IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton, yang dapat dinyatakan secara matematis sebagai: q = ha(t o -T 1 )...(14) Berdasarkan Persamaan 14, nilai perubahan suhu udara dapat dituliskan: T = q...(15) ha Keterangan: q = Laju transfer panas per detik (W) A = Luas area (m 2 ) h = Koefisiesn transfer panas secara konveksi (W m -2 K -1 ) ΔT = Perubahan suhu udara (K) Penghitungan THI Nilai THI dapat ditentukan dari nilai suhu udara dan kelembapan relatif (RH) dengan persamaan Nieuwolt (1975): THI = 0.8 T a + RH T a...(16) 500 Keterangan: THI = Temperature Humidity Index ( o C) Ta = Suhu udara ( o C) RH = Kelembapan relatif (%) Kelembapan udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara. Umumnya kelembapan udara dinyatakan sebagai kelembapan relatif, nilai kelembapan relatif di dapat dari hasil pengamatan langsung Stasiun Iklim Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kajian Gambar 3 Wilayah kajian. Kota Depok terletak pada 6 o o lintang selatan sampai 106 o o Secara geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan wilayah JABOTABEK. Kota Depok memiliki luas sebesar km 2. Ketinggian Kota Depok berkisar antara m di atas permukaan laut dengan kemiringan kurang dari 15%. Kota Depok memiliki enam kecamatan, yaitu: Sukamajaya, Pancoran mas, Beji, sawangan, cimanggis, dan Limo. Kecamatan Sukmajaya, Beji, dan Pancoran mas berada di pusat Kota depok. Kecamatan Sawangan berada di bagian barat, Kecamatan Cimanggis berada di bagian timur sedangkan Kecamatan Limo berada di bagian utara. Kota Depok setidaknya memiliki sepuluh anak sungai, beberapa situ dan danau. Kota Depok juga memiliki potensi kawasan lindung berupa sempadan sungai, sempadan danau, kawasan konservasi, serta hutan. Hutan yang ada di Kota Depok adalah hutan raya Pancoran Mas yang luasnya sekitar 6 Ha dan hutan Universitas Indonesia (UI), yang luasnya kurang lebih 107 Ha. RTH yang berbentuk jalur banyak dikembangkan di Kota Depok, baik pada jalan negara, jalan propinsi, maupun jalan kotamadya. Pengembangan RTH jalur dikembangkan di sempadan jalan (kanan-kiri

2 7 bahu jalan) dan bagian tengah jalan. Meski begitu, RTH Kota Depok mengalami penurunan dari Ha (88%) pada tahun 1992 menjadi Ha (65%) pada tahun 2000 (Agrissantika 2007). Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2000 sebanyak jiwa dan pada tahun sebanyak (situs pemerintahan Kota Depok). Tingginya jumlah dan pertumbuhan penduduk ini mengakibatkan beberapa konsekuensi penting, di antaranya: (1) dibutuhkannya lahan untuk keperluan pembangunan rumah, lokasi aktivitas, fasilitas umum dan RTH kota, (2) akan memacu perubahan penggunaan lahan yang tadinya RTH menjadi ruang terbangun. Kota Depok termasuk wilayah beriklim tropis dengan kisaran suhu udara o C, curah hujan antara mm hingga mm per.tahun, serta kelembapan relatif antara 60-90%. 4.2 Pendugaan Nilai Suhu Permukaan dari Citra Landsat Nilai suhu permukaan (Ts) yang didapat merupakan hasil ekstraksi menggunakan kanal 61 dan 62 Landsat. Data tahun 2003 tidak digunakan karena mengalami kerusakan berupa garis-garis hitam (gap) pada citra. Gap merupakan data kosong yang disebabkan oleh rusaknya Scan Line Corrector (SLC) pada satelit Landsat. Awalnya, nilai suhu permukaan tahun sangat rendah, hal ini terjadi karena pada citra tahun tersebut hanya 1 kanal 6 yang berfungsi sedangkan pada citra tahun lainnya kanal 61 dan 62 berfungsi baik. Oleh karena itu, dilakukan pendugaan nilai kanal 62 untuk tahun tersebut. Setelah mendapatkan nilai dugaan untuk kanal 62, nilai tersebut kemudian digunakan bersama dengan kanal 61 untuk perhitungan selanjutnya. Jenis penutupan lahan mempengaruhi besar kecilnya suhu permukaan. Hal tersebut dikarenakan setiap penutupan lahan memiliki panas jenis yang berbeda pula. Jika diasumsikan nilai penambahan panas sama, tanah yang memiliki panas jenis 800 J kg -1 K -1 akan lebih cepat naik suhunya dibandingkan dengan air yang memiliki panas jenis J.kg -1.K -1. Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan suhu permukaan Kota Depok dari tahun Peningkatan suhu permukaan pada periode tersebut mengindikasikan adanya perubahan penggunaan lahan dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun di Kota Depok. Tabel 2 Suhu permukaan rata-rata ( o C) Tahun 2001 Suhu Permukaan Penentuan Radiasi Netto Radiasi netto (Rn) merupakan selisih antara gelombang pendek matahari dan gelombang panjang yang datang ke permukaan bumi dengan gelombang pendek dan gelombang panjang yang keluar. Nilai radiasi gelombang pendek didapatkan dari ekstraksi citra Landsat kanal 1, 2, dan 3 dengan sebelumnya menentukan nilai albedo. Nilai radiasi gelombang panjang yang keluar didapat dari pengolahan citra Landsat menggunakan kanal 6 dengan terlebih dahulu menduga nilai suhu permukaan. Nilai radiasi netto dipengaruhi oleh nilai suhu permukaan dan albedo. Semakin besar nilai albedo dan suhu permukaan maka nilai radiasi nettonya semakin kecil karena radiasi yang dipantulkan oleh permukaan semakin besar, contohnya daerah pemukiman dan lahan terbuka. Sebaliknya, semakin kecil nilai suhu permukaan dan albedo maka nilai radiasi netto semakin besar. Daerah yang memiliki radiasi netto besar adalah yang memiliki naungan yang besar, seperti hutan. Tabel 3 Nilai Ts rata-rata ( o C), albedo, dan Rn Tahun Ts Albedo Rn (W m -2 ) Nilai albedo berbeda-beda berdasarkan jenis penutupan lahannya. Nilai albedo untuk air berkisar , lahan terbangun , lahan pertanian , dan hutan (Oke 1998 dalam Sinaga 2009). Secara umum, nilai albedo permukaan non vegetasi lebih tinggi daripada permukaan vegetasi. Hal tersebut disebabkan oleh permukaan non vegetasi lebih banyak memantulkan radiasi gelombang pendek dibandingkan dengan permukaan bervegetasi.

3 8 4.4 Pendugaan Nilai Suhu Udara Suhu udara (Ta) yang diekstrak dari citra Landsat merupakan gambaran rata-rata suhu udara Kota Depok yang terekam pada saat pukul WIB. Suhu udara dugaan pada 15 Juli 2001, 3 Agustus, 21 Juni, 2 Juli, dan 1 Oktober adalah sebesar 24.5 o C, 25.5 o C, 26 o C, 26 o C, dan 30. o C. Data suhu udara hasil pengamatan dipilih dari Stasiun Iklim Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, hal ini berdasarkan jarak, ketinggian, dan kerapatan wilayah yang tidak jauh berbeda dengan wilayah kajian. Stasiun Iklim Pondok Betung terletak di Kota Tangerang Selatan yang berjarak sekitar 25 km dari pusat Kota Depok, dengan ketinggian sekitar 22.6 mdpl. Terdapat beberapa stasiun iklim disekitar wilayah kajian, seperti Stasiun Iklim Halim Perdana Kusuma yang berada di timur Kota Depok (wilayah Jakarta Timur), Stasiun Iklim Cibinong, dan Stasiun Iklim Darmaga, Bogor yang berada di selatan Kota Depok. Data dari stasiun Halim Perdana Kusuma tidak dipilih karena selain datanya tidak lengkap. Stasiun Iklim Cibinong tidak dipilih karena data yang tersedia hanya sampai tahun 1995 (karena stasiun iklim cibinong hanya beroperasi sampai dengan tahun 1995), sedangkan data dari Stasiun Iklim Darmaga Bogor tidak dipilih karena ketinggian yang jauh berbeda dengan Kota Depok (ketinggian Kota Depok antara mdpl sedangkan stasiun Darmaga Bogor 250 mdpl). Suhu udara hasil pengamatan merupakan gambaran suhu udara rata-rata Kota Tangerang Selatan pada satu hari. Suhu udara hasil pengamatan tahun 2001,,, dan lebih tinggi daripada suhu udara hasil dugaan pada periode yang sama sedangkan hasil pengamatan langsung suhu udara pada tahun lebih rendah daripada suhu dugaannya. Ketidaksesuaian tersebut dimungkinkan karena adanya pengaruh pada saat pengambilan citra. Sebagai contoh, adanya awan menyebabkan pendugaan suhu udara menjadi lebih rendah, sedangkan adanya bahan bangunan seperti asbes dan seng berdampak pada pendugaan suhu udara yang lebih tinggi. Nilai suhu udara tahun baik dugaan dan hasil pengamatan langsung lebih tinggi daripada tahun lainnya (Tabel 4). Hal ini indikasi adanya perubahan lahan dari RTH menjadi lahan terbangun yang cukup besar, selain itu pada tahun tersebut merupakan tahun kemarau kering sehingga suhu yang tercatat lebih tinggi dari tahun lainnya. Tabel 4 Perbandingan Ta dugaan dengan Ta observasi ( o C) Tahun Ta Dugaan Ta Observasi Karena ada perbedaan antara suhu udara hasil olahan dan pengamatan langsung, maka nilai suhu udara yang digunakan untuk perhitungan selanjutnya adalah nilai tengah dari suhu udara dugaan dengan suhu udara pengamatan langsung. Tabel 5 Ta setelah disesuaikan dengan hasil observasi ( o C) Tahun Ta Terjadi peningkatan suhu udara selama periode di Kota Depok (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan beberapa kajian mengenai hubungan peningkatan suhu udara dengan perubahan penggunaan lahan di wilayah lainnya. Wilayah JABOTABEK mengalami peningkatan suhu udara selama periode 1991-, dari 30.7 o C menjadi 32.4 o C (Effendy 2007). Di Kota Cibinong, peningkatan suhu udara sebesar 1.5 o C selama periode (Adhayani ). Peningkatan suhu udara akibat perubahan penggunaan lahan juga terjadi pada Kota Bandung, Semarang dan Surabaya selama periode (Tursilowati 2008). 4.5 Pendugaan Nilai RTH dari Landsat Hasil klasifikasi dibagi ke dalam tiga kelas: badan air, RTH, dan bukan RTH. Badan air meliputi: danau, kolam, situ, dan sungai. RTH meliputi: hutan, jalur hijau, ladang, lapangan golf, sawah, sempadan sungai, pekarangan, dan perkebunan. Kelompok bukan RTH meliputi: pemukiman, pertokoan, perusahaan, industri, dan lahan terbangun lainnya. Sebelum diklasifikasikan menjadi tiga kelas, penutupan lahan Kota Depok di bagi menjadi 16 kelas terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar perbedaan setiap tutupan lahan dapat dikenali dengan baik oleh metode isoclass unsupervised. Setelah itu, dilakukan

4 9 pengecekan dan pengelompokkan kelas tutupan lahan. Kelas yang memiliki kemiripan warna dijadikan dalam satu kelas yang sama hingga akhirnya didapatkan tiga klasifikasi penutupan lahan Kota Depok. Proses klasifikasi menggunakan metode isoclass unsupervised tidak begitu baik digunakan jika tidak mengetahui daerah yang dikaji. Untuk itu, digunakan alat bantu peta pemanfaatan ruang dan juga foto udara wilayah kajian dalam melakukan klasifikasi. Tabel 6 Hasil klasifikasi lahan Kota Depok (Ha) Tahun Badan Air RTH Bukan RTH RTH (%) Badan Air RTH Non RTH Tahun Gambar 4 Klasfikasi dengan kanal 245. Gambar 5 Klasfikasi dengan kanal 345. Klasifikasi penutupan lahan menggunakan gabungan kanal 245, hal ini berdasarkan panjang gelombang yang dimiliki kanal-kanal tersebut yang dapat menduga dan membedakan obyek dengan baik. Selain itu, gabungan kanal 245 lebih baik daripada gabungan kanal 345 dalam membedakan objek pada citra. Gabungan kanal 345 tidak dapat membedakan vegetasi rendah (sawah, lapangan golf,) dengan ruang terbangun, sehingga lapangan golf dan sawah yang ada di Kota Depok terbaca sebagai lahan terbangun. Warna kuning pada Gambar 4 menunjukkan lapangan golf terbaca sebagai lahan terbangun pada gabungan kanal 345 (Gambar 5). Gambar 6 Dinamika tutupan lahan Kota Depok. Luas Kota Depok berdasarkan peta administrasi yang digunakan adalah sebesar Ha. Berdasarkan penolahan citra Landsat, luasan RTH Kota Depok pada periode cenderung mengalami penurunan (Gambar 6). Begitu pula pada tahun luasan RTH Kota Depok mengalami pengurangan dari 88% menjadi 65% (Agrissantika 2007). Sementara itu, Bappeda Kota Depok menyatakan bahwa pada tahun 2007 luasan RTH Kota Depok sebesar 50% dari luas wilayah Kota Depok yang besarnya Ha. Perbedaan luas RTH tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan sumber data dan metode klasifikasi yang digunakan. Pengurangan luas RTH pada periode di Kota Depok diiringi dengan penambahan luas ruang terbangun. Hasil pengolahan citra Landsat menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ruang terbangun dari 33.5% pada tahun 2001 menjadi 55% pada tahun. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada periode , luas ruang terbangun Kota Depok meningkat dari 33% menjadi 47% (Kumar ). Kecenderungan pengurangan RTH dan penambahan ruang terbangun ini disebabkan oleh kebutuhan penduduk akan tempat untuk ditinggali dan juga berbagai fasilitas umum lainnya. Secara umum, laju pertumbuhan penduduk Kota Depok sebesar 6.75% setiap tahun. Pertumbuhan penduduk akhirnya berdampak pada beralih fungsinya kawasan RTH. Distribusi penggunaan lahan untuk

5 10 pemukiman menggeser kebun, tegalan, ladang, sawah, dan situ yang ada. peubah yang ditentukan (Y). Nilai R 2 pada model kuadratik menunjukkan perubahan 99.7% suhu udara dapat dijelaskan oleh perubahan RTH. Tabel 7 Nilai R 2, (R 2 adj), dan S persamaan RTH dan suhu udara tahun 2001,,,, dan R 2 R 2 (adj) S Linier Kuadratik (a) (b) Gambar 7 Penutupan lahan Kota Depok hasil pengolahan citra Landsat. Perubahan penggunaan lahan dari RTH menjadi lahan terbangun tidak hanya terjadi di pusat Kota Depok, tetapi terjadi juga di bagian barat dan utara. Bagian barat merupakan Kecamatan sawangan, sedangkan bagian utara merupakan kecamatan Limo. Berdasarkan peta rencana pemanfaatan ruang Kota Depok tahun Kecamatan Sukmajaya, Beji, Pancoran mas, dan Cimanggis merupakan pemukiman dengan kepadatan penduduk sedang hingga tinggi. 4.6 Penentuan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Hasil analisis bentuk hubungan antara RTH dengan suhu udara pada tahun 2001,,,, dan didapatkan persamaan berbentuk non-linier kuadratik. Bentuk tersebut dipilih berdasarkan pola sebaran data dan pada nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) tertinggi serta nilai standar deviasi model (S) terendah. Nilai R 2 menunjukkan kebaikan model, semakin tinggi nilai R 2 semakin baik model menggambarkan hubungan antara X dan Y. RTH merupakan peubah yang menentukan (X), sedangkan suhu udara adalah Suhu Udara (oc) 70 Gambar 8 Persamaan antara RTH dan suhu udara. Nilai RTH (%) yang digunakan dalam persamaan pada Gambar 8 adalah nilai dari seluruh wilayah hasil pengolahan citra Landsat. Persamaan regresi yang didapat adalah Y = X X 2. Persamaan hanya berlaku untuk nilai RTH antara 0-80%. Pada saat nilai RTH % nilai suhu udara justru meningkat. Selain karena keterbatasan data masukkan, hal ini disebabkan juga oleh nilai RTH hasil pengolahan yang hanya berkisar antara 40-70%. Nilai suhu udara pada saat RTH 80% adalah 26.8 o C, nilai ini besarnya sama dengan nilai suhu udara rata-rata wilayah Indonesia dengan ketinggian 0 m di atas permukaan laut. Tabel 8 Hubungan RTH dengan suhu udara Kota Depok RTH (%) RTH % 50 Suhu Udara ( o C)

6 11 Pengurangan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara terjadi (Tabel 8). peningkatan suhu udara yang terjadi akibat pengurangan RTH bahkan lebih tajam dibandingkan dengan penurunan suhu udara yang terjadi karena penambahan RTH. Sebagai contoh, jika RTH yang ada sebesar 40% ditambah 30% hingga mencapai 70%, suhu udara hanya turun 0.5 o C sedangkan pengurangan RTH sebesar 10% menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 3.9 o C. Hal tersebut menjadi masukkan yang penting bagi pemerintah Kota Depok agar mempertahankan RTH yang ada. Secara ilmiah hubungan antara RTH dan suhu udara dapat dijelaskan oleh Persamaan 15. Pada saat nilai laju transfer panas (q) diasumsikan tetap dan luasan (A) RTH berkurang maka nilai ΔT menjadi besar hal ini berarti suhu akhir lebih besar daripada suhu awal. Sebaliknya, saat terjadi penambahan RTH, nilai ΔT menjadi lebih kecil, suhu akhir lebih kecil dari nilai awal. Proses penutupan lahan urban dengan vegetasi baru tidak setara dengan penutupan RTH yang sudah ada. Proses pertumbuhan vegetasi memerlukan waktu beberapa tahun untuk mencapai fase dewasa hingga cukup menaungi permukaan lahan. Hal inilah yang menjadi penyebab laju penurunan suhu udara yang lebih lambat dibandingkan dengan laju peningkatan suhu udara akibat pengurangan RTH. Sementara itu, pada saat terjadi pengurangan RTH, permukaan lahan menjadi terbuka dari naungan dalam waktu yang relatif singkat, akibatnya laju transfer panas ke udara di atasnya juga menjadi lebih cepat. 4.7 Penentuan Hubungan RTH dengan THI Kota Depok Nilai THI didapatkan melalui Persamaan 16. Nilai Ta yang didapatkan dari hasil dugaan yang telah disesuaikan dengan hasil pengamatan langsung menjadi nilai masukan pada persamaan tersebut. Nilai RH didapat dari hasil pengamatan langsung Stasiun Iklim Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan. Tabel 9 Nilai Ta, RH, dan THI Kota Depok Tahun Ta ( o C) RH (%) THI ( o C) Batas nyaman THI di Indonesia adalah o C (Mom 1947 dalam Effendy 2007). Berdasarkan hal tersebut, Kota Depok sebelum tahun tergolong dalam kategori kota yang nyaman, tetapi karena terjadi peningkatan suhu udara akibat pengurangan RTH dan penambahan ruang terbangun, nilai THI Kota Depok tahun meningkat sehingga Kota Depok berada di titik kritis kenyamanan. Sebelum tahun dengan luas RTH yang ada, Kota Depok dapat mempertahankan nilai THI pada batas nyaman. Hal ini diharapkan juga tetap dipertahankan pada tahun-tahun berikutnya. Walaupun pertumbuhan penduduk tidak dapat dihindari, pembangunan ruang terbangun untuk memenuhi kebutuhan pemukiman tetap dapat disiasati. Salah satunya adalah dengan pembangunan ruang terbangun secara vertikal. Sehingga RTH yang sudah ada tidak berkurang dan akhirnya nilai THI Kota Depok dapat dipertahankan dalam batas nyaman. 63 RTH (%) Luasan Ta >= 27 oc (%) 98,9 3, , Gambar 9 Perbandingan antara RTH dan luas daerah yang memiliki suhu udara 27 o C. Daerah di Kota Depok yang memiliki suhu udara 27 o C juga bertambah akibat pengurangan RTH (Gambar 9). Nilai digunakan karena pada nilai THI diatas 27 o C umumnya orang di wilayah tropis sudah merasa tidak nyaman. Daerah yang memiliki suhu 27 o C menyebar dari pusat kota ke seluruh wilayah. Hal ini disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan RTH yang menjadi lahan terbangun. Selain itu, hal ini disebabkan oleh topografi Kota Depok yang relatif datar. Secara spasial, sebaran luas daerah yang memiliki suhu udara < 27 o C dan 27 o C disajikan pada Gambar

7 12 (a) penelitian ini dan penelitian Effendy (2007) pada wilayah JABOTABEK, setiap pengurangan RTH lebih beresiko meningkatkan suhu udara dibandingkan dengan penambahan RTH dalam menurunkan suhu udara. Dengan kata lain, upaya mempertahankan dan meningkatkan pengelolaan RTH yang sudah ada memberikan hasil yang lebih baik dalam mempertahankan nilai suhu udara pada kisaran rata-rata yang nyaman bagi sebuah kota. V. SIMPULAN DAN SARAN (b) Gambar 10 Sebaran suhu udara Kota Depok. Perubahan mencolok terjadi antara tahun 2001 dan. Luas Kota Depok yang memiliki suhu udara 27 o C pada tahun mencapai 98.9% akibat pengurangan RTH sebesar 21%. Perubahan yang mencolok ini juga terjadi pada Kota Surabaya dan Semarang. Pada periode luas daerah di Kota Surabaya yang memiliki suhu udara 27 o C mencapai 100% akibat pengurangan RTH sebesar 9.2% (Tursilowati 2007), sedangkan pada Kota Semarang luas daerah yang memiliki suhu 27 o C mencapai 92.9% akibat pengurangan RTH sebesar 7.7% pada periode yang sama (Tursilowati 2008). Berdasarkan pengolahan citra Landsat tahun, luas RTH di Kota Depok masih sesuai dengan UU No. 26 tahun 2007, yaitu sebesar 42%. Meski begitu, sangat dimungkinkan luasan RTH di Kota Depok pada tahun-tahun berikutnya akan mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan dari RTH menjadi lahan terbangun. Hal ini dikuatkan dengan beberapa kajian tentang tata guna lahan Kota Depok dari tahun (Agrissantika 2007 dan Kumar ) yang menunjukkan adanya penurunan luas RTH akibat penambahan ruang terbangun pada periode tersebut. Pemerintah Kota Depok diharapkan lebih berhati-hati dalam setiap pengambilan keputusan tentang pengalih fungsian lahan RTH menjadi lahan terbangun. Berdasarkan 5.1 Simpulan Suhu udara hasil dugaan dari data Landsat Kota Depok tahun 2001,,,, dan sebesar 24.5 o C, 25.5 o C, 26 o C, 26 o C, dan 30 o C. Persamaan hubungan antara RTH dengan suhu udara adalah non-linier kuadratik. Pengurangan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara, sebaliknya penambahan RTH menurunkan suhu udara. Nilai THI Kota Depok meningkat karena peningkatan suhu udara yang disebabkan oleh pengurangan RTH. 5.2 Saran Penelitian ini menggunakan data Landsat tahun Hal ini disebabkan oleh keterbatasan citra Landsat yang mengalami kerusakan (slc-off) pada tahun Oleh karena itu, disarankan menggunakan citra dari satelit yang berbeda jika ingin melanjutkan penelitian ini. Penggunaan metode isoclass unsupervised memiliki kelemahan dalam mengklasifikasikan lahan yang ada. Agar hasil klasifikasi lebih akurat, disarankan untuk menggunakan metode supervised classification pada penelitian yang sejenis.

HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA DEPOK DIKI SEPTERIAN SYAH

HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA DEPOK DIKI SEPTERIAN SYAH HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA DEPOK DIKI SEPTERIAN SYAH DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id)

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id) 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kajian Jakarta terletak pada lintang 106 o 22 42 BT s.d. 106 o 58 18 BT dan 5 o 10 12 LS s.d. 6 o 23 54 LS. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Kota Depok 5.1.1 Letak dan Keadaan Geografi Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o 19 00 sampai 6 o 28 00 Lintang Selatan dan 106 o 43 00 sampai 106

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok KEADAAN UMUM Gambaran Umum Kota Depok Kota Depok pada mulanya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, mengingat perkembangannya yang relatif pesat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kota Depok 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 19 06 28 Lintang Selatan dan 106 43 BT-106 55 Bujur Timur.

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 02 Sesi NGAN PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA Semua objek dalam peta ditampilkan dalam bentuk simbol. Artinya, simbol peta mewakili objek baik objek fisik maupun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Citra MODIS Terra/Aqua Jawa 24 Terkoreksi Radiometrik Data CH Koreksi Geometrik Bogor & Indramayu Malang *) & Surabaya *) Eo Lapang Regresi Vs Lapang Regeresi MODIS Vs lapang Hubungan dengan Kekeringan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka BAB I GEOGRAFI A. LETAK GEOGRAFI Kabupaten Tegal merupakan salah satu daerah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dengan Ibukota Slawi. Terletak antara 108 57'6 s/d 109 21'30 Bujur Timur dan 6 50'41" s/d

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan (

2. TINJAUAN PUSTAKA. Energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan ( 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Neraca energi 2.1.1 Radiasi Neto Energi yang sampai pada suatu permukaan harus sama dengan energi yang meninggalkan permukaan pada waktu yang sama, semua fluks energi harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan:

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan: IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Wilayah Sukaraja Atas 1. Letak Geografis dan Luas Berdasarkan administrasi pengelolaan Kawasan Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Resort Sukaraja Atas sebagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh 1 Hairul Basri, 2 Syahrul, 3,4 *Rudi Fadhli 1 Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun di Kota Tangerang Selatan

Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun di Kota Tangerang Selatan Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun 2000-2016 di Kota Tangerang Selatan Aisyah Desinah 1, Mangapul P. Tambunan 2, Supriatna 3 1 Departemen Geografi.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN POTENSI AIR HUJAN DI WILAYAH KOTA DEPOK

BAB 3 ANALISA KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN POTENSI AIR HUJAN DI WILAYAH KOTA DEPOK BAB 3 ANALISA KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN POTENSI AIR HUJAN DI WILAYAH KOTA DEPOK 3.1 Proyeksi Jumlah Penduduk Dan Kebutuhan Air Bersih Di Kota Depok Dalam kurun waktu 10 tahun, penduduk Kota Depok naik sebesar

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DEPOK JAWA BARAT KOTA DEPOK ADMINISTRASI Profil Wilayah Salah satu penyebab Kota ini berkembang pesat seperti sekarang adalah setelah adanya keputusan untuk memindahkan sebagian

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0. 9 a : intersep (perubahan salinitas jika tidak hujan) b : slope (kemiringan garis regresi). Koefisien determinasi (r 2 ) masing-masing kelompok berdasarkan klaster, tahun, dan lahan peminihan (A dan B)

Lebih terperinci

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah ,56 Ha yang terdiri dari

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah ,56 Ha yang terdiri dari 54 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Pugung 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah 18.540,56 Ha yang terdiri dari 27 pekon/desa, 1.897 Ha

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI Sumber : Dinas CIPTARU Gambar 1. Peta Wilayah per Kecamatan A. Kondisi Geografis Kecamatan Jepara merupakan salah satu wilayah administratif yang ada di Kabupaten Jepara,

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci