PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY"

Transkripsi

1 i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bogor adalah benar karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2012 Cherish Nurul Ainy NIM A

3 i RINGKASAN CHERISH NURUL AINY. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bogor. Skripsi. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Di bawah bimbingan ALINDA FM ZAIN. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang dekat dengan ibukota Indonesia yaitu Jakarta. Hal ini berdampak pada perkembangan pesat yang juga terjadi di Kota Bogor, khususnya pembangunan. Pembangunan pesat terjadi di Kota Bogor di segala sektor termasuk kawasan industri, Central Bussines District (CBD), perumahan, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota. Jumlah lahan terbuka pun menurun dan meningkatnya lahan terbangun membuat RTH di Kota Bogor semakin sedikit. Hal ini mengakibatkan kenyamanan kota menurun. Kenyamanan dipengaruhi oleh keadaan RTH, hal ini dikarenakan di dalam RTH terdapat vegetasi yang dapat mempengaruhi iklim mikro yaitu sebagai perlindungan yang dapat mengurangi radiasi matahari dan mengurangi temperatur. RTH juga memiliki variasi jenis vegetasi yang berbeda yang dapat diklasifikasi berdasarkan strukturnya yaitu pohon, semak, dan rumput. Ketiganya diduga memiliki kemampuan menciptakan iklim mikro yang berbeda-beda, sehingga diperlukan adanya pengukuran iklim mikro pada ketiga struktur vegetasi tersebut. Penelitian ini terlebih dulu mengidentifikasi keadaan penutupan lahan di Kota Bogor dengan menggunakan software dari Sistem Informasi Geografis yaitu Arc GIS 9.3 dan ERDAS Imagine 9.1. Sehingga dihasilkan peta penutupan lahan Kota Bogor dengan tiga klasifikasi yaitu: RTH, lahan terbangun, dan badan air. Hasil interpretasi peta tersebut menyatakan bahwa penutupan lahan di kota Bogor masih didominasi oleh RTH sebesar 54,76 persen dari luas keseluruhan Kota Bogor, untuk lahan terbangun sebesar 42,21 persen, dan sisanya badan air sebesar 3,03 persen. Hasil akurasi dari peta penutupan lahan Kota Bogor tahun 2011 dalam penelitian ini bernilai 85,14 persen. Tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 persen menurut sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS sehingga peta hasil klasifikasi penutupan lahan sudah dapat digunakan dalam penelitian ini. Peta penutupan lahan yang didapat kemudian di overlay dengan peta penggunaan lahan yang didapat dari Bappeda Kota Bogor, sehingga didapat empat kawasan yang sesuai untuk pengukuran iklim mikro. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada empat land use yaitu industri (PT Unitex), Central Bussines District (Bantarjati), perumahan (Bukit Cimanggu City), dan RTH kota (Kebun Raya Bogor). Pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara dilakukan pada tiga struktur vegetasi yang berbeda yaitu pohon, semak, dan rumput. Hasil analisis suhu dan kelembaban udara pada setiap land use menyatakan bahwa setiap struktur vegetasi memiliki nilai suhu dan kelembaban udara yang berbeda secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini membuktikan bahwa struktur vegetasi yang berbeda mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap iklim mikro. Suhu udara pada rumput cenderung lebih tinggi dibandingkan struktur vegetasi lainnya dan pohon memiliki suhu udara yang paling rendah. Berbanding terbalik dengan suhu udara, kelembaban

4 ii udara pada rumput memiliki nilai paling rendah dan pohon memiliki nilai paling tinggi. Sehingga dapat disimpulkan pohon merupakan struktur vegetasi yang paling efektif memberikan kenyamanan iklim mikro bagi lingkungan sekitarnya. Selain perbandingan struktur vegetasi setiap land use, dilakukan juga perbandingan struktur vegetasi pada semua land use. Hasil analisis menyatakan bahwa semua struktur vegetasi pada land use yang berbeda memiliki perbedaan suhu dan kelembaban udara yang secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa land use yang berbeda mempunyai suhu dan kelembaban udara yang berbeda-beda tergantung dari karakteristik lingkungan dan jenis vegetasi pada setiap land use. Penilaian kenyamanan pada tiap struktur vegetasi juga dilakukan secara kuantitatif menggunakan Termal Humidity Index (THI). Hasil perhitungan THI menyatakan bahwa struktur vegetasi pohon pada land use RTH kota dapat memberikan kenyamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur vegetasi lainnya. Struktur vegetasi rumput pada kawasan CBD memiliki nilai kenyamanan yang paling rendah. Hasil penelitian menyatakan bahwa pohon mampu mereduksi suhu udara sebesar 0,86-5,15 C lebih besar dibandingkan struktur vegetasi lainnya sehingga penanaman pohon dalam jumlah banyak pada RTH sangat direkomendasikan karena fungsinya sangat efektif dalam ameliorasi iklim. Selain itu, untuk RTH setiap land use direkomendasikan untuk memperhatikan karakteristik lingkungan masing-masing sehingga RTH yang ada lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan tiap land use. Luas RTH pada tiap land use juga harus dipertahankan dan ditingkatkan karena menurut hasil penelitian, semakin luas RTH pada suatu kawasan, iklim mikro yang dihasilkan semakin baik. Kata Kunci: land use, suhu udara, kelembaban udara, struktur vegetasi

5 iii PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 iv Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bogor : Cherish Nurul Ainy : A Disetujui oleh Dr. Ir. Alinda FM Zain, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen Tanggal Lulus :

7 v PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga skripsi penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan April hingga Agustus 2012 adalah Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Alinda FM Zain Msi, selaku pembimbing skripsi dan Dr Syartinilia SP, selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Rudi Atmoko dari Bukit Cimanggu City, Bapak Ir Sukoco dari PT Unitex, dan Ibu Rinrin dari Kebun Raya Bogor yang telah memberi izin penulis untuk mengambil data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, Afdilla, Alya, Nayaka, Irfan, keluarga, teman-teman ARL 45 (khususnya teman satu bimbingan: Desti, Nefa, Salwa, dan Anggi), teman-teman dari laboraturium Analisis Spasial dan Lingkungan (Kak Reza, Kak Nana, Kak Age, Kak Irham, dan Kak Agus), dan teman-teman Shambala (khususnya Annisa, Evie, Dewi, Icha, Hasti, dan Ory) atas bantuan doa dan semangatnya. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Desember 2012 Cherish Nurul Ainy

8 vi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Hipotesis Kerangka Pemikiran... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Ruang Terbuka Hijau Struktur Vegetasi Land Cover dan Land Use Iklim Mikro Sistem Informasi Geografis BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Batasan Penelitian Alat dan Bahan Data Penelitian Pengolahan Data Citra Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Parameter yang Diukur Metode Pengukuran Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan Rekomendasi... 23

9 vii BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 4.1 Profil Wilayah Kota Bogor Kondisi Fisik Lingkungan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bogor Lokasi dan Titik Pengambilan Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Analisis Iklim Mikro pada setiap Land Use Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada Berbagai Land Use Analisis Kenyamanan Rekomendasi RTH pada Land Use BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 69

10 viii DAFTAR TABEL Halaman 3.1 Kebutuhan alat dan bahan Data yang digunakan Hari pengambilan data Luas wilayah administratif Kota Bogor menurut kecamatan Jumlah dan persebaran penduduk Kota Bogor menurut kecamatan Jenis dan intensitas penggunaan lahan di Kota Bogor tahun Pemilihan lokasi industri Pemilihan lokasi CBD Pemilihan lokasi perumahan Pemilihan lokasi RTH kota Luas Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Penyebaran penutupan lahan setiap kecamatan di Kota Bogor Presentase luasan RTH setiap land use yang sudah dipilih Hasil pengukuran THI... 59

11 ix DAFTAR GAMBAR Halaman 1.1 Kerangka pemikiran Peta Jawa Barat dan Kota Bogor Seperangkat alat Mini Microclimate Station Heavy Weather Contoh hasil akurasi peta pentupan lahan Alur pemilihan lokasi pengambilan data Bagan pengambilan data Hasil tabel anova dalam uji-t Suhu udara Kota Bogor pada tahun Kelembaban udara Kota Bogor pada tahun Peta RTRW Kota Bogor tahun Peta pemilihan lokasi pengambilan data Vegetasi pengambilan data industri Vegetasi pengambilan data CBD Contoh lokasi penutupan lahan kelas ruang terbuka hijau Contoh lokasi penutupan lahan kelas lahan terbangun Contoh lokasi penutupan lahan badan air Peta penutupan lahan Kota Bogor tahun Suhu dan kelembaban udara pada kawasan industri Suhu dan kelembaban udara pada kawasan CBD Suhu dan kelembaban udara pada kawasan perumahan Suhu dan kelembaban udara pada kawasan RTH kota Suhu dan kelembaban udara di bawah naungan pohon Suhu dan kelembaban udara di bawah naungan semak Suhu dan kelembaban udara di atas rumput... 58

12 x DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi kawasan industri Peta lokasi kawasan CBD Peta lokasi kawasan perumahan Peta lokasi kawasan RTH Kota Hasil akurasi Peta Landsat 7 ETM Hasil pengukuran suhu dan RH di kawasan industri Hasil pengukuran suhu dan RH di kawasan CBD Hasil pengukuran suhu dan RH di kawasan perumahan Hasil pengukuran suhu dan RH di kawasan RTH Kota Hasil uji anova-one way hubungan antar struktur vegetasi pada PT Unitex Hasil uji anova-one way hubungan antar struktur vegetasi pada CBD Bantarjati Hasil uji anova-one way hubungan antar struktur vegetasi pada perumahan Bukit Cimanggu City Hasil uji anova-one way hubungan antar struktur vegetasi pada Kebun Raya Bogor Hasil uji anova-one way hubungan antar pohon pada empat kawasan Hasil uji anova-one way hubungan antar semak pada empat kawasan Hasil uji anova-one way hubungan antar rumput pada empat kawasan... 85

13 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor secara regional mempunyai keterkaitan erat dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan di Pulau Jawa bahkan di Indonesia. Hal ini menyebabkan Kota Bogor memiliki perkembangan yang pesat sehingga terjadinya penurunan lahan terbuka dan meningkatnya lahan terbangun. Hasil sensus penduduk pada tahun 2010 menyatakan jumlah penduduk Kota Bogor mencapai jiwa dan Kabupaten Bogor memiliki presentasi distribusi penduduk tertinggi di Jawa Barat sebesar 11,8 persen (BPS 2010). Hasil penelitian Karl et al (1988) dalam Effendi (2007) di Amerika Serikat secara lokal suhu udara meningkat sebesar 1 C setiap peningkatan populasi 100 ribu jiwa akibat urbanisasi. Lahan terbuka dikonversi menjadi lahan terbangun untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Penurunan proporsi RTH di Kota Bogor mencapai 9 persen dalam periode tahun (Agrissantika et al 2007 dalam Effendi 2007). Hal ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang drastis apalagi dengan adanya peningkatan emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh perkembangan kota sehingga menyebabkan pemanasan global. Salah satu solusi untuk meminimalisir penurunan kualitas lingkungan adalah dengan meningkatkan ketersediaan dan efektifitas dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada kawasan kota. Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai penyeimbang ekosistem kota baik itu sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya, bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat (quality of life, human well being) (Joga dan Ismaun 2011). RTH sebaiknya didominasi oleh vegetasi karena menurut Irwan (1992), vegetasi sebenarnya makhluk yang paling menentukan dalam ekosistem karena mempunyai peranan sebagai berikut: sebagai pengubah terbesar dari lingkungan karena mempunyai fungsi sebagai perlindungan sehingga dapat mengurangi

14 2 radiasi matahari, mengurangi temperatur, sebagai pengikat energi untuk seluruh ekosistem, dan sebagai sumber hara mineral. Perubahan iklim mikro yang disebabkan oleh konversi lahan dapat diminimalisir dengan memberi vegetasi yang sesuai pada setiap peruntukan lahan, sehingga fungsi dari RTH dapat tetap dipertahankan. Peruntukan lahan (land use) berhubungan dengan kumpulan aktivitas manusia yang berada pada sebidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer 1979). Salah satu penyebab yang paling penting dari perubahan iklim adalah perubahan land use. Para ahli percaya bahwa perubahan land use akan menyebabkan dampak perubahan iklim yang lebih kuat dibandingkan dengan polusi yang menyebabkan pemanasan global (Tursilowati 2007). Saat ini RTH kota sudah banyak diubah menjadi berbagai land use untuk mengakomodasi kebutuhan penduduk kota seperti perumahan, kawasan industri, dan Central Bussiness District (CBD) sehingga menyebabkan pengaruh RTH terhadap iklim mikro berbeda-beda. RTH umumnya terdiri dari vegetasi dengan berbagai struktur seperti pohon, semak, dan rumput. Ketiga struktur tersebut diduga mempunyai pengaruh yang berbeda-beda dalam ameliorasi iklim mikro dan memberikan kenyamanan bagi warga kota. Sehingga perlu dilakukan pengukuran agar dapat dianalisis perbedaan iklim mikro yang dihasilkan dan faktor penyebabnya untuk dapat menciptakan RTH yang lebih baik pada land use perkotaan. Menurut Robinette (1981) dalam Dahlan (2004), lingkungan perkotaan sangat perlu disejuk-nyamankan karena suhu dan kelembaban udara akan mempengaruhi kekuatan fisik, aktivitas, dan mental seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang adanya perbedaan iklim mikro pada struktur vegetasi yang berbeda pada land use yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk mengidentifikasi penutupan lahan Kota Bogor dan pengambilan data primer untuk mengukur iklim mikro pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) menggunakan alat Heavy Weather Mini Microclimate Station. Selain itu, digunakan uji statistik dan analisis nilai Temperature Humidity Index (THI) pada data agar diketahui perbedaan iklim mikro yang dihasilkan oleh struktur vegetasi yang berbeda pada land use yang berbeda dan pengaruhnya terhadap kenyamanan user.

15 3 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut 1. Bagaimana kondisi penutupan lahan Kota Bogor saat ini? 2. Apakah struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) pada land use yang berbeda menghasilkan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) yang berbeda? 3. Bagaimana pengaruh iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) pada land use yang berbeda terhadap kenyamanan warga kota? 1.3 Tujuan Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah 1. Mengidentifikasi penutupan lahan di kawasan kota Bogor dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). 2. Menganalisis perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak, dan rumput) pada setiap land use (industri, CBD, perumahan, dan RTH kota). 3. Menganalisis pengaruh iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak, dan rumput) pada setiap land use (industri, CBD, perumahan, dan RTH kota) terhadap kenyamanan user. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai pentingnya memperbaiki kualitas iklim mikro dengan meningkatkan kualitas RTH perkotaan sehingga dapat meminimalisir penurunan kualitas lingkungan dan meningkatkan kenyamanan warga kota. Rekomendasi yang disusun berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau rekomendasi kepada pemerintah daerah setempat.

16 4 1.5 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) pada setiap land use. 2. Terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak, dan rumput dengan rumput) pada land use yang berbeda (industri, CBD, perumahan, RTH kota). 1.6 Kerangka Pemikiran Data citra Kota Bogor dianalisis menggunakan SIG sehingga menghasilkan peta land cover. Setelah itu peta land cover di-overlay dengan peta land use Kota Bogor yang didapat dari peta RTRW Kota Bogor tahun , sehingga didapat kawasan yang sesuai untuk dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) berdasarkan luasan RTH-nya. RTH di dalamnya terdapat struktur vegetasi dari tingkat rumput, semak, dan pohon. Data hasil pengukuran kemudian dianalisis menggunakan uji statistik dan dianalisis faktor-faktor penyebab berbedanya suhu dan kelembaban udara pada setiap struktur vegetasi pada land use yang berbeda menggunakan alat Heavy Weather Mini Microclimate Station. Selain itu, digunakan analisis nilai Temperature Humidity Index (THI) untuk mengetahui tingkat kenyamanan di setiap land use. Faktor-faktor penyebab perbedaan iklim mikroi di setiap land use dapat diketahui dari hasil analisis. Hasil analisis kemudian menghasilkan kesimpulan yang dijadikan dasar untuk menyusun rekomendasi.

17 5 Kota Bogor Land cover Land use Analisis Data Citra Menggunakan SIG RTH Kota Perumahan Industri CBD Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Pengukuran Iklim Mikro RTH (Suhu, RH, Kecepatan Angin) Alat Heavy Weather Data Analisis Faktor-faktor Penyebab Perbedaan Iklim Mikro tiap Land Use pada Struktur Vegetasi yang Berbeda Rekomendasi RTH Gambar 1.1 Kerangka pemikiran

18 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Kota dalam pengertian administrasi pemerintahan diartikan secara khusus, yaitu suatu bentuk pemerintah daerah yang merupakan daerah perkotaan. Wilayah kota secara administratif tidak selalu semuanya berupa daerah terbangun perkotaan (urban), tetapi umumnya juga masih mempunyai bagian wilayah yang berciri perdesaan (rural). Wilayah administratif pemerintahan kota dikelola oleh pemerintah kota yang bersifat otonom. Misalnya kota-kota ibukota kabupaten atau kota kecamatan tidak mempunyai struktur pemerintahan sendiri, tetapi merupakan bagian dari pemerintahan kabupaten (Sadyohutomo 2008). Menurut Fandheli dan Muhammad (2009), pada saat ini hampir di setiap kota besar, telah ditemukan pulau-pulau panas (heat island) dengan suhu yang tinggi yang terdapat di beberapa bagian wilayah kota. Dampak lain akibat pembangunan adalah tata lanskap yang tidak teratur sehingga mengganggu tingkat kenyamanan seseorang yang berada di tempat itu. Keberadaan vegetasi pada Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat, karena vegetasi pohon mampu menurunkan suhu, menaikkan kelembaban, dan mengurangi kecepatan angin. Keberadaan sekelompok pepohonan yang berkerapatan tinggi dapat mengkonservasi lingkungan dengan mengurangi temperatur yang tinggi di siang hari. Sementara itu, pada malam hari, pepohonan berperan sebagai penahan panas, sehingga suhu udara di bawah tajuk lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas lahan terbuka (tanpa pohon). Daerah yang tertutup tegakan pohon akan mempunyai kelembaban yang relatif tinggi sedangkan keadaan tanahnya kering (pasir, kerikil, dan sejenisnya) cenderung untuk menimbulkan suhu yang tinggi dan kelembaban yang lebih rendah.

19 7 2.2 Ruang Terbuka Hijau Menurut Irwan (1992), dalam rangka memenuhi kebutuhan di perkotaan terutama untuk pemukiman, seringkali lahan hijau menjadi korban, bahkan sekarang sudah meliputi daerah sekitarnya atau daerah batas kota. Sekarang banyak bekas tegalan atau kebun-kebun sudah berubah menjadi bangunan. Tambahan lagi pada umumnya pelaksanaan penghijauan di perkotaan kurang memperhatikan keanekaragaman. Sebaliknya keberadaan gas-gas seperti karbondioksida dan lainnya semakin meningkat terutama karena peningkatan kendaraan bermotor dan industri. Hasil sidang lingkungan hidup sedunia di Jepang, November 1991 menyatakan bahwa kendaraan bermotor sebagai penghasil CO 2 adalah penyebab utama kenaikan suhu di dunia. Tumbuhan hijau mengambil CO 2 untuk proses fotosintesis dan mengeluarkan C 6 H 12 O 6 serta peranan O 2 yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. Oleh karena itu, peranan tumbuhan hijau sangat diperlukan untuk menjaring CO 2 dan melepas O 2 kembali ke udara. Di samping itu berbagai proses metabolisme tumbuhan hijau, dapat memberikan berbagai fungsi untuk kebutuhan makhluk hidup yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Fungsi dan peranan penghijauan perkotaan, antara lain 1. Sebagai paru-paru kota, tanaman sebagai elemen hijau, pada pertumbuhannya menghasilkan zat asam (O 2 ) yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan. 2. Sebagai pengatur lingkungan (mikro), vegetasi akan menimbulkan hawa lingkungan setempat sejuk, nyaman, dan segar. 3. Pencipta lingkungan hidup (ekologis), penghijauan dapat menciptakan ruang hidup bagi makhluk hidup di alam. 4. Penyetimbangan alam (adaphis), merupakan pembentukan tempat-tempat hidup alam bagi satwa yang hidup di sekitarnya. 5. Perlindungan (protektif), terhadap kondisi fisik alami sekitarnya, (angin kencang, terik matahari, gas atau debu-debu). 6. Keindahan (estetika), dengan terdapatnya unsur-unsur penghijauan yang direncanakan secara baik dan menyeluruh menambah keindahan kota. 7. Kesehatan (hygine), misalnya untuk terapi mata.

20 8 8. Rekreasi dan pendidikan (edukatif), jalur hijau dengan aneka vegetasi mengandung nilai-nilai ilmiah. 9. Sosial politik ekonomi. 2.3 Struktur Vegetasi Pohon Pohon memiliki berbagai manfaat yaitu: pertama, pohon dapat menyediakan oksigen bagi manusia. Selain itu, pohon juga dapat menyegarkan persediaan udara kita dengan menyerap karbon dioksida yang kita hembuskan dan yang pabrik dan mesin hasilkan. Kedua, pohon dapat mengambil karbon dioksida. Ketiga, pohon dapat mereduksi polusi suara dengan berfungsi sebagai pelindung dari bising. Keempat, pohon menangkap partikel polusi udara dan menyerap sebagian, beberapa dimanfaatkan sebagai nutrisi untuk tumbuh. Kelima, pohon mengubah iklim mikro pada tapak dimana mereka tumbuh. Ketika suhu udara sebesar 29⁰C, suhu udara di atas permukaan jalan mungkin akan setinggi 42⁰C, tetapi di jalan yang banyak pohonnya, suhu udara permukaan hanya 31⁰C. Keenam, pohon mempunyai nilai estetik bagi lingkungan sekitar dan yang terakhir, pohon meningkatkan kualitas ruang terbuka hijau kota, membuatnya makin menarik bagi manusia dan membantu menciptakan komunitas yang kuat (Harman et al. 2000) Semak Semak adalah tumbuhan perdu yang mempunyai cabang kayu kecil dan rendah. Semak belukar dapat dimanfaatkan sebagai penghijauan rendah yang dapat dibentuk-bentuk dengan memotong tangkainya atau sebagai pagar hijau (Frick dan Suskiyanto 2007). Semak pada umumnya digunakan untuk menambah keindahan pada tapak karena semak memiliki bunga, warna, dan bentuk daun yang beraneka ragam. Semak digunakan untuk memperkaya struktur dari taman agar tidak terkesan monoton, selain itu semak juga dapat digunakan untuk mengalihkan angin dan berperan dalam ameliorasi iklim mikro setempat Rumput Rumput merupakan struktur vegetasi yang biasa digunakan sebagai penutup permukaan tanah. Menurut Emmons (2000) dalam Ayuningtyas (2007), rumput

21 9 paetan memiliki daun lebar, berstolon, dan membetuk lapisan rumput yang padat. Rumput paetan sangat cocok untuk area dengan pemeliharaan minimum dan basah serta drainase buruk. Biasanya digunakan di pinggir jalan atau di daerah miring sebagai tanaman pengontrol erosi. Selain itu, penggunaan rumput pada tapak juga dimanfaatkan sebagai pereduksi suhu. 2.4 Land Cover dan Land Use Land cover dapat didefinisikan sebagai tempat biofisik dari permukaan bumi dan dekat dengan sub permukaan, termasuk biota, tanah, topografi, permukaan air, air tanah, dan struktur buatan manusia. Dalam pengertian lain, land cover menjelaskan campuran dari alam dan tutupan lahan buatan manusia pada permukaan bumi. Land use dapat diartikan sebagai penggunaan lahan oleh manusia. Land use melibatkan campuran dari sikap dimana atribut biofisik dari lahan dimanipulasi dan tujuan dari penggunaan dari lahan tersebut (Turner dkk 1995 dalam Weng 2010). Hubungan antara land use dan land cover tidak selalu langsung dan nyata (Weng 1999 dalam Weng 2010). Satu kelas dari land cover dapat mendukung berbagai penggunaan, dimana satu land use bisa saja ada termasuk pengelolaan dari beberapa land cover yang berbeda (Weng 2010). Berikut beberapa land use yang dominan di perkotaan yaitu industri, perumahan, CBD, dan RTH kota Industri Dalam buku Dirdjojuwono (2004), menurut National Industrial Zoning Comittee s USA 1967, yang dimaksud dengan Kawasan Industri atau Industrial Estate atau sering juga disebut Industrial Park adalah sebuah kawasan industri di atas tanah yang cukup luas, yang secara administrasi dikontrol oleh seorang atau sebuah lembaga yang cocok untuk kegiatan industri karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, ketersediaan semua infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksesibilitas transportasi. Definisi lain, menurut Industrial Development Handbook dari ULI-the Urban Land Institute, Washington D.C. (1975), kawasan industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri atas peralatan-

22 10 peralatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboraturium pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya. Di Indonesia, kawasan industri dapat mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun Menurut Keppres tersebut, yang dimaksud dengan kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Dengan demikian ciri-ciri dari kawasan industri adalah 1. lahan sudah dilengkapi sarana dan prasarana, 2. ada suatu badan (manajemen) pengelola yang memiliki izin usaha kawasan industri, 3. biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam jenis) Perumahan Iklim mikro adalah salah satu aspek yang harus dipertimbangkan ketika membuat solusi desain yang memperhatikan proses alam. Persaingan bagi desainer pemukiman yaitu untuk menyadari dan memahami iklim mikro yang berbeda-beda sehingga desain dapat cocok untuk iklim mikro yang ada pada tapak. Setiap tapak mempunyai ciri-ciri iklim mikronya masing-masing yang dihasilkan dari kondisi tapak secara khusus termasuk orientasi tapak, lokasi rumah, orientasi rumah, ukuran rumah, topografi, pola drainase, jumlah, dan lokasi dari tumbuhan eksisting, area, dan lokasi dari material tanah termasuk pavement (Booth NK dan Hiss JE 2004) Central Bussines District (CBD) Pengertian dari CBD adalah penggunaan lahan yang berfungsi dalam revitalisasi pusat keramaian kota dan memandu perluasan dan pengembangannya, serta mengelola posisinya sebagai pusat perbelanjaan yang dominan. CBD juga berfungsi untuk menyediakan tempat perbelanjaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota dengan menyediakan fasilitas perbelanjaan. CBD diharapkan dapat mendorong perencanaan pengembangan kawasan komersial yang berintegrasi

23 11 sehingga dapat terlihat bagus, berfungsi secara baik, dan tidak menimbulkan konflik lalu-lintas. Selain itu, CBD dapat menciptakan grup yang terdiri dari penggunaan komersial yang berhubungan atau bergantung pada lalu-lintas jalan raya (Eckbo 1964) Ruang Terbuka Hijau Kota Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (DPU 2005). Menurut Dahlan (2004), salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan daya dukung lingkungan hidup di perkotaan adalah dengan mencipta-wujudkan kota di dalam hutan dan taman dengan menggunakan pendekatan Ilmu Hutan Kota. Definisi Hutan Kota menurut Rapat Teknis Departemen Kehutanan Tahun 1991: Suatu lahan bertumbuhkan pepohonan di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pepohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai Hutan Kota. 2.5 Iklim Mikro Iklim atau cuaca rata-rata terutama merupakan fungsi matahari. Kata climate berasal dari bahasa Yunani klima, yang berarti kemiringan bumi yang respek terhadap matahari. Orang Yunani yakin bahwa iklim merupakan fungsi garis lintang matahari sehingga mereka membagi dunia dalam zona tropis, sejuk, dan dingin. Atmosfer adalah mesin pemanas raksasa berbahan bakar matahari. Karena atmosfir transparan terhadap energi surya, pemanasan udara terutama terjadi di permukaan bumi. Begitu udara menjadi panas, ia akan naik dan menyebabkan tekanan rendah di daratan. Sebaliknya, begitu permukaan bumi

24 12 tidak sama menerima panas, akan terjadi tekanan relatif rendah atau tinggi dibarengi hembusan angin dan konsekuensinya. Di kota-kota besar, penggabungan semua efek struktur buatan manusia mengahasilkan perbedaan iklim yang signifikan dengan daerah pinggir kota sekelilingnya. Suhu rata-rata tahunan biasanya akan menunjukkan sekitar 1,5 o F lebih hangat, sementara suhu minimum sekitar 3 o F lebih tinggi. Dalam musim panas, kota-kota dapat menjadi 7 o F lebih hangat dibandingkan dengan wilayah perdesaan sehingga dikenal dengan Heat Island. Namun, radiasi matahari akan lebih rendah sekitar 20 persen karena pengotoran udara dan kelembaban relatif berkurang sekitar 6 persen, sebab jumlah tanaman berkurang. Meski seluruh kecepatan angin berkurang sekitar 25 angin lebih rendah, kecepatan angin lokal yang sangat tinggi, seringkali terjadi di lorong-lorong kota (Lechner 2007) Suhu Udara Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius ( o C), sedangkan di Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan dalam derajat fahrenheit ( o F). o C = 5/9 ( o F-32 o ) o F = 9/5 ( o C) Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi, antara lain: 1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim. 2. Pengaruh daratan atau lautan. 3. Pengaruh ketinggian tempat. Tentang hal ini, Braak memberikan rumusan sebagai berikut: makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, maka suhu akan semakin rendah. t o = (26-0,61 h) o C 4. Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang membawa panas dari sumbernya secara horizontal. 5. Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer. 6. Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutupi vegetasi yang mempunyai temperatur yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi. 7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi.

25 13 8. Pengaruh sudut datang sinar matahari. Sinar yang tegak lurus akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring (Kartasapoetra 2004) Kelembaban Udara Kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Dalam kelembaban dikenal beberapa istilah seperti: 1. Kelembaban mutlak adalah massa uap air yang berada dalam satu satuan udara, yang dinyatakan dalam gram/m Kelembaban spesifik, merupakan perbandingan massa uap air di udara dengan satuan massa udara, yang dinyatakan dalam gram/kilogram. 3. Kelembaban relatif, merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada temperatur tertentu, yang dinyatakan dalam persen. Angka kelembaban relatif dari persen, dimana 0 persen artinya udara kering, sedangkan 100 persen artinya udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik air. Keadaan kelembaban di atas permukaan bumi berbeda-beda. Pada umumnya, kelembaban tertinggi ada di khatulistiwa sedangkan terendah pada lintang 40 o. Daerah rendah ini disebut horse latitude, curah hujannya kecil. Massa udara bergerak dari maksimum ke minimum, perpindahan akan menyebabkan kekosongan di daerah maksimum. Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat menstimulasi curah hujan. Di Indonesia, kelembaban udara tertinggi dicapai pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Besarnya kelembaban di suatu tempat pada suatu musim erat hubungannya dengan perkembangan organisme terutama jamur dari penyakit tumbuhan, misalnya penyakit blister blight. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan yang dikenal dengan exobasidium hexans, dan menyerang RH (relative humidity/kelembaban) selama 3 hari berturut-turut 85 persen. Disamping itu, RH dipengaruhi pula oleh adanya pohon pelindung, terutama apabila pohonnya rapat (Kartasapoetra 2004). 2.6 Sistem Informasi Geografis Menurut Skidmore (2002), teknologi Geographic Information System (GIS) telah dikembangkan sebagai alat yang mengorganisasi, menyimpan, menganalisis,

26 14 dan menampilkan data spasial. Secara umum GIS atau dikenal pula dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem informasi berbasis komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan informasinya tentang peta tersebut (data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, analisa, memperagakan, dan menampilkan data spasial untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah, dan meneliti permasalahan. SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Beberapa sumber data tersebut antara lain adalah: 1. Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dsb.). Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin, dsb. Peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan berbagai cara. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam format vektor. 2. Data dari sistem Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit, foto-udara, dsb.) Data Penginderaan Jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacammacam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster. 3. Data hasil pengukuran lapangan. Contoh data hasil pengukuran lapang adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. Pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut. 4. Data Global Positioning System (GPS). Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor (Punthadewo dkk 2003 dalam Rustiadi dkk 2009).

27 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor, Jawa Barat (Gambar 1). Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak ±56 km sebelah selatan Jakarta dan wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Kota Bogor dipilih sebagai lokasi penelitian karena Kota Bogor berada dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Barat dan secara regional mempunyai keterkaitan sangat erat dengan Provinsi DKI Jakarta sehingga dimungkinkan akan terjadi pembangunan secara pesat dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) akan semakin sempit. Waktu pelaksanaan penelitian ini dari persiapan hingga penyusunan skripsi dari bulan April hingga Agustus Gambar 3.1 Peta Jawa Barat dan Kota Bogor (sumber: Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada: a. Interpretasi klasifikasi penutupan lahan dari citra Kota Bogor dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ dan diolah dengan menggunakan teknik Sistem Informasi Geografis (SIG).

28 16 b. Pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdapat pada setiap land use yang dipilih (industri, CBD, perumahan, dan RTH Kota). 3.3 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Kebutuhan alat dan bahan Alat Heavy Weather ws2355 Kamera Digital GPS Software ArcGis 9.3 Software Ms Excel Software SPSS 17 Software ERDAS Imagine 9.1 Software Heavy Weather Bahan Data Citra Kota Bogor Peta Kota Bogor Bahan Pustaka Kegunaan Mengukur iklim mikro Pengambilan gambar sampel Penitikan sampel Mengolah data citra Mengolah data pengukuran Mengolah hasil pengukuran Mengolah datacitra Mengolah data pengukuran Kegunaan Menghasilkan peta landuse dan landcover Referensi Studi literatur, menghasilkan rekomendasi Alat pengukur suhu dan kelembaban Tripod untuk meletakkan alat Suhu Udara ( C) RH (%) Layar untuk menampilkan iklim mikro Gambar 3.2 Seperangkat alat Mini Microclimate Station Heavy Weather tipe WS2355

29 Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang langsung diambil oleh peneliti di lokasi penelitian sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari sumber-sumber literatur yang membantu peneliti dalam mengolah data. Tabel 3.2 Data yang digunakan No Data Jenis Data Sumber Data Sejarah 1 Kondisi Umum Kota Bogor Letak, luas, aksesibilitas Klimatologi Topografi Tata guna lahan Sekunder Bappeda Bogor 2 Data Citra Kota Bogor Sekunder Data Satelit 3 RTRW Kota Bogor Sekunder Bappeda Bogor 4 Peta Administrasi Kota Bogor Sekunder Bappeda Bogor Nama spesies 5 Vegetasi Tinggi Tanaman Foto Primer Survey Lapang Suhu Udara Primer Survey Lapang 6 Iklim Kelembaban Udara Kecepatan Angin Sekunder BMKG 3.5 Pengolahan Data Citra Data citra yang didapat perlu diolah kembali dengan menggunakan software Arc GIS 9.3 dan ERDAS 9.1 Imagine untuk mendapatkan peta penutupan lahan. Analisis citra secara agenda dapat dikelompokkan atas (Lillesand dan Kiefer 1979): Pemulihan Citra (Image Restoration) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra LANDSAT 7 ETM+ pada tanggal 12 dan 28 Agustus 2011 path/row 122/65. Data tersebut memiliki gap (data yang hilang) dikarenakan satelit LANDSAT 7 ETM+ mengalami kerusakan. Sehingga data tersebut perlu diperbaiki dengan menggunakan software IDL 7.0, software tersebut dapat memperbaiki data yang hilang dengan menggabungkannya dengan data citra sebelumnya. Penajaman Citra (Image Enhancement) Setelah dilakukan pemulihan citra, citra yang telah diperbaiki kemudian dilakukan subset image (dipotong) sesuai dengan batas administrasi Kota Bogor yang didapat dari digitasi peta RTRW Kota Bogor tahun menggunakan

30 18 software Arc Gis 9.3. Setelah itu dilakukan penajaman citra menggunakan software ERDAS Imagine 9.1 dengan memperbaiki histogram warna dari data citra. Klasifikasi Citra (Image Classification) Setelah dilakukan pemulihan dan penajaman citra data sudah siap digunakan untuk klasifikasi penutupan lahan. Teknik klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Setelah membuat peta penutupan lahan, dilakukan penilaian akurasi pada peta. Pada penelitian ini tipe penilaian akurasi yang digunakan adalah dengan pengecekan lapang dengan GPS sehingga menghasilkan Ground Control Point (GCP). GCP kemudian dimasukkan kedalam software ERDAS Imagine 9.1 dan dengan menggunakan tools accuracy assesment yang dapat menghasilkan nilai akurasi. Menurut USGS (U.S. Geographical Survey), minimal nilai akurasi peta adalah 85 persen (Lillesand and Kiefer 1979). Dapat dilihat pada gambar 3.3 untuk melihat nilai akurasi yang dihasilkan dari software ERDAS Imagine 9.1. Nilai akurasi peta Gambar 3.3 Contoh hasil akurasi peta pentupan lahan 3.6 Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Lokasi pengambilan data dilakukan pada empat land use yang dominan pada kawasan kota (urban) yaitu industri, Central Bussines District (CBD), perumahan, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota untuk dapat mengetahui perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada setiap land use. Pemilihan lokasi pengambilan data pada penelitian ini dengan mengambil tiga kawasan terbesar tiap land use di Kota Bogor dengan batasan kawasan setiap kelurahan berdasarkan digitasi peta penggunaan lahan pada peta RTRW Kota Bogor tahun Semakin besar kawasan, pengaruh iklim dari kawasan

31 19 lain dapat diminimalisir sehingga data yang diambil merupakan data representatif iklim mikro pada setiap penggunaan lahan yang berbeda. Kemudian dilakukan overlay dengan peta penutupan lahan yang didapat dari pengolahan data citra Landsat 7 ETM+ sehingga diketahui luasan RTH pada masing-masing kawasan. Selanjutnya luas RTH pada tiga kawasan terbesar dari tiap land use dirata-rata dan luas RTH yang paling mendekati rata-rata yang dipilih sebagai lokasi pengambilan data karena diasumsikan kawasan yang dipilih memiliki luasan RTH yang representatif untuk setiap jenis penggunaan lahan yang berbeda. Peta pemilihan lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 3.9. Tiga kawasan terbesar Luas RTH setiap kawasan Luas RTH yang paling mendekati rata-rata Peta Penggunaan Lahan Peta Penutupan Lahan 4 lokasi pengambilan data setiap land use berbeda Gambar 3.4 Alur pemilihan lokasi pengambilan data 3.7 Parameter yang Diukur Parameter yang diukur pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) pada masing-masing land use meliputi unsur-unsur iklim mikro yaitu: Suhu Relative Humidity (RH) 3.8 Metode Pengukuran Pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara dilakukan pada struktur vegetasi yag berbeda (pohon, semak, dan rumput) pada setiap land use (industri, CBD, perumahan, dan RTH kota). Untuk mengukur iklim mikro yang akurat, alat diletakkan ±1,5 meter di atas permukaan tanah dikarenakan menurut Frick H dan Suskiyanto FXB (2007) iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat permukaan bumi dengan tinggi ±2 meter. Pengambilan data diambil selama 30 menit pada setiap struktur vegetasi pada pukul WIB, dilakukan hanya pada saat cuaca cerah. Waktu tersebut dipilih karena merupakan waktu ketika radiasi matahari paling maksimal dan merupakan waktu

32 20 puncak dari aktivitas manusia sehingga kenyamanan pada waktu tersebut perlu diketahui. Tabel hari pengambilan data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.3 Hari pengambilan data No Tanggal Kawasan Lokasi Ulangan ke Juni 2012 CBD Bantarjati Juni 2012 CBD Bantarjati Juni 2012 CBD Bantarjati Juni 2012 Perumahan BCC Juni 2012 Perumahan BCC Juli 2012 Perumahan BCC Juli 2012 RTH Kota KRB Juli 2012 RTH Kota KRB Juli 2012 RTH Kota KRB Juli 2012 Industri PT Unitex Juli 2012 Industri PT Unitex Juli 2012 Industri PT Unitex 3 Pengambilan data dilakukan pada empat tipe land use yang berbeda yaitu industri, CBD, perumahan, dan RTH kota. Pada satu hari data yang diambil adalah data suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang berbeda yaitu pohon, senak, dan rumput. Alat diletakkan di bawah naungan pohon, di bawah naungan semak, dan di atas rumput dan dilakukan pengukuran pada waktu yang sama yaitu pada pukul atau selama 30 menit. Pencatatan data dilakukan per menit sehingga data yang dihasilkan adalah 30 data setiap variabel (suhu dan kelembaban udara) pada tiga struktur vegetasi yang berbeda. Sehingga dalam sehari data yang dihasilkan adalah 180 data: 90 data suhu udara pada struktur vegetasi yang berbeda (30 data suhu udara pada naungan pohon, 30 data suhu udara pada naungan semak, dan 30 data suhu udara di atas rumput) dan 90 data kelembaban udara pada struktur vegetasi yang berbeda (30 data kelembaban udara pada naungan pohon, 30 data kelembaban udara pada naungan semak, dan 30 data kelembaban udara di atas rumput). Setiap land use diambil datanya selama tiga hari sebagai ulangan. Bagan pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 3.5.

33 Gambar 3.5 Bagan pengambilan data 21

34 Pengolahan dan Analisis Data Setelah data iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara didapat, kemudian data ditabulasi dan dibuat grafik. Data yang sudah ada juga dianalisis secara statistik dengan menggunakan SPSS dengan teknik uji-t sehingga dapat diketahui perbedaan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang berbeda pada setiap land use secara nyata atau tidak. Berdasarkan hal tersebut di dalam melakukan uji-t digunakan hipotesis statistik, yaitu Kasus 1 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pada pohon, semak, dan rumput. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut: H 0 H 1 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pada pohon, semak, dan rumput. : ada perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pada pohon, semak, dan rumput. Kasus 2 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara struktur vegetasi yang sama (contoh: pohon dengan pohon) pada semua land use. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut: H 0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang sama pada land use yang berbeda H 1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang sama pada land use yang berbeda Kriteria keputusan, jika : F hitung < F tabel maka H 0 diterima F hitung > F tabel maka H 0 ditolak dengan taraf nyata sebesar 0,05 Uji-T dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi dan land use yang ada sehingga dapat diketahui bahwa setiap struktur vegetasi mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban udara. Uji-T ini dilakukan menggunakan software SPSS Statistics 17.0 dengan menggunakan One-Way ANOVA, kegunaan utama teknik ini ialah untuk menguji hipotesis yang membuktikan rata-rata sama atau tidak (Sarwono 2009).

35 23 F hitung > F tabel, sehingga tolak H 0 Taraf nyata 0,050 Gambar 3.6 Hasil tabel anova dalam uji-t Selain dilakukan uji statistik pada data hasil pengukuran, perlu diketahui tingkat kenyamanan dari iklim mikro yang ada. Fandeli dan Muhammad (2009) menyatakan, untuk memperoleh tingkat kenyamanan secara kuantitatif biasanya digunakan angka Temperature Humidity Index (THI). Satu diantara rumus yang dipakai untuk mengetahui tingkat kenyamanan yang dipakai oleh Nieuwolt sebagai berikut: Dimana THI adalah Temperature Humidity Index atau angka ketidaknyamanan, T adalah suhu udara ( C), RH adalah kelembaban relatif (%). Pada daerah tropis seperti Indonesia, nilai THI di atas 27 orang sudah merasakan tidak nyaman Penyusunan Rekomendasi Penelitian ini menghasilkan hasil analisis perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada land use yang berbeda (industri, CBD, perumahan, dan RTH kota) dan pengaruhnya terhadap kenyamanan warga kota. Hasil analisis tersebut kemudian digunakan untuk menyusun rekomendasi sehingga dapat dihasilkan rekomendasi untuk menciptakan RTH yang lebih baik pada setiap land use.

36 24 BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 4.1 Profil Wilayah Kota Bogor Kota Bogor secara geografis terletak pada 106 o 48 Bujur Timur dan 6 o 36 Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari ibukota Jakarta. Wilayah administrasi Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan, dengan luas wilayah keseluruhan Ha. Secara administratif, wilayah Kota Bogor berbatasan langsung dengan Utara Barat Selatan : Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. : Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Tabel 4.1 Luas wilayah administratif Kota Bogor menurut kecamatan No Kecamatan Luas (Ha) % 1 Bogor Utara 1,772 14,95 2 Bogor Barat 3,285 27,72 3 Bogor Timur 1,015 8,57 4 Bogor Selatan 3,081 26,00 5 Bogor Tengah 812 6,86 6 Tanah Sereal 1,884 15,90 Jumlah 11,85 100,00 Sumber : Bappeda Kota Bogor, Tahun Kondisi Fisik Lingkungan Topografi dan Kelerengan Aspek topografi wilayah Kota Bogor pada dasarnya bervariasi antara datar dan berbukit (antara 100 mdpl sampai dengan >300 mdpl). Kemiringan lereng di Kota Bogor sebagian besar berada pada klasifikasi datar dan landai (15 persen)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Kota dalam pengertian administrasi pemerintahan diartikan secara khusus, yaitu suatu bentuk pemerintah daerah yang merupakan daerah perkotaan. Wilayah kota secara administratif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September 2011. Lokasi yang dipilih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 24 BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 4.1 Profil Wilayah Kota Bogor Kota Bogor secara geografis terletak pada 106 o 48 Bujur Timur dan 6 o 36 Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari ibukota Jakarta. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, kegiatan urbanisasi semakin meningkat, tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan berdampak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

PENGARUH TIPE TUTUPAN LAHAN TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA BITUNG. Yorri Yotam Junam Sanger Johannes E. X. Rogi Johan Rombang

PENGARUH TIPE TUTUPAN LAHAN TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA BITUNG. Yorri Yotam Junam Sanger Johannes E. X. Rogi Johan Rombang Agri-SosioEkonomi Unsrat, ISSN 1907 4298, Volume 12 Nomor 3A, November 2016: 105-116 PENGARUH TIPE TUTUPAN LAHAN TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA BITUNG Yorri Yotam Junam Sanger Johannes E. X. Rogi Johan Rombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci