HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002."

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta sebagai wilayah yang strategis sebagai pintu masuk menuju wilayah pelayanannya. Di samping itu, posisinya pada pantai utara menghubungkan Kota Jakarta, dengan kota-kota besar lainnya yang berada di jalur utara menjadikan daya tarik wilayah sehingga terjadi urbanisasi menuju Kota Jakarta (BAPPEDA Kota Jakarta 2006). Secara geografis Kota Jakarta terletak diantara pada ' Lintang Selatan, ' Bujur Timur dengan luas wilayah hektar. Tabel 2 Data pembangunan dan populasi Jakarta tahun 1980 dan Keterangan Luas Ruang Terbuka (Ha) Luas Ruang Terbangun (Ha) Populasi (sumber : BAPPEDA Jakarta) Luas ruang terbuka (non terbangun) pada tahun 1980 yakni hektar dan luas ruang terbangun hektar, dengan jumlah populasi jiwa. Pada tahun 2000 mengalami penurunan luas ruang terbuka (non terbangun) menjadi hektar dan luas wilayah terbangun meningkat menjadi hektar, dengan jumlah populasi meningkat secara signifikan menjadi jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan lahan cukup tinggi dalam kurun waktu 20 tahun. (BAPPEDA Kota Jakarta 2006). Tingginya jumlah penduduk dan pertumbuhan di Jakarta mengakibatkan beberapa konsekuensi penting, di antaranya : masyarakat membutuhkan lahan untuk pembangunan rumah, aktivitas publik, sarana dan prasarana publik, pembangunan ini memacu perubahan penggunaan lahan, khususnya dari lahan yang tadinya berfungsi sebagai RTH dan RTA menjadi ruang tertutup bangunan (urban). Pengaruh tata guna lahan dan tutupan lahan terhadap fenomena Urban Heat island di Jakarta, memperlihatkan bahwa tata guna lahan dan tutupan lahan dapat mempengaruhi perubahan unsur-unsur iklim, khususnya suhu permukaan sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu permukaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini, dikenal dengan fenomena Urban Heat Island (UHI) (Tursilowati 2010). Penelitian ini menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing dan tutupan lahan terbagi kedalam 5 kelas, yaitu : Badan Air, Pemukiman, Industri, Vegetasi dan Awan. Berdasarkan penelitian ini diketahui luas Kota Jakarta Ha pada tahun 1989 dan Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan Land cover Area Badan air Vegetasi Pemukiman Industri Awan (sumber : Tursilowati 2010) Berdasarkan penelitian Nana Suwargana dan Susanto (2005), tentang deteksi RTH dengan menggunakan tekhnik penginderaan jauh, memperlihatkan distribusi sebaran RTH dan urban dari tahun Dengan pengurangan luas tertinggi adalah RTH mencapai Ha (-159%) dan penambahan lahan tertinggi adalah urban mencapai Ha (172.7%). Tabel 4 Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1983 dan Land cover Area Urban RTH Badan air Lahan terbuka Rawa/tambak Sawah (sumber : Nana.S dan Susanto 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tahun memperlihatkan peningkatan pembangunan di Jakarta sangat pesat. Sehingga kondisi RTH dan RTA tahun 2006 kurang dari 10 %. Jadi pertambahan lahan tertinggi pada rentang waktu adalah pemukiman atau urban dengan perubahan sekitar Ha. Sedangkan penurunan lahan tertinggi pada rentang waktu yang sama adalah RTH dengan penurunan sebesar Ha.

2 4.2. Identifikasi Jenis Lahan Klasifikasi citra Landsat tahun 2000 diperlihatkan Gambar 6, dan tahun 2006 diperlihatkan Gambar 7. Total luas area yang diperoleh dari pengolahan data citra Landsat Ha. Pada tahun 2000 wilayah utara Kota Jakarta sebagian besar wilayahnya adalah pemukiman/urban yang berwarna merah, sedangkan ruang terbuka hijau yang diwakili warna hijau hanya sedikit. Pada tahun 2006 terjadi perubahan lahan yang cukup signifikan pada daerah ini, di sekitar tepi pantai utara terjadi beberapa pergeseran lahan, dari RTH menjadi pemukiman dan sebagian lagi tergenang oleh air karena pergeseran garis pantai. Hal ini, dikarenakan pembangunan wilayah pemukiman di daerah ini cukup tinggi sehingga banyak daerah yang sebelumnya ruang terbuka hijau di alih fungsikan. Gambar 6 Citra klasifikasi lahan tahun Urban (pemukiman) Pemukiman atau urban yang merupakan pemadatan dan pemekaran wilayah semakin berkembang ke wilayah Jakarta Timur, Barat dan Selatan, distribusinya dapat dilihat pada Gambar 7, terutama yang berbatasan dengan Jakarta Timur (Bekasi), Jakarta Selatan (Bogor) dan Jakarta Barat (Tangerang). Pada lahan pemukiman mengalami pertambahan luas yang cukup tinggi dari Ha (58.12%) menjadi Ha (74.03%) dari total lahan Jakarta. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah penduduk dari luar daerah karena krisis ekonomi dan pembangunan-pembangunan infrastruktur (pemukiman, perkantoran, industri dan pelebaran jalan) oleh pemerintah kota sehingga kebutuhan akan lahan meningkat pesat dari tahun ke tahunnya. Pembangunan Kota Jakarta yang sangat pesat tanpa pengaturan yang baik akan dampak lingkungan, dapat menyebabkan semakin buruknya kondisi lingkungan di Jakarta.

3 Gambar 7 Citra klasifikasi lahan tahun Lahan terbuka (open land) Lahan terbuka merupakan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan oleh pemerintah, sebarannya sedikit terlihat di Jakarta Timur dan Selatan. Pada lahan terbuka mengalami peningkatan dari Ha pada menjadi Ha (Tabel 3). Peningkatan ini di karenakan pengalihan lahan dari RTH Sawah Penggunaan lahan sawah secara umum dapat berfungsi sebagai RTH meskipun intensitasnya sangat tergantung pada komoditas pertanian yang ditanam. Tanaman tahunan memiliki fungsi RTH efektif sepanjang tahun, sedangkan fungsi RTH tanaman semusim tidak selalu efektif sepanjang tahun. Pada wilayah Jakarta Utara dan Timur kondisinya semakin berkurang, namun pada wilayah Jakarta Barat terjadi penambahan wilayah sawah dikarenakan terjadi perubahan lahan dari RTH menjadi sawah. Luas sawah di Jakarta saat ini hanya sekitar 1.1 % dari total klasifikasi tutupan lahan di Jakarta. Luas sawah mengalami penurunan dari Ha menjadi Ha. Hal ini dikarenakan sawah-sawah di Jakarta telah dijadikan pengembangan infrastruktur di ibukota, misalnya : pelebaran jalan, pembangunan jembatan layang dan pusat industri. Tabel 5 Perubahan Lahan Jakarta Jenis Lahan Luas Lahan 2000 Luas Lahan 2006 Perub. Lahan ( ) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) Rawa/Tambak Badan Air Lahan Terbuka RTH Urban Sawah Awan

4 Luas Area (Ha) Rawa badan air Lahan terbuka RTH Urban Sawah Awan Gambar 8 Klasifikasi lahan di Jakarta Ruang Terbuka Air Ruang terbuka air atau air permukaan adalah merupakan daerah tangkapan air yang meliputi : sungai, danau, rawa atau areal-areal yang dikhususkan sebagai daerah tangkapan air. RTA dalam klasifikasi ini dikategorikan ke dalam klasifikasi tutupan lahan badan air yang merupakan sebagai penyangga air namun pada Gambar 7 kondisinya semakin kritis diakibatkan bahwa banyak daerah bantaran sungai yang dijadikan pemukiman. Kondisi ini mengakibatkan lingkungan sudah tercemar terutama dalam persediaan air bersih. Luas sungai dan danau terjadi penambahan luas dari Ha menjadi Ha (Tabel 3). Hal ini dikarenakan pembangunan banjir kanal timur tahun 2006 yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi banjir. Rawa merupakan tempat penampungan air dari bahaya banjir, serta tambak merupakan tempat budidaya ikan dan udang di wilayah pesisir pantai, pada gambar 6 dan 7 terlihat di utara kota Jakarta yang berwarna biru tua. Luas rawa mengalami penurunan sekitar 0.39% dari luas sekitar 1150 Ha menjadi Ha (Tabel 3). Hal ini dikarenakan sebagian luas rawa di Jakarta Utara mengalami perubahan menjadi pemukiman. Distribusi RTA pada tahun 2006 sebagian besar tersebar di wilayah Jakarta Utara dan Timur Ruang Terbuka Hijau RTH merupakan ruang terbuka hijau yang ditumbuhi oleh vegetasi yang dapat berguna sebagai daerah resapan air atau dapat juga sebagai paru-paru kota, keberadaan RTH dalam perkotaan sangat vital dalam lingkungan perkotaan yang memiliki tingkat polusi udara yang tinggi. Dari Hasil analisis diketahui sebaran RTH di Jakarta pada Gambar 6, distribusinya masih tersebar luas di beberapa wilayah, terutama di Jakarta Timur, Barat dan Selatan. Apabila dibandingkan dengan Gambar 7 yang sudah berkurang, warna hijau bekas RTH telah berubah menjadi warna merah, yang artinya bahwa RTH telah berkurang dan mengalami alih fungsi menjadi wilayah pemukiman atau urban, terutama di daerah Jakarta Pusat dan Utara. Lahan RTH mengalami penurunan luas yang cukup tinggi dari Ha pada tahun 2000, berkurang menjadi Ha atau mengalami penurunan luas Ha. Ketersedian RTH yang cenderung turun dari tahun ke tahun yang seharusnya mendapat perhatian yang serius bagi pemerintah kota, distribusi RTH saat ini hanya tersebar sekitar 10 % di sekitar Jakarta Timur diikuti oleh Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Pada tahun 2006 ketersediaan RTH di Kota Jakarta hanya kurang dari 10 %, luas kondisi RTH tersebut cukup mengkhawatirkan dari tingkat kebutuhan

5 RTH minimal berdasarkan ketentuan Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang penataan ruang terbuka hijau perkotaan, sebesar 40 % dari luas wilayah kota. Kondisi keberadaan RTH di Jakarta tahun 2006 berada di bawah ketentuan. Berkurangnya klasifikasi lahan dari RTHdanRTA disebabkan besarnya peningkatan jumlah penduduk dari daerahdaerah lain ke Jakarta, baik untuk keperluan perdagangan, perindustrian, pemukiman, pelebaran jalan dan pusat bisnis menyebabkan kebutuhan akan lahan yang tinggi dari tahun ke tahun. Karena luas wilayah tidak bertambah dan terbatasnya wilayah untuk beraktivitas, maka terjadilah alih fungsi lahan untuk dijadikan ruang aktifitas untuk publik. 58% 1% 2% 3% 7% 2% Rawa/Tambak Badan Air Lahan Terbuka 27% RTH Urban Sawah Awan Gambar 9 Persentasi luas area klasifikasi tahun % 1% 74% 1% 6% 12% 6% Rawa/Tambak Badan Air Lahan Terbuka RTH Urban Sawah Awan Gambar 10 Persentasi luas area klasifikasi lahan tahun Identifikasi sebaran suhu permukaan Suhu Permukaan adalah suhu terluar dari objek, untuk lahan terbuka suhu permukaannya berada di lapisan luar permukaan tanah, namun untuk vegetasi suhu permukaannya berada di kanopi vegetasi, dan untuk badan air suhu permukaannya berada di permukaan air. Ketika permukaan menyerap radiasi, suhu permukaan yang dihasilkan akan bervariasi bergantung pada karakteristik fisik objek. Umumnya emisivitas rendah, kapasitas panas kecil dan konduktivitas termal yang lebih tinggi akan meningkatkan suhu permukaan. Parameter ini juga mengatur jumlah aliran panas dari permukaan ke udara (Kalthoff et al2006 dalam Tursilowati 2010). Hasil citra sebaran suhu permukaan yang diperoleh dari citra landsat tahun 2000 diperlihatkan pada Gambar 11 sedangkan sebaran suhu permukaan tahun 2006 pada Gambar 12. Sebaran suhu permukaan ini terbagi menjadi 6 selang, yaitu selang (12-15) C yang diwakili oleh warna kuning muda, selang (16-19) C diwakili oleh warna kuning, selang (20-23) C diwakili oleh warna oranye, selang (24-27) C diwakili oleh warna merah muda, selang (28-31) C diwakili oleh warna merah, selang (32-35) C yang diwakili warna merah agak tua dan yang terakhir selang (36-39) C yang diwakili warna merah tua. Seiring dengan perubahan tutupan lahan yang cukup tinggi, mengakibatkan peningkatan suhu permukaan yang terjadi di Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu permukaan ini secara visual terlihat dari perbedaan antara gambar 11 dan gambar 12. Pada gambar 11 penyebaran suhu permukaan masih merata sekitar (20-32) C. suhu permukaan dengan interval (32-35) C hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur. Pada gambar 12 terjadi peningkatan suhu permukaan menjadi sekitar (24-38) C, dan tampak jelas perbedaan penyebaran suhu dengan interval (32-35) C distribusinya hampir merata di seluruh kota Jakarta dan suhu permukaan dengan interval (36-39) C hanya tersebar di beberapa pusat kota. Hal ini dikarenakan pengembangan perkotaan semakin cepat dari tahun ke tahun mengubah wilayah yang dulunya lahan bervegetasi dan berair menjadi aktivitas publik. Adanya lahan bervegetasi dapat mengikat kandungan CO 2 yang dihasilkan dari sarana transportasi yang dapat menyebabkan peningkatan suhu lokal. Pada suhu permukaan dengan interval antara (28-31) C pada gambar 11 distribusinya tersebar di wilayah Jakarta Utara, Pusat, selatan dan timur dengan tutupan lahan berupa pemukiman atau urban, namun pada

6 gambar 12 terjadi pergeseran suhu permukaan dengan interval (28-31) C menjadi (32-35) C pada tutupan lahan yang sama. Sedangkan suhu permukaan dengan interval rendah (20-23) C pada gambar 11 masih tersebar di beberapa wilayah Jakarta Utara, Barat, Timur dan Selatan yang memiliki tutupan lahan berupa RTH, sungai, sawah dan rawa. Tetapi pada gambar 12terjadi kenaikan suhu permukaan pada tutupan lahan yang sama terjadi kenaikan suhu permukaan antara (24-27) C, hal ini, dikarenakan berkurangnya lahan bervegetasi maupun lahan berair yang dapat mempengaruhi suhu permukaan di sekitarnya. Gambar 11 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2000 Gambar 12 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2006

7 Tabel 6 Suhu Permukaan Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2006 Penutupan lahan ( C) ( C) Rawa / Tambak Badan Air Lahan Terbuka Urban RTH Sawah Dari hasil pengolahan suhu permukaaan tahun 2000 dan 2006, masing-masing tutupan lahannya terjadi peningkatan suhu permukaan dari tahun 2000 sampai Peningkatan suhu yang paling tinggi adalah urban sekitar 31 C pada tahun 2000 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 36 C, terutama yang berada di pusat kota. Hal ini, yang dikenal dengan fenomena pulau panas perkotaan, dimana suhu di tengah kota lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya. Peningkatan suhu permukaan masing-masing tutupan lahan, dikarenakan perubahan penutup dan penggunaan lahan. Perubahan penutup dan penggunaan lahan dapat merubah reflektansi radiasi surya permukaan bumi dan menyebabkan pendinginan atau pemanasan lokal. 4.4 Hubungan konversi lahan dengan peningkatan suhu permukaan. Perubahan tata guna dan penutupan lahan di Jakarta karena pengaruh konversi lahan dengan peningkatan suhu permukaan memiliki suatu hubungan. Perubahan penutupan lahan telah berkembang sangat cepat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk akibat urbanisasi yang tinggi. Tingkat urbanisasi yang tinggi mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi pula namun sedikit terjadi pengurangan penduduk dari angka kematian atau perpindahan penduduk dari Kota Jakarta ke wilayah satelit lainnya, misalnya : Bekasi dan Tangerang. karena input dan output tidak seimbang, maka terjadi penumpukan penduduk. Jumlah penduduk yang meningkat maka permintaan akan ruang untuk aktifitas cukup tinggi. karena terbatasnya lahan yang ada menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yang tinggi, yaitu dari lahan yang bervegetasi dan berair menjadi pemukiman padat penduduk dan industri-industri. Pengalihan fungsi lahan ini mengakibatkan peningkatan suhu permukaan di Jakarta. Semakin banyak lahan bervegetasi dan berair yang beralih menjadi pemukiman dan industri maka semakin besar kemungkinan kenaikan suhu permukaan di sekitarnya. Perubahan lahan pemukiman di Jakarta mencapai 15% dari tahun Sebaliknya penutup lahan yang bisa meredam suhu seperti lahan bervegetasi (RTH), sawah dan tubuh air justru berkurang. Dari pengamatan, lahan terbuka hijau selalu mengalami penurunan dan kondisinya hanya 6% pada tahun 2006 dari total luas area Jakarta. Seiring dengan perubahan tata guna dan tutupan lahan ini maka ada perubahan suhu permukaan yang terjadi, pada tahun 2000 suhu permukaan sekitar (20-32) C sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan suhu permukaan menjadi (24-38) C. Dari data ini dapat di analisis bahwa laju perkembangan kota Jakarta sangat cepat. Hubungan perubahan penutupan lahan terhadap suhu permukaan dapat diformulasikan sebagai berikut : Q=mC T.....(4) Dimana Q adalah jumlah energi yang diterima atau dilepaskan dari suatu material ( C), m adalah massa dari material (kg), C adalah kapasitas panas (J/kg), dan T adalah selisih suhu ( C). kapasitas panas dapat di formulasikan sebagai berikut: C=ρ.c.. (5) c adalah kapasitas panas jenis (j/kg), dan ρ adalah massa jenis (kg.m 3 ). Dari persamaan 4 dapat dikatakan bahwa jika setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama tetapi dengan kapasitas panas yang berbeda, maka suhu yang di hasilkan juga berbeda. Jika suatu benda berkapasitas panas besar maka suhu yang dihasilkan rendah, sebaliknya jika suatu benda berkapasitas panas kecil maka suhu yang dihasilkan tinggi.

8 Material yang berkapasitas panas besar maka akan menurunkan suhu, seperti lahan bervegetasi dan lahan berair. Adanya lahan bervegetasi dan berair dapat membuat daerah di sekitarnya menjadi sejuk dan nyaman. Sebaliknya material yang berkapasitas panas kecil maka akan meningkatkan suhu permukaan di sekitarnya, seperti pemukiman dan industri. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada wilayah pengamatan di Jakarta terlihat adanya perubahan akan lahan dari tahun cukup tinggi. Perubahan ini cenderung meningkatkan suhu permukaan di sekitarnya. Tutupan lahan yang mengakibatkan kenaikan suhu permukaan adalah lahan pemukiman, lahan terbuka dan penurunan luas ruang terbuka hijau dan air. Peningkatan luas area tertinggi pada tutupan lahan pemukiman atau urban sekitar 15 % dari tahun , sebaliknya tutupan lahan yang dapat mempengaruhi kondisi sekitarnya, seperti lahan terbuka hijau dan lahan berair terjadi penurunan luas area. Penurunan luas area tertinggi terjadi pada tutupan lahan terbuka hijau (RTH) sekitar 21 % dari tahun Luas RTH mengalami penurunan luas yang cukup tinggi dari Ha pada tahun 2000, berkurang menjadi Ha atau mengalami penurunan luas Ha. Sedangkan luas RTA yang terbagi kedalam dua klasifikasi sungai, danau dan rawa. Luas sungai dan danau terjadi penambahan luas dari Ha menjadi Ha, dan rawa mengalami penurunan sekitar luas sekitar 1150 Ha menjadi Ha. Distribusi RTH pada tahun 2006 hanya tersebar di Jakarta Timur dan Selatan dan sedikit di Jakarta Barat. Sedangkan distribusi RTA sebagian besar tersebar di Jakarta Utara, Timur dan Selatan. Seiring dengan perubahan tutupan lahan yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan suhu permukaan yang terjadi di Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu permukaan ini secara visual dapat dilihat dari perbedaan antara tahun 2000 dan Pada tahun 2000 penyebaran suhu permukaan masih merata sekitar (20-32) C. suhu permukaan dengan interval (32-35) C hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur. Tetapi pada tahun 2006 terjadi peningkatan suhu permukaan sekitar (24-38) C, dan tampak terlihat perbedaan jelas penyebaran suhu dengan interval (32-35) C distribusinya hampir merata di seluruh Kota Jakarta dan suhu permukaan dengan interval (36-39) C hanya tersebar di beberapa pusat kota. 5.2 Saran Untuk meningkatkan hasil penelitian ini,maka masih diperlukan : Metode tambahan dalam melakukan klasifikasi lahan dan perhitungan suhu permukaan, yaitu dengan metode klasifikasi terbimbing agar data yang diperoleh lebih valid. Menggunakan data citra Landsat yang tidak tertutupi oleh awan, agar hasil yang diperoleh menjadi lebih teliti dan akurat. DAFTAR PUSTAKA BAPPEDA Kota Jakarta Laporan Antara Penyusuan Rencana Tata Ruang Terbuka Hijau (RTRH) Kota Jakarta. Dwiyanto A Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Permukiman Kota. from eprints.- undip.ac.id/1470/ (Diakses 9 September 2010). Faizal A Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Pertumbuhan Penduduk dan jarak terhadap Pusat Kegiatan Utama (Kasus Kabupaten Sleman ). Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hadi S Penataan Ruang Untuk Pemantapan Kawasan Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor. HandayaniN Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan Dengan Menggunakan Citra Landsat TM/ETM + (studi kasus : Kodya Bogor). Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor. Kalfuadi Y Analisis Temperature Heat Index (THI) Dalam

ANALISIS PENINGKATAN SUHU PERMUKAAN AKIBAT KONVERSI LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ETM + (Studi Kasus : Jakarta) GEMA NUSANTARA BAKRY

ANALISIS PENINGKATAN SUHU PERMUKAAN AKIBAT KONVERSI LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ETM + (Studi Kasus : Jakarta) GEMA NUSANTARA BAKRY ANALISIS PENINGKATAN SUHU PERMUKAAN AKIBAT KONVERSI LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ETM + (Studi Kasus : Jakarta) GEMA NUSANTARA BAKRY DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id)

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id) 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kajian Jakarta terletak pada lintang 106 o 22 42 BT s.d. 106 o 58 18 BT dan 5 o 10 12 LS s.d. 6 o 23 54 LS. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, kegiatan urbanisasi semakin meningkat, tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan berdampak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU Muhammad Ikhwan 1, Hadinoto 1 1 Staf pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV INPUT (Rp) SASARAN STRATEGIS (SARGIS) IK SARGIS SASARAN PROGRAM IK PROGRAM SASARAN KEGIATAN IK KEGIATAN Meningkatnya

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016 POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016 ESELON II ESELON III ESELON IV INPUT SASARAN STRATEGIS (SARGIS) IK SARGIS SASARAN PROGRAM IK PROGRAM SASARAN KEGIATAN IK KEGIATAN Persentase prasarana aparatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 1990 jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

BAB V LAHAN DAN HUTAN

BAB V LAHAN DAN HUTAN BAB LAHAN DAN HUTAN 5.1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan Kota Denpasar didominasi oleh permukiman. Dari 12.778 ha luas total Kota Denpasar, penggunaan lahan untuk permukiman adalah 7.831 ha atau 61,29%.

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI PARAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Rumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat... 8 1.3.1 Tujuan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterbatasan lahan yang terjadi di perkotaan diiringi dengan tingginya kebutuhan penduduk akan hunian menjadikan kawasan kota berkembang menjadi kawasan yang padat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND ANALISIS URBAN HEAT ISLAND DALAM KAITANNYA TERHADAP PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KOTA PONTIANAK Indra Rukmana Ardi 1, Mira Sophia Lubis 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh 1 Mira Mauliza Rahmi, * 2 Sugianto Sugianto dan 3 Faisal 1 Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Program Pascasarjana;

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU

ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 2 September 2012 ISSN 1412-4645 ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU Relationship Analysis of Green Open Space Area and Temperature

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan Indonesia sebagai negara termiskin ketiga di dunia. Pertambahan

Lebih terperinci

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Kajian Upaya Penurunan Dampak Urban Heat Island di Kota Tanjungpinang The Study of The Reducing Effort on Urban Heat Island s Impact in Kota Tanjungpinang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012 PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012 Oleh : Suksesi Wicahyani 1), Setia Budi sasongko 2), Munifatul Izzati 3) 1) Mahasiswa Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu kawasan yang berada di permukaan bumi yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial yang salah

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan merupakan sesuatu yang alamiah dan pasti terjadi. Meskipun pertumbuhan tidak dapat dihindarkan, namun kecepatan pertumbuhan sangat bervariasi dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk bukan menjadi masalah baru bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk ini sangat dirasakan di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 02 Sesi NGAN PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA Semua objek dalam peta ditampilkan dalam bentuk simbol. Artinya, simbol peta mewakili objek baik objek fisik maupun

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci