSTRACT Optimalisasi Kombinasi Cabang Usahatani Tanaman Pangan untuk Memperoleh Pendapatan Maksimum di Wilayah Transmigrasi Km 38 Kelurahan Sei Gohong Kecamatan Bukit Batu Provinsi Kalimantan Tengah Masniati,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI INPUT PRODUKSI PADA KEGIATAN BUDIDAYA UDANG VANAME

OPTIMALISASI INPUT PRODUKSI PADA KEGIATAN BUDIDAYA UDANG VANAME Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1): 39 49 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 39 OPTIMALISASI INPUT PRODUKSI PADA KEGIATAN BUDIDAYA UDANG

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Dalam setiap perusahaan berusaha untuk menghasilkan nilai yang optimal dengan biaya tertentu yang dikeluarkannya. Proses penciptaan nilai yang optimal dapat

Lebih terperinci

Pemrograman Linier (6)

Pemrograman Linier (6) Pemrograman Linier (6) Analisa Sensitivitas Ahmad Sabri Universitas Gunadarma, Indonesia Analisa sensitivitas: pengertian Dalam PL, parameter (data input) dari model dapat diubah dalam batasan tertentu,

Lebih terperinci

LINDO. Lindo dapat digunakan sampai dengan 150 kendala dan 300 variabel

LINDO. Lindo dapat digunakan sampai dengan 150 kendala dan 300 variabel LINDO Pegertian: Lindo (Linear Interactive Discrete Optimize) adalah paket program siap pakai yang digunakan untuk memecahkan masalah linear, integer dan quadratic programming. Kemampuan: Lindo dapat digunakan

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Lebih terperinci

penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN

penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Persoalan Penggunaan Energi Memasak Dari komposisi penggunaan energi yang ditampilkan pada Gambar 1, terlihat energi yang paling banyak digunakan dalam rumah tangga untuk

Lebih terperinci

Fungsi kendala tidak hanya dibentuk oleh pertidaksamaan tetapi juga oleh pertidaksamaan dan/atau persamaan =. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan

Fungsi kendala tidak hanya dibentuk oleh pertidaksamaan tetapi juga oleh pertidaksamaan dan/atau persamaan =. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan Fungsi kendala tidak hanya dibentuk oleh pertidaksamaan tetapi juga oleh pertidaksamaan dan/atau persamaan =. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan mempunyai variabel surplus, tidak ada variabel slack.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode-metode ilmiah dari teori-teori yang digunakan dalam penyelesaian persoalan untuk menentukan model program linier dalam produksi.. 2.1 Teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA AGROINDUSTRI TAHU DI KOTA PEKANBARU

OPTIMALISASI USAHA AGROINDUSTRI TAHU DI KOTA PEKANBARU OPTIMALISASI USAHA AGROINDUSTRI TAHU DI KOTA PEKANBARU Akhmad Sarifudin, Djaimi Bakce, Evy Maharani Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 085271968335; Email: akhmad_agb08@yahoo.com ABSTRACT The purpose

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam

ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam VI ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK 6.1. Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam Sebagian besar usaha ternak ayam buras petelur yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 1) Kondisi sosial dari masyarakat setempat dengan tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum.

II TINJAUAN PUSTAKA. 1) Kondisi sosial dari masyarakat setempat dengan tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Puyuh Puyuh termasuk dalam klasifikasi bangsa burung. Ciri-ciri umumnya adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dapat diadu, dan bersifat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat terutama kebutuhan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Karehkel yang berada di wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Objek penelitian ini

Lebih terperinci

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung PRISMA (08) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung Ulfasari Rafflesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill Petunjuk Sitasi: Pasaribu, M. F., & Puspita, R. (2017). Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. kali makanan utama dan tiga kali makanan antara/kudapan (snack) dengan jarak

BAB III PEMBAHASAN. kali makanan utama dan tiga kali makanan antara/kudapan (snack) dengan jarak BAB III PEMBAHASAN A. Perencanaan Menu Diet Diabetes Mellitus Diet DM di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta diberikan dengan cara tiga kali makanan utama dan tiga kali makanan antara/kudapan (snack) dengan

Lebih terperinci

Jurnal Agri Sains Vol, 1 No.02 (2017) Optimasi Produksi Crude Palm Oil (cpo) Dan Inti Sawit (Kernel) Studi Kasus PT. Mega Sawindo Perkasa

Jurnal Agri Sains Vol, 1 No.02 (2017) Optimasi Produksi Crude Palm Oil (cpo) Dan Inti Sawit (Kernel) Studi Kasus PT. Mega Sawindo Perkasa JAS Jurnal Agri Sains Vol, 1 No.02 (2017) e-issn :2581-0227 http://ojs.umb-bungo.ac.id/index.php/jas/index Optimasi Produksi Crude Palm Oil (cpo) Dan Inti Sawit (Kernel) Studi Kasus PT. Mega Sawindo Perkasa

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan 19 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pusat Pembibitan Puyuh Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pusat pembibitan ini terdiri atas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 48 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah Umum Perusahaan AAPS merupakan perusahaan agribisnis yang bergerak dalam peternakan ayam ras petelur. AAPS berdiri pada tahun 2002 dengan skala usaha yang relatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN OPTIMASI PENGADAAN SAYURAN ORGANIK. : Optimasi Pengadaan Sayuran Organik

PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN OPTIMASI PENGADAAN SAYURAN ORGANIK. : Optimasi Pengadaan Sayuran Organik LAMPIRAN 98 99 Lampiran 1. Panduan Wawancara PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN OPTIMASI PENGADAAN SAYURAN ORGANIK Nama Mahasiswa : Prestilia Ningrum NPM : 150310080098 Jurusan Hal Sumber Informasi : Agribisnis

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini berdiri pada tahun 2001 dengan pengusahaan pada berbagai komoditi pertanian seperti budidaya ikan, budidaya manggis, budidaya pepaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

VI ANALISIS OPTIMALISASI PRODUKSI TANAMAN HIAS UNTUK VEGA PADA PT GODONGIJO ASRI

VI ANALISIS OPTIMALISASI PRODUKSI TANAMAN HIAS UNTUK VEGA PADA PT GODONGIJO ASRI VI ANALISIS OPTIMALISASI PRODUKSI TANAMAN HIAS UNTUK VEGA PADA PT GODONGIJO ASRI 6.1 Perumusan Model Analisis optimalisasi produksi tanaman hias untuk VEGA pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana CV. Usaha Unggas dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Penilaian layak atau tidak usaha tersebut dari

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pada sayuran organik PT. Masada Organik Indonesia secara optimal. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. pada sayuran organik PT. Masada Organik Indonesia secara optimal. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah pola pengadaan dan tingkat pengadaan pada sayuran organik PT. Masada Organik Indonesia secara optimal. Penelitian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

Lecture 3: Graphical Sensitivity Analysis

Lecture 3: Graphical Sensitivity Analysis Lecture 3: Meskipun Program Linear dianggap sebagai model yang deterministic (koefisien-koefisiennya dianggap sudah pasti, konstan, sehingga nilainilai peubah dapat diperkirakan dengan kepastian tinggi;

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat

1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat 1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ayam ras petelur merupakan hewan yang populer untuk diternakkan di Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat

Lebih terperinci

2. Metode MODI (Modified Distribution) / Faktor Pengali (Multiplier)

2. Metode MODI (Modified Distribution) / Faktor Pengali (Multiplier) 2. Metode MODI (Modified Distribution) / Faktor Pengali (Multiplier) Metode MODI disebut juga metode Faktor Pengali atau Multiplier. Cara iterasinya sama seperti Metode Batu Loncatan. Perbedaan utama terjadi

Lebih terperinci

PENERAPAN PROGRAM LINIER DALAM OPTIMASI BIAYA PAKAN IKAN DENGAN METODE SIMPLEKS (STUDI KASUS PT. INDOJAYA AGRINUSA MEDAN)

PENERAPAN PROGRAM LINIER DALAM OPTIMASI BIAYA PAKAN IKAN DENGAN METODE SIMPLEKS (STUDI KASUS PT. INDOJAYA AGRINUSA MEDAN) PENERAPAN PROGRAM LINIER DALAM OPTIMASI BIAYA PAKAN IKAN DENGAN METODE SIMPLEKS (STUDI KASUS PT. INDOJAYA AGRINUSA MEDAN) Beby Sundary (1011297) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Biaya Produksi Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk dengan penambahan biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Operation Research (OR) digunakan dalam penyelesaian masalahmasalah manajemen untuk meningkatkan produktivitas, atau efisiensi. Metode dalam Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usaha ternak ayam adalah usaha yang membudidayakan ayam ras pedaging probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Optimalisasi Distribusi Sistem distribusi adalah cara yang ditempuh atau digunakan untuk menyalurkan barang dan jasa dari produsen

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

Tipe Kandang Itik TIPE KANDANG ITIK. Dalam budidaya itik dikenal 3 tipe kandang. 60 cm. 60 cm

Tipe Kandang Itik TIPE KANDANG ITIK. Dalam budidaya itik dikenal 3 tipe kandang. 60 cm. 60 cm 60 cm 1 TIPE KANDANG ITIK Tipe Kandang Itik Dalam budidaya itik dikenal 3 tipe kandang. Kandang baterai Di kandang baterai, setiap 1 kandang hanya dihuni seekor itik dewasa. Ukuran kandang sekitar 50 cm

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR Abel Gandhy 1 dan Dicky Sutanto 2 Surya University Tangerang Email: abel.gandhy@surya.ac.id ABSTRACT The

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

E

E Jl. Raya Loji Km.35 Jatiwangi 45454 Majalengka Telp & Fax : (0233) 88622 Titik Koordinat : 6 0 43 32.35 S08 0 6 40.7 E Email : bpptujatiwangi@yahoo.co.id Tugas Pokok & Fungsi Sesuai dengan Peraturan Gubernur

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai program linear, konsep himpunan fuzzy, program linear fuzzy dan metode Mehar untuk membahas penyelesaian masalah fuzzy linear programming untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Puyuh Betina (Cortunix cortunix japonica) dilaksanakan pada Oktober

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh II. ABSTRAKS Persaingan dunia bisnis semakin merajalela, mulai dari sektor peternakan, material, bahkan hingga teknologi. Indonesia adalah salah satu negara yang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

Manajemen Sains. Analisis Sensitivitas. Eko Prasetyo Teknik Informatika Univ. Muhammadiyah Gresik 2011

Manajemen Sains. Analisis Sensitivitas. Eko Prasetyo Teknik Informatika Univ. Muhammadiyah Gresik 2011 Manajemen Sains Analisis Sensitivitas Eko Prasetyo Teknik Informatika Univ. Muhammadiyah Gresik 2011 Pengertian Dalam pemrograman linier, parameter (data masukan) dari model dapat berubah dalam batas tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan produk yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan produk yang telah ditetapkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan produksi adalah suatu kegiatan yang berkenaan dengan penentuan apa yang harus diproduksi, berapa banyak diproduksi dan sumber daya apa yang dibutuhkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI BUNGA POTONG PADA PRI S FARM KECAMATAN CARINGIN BOGOR. Oleh : Mubarak Ahmad Silalahi A

OPTIMALISASI PRODUKSI BUNGA POTONG PADA PRI S FARM KECAMATAN CARINGIN BOGOR. Oleh : Mubarak Ahmad Silalahi A OPTIMALISASI PRODUKSI BUNGA POTONG PADA PRI S FARM KECAMATAN CARINGIN BOGOR Oleh : Mubarak Ahmad Silalahi A14102118 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 53

Lebih terperinci