PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA"

Transkripsi

1 PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kota Jakarta ini adalah karya saya dengan petunjuk dan arahan dari pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber yang tercantum dalam skripsi ini baik berupa data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum pada daftar pustaka di bagian akhir dari skripsi ini. Bogor, Maret 2013 Nefalianti Destriana NRP A

3 RINGKASAN NEFALIANTI DESTRIANA. Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kawasan Kota Jakarta. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN. Jakarta merupakan ibukota dari negara Indonesia. Jumlah penduduk Jakarta semakin lama semakin meningkat menyebabkan perubahan fisik kota Jakarta yang semakin lama semakin berkembang pula. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka persaingan kebutuhan manusia terhadap lahan pun semakin tinggi. Namun, kondisi tersebut tidak diimbangi oleh penyedian lahan yang memadai sehingga menyebabkan sebagian besar area terbuka hijau di kota Jakarta sudah banyak berubah menjadi area komersil seperti CBD, industri, pemukiman dan lain sebagainya. Padahal fungsi RTH diperkotaan salah satunya dapat merekayasa iklim mikro disekitarnya. Berbagai permasalahan timbul sebagai dampak dari adanya hal tersebut. Salah satunya adalah penurunan kualitas lingkungan kota karena pembangunan yang dilakukan pada kawasan kota lebih menekankan pada dimensi ekonomi daripada dimensi ekologi. Dengan keadaan seperti itu, kondisi Jakarta saat ini tidak begitu nyaman untuk dihuni sehingga perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan pada setiap struktur RTH (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda di kota Jakarta untuk mengetahui sejauh mana pengaruh keberadaan RTH diperkotaan. Penelitian ini dilakukan di kota Jakarta dari bulan April hingga Oktober Pada penelitian ini terlebih dahulu mengidentifikasi keadaan penutupan lahan kota Jakarta. Penutupan lahan itu sendiri diperoleh dari data citra satelit landsat 7 +ETM akuisisi tanggal 28 Agustus dan 13 September 2011 yang telah di olah dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG) dengan bantuan software Arc GIS dan ERDAS Imagine 9.1 sehingga dihasilkan peta penutupan lahan. Setelah mengambil GCP (Ground Control Point) yang diambil menyebar menggunakan GPS di beberapa titik di seluruh wilayah Jakarta didapatkan hasil akurasi peta penutupan lahan DKI Jakarta tahun 2011 sebesar 87,10 %, Akurasi sudah > 70 % artinya peta dapat digunakan dalam penelitian. Pada peta penutupan lahan terlihat luas ruang terbangun di kota Jakarta sebesar 88,63 % dari total seluruh wilayah Jakarta, luas ruang terbuka hijau sebesar 10,03 % dan sisanya berupa badan air dengan luas 1,34 % saja. Kemudian, peta penutupan lahan tersebut di overlay dengan peta penggunaan lahan yang di dapatkan dari Bappeda DKI Jakarta sehingga didapatkan empat kawasan yang cocok dilakukan pengukuran iklim mikro. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada kawasan taman kota, CBD, Perumahan dan kawasan industri. Pengukuran dilakukan pada saat cuaca cerah yaitu pada pukul WIB dengan menggunakan alat pengukur iklim mikro Heavy Weather yaitu di saat suhu udara memilki nilai paling tinggi. Pada masing-masing land use dilakukan pengukuran struktur RTH pohon, semak dan rumput dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali pada hari yang berbeda. Setelah didapatkan hasil data pengukuran masing-masing selama 3 hari pada setiap land use baik CBD, industri, perumahan dan taman kota, data iklim mikro dianalisis untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro

4 serta menghitung kenyamanan iklim mikro menggunakan THI (Temperature Humidity Indeks). Suatu tempat termasuk kategori nyaman jika memilki nilai THI < 27. Tahapan penelitian terdiri dari pengolahan data citra, penentuan lokasi pengambilan data, pengambilan data dilapangan, pengolahan data dan analisis dan hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi RTH pada setiap land use secara deskriptif berdasarkan hasil analisis statistik dan analisis THI. Berdasarkan analisis pengaruh struktur RTH pada masing-masing land use diketahui bahwa setiap struktur RTH pohon, semak dan rumput mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap iklim mikro disekitarnya sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pohon, semak dan rumput. Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik menggunakan uji T one way yang menyatakan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi RTH berbeda secara nyata pada taraf 5 %. Hal ini disebabkan kondisi masing-masing land use yang berbeda, jenis vegetasi dan karakteristiknya yang berbeda pula. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan pada setiap land use, struktur vegetasi yang paling efektif dalam memberikan kenyamanan pada setiap land use adalah pohon. Pohon memiliki suhu udara paling rendah dan kelembaban paling tinggi bila dibandingkan dengan semak dan rumput. Sedangkan berdasarkan nilai THI, keempat land use berada pada kategori tidak nyaman karena suhu udara pada semua land use berkisar antara 30,3 ºC- 37,9 ºC, sedangkan untuk kelembaban udara berkisar antara 51,0 61,0 %. Nilai THI tertinggi terdapat pada kawasan industri dengan nilai THI berkisar antara 31,1-34,2 dan nilai THI terendah berada pada kawasan taman kota dengan nilai berkisar antara 27,9-32,0. Hal ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang menyebabkan perbedaan iklim mikro pada setiap land use berbeda. Setelah dilakukan analisis, dapat diketahui struktur vegetasi pohon yang paling efektif mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada setiap land use. Maka berdasarkan hal tersebut, disusun rekomendasi yang dapat membantu meningkatkan kualitas iklim mikro pada setiap land use berbeda sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna kawasan. Rekomendasi berupa saran mengenai RTH yang sesuai dan dapat diterapkan sebagai upaya dalam memperbaiki kualitas iklim mikro setiap land use. Kata Kunci : Kota, Sistem Informasi Geografi (SIG), Land Use, Ruang Terbuka Hijau, Struktur Ruang Terbuka Hijau, Iklim Mikro

5 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizikan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

6 PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPERTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

7 Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kota Jakarta Nama : Nefalianti Destriana NRP : A Departemen : Arsitektur Lanskap Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Tanggal Lulus:

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunianya skripsi yang berjudul Pengaruh struktur vegetasi terhadap ikim mikro di berbagai land use di kota Jakarta ini dapat selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dari hasil penelitian yang dilakukan penulis sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, Msi selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga selesainya skripsi ini; 2. Ir. Qodarian Pramukanto, MSi dan Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr selaku dosen penguji atas saran dan kritiknya; 3. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu penulis dalam kegiatan perkuliahan; 4. kedua orang tua, M. Fathoni dan Nurhayati, serta kakak Adelina Melinda dan adik Aditya Nugraha atas dukungan moral dan doa yang telah diberikan kepada penulis; 5. kak Nana, kak Reza, kak Irham dan ka Mahdi dari himpunan Departemen KSHE (Konservasi Hutan dan Ekowisata) yang telah membantu belajar software pendukung penelitian; 6. teman-teman sebimbingan Desti Firza M, Cherish N Ainy, Anggi AF, Salwa Edi serta Grace Mutiara Lauren dan Dodo Aprilianda atas motivasi dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian; 7. teman-teman Arsitektur Lanskap 45 yang telah menjadi teman penulis selama ini. Bogor, Maret 2013 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Nefalianti Destriana dilahirkan di Kuningan pada tanggal 19 September 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan M. Fathoni dan Nurhayati. Pada tahun 1994, penulis mengawali pendidikan formal di TK Bhayangkari, Ciawigebang, Kuningan. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan di SDN 1 Ciawigebang, Kuningan. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan di SMPN 1 Ciawigebang, Kuningan, kemudian pada tahun 2004 pindah sekolah dan meneruskan jenjang pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Tanjungsari, Sumedang. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Tanjungsari, Sumedang dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap) dan penulis pernah mengikuti beberapa kepanitian yang berhubungan dengan organisasi tersebut, penulis juga sebagai anggota klub fotografi di HIMASKAP Photography Club (HPC) pada tahun Selain organisasi, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Teknik Penulisan Ilmiah (ARL398), Analisis Tapak (ARL310) dan asisten pembantu praktikum Pelestarian Lanskap Sejarah dan Budaya (ARL311) di Departemen Arsitektur Lanskap.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Kerangka Pikir Penelitian... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkotaan Ruang Terbuka Hijau Hubungan Vegetasi dengan Suhu Udara Penutupan dan Penggunaan Lahan Taman Kota Permukiman CBD (Central Business Distric) Industri SIG (Sistem Informasi Geografi) Iklim Mikro Suhu Udara Kelembaban Udara BAB 3 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Batasan Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Data Penelitian Tahapan Penelitian... 20

11 3.5.1 Persiapan Penelitian Pengumpulan Data Pengolahan Citra Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Lokasi dan titik Pengambilan Data Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Perumahan Pemilihan Lokasi Pengambilan Data CBD Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Industri Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Taman Kota Pemilihan Titik Pengambilan Data pada Struktur Vegetasi Variabel yang di Ukur Metode Pengukuran Pengolahan Data dan Analisis Rekomendasi BAB 4 KONDISI UMUM KOTA JAKARTA Profil Wilayah Kota Jakarta Kondisi Fisik Lingkungan Topografi Iklim Geologi Penduduk Penutupan Lahan Perekonomian Pola Sebaran Kegiatan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan DKI Jakarta Tahun

12 5.2 Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land Use Iklim Mikro Kawasan Taman kota Iklim Mikro Kawasan Central Bussiness Distrit (CBD) Iklim Mikro Kawasan Perumahan Iklim Mikro Kawasan Industri Analisis Iklim Mikro Berdasarkan Struktur Vegetasi pada Berbagai Land Use Analisis Iklim Mikro Pohon pada Berbagai Land Use Analisis Iklim Mikro Semak pada Berbagai Land Use Analisis Iklim Mikro Rumput pada Berbagai Land Use Analisis Kenyamanan BAB 6 PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 75

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian Tabel 2 Data yang Digunakan Tabel 3 Pemilihan Lokasi Perumahan Tabel 4 Pemilihan Lokasi CBD Tabel 5 Pemilihan Lokasi Industri Tabel 6 Pemilihan Lokasi Taman Kota Tabel 7 Hari Pengambilan Data Tabel 8 Luas Wilayah Administratif DKI Jakarta Tabel 9 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tabel 10 Penggunaan Lahan DKI Jakarta Tabel 11 Proporsi Luas RTH di Empat Lokasi Pengambilan Data Tabel 12 Hasil Pengukuran THI (Temperature Humidity Indeks) xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian... 5 Gambar 2 Peta Administrasi DKI Jakarta Gambar 3 Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather Gambar 4 Tahapan Pengolahan Data Citra Gambar 5 Tahapan Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Gambar 6 Peta Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Gambar 7 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Perumahan Gambar 8 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan CBD Gambar 9 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Industri Gambar 10 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Taman Kota Gambar 11 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Taman Kota dan CBD Gambar 12 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Perumahan dan Industri Gambar 13 Hasil Tabel Anova dalam Uji-T Gambar 14 Kondisi Topografis DKI Jakarta Gambar 15 Grafik Suhu Udara DKI Jakarta Tahun Gambar 16 Grafik Kelembaban Udara DKI Jakarta Tahun Gambar 17 Contoh Lokasi Penutupan Kategori RTH Gambar 18 Contoh Lokasi Penutupan Lahan Terbangun Gambar 19 Contoh Lokasi Penutupan Kategori Badan Air Gambar 20 Luas Penutupan Lahan DKI Jakarta Tahun Gambar 21 Peta Penutupan Lahan Kota Jakarta Gambar 22 Grafik Suhu Udara pada Kawasan Taman Kota Gambar 23 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Taman Kota Gambar 24 Grafik Suhu Udara pada Kawasan CBD Gambar 25 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan CBD Gambar 26 Grafik Suhu Udara pada Kawasan Perumahan xiv

15 Gambar 27 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Perumahan Gambar 28 Grafik Suhu Udara pada Kawasan Industri Gambar 29 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Industri Gambar 30 Grafik Suhu Udara Dibawah Naungan Pohon Gambar 31 Grafik Kelembaban Udara Dibawah Naungan Pohon Gambar 32 Grafik Suhu Udara Dibawah Naungan Semak Gambar 33 Grafik Kelembaban Udara Dibawah Naungan Semak Gambar 34 Grafik Suhu Udara pada Rumput Gambar 35 Grafik Kelembaban Udara pada Rumput xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM Lampiran 2 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Taman Kota Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan CBD Lampiran 4 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Perumahan Lampiran 5 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan Industri Lampiran 6 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi Kawasan Taman Suropati Lampiran 7 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi Kawasan CBD Cempaka Putih Lampiran 8 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi Kawasan Perumahan Metland Menteng Lampiran 9 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi Kawasan JIEP Lampiran 10 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Pohon Lampiran 11 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Semak Lampiran 12 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Rumput Lampiran 13 Peta Sebaran RTH di DKI Jakarta Lampiran 14 Peta Sebaran CBD di DKI Jakarta Lampiran 15 Peta Sebaran Perumahan di DKI Jakarta Lampiran 16 Peta Sebaran Industri di DKI Jakarta Lampiran 17 Peta Lokasi Taman Suropati Lampiran 18 Peta Lokasi Kawasan CBD Cempaka Putih Lampiran 19 Peta Lokasi Perumahan Metland Menteng Lampiran 20 Peta Lokasi Jakarta Industrial Estate Pulogadung Lampiran 21 RTRW Kotamadya Jakarta Pusat Lampiran 22 RTRW Kotamadya Jakarta Utara Lampiran 23 RTRW Kotamadya Jakarta Barat Lampiran 24 RTRW Kotamadya Jakarta Selatan Lampiran 25 RTRW Kotamadya Jakarta Timur xvi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hampir setiap kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan. Salah satu kota yang mengalami hal tersebut adalah kota Jakarta. Jakarta merupakan ibukota dari negara Indonesia, luas wilayahnya sekitar km 2. Jumlah penduduk DKI Jakarta sesuai data kependudukan berjumlah 7,55 juta jiwa dengan kepadatan penduduk jiwa/ha hingga jiwa/ha (BPS 2007). Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi, mendorong kota Jakarta mengalami perkembangan secara fisik. Peningkatan kebutuhan akan lahan menyebabkan pembangunan perkotaan yang bertentangan dengan prinsip ekologis kota sehingga pembangunan fasilitas menyebabkan perubahan lanskap yang sangat cepat. Konversi lahan yang semula merupakan area hijau kini berubah menjadi kawasan terbangun seperti pemukiman, perkantoran, perdagangan, industri dan fasilitas umum lainnya. Pola penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan kualitas lingkungan kota sebagai dampak dari adanya pemanasan global. Salah satu solusi untuk mengurangi permasalahan lingkungan tersebut adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang pada hakekatnya dapat memudahkan proses penguapan (evaporasi) sehingga akan menurunkan suhu udara dan membentuk iklim mikro di daerah perkotaan (Fandeli dan Muhammad 2009). Menurut Joga dan Ismaun (2011), ruang terbuka hijau merupakan kawasan yang mempunyai unsur dan struktur alami yang harus diintegrasikan dalam rencana tata ruang kota, tata ruang wilayah dan rencana ruang regional sebagai satu kesatuan sistem karena RTH memiliki fungsi ekologis. Fungsi ekologis RTH yaitu menciptakan iklim mikro yang nyaman, menyerap air hujan dan memelihara ekosistem serta menciptakan kota yang sehat, layak huni dan berkelanjutan. Semakin banyak jumlah tanaman yang terdapat dalam suatu RTH, maka semakin meningkat kemampuan RTH dalam menanggulangi permasalahan lingkungan yang terkait dengan konversi lahan. Selain itu, keberadaan vegetasi dalam

18 2 kawasan RTH dapat mempengaruhi perubahan iklim mikro seperti suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, radiasi dan angin pada masing-masing peruntukan lahan di perkotaan sehingga keberadaan RTH perlu dipertahankan. Peruntukan lahan (Land use) merupakan ketetapan guna fungsi ruang dalam lahan/ lingkungan tertentu yang ditetapkan dalam rencana kota yang berhubungan dengan aktivitas manusia. Seiring dengan meningkatnya persaingan kebutuhan manusia dalam pemanfaatan lahan menyebabkan konversi ruang terbuka hijau semakin tidak terkendali. Maraknya pembangunan seperti perumahan, industri, CBD (Central Business Distric) sangat berpengaruh terhadap iklim mikro perkotaan. Keberadaan area hijau yang tersisa pada masing-masing land use memberikan pengaruh yang berbeda dalam ameliorasi iklim dan memberikan kenyamanan pada warga kota sesuai dengan aktivitas yang ditimbulkan dari masing-masing land use tersebut sehingga perlu dilakukan pengukuran dan analisis iklim mikro agar dapat menciptakan RTH yang lebih baik pada land use diperkotaan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan iklim mikro pada struktur vegetasi berbeda (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda baik perumahan, CBD, industri maupun taman kota di Jakarta. Pada penelitian ini, digunakan sistem informasi geografi (SIG) untuk mengidentifikasi penutupan lahan dan menggunakan alat pengukur iklim Heavy Weather untuk mendapatkan data iklim mikro pada struktur vegetasi berbeda di setiap land use yang berbeda. Selain itu, digunakan analisis Temperature Humidity Indeks (THI) untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan iklim mikro tersebut terhadap kenyamanan warga kota Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikankan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. bagaimana kondisi penutupan dan peruntukan lahan Kota Jakarta saat ini? 2. apakah struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) dari setiap land use yang berbeda menghasilkan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) yang berbeda?

19 3 3. bagaimana pengaruh iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda terhadap kenyamanan warga kota? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. mengidentifikasi penutupan dan peruntukan lahan di kawasan kota Jakarta dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG), 2. menganalisis perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak dan rumput) pada setiap land use (perumahan, CBD, industri dan taman kota). 3. menganalisis pengaruh iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi berbeda (pohon, semak, rumput) di setiap land use (perumahan, CBD, industri dan taman kota) terhadap kenyamanan warga kota Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk pemerintah daerah setempat mengenai pentingnya memperbaiki kualitas iklim mikro kota sehingga dapat mengurangi tingkat penurunan kualitas lingkungan dan meningkatkan kenyamanan warga kota Hipotesis Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) di setiap land use (perumahan, CBD, industri, taman kota). 2. terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak, dan rumput dengan rumput) pada land use yang berbeda (perumahan, CBD, industri, taman kota).

20 Kerangka Pikir Penelitian Perkembangan kota Jakarta mempengaruhi fungsi ruang diperkotaan. Data citra kota Jakarta dianalisis dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIGi) sehingga dapat dilihat penutupan lahan dan penggunaan lahannya. Lokasi pengambilan data pada penelitian ini ditentukan empat land use yaitu kawasan perumahan, CBD, industri dan taman kota. Empat kawasan ini dipilih berdasarkan penggunaan lahan yang mendominasi keseluruhan area kota Jakarta dan aktivitas terpadat dari warga kota Jakarta. Masing-masing land use tersebut terdapat RTH yang terdiri dari tiga struktur vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput. Ketiga struktur vegetasi pada RTH dimasing-masing land use tersebut dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan alat Heavy Weather Mini Microclimate karena kedua unsur tersebut merupakan faktor penting yang mempengaruhi kenyamanan. Hasil pengukuran dilapangan menghasilkan data iklim mikro yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis statistik dan THI (Temperature Humidity Indeks) sehingga dapat diketahui faktor penyebab perbedaan iklim mikro pada setiap landuse yang berbeda dan dihasilkan rekomendasi RTH yang ideal (Gambar 1).

21 5 Kota Jakarta Landcover Landuse Analisis Data Citra menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi) Perumahan CBD Industri Taman Kota Pohon Pohon Pohon Pohon Semak Semak Semak Semak Rumput Rumput Rumput Rumput Pengukuran iklim mikro RTH (Suhu Udara dan Kelembaban Udara) Alat Heavy Weather Data analisis Faktor-faktor penyebab perbedaan iklim mikro tiap Land use pada struktur vegetasi yang berbeda Rekomendasi RTH Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkotaan Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintah setempat. Selain itu, kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi serta terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Kota bersifat dinamis artinya didalam perkembangannya, kota sukar untuk dikontrol dan sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan. Semakin lama, kota berkembang terus dan menyebar ke arah tanah pertanian yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah lingkungan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Dengan semakin majunya semua aspek pembangunan juga menimbulkan implikasi khususnya di kota-kota besar, yang menyebabkan ekosistem kota juga berubah. Berbagai implikasi tersebut pada garis besarnya menyangkut industrialisasi, mobilitas manusia yang terus meningkat, diskonkurensi masalah kependudukan terhadap daya dukung yang makin melebar. Bangunan perkotaan membentuk permukaan yang tidak teratur sehingga memperlambat aliran massa udara bebas (memperlambat angin). Dalam hal ini, kota akan menyimpan atau melepaskan panas pada siang hari sehingga akan mengurangi efek aliran udara dan menyebabkan terjadinya penumpukan panas. Kota akan menjadi lebih panas dan juga terdapat pencemaran udara lebih banyak dari daerah sekitarnya karena adanya aliran udara ke pusat kota. Kota mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap lingkungan fisik (Irwan 2005). Menurut Fandeli dan Muhammad (2009), beberapa permasalahan yang sering timbul dari perkembangan suatu kota biasanya bermula dari proses urbanisasi. Proses urbanisasi selain menyebabkan sempitnya lahan diperkotaan khususnya pada ruang terbuka hijau juga menyebabkan padatnya lalu lintas kota. Kepadatan lalu lintas yang meningkat, menyebabkan pencemaran udara yang ditimbulkan dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Hal ini berpengaruh terhadap lanskap kawasan dan menurunnya kualitas lingkungan hidup yang mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem alami yang berpengaruh langsung

23 7 terhadap sifat-sifat radioaktif termal, aerodinamik dan hidrologi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan iklim mikro setempat. Pada saat ini, hampir disetiap kota besar telah ditemukan pulau panas (heat island) dengan suhu yang tinggi yang terdapat di beberapa wilayah kota. Dampak lain akibat pembangunan adalah tata lanskap tidak teratur sehingga mengganggu tingkat kenyamanan seseorang. Keberadaan vegetasi pada ruang terbuka hijau kota dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat, karena vegetasi pohon dapat menurunkan suhu, menaikkan kelembaban dan mengurangi kecepatan angin. 2.2 Ruang Terbuka Hijau (Green Open Space) Ruang terbuka hijau merupakan kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, sarana lingkungan/ kota, pengamanan jaringan pra sarana dan budidaya pertanian. Selain itu, fungsi lainnya untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau ditengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota (Dahlan 2004). Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30% dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, ketersediaan ruang terbuka hijaunya saat ini baru mencapai 10% dari luas keseluruhan kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olahraga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standarstandar yang ada (Joga dan Ismaun 2011). Menurut Karyono (2010), sejumlah kota-kota besar menjadi miskin vegetasi, kota dipenuhi oleh hamparan aspal dan beton, sehingga suhu udara menjadi panas. Padahal, vegetasi pada ruang terbuka hijau kota memiliki fungsi sebagai penyerap CO 2 di udara. Selain itu, ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyeimbang kota, baik itu sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya, dan bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun 2011).

24 8 Menurut Irwan (2005), fungsi kebutuhan ruang terbuka hijau diklasifikasikan menjadi beberapa pendekatan. Pendekatan ini didasarkan pada bentuk-bentuk fungsi yang dapat diberikan oleh ruang terbuka hijau terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan atau dalam upaya mempertahankan kualitas yang baik. Pendekatan-pendekatan tersebut, antara lain: 1. Daya dukung ekosistem Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung terhadap keberlangsungan lingkungannya. 2. Pengendalian gas berbahaya dari kendaraan bermotor Sifat vegetasi dari ruang terbuka hijau diunggulkan dalam kemampuannya melakukan aktivitas fotosintesis untuk mengatasi gas karbon dioksida dari sejumlah kendaraan dari berbagai jenis kendaraan dikawasan perkotaan. 3. Pengamanan lingkungan hidrologis Dengan semakin meningkatnya kemampuan vegetasi dalam meningkatkan ketersediaan air tanah maka secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya peristiwa intrusi air laut ke dalam sistem hidrologis yang ada. 4. Pengendalian suhu udara perkotaan Tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau untuk suatu kawasan perkotaan bergantung pada suatu nilai indeks, yang merupakan fungsi regresi linier dari presentase luas penutupan ruang terbuka hijau terhadap penurunan suhu udara. 5. Pengendalian thermoscape di kawasan perkotaan Keadaan panas suatu lanskap dapat dijadikan sebagai suatu model untuk perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau yang bergantung pada komposisi-komposisi penyusunnya. 6. Pengendalian bahaya-bahaya lingkungan Fungsi ruang terbuka hijau dalam mengendalikan bahaya lingkungan terutama difokuskan pada dua aspek penting yaitu pencegahan bahaya kebakaran dan perlindungan dari keadaan darurat terutama dikawasan pemukiman.

25 9 Menurut Irwan (2005), karakteristik kesesuaian fisik RTH yang dikelompokkan menjadi tiga bentuk dan dua struktur, antara lain : 1. bergerombol atau menumpuk, yaitu RTH dengan komunitas vegetasi yang terkonsentrasi pada suatu area 2. menyebar, yaitu RTH yang tidak mempunyai pola tertentu dengan komunitas vegetasi yang tumbuh menyebar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. 3. berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasi yang tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran, dsb. 4. berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi yang hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. 5. Berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi yang terdiri dari pepohonan, rumput, semak dan penutup tanah dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan Hubungan Vegetasi dengan suhu udara Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur iklim yang ada disekitarnya misalnya suhu, kelembaban, angin dan curah hujan, serta menentukan kondisi iklim setempat dan iklim mikro (Indriyanto 2006). Suhu vegetasi pada siang hari di atas permukaan tanah terbuka akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu dibawah naungan karena radiasi matahari yang diterima oleh tanaman tidak dapat dipantulkan kembali (Lakitan 2004). 2.3 Penutupan dan Penggunaan Lahan Menurut Budiharjo (2005), Penutupan lahan (Land Cover) merupakan perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam dan unsur-unsur budaya yang ada dipermukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Sedangkan penggunan lahan (Land Use) merupakan kenampakan yang ada dipermukaan bumi yang terdiri dari kenampakan alamiah dan sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia.

26 Taman Kota Taman kota merupakan ruang terbuka diberbagai tempat di suatu wilayah kota yang secara optimal digunakan sebagai areal penghijauan dan berfungsi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kehidupan dan kesejahteraan warga kotanya. Ruang terbuka hijau berfungsi untuk mempertahankan karakter kota dengan fungsi sebagai hutan kota dan taman kota. Taman kota dapat dikatakan sebagai wahana keanekaragaman hayati yang harus diupayakan semaksimal mungkin menjadi suatu komunitas vegetasi yang tumbuh dilahan kota dengan struktur menyerupai hutan alam dan membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa (Irwan 2005). Fungsi dan manfaat taman kota sangat bergantung kepada komposisi dan keanekaragaman jenis dari komunitas vegetasi yang menyusunnya dan kepada tujuan perencana dan penggunanya (Irwan 2005). Menurut Sukawi (2008), secara garis besar fungsi dan manfaat taman kota dapat dikelompokkan dalam 3 fungsi yaitu : 1. Fungsi lanskap, meliputi perlindungan terhadap kondisi fisik alami sekitarnya terhadap angin, sinar matahari, bau dan sebagainya; taman kota dapat memberi interaksi sosial warga dan sarana pendidikan dan penelitian. 2. Fungsi pelestarian lingkungan, sebagai pengendali kualitas lingkungan seperti, menyegarkan udara sebagai paru-paru kota, menurunkan suhu kota, ruang hidup satwa, perlindungan erosi permukaan tanah, peredam kebisingan, dapat mengurangi polusi. 3. Fungsi estetika, terlihat dari ukuran, warna, bentuk dan tekstur dari vegetasi dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas estetika. Fungsi taman kota dan tanaman sangat penting keberadaannya dalam memperbaiki kualitas lingkungan kota. Kehadiran tumbuhan sangat diperlukan diperkotaan mengingat proses fotosintesis tumbuhan dapat menyaring Co 2 dan melepaskan O 2 kembali ke udara. Selain itu, taman kota berfungsi sebagai pengendali suhu lingkungan. Ada empat faktor iklim yang berpengaruh terhadap kenyamanan manusia tropis, yaitu panas matahari, suhu udara, kecepatan angin

27 11 dan kelembaban. Dimana kontribusi keempatnya saling terkait untuk menciptakan kenyamanan lingkungan. Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol iklim. Dalam mengontrol iklim, tanaman mempunyai fungsi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, panas atau radiasi matahari, kontrol temperatur (suhu), kontrol gerakan udara (angin), kontrol kelembaban dan kontrol presipitasi. Fungsi tanaman sebagai pengendali kelembaban dan suhu lingkungan terkait langsung dengan siklus hidrologi yang dialami oleh tumbuhan. Karena tumbuhan dapat berperan sebagai absorban radiasi matahari dan untuk proses evapotranspirasi tersebut memerlukan panas maka tanaman dapat menurunkan suhu lingkungannya. Pada daerah yang banyak ditumbuhi tanaman, maka kecepatan turbulensi angin akan lebih kecil karena itu masa udara yang mengandung uap air tidak dapat bergerak secara cepat sehingga kelembabannya lebih tinggi Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No.4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, Bab I Pasal 1(5)). Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, ada beberapa pengertian mengenai rumah dan perumahan, diantaranya : 1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. 2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. 3. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan.

28 CBD (Central Business Distric) Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik dan merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Dengan kata lain, CBD merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota. CBD terbagi atas dua bagian, yaitu : pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Bussiness District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa. Kedua, bagian diluarnya WBD (Wholesale Bussiness District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar seperti pasar, pergudangan (warehouse) dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings). Asteriani (2005) menyatakan bahwa, struktur CBD kota memiliki tiga kelas, yaitu: 1. Terpusat, yaitu pertokoan yang menyediakan kebutuhan hidup yang berkumpul pada satu lokasi tertentu 2. Pita, berorientasi pada jalan raya karena jalan mempunyai aksesibilitas tinggi 3. Daerah khusus, terdapat pembagian dari daerah-daerah seperti pusat perkantoran, pusat perbelanjaan dan lain-lain Industri Kawasan industri merupakan suatu kawasan atau tempat pemusatan pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana. Adapun tujuannya dibentuk suatu kawasan industri adalah untuk mempercepat pertumbuhan industri, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri agar terpusat dan berlokasi dikawasan tersebut serta menyediakan fasilitas lokasi industri yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 pasal 1 tentang kawasan industri, pengertian kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan

29 13 fasilitas penunjang lain yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Pada umumnya pusat kota lebih berpolusi dibanding bagian pinggir kota, hal tersebut bergantung pada sebaran lokasi industri dan intensitas penggunaan jalan-jalan. Penetapan suatu lokasi menjadi suatu kawasan industri inilah yang akan menyebabkan berbagai konsekuensi terhadap kondisi atmosfer diatasnya. Kondisi atmosfer menjadi berpolusi yang mengakibatkan kualitas udara semakin menurun. Berkurangnya lahan hijau daerah perkotaan terjadi karena konversi RTH dan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang mengakibatkan terjadi pencemaran udara. Konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu ditambah dengan adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota yang padat menyebabkan terjadinya heat island. 2.4 SIG (Sistem Informasi Geografi) Menurut pengertian sistem informasi geografi (SIG) terdiri dari: sistem, informasi dan geografi. Sistem terdiri dari sub sistem (komponen) yang bersifat spesifik dan saling terkait dan terdapat berbagai sistem. Informasi merupakan turunan dari data yang sudah dilalui oleh proses tertentu sedangkan geografis adalah unsur ruang dan semua unsur bumi terkait dengan spasial serta dikenal dengan peta sebagai media penyajiannya sehingga bila digabungkan pengertian sistem informasi geografi (SIG) adalah variasi semua komponen yang ada dalam definisi membuat kelompok yang terlibat mulai dari pengolahan data spasial dikomputer yang akan menghasilkan aplikasi tertentu. Komponen SIG secara singkat terdiri dari 4 komponen yaitu, input, manajemen data base, analisis dan output sedangkan secara luas SIG terdiri atas 6 komponen utama yaitu perangkat lunak, perangkat keras, data, pengguna, prosedur dan organisasi/jaringan. SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Beberapa sumber data tersebut antara lain adalah: 1. Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dsb.). Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial

30 14 seperti koordinat, skala, arah mata angin dsb. Peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan berbagai cara. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam format vektor. 2. Data dari sistem penginderaan jauh (antara lain citra satelit, foto-udara, dsb.) Data pengindraan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit diruang angkasa dengan spesifikasinya masingmasing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster. 3. Data hasil pengukuran lapangan. Contoh data hasil pengukuran lapang adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. Pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut. 4. Data GPS. Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor (Rustiadi dkk 2009). 2.5 Iklim Mikro Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan pengaruh langsung terhadap kenyamanan disuatu bangunan sedangkan iklim makro adalah kondisi iklim pada suatu daerah tertentu yang meliputi area yang lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim mikro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model geografis yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya radiasi panas, pergerakan udara, curah hujan, kelembaban udara dan temperatur udara.

31 15 Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, orientasi bangunan, ventilasi, sun shading, pengendalian kelembaban udara, pengunaan bahan-bahan bangunan, bentuk dan ukuran ruang serta pengaturan vegetasi. Unsur-unsur iklim seperti suhu dan kelembaban udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktivitas manusia (Chiara dan Koppelman 1975) Suhu Udara Suhu udara mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekulmolekul atau dapat diartikan gambaran umum keadaan energi suatu benda. Satuan suhu yang umum dikenal ada empat macam yaitu celsius (ºC), Fahrenheit (ºF), reamur (ºR) dan kelvin (ºK). Namun, satuan yang sering digunakan adalah celcius (ºC). Suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan bumi tersebut merupakan pemasok panas untuk terjadinya pemanasan udara. Lautan mempunyai luas dan kapasitas panas yang lebih buruk tetapi karena udara bercampur secara dinamis, maka pengaruh permukaan lautan secara vertikal akan lebih dominan. Akibatnya, suhu akan turun menurut ketinggian baik diatas lautan maupun daratan. Rata-rata penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia sekitar 5-6ºC tiap kenaikan 1000 m. Suhu dipermukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang. Perbedaannya, pada penyebaran suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan sumber pemanasan sehingga semakin tinggi tempat maka akan semakin rendah suhunya. Selain itu, suhu udara dipengaruhi oleh topografi, pengaruh arus laut dan pengaruh arah pergerakan angin (Kartasapoetra 2004). Di daerah tropika fluktuasi suhu rata-rata harian relatif konstan sepanjang tahun sedangkan fluktuasi suhu diurnal (variasi antara siang dan malam hari) lebih besar daripada fluktuasi suhu rata-rata harian (Handoko 1995). Menurut Lakitan (2002), pada malam hari tanaman berperan sebagai penahan panas, sehingga suhu udara dibawah tajuk pohon lebih hangat dibandingkan suhu udara diatas permukaan tanah terbuka tanpa vegetasi. Suhu udara pada naungan pohon pada siang hari dapat lebih rendah 14ºC daripada daerah terbuka tanpa naungan pohon.

32 16 Pada setiap pohon, kelembaban akan berbeda-beda menurut ketinggian. Semakin mendekati tanah maka kelembaban akan semakin tinggi dan jika terdapat angin yang berhembus diatas pepohonan, maka kelembaban dapat meningkat hingga mendekati jenuh atau antara 95 persen sampai 100 persen (Sukawi 2008) Kelembaban Udara Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air diudara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan atau tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air semakin tinggi dengan naiknya suhu udara, maka pada tekanan uap aktual yang relatif tetap pada siang hari dan malam hari yang mengakibatkan kelembaban udara (RH) akan lebih rendah pada siang hari tetapi lebih tinggi pada malam hari (Handoko 1995). Di daerah tropika basah seperti Indonesia, kelembaban rata-rata harian atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun, umumnya kelembaban udara (RH) lebih dari 60%. Kelembaban udara dikawasan kota lebih kecil jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya, karena terdapat banyak perkerasan, kurangnya poripori permukaan dan kurangnya transpirasi tanaman. Bangunan yang tinggi merupakan pemicu udara menjadi naik sehingga memungkinkam meningkatnya hujan. Kelembaban udara juga berhubungan dengan keseimbangan energi. Kelembaban merupakan ukuran banyaknya energi radiasi berupa panas laten yang dipakai untuk menguapkan air permukaan yang menerima radiasi (Irwan 2005).

33 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan kota Jakarta. Kota Jakarta dipilih sebagai lokasi penelitian karena Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia dan pembangunan di kota ini sudah semakin berkembang pesat sehingga keberadaan RTH yang dimungkinkan sebagai penyeimbang ekositem kota sudah mulai berkurang (Gambar 2). Gambar 2 Peta administrasi DKI Jakarta (sumber :

34 18 Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai dengan Oktober 2012, dimulai dari pembuatan peta landuse dan peta lokasi pengambilan titik, pengambilan data di lapang, pengolahan data dan penyusunan skripsi. 3.2 Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada: 1. interpretasi terhadap citra penutupan lahan kota Jakarta yang dibuat menggunakan citra Landsat 7 ETM yang diolah menggunakan aplikasi sistem informasi geografi (SIG), 2. pengukuran iklim mikro pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang telah di pilih sebagai perwakilan dari satu kawasan land use terpilih (taman kota, CBD, perumahan, industri). 3.3 Alat dan Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan seperti disebutkan pada (Tabel 1). Alat terpenting yang digunakan selama penelitian ini yaitu Heavy Weather, yang merupakan alat pengukur iklim mikro. Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian No. Alat/Bahan Fungsi 1. Heavy Weather Tipe WS2355 Mengukur iklim mikro 2. Tripod kamera Meletakkan alat pengukur iklim mikro Heavy Weather 3. Kamera Digital Merekam kondisi lokasi pengambilan data di lapangan 4. GPS Penitikan sampel 5. Laptop Mengolah data dan menulis 6. Software ArcGIS 93 Mengolah data citra Landsat 7 ETM 7. Software ERDAS IMAGINE 9.1 Mengolah data citra Landsat 7 ETM 8. Software Garmin Mengolah data GPS 9. Software IDL 7.0 Memperbaiki data citra 10. Software SPSS Statistic Mengolah data hasil penelitian 11. Software Microsoft office (word, excel) Mengolah data dan membuat laporan 12. Software Google Earth Merekam tampak atas lokasi pengambilan data

35 19 Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan terdiri dari beberapa bagian seperti terlihat pada (Gambar 3). Alat pengukur suhu dan kelembaban udara Tripod untuk meletakkan alat Layar untuk menampilkan data Gambar 3 Seperangkat Mini Microclimate Station Heavy Weather Alat ukur iklim mikro Heavy Weather ini, ketelitiannya sudah dibuktikan dari rangkaian penelitian sebelumnya bahwa tingkat ketelitian alat ini sama dengan alat ukur hygrometer yaitu untuk suhu udara 1⁰C dan kelembaban udara sebesar 6% sehingga keakuratan dari alat ini sudah teruji ketelitiannya. 3.4 Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder maupun data primer. Pengumpulan data sekunder dimaksudkan sebagai acuan peneliti mengenai kondisi awal sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut. Data sekunder dikumpulkan melalui kepustakaan dan literatur ataupun data dari instansi terkait

36 20 yang ada di Jakarta sedangkan data primer diperoleh dari hasil survei dan pengukuran dilokasi penelitian. Tabel 2 Data yang Digunakan No Data Jenis Data Sumber Data Kondisi Umum Kota Jakarta Data Citra Jakarta (Landsat 7 ETM) Sejarah, penduduk Letak, luas, aksesibilitas Klimatologi Topografi Tata guna lahan Sekunder Sekunder 3. RTRW Kota Jakarta Sekunder 4. Peta Administrasi Kota Jakarta 5. Vegetasi 6. Iklim Nama spesies Bentuk tajuk Tinggi Tanaman Foto Sekunder Primer Bappeda DKI Jakarta Data Satelit Bappeda DKI Jakarta Bappeda DKI Jakarta Survey Lapang Suhu Udara Primer Survey Lapang Kelembaban Udara Sekunder BMKG Kemayoran, Jakarta Pusat 3.5 Tahapan Penelitian Persiapan Penelitian Pada tahapan ini hal yang dilakukan adalah persiapan admisnistrasi dan keperluan penelitian seperti surat perizinan kepada Bappeda dan Dinas Pertamanan DKI Jakarta untuk mendapatkan batas administrasi wilayah kota Jakarta, peta RTRW serta kondisi umum kota Jakarta. Setelah itu, kemudian mempersiapkan citra Landsat 7 ETM yang akan digunakan dalam proses pembuatan peta penutupan lahan kota Jakarta. Peta penutupan lahan ini akan dioverlay dengan peta RTRW DKI Jakarta, sehingga akan menghasilkan peta penentuan lokasi yang digunakan dalam penentuan titik pengambilan data.

37 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan setelah groundcheck dan pengurusan izin pengambilan data pada lokasi terpilih kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada setiap struktur RTH seperti pohon, semak dan rumput pada masing-masing land use baik pada taman kota, CBD, perumahan maupun industri sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait Pengolahan Data Citra Data citra diolah menjadi peta land cover terlebih dahulu untuk digunakan dalam menentukan titik pengambilan data. Data citra tersebut diolah menggunakan software SIG (Sistem Informasi Geografis) yaitu ArcGis 9.3 dan ERDAS Imagine 9.1. Analisis citra secara agenda dapat dikelompokkan atas (Lillesand and Kiefer 1990): 1. Pemulihan Citra (Image Restoration) Pemulihan citra merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk yang lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi koreksi radiometrik dan geometrik yang ada pada citra asli. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data citra LANDSAT 7 ETM tanggal 28 Agustus 2011 dan 13 September Kedua data citra tersebut memiliki gap (data yang hilang) yang dikarenakan adanya kerusakan pada satelit LANDSAT 7 ETM. Gap ini dapat diperbaiki dengan menggunakan software IDL 7.0. Software tersebut dapat memperbaiki data citra dengan cara menambal atau menggabungkan dua buah data citra menjadi satu kesatuan (gap fiil). Data citra LANDSAT 7 ETM 13 September 2011 digunakan sebagai penambal citra sebelumnya yaitu data citra tanggal 28 Agustus 2011, sehingga gap (data yang hilang) dapat terbaca setelah dua data citra tersebut digabung.

38 22 2. Penajaman Citra (Image Enhancement) Kegiatan ini dilakukan sebelum abstracts citra digunakan teknik penajaman dan dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara penampakan dalam adegan. Jadi, setelah dilakukan proses pemulihan citra, data citra tersebut di subset (dipotong) sesuai dengan batas kota Jakarta yang telah dibuat menggunakan software ArcGis 9.3. Kemudian setelah di subset, dilakukan penajaman citra menggunakan software ERDAS Imagine Klasifikasi Citra (Image Classification) Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing dilakukan sebelum melakukan cek lapangan. Setelah melakukan pemulihan dan penajaman citra, data sudah dapat diklasifikasikan berdasarkan penutupan lahannya dan dilakukan akurasi peta dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1. Gambar 4 Tahapan Pengolahan Data Citra Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan pada empat lokasi berbeda yaitu, pada land use taman kota, perumahan, industri dan Central Bussines District (CBD). Pada penelitian ini, pemilihan lokasi pengambilan data ditentukan dengan mengambil tiga kawasan terbesar dari setiap land use dengan melihat peta sebaran land use dari seluruh kota Jakarta yang didapatkan dari hasil digitasi peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) DKI Jakarta tahun 2010 (Lampiran 13). Semakin besar kawasan maka pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi kondisi iklim

39 23 mikro setempat dapat diminimalisir, sehingga data yang diambil merupakan data representatif iklim mikro pada setiap land use yang berbeda. Tahap selanjutnya yaitu, overlay dengan peta penutupan lahan (Land Cover) yang didapatkan dari hasil pengolahan data citra Landsat 7 ETM sehingga diketahui luasan RTH pada masing-masing kawasan. Luasan RTH pada tiga kawasan terbesar pada masing-masing land use tersebut kemudian dirata-ratakan dan luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati rata-rata itulah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan data karena memilki luasan yang dianggap dapat mewakili untuk setiap land use yang berbeda. Untuk lebih jelas, bagan tahapan penelitian dalam menentukan lokasi pengambilan data terlihat pada gambar 5. Tiga Kawasan Terbesar Luas RTH Kawasan Luas RTH Paling mendekati rata-rata Empat lokasi terpilih setiap land use berbeda RTRW Jakarta Peta Land cover Ket : dilihat dari Gambar 5 Tahapan Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Lokasi dan Titik Pengambilan Data Pemilihan lokasi pengambilan data iklim mikro berdasarkan land use yang merupakan tiga kawasan terbesar di kota Jakarta dan berdasarkan perhitungan luasan RTH. Pemilihan titik pengukuran iklim mikro, berdasarkan ketersediaan tiga struktur vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput yang memilki kesamaan karakteristik umum pada semua land use sehingga didapatkan lokasi pengambilan data iklim mikro pada empat land use yang berbeda yaitu pada kawasan taman kota, CBD, perumahan dan industri. Peta pemilihan tiga kawasan terbesar pada masing-masing land use dapat dilihat pada gambar 6.

40 Gambar 6 Peta Pemilihan Lokasi Pengambilan Data 24

41 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Perumahan Menurut hasil digitasi dari RTRW DKI Jakarta tahun 2010, kawasan perumahan terbesar dari keseluruhan Jakarta terdapat pada tiga kecamatan ini, yaitu kecamatan Cakung, Duren Sawit dan Cilandak. Ketersedian RTH di ketiga kawasan perumahan ini sangat minim, dengan rata-rata 4,83 Ha. Dilihat dari tabel, kecamatan yang memiliki luas RTH yang mendekati rata-rata adalah kecamatan Cakung dengan luas RTH sebesar 3,42 Ha. Pada kecamatan Cakung, perumahan terbesar adalah perumahan Metland Menteng. Perumahan ini cukup luas dan banyak ditanami berbagai macam vegetasi peneduh, semak maupun groundcover, sehingga lokasi ini cocok dijadikan sebagai lokasi pengambilan data iklim mikro. Tabel 3 Pemilihan Lokasi Perumahan No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka Luas Lahan Hijau (Ha) Terbangun (Ha) 1. Cakung 3,42 143,28 2. Duren sawit 7,83 183,96 3. Cilandak 3,24 379,26 Rata- rata 4, Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Central Business Distric (CBD) Pemilihan tiga kawasan CBD dilihat dari peta RTRW didapatkan kecamatan Cempaka Putih, Menteng dan Senen sebagai kawasan terbesar. Ratarata yang diperoleh dari ketiga kawasan terbesar adalah 3,6 Ha sehingga dilihat dari nilai rata-rata tersebut, kawasan yang memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mendekati rata-rata adalah kawasan CBD Menteng yang memiliki luas 3,6 Ha. Namun, pengukuran iklim mikro menggunakan Heavy Weather dilakukan pada kawasan CBD dilakukan di kawasan cempaka putih, yaitu tepatnya di depan ruko cempaka mas karena dilokasi CBD menteng tidak ditemukan struktur vegetasi yang sesuai kriteria umum pemilihan vegetasi untuk dilakukan pengukuran iklim mikro. Di depan ruko cempaka mas terdapat kumpulan RTH yang terdiri dari pohon, semak dan rumput.

42 26 Tabel 4 Pemilihan Lokasi CBD No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka Luas Lahan Hijau (Ha) Terbangun (Ha) 1. Cempaka Putih 3,87 138,34 2. Menteng 3,6 113,04 3. Senen 3,33 119,79 Rata- rata 3, Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Industri Kawasan industri terbesar terdapat di kecamatan Cakung, Kalideres dan Cilincing dengan rata-rata RTH dari ketiga kawasan adalah 20,94. Jumlah RTH ini masih tidak terlalu banyak karena luas lahan terbangun di kawasan industri masih jauh lebih besar jumlahnya. Kawasan yang memiliki luas ruang terbuka hijau yang mendekati rata-rata adalah kawasan industri di kecamatan Cilincing. Namun, tidak ditemukan struktur vegetasi yang sesuai dengan kriteria secara umum pada semua land use, maka diambil luas ruang terbuka hijau yang mendekati rata-rata kedua yaitu kecamatan Cakung. Di kecamatan ini, kawasan industri terbesar terdapat di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) letaknya berbatasan dengan kecamatan Pulogadung. Namun, kawasan ini masih masih bagian dari kecamatan Cakung. Pengukuran iklim mikro dilakukan di kawasan industri ini karena kawasan ini merupakan salah satu industri besar yang terdapat di Pulogadung sehingga dapat terlihat secara nyata besarnya pengaruh yang dirasakan di kawasan ini. Tabel 5 Pemilihan Lokasi Industri No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka Luas Lahan Hijau (Ha) Terbangun (Ha) 1. Cakung 10,44 174,69 2. Kalideres 38,97 225,72 3. Cilincing 13,41 275,58 Rata- rata 20, Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada Kawasan Taman Kota Jakarta memiliki banyak taman kota, berdasarkan peta RTRW tiga kawasan taman kota yang memiliki luasan rata-rata terbesar dari seluruh taman kota yang ada terdapat di kecamatan Gambir dan Menteng. Rata-rata luas ruang terbuka hijau dari ketiga taman kota diatas sebesar 24,3 Ha sehingga taman kota yang dipilih adalah taman kota yang memiliki luas mendekati rata-rata dengan

43 27 luas sebesar 1,8 Ha. Pengambilan data iklim mikro dilakukan pada kawasan Taman Suropati. Pada taman tersebut, terdapat pohon, semak dan rumput sehingga dapat dilakukan pengukuran iklim mikro. Tabel 6 Pemilihan Lokasi Taman Kota No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka Luas Lahan Hijau (Ha) Terbangun (Ha) 1. Gambir 70,29 21,59 2. Menteng (taman menteng) 0,81 2,34 3. Menteng (taman suropati) 1,8 0,9 Rata- rata 24, Pemilihan Titik Pengambilan Data pada Struktur Vegetasi Pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) dilakukan pada struktur vegetasi pohon, semak, dan rumput. Ketiga struktur vegetasi tersebut memiliki karakteristik struktural yang berbeda. Penentuan titik pengambilan data dipilih pada saat turun lapang dengan menggunakan teknik purposive dimana titik yang diambil merupakan tempat yang terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut. Pemilihan vegetasi pada setiap kawasan berdasarkan kesamaan karakteristik strukturalnya secara umum karena pada setiap kawasan tidak memilki jenis pohon dan semak yang sama. Pohon yang dipilih pada setiap kawasan berkarakteristik sama yaitu memiliki tinggi sedang (6-15 meter), memiliki tajuk berbentuk bulat, dome atau irreguler dan berfungsi sebagai penaung sedangkan untuk semak dipilih berdasarkan karakteristik daun lebar serta mempunyai tinggi sedang (1-2 meter). Berbeda halnya dengan pemilihan rumput, rumput yang dipilih pada semua kawasan berjenis sama yaitu rumput gajah/paetan (Axonopus compressus) karena jenis rumput ini mudah ditemui pada semua land use. Titik pengambilan data yang dipilih pada kawasan perumahan adalah RTH berbentuk areal dan berada ditengah-tengah kawasan. Pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) diukur dibawah naungan pohon sawo kecik (Manilkara kauki) setinggi ± 8 m dengan tajuk bulat dan berfungsi sebagai penaung. Pengambilan data semak dilakukan pada tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) setinggi ± 2 m sedangkan untuk rumput dilakukan pengukuran iklim mikro pada rumput gajah (Axonopus compressus).

44 28 Gambar 7 Vegetasi pengambilan data kawasan Perumahan (dari kiri Manilkara kauki., Hibiscus rosa-sinensis L, Axonopus compressus). Titik pengambilan data iklim mikro pada kawasan CBD, dipilih areal hijau di depan ruko Cempaka Mas. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada vegetasi pohon tanjung (Mimusoph elengi L) setinggi ± 8m dengan tajuk bundar seperti bola sedangkan untuk semak dilakukan pengukuran iklim mikro pada tanaman gardenia (Gardenia jasminoides) setinggi ± 1,8 m dan pengukuran pada rumput, dilakukan di atas permukaan rumput gajah (Axonopus compressus). Gambar 8 Vegetasi pengambilan data kawasan CBD (dari kiri Mimusoph elengi L., Gardenia jasminoides, Axonopus compressus). Pengukuran iklim mikro pada kawasan industri dilakukan pada kawasan hutan kota JIEP (Jakarta Industrial Estate Pulogadung). Iklim mikro diukur di bawah naungan pohon asam (Tamarindus indica L.) setinggi ± 10 m dengan bentuk tajuk irreguler dan pada semak dilakukan pengukuran pada naungan

45 29 tanaman bunga kertas (Bougainvillea sp.) setinggi ± 1,5 m, sedangkan pengukuran iklim mikro pada vegetasi rumput dilakukan diatas rumput gajah (Axonopus compressus). Gambar 9 Vegetasi pengambilan data kawasan Industri (dari kiri Tamarindus indica L, Bougainvillea sp., Axonopus compressus). Lokasi pengambilan data pada kawasan taman kota dilakukan pada kawasan Taman Suropati. Suhu dan kelembaban udara di ukur dibawah naungan pohon mahoni (Sweitenia mahogani) setinggi ± 8 meter dengan kepadatan tajuk yang cukup rapat sedangkan untuk struktur vegetasi semak, pengukuran dilakukan dibawah naungan palem wregu (Rhapis excelsa) setinggi ± 1,5 meter dan pengukuran diatas rumput, dilakukan pada rumput gajah (Axonopus compressus). Gambar 10 Vegetasi pengambilan data kawasan Taman Kota (dari kiri Sweitenia mahogani, Rhapis excelsa, Axonopus compressus)

46 Variabel yang diukur Variabel yang diukur pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak, rumput) pada masing-masing land use meliputi unsur-unsur iklim mikro yaitu suhu udara (ºC) dan kelembaban udara (Relative Humidity) Metode Pengukuran Pengambilan data pada penelitian ini dilihat dari peta lokasi pengambilan data. Setelah didapatkan lokasi pengambilan data, setiap kawasan diambil tiga titik pengambilan data pada struktur vegetasi pohon, semak, dan rumput untuk dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara). Struktur vegetasi tersebut dipilih karena memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro. Penentuan titik pengambilan data dipilih saat turun lapang dimana titik yang diambil merupakan tempat yang terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut. Pengambilan data diambil selama 30 menit pada setiap struktur vegetasi pada rentang pukul WIB, dilakukan hanya pada saat cuaca cerah. Waktu tersebut dipilih karena merupakan waktu ketika radiasi matahari paling terik dan suhu udara paling tinggi. Pengambilan data dilakukan selama tiga hari pada setiap land use (industri, permukiman, CBD, dan taman kota) sebagai ulangan karena yang dibandingkan adalah iklim mikro antar struktur vegetasi yang berbeda. Tabel hari pengambilan data dapat dilihat pada (Tabel 7). Tabel 7 Hari Pengambilan Data Hari Tanggal Ulangan Kawasan Lokasi ke- Pengambilan Data ke Juli 2012 Taman Kota Menteng Juli 2012 Taman Kota Menteng Juli 2012 Taman Kota Menteng Juli 2012 CBD Cempaka Putih Agustus 2012 CBD Cempaka Putih Agustus 2012 CBD Cempaka Putih September 2012 Perumahan Cakung September 2012 Perumahan Cakung September 2012 Perumahan Cakung Oktober 2012 Industri Cakung Oktober 2012 Industri Cakung Oktober 2012 Industri Cakung 3

47 31 Pengambilan data dilakukan pada empat land use berbeda yaitu taman kota, CBD, perumahan dan industri. Bagan pengambilan data pada masingmasing land use dapat dilihat pada gambar 11 dan 12. Alat 1 Pohon 30 Data Hari ke-1 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data Taman Kota Hari ke- 2 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data Hari ke- 3 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Land Use Alat 1 Pohon 30 Data Hari ke- 4 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data CBD Hari ke- 5 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data Hari ke- 6 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Gambar 11 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Taman Kota dan CBD

48 32 Alat 1 Pohon 30 Data Hari ke-7 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data Perumahan Hari ke- 8 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data Hari ke- 9 Alat 2 Semak 30 Data Land Use Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data Hari ke- 10 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data Industri Hari ke- 11 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Alat 1 Pohon 30 Data Hari ke- 12 Alat 2 Semak 30 Data Alat 3 Rumput 30 Data Gambar 12 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Perumahan dan Industri Satu hari pengambilan data di satu land use menggunakan tiga alat ukur iklim mikro digital heavy weather yang ditempatkan pada tiga struktur vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput. Masing-masing alat mewakili satu struktur vegetasi dan menghasilkan 30 data suhu udara dan 30 data kelembaban udara. Jumlah ini dihasilkan dari pengukuran selama 30 menit yaitu pada pukul WIB, dimana setiap pengambilan data dicatat per menitnya hingga menghasilkan 30 data. Dalam satu hari pengambilan data, dihasilkan 180 data,

49 33 yang terdiri dari 30 data suhu udara pohon, 30 data kelembaban udara pohon, 30 data suhu udara semak, 30 data kelembaban udara semak, 30 data suhu udara rumput dan 30 data kelembaban udara rumput Pengolahan data dan Analisis Data iklim mikro yang sudah diperoleh dari hasil pengukuran dilapangan dengan menggunakan alat ukur iklim mikro digital heavy weather, diolah dengan menggunakan microsoft office excel untuk mendapatkan hasil tabulasi dan grafik perbandingan, tujuannya adalah untuk membedakan kondisi iklim mikro pada setiap struktur vegetasi berbeda di masing-masing land use. Setelah didapatkan nilai tabulasi data dilakukan analisis secara statistik dengan menggunakan teknik uji-t. Teknik ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan suhu udara dan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang berbeda tiap land use berbeda secara nyata atau tidak. Berdasarkan hal tersebut didalam melakukan uji-t digunakan hipotesis statistik, yaitu: Kasus 1 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak, dan rumput. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut: H 0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak, dan rumput H 1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak, dan rumput Kasus 2 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak, dan rumput. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut: H 0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak, dan rumput H 1 : ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput Kasus 3 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata struktur vegetasi yang sama (contoh: pohon dengan pohon) pada semua land use. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut:

50 34 H 0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use H 1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use Kriteria keputusan, jika : Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H 0 diterima Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H 0 ditolak T tabel < T hitung maka H 0 diterima T tabel > T hitung maka H 0 ditolak Uji-T dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi dan land use yang ada sehingga dapat diketahui struktur vegetasi mana yang lebih efektif mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban udara. Uji-T ini dilakukan menggunakan software SPSS dengan menggunakan One-Way ANOVA, kegunaan utama teknik ini ialah untuk menguji hipotesis yang membuktikan rata-rata sama atau tidak (Sarwono 2009). Gambar 13 Hasil Tabel Anova dalam Uji-T Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah analisis kenyamanan iklim mikro pada setiap struktur vegetasi pada semua kawasan. Tingkat kenyamanan secara kuantitatif biasanya diperoleh dengan menggunakan angka Temperature

51 35 Humidity Index (THI). Satu diantara rumus yang dipakai untuk mengetahui tingkat kenyamanan yang dipakai oleh Nieuwolt sebagai berikut: THI = 0,8T + (RH x T) 500 THI adalah Temperature Humidity Index atau angka ketidaknyamanan, T adalah suhu udara ( C), RH adalah kelembaban relatif (%). Daerah tropis seperti Indonesia, nilai THI di atas 27 orang sudah merasakan tidak nyaman (Fandeli dan Muhammad 2009) Rekomendasi Penyusunan rekomendasi dilakukan berdasarkan pengolahan dan analisis data iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada setiap land use berbeda (taman kota, CBD, perumahan dan industri) yang didapatkan selama pengukuran di lapangan. Berdasarkan hasil analisis statistik maupun analisis kenyamanan digunakan sebagai bahan rekomendasi sehingga dapat dihasilkan suatu rekomendasi untuk menciptakan RTH yang lebih baik pada setiap land use untuk meningkatkan kenyamanan kota.

52 BAB IV KONDISI UMUM KOTA JAKARTA 4.1 Profil Wilayah Kota Jakarta Kota Jakarta secara geografis merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6º12 LS dan 106º48 BT. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa daratan seluas 661,52 km 2 dan lautan seluas 6.997,5 km 2. Provinsi DKI Jakarta terbagi atas 5 wilayah kota yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan 1 kabupaten Kepulauan Seribu, terdiri atas 44 kecamatan (2 kecamatan berada di Kabupaten Kepulauan Seribu) serta 267 kelurahan. Terdapat sekitar 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu dan sekitar 27 buah sungai, saluran dan kanal. Secara administratif, kota Jakarta berbatasan langsung dengan: Utara: Laut Jawa Selatan dan Timur: wilayah Provinsi Jawa Barat (Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan kabupaten Bekasi) Barat: wilayah Provinsi Banten (Kota Tangerang dan kabupaten Tangerang) Wilayah administrasi provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi, dengan luas wilayah masingmasing: Tabel 8 Luas wilayah administratif DKI Jakarta No. Wilayah Luas (Km 2 ) 1. Jakarta Utara 142,20 2. Jakarta Selatan 145,73 3. Jakarta Pusat Jakarta Barat 126,15 5. Jakarta Timur 187,73 6. Kepulauan Seribu 11,81 Sumber : Bappeda DKI Jakarta, Tahun 2010 Di sebelah selatan dan timur Jakarta terdapat sejumlah rawa/situ sebagai daerah resapan air dengan total luas mencapai 100,52 Ha.

53 Kondisi Fisik Lingkungan Topografi Sebagian dari luas Provinsi DKI Jakarta kurang lebih Ha atau sekitar 40% dari luas total merupakan dataran rendah. Dataran rendah di DKI Jakarta berada terutama di daerah Jakarta Utara seperti di daerah sungai bambu, Papanggo, Warkas dan lain-lain yang ketinggiannya berada di bawah muka air laut pasang sehingga secara hidro-geologis, Jakarta berada pada cekungan artois. Akan tetapi, daerah-daerah dataran rendah tersebut sudah ditanggulangi baru sekitar 9000 Ha. Ketinggian tanah dari pantai sampai ke banjir kanal berkisar antara 0 m sampai 10 m di atas permukaan laut diukur dari titik nol Tanjung Priok. 40% Gambar 14 Kondisi Topografis DKI Jakarta Iklim Jakarta berada di daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata sepanjang tahun 28º Celsius, suhu udara maksimum 34,5º C dan suhu udara minimum 24,5º C. Kelembaban udara berkisar antara 67-81% dengan rata-rata kelembaban 75%. Pada tahun 2011, suhu rata-rata kota Jakarta dalam satu tahun mencapai 28,7º C. Sedangkan kelembaban udara dalam satu tahun rata-ratanya mencapai 73,5%. Berikut grafik data suhu dan kelembaban udara DKI Jakarta dalam setiap bulan selama tahun 2011.

54 38 29, , , ,5 26 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Suhu Udara ( C) Suhu Rata-rata Gambar 15 Grafik Suhu Udara DKI Jakarta pada Tahun 2011 (Sumber: BMKG PUSAT, Kemayoran) Kelembaban Udara (%) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Kelembaban Ratarata Gambar 16 Grafik Kelembaban Udara DKI Jakarta pada Tahun 2011 (Sumber: BMKG PUSAT, Kemayoran) Geologi Secara geologis, seluruh daratan Jakarta terdiri dari endapan aluvial, sedangkan Kepulauan Seribu terdiri atas terumbu karang dan dataran pantai. Bagian selatan terdiri dari lapisan aluvial yang memanjang dari timur ke barat pada jarak 10 km sebelah selatan pantai. Dibawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua. Kekuatan tanah di wilayah DKI Jakarta mengikuti pola yang sama dengan pencapaian lapisan keras di wilayah bagian utara pada kedalaman 10 m- 25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal yaitu antara 8 m-15 m. Daratan Jakarta berkedudukan pada morfologi endapan aluvium sungai dan pantai, endapan pematang pantai, endapan sungai lama, endapan kipas vulkanik dan satuan tufa. Kondisi fisik Jakarta dipengaruhi kondisi geomorfologi wilayah

55 39 lebih luas yang meliputi Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung Salak di wilayah Bogor. Secara geohidrologi, Jakarta terletak pada cekungan artois. Terdapat sekitar 27 buah aliran air berupa sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Namun, kondisi sungai sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Akibatnya, jika hujan dengan intensitas tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai cepat meluap Penduduk Jumlah penduduk DKI Jakarta sesuai data kependudukan berjumlah 7,55 juta jiwa. Jakarta dengan wilayah sekitarnya Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) berpenduduk 20 juta jiwa. Namun, fakta di lapangan jumlah penduduk yang beraktivitas kurang lebih 8,9 juta jiwa pada malam hari dan 11 juta jiwa pada siang hari, dengan kepadatan penduduk jiwa/ha hingga jiwa/ha. Sedangkan prediksi jumlah penduduk tahun 2030 mencapai 12,5 juta jiwa (BPS, 2007). Tabel 9 Jumlah Penduduk DKI Jakarta November 2011 WNI WNA No Wilayah Total LK PR JML LK PR JML 1. Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kep.Seribu Total Sumber: Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta Penutupan Lahan (Land Cover) Berdasarkan citra satelit 2008, daratan seluas ,38 ha (66,62%) sudah terbangun permukaan lahan tertutup bangunan, jalan, perkerasan lain) dan ,81 ha (33,38%) merupakan ruang terbuka dengan rincian RTH publik 9,79% dan ruang terbuka lainnya berupa berbagai unsur dan struktur alami yang

56 40 berpotensi sebagai RTH 23,59%. Hasil citra satelit tersebut menunjukkan bahwa Jakarta telah didominasi lahan terbangun, jalan, jembatan dan berbagai jenis perkerasan lainnya (Joga 2011). Untuk lebih jelasnya, luas dan presentase lahan terbangun dan potensi RTH di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10 Penggunaan Lahan DKI Jakarta tahun 2008 No. Guna Lahan Luas (Ha) Presentase (%) Keterangan 1. Lahan Terbangun ,38 66,62 Bangunan, jalan, jembatan n dan berbagai perkerasan 2. RTH Publik 6.309,89 9,79 Dimiliki Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat 3. RTH Privat ,92 23,59 Dimiliki oleh masyarakat dan swasta/pengembang Luas DKI Jakarta , Tidak termasuk kabupaten Kepulauan Seribu Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2008 dalam Joga (2011) Perekonomian Perekonomian Jakarta tahun menunjukkan prestasi yang cukup menggembirakan. Jakarta dalam kurun 5 tahun terakhir telah memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 16-17%. Angka ini merupakan paling besar dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Kondisi perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Jakarta. Pertumbuhan perekonomian Jakarta selama 5 tahun terakhir tumbuh rata-rata 6 persen. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada sebelum saat krisis moneter Pola Sebaran Kegiatan Kegiatan utama penduduk DKI Jakarta adalah dibidang perdagangan besar, kecil dan jasa-jasa, kemudian kegiatan dibidang industri termasuk listrik, gas dan air, hanya sebagian kecil yang bekerja pada sektor pertanian. Industri yang ada terutama ialah industri manufacturing yang bergerak di bidang bahan makanan dan minuman, tekstil, percetakan dan penerbitan, kayu dan alat rumah tangga, barang-barang dari karet, kimia, barang logam dan industri asembling. Sebagian industri berat berlokasi di Pulogadung, industri ringan di Pluit, Ancol dan Cengkareng, industri pertanian di Gandaria Selatan serta jasa dan perdagangan di Tanjung Priok.

57 41 Sektor pertanian terutama sektor perikanan laut/darat terdapat di teluk Jakarta dan empang dekat pantai, peternakan dan holtikultura di daerah pinggiran kota terutama di kecamatan Kebon Jeruk, Kebayoran Lama, Pasar Minggu, Mampang Prapatan, Pasar Rebo, Kramat Jati. Sektor pertanian ini diusahakan dengan cara lama yang semakin lama semakin terdesak dengan perkembanganperkembangan industri dan perumahan. Namun demikian, bila diusahakan secara intensif akan dapat memenuhi sebagian kebutuhan DKI Jakarta. Selain kegiatan di bidang perekonomian, Jakarta merupakan pusat kegiatan pemerintah, kegiatan diplomatik dan pusat kegiatan kebudayaan. 4.3 Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta Perkembangan fisik di kota-kota Jakarta dalam 10 tahun terakhir berjalan dengan cepat dan dinamis. Pada beberapa bagian kota Jakarta pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan peruntukkannya seperti kawasan pemukiman berkembang menjadi kawasan jasa dan perdagangan, berkembangnya kawasan pemukiman sekitar daerah aliran sungai, waduk dan situ, belum efektifnya relokasi industri dan alih fungsi RTH menjadi kawasan lain. Kondisi saat ini RTH baru mencapai 11%, sementara target yang ditetapkan 13,04% dari luas Jakarta. Pemanfaatan ruang di kota Jakarta untuk kawasan pemukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, semakin meningkat. Luas lahan kota yang statis, tidak memungkinkan pemanfaatan lahan secara horizontal di beberapa kawasan. Pembangunan fisik kota selama 10 tahun terakhir didominasi oleh bangunan bertingkat untuk mengefisienkan penggunaan lahan. Pada saat ini di beberapa kawasan prospektif, mengusulkan ketinggian bangunan lebih tinggi dari kondisi yang ada agar biaya pembangunannya lebih efisien.

58 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan D.K.I Jakarta Tahun 2011 Citra satelit yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Landsat 7 ETM 122/64 akuisisi tanggal 28 Agustus 2011 dan 13 September Kedua data citra tersebut digabung kemudian dipotong dengan batas wilayah administrasi D.K.I Jakarta. Setelah dipotong, dilakukan klasifikasi citra satelit sehingga terlihat penutupan lahan kota Jakarta. Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Klasifikasi terbimbing dilakukan sebelum melakukan cek lapangan setelah melakukan pemulihan dan penajaman citra. Tujuan dilakukan klasifikasi citra adalah untuk pengelompokan atau melakukan segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif. Hasil dari klasifikasi citra tersebut didapatkan kategori penutupan lahan. Klasifikasi penutupan lahan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1. RTH (Ruang Terbuka Hijau) Interpretasi hasil citra Landsat 7 ETM 122/64 tanggal akuisisi 28 Agustus 2011 dan 13 September 2011 tersebut, dicirikan dengan warna hijau dalam proses pengklasifikasiannya. Hasil yang terlihat bahwa terdapat tipe penutupan lahan pada kategori RTH di wilayah DKI Jakarta yaitu berupa hutan kota, taman kota, pemakaman, lapangan bola, lapangan golf dan jalur hijau jalan. Berikut gambar tipe penutupan lahan kategori RTH di DKI Jakarta dapat di lihat pada gambar 17. Gambar 17 Contoh Lokasi Penutupan Kategori RTH

59 43 2. Lahan Terbangun Lahan terbangun meliputi bangunan perumahan, gedung-gedung tinggi, kawasan industri, jalan, dll. Pada gambar 18, dapat di lihat tipe penutupan lahan kategori lahan terbangun di DKI Jakarta. Berdasarkan interpretasi hasil citra landsat 7 ETM, pengklasifikasian kategori ini ditandai dengan warna merah. Gambar 18 Contoh Lokasi Penutupan Kategori Lahan Terbangun 3. Badan air Hasil dari intrepetasi citra Landsat 7 ETM pada peta penutupan lahan, badan air dalam pengklasifikasiannya ditandai dengan warna biru. Badan air merupakan suatu area seperti sungai dan danau. Tipe penutupan lahan kategori ini dapat dilihat pada gambar 19. Gambar 19 Contoh Lokasi Penutupan Kategori Badan Air Pengolahan data citra satelit sangat perlu dilakukan uji akurasi data. Akurasi yang dimaksud di sini adalah kecocokan antara suatu informasi standar yang dianggap benar, dengan citra terklasifikasi yang belum diketahui kualitas informasinya. Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan accuracy assesment pada software ERDAS IMAGINE 9.1 setelah mengambil GCP (Ground Control Point) yang diambil menyebar menggunakan GPS dibeberapa titik di seluruh wilayah Jakarta. Hasil akurasi peta penutupan lahan DKI Jakarta 2011 adalah sebesar 87,10 persen sehingga peta ini sudah dapat digunakan karena nilai ketelitian dari peta harus memenuhi syarat lebih besar dari 70 persen, nilai

60 44 tersebut dapat menjadi sebuah pembuktian terhadap nilai kevalidan data citra satelit (Purwadhi 2001). Peta penutupan lahan DKI Jakarta yang dihasilkan dari citra satelit mengandung informasi mengenai luas penutupan lahan yang ada di Jakarta. Presentase luasan tersebut dapat dilihat pada gambar 20. Penutupan Lahan DKI Jakarta 1,34% 10,03% 88,63% Badan Air (844,92 Ha) Ruang Terbangun (55775,9 Ha) Ruang Terbuka Hijau (6310,8 Ha) Gambar 20 Luas Penutupan Lahan DKI Jakarta Tahun 2011 Diagram di atas menunjukkan bahwa luas ruang terbangun di Jakarta berdasarkan peta tutupan lahan sudah mencapai angka lebih dari 70 persen atau lebih tepatnya sebesar 88,63 persen dari luas total keseluruhan. Lahan terbangun mendominasi perkembangan keseluruhan kota. Hal ini dapat dilihat dari kondisi eksisting kota Jakarta yang sebagian besar tutupan lahannya terdiri dari kawasan perkantoran, pemukiman, industri dan perdagangan. Padatnya bangunan di sebagian besar wilayah Jakarta dengan berbagai perkerasan lainnya berdampak pada berkurangnya lahan alami dan menurunnya kualitas kota. Ketersediaan ruang terbuka hijau di Jakarta sangat minim. Saat ini luas ruang terbuka hijau yang ada hanya 10,03 persen dari luas keseluruhan Jakarta. Angka tersebut masih sangat kurang dari ketetapan yang disebutkan di dalam undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang menyebutkan bahwa proporsi luas RTH minimal adalah 30 persen dari luas kota yang terdiri atas RTH publik 20 persen yang di kelola pemerintah daerah dan RTH privat sebesar 10 persen yang di kelola masyarakat dan swasta. Berdasarkan undangundang tersebut, proporsi luas RTH yang ada saat ini akan berimplikasi pada keadaan iklim kota Jakarta. Jakarta menjadi lebih panas dan berdampak pada

61 45 keseimbangan ekosistem kota dengan indikasi penurunan kualitas lingkungan seperti banjir pada musim hujan, fenomena heat island pada musim kemarau dan meningkatnya pencemaran kota. Ketersedian badan air di Jakarta menurut peta penutupan lahan tersebut, hanya 1,34 persen atau sekitar 844,92 Ha. Wilayah Jakarta masih banyak memiliki aliran sungai (alami maupun buatan), situ maupun waduk yang berfungsi sebagai tata air kota Jakarta. Kondisi alam kota Jakarta sebagai dataran rendah yang banyak dialiri aliran air dengan 13 sungai utama dan adanya 14 situ atau waduk sebagai karakter kota Jakarta. Peta penutupan lahan kota Jakarta ini dapat dilihat pada (Gambar 21) 5.2 Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land use Iklim Mikro Kawasan Taman Kota Luas ruang terbuka hijau di Jakarta semakin lama semakin berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan lahan. Adanya batasan wilayah kota mendorong pembangunan cenderung memanfaatkan lahan-lahan alami yang masih ada, padahal lahan tersebut mempunyai fungsifungsi ekologis kota. Berkurangnya ruang terbuka hijau dan bertambahnya dominasi lahan terbangun (hutan beton) di Jakarta, berdampak pada keseimbangan ekosistem kota dengan indikasi kualitas lingkungan perkotaan. Taman kota, taman lingkungan dan taman rekreasi di Jakarta pada umumnya berbentuk area hijau dengan luasan tertentu karena banyak digunakan masyarakat untuk berbagai kegiatan sedangkan ruang terbuka hijau berada di tepi jalan, sempadan sungai dan tepian pantai berbentuk koridor jalur hijau (green coridor). Jakarta memiliki banyak taman kota, salah satu taman kota yang cukup besar di Jakarta adalah taman Suropati, Menteng. Taman Suropati sudah ada sejak tahun 1920 di pusat kota Jakarta.

62 Gambar 21 Peta Penutupan Lahan Kota Jakarta 46

63 47 Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di taman Suropati selama 3 hari mulai dari tanggal 28, 29, 30 Juli Kawasan taman Suropati didominasi vegetasi yang memilki jarak tanam yang rapat. Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan pada siang hari saat cuaca cerah yaitu pada pukul WIB. Suhu dan kelembaban udara diukur di bawah naungan pohon mahoni (Sweitenia mahogani) setinggi ± 8 meter dengan kepadatan tajuk yang cukup rapat, untuk struktur vegetasi semak, pengukuran dilakukan di bawah naungan palem wregu (Rhapis excelsa) yang memiliki daun lebar dan memiliki tinggi ± 1,5 meter sedangkan pengukuran di atas rumput, dilakukan pada rumput gajah (Axonopus compressus). Data suhu udara dan kelembaban udara yang didapatkan dari hasil pengukuran selama tiga hari dapat dilihat pada tabel yang tersaji pada tabel (Lampiran 2). Data rata-rata ulangan pengukuran iklim mikro selama tiga hari tersebut menunjukkan perbedaan setiap menit pengukuran baik pada pohon, semak maupun rumput. Perbandingan laju perubahan suhu maupun kelembaban udara lebih jelas dapat terlihat pada grafik di bawah ini. 40,0 Suhu Udara Taman Kota Suhu Udara ( C) 38,0 36,0 34,0 32,0 Pohon Semak Rumput 30, Gambar 22 Grafik Suhu Udara di Kawasan Taman Kota Gambar di atas merupakan grafik rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput yang ada pada taman kota. Grafik tersebut menunjukkan bahwa keadaan suhu udara pada struktur vegetasi pohon tidak begitu mengalami perubahan tiap menitnya, hanya saat menit ke 9 sampai menit ke 23 rumput dan semak mengalami perubahan suhu menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan keadaan awalnya, kemudian setelah menit ke 23 suhu

64 48 kembali ke kondisi semula. Hal ini dikarenakan perubahan cuaca kota saat dilakukan pengukuran yaitu adanya tutupan awan yang mempengaruhi penyinaran matahari tetapi perubahan ini tidak cukup berarti karena saat berikutnya suhu kembali ke awal pengukuran. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak dan rumput. Rata-rata suhu udara pada pohon adalah 30,3⁰C, suhu udara pada semak adalah 34,2⁰C dan suhu udara pada rumput adalah 35,2⁰C. Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu udara di bawah naungan pohon lebih rendah bila dibandingkan dengan dua vegetasi lainnya yaitu semak dan rumput. Selisih suhu udara pohon dengan semak 3,9⁰C, selisih suhu udara semak dan rumput mencapai 1,0⁰C, dan selisih suhu udara pohon dengan rumput 4,9⁰C. Suhu udara paling tinggi adalah suhu udara diatas rumput, hal ini dikarenakan rumput mendapatkan sinar matahari secara langsung tanpa terlindungi oleh apapun sedangkan pohon dan semak masih memiliki naungan. Naungan secara langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang sampai dipermukaan tajuk tanaman. Keberadaan pohon dalam taman kota sangat erat kaitannya dengan pengaruh iklim mikro suatu kota. Bentuk tajuk pohon yang rapat menyebabkan suhu di bawah naungan pohon lebih sejuk jika dibandingkan dengan dua vegetasi lainnya. Kelembaban Udara Taman Kota Kelembaban Udara (%) 64,0 62,0 60,0 58,0 56,0 54,0 52,0 50,0 48,0 46, Pohon Semak Rumput Gambar 23 Grafik Kelembaban Udara di Kawasan Taman Kota Grafik di atas menunjukkan bahwa kelembaban udara pada setiap vegetasi di kawasan taman kota. Kelembaban udara paling tinggi dimiliki oleh vegetasi

65 49 pohon. Di bawah naungan pohon, suhu udaranya lebih rendah dibandingkan dengan semak dan rumput. Namun, untuk kelembaban udara, pohon lebih tinggi dengan angka rata-rata mencapai 61 persen. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput. Nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput berturut-turut sebesar 61,0 persen, 55,7 persen dan 55,0 persen. Selisih kelembaban udara pohon dan semak 5,3 persen, selisih kelembaban udara semak dan rumput 0,7 persen dan selisih antara kelembaban udara pohon dengan rumput sebesar 6,0 persen. Pohon memiliki kelembaban udara yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan semak dan rumput, hal ini disebabkan karena pohon yang satu dengan yang lainnya yang ada di taman Suropati letaknya berdekatan dan cukup rindang. Faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut yaitu kemampuan evapotranspirasi lebih baik karena tajuk pepohonan yang rapat sehingga kandungan uap air di bawah pohon lebih banyak sedangkan semak memiliki kelembaban udara yang lebih tinggi dari pada rumput karena semak masih memiliki naungan dan ukuran semak lebih tinggi dari pada rumput Iklim Mikro Kawasan CBD Kawasan pusat kota Jakarta secara besar-besaran mengalami pergeseran fungsi lahan. Ruang terbuka hijau kota beralih fungsi menjadi kawasan bisnis, supermall, pekantoran dan sebagainya. Kawasan CBD (Central Business Distric) terdiri dari banyak bangunan dan perkerasan sehingga memiliki sedikit RTH. Keberadaan RTH pada kawasan ini, semakin lama semakin berkurang, proporsi antara bangunan dan RTH tidak seimbang sehingga memicu naiknya suhu udara. Salah satu kawasan CBD terbesar di kota Jakarta adalah kawasan CBD cempaka putih. Kawasan ini banyak terdapat gedung-gedung perbelanjaan, ruko, maupun gedung perkantoran. Akan tetapi, tepat di depan ruko Cempaka Mas masih terdapat RTH yang cukup luas sehingga dilakukan pengukuran di lokasi ini karena area ini diasumsikan dapat mewakili seluruh kawasan CBD Cempaka Putih.

66 50 Pengambilan data iklim mikro di kawasan CBD dilakukan selama tiga hari mulai dari tanggal 31 Juli 2012 sampai dengan 2 Agustus Pengukuran menggunakan alat Heavy Weather dilakukan pada pukul WIB pada saat cuaca cerah. Suhu dan kelembaban udara di ukur di bawah naungan pohon tanjung (Mimusoph elengi L) setinggi ± 8m dengan tajuk bundar seperti bola,untuk semak dilakukan pengukuran iklim mikro pada tanaman gardenia (Gardenia jasminoides) setinggi ± 1,8 m, dan pengukuran pada rumput, dilakukan di atas permukaan rumput gajah (Axonopus compressus). Data hasil pengukuran iklim mikro pada kawasan CBD Cempaka Putih yang dilakukan selama tiga hari terlampir pada tabel (Lampiran 3). Perbandingan laju perubahan suhu maupun kelembaban udara dari hasil pengulangan selama dilapangan lebih jelas dapat telihat pada grafik di bawah ini. 40,0 Suhu Udara Kawasan CBD Suhu Udara ( ) 38,0 36,0 34,0 32,0 Pohon Semak Rumput 30, Gambar 24 Grafik Suhu Udara di Kawasan CBD Grafik di atas menunjukkan perbandingan laju suhu udara setiap menitnya pada kawasan CBD Cempaka Putih. Pada grafik terlihat bahwa rumput memiliki suhu tertinggi jika dibandingkan dengan pohon dan semak. Namun, untuk kenaikkan suhu hanya semak yang terlihat mengalami peningkatan sedangkan untuk pohon dan rumput tidak begitu mengalami kenaikan ataupun penurunan suhu. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak dan rumput. Suhu rata-rata pohon pada kawasan ini 31,9⁰C, sedangkan semak dan rumput memiliki suhu rata-rata masing-masing sebesar 34,3⁰C dan 35,7⁰C.

67 51 Selisih suhu udara antara pohon dan semak pada kawasan CBD sebesar 2,4⁰C, selisih suhu udara antara semak dan rumput sebesar 1,4⁰C sedangkan selisih suhu udara antara pohon dengan rumput sebesar 3,8⁰C. Suhu udara dibawah naungan pohon cenderung lebih kecil bila dibandingkan dengan suhu udara semak dan rumput. Hal ini disebabkan karena pohon memiliki tajuk yang dapat menyebarkan sinar matahari sehingga suhu area disekitarnya dapat direduksi dengan baik sedangkan semak memiliki area tajuk yang lebih kecil bila dibandingkan dengan pohon, sehingga kemampuan mereduksi suhu udaranya juga lebih rendah. Struktur vegetasi rumput memiliki suhu udara yang paling tinggi karena rumput menerima langsung sinar matahari tanpa terhalangi oleh apapun sehingga dipantulkan ke area sekitarnya. Kelembaban Udara (%) 64,0 62,0 60,0 58,0 56,0 54,0 52,0 50,0 48,0 46,0 Kelembaban Udara Kawasan CBD Menit ke- Pohon Semak Rumput Gambar 25 Grafik Kelembaban Udara di Kawasan CBD Grafik kelembaban udara di atas menunjukkan perbandingan kelembaban masing-masing vegetasi pada RTH di kawasan CBD. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput. Dari hasil pengukuran dilapangan, pohon memiliki kelembaban suhu paling tinggi, hal ini dikarenakan suhu berbanding terbalik dengan kelembaban udara, semakin rendah suhu, semakin tinggi pula kelembaban udara. Rata-rata kelembaban udara pada pohon di kawasan CBD sebesar 58,7 persen, sedangkan untuk semak dan rumput masingmasing memiliki kelembaban udara sebesar 52,8 persen dan 51,7 persen.

68 52 Selisih kelembaban udara pohon dengan semak pada kawasan CBD sebesar 5,9 persen. Selisih kelembaban udara semak dengan rumput sebesar 1,1 persen sedangkan selisih antara kelembaban udara pohon dengan rumput adalah sebesar 7,0 persen. Hal ini dikarenakan pohon dapat menghalangi masuknya sinar matahari, inilah yang menyebabkan area dibawah naungan pohon memiliki massa udara yang lembab Iklim Mikro Kawasan Perumahan Kawasan pusat kota dan daerah pinggiran kota Jakarta telah banyak mengalami konversi lahan. Lahan pertanian yang subur menjadi area komersil dan area pemukiman baru. Hal ini terjadi karena rencana tata ruang daerah yang telah di susun tidak begitu diperhatikan oleh developer. Peningkatan jumlah penduduk di kota Jakarta yang semakin lama semakin meningkat menyebabkan warga Jakarta berburu lahan untuk dijadikan kawasan bermukim. Salah satu area yang dijadikan sebagai kawasan pemukiman baru adalah kawasan Perumahan Metland Menteng di kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Kawasan perumahan ini merupakan lahan pertanian yang di ubah oleh para developer menjadi kawasan pemukiman elit. Pengukuran iklim mikro pada kawasan perumahan Metland Menteng, Cakung, dilakukan pada pukul WIB. Sampel suhu dan kelembaban udara di ukur pada vegetasi di taman lingkungan perumahan ini. Pengukuran iklim mikro dilakukan di bawah naungan pohon sawo kecik (Manilkara kauki) setinggi ± 8 m dengan tajuk bulat. Untuk pengambilan data semak dilakukan tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) setinggi ± 2 m, sedangkan untuk rumput dilakukan pengukuran iklim mikro pada rumput gajah (Axonopus compressus). Pengukuran di kawasan ini dilakukan selama 3 hari mulai dari tanggal 14 September sampai dengan 16 September 2012 menggunakan tiga alat Heavy Weather yang digunakan secara bersamaan. Data hasil pengukuran selama di lapangan terlampir pada tabel (Lampiran 4). Berikut grafik hubungan antara waktu pengambilan iklim mikro dengan suhu dan kelembaban udara di kawasan perumahan.

69 53 Suhu Udara Kawasan Perumahan Suhu Udara (ºC) 40,0 38,0 36,0 34,0 32,0 30, Pohon Semak Rumput Gambar 26 Grafik Suhu Udara di Kawasan Perumahan Grafik di atas menunjukkan suhu udara yang didapatkan di kawasan perumahan Metland Menteng, Cakung. Dari hasil yang diperoleh, suhu pada kawasan ini cenderung stabil dari awal sampai menit ke 30 hanya sedikit terlihat peningkatan maupun penurunan suhu. Rumput memiliki suhu tertinggi jika dibandingkan dengan pohon dan semak sedangkan pohon memiliki suhu terendah. Hal ini membuktikan bahwa kondisi iklim di bawah naungan tajuk berbeda dengan vegetasi yang tidak memiliki tajuk. Penyinaran radiasi matahari pada vegetasi dapat dikurangi dengan adanya tajuk pada tanaman sehingga tanaman yang memiliki tajuk akan mempunyai suhu udara yang lebih rendah dan sejuk. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak dan rumput. Suhu rata-rata pohon pada kawasan perumahan Metland Menteng sebesar 34,0 ⁰C sedangkan untuk semak dan rumput berturut-turut memiliki suhu udara rata-rata sebesar 34,7 ⁰C dan 37,7 ⁰C. Dari data tersebut terlihat bahwa antar ketiga struktur vegetasi tersebut terdapat selisih suhu udara. Selisih suhu udara antara pohon dan semak sebesar 0,7⁰C, selisih suhu udara antara semak dan rumput sebesar 3,0⁰C sedangkan selisih antara suhu udara pohon dengan rumput sebesar 3,7⁰C.

70 54 Kelembaban Udara (%) 64,0 62,0 60,0 58,0 56,0 54,0 52,0 50,0 48,0 46,0 Kelembaban Udara Kawasan Perumahan Pohon Semak Rumput Gambar 27 Grafik Kelembaban Udara di Kawasan Perumahan Gambar di atas menunjukkan grafik kelembaban udara di kawasan perumahan. Pada grafik terlihat vegetasi yang memiliki kelembaban tertinggi adalah pohon. Suhu dibawah naungan pohon lebih rendah sehingga memiliki massa udara yang lembab. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput. Kelembaban udara rata-rata pada vegetasi pohon sebesar 58,1 persen, pada semak kelembaban udara rata-rata sebesar 57 persen dan rumput memilki kelembaban udara rata-rata sebesar 51 persen. Selisih kelembaban udara antara pohon dengan semak yaitu 1,1 persen, selisih kelembaban udara antara semak dan rumput mencapai 8 persen sedangkan selisih kelembaban udara antara pohon dengan rumput sebesar 7,1 persen. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan setiap vegetasi dalam hal meningkatkan kelembaban udara berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dari vegetasi itu sendiri. Luasan tajuk, lebar daun dan tinggi vegetasi berpengaruh secara nyata terhadap kenaikkan kelembaban udara Iklim Mikro Kawasan Industri Jakarta mempunyai status sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, industri, kebudayaan dan pariwisata. Sebagai pusat industri, Jakarta memiliki tingkat polusi yang cukup tinggi. Aktivitas industri menimbulkan gas buang dan debu yang menjadi pencemar utama. Keberadaan RTH pada kawasan industri

71 55 masih tergolong cukup minim, hanya beberapa kawasan industri saja yang memiliki hutan kota. Salah satu kawasan industri yang memiliki hutan kota yang cukup luas adalah kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Pada kawasan ini masih terdapat banyak vegetasi seperti pohon, semak maupun rumput. Pengukuran di kawasan industri Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) dilakukan selama 3 hari mulai dari tanggal 3 Oktober 2012 sampai dengan 5 Oktober Pengukuran iklim mikro dilakukan pada saat cuaca cerah yaitu sekitar pukul WIB yaitu pada vegetasi pohon, semak dan rumput. Pada vegetasi pohon, iklim mikro diukur di bawah naungan pohon asam (Tamarindus indica L.) setinggi ± 10 m dengan tajuk irreguler dan memilki fungsi penaung. Pada semak, dilakukan pengukuran pada naungan tanaman bunga kertas (Bougainvillea sp.) setinggi ± 1,5 m sedangkan pengukuran iklim mikro pada vegetasi rumput dilakukan di atas rumput gajah (Axonopus compressus). Data hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada kawasan industri terlampir pada tabel (Lampiran 5). Berikut grafik hubungan antara suhu dan kelembaban udara dengan waktu pengambilan pada masing-masing vegetasi di kawasan JIEP. Suhu Udara (ºC) 40,0 38,0 36,0 34,0 32,0 30,0 Suhu Udara Kawasan Industri Pohon Semak Rumput Gambar 28 Grafik Suhu Udara di Kawasan Industri Gambar di atas menunjukkan grafik suhu udara pada kawasan industri Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Pada grafik terlihat bahwa suhu pada vegetasi rumput cenderung mengalami kenaikan yang cukup drastis. Ratarata suhu udara rumput pada kawasan ini mencapai 37,9 ºC. Hal ini dikarenakan,

72 56 tingkat penerimaan cahaya matahari pada vegetasi tanpa naungan cukup tinggi bila dibandingkan dengan vegetasi dengan naungan. Suhu vegetasi pada siang hari di atas permukaan tanah terbuka akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu di bawah naungan karena radiasi matahari yang diterima oleh tanaman tidak dapat dipantulkan kembali. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak dan rumput. Nilai rata-rata suhu udara pohon, semak dan rumput berturut-turut 33,9 ºC, 34,6 ºC dan 37,9 ºC. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, terdapat selisih suhu udara antar struktur vegetasi. Selisih suhu udara antara pohon dan semak sebesar 0,7ºC, selisih suhu udara antara semak dan rumput sebesar 3,3ºC dan selisih antara vegetasi pohon dengan rumput sebesar 4ºC. Kelembaban Udara (%) 64,0 62,0 60,0 58,0 56,0 54,0 52,0 50,0 48,0 46,0 Kelembaban Udara Kawasan Industri Menit ke- Pohon Semak Rumput Gambar 29 Grafik Kelembaban Udara di Kawasan Industri Keadaan kelembaban udara pada setiap land use berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengukuran pada kawasan industri pada vegetasi pohon, semak dan rumput masing-masing memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi seperti yang terlihat pada grafik di atas. Vegetasi yang memilki kelembaban udara terendah adalah vegetasi rumput rata-ratanya hanya mencapai angka 51,0 persen sedangkan untuk vegetasi pohon dan semak berturut-turut sebesar 58,4 dan 57,2 persen. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0

73 57 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak dan rumput. Selisih kelembaban udara pada pohon dan semak sebesar 1,2 persen, selisih kelembaban udara antara semak dan rumput sebesar 6,2 persen, sedangkan selisih kelembaban udara pohon dengan rumput sebesar 7,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi yang memiliki naungan cenderung memiliki kelembaban udara yang lebih tinggi karena proses evapotranspirasi tanaman dapat berjalan dengan baik. Hasil interpretasi grafik iklim mikro dari hasil pengukuran pada vegetasi pohon, semak dan rumput di masing-masing land use (Taman Kota, CBD, Perumahan dan Industri) berbeda. Berdasarkan uji statistik menggunakan uji T one way, perbedaan suhu antar vegetasi baik pohon, semak dan rumput berbeda secara nyata dengan taraf 5 persen. Begitu pula dengan kelembaban udara, menurut uji statistik perbedaan kelembaban udara antar vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada masing-masing land use berbeda secara nyata pada taraf 5 persen. Kelembaban udara (RH) dipengaruhi oleh adanya pepohonan pelindung terutama bila jarak antar pohon cukup rapat. Kelembaban udara menunjukkan kandungan uap air diatmosfer pada suatu saat dan waktu tertentu. Semakin banyak air yang diuapkan, semakin banyak energi yang berbentuk panas laten dan makin lembab udaranya. Uap air dapat menyerap energi radiasi matahari, apabila tanaman tinggi akan memilki laju evapotranspirasi yang lebih besar karena kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi akan menyebabkan suhu disekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Selain itu, sekelompok pepohonan yang ditanam dengan kerapatan tinggi dapat mengurangi suhu udara yang tinggi pada siang hari. Pada grafik-grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada masing-masing land use, suhu pada naungan pohon lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu pada semak dan rumput sehingga dapat disimpulkan bahwa pohon lebih efektif mereduksi suhu udara bila dibandingkan dengan semak dan rumput. Hal ini dikarenakan, pohon mampu mengabsorbsi energi radiasi matahari dan dapat dipantulkan atau dipencarkan ke tajuk pohon sehingga akan memberikan teduhan

74 58 pada area disekelilingnya. Untuk itu, diperlukan penanaman pohon dengan jenis pohon yang sesuai yaitu memiliki karakteristik tajuk menaungi dalam jumlah yang banyak untuk menurunkan suhu udara kota yang panas agar tercipta kenyamanan pada setiap kawasan Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada Berbagai Landuse Analisis Iklim Mikro Pohon pada berbagai Landuse Pohon sangat erat kaitannya dengan iklim mikro suatu daerah. Mekanisme hubungan pohon dan iklim mikro adalah ketika radiasi matahari diperkotaan mengakibatkan tanah dan benda lainya menjadi panas. Tumbuhan yang tinggi dan luasan yang cukup akan mengurangi efek pemanasan tersebut. Suhu udara pada daerah pepohonan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi pohon. Hal ini disebabkan, daun-daun pada pohon dapat mengintersepsi, refleksi, mengabsorbsi dan mentransmisikan sinar matahari. Efektivitasnya tergantung kepada spesiesnya, misalnya rindang, berdaun, bercabang dan beranting banyak. Setiap spesies mempunyai bentuk, karakteristik, warna, tekstur dan ukuran berbeda-beda. Pohon secara ekologis dapat membantu meningkatkan kualitas udara dengan menurunkan iklim mikro, menyerap air dan polutan udara. Pohon juga dapat menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Keberadaan pohon sangat diperlukan dalam ruang terbuka hijau pada setiap land use di perkotaan. Namun, kebutuhan setiap land use berbeda-beda sehingga jenis pohon yang dibutuhkan pun akan berbeda-beda. Pada taman kota dan perumahan dibutuhkan pohon dengan fungsi pelindung dan pohon yang memiliki naungan yang cukup, karena pada kedua kawasan ini adalah area yang biasa digunakan untuk kegiatan bersosialisasi sehingga diperlukan kondisi sejuk dan nyaman. Untuk kawasan industri, dibutuhkan pohon yang dapat mengakumulasi berbagai jenis polutan dan dapat meredam kebisingan karena pada kawasan industri tingkat pencemaran udara cukup tinggi dihasilkan dari gas buang dan debu sebagai pencemar utama sedangkan untuk kawasan CBD, dibutuhkan pohon yang dapat berfungsi sebagai peneduh, peredam kebisingan dan perlu diperhatikan bentuk dan karakteristiknya karena kawasan CBD sebagian besar berada dipinggir jalan.

75 59 Pengukuran iklim mikro menggunakan alat Heavy Weather dilakukan pada empat kawasan berbeda yaitu taman kota, CBD, perumahan dan industri. Pengukuran pada kawasan taman kota dilakukan pada pohon mahoni (Sweitenia mahogani), kawasan CBD pada pohon tanjung (Mimusoph elengi L), kawasan perumahan pada pohon sawo kecik (Manilkara kauki) dan kawasan industri dilakukan pengukuran pada pohon asam (Tamarindus indica L). Berikut grafik suhu dan kelembaban udara pohon pada empat kawasan berbeda di Jakarta. Gambar 30 Grafik Suhu Udara di Bawah Naungan Pohon Pada grafik di atas terlihat, pohon sawo kecik (Manilkara kauki) pada kawasan perumahan dan pohon asam (Tamarindus indica L) pada kawasan industri memiliki suhu udara paling tinggi bila dibandingkan dengan dua kawasan lain. Suhu udara pohon pada kawasan perumahan dan industri hanya berbeda 0,1 ºC saja, maka dapat diasumsikan suhu udara pohon pada kawasan industri dan perumahan tidak jauh berbeda sedangkan pohon yang memiliki suhu paling rendah adalah pohon mahoni (Sweitenia mahogani) yang berada pada kawasan taman kota. Rata-rata suhu udara dibawah naungan pohon pada kawasan taman kota, CBD, perumahan dan industri berturut-turut adalah 30,3 ºC; 31,9 ºC; 34,0 ºC dan 33,9 ºC. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi pohon pada masing-masing land use dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada struktur vegetasi yang sama yaitu vegetasi pohon pada semua land use. Suhu Udara (ºC) 38,0 37,0 36,0 35,0 34,0 33,0 32,0 31,0 30,0 29,0 28,0 30,3 Suhu Udara Pohon 31,9 Kawasan 34,0 33,9 Taman Kota CBD Perumahan Industri

76 60 Kemampuan mereduksi suhu udara dari masing-masing pohon dapat berbeda-beda sehingga didapatkan hasil pengukuran seperti pada grafik di atas. Selain itu, faktor lingkungan dari lokasi pengukuran pada pohon di setiap land use berbeda dapat mempengaruhi suhu udara. Kawasan industri banyak menghasilkan panas dari berbagai kegiatan produksi, asap pabrik dan kendaraan sehingga memiliki suhu udara yang panas sedangkan kawasan perumahan memiliki suhu yang relatif tinggi disebabkan karena lokasi perumahan dekat dengan kawasan industri sehingga suhu udara pada kawasan ini cenderung tidak jauh berbeda dengan industri. Selain itu, kawasan perumahan minim keberadaan RTH. Berikut tabel proporsi luasan RTH setiap lokasi pengambilan data. Tabel 11 Proporsi luas RTH di 4 lokasi pengambilan data No. Land use RTH (Ha) Ruang Terbangun (Ha) Presentase luasan RTH 1. Perumahan 3,42 143,28 2,33% 2. CBD 3,87 174,69 2,72% 3. Industri 5,63 138,34 5,63% 4. Taman Kota 1,8 0,9 66,67% Berbeda halnya dengan taman kota yang memilki suhu paling rendah dibandingkan dengan kawasan perumahan, industri maupun CBD. Hal ini dikarenakan pada taman kota didominasi oleh vegetasi yang memilki kerapatan yang tinggi sehingga dapat menurunkan suhu udara disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kerapatan pohon maka akan dapat mengurangi energi radiasi matahari sehingga dapat mereduksi suhu udara di sekitarnya dan iklim fisis atau keadaan udara pada suatu daerah akan berbeda karena dipengaruhi oleh tutupan lahan (vegetasi) dan pengaruh angin. Faktor lain adalah kemampuan pohon dalam mereduksi suhu berbedabeda. Pohon tanjung (Mimusoph elengi L) pada kawasan CBD memilki suhu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pohon sawo kecik (Manilkara kauki) pada kawasan perumahan. Selisih suhu udara pada kedua kawasan tersebut sebesar 2ºC. Hal ini disebabkan karena kemampuan pohon dalam mereduksi suhu tergantung pada jenis kepadatan tajuknya, bentuk daun, dan pola percabangannya. Pohon tanjung pada kawasan CBD cenderung memilki bentuk tajuk yang lebih bulat dan lebih rapat bila dibandingkan dengan pola percabangan pohon sawo kecik pada

77 61 kawasan perumahan sehingga jangkauan naungan pohon tanjung lebih efektif mereduksi suhu udara karena kemampuan menaungi yang tinggi. Kelembaban Udara (%) 62,0 61,0 60,0 59,0 58,0 57,0 56,0 55,0 54,0 53,0 52,0 51,0 50,0 49,0 48,0 61,0 Gambar 31 Grafik Kelembaban Udara di Bawah Naungan Pohon Gambar 31 menggambarkan grafik kelembaban udara di bawah naungan pohon pada empat land use yang berbeda. Berdasarkan grafik diatas, pohon yang memiliki kelembaban udara paling tinggi adalah pohon mahoni pada kawasan taman kota, dan kelembaban udara terendah pada pohon sawo kecik di kawasan perumahan. Rata-rata kelembaban udara pohon sebesar 61,0 persen untuk kawasan taman kota; 58,7 persen untuk kawasan CBD; 58,1 persen untuk kawasan perumahan dan 58,4 persen untuk kawasan industri. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi pohon pada masing-masing land use di mana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara pada struktur vegetasi yang sama yaitu vegetasi pohon pada semua land use. Kelembaban udara pohon pada kawasan industri dan perumahan tidak jauh berbeda hanya terdapat selisih 0,3 persen saja. Hal ini dapat disebabkan karena keadaan lingkungan yang tidak jauh berbeda di mana lokasi perumahan tidak begitu jauh dari kawasan industri. Berbeda halnya dengan kawasan taman kota yang memiliki kelembaban udara pohon tertinggi, kawasan taman kota di dominasi oleh pepohonan dengan tingkat kerapatan yang cukup rapat. Pepohonan cenderung memiliki kelembaban udara yang tinggi karena aktivitas evapotranspirasi tanaman pada gerombolan pohon dapat meningkatkan kelembaban udara disekitarnya. Kelembaban Udara Pohon 58,7 Kawasan 58,1 58,4 Taman Kota CBD Perumahan Industri

78 62 Kelembaban udara akan semakin tinggi jika suhu makin rendah, namun bergantung pada kemampuan vegetasi dalam menaikkan kelembaban udara karena kemampuan setiap vegetasi berbeda-beda dalam meningkatkan kelembaban udara sehingga dapat disimpulkan bahwa kelembaban udara dibawah naungan tajuk akan relatif lebih tinggi karena adanya pengurangan penerimaan sinar matahari ke tajuk pepohonan Analisis Iklim Mikro Semak pada berbagai Landuse Semak adalah suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan dengan pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah biasanya kurang dari 5-6 meter tergantung kondisi pertumbuhannya. Tanaman semak selain mempunyai nilai estetika, juga merupakan suatu softscape element yang mempunyai fungsi lingkungan yang tinggi. Salah satu dari fungsi tanaman yang terkait dengan perbaikan kondisi lingkungan yang selanjutnya juga terkait dengan ameliorasi iklim. Pengukuran iklim mikro pada naungan semak dilakukan pada empat kawasan berbeda. Pada kawasan taman kota pengukuran dilakukan pada tanaman palem wregu (Rhapis excelsa), pada kawasan CBD dilakukan dibawah naungan semak gardenia (Gardenia Jasminoides), pada kawasan perumahan pada tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan pada kawasan industri pada semak bougenvil (Bougainvillea sp.). Berikut grafik keadaan suhu dan kelembaban udara pada naungan semak di empat land use yang berbeda. Suhu Udara (ºC) 38,0 37,0 36,0 35,0 34,0 33,0 32,0 31,0 30,0 29,0 28,0 Suhu Udara Semak 34,2 34,3 Kawasan 34,7 34,6 Taman Kota CBD Perumahan Industri Gambar 32 Grafik Suhu Udara di Bawah Naungan Semak

79 63 Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu udara di bawah naungan semak pada empat land use yang berbeda. Terlihat pada grafik suhu udara semak pada setiap kawasan tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan, karakteristik dari semak di semua kawasan secara umum memiliki tinggi yang hampir sama yaitu 1-2 meter sehingga kemampuan semak dalam hal mereduksi suhu udara pun tidak jauh berbeda. Berdasarkan grafik, Suhu udara di bawah naungan semak paling tinggi terdapat pada kawasan perumahan dan industri sedangkan kawasan yang memiliki suhu udara semak paling rendah adalah kawasan taman kota dan CBD. Rata-rata suhu udara semak pada kawasan taman kota sebesar 34,2ºC, pada kawasan CBD 34,3ºC, pada kawasan perumahan 34,7ºC dan pada kawasan industri 34,6ºC. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi semak pada masing-masing land use dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada struktur vegetasi yang sama yaitu vegetasi semak pada semua land use. Suhu udara semak pada kawasan perumahan dan industri lebih tinggi dibandingkan dengan dua kawasan lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor lingkungan yang menyebabkan tingginya suhu udara pada naungan semak di dua kawasan tersebut yaitu kawasan perumahan dan industri serta kemampuan masing-masing vegetasi dalam mereduksi suhu udara. Pada kawasan industri banyak menghasilkan panas dan polusi udara yang berasal dari aktivitas kegiatan produksi dan kendaraan sehingga suhu pada kawasan ini cenderung lebih panas bila dibandingkan dengan kawasan CBD dan taman kota. Semak pada kawasan perumahan memilki suhu udara yang tidak jauh berbeda dengan industri, hal ini disebabkan oleh lokasi perumahan yang tidak terlalu jauh dari kawasan industri dan kawasan ini masih minim dengan ketersedian ruang terbuka hijau ataupun vegetasi penaung seperti terlihat pada proporsi luasan RTH pada (Tabel 11) di atas. Selain itu, pada kawasan perumahan didominasi oleh bangunan, perkerasan dan jalan sehingga suhu udara pada kawasan ini cenderung memilki suhu udara yang lebih tinggi. Semakin luas keberadaan ruang terbuka hijau maka kualitas udara pada kawasan tersebut akan lebih baik bila dibandingkan dengan kawasan yang minim RTH karena

80 64 pepohonan, semak, dan rerumputan dapat mengubah dan menyeimbangkan suhu udara kota. Berbeda halnya dengan semak pada kawasan taman kota, semak pada kawasan ini cenderung memiliki suhu udara yang rendah bila dibandingkan dengan kawasan perumahan dan industri. Hal ini dikarenakan pada taman kota didominasi oleh vegetasi dengan jarak tanam yang cukup rapat dan mampu menyebarkan sinar matahari yang datang sehingga sinar matahari tidak sampai sepenuhnya dipermukaan tanah, akibatnya suhu disekitar taman dapat direduksi dengan baik. Sedangkan pada kawasan CBD, faktor iklim yang secara tidak langsung mempengaruhi keadaan suhu udara pada kawasan ini adalah pengaruh angin. Dimana angin berhembus dengan kencang pada relief atau topografi yang datar sehingga mampu mereduksi suhu udara di sekitarnya. Kelembaban Udara (%) 62,0 61,0 60,0 59,0 58,0 57,0 56,0 55,0 54,0 53,0 52,0 51,0 50,0 49,0 48,0 Kelembaban Udara Semak 57,0 57,2 55,7 52,8 Kawasan Taman Kota CBD Perumahan Industri Gambar 33 Grafik Kelembaban Udara di Bawah Naungan Semak Gambar 33 di atas menunjukkan grafik kelembaban udara pada naungan semak di empat kawasan baik taman kota, CBD, perumahan dan industri. Pada grafik terlihat bahwa kelembaban udara pada naungan semak paling tinggi terdapat pada naungan semak di kawasan industri dan perumahan sedangkan paling rendah pada kawasan CBD. Rata-rata kelembaban udara semak pada kawasan taman kota adalah 55,7 persen, pada kawasan CBD 52,8 persen, pada kawasan perumahan 57,0 persen dan pada kawasan industri sebesar 57,2 persen. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi semak pada masing-masing land use di mana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 di tolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara

81 65 pada struktur vegetasi yang sama yaitu vegetasi semak pada semua land use. Hal ini disebabkan oleh keberadaan hutan kota pada kawasan industri yang membantu dalam peningkatan kelembaban udara. Selain itu, kemampuan vegetasi dalam upaya meningkatkan kelembaban udara berbeda-beda dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perbedaan kelembaban udara pada masing-masing land use. Kawasan industri dan perumahan cenderung memiliki kelembaban udara yang tinggi, hal ini disebabkan pada kawasan industri terdapat hutan kota yang membuat aktivitas penghasil evapotranspirasi menjadi lebih banyak sehingga kelembaban udara menjadi tinggi sedangkan pada kawasan perumahan, walaupun minim keberadaan RTH, namun jarak bangunan rumah satu dengan bangunan rumah yang lain masih cenderung tidak terlalu dekat dan dipisahkan oleh taman sudut (Pocket park) sehingga walaupun suhu udaranya tinggi namun kemampuan semak dalam meningkatkan kelembaban udara pada kawasan perumahan cukup tinggi. Berbeda pada kawasan CBD dengan tingkat kelembaban semak paling rendah, disebabkan karena pada kawasan CBD didominasi oleh bangunan dan jalan sehingga menyebabkan aktivitas penghasil evapotranspirasi menjadi sedikit terganggu sehingga kelembaban udaranya menjadi rendah. Selain faktor lingkungan, perbedaan kelembaban udara pada empat kawasan disebabkan karena kemampuan semak dalam meningkatkan kelembaban udara berbeda-beda Analisis Iklim Mikro Rumput pada berbagai Landuse Pada penelitian ini, rumput yang diukur iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) menggunakan alat Heavy Weather adalah rumput paetan/gajah (Axonopus compressus). Rumput paetan merupakan rumput yang tumbuh di daerah tropis yang dapat beradaptasi dengan kekeringan yang memilki daun lebar, berstolon dan membentuk lapisan rumput yang padat. Rumput paetan juga memiliki toleransi rendah terhadap suhu dingin dan sangat cocok untuk area dengan pemeliharaan minimum dan basah serta drainase yang buruk sehingga rumput ini biasanya digunakan dipinggir jalan atau di daerah yang miring sebagai tanaman pengontrol erosi dapat tumbuh di area dengan tingkat pemeliharaan rendah dan sedikit tekanan. Berikut grafik hasil pengukuran iklim mikro pada rumput paetan/gajah pada empat kawasan berbeda.

82 66 Suhu Udara (ºC) 38,0 37,0 36,0 35,0 34,0 33,0 32,0 31,0 30,0 29,0 28,0 35,2 Suhu Udara Rumput 37,7 37,9 35,7 Kawasan Taman Kota CBD Perumahan Industri Gambar 34 Grafik Suhu Udara pada Rumput Gambar di atas merupakan grafik suhu udara rumput pada empat kawasan berbeda yaitu taman kota, CBD, perumahan dan industri. Pada grafik terlihat bahwa suhu udara rumput tertinggi terdapat pada kawasan industri dan perumahan sedangkan suhu udara rumput terendah terdapat pada kawasan CBD. Hal ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan rumput dalam mereduksi suhu udara disekitarnya. Rata-rata suhu udara rumput pada kawasan taman kota adalah 35,2º C, pada kawasan CBD 35,7 ºC, pada kawasan perumahan 37,7 ºC dan pada kawasan industri 37,9 ºC. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi rumput pada masing-masing land use di mana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 di tolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada struktur vegetasi yang sama yaitu vegetasi rumput pada semua land use. Suhu udara rumput pada kawasan industri dan kawasan perumahan tidak jauh berbeda, selisih suhu udara antara kedua kawasan ini hanya 0,2 ºC saja. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan dimana lokasi pengukuran iklim mikro di kawasan perumahan dekat dengan kawasan industri. Selain itu, pada kedua kawasan ini dipengaruhi aktivitas industri yang menimbulkan panas sedangkan suhu udara rumput pada kawasan taman kota memiliki suhu udara terkecil karena pada kawasan taman kota cenderung didominasi oleh pepohonan dengan tingkat kerapatan yang tinggi.

83 67 Kelembaban Udara (%) 62,0 61,0 60,0 59,0 58,0 57,0 56,0 55,0 54,0 53,0 52,0 51,0 50,0 49,0 48,0 Gambar 35 Grafik Kelembaban Udara pada Rumput Gambar 35 di atas menunjukkan grafik kelembaban udara rumput pada empat kawasan berbeda (taman kota, CBD, perumahan dan industri). Kelembaban udara rumput paling tinggi terdapat pada kawasan taman kota sedangkan kawasan yang memilki kelembaban paling rendah adalah kawasan industri dan perumahan karena kedua kawasan ini memilki nilai rata-rata kelembaban udara yang sama. Rata-rata kelembaban udara rumput pada kawasan taman kota adalah 55 persen, pada kawasan CBD 51,7 persen pada kawasan industri dan perumahan memilki nilai rata-rata yang sama yaitu sebesar 51,0 persen. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi rumput pada masing-masing land use di mana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H 0 di tolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara pada struktur vegetasi yang sama yaitu vegetasi rumput pada semua land use. Kelembaban udara rumput pada kawasan CBD, industri dan perumahan hampir tidak jauh berbeda dan bahkan kelembaban udara pada kawasan industri dan kawasan perumahan sama. Sedangkan untuk kawasan taman kota, kelembaban udara rumput cenderung jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada kawasan taman kota terdapat banyak vegetasi dengan jarak tanam yang rapat sehingga penerimaan sinar matahari oleh rumput pada kawasan ini tidak se ekstrim pada kawasan lain sehingga rumput dapat dengan mudah menaikkan kelembaban udara. Kelembaban Udara Rumput 55,0 51,7 Kawasan 51,0 51,0 Taman Kota CBD Perumahan Industri

84 Analisis Kenyamanan Hasil penelitian ini selain mengetahui perbedaan ikim mikro antar struktur vegetasi RTH (pohon, semak dan rumput) pada empat kawasan berbeda, di analisis pula tingkat kenyamanan yang ditentukan dari hasil pengukuran iklim mikro pada keempat kawasan tersebut. Suhu udara dan kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap aktivitas pengguna kawasan. Lingkungan yang nyaman dapat dirasakan pengguna untuk memenuhi kebutuhan fisik pengguna. Untuk menyatakan rasa nyaman tersebut secara kuantitatif maka diperlukan pengukuran THI (Temperature Humidity Indeks). Berikut adalah tabel pengukuran kenyaman struktur vegetasi pada empat kawasan yang berbeda. Tabel 12 Hasil Pengukuran THI (Temperature Humidity Indeks) No. Kawasan 1. Taman Kota 2. CBD 3. Perumahan 4. Industri Struktur Vegetasi Suhu Udara (ºC) Faktor THI RH (%) THI Kategori Pohon 30,3 61,0 27,9 Tidak Nyaman Semak 34,2 55,7 31,2 Tidak Nyaman Rumput 35,2 55,0 32,0 Tidak Nyaman Pohon 31,9 58,7 29,3 Tidak Nyaman Semak 34,3 52,8 31,1 Tidak Nyaman Rumput 35,7 51,7 32,2 Tidak Nyaman Pohon 34,0 58,1 31,2 Tidak Nyaman Semak 34,7 57,0 31,7 Tidak Nyaman Rumput 37,7 51,0 34,0 Tidak Nyaman Pohon 33,9 58,4 31,1 Tidak Nyaman Semak 34,6 57,2 31,6 Tidak Nyaman Rumput 37,9 51,0 34,2 Tidak Nyaman Tabel di atas menunjukkan nilai Temperature Humidity Indeks (THI) dari struktur vegetasi RTH (pohon, semak dan rumput) di empat kawasan berbeda yaitu kawasan taman kota, CBD, perumahan dan industri. Pada tabel di atas terlihat bahwa semua struktur RTH pada empat kawasan tergolong kategori tidak nyaman. Hal ini disebabkan karena suhu udara pada semua kawasan berkisar antara 30,3 ºC- 37,9 ºC, sedangkan untuk kelembaban udara disemua kawasan berkisar antara 51,0 61,0 persen. Selain itu, pengukuran iklim mikro dilakukan pada saat tengah hari yaitu pada pukul WIB sehingga tidak nyaman bagi pengunjung. Suatu tempat dikategorikan nyaman bila memilki nilai THI 21 sampai 27, jika > 27 maka dikategorikan tidak nyaman. Pada tabel, struktur

85 69 vegetasi yang memilki nilai THI paling rendah adalah pohon mahoni pada kawasan taman kota. Nilai THI pohon mahoni pada kawasan taman kota adalah 27,9 mendekati kategori nyaman. Hal ini dikarenakan pada kawasan taman kota masih di dominasi oleh vegetasi sehingga menyebabkan pohon mahoni pada kawasan ini mampu mereduksi suhu dan merendahkan nilai THI. Nilai THI tertinggi terdapat pada kawasan industri di atas rumput dengan nilai 34,2. Hal ini disebabkan karena pada kawasan industri, aktivitas yang dilakukan cenderung menimbulkan panas dan polutan, vegetasi rumput pada kawasan ini pun tidak dapat mereduksi suhu udara dengan baik sehingga tingkat kenyamanan pada vegetasi rumput cenderung sangat rendah bila dibandingkan dengan THI pada vegetasi pohon dan semak yang sedikit lebih tinggi. Tingkat kenyamanan paling baik secara keseluruhan di setiap kawasan rata-rata berada pada struktur vegetasi pohon. Pohon dapat meningkatkan aktivitas evapotranspirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan menaikkan kelembaban udara disekitarnya. Selain itu, pohon memiliki tajuk yang berfungsi menyebarkan sinar matahari yang masuk sehingga suhu udara di bawah naungan pohon lebih rendah bila dibandingkan dengan vegetasi yang lain. Berbeda halnya dengan semak yang memilki nilai THI lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai THI pada rumput. Pada semak, masih terdapat naungan, sehingga kemampuan evapotransipirasinya masih cenderung tinggi bila dibandingkan dengan rumput. Pada rumput tidak terdapat naungan, sehingga sinar matahari yang masuk tidak dapat disebarkan yang dapat mengakibatkan penyerapan sinar tersebut cenderung lebih cepat sehingga suhu udara pada rumput cenderung lebih panas dan tidak nyaman. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa vegetasi semak masih lebih nyaman bila dibandingkan dengan vegetasi rumput yang tanpa naungan. Kawasan taman kota memilki nilai THI paling rendah yaitu berkisar 29,7-32,0. Hal ini karena pada taman kota masih didominasi oleh vegetasi sehingga memiliki nilai THI yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kawasan lainnya. Kawasan CBD memiliki nilai THI masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kawasan perumahan yaitu berkisar antara 29,3-32,2, hal ini disebabkan karena kemampuan vegetasi dalam hal mereduksi suhu udara lebih tinggi dibandingkan

86 70 kawasan perumahan dan industri. Selain itu, pada kawasan CBD, dipengaruhi arah pergerakan angin yang berhembus 180º yang menyebabkan kawasan ini menjadi lebih sejuk. Kawasan perumahan memilki nilai THI berkisar antara 31,2 34,0. Hal ini dikarenakan lokasi perumahan dekat dengan kawasan industri dan minim RTH sehingga kenyamanan pada perumahan ini masih tergolong rendah dan bahkan memilki nilai THI yang tidak jauh berbeda dengan kawasan industri. Nilai THI tertinggi terdapat pada kawasan industri dengan nilai THI berkisar antara 31,1 34,2. Hal ini dikarenakan pada kawasan industri aktivitas produksi cenderung menimbulkan panas dan polusi sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman pengguna bila berada terlalu lama pada kawasan ini. Selain itu, bangunan dan pabrik yang mendominasi lingkungan industri menyebabkan semakin panasnya kawasan industri artinya kawasan industri paling tidak nyaman dibandingkan dengan tiga kawasan lain yaitu taman kota, CBD dan perumahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya nilai THI selain dari faktor lingkungan seperti arah pergerakan udara dan lokasi pengambilan data, juga disebabkan oleh kemampuan tiap jenis struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) dalam mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban udara berbedabeda, maka dari itu perlu diperhatikan jenis pemilihan struktur jenis vegetasi pada masing-masing kawasan tersebut. Sebagai contoh, kawasan industri yang termasuk kedalam kategori paling tidak nyaman membutuhkan vegetasi penyerap polutan, peredam bising dan vegetasi peneduh agar kualitas udara dan tingkat kenyaman pada kawasan ini sedikit lebih baik.

87 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian maka dapat di ambil beberapa kesimpulan antara lain : 1. hasil interpretasi dan klasifikasi citra landsat 7 +ETM path/row 122/64 akuisisi tanggal 28 Agustus dan 13 September 2011 menyatakan bahwa penutupan lahan kota Jakarta berdasarkan tiga klasifikasi penutupan lahan yaitu untuk ruang terbangun sebesar 88,63 persen, untuk ruang terbuka hijau sebesar 10,03 persen yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan privat, dan sisanya merupakan badan air dengan luasan sebesar 1,34 persen dari seluruh luas wilayah kota Jakarta, sedangkan menurut UU No. 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2 tentang ruang terbuka hijau menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau ideal adalah minimal 30 persen dari total keseluruhan kota, sehingga dapat disimpulkan di kota Jakarta keberadaan ruang terbuka hijau masih sangat kurang bagi kawasan kota apalagi dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. 2. berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro yang dilakukan pada empat land use yang berbeda yaitu pada taman kota, CBD, perumahan dan industri, hasil penelitian ini membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput. Struktur vegetasi pohon lebih efektif mereduksi suhu udara 0,7ºC-4,9ºC lebih tinggi dibandingkan dengan struktur vegetasi semak dan rumput. Struktur vegetasi pohon yang memiliki tajuk bulat dan pola percabangannya lebih rapat, tinggi pohon sedang antara 6-10 m serta berfungsi menaungi terbukti lebih efektif meningkatkan kenyamanan di daerah sekitarnya. Oleh karena itu, disusunlah suatu rekomendasi RTH berupa pemilihan struktur jenis dan karakteristik vegetasi yang sesuai pada masing-masing kawasan untuk meningkatkan kenyamanan dan menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik.

88 72 3. berdasarkan nilai THI (Temperature Humidity Indeks), semua land use baik taman kota, CBD, perumahan dan industri dikategorikan tidak nyaman karena rata-rata berada pada nilai > 27. Pada taman Suropati, taman dikelilingi oleh bangunan sehingga pergerakan udara yang masuk menjadi terhambat. Oleh karena itu, direkomendasikan penambahan vegetasi pada bangunan dengan cara membuat vertical garden agar kondisi iklim mikro pada taman Suropati dapat diperbaiki sehingga menjadi nyaman. Pada kawasan CBD, minimnya RTH dan polusi dari kendaraan bermotor menyebabkan nilai THI yang tinggi sehingga direkomendasikan penyediaan RTH berbentuk linier sepanjang jalan untuk mengefektifkan pemanfaatan lahan yang sempit. 4. kawasan perumahan memiliki RTH yang sangat minim. Salah satu upaya memperbaiki kualitas iklim mikro pada kawasan perumahan guna meningkatkan kenyamanan pengguna adalah dengan menyediakan taman lingkungan yang baik dengan penanaman vegetasi pohon paling mendominasi yang dikombinasikan dengan semak dan rerumputan untuk menyeimbangkan dan menyelaraskan antara bangunan dan lingkungan juga memiliki nilai estetika. Pada kawasan industri, tingginya tingkat pencemaran udara yang dihasilkan dari proses produksi sehingga direkomendasikan suatu penataan lanskap yang baik, dengan memperluas area hutan kota yang sudah ada dan menanam vegetasi pohon penyerap pencemar dalam jumlah yang banyak untuk mendapakan udara kawasan yang sehat. 6.2 Saran Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai analisis kemampuan RTH bergerombol maupun RTH berbentuk linier dalam mengurangi permasalahan lingkungan dengan metode yang lebih baik lagi sehingga dapat tercipta suatu kawasan kota yang nyaman.

89 73 DAFTAR PUSTAKA [BAPEDA] Badan Pemerintah Daerah Revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta. Jakarta : Bapeda DKI Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik DKI Jakarta dalam Angka. Jakarta :BPS. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatn Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. [5 September 2012]. Anonim Peta Jakarta. dalam Diakses pada 25 Juli Anonim Central Business Distric. business distric. Diakses pada [15 September 2012] Asteriani, Febby Analisis Peringkat Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi Ruko Pandang Pengguna dan Pengembang Ruko di Kota Pekanbaru [Tesis] MPKD. UGM. Yogyakarta. Budiharjo, E Tata Ruang Perkotaan. Bandung : PT Alumni. Dahlan E.N Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota.Bogor: IPN Press. Dirdjojuwono R.W Kawasan Industri Indonesia. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Fandheli C., Muhammad Prinsip-Prinsip Dasar Menkonservasi Lanskap. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Handoko Klimatologi Dasar. Jakarta : Pustaka Jaya Indriyanto Ekologi Hutan. Cetakan I. Jakarta : Bumi Aksara Irwan Z. D Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT Bumi Aksara. Joga, N.,Ismaun, I.2011.RTH 30% Resolusi (kota) Hijau. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Kartasapoetra A.G Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta: PT Bumi Aksara. Karyono, T. H Green Architecture Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

90 74 Chiara JD, Koppelman LE Kriteria Perencanaan dan Perancangan Kota. Newyork : Regional Plan Association, Inc. Lakitan B Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lillesand T, Kiefer R Remote Sensing and Image Interpretation.US America: John Wiley & Sons. Purwadhi S Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Grasindo. Rustiadi E. dkk Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Sarwono J Statistik itu Mudah. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Sukawi Taman Kota dan Upaya Penguranagan Suhu Lingkungan Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang) [Skripsi]. Universitas Diponegoro.

91 LAMPIRAN

92 76 Lampiran 1 Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT Image File : d:/penelitian/erdas hasil penelitian/yang 2 peta/recode.img User Name : AXIOO Date : Sat Jun 16 00:51: ACCURACY TOTALS Class Reference Classified Number Producers Users Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy Lahan Terbuka % % Lahan Terbangun % % Badan Air % 63.64% Totals Overall Classification Accuracy = 87.10% End of Accuracy Totals KAPPA (K^) STATISTICS Overall Kappa Statistics = Conditional Kappa for each Category Class Name Kappa Lahan Terbuka Lahan Terbangun Badan Air End of Kappa Statistics -----

93 77 Lampiran 2 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan Taman Kota Menit ke Suhu Udara (ºC) Kelembaban Udara (%) Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput 30,1 34,5 35,3 61,3 56,3 56,3 30,1 34,6 35,4 62,0 56,3 56,0 30,1 34,5 35,4 61,7 56,0 56,0 30,1 34,5 35,5 61,7 55,7 55,3 30,1 34,4 35,5 61,7 55,7 55,3 30,2 34,4 35,5 61,7 55,3 55,3 30,2 34,3 35,5 61,7 55,7 55,3 30,3 34,3 35,5 61,7 55,3 55,0 30,3 34,3 35,5 61,3 55,3 55,0 30,3 34,2 35,4 61,0 55,7 55,0 30,3 34,2 35,4 61,3 55,7 55,0 30,3 34,1 35,3 61,0 56,0 54,7 30,3 34,0 35,2 61,0 56,0 55,3 30,3 34,1 35,2 61,0 56,0 55,3 30,3 34,1 35,1 61,0 56,0 55,3 30,3 34,0 35,0 60,7 55,3 55,0 30,4 34,0 35,0 60,7 55,7 55,0 30,4 33,8 34,9 60,7 56,0 55,0 30,4 33,8 35,0 60,7 55,7 54,7 30,3 33,8 34,9 60,7 55,7 54,7 30,3 33,9 35,1 61,0 56,0 54,7 30,4 33,9 35,0 60,3 56,0 54,7 30,4 34,1 35,0 60,3 56,0 54,7 30,3 34,2 35,1 60,0 56,0 54,7 30,3 34,3 35,1 60,3 55,7 54,7 30,2 34,4 35,3 60,7 55,3 54,3 30,2 34,5 35,2 60,7 55,3 54,7 30,3 34,5 35,4 60,7 55,7 54,0 30,3 34,5 35,4 61,3 55,3 54,7 30,2 34,5 35,5 61,3 55,3 54,3 Ratarata 30,3 34,2 35,2 61,0 55,7 55,0

94 78 Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan CBD Menit ke Suhu Udara (ºC) Kelembaban Udara (%) Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput 31,6 33,9 35,5 59,0 54,0 52,7 31,7 34,0 35,5 59,3 53,3 52,7 31,7 34,1 35,6 59,3 53,3 52,3 31,8 34,2 35,6 59,0 53,3 52,0 31,8 34,3 35,7 59,0 53,3 51,3 31,8 34,4 35,7 59,0 53,0 51,7 31,9 34,4 35,7 58,7 53,0 51,7 31,9 34,4 35,7 58,7 52,3 51,3 31,9 34,4 35,8 58,3 52,3 51,3 31,9 34,4 35,7 58,3 53,0 51,7 32,0 34,3 35,7 58,7 53,0 51,7 32,0 34,3 35,7 58,7 53,0 51,7 32,0 34,6 35,8 58,7 52,0 51,3 32,0 34,6 35,8 58,3 52,3 51,3 32,0 34,6 35,8 58,3 52,3 51,0 31,9 34,6 35,8 58,3 52,3 51,3 32,1 34,5 35,8 58,3 52,3 51,7 32,1 34,5 35,8 59,0 52,3 51,7 32,1 34,4 35,9 59,0 52,3 52,0 32,1 34,4 35,9 58,7 52,3 52,0 32,1 34,3 35,8 58,3 52,7 51,3 32,1 34,3 35,8 58,3 52,7 51,3 32,1 34,4 35,8 58,3 52,3 51,7 32,0 34,3 35,8 58,7 52,7 51,7 32,0 34,3 35,8 58,7 52,7 51,3 32,0 34,2 35,8 58,7 53,0 51,3 32,0 34,1 35,8 59,0 53,0 51,3 31,9 34,0 35,7 59,0 53,0 52,0 31,9 34,0 35,7 58,7 53,0 52,0 31,8 33,8 35,7 59,3 54,0 52,7 Ratarata 31,9 34,3 35,7 58,7 52,8 51,7

95 79 Lampiran 4 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan Perumahan Menit ke- 1. Suhu Udara (ºC) Kelembaban Udara (%) Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput 34,0 35,0 37,3 58,0 56,3 52, ,0 35,0 37,4 58,3 56,3 52, ,0 35,0 37,5 57,7 56,7 51, ,0 35,0 37,5 58,0 56,7 51, ,0 34,9 37,6 58,3 56,7 51, ,0 34,9 37,6 58,3 57,0 51, ,0 34,9 37,6 58,3 57,0 51, ,0 34,8 37,6 58,3 57,0 51, ,0 34,8 37,6 58,3 57,0 51, ,0 34,8 37,6 58,3 57,0 51, ,0 34,8 37,7 58,3 57,3 51, ,9 34,6 37,6 58,3 57,7 51, ,9 34,6 37,7 58,3 57,7 51, ,0 34,6 37,7 58,3 57,7 51, ,9 34,6 37,7 58,3 57,3 51, ,9 34,5 37,7 58,3 57,0 51, ,9 34,6 37,7 58,3 57,0 51, ,0 34,6 37,8 58,0 57,3 51, ,0 34,6 37,8 58,0 57,0 51, ,9 34,6 37,9 58,0 56,7 50, ,9 34,6 37,8 58,0 57,0 50, ,9 34,6 37,9 58,0 57,0 50, ,9 34,7 37,8 58,0 57,3 50, ,9 34,7 37,9 58,0 57,3 50, ,0 34,6 37,9 57,7 57,0 50, ,0 34,6 37,9 57,7 57,0 50, ,9 34,6 37,9 58,0 57,0 50, ,0 34,6 37,9 58,0 57,3 50, ,0 34,5 37,8 58,0 57,0 50,0 34,0 34,4 37,8 58,0 56,7 50,0 Ratarata 34,0 34,7 37,7 58,1 57,0 51,0

96 80 Lampiran 5 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan Industri Menit ke- 1. Suhu Udara (ºC) Kelembaban Udara (%) Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput 33,2 33,6 35,7 59,3 60,3 55, ,2 33,6 35,7 59,3 60,3 55, ,3 33,7 36,1 59,3 60,3 55, ,3 33,9 36,3 59,7 60,3 55, ,4 34,0 36,4 59,7 59,7 54, ,5 34,1 36,6 60,0 59,0 54, ,5 34,2 36,7 60,0 58,7 54, ,6 34,2 36,9 59,7 58,7 53, ,8 34,2 37,1 59,0 58,7 53, ,9 34,3 37,3 58,7 58,0 52, ,9 34,4 37,3 58,7 57,7 52, ,8 34,4 37,5 58,7 57,7 52, ,8 34,5 37,5 58,7 57,7 52, ,9 34,6 37,7 58,0 58,0 51, ,9 34,6 37,7 58,0 57,7 51, ,9 34,6 38,3 58,0 57,3 50, ,0 34,7 38,4 58,3 56,7 50, ,0 34,7 38,6 58,3 56,7 49, ,0 34,8 38,7 58,3 56,7 49, ,0 35,0 38,7 58,0 56,3 49, ,1 35,0 38,9 57,7 56,0 49, ,1 35,1 38,9 57,7 55,3 49, ,2 35,1 39,1 57,3 55,3 48, ,2 35,2 39,1 57,3 55,0 48, ,3 35,2 39,3 57,0 54,7 48, ,3 35,1 39,3 57,0 54,3 48, ,2 35,1 39,4 57,3 54,3 47, ,1 35,1 39,4 57,3 54,7 47, ,2 35,1 39,5 57,3 54,7 47,0 34,2 35,2 39,5 57,3 54,7 47,0 Ratarata 33,9 34,6 37,9 58,4 57,2 51,0

97 81 Lampiran 6 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi pada Kawasan Taman Suropati N Mean Std. Deviation Descriptives Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Suhu Pohon Semak Rumput Total RH Pohon Semak Rumput Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

98 82 Lampiran 7 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi pada Kawasan CBD Cempaka Putih N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Suhu Pohon Semak Rumput Total RH Pohon Semak Rumput Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

99 83 Lampiran 8 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi pada Kawasan Perumahan Metland Menteng N Mean Std. Deviation Descriptives Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Suhu Pohon Semak Rumput Total RH Pohon Semak Rumput Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

100 84 Lampiran 9 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi pada Kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) N Mean Std. Deviation Descriptives Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Suhu Pohon Semak Rumput Total RH Pohon Semak Rumput Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

101 85 Lampiran10 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Pohon pada Empat Kawasan N Mean Std. Deviation Descriptives 95% Confidence Interval for Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximu m Suhu Taman Kota CBD Perumahan Industri Total RH Taman Kota CBD Perumahan Industri Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

102 86 Lampiran11 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Semak pada Empat Kawasan N Mean Std. Deviation Descriptives Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Suhu Taman Kota CBD Perumahan Industri Total RH Taman Kota CBD Perumahan Industri Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

103 87 Lampiran12 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Rumput pada Empat Kawasan N Mean Std. Deviation Descriptives Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Suhu Taman Kota CBD Perumahan Industri Total RH Taman Kota CBD Perumahan Industri Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

104 Lampiran 13 Peta Sebaran RTH di DKI Jakarta 88

105 Lampiran 14 Peta Sebaran CBD di DKI Jakarta 89

106 Lampiran 15 Peta Sebaran Perumahan di DKI Jakarta 90

107 Lampiran 16 Peta Sebaran Industri di DKI Jakarta 91

108 Lampiran 17 Peta Lokasi Taman Suropati 92

109 Lampiran 18 Peta Lokasi Kawasan CBD Cempaka Putih 93

110 Lampiran 19 Peta Lokasi Perumahan Metland Menteng 94

111 Lampiran 20 Peta Lokasi Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) 95

112 Lampiran 21 Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat 96

113 Lampiran 22 Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Jakarta Utara 97

114 Lampiran 23 Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Jakarta Barat 98

115 Lampiran 24 Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan 99

116 Lampiran 25 Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Jakarta Timur 100

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September 2011. Lokasi yang dipilih

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Kota dalam pengertian administrasi pemerintahan diartikan secara khusus, yaitu suatu bentuk pemerintah daerah yang merupakan daerah perkotaan. Wilayah kota secara administratif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, kegiatan urbanisasi semakin meningkat, tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan berdampak dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) YUNI PUJIRAHAYU DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

METODOLOGI. Tempat dan Waktu METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor. Tempat penelitian adalah di sepanjang koridor Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterbatasan lahan yang terjadi di perkotaan diiringi dengan tingginya kebutuhan penduduk akan hunian menjadikan kawasan kota berkembang menjadi kawasan yang padat

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi yang dipilih adalah taman yang berada di Kecamatan Menteng Kota Jakarta Pusat yaitu Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang. Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi

Lebih terperinci

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT YUNITA SULISTRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya kawasan bisnis maupun kawasan niaga. Gejala menjamurnya pembangunan fisik yang berlebihan dipastikan akan

Lebih terperinci