PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI"

Transkripsi

1 PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2013 Desti Firza Mulyati NRP A

3 RINGKASAN DESTI FIRZA MULYATI. Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok. Dibimbing oleh ALINDA F.M. ZAIN. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya menimbulkan fenomena lingkungan global. Masalah lingkungan seperti pencemaran oleh debu, gas beracun dan gas rumah kaca, masalah kebisingan, suhu udara udara kota yang semakin meningkat serta pengkonversian lahan telah menjadi permasalahan kota. Pertumbuhan kota yang pesat akibat pertambahan jumlah penduduk membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang menunjang sehingga menyebabkan jumlah ruang terbangun di kawasan perkotaan meningkat. Meningkatnya luasan lahan terbangun menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan yang kemudian menyebabkan penurunan kenyamanan pada suatu kawasan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga iklim mikro agar tetap memberikan kenyamanan adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai. Penelitian ini dilakukan di Kota Depok dari bulan April hingga bulan September Peta penutupan lahan Kota Depok dihasilkan dengan mengolah dan mengklasifikasikan data citra Landsat 7 +ETM path/row 122/64 yang dioverlay dengan peta administrasi Kota Depok. Land use yang dihasilkan berdasarkan peta penutupan lahan adalah industri, Central Bussiness District (CBD), perumahan dan RTH kota. Masing-masing land use ditentukan tiga kawasan terbesar yang kemudian ditentukan luas ruang terbuka hijaunya dan dirata-ratakan. Luas RTH yang paling mendekati rata-rata adalah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan atau pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada masing-masing kawasan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Heavy Weather tipe WS2355 selama tiga hari pada masing-masing struktur vegetasi pada setiap land use sebagai ulangan. Pengukuran dilakukan selama 30 menit pada setiap pohon, semak dan rumput pada pukul WIB disaat cuaca cerah. Data hasil pengukuran kemudian ditabulasikan dan dibuat grafiknya kemudian dilakukan uji analisis statistik dengan uji-t one-way Anova untuk mengetahui adanya perbedaan pengukuran iklim mikro suhu dan udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada land use industri, CBD, perumahan dan RTH kota. Analisis nilai Temperature Humidity Index (THI) dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan masingmasing land use berdasarkan suhu dan kelembaban udaranya. Interpretasi dan analisis citra yang dilakukan menghasilkan peta penutupan lahan, dimana sebesar 50,3 persen dari luas Kota Depok merupakan ruang terbuka hijau. Luas penutupan lahan ini menunjukkan bahwa Kota Depok masih memiliki proporsi ruang terbuka hijau yang baik bagi perkotaan. Pohon dengan tajuk yang menaungi serta berbentuk bulat dapat lebih menurunkan suhu, meningkatkan kelembaban dan memberikan kenyamanan dibandingkan semak dan rumput. Berdasarkan hasil pengukuran, faktor yang mempengaruhi iklim mikro yang dihasilkan pada land use yang berbeda tergantung dari faktor lingkungan, aktivitas kawasan dan jenis vegetasi yang ada pada land use tersebut. Kawasan yang

4 menghasilkan nilai THI paling mendekati nyaman, yakni dengan nilai THI sebesar 28,74-30,94 adalah RTH kota. Kata Kunci: Kelembaban Udara, Heavy Weather, Land Use, Suhu Udara, Struktur Vegetasi, THI.

5 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

7 Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok Nama : Desti Firza Mulyati NRP : A Departemen : Arsitektur Lanskap Disetujui oleh Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, M.Si Diketahui oleh, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan penulis sejak bulan Maret 2012 sampai September Penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, MSi. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga terselesaikannya skripsi ini; 2. Dr. Syartinilia, SP, MSi. dan Pingkan Nuryanti, ST, M.Eng selaku dosen penguji atas saran, kritik dan masukkannya; 3. Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr., SC selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan dorongan selama masa kuliah; 4. kedua orang tua, Slamet Mulyo, SE, MSi. dan Kusmiyati, SH. atas dukungan moral, semangat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis, serta kepada adik Muhammad Dwi Saputro; 5. Cherish Nurul Ainy, Nefalianti Destriana, Salwa Edi dan Anggi Aprilian Fahendra yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data, penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini; 6. teman-teman Arsitektur Lanskap 45 tanpa terkecuali, yang sudah sangat super dahsyat; 7. teman-teman arsitektur lanskap 42, 43, 44, 46, 47 dan 48; 8. teman-teman di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Kak Reza, Kak Irham, Kak Age, Kak Agus, Kak Anggi atas bantuannya;

9 9. teman-teman Wisma Sakinah Kadek, Rista, Nuri, Fitri, Jola dan Opi atas semangat dan dukungannya, dan Arima, Dito serta Ardana atas bantuan serta semangatnya. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Maret 2013 Desti Firza Mulyati

10 RIWAYAT HIDUP Desti Firza Mulyati dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 10 Desember 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Slamet Mulyo, SE, MSi. dan Kusmiyati, SH. Pendidikan formal penulis berawal pada tahun 1996 di SDN Panjang Wetan 1 Pekalongan yang dilanjutkan jenjang pendidikan di SMP Negeri 2 Pekalongan pada tahun Pada tahun 2005 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMA Negeri 1 Pekalongan dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB. Selama perkuliahan, penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan, serta aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap). Penulis pernah mengikuti sayembara yang diadakan oleh kontraktor Summarecon Bekasi pada tahun Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pengantar Seni dan Arsitektur (ARL211) dan mata kuliah Analisis Tapak (AR310) di Departemen Arsitektur Lanskap. Sebagai tugas akhir, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok, di bawah bimbingan Dr. Ir. Alinda FM. Zain, MSi.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Kerangka Pikir Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kota Penutupan Lahan (land cover) dan Penggunaan Lahan (land use) Industri Central Bussiness District (CBD) Perumahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Ruang Terbuka Hijau Iklim Mikro Suhu atau Temperatur Kelembaban Udara Sistem Informasi Geografi (SIG) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Batasan Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Metode Penelitian Pengumpulan Data dan Pengambilan Data Pengolahan Data Citra Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data... 36

12 3.4.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan CBD Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan RTH Kota Metode Pengukuran Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan Rekomendasi BAB IV KONDISI UMUM KOTA DEPOK Letak, Luas dan Batas Lokasi Topografi Iklim Penggunaan Lahan Penduduk Pola Sebaran Kegiatan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Kota Depok Tahun Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land use Iklim Mikro Kawasan Industri Iklim Mikro Kawasan CBD Iklim Mikro Kawasan Perumahan Iklim Mikro Kawasan RTH Kota Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi Berbagai Land use Analisis Iklim Mikro Pohon pada Berbagai Land use Analisis Iklim Mikro Semak pada Berbagai Land use Analisis Iklim Mikro Rumput pada Berbagai Land use Analisis Kenyamanan Rekomendasi Rekomendasi RTH Kawasan Industri Rekomendasi RTH Kawasan CBD Rekomendasi RTH Kawasan Perumahan Rekomendasi RTH Kawasan RTH Kota BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 62

13 6.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 66

14 xiv DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Alat dan Bahan Penelitian Jenis Data yang Dibutuhkan Luasan Kawasan Industri Luasan Kawasan Central Bussiness District (CBD) Luasan Kawasan Perumahan Luasan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pengukuran Iklim Mikro Jenis Penggunaan Lahan Kota Depok Tahun Luas Penutupan Lahan Kota Depok Persentase Luas RTH setiap Land use Hasil Perhitungan Temperature Humidity Index (THI)... 57

15 xv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian Peta Administrasi Kota Depok (sumber: RTRW Tahun 2010) Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather Proses Pengklasifikasian Data Landsat Nilai Akurasi Peta Penutupan Lahan Bagan Pemilihan Lokasi Penelitian Vegetasi di land use industri Kawasan BWK VI Sukatani Vegetasi di Land Use Central Bussiness District Vegetasi di Land Use perumahan Bella Casa Vegetasi di Taman Hutan Rakyat Bagan Pengambilan Data Hasil Tabel Anova dalam Uji-t Contoh Ruang Terbuka Hijau Contoh Lahan Terbangun Contoh Badan Air Grafik Suhu Udara pada Kawasan Industri Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Industri Grafik Suhu Udara pada Kawasan Central Bussiness District Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Central Bussiness District Grafik Suhu Udara pada Kawasan Perumahan Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Perumahan Grafik Suhu Udara pada Kawasan RTH Kota Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan RTH Kota Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Pohon Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Pohon Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Semak Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Semak Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Rumput Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Rumput

16 xvi 30. Contoh RTH Kawasan Industri Contoh RTH Kawasan CBD Contoh RTH Kawasan Perumahan Contoh RTH Kawasan RTH Kota... 61

17 xvii DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Data Citra Kota Depok Tahun Peta Pemilihan Tiga Kawasan pada Setiap Land use Peta Penutupan Lahan Kota Depok Tahun Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan Industri Hasil Uji Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan Industri Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan CBD Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan CBD Hasil Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan CBD Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan Perumahan Hasil Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan Perumahan Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan RTH Kota Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan RTH Kota Uji Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan RTH Kota Uji Anova-One Way Antar Vegetasi Pohon pada Empat Kawasan Uji Anova-One Way Antar Vegetasi Semak pada Empat Kawasan Uji Anova-One Way Antar Vegetasi Rumput pada Empat Kawasan... 85

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan wilayah dengan batas yang jelas antar wilayahnya dan mempunyai peraturan tersendiri akan pembangunan dan perencanaan wilayahnya. Menurut Bauer (2010), istilah kota dapat diartikan sebagai sesuatu yang relatif besar, padat dan tempat bermukim permanen bagi manusia yang dikaitkan dengan aktifitas ekonomi. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya memacu munculnya berbagai fenomena lingkungan global, terutama di daerah perkotaan. Masalah lingkungan fisik seperti pencemaran oleh debu, gas beracun dan gas rumah kaca, masalah kebisingan, suhu udara kota yang semakin meningkat, dan pengkonversian lahan menjadi masalah utama di perkotaan. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya daripada suhu di sekeliling kota, yang disebut urban heat island, menjadi masalah yang sangat penting di perkotaan (Irwan, 2005). Pertumbuhan kota yang pesat akibat pertambahan jumlah penduduk membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang menunjang, hal ini menyebabkan adanya penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan. Perkembangan kota yang pesat juga terjadi di Kota Depok, diantaranya disebabkan oleh tingginya angka migrasi penduduk ke Kota Depok yang mengakibatkan meningkatnya kawasan perumahan. Pesatnya pembangunan fisik kota menyebabkan lahan pertanian terkonversi menjadi lahan non pertanian. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Emisi kendaraan yang meningkat namun tidak didukung dengan keberadaan ruang terbuka hijau untuk memperbaiki kualitas udara, maka akan mengakibatkan iklim mikro suatu kawasan menjadi gersang dan panas sehingga kenyamanan kawasan tersebut berkurang. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga iklim mikro agar dapat memberikan kenyamanan yang cukup adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai. Ruang terbuka hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang yang digunakan sebagai penyeimbang serta mempunyai manfaat tinggi dalam memperbaiki dan

19 2 meningkatkan kualitas lingkungan kota. Ruang terbuka hijau merupakan elemen kota yang memiliki fungsi estetis dan ekologis. Selain itu RTH juga berfungsi memperbaiki iklim dengan memodifikasi suhu udara dan kelembaban udara sebagai pelindung pengaruh udara, mencegah erosi, mengurangi polusi udara, mengurangi silau pantulan cahaya matahari dan memperindah suatu kota (Grey dan Daneke, 1978). Keberadaan RTH di wilayah perkotaan adalah untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi, sistem mikroklimat maupun sistem ekologis. Peruntukkan lahan menurut definisi adalah berhubungan dengan kumpulan aktivitas manusia yang berada pada sebidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1979). Pengaruh ruang terbuka hijau terhadap iklim mikro pada masing-masing peruntukkan lahan tentunya akan berbeda, oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis perbedaan iklim mikro pada struktur vegetasi berupa pohon, semak dan rumput pada peruntukkan lahan yang berbeda. Penentuan land use dilakukan dengan analisis data citra dengan teknik Sistem Informasi Geografi (SIG) kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro pada masing-masing land use dengan menggunakan alat Heavy Weather. Peruntukkan lahan (land use) yang ditentukan dalam penelitian ini adalah industri, Central Bussiness District (CBD), perumahan dan RTH kota. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mengidentifikasi penutupan dan penggunaan lahan pada Kota Depok dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), 2. Mengetahui perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak dan rumput) pada setiap land use (industri, CBD, perumahan dan RTH kota), 3. Mengetahui pengaruh iklim mikro yang dihasilkan oleh struktur vegetasi (pohon, semak, rumput) pada setiap land use (industri, CBD, perumahan dan RTH kota) terhadap kenyamanan.

20 3 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai pentingnya menentukan struktur vegetasi yang sesuai untuk memperbaiki kualitas iklim mikro dengan memperbaiki kualitas ruang terbuka hijaunya. Serta dapat dijadikan bahan pertimbangan atau rekomendasi kepada pemerintah daerah setempat. 1.4 Hipotesis Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh nyata pada struktur RTH (pohon, semak, rumput) terhadap suhu udara dan kelembaban di setiap land use (industri, CBD, perumahan dan RTH kota), 2. Terdapat pengaruh nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak, rumput dengan rumput) pada land use (perumahan, CBD, industri, RTH kota) yang berbeda. 1.5 Kerangka Pikir Penelitian Peruntukkan lahan Kota Depok berupa perumahan, industri, CBD dan taman kota, diperoleh dari analisis data citra dengan menggunakan SIG. Pada keempat peruntukkan lahan tersebut dilakukan pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara pada vegetasi pohon, semak dan rumput menggunakan alat Heavy Weather. Data hasil pengukuran yang dianalisis akan menghasilkan perbandingan pengukuran iklim mikro sehingga dapat disusun rekomendasi ruang terbuka hijau untuk setiap land use yang berbeda (Gambar 1).

21 4 Depok 1.6 Analisis Data Citra Satelit Menggunakan SIG Land cover Land use Permukiman Industri CBD RTH Kota Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Alat Heavy Weather Pengukuran Iklim Mikro RTH (suhu udara dan kelembaban udara) Data Analisis Perbandingan Pengukuran Iklim Mikro pada Struktur Vegetasi yang berbeda pada setiap land use Rekomendasi RTH tiap land use yang berbeda Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian.

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas dimana didalamnya terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Komponen yang membentuk suatu kota terdiri dari makhluk hidup, pemerintah, pembangunan fisik, sumber daya alam, sumber daya manusia serta fungsi, tidak hanya terbatas pada bangunan, melainkan juga struktur yang bukan berupa bangunan juga menjadi bagian dari kota (Simonds, 2006). Beberapa negara menggunakan kriteria yang berbeda dalam mendefinisikan komponen kota diantaranya adalah jalur transportasi atau pola jaringan jalan perkotaan, utilitas, dan drainase menjadi penyusun penting sebuah kota yang baik. Perkembangan dan aktivitas suatu kota akan mempengaruhi kualitas lingkungan perkotaan. Namun, pembangunan yang terus meningkat seringkali tidak menghiraukan tentang keberadaan lahan terbuka hijau, padahal jelas bahwa suatu kota sangat membutuhkan vegetasi sebagai penyeimbang kota, keindahan, rekreasi, tempat olah raga dan penyerap polusi akibat aktivitas kota yang tidak terkendali. Jika ketersediaan lahan untuk vegetasi semakin sedikit maka kota akan menjadi lebih panas dan juga terjadi peningkatan pencemaran udara yang lebih banyak dari daerah sekitarnya. Perkembangan kota juga mengakibatkan adanya peningkatan jumlah penduduk. Menurut Irwan (2005), telah terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk dari tahun 1920 hingga tahun 1985 yakni sebesar 22 kali lipat. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya permasalahan penting di kota. Permasalahan tersebut adalah perusakan alam yang meliputi pencemaran sungai di dalam kota yang dijadikan saluran pembuangan limbah, reklamasi pantai dan laut, penurunan dan penyempitan ruang hijau, perusakan nilai historis kota, dan pertumbuhan yang cepat di pinggir kota serta pembangunan yang tidak beraturan dan menyebar yang memperpanjang jarak tempuh.

23 6 2.2 Penutupan Lahan (land cover) dan Penggunaan Lahan (land use) Penutupan lahan atau land cover dapat didefinisikan sebagai tempat biofisik dari permukaan bumi yang dekat dengan sub permukaan yang terbagi berdasarkan materialnya, yakni seperti vegetasi, tumpukan jerami dan beton yang menutupi permukaan atau suatu lahan (Lillesand dan Kiefer, 1979). Jika suatu bentukan rupa bumi dipotret dari atas atau sering disebut dengan foto udara, citra yang tampak merupakan gambar atau foto dua dimensi dari suatu lahan yang dijadikan objek pemotretan tersebut. Semua yang menutupi lahan yang terpotret dalam foto udara ini disebut dengan penutupan lahan atau land cover. Penutupan lahan dapat berupa vegetasi (pepohonan, rumput, sawah, ladang, kebun), bangunan, badan air, maupun tanah (Christensen, 2005). Foto udara dengan menggunakan satelit, misalnya Landsat, menunjukkan bahwa penampakkan dari masing-masing penutupan lahan tersebut dicirikan dengan warna. Warna yang berbeda menginterpretasikan penutupan lahan yang berbeda pula. Misalnya untuk penutupan lahan vegetasi biasanya dicirikan dengan warna hijau, badan air dengan warna biru dan bangunan dengan warna ungu. Penampakkan land cover dengan menggunakan bantuan satelit dapat menghasilkan foto udara dengan skala yang berbeda, dari skala mikro, meso hingga makro. Land use diartikan sebagai penggunaan suatu lahan oleh manusia yang melibatkan campuran sikap dimana atribut biofisik dari lahan dimanipulasi dan digunakan. Hubungan antara land use dan land cover tidak selalu langsung dan nyata. Satu kelas dari land cover dapat mendukung berbagai penggunaan sedangkan satu land use bisa merupakan pengelolaan dari beberapa land cover yang berbeda (Weng, 2010). Land use yang dominan di perkotaan adalah industri, perumahan, CBD dan RTH kota Industri Industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri (Dirdjojuwono, 2004). Selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, kawasan industri dikembangkan dan dikelola oleh

24 7 perusahaan yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan laboratorium untuk pengembangan pembangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya. Kawasan industri mempunyai beberapa ciri, yakni lahan sudah dilengkapi sarana dan prasarana, ada suatu badan pengelola yang memiliki usaha kawasan industri dan biasanya diisi oleh industri manufaktur Central Bussiness District (CBD) Central Bussiness District atau sering disebut CBD, menurut Simonds (2006) adalah sebuah pusat kota yang menyediakan tujuan ganda. CBD tidak hanya inti dari sebuah kota besar, melainkan juga sebagai inti yang dinamis dari wilayah maupun kawasan yang melingkupi. Di dalam kawasan CBD biasanya ditemukan pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan komunikasi. Menurut Mulyawan (2010) Central Business District memiliki ciri yang membedakannya dari bagian kota yang lain, yaitu adanya pusat perdagangan terutama sektor retail, banyak kantor-kantor institusi perkotaan, tidak dijumpai industri berat atau manufaktur, adanya zonasi vertikal yaitu banyaknya bangunan bertingkat yang memiliki diferensiasi fungsi dan adanya multi storey yaitu perdagangan yang bermacam-macam yang ditandai dengan supermarket atau pusat perbelanjaan modern Perumahan Perumahan merupakan suatu kawasan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (Booth dan Hiss, 2004). Perumahan juga harus dilengkapi dengan kelengkapan dasar fisik lingkungan berupa penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan perumahan berfungsi sebagaimana mestinya. Perumahan biasanya terletak dekat dengan pusat kegiatan kota dengan akses yang memudahkan pengguna ataupun penghuni untuk keluar dan masuk kawasan atau area perumahan.

25 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Taman kota atau RTH kota merupakan suatu kawasan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan yang lengkap dengan segala fasilitasnya untuk melengkapi kebutuhan masyarakat kota sebagai tempat rekreasi aktif maupun pasif. Taman kota biasanya berbentuk area hijau dengan luasan tertentu yang tidak tertutup oleh bangunan ataupun paving dan digunakan sebagai penanaman vegetasi (Simonds, 2006). Selain digunakan sebagai tempat rekreasi warga kota, paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, taman kota juga berfungsi sebagai habitat flora dan fauna terutama burung. Dahlan (2004) menyebutkan dalam bukunya bahwa taman kota merupakan keanekaragaman hayati yang harus diupayakan semaksimal mungkin menjadi suatu komunitas vegetasi yang tumbuh di lahan kota dengan struktur menyerupai hutan alam dan membentuk habitat bagi satwa. 2.3 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas, maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka bisa berbentuk jalan, trotoar, atau ruang terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya. RTH mengalami pembagian berdasarkan karakteristiknya, yaitu: a. Berdasarkan bentuknya, RTH dibagi menjadi (a) RTH alami berupa habitat liar/alami, kawasan lindung dan (b) RTH binaan berupa pertamanan kota, lapangan olahraga, pemakaman, b. Berdasarkan sifat dan karakteristik ekologisnya, RTH dibagi menjadi (a) RTH kawasan berupa areal, non linear dan (b) RTH jalur dalam bentuk koridor maupun linear, c. Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya, RTH dibagi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian dan (e) RTH kawasan khusus seperti pemakaman, hankam, olahraga maupun alamiah,

26 9 d. Berdasarkan status kepemilikkannya, RTH dibagi menjadi (a) RTH privat dan (b) RTH publik. RTH mempunyai pola struktur yang ditentukan oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya (Dahlan, 2004). Pola RTH ini dibagi menjadi: a. RTH struktural, merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris contohnya taman perumahan, taman lingkungan, taman kota, b. RTH non struktural, merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris, contohnya RTH kawasan lindung, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau dan RTH pesisir. Ruang terbuka hijau yang didominasi oleh tumbuhan, dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, sebagai sarana lingkungan atau kota, pengamanan jaringan prasarana, dan budidaya pertanian. Selain itu dapat juga digunakan untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah. Ruang terbuka hijau (RTH) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota. Luas ruang terbuka hijau yang ideal sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2 adalah 30 persen dari luas kota. Hampir semua kota besar di Indonesia saat ini persen ruang terbuka hijaunya baru mencapai 10 persen dari luas kota, padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada. Sesuai dengan Permen PU Nomor 5 Tahun 2008, penanaman yang digunakan sebagai ruang terbuka hijau di perkotaan harus memenuhi persyaratan umum, yakni disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota, mampu tumbuh pada tanah yang tidak subur dengan udara yang tercemar, tahan terhadap gangguan fisik, perakaran tidak mudah tumbang, tidak gugur daun dan cepat tumbuh, dan dapat menyediakan oksigen serta meningkatkan kualitas lingkungan kota. Ketersediaan

27 10 RTH bagi perkotaan sangat penting untuk mengendalikan dan memelihara integritas serta fungsi-fungsi lingkungan. 2.4 Iklim Mikro Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata pada suatu tempat dalam jangka waktu yang lama. Ilmu iklim mikro atau yang dalam bahasa inggris microclimatology, adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kondisi iklim di suatu area yang terbatas (Simonds, 2006). Iklim mikro sendiri mempunyai arti, suatu keadaan cuaca rata-rata bagi suatu daerah tertentu dan terbatas, yang ditentukan dalam jangka waktu yang panjang yang berpengaruh terhadap kenyamanan. Iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi, dimana gerak udara lebih kecil karena permukaan bumi yang kasar dan perbedaan suhu yang lebih besar (Frick dan Suskiyanto, 2007). Vegetasi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi iklim mikro, yakni dengan cara mempengaruhi aliran angin, menghasilkan kelembaban, dan mempengaruhi suhu udara di sekitarnya. Pengaruh dari suhu, kelembaban dan aliran angin juga mempengaruhi tingkat kenyamanan bagi manusia. Menurut Brooks (1988), suhu udara, kelembaban dan penyinaran adalah elemen iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia, dimana suhu yang terlalu tinggi atau rendah akan mengganggu kegiatan manusia. Kenyamanan yang tepat untuk daerah tropis berkisar antara C (Laurie, 1986). Fandeli dan Muhammad (2009) menyatakan untuk mengetahui tingkat kenyamanan secara kuantitatif biasanya digunakan nilai Temperatur Hunidity Index (THI). Angka kenyamanan dihitung dengan menggunakan salah satu rumus THI berdasarkan persamaan Nieuwolt (1975) sebagai berikut: Keterangan: T = Suhu udara ( C); RH = Kelembaban Udara (persen) Iklim mikro dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu orientasi bangunan, lubang ventilasi sebagai keluar masuknya udara, penghalang cahaya matahari, pengendalian kelembaban udara, penggunaan bahan-bahan bangunan, bentuk dan ukuran kawasan atau bangunan dan pengaturan vegetasi yang ada di sekitar kawasan. Kondisi iklim mikro ini juga meliputi data tentang temperatur udara

28 11 maksimum dan minimum, tingkat kelembaban maksimum dan minimum, jumlah hari hujan beserta curah hujan, lama penyinaran, kecepatan angin dan kecenderungan arah, dan besarnya radiasi matahari. Iklim mikro menjadi faktor yang sangat penting secara praktis dalam perancangan sebuah bangunan yang merupakan bagian dari lingkungan. Sebuah bangunan yang tidak mempertimbangkan kondisi temperatur udara lingkungan mempunyai dampak tidak dapat mereduksi kondisi temperatur luar sesuai dengan kebutuhan kita, begitu halnya dengan kelembaban, bangunan pada daerah tropis sangat mementingkan kebutuhan aliran angin dalam membantu mendorong terjadinya penguapan Suhu atau Temperatur Suhu dinyatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer (Kartasapoetra, 1986). Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius ( C) meskipun ada dua skala yang lain yakni Fahrenheit (F) dan Kelvin (K). Suhu seringkali berubah-ubah sesuai dengan tempatnya, misalnya suhu di tempat yang terbuka berbeda dengan suhu di tempat yang tertutup. Faktor yang mempengaruhi perubahan suhu di permukaan bumi adalah jumlah radiasi yang diterima per tahun-per hari-per musim, pengaruh daratan dan lautan, pengaruh ketinggian tempat, dan pengaruh penutup tanah dimana tanah yang ditutup vegetasi mempunyai temperatur yang lebih rendah daripada yang tidak bervegetasi. Pada umumnya suhu maksimum terjadi pada tengah hari, biasanya antara pukul sampai WIB sedangkan suhu mínimum terjadi pada pukul WIB (waktu setempat) atau sekitar matahari terbit. Masing-masing tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam memodifikasi udara, yakni dapat mereduksi maupun menaikkan suhu udara. Karakteristik struktural vegetasi yang mempengaruhi suhu adalah bentuk tajuk, ukuran vegetasi dan kepadatan tajuk.

29 Kelembaban Udara Kelembaban yakni banyaknya kadar uap air yang ada di udara (Kartasapoetra, 1986). Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat menstimulasi curah hujan. Kelembaban tertinggi di Indonesia dicapai pada musim hujan dan kelembaban terendah dicapai pada musim kemarau. Kelembaban atau RH dipengaruhi pula oleh adanya pohon-pohon yang berfungsi sebagai pelindung, terutama pepohonan yang ditanamnya rapat. Semakin tinggi suhu udara, maka kelembaban udara yang dihasilkan semakin rendah. Oleh karena itu, secara tidak langsung faktor yang dapat mempengaruhi suhu udara juga dapat mempengaruhi besarnya kelembaban udara. 2.5 Sistem Informasi Geografi (SIG) Secara umum Sistem Informasi Geografis (SIG) didefinisikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Hartoyo, 2010). Komponen lengkap yang digunakan untuk mengoperasikan SIG adalah orang yang menjalankan sistem, aplikasi sebagai prosedur yang digunakan untuk mengolah data, data atau informasi yang dibutuhkan untuk diolah dalam aplikasi, software berupa program aplikasi, dan hardware yang dibutuhkan dalam menjalankan sistem. Sebagian besar data yang digunakan dalam SIG merupakan data spasial, yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokal (spasial) dan informasi deskriptif atau atribut. Istilah informasi geografis mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi dan informasi mengenai keterangan atau atribut yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diketahui (Prahasta, 2001). Penggunaan SIG ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah ruang lingkup yang dapat dipelajari menjadi lebih luas dan tempat-tempat

30 13 yang sulit dijangkau oleh manusia dapat dengan mudah tergambar. SIG juga mampu merepresentasikan dunia nyata di atas monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di atas kertas, hanya saja SIG memiliki fleksibilitas dibandingkan lembaran peta di kertas. Data yang digunakan dalam SIG adalah data citra, dimana data citra tersebut perlu diolah lebih lanjut agar dapat diterjemahkan. Proses pengolahan dengan menggunakan SIG dan proses penerjemahannya ini disebut interpretasi citra. Interpretasi citra menurut Purwadhi (2001), merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar di dalam citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Interpretasi citra ini dapat dilakukan secara manual dan digital. Selain data citra, sumber data untuk SIG dapat berupa peta, foto udara, tabel hasil observasi lapang maupun instrumen pencatat digital. Analisis dan interpretasi data citra digital dikelompokkan dalam tiga prosedur operasional, yaitu: a. Pra-pengolahan data digital Tahap ini mencakup rektifikasi (pembetulan) dan restorasi (pemugaran atau pemulihan) citra. Rektifikasi dan restorasi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data permukaan bumi sesuai dengan aslinya (tanpa distorsi). Distorsi dapat disebabkan oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya sendiri, sehingga perlu dilakukan pembetulan dan pemulihan kembali. Kegiatan ini bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk yang lebih mirip pandangan aslinya. Prosedur operasi pada tahap ini disebut operasi pengolahan data awal. b. Penajaman citra (Citra Enhancement) Penajaman citra bertujuan untuk peningkatan mutu citra, yaitu menguatkan kontras kenampakkan yang tergambar dalam citra digital. Penajaman citra dilakukan sebelum interpretasi, dengan maksud menambah jumlah informasi yang dapat diinterpretasikan secara digital. Tiga teknik penajaman citra yang dapat dilakukan yaitu manipulasi kontras citra, manipulasi kenampakkan secara spasial dan manipulasi secara jamak. Sama seperti pra-pengolahan data digital, proses penajaman citra termasuk pengolahan data awal (pre-processing operation).

31 14 c. Klasifikasi citra (Image Classification) Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan atau membuat segmentasi mengenai kenampakkan yang homogen dengan teknik kuantitatif. Prosedur pengklasifikasian dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi setiap pixel yang terkandung di dalam citra, kemudian dikelompokkan pada setiap kelompok informasi. Klasifikasi secara digital dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu (1) klasifikasi nilai pixel berdasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, disebut klasifikasi terbimbing atau terselia (supervised classification); (2) klasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, disebut klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification); dan (3) klasifikasi gabungan atau hibrida. Penelitian menggunakan data dan metode SIG perlu dilakukan uji ketelitian, karena hasil uji ketelitian sangat mempengaruhi besarnya kepercayaan terhadap jenis data maupun analisisnya (Lillesand dan Kiefer, 1979). Tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 persen menurut sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS.

32 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian berada di Kota Depok, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2). Kota Depok dipilih sebagai lokasi penelitian karena letaknya yang dekat dengan wilayah DKI Jakarta sehingga dimungkinkan menjadi salah satu kota yang berkembang secara pesat dimana luasan ruang terbuka hijaunya semakin berkurang. Gambar 2. Peta Administrasi Kota Depok (sumber: RTRW Tahun 2010). Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April yang diawali dengan persiapan yang kemudian dilanjutkan inventarisasi. Waktu pengumpulan data di lapang dilakukan dari bulan Juli hingga bulan September Pengolahan data dan penyusunan dilakukan selama dua bulan berikutnya. 3.2 Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada: a. Interpretasi sederhana terhadap citra penutupan lahan Kota Depok yang dibuat menggunakan citra Landsat 7 +ETM yang diolah dengan

33 16 menggunakan software Sistem Informasi Geografis (SIG) ERDAS Imagine, b. Pengukuran iklim mikro pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada ruang terbuka hijau (RTH) yang terdapat di kawasan terpilih dari masing-masing land use (industri, CBD, perumahan, dan RTH Kota), c. Analisis secara deskriptif dan statistik dari data iklim mikro yang diukur. 3.3 Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian Alat Tiga Perangkat Mini Microclimate Station Heavy Weather Tipe WS2355 Kamera Digital GPS Software ArcGIS 9.3 Software ERDAS 9.1 Software Ms. Excel Software Garmin Software IDL 7.0 Kegunaan Mengukur iklim mikro Merekam dan mengambil gambar kondisi lokasi pengambilan data Membantu menentukan titik sebagai akurasi data citra Mengolah data citra Mengolah data citra Mengolah data pengukuran Mengolah data GPS Memperbaiki data citra Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan adalah Mini Microclimate Station Heavy Weather dengan tipe WS2355. Alat ini terdiri dari beberapa bagian, seperti layar untuk menampilkan iklim mikro yang sedang diukur (Gambar 3(a)), alat pengukur suhu dan kelembaban udara (Gambar 3(b)). Seperangkat alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.

34 17 (a) (b) Gambar 3. Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather. Alat ukur iklim mikro Heavy Weather sudah terbukti ketelitiannya dari rangkaian penelitian sebelumnya. Ketelitian alat ini sama dengan alat ukur hygrometer yaitu untuk suhu udara sebesar 1 C dan kelembaban udara sebesar 6 persen. 3.4 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan metode deskriptif. Metode survei dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian seperti kondisi fisik dan karakteristik dari ruang terbuka hijau. Selain itu metode survei juga digunakan dalam pengambilan data primer yakni pengukuran iklim mikro berupa suhu udara dan kelembaban udara. Metode deskriptif dilakukan untuk mengolah data iklim mikro yang telah diperoleh untuk melihat pengaruh struktur ruang terbuka hijau (pohon, semak dan rumput) terhadap iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara) yang diukur pada setiap land use (permukiman, CBD, industri dan taman kota).

35 Pengumpulan dan Pengambilan Data Tahap pengumpulan data merupakan tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini. Data primer maupun sekunder yang dibutuhkan, dikumpulkan terlebih dahulu agar kemudian dapat diolah. Jenis data yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis Data yang Dibutuhkan No Data Jenis Data 1 Data Citra Kota Depok Sekunder Sumber Data Satelit (Landsat 7 +ETM path/row 122/64 Tahun 2011) 2 RTRW Kota Depok Sekunder Bapeda Kota Depok 3 Peta Administrasi Kota Depok Sekunder Bapeda Kota Depok 4 Vegetasi (Nama Spesies, Bentuk Tajuk, Tinggi Tanaman, Foto) Primer Survei Lapang 5 Data Iklim Mikro (Suhu Udara dan Primer Survei Lapang Kelembaban Udara) Sekunder BMKG Pengolahan Data Citra Data citra yang digunakan pada penelitian ini adalah data citra satelit Landsat 7 +ETM tanggal 13 September 2011 dan 28 Agustus Data citra tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan software ArcGIS dan ERDAS Imagine untuk menghasilkan peta penutupan lahan. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979) analisis data citra dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: a. Pemulihan Citra (Image Restoration) Data citra Landsat 7 +ETM yang digunakan memiliki gap (data yang hilang) karena satelit mengalami kerusakan, hal ini mengakibatkan beberapa bagian data citra hilang sehingga data tersebut perlu diperbaiki dengan menggabungkan dua citra yakni data citra tanggal 13 September 2011 dan data citra tanggal 28 Agustus Penggabungan kedua data citra ini dilakukan dengan menggunakan software IDL 7.0. Gambar 4(a) menunjukkan data citra yang telah digabung dan diperbaiki. b. Penajaman Citra (Image Enhancement) Langkah selanjutnya adalah penajaman citra dengan memperbaiki nilai histogram warna dari data citra dengan menggunakan ERDAS Imagine. Hasil penajaman citra dapat dilihat pada Gambar 4(b). Sebelum dilakukan penajaman

36 19 citra, data citra yang telah digabungkan di-subset atau dipotong sesuai dengan wilayah administrasi Kota Depok yang dikerjakan dengan menggunakan software ArcGIS (Lampiran 1). c. Klasifikasi Citra (Image Classification) Tahap klasifikasi citra merupakan tahap yang dilakukan setelah pemulihan dan penajaman data citra (Gambar 4(c)). Klasifikasi citra dilakukan untuk menghasilkan peta penutupan lahan serta dilakukan akurasi terhadap hasil klasifikasi data citra dengan menggunakan software ERDAS Imagine. Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing. Hasil klasifikasi citra dapat dilihat pada Lampiran 3. (a) (b) (c) Gambar 4. Proses Pengklasifikasian Data Landsat. Tahap selanjutnya setelah klasifikasi lahan adalah akurasi peta. Akurasi dilakukan dengan melakukan pengecekkan langsung ke lapang dan mengambil titik control yang disebut Ground Control Point (GCP). GCP kemudian diolah dengan menggunakan ERDAS Imagine dengan accuracy assessment tools untuk mengetahui akurasi peta penutupan lahan yang dihasilkan. Menurut USGS (U.S. Geographyc Survey), minimal nilai akurasi peta adalah 85 persen. Berikut Gambar 5 adalah hasil dari akurasi peta penutupan lahan.

37 20 Gambar 5. Nilai Akurasi Peta Penutupan Lahan Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Pemilihan lokasi pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil tiga kawasan pada setiap land use yakni perumahan, Central Bussiness District (CBD), industri dan RTH Kota di Kota Depok. Kawasan ini ditentukan berdasarkan digitasi peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Depok Tahun 2010 yang di-overlay dengan peta penutupan lahan sehingga luasan dari ruang terbuka hijau pada setiap kawasan tersebut dapat diketahui. Luasan ruang terbuka hijau pada tiga kawasan pada masing-masing land use dirata-rata kemudian kawasan yang dipilih merupakan ruang terbuka hijau yang luasnya paling mendekati rata-rata dari ruang terbuka hijau tiga kawasan pada masing-masing land use tersebut (Gambar 6). Peta yang menunjukkan tiga kawasan dapat dilihat pada Lampiran 2.

38 21 3 Kawasan Besar Peta Penutupan Lahan & Peta Administrasi Depok Luas RTH 4 Lokasi Pengambilan Data pada Land use berbeda Rata-rata Masingmasing Kawasan Gambar 6. Bagan Pemilihan Lokasi Penelitian Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri Berdasarkan peta RTRW yang telah di-overlay, tiga kawasan industri yang dipilih berada di Bagian Wilayah Kota (BWK) IV Sukatani, BWK III Mekarsari dan BWK VI Jatijajar. Luasan masing-masing kawasan industri dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luasan Kawasan Industri No Nama Kawasan Luas Ruang Terbuka Hijau (Ha) Luas Lahan Terbangun (Ha) 1 BWK III Mekarsari 6,46 22,68 2 BWK IV Sukatani 5,67 20,79 3 BWK VI Jatijajar 5,45 9,36 Rata-rata 5,86 Berdasarkan Tabel 3 tentang luasan kawasan industri, rata-rata luasan ruang terbuka hijau yang diperoleh dari ketiga kawasan pada land use industri adalah 5,86 Ha. Luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati luasan ruang terbuka hijau rata-rata adalah kawasan industri yang terletak di Bagian Wilayah Kota (BWK) IV Sukatani yakni seluas 5,67 Ha, sehingga pengukuran iklim mikro untuk mewakili land use industri dilakukan kawasan ini. Pengukuran di kawasan ini dilakukan di tiga titik pada vegetasi yang berbeda, yakni pohon, semak dan rumput. Jenis vegetasi industri kawasan Sukatani dapat dilihat pada Gambar 7.

39 22 Gambar 7. Vegetasi di land use industri Kawasan BWK VI Sukatani (dari kiri: Syzigium aquaeum, Bougenvillea sp., dan Cyperus rotundus.) Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Central Bussiness District (CBD) Pemilihan lokasi pengambilan data untuk land use CBD berdasarkan peta RTRW dan peta penutupan lahan, diperoleh tiga kawasan yakni kawasan Margonda Raya, Juanda dan Kota Kembang. Luasan untuk masing-masing kawasan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luasan Kawasan Central Bussiness District (CBD) No Nama Kawasan Luas Ruang Terbuka Hijau (Ha) Luas Lahan Terbangun (Ha) 1 Margonda Raya 22,14 73,89 2 Juanda 7,2 26,28 3 Kota Kembang 25,02 18,18 Rata-rata 18,12 Berdasarkan Tabel 4, rata-rata luasan ruang terbuka hijau yang diperoleh dari ketiga kawasan pada land use CBD adalah 18,12 Ha. Luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati luasan ruang terbuka hijau rata-rata adalah pada kawasan Margonda Raya yakni seluas 22,14 Ha, sehingga pengukuran iklim mikro mewakili land use CBD dilakukan di sekitar kawasan Margonda Raya, tepatnya di depan Balaikota Depok yang terdapat pohon, semak dan rumput. Jenis vegetasi CBD Margonda dapat dilihat pada Gambar 8.

40 23 Gambar 8. Vegetasi di Land Use Central Bussiness District (dari kiri: Ficus benjamina, Agave sp. dan Axonopus compressus.) Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan Berdasarkan peta RTRW dan peta penutupan lahan, tiga kawasan perumahan yang dipilih adalah Pesona Khayangan Residence, Bella Casa Residence dan Depok Residence. Luasan kawasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luasan Kawasan Perumahan No Nama Perumahan Luas Ruang Terbuka Hijau (Ha) Luas Lahan Terbangun (Ha) 1 Bella casa 4,95 18,09 2 Depok Residence 5,67 24,48 3 Pesona Khayangan 4,07 50,94 Rata-rata 4,89 Berdasarkan Tabel 5, rata-rata luasan ruang terbuka hijau yang diperoleh dari ketiga kawasan pada land use perumahan adalah 4,89 Ha. Luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati luasan ruang terbuka hijau rata-rata adalah pada kawasan Bella Casa Residence yakni seluas 4,95 Ha, sehingga pengukuran iklim mikro mewakili land use perumahan dilaksanakan di perumahan Bella Casa Residence. Jenis vegetasi pada perumahan Bella Casa dapat dilihat pada Gambar 9.

41 24 Gambar 9. Vegetasi di Land Use perumahan Bella Casa (dari kiri: Psidium guajava, Rhapis excelsa dan Cyperus rotundus.) Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Ruang Terbuka Hijau Kota (RTH) Pemilihan lokasi pengambilan data untuk land use ruang terbuka hijau kota adalah di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Kota Depok. Lokasi ini dipilih karena merupakan satu-satunya RTH kota di Kota Depok. Tabel 6. Luasan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) No Nama Kawasan Luas Ruang Terbuka Hijau (Ha) Luas Lahan Terbangun (Ha) 1 Taman Hutan Rakyat (Tahura) 7,56 1,08 Total 7,56 Berdasarkan Tabel 6, luasan ruang terbuka hijau dari Taman Hutan Rakyat (Tahura) adalah seluas 7,56 Ha. Pengukuran iklim mikro mewakili land use ruang terbuka hijau dilakukan di Tahura ini. Pengukuran iklim mikro dilakukan di tiga titik dengan tiga vegetasi yang berbeda yakni pohon, semak dan rumput. Jenis vegetasi yang ada pada Tahura dapat dilihat pada Gambar 10.

42 25 Gambar 10. Vegetasi di Taman Hutan Rakyat (dari kiri: Dillenia pteropoda, Alocasia machorriza, dan Axonopus compressus.) 3.5 Metode Pengukuran Masing-masing lokasi pengambilan data yang telah dipilih dan dijelaskan sebelumnya, ditentukan tiga titik pengukuran data iklim mikro yaitu suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi berupa pohon, semak dan rumput. Tiga struktur vegetasi yang berbeda dipilih agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap iklim mikro. Pengukuran iklim mikro dilakukan dengan menggunakan alat Heavy Weather. Alat ini diletakkan ±1,5 meter dari permukaan tanah karena iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi dengan tinggi ±2 meter. Peletakkan alat pengukuran pada lokasi ditentukan secara acak dimana terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut. Pengukuran dilakukan pada saat cuaca cerah dengan rentang waktu pengukuran pukul WIB. Waktu tersebut dipilih karena radiasi matahari dan suhu udara mencapai maksimum. Pengukuran data iklim dilakukan di masing-masing land use yakni perumahan, CBD, industri, dan RTH Kota. Bagan pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 11. Pengambilan data pada satu lokasi atau land use yang sama dilakukan sebanyak tiga kali selama tiga hari berturut-turut. Banyaknya hari pengukuran pada satu lokasi tersebut dijadikan sebagai ulangan. Keterangan mengenai hari pengambilan pada masing-masing kawasan disajikan pada Tabel 7.

43 26 Tabel 7. Pengukuran Iklim Mikro Hari ke- Land Use Lokasi Ulangan ke- 1 CBD Margonda Raya 1 2 CBD Margonda Raya 2 3 CBD Margonda Raya 3 4 Perumahan Bella Casa Residence 1 5 Perumahan Bella Casa Residence 2 6 Perumahan Bella Casa Residence 3 7 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 1 8 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 2 9 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 3 10 Industri Industri BWK Sukatani 1 11 Industri Industri BWK Sukatani 2 12 Industri Industri BWK Sukatani 3 Gambar 11 menunjukkan bahwa pada satu hari dilakukan pengukuran iklim mikro di satu lokasi land use dengan menggunakan tiga alat Heavy Weather yang diletakkan pada masing-masing struktur vegetasi, yakni pohon, semak dan rumput, dimana pengukuran dilakukan selama 30 menit. Jumlah data untuk satu alat pada satu struktur vegetasi, misalnya untuk pohon, adalah 30 data suhu udara dan 30 data kelembaban udara. Jika dalam satu hari dilakukan pengukuran dengan menggunakan tiga alat yang diletakkan pada pohon, semak dan rumput, maka dihasilkan 90 data suhu udara dan 90 data kelembaban udara sehingga berjumlah 180 data.

44 27 *terdiri dari 30 data suhu udara dan 30 data kelembaban udara Gambar 11. Bagan Pengambilan Data.

45 Pengolahan dan Analisis Data Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah data iklim mikro untuk setiap kawasan diperoleh adalah mentabulasi data dan membuat grafik. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan software SPSS dengan teknik uji-t. Keuntungan menggunakan teknik ini adalah perbedaan suhu dan kelembaban pada struktur pohon, semak dan rumput pada setiap land use dapat diketahui. Dalam melakukan uji-t ini digunakan tiga hipotesis statistik, yaitu: a. Kasus 1, mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak dan rumput, berikut adalah hipotesisnya: H 0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada stuktur vegetasi pohon, semak dan rumput H 1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur pohon, semak dan rumput b. Kasus 2, mengetahui perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput, berikut adalah hipotesisnya: H 0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput H 1 : ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput c. Kasus 3, mengetahui perbedaan nilai rata-rata struktur vegetasi yang sejenis atau sama (contoh: pohon dengan pohon, semak dengan semak, rumput dengan rumput) pada setiap land use, berikut adalah hipotesisnya: H 0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use H 1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use Kriteria keputusan yang digunakan adalah jika: Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H 0 diterima Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H 0 ditolak t hitung > t tabel maka tolak H 0 t hitung < t tabel maka terima H 0

46 29 Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi dan land use yang diukur. Berikut adalah contoh tabel anova hasil uji-t dengan menggunakan software SPSS (Gambar 12). ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total F hitung > F tabel, sehingga tolak H 0. Taraf nyata < 0,05 Gambar 12. Hasil Tabel Anova dalam Uji-t. Selain penggunaan uji-t, dilakukan pula pengukuran secara kuantitatif terhadap analisis kenyamanan pada struktur vegetasi pada setiap land use tersebut dengan menggunakan rumus THI. Analisis kenyamanan dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan dari iklim mikro yang ada. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kenyamanan: T menyatakan suhu udara ( C) dan RH menyatakan kelembaban relatif (persen). 3.7 Penyusunan Rekomendasi Penelitian menghasilkan hasil analisis perbedaan iklim mikro pada land use yang berbeda (industri, CBD, perumahan dan RTH kota) dan pengaruhnya terhadap kenyamanan. Hasil analisis kemudian digunakan untuk menyusun rekomendasi untuk menciptakan RTH yang lebih baik pada setiap land use.

47 BAB IV KONDISI UMUM KOTA DEPOK 4.1 Letak, Luas dan Batas Lokasi Depok merupakan suatu kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur. Pemerintah Kota Depok merupakan bagian wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan tiga kabupaten dan satu propinsi, yaitu: a. Sebelah utara berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pondokgede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor. Luas keseluruhan Kota Depok adalah Ha atau 200,29 km 2 yang mencakup 11 kecamatan yaitu: Kecamatan Cinere, Kecamatan Limo, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, dan Kecamatan Bojongsari. Letak Kota Depok yang sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor, menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi dengan kota lainnya. 4.2 Topografi Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah perbukitan, bergelombang lemah dengan elevasi antara meter di atas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kemiringan lahan kurang dari 15 persen ini menjadikan Kota Depok memiliki kondisi topografi yang relatif datar sampai agak curam.

48 Iklim Kota Depok termasuk ke dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil serta dipengaruhi oleh iklim musim. Musim kemarau terjadi pada bulan April September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober Maret. Temperatur umum Kota Depok adalah sebesar 24,3 C-33 C dengan kelembaban rata-rata sebesar 25 persen, kecepatan angin rata-rata sebesar 14,5 knp dengan penyinaran matahari rata-rata adalah sebesar 49,8 persen. Kota Depok sendiri memiliki curah hujan sebesar meter/tahun dengan jumlah hari hujan adalah 222 hari/tahun. 4.4 Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Depok tahun 2010, penggunaan lahan di Kota Depok secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu: a. Kawasan terbangun seluas Ha atau sekitar 49,88 persen dari luas total Kota Depok, yang berupa perumahan dan permukiman, pendidikan tinggi, jasa dan perdagangan dan kawasan strategis. Penggunaan lahan kawasan terbangun didominasi oleh perumahan dan permukiman dengan luas Ha atau sekitar 39,54 persen luas total Kota Depok. b. Ruang terbuka hijau seluas Ha terdiri dari sawah teknis dan non teknis, ladang, kebun, tanah kosong, situ dan danau, lapangan golf, hutan, kawasan strategis berupa TVRI dan RRI, sungai, dan garis sempadan. Kawasan yang luasnya sekitar 50,12 persen dari luas total Kota Depok ini didominasi oleh tegalan atau ladang dengan luas Ha atau sekitar 16,78 persen dari luas total. Tabel 8 menunjukkan jenis penggunaan lahan yang ada pada Kota Depok.

49 32 Tabel 8. Jenis Penggunaan Lahan Kota Depok Tahun 2010 No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persen I Kawasan Terbangun ,88 1 Perumahan, Permukiman ,54 2 Pendidikan Tinggi 448 2,24 3 Jasa dan Perdagangan 296 1,48 4 Industri ,49 5 Kawasan Strategis 227 1,13 II Ruang Terbuka Hijau ,12 1 Sawah Teknis dan Non Teknis ,56 2 Tegalan/Ladang ,78 Kebun ,52 Tanah Kosong 457 2,28 3 Situ dan Danau 139 0,69 4 Pariwisata, Lapangan Golf, Kuburan 836 4,18 5 Hutan 7 0,04 6 Kawasan Strategis (TVRI, RRI) 242 1,21 7 Sungai 8 Garis Sempadan (Sungai, Tegangan Tinggi, Pipa Gas) ,88 Total Sumber: Bappeda Kota Depok Tahun Penduduk Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2011 mencapai jiwa, terdiri atas laki-laki jiwa dan perempuan jiwa. Kecamatan Cimanggis merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Depok, yaitu jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah kecamatan Limo yaitu jiwa. Dalam kurun waktu 5 tahun ( ) penduduk Kota Depok mengalami peningkatan sebesar jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk masih dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai jiwa, sehingga perkembangan rata-rata 4,23 persen per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Tahun 2011 kepadatan

50 33 penduduk Kota Depok telah mencapai jiwa/km 2. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat dengan tingkat kepadatan jiwa/km 2, kemudian Kecamatan Pancoran Mas dengan tingkat kepadatan jiwa/km 2, sedangkan Kecamatan Sawangan merupakan kawasan dengan kepadatan penduduk terendah dengan kepadatan sebesar jiwa/km Pola Sebaran Kegiatan Perkembangan yang terjadi di Kota Depok berpusat di sekitar Jalan Margonda Raya, Kecamatan Beji. Hal ini terlihat dari banyak terjadinya kegiatankegiatan utama kota seperti jasa dan perdagangan, kegiatan perkantoran dan pemerintahan, fasilitas dan transportasi. Hal ini didukung dengan adanya kantor Walikota Kota Depok atau Balaikota yang terletak di Jalan Margonda. Selain itu juga terdapat permukiman serta perumahan yang terletak di jalan ini. Jumlah industri besar dan sedang di Kota Depok hasil pendaftaran usaha atau perusahaan Sensus Ekonomi 2006 adalah 126 perusahaan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kota Depok tahun diketahui bahwa wilayah di Kota Depok yang semakin padat arus perkembangannya adalah Margonda sebagai pusat pemerintah dan perdagangan di Kota Depok.

51 BAB V HASIL DAN PEMBAH-ASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Depok Tahun 2011 Penutupan lahan merupakan perwujudan secara fisik dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Penelitian ini memerlukan peta penutupan lahan untuk menentukan lokasi pengukuran iklim mikro yang akan dipilih pada masing-masing land use yang berbeda, yakni permukiman, industri, CBD dan taman kota. Penentuan penutupan lahan pada penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan penginderaan jarak jauh untuk memudahkan pembuatan peta penutupan lahan, yakni dengan melakukan klasifikasi data citra satelit. Data citra yang digunakan adalah Landsat 7 +ETM path/row 122/64 tanggal 13 September 2011 dan 28 Agustus 2011 yang dipotong sesuai dengan wilayah administrasi Kota Depok. Klasifikasi citra bertujuan untuk melakukan kategorisasi secara otomatik dari semua pixel citra ke dalam kelas penutup lahan atau suatu tema tertentu. Dalam penelitian ini, klasifikasi citra yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing atau terselia (supervised classification), yaitu proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dengan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Klasifikasi lahan ini dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine. Klasifikasi penutupan lahan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ruang terbuka hijau (RTH), lahan terbangun dan badan air. 1. Ruang Terbuka Hijau Penutupan lahan dengan kategori ruang terbuka hijau, pada lokasi penelitian, didalamnya termasuk taman kota, jalur hijau jalan, lapangan bola, tegalan, kebun, lapangan golf, kuburan dan lahan pertanian. Pada interpretasi klasifikasi lahan hasil citra Landsat 7 +ETM dan proses pengklasifikasian, ruang terbuka hijau dicirikan dengan warna hijau. Contoh ruang terbuka hijau di kota Depok dapat dilihat pada Gambar 13.

52 35 Gambar 13. Contoh Ruang Terbuka Hijau. 2. Lahan Terbangun Kategori klasifikasi lahan terbangun yang dimaksud adalah suatu kawasan yang tertutup oleh struktur buatan manusia, contohnya adalah bangunan dan jalan. Pada interpretasi klasifikasi lahan hasil citra Landsat 7 +ETM, lahan terbangun dicirikan dengan warna merah sampai ungu dan proses pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna merah. Contoh lahan terbangun di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Contoh Lahan Terbangun. 3. Badan Air Kategori klasifikasi lahan badan air yang dimaksud adalah suatu kawasan atau area yang permukaannya merupakan air, seperti sungai atau danau. Pada interpretasi klasifikasi lahan hasil citra Landsat 7 +ETM dan proses pengklasifikasiannya, badan air dicirikan dengan warna biru. Contoh badan air di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Contoh Badan Air.

53 36 Setelah proses pengklasifikasian dengan klasifikasi terbimbing selesai maka menghasilkan peta penutupan lahan Kota Depok yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Tingkat keakuratan peta perlu diuji dengan menggunakan accuracy assessment pada salah satu tools dalam software ERDAS Imagine. Proses untuk melakukan uji akurasi ini didahului dengan mengambil titik kontrol atau sampel, yang disebut Ground Control Point (GCP) dengan menggunakan GPS. Pengambilan titik sampel dilakukan pada setiap bentuk penutupan lahan yang homogen, dalam penelitian ini yakni lahan terbangun, ruang terbuka hijau dan badan air. Setiap penutupan lahan diambil beberapa sampel area didasarkan atas homogenitas kenampakkannya dan diuji kebenarannya di lapangan. Titik sampel diambil secara menyebar di beberapa daerah di Kota Depok. Akurasi dari semua titik sampel yang sudah diambil dilakukan dengan ERDAS Imagine, dimana dihasilkan akurasi dari peta penutupan lahan Kota Depok tahun 2011 dalam penelitian ini adalah sebesar 88 persen (Lampiran 4). Tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 persen, berdasarkan hasil akurasi tersebut, peta hasil klasifikasi penutupan lahan yang dihasilkan sudah dapat digunakan dalam penelitian ini. Informasi luasan penutupan lahan yang ada di Kota Depok berdasarkan hasil klasifikasi data citra dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luas Penutupan Lahan Kota Depok 2011 No Klasifikasi Luas (Ha) Luas (persen) 1 Lahan Terbangun 8820,63 43,61 2 Ruang Terbuka Hijau 10173,5 50,30 3 Badan Air 1232,37 6,09 Total 20226,5 100 Berdasarkan data pada Tabel 9, diketahui bahwa persentase ruang terbuka hijau adalah sebesar 50,30 persen dari luas total Kota Depok. Menurut Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2 tentang proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, maka Kota Depok masih memiliki proporsi ruang terbuka hijau yang baik. Lahan terbangun Kota Depok berdasarkan data di atas diperoleh sebesar 43,61 persen. Lahan terbangun di Kota Depok terpusat di pusat kota, yakni sekitar Margonda dan tersebar hampir di seluruh Kota Depok. Luas badan air

54 37 berdasarkan data Tabel 9 sebesar 6,09 persen dari luas total wilayah kota. Badan air yang dominan di Kota Depok adalah danau di Universitas Indonesia dan situ yang tersebar di Kota Depok. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan land use yang berbeda untuk melihat pengaruhnya terhadap iklim mikro, dilihat berdasarkan luas RTH-nya yang diperoleh dari peta penutupan lahan yang di-overlay dengan peta penggunaan lahan Kota Depok sehingga dapat diketahui luas RTH tersebut. Luas dan persen RTH pada masing-masing land use dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase Luas RTH setiap Land use Land Use RTH (Ha) LB (Ha) BA (Ha) Total RTH (%) Industri 5,67 20,79 0,45 26,91 21,07 CBD (Margonda) 22,14 73,89 0,72 96,75 22,88 Perumahan (Bella Casa) 4,95 18,09 0,81 23,85 20,75 RTH Kota (Tahura Depok) 7,56 1,08 0,81 9,45 80 Keterangan: RTH= Ruang Terbuka Hijau LB = Lahan Terbangun BA = Badan Air Perhitungan persentase luas RTH pada Tabel 10 diperoleh dari perbandingan luas RTH pada setiap land use dibandingkan dengan jumlah luas lahan terbangun dan badan air pada kawasan keseluruhan. Berdasarkan perhitungan, persentase luas RTH terbesar hingga terkecil: RTH kota, CBD, industri, dan perumahan. 5.2 Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land use Iklim Mikro Kawasan Industri Jenis industri di Kota Depok meliputi berbagai golongan, diantaranya adalah makanan dan minuman, pengolahan tembakau, tekstil, kimia dan barang dari bahan kimia, kendaraan bermotor, dan furniture. Industri makanan dan minuman merupakan industri yang terbanyak di Kota Depok. Kawasan industri Kota Depok banyak terdapat di sepanjang Jalan Raya Bogor-Jakarta. Sepanjang jalan ini didominasi industri-industri yang bergerak di bidang makanan dan minuman, bahan kimia, kendaraan bermotor, furniture dan peralatan komunikasi serta perlengkapannya. Industri yang diambil sebagai lokasi pengambilan data

55 38 merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang furniture yakni lampu hias. Perusahaan tersebut terletak di Bagian Wilayah Kota (BWK) Sukatani. Peta lokasi pengambilan data iklim mikro pada kawasan industri dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban dilakukan pada pohon jambu air (Syzigium aquaeum) dengan tinggi ±7 meter, semak bugenvil (Bougenvillea sp.) dengan tinggi ±2 meter dan rumput teki (Cyperus rotundus). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut disajikan grafik pengukuran suhu dan kelembaban pada Gambar 16. Suhu Udara ( C) Pohon Semak Rumput Waktu (menit) Gambar 16. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Industri. Gambar 16 merupakan grafik pengukuran suhu udara yang dilakukan di kawasan industri dengan vegetasi pohon, semak dan rumput. Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa dari awal pengukuran pada vegetasi pohon dan semak, hasil yang diperoleh adalah stabil, sedangkan pada vegetasi rumput terjadi penurunan. Namun dapat dilihat bahwa suhu udara yang dihasilkan dari pengukuran di bawah naungan pohon, diperoleh hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan semak, sedangkan untuk hasil suhu udara semak diperoleh hasil yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan rumput. Rata-rata suhu yang diperoleh adalah 34,47 C untuk pohon, sebesar 35,76 C untuk semak dan sebesar 40,36 C untuk rumput. Perbedaan hasil dapat disebabkan karena pohon memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan semak dan rumput, sehingga pohon lebih mereduksi suhu dibandingkan semak dan rumput. Rumput menghasilkan suhu udara yang paling tinggi, hal ini dapat disebabkan karena rumput menerima cahaya dan panas

56 39 dari matahari secara langsung tanpa ternaungi, sehingga suhu yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Kelembaban Udara (persen) Kelembaban di Kawasan Industri Waktu (menit) Pohon Semak Rumput Gambar 17. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Industri. Gambar 17 merupakan grafik hasil pengukuran kelembaban udara yang dilakukan di kawasan CBD dengan vegetasi pohon, semak dan rumput. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa dari awal pengukuran hingga selesai, hasil yang diperoleh pada kedua vegetasi adalah stabil, kecuali pada vegetasi pohon yang sedikit mengalami kenaikan kemudian penurunan. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa kelembaban udara yang dihasilkan rumput adalah yang paling rendah dibandingkan dengan semak kemudian pohon menghasilkan kelembaban udara paling tinggi. Rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran kelembaban udara yang dilakukan diperoleh hasil sebesar 47,79 persen untuk pohon, 44,61 persen untuk semak dan 37,60 persen untuk rumput. Hasil yang berbeda antara vegetasi pohon, semak dan rumput ini dapat disebabkan karena pohon mempunyai kemampuan untuk menghasilkan uap air dari proses evapotranspirasi yang lebih besar dibandingkan dengan semak dan rumput. Begitu pula dengan semak, karena semak mempunyai kemampuan menghasilkan uap air lebih besar dibandingkan dengan rumput, maka kelembaban di sekitar semak lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban di rumput. Uji statistik pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban menyatakan bahwa suhu udara dan kelembaban pada pohon, semak dan rumput berbeda pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 7).

57 Iklim Mikro Kawasan Central Bussiness District (CBD) Kawasan CBD di Kota Depok berpusat di Margonda Raya. Selain di Margonda Raya, perkembangan CBD juga terjadi di sepanjang Jalan Juanda dan sekitar akses jalan menuju Kota Kembang. Perkembangan kawasan perdagangan terjadi sangat pesat sehingga wilayah yang menjadi daerah pengembangannya menjadi sangat padat. Daerah yang paling mudah dilihat kepadatannya adalah Margonda Raya karena sepanjang jalan Margonda Raya banyak terdapat tokotoko dan pusat perbelanjaan. Lahan terbangun yang sangat padat di Margonda Raya ini menyebabkan ketersediaan ruang terbuka hijaunya tidak cukup terpenuhi. Ruang terbuka hijau yang dapat ditemui di sepanjang Margonda Raya sebagian besar adalah RTH linear yang merupakan median jalan ataupun vegetasi peneduh di sepanjang area pejalan kaki. Pengukuran iklim mikro pada vegetasi pohon, semak dan rumput dilakukan di RTH linear yang berada di depan Balaikota (Lampiran 8). Data pengukuran iklim mikro yang diambil merupakan data suhu udara dan kelembaban yang diambil di bawah naungan pohon, semak dan rumput (Lampiran 9). Pengukuran iklim mikro untuk vegetasi pohon dilakukan di bawah naungan pohon beringin (Ficus benjamina) dengan karakteristik tinggi pohon ±5 meter dengan tajuk yang membulat. Pengukuran untuk vegetasi semak dilakukan pada tanaman agave (Agave sp.) dengan tinggi ±1,5 meter, sedangkan pengukuran untuk rumput dilakukan pada rumput gajah (Axonopus compressus). Gambar 18 berikut merupakan grafik suhu udara pada kawasan CBD. Suhu Udara ( C) Pohon Semak Rumput Waktu (menit) Gambar 18. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Central Bussiness District.

58 41 Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa dari awal pengukuran hingga akhir terjadi peningkatan yang stabil. Namun, suhu udara yang dihasilkan dari pengukuran di bawah naungan pohon, diperoleh hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan semak, sedangkan untuk hasil suhu udara semak diperoleh hasil yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan rumput. Hal ini dapat diakibatkan karena pohon memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan semak dan rumput, sehingga suhu yang dihasilkan pohon lebih rendah. Demikian pula dengan semak yang memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan rumput yang tidak memiliki naungan, menghasilkan suhu udara yang lebih rendah. Rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran suhu udara yang dilakukan, diperoleh hasil untuk pohon adalah 33,55 C untuk semak adalah 34,54 C dan untuk rumput adalah 36,11 C. Hal ini menunjukkan bahwa pohon memiliki ratarata suhu yang lebih rendah, sehingga pohon lebih mereduksi suhu jika dibandingkan dengan semak dan rumput. Kelembaban Udara (%) Pohon Semak Rumput Waktu (menit) Gambar 19. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Central Bussiness District. Gambar 19 merupakan grafik pengukuran kelembaban udara yang dilakukan di kawasan CBD dengan vegetasi pohon, semak dan rumput. Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa pada awal pengukuran vegetasi semak memiliki kelembaban udara yang paling tinggi kemudian pohon dan rumput. Namun, pada akhir pengukuran yang memiliki kelembaban paling tinggi adalah pohon kemudian diikuti semak dan rumput. Rumput memiliki kelembaban udara yang paling rendah jika dibandingkan dengan pohon dan semak.

59 42 Hasil yang berbeda ini dapat disebabkan karena pohon mempunyai kemampuan untuk menghasilkan uap air dari proses evapotranspirasi yang lebih besar dibandingkan dengan semak dan rumput. Begitu pula dengan semak yang mempunyai kemampuan menghasilkan uap air lebih besar dibandingkan dengan rumput, maka kelembaban di sekitar semak lebih tinggi. Rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran kelembaban udara diperoleh hasil untuk pohon adalah 52,91 persen, untuk semak adalah 52,84 persen dan untuk rumput adalah 49,04 persen. Uji statistik yang dilakukan pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban menyatakan bahwa suhu udara dan kelembaban pada pohon, semak dan rumput berbeda pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 10) Iklim Mikro Kawasan Perumahan Peningkatan jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan tempat tinggal, yakni peningkatan kebutuhan perumahan. Pembangunan perumahan lebih sering terkonsentrasi di wilayah yang dekat dengan pusat kota atau pusat perdagangan, karena aksesibilitasnya yang mudah dijangkau. Perumahan yang nyaman bagi para penghuninya sebaiknya memiliki kebutuhan ruang terbuka hijau yang mencukupi. Semakin tinggi ruang terbuka hijaunya maka iklim mikro kawasan perumahan tersebut akan semakin nyaman. Bella Casa Residence merupakan sebuah perumahan di Depok yang terletak di Bagian Wilayah Kota VII Sukmajaya. Tanaman-tanaman yang ditanam di areal perumahan tergolong baru dan masih belum mencapai tinggi yang maksimal untuk pohonnya. Selain itu, ruang terbuka hijau tersedia dalam bentuk linear, yakni sepanjang jalan atau di depan halaman rumah masing-masing. Pengukuran iklim mikro untuk vegetasi pohon, semak dan rumput dilakukan di salah satu ruang terbuka hijau linearnya (Lampiran 11). Pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban dilakukan di bawah naungan pohon, semak dan rumput (Lampiran 12). Pengukuran untuk pohon dilakukan di bawah naungan pohon jambu bangkok (Psidium guajava) dengan tinggi ±5 meter dan bertajuk bulat, untuk vegetasi semak dilakukan di tanaman palem wregu (Rhapis excelsa) dengan tinggi ±1,5 meter dan untuk rumput

60 43 dilakukan di atas rumput teki (Cyperus rotundus). Berikut merupakan hasil pengukuran suhu udara pada kawasan perumahan yang disajikan dalam bentuk grafik (Gambar 20). Suhu Udara ( C) Pohon Semak Rumput Waktu (menit) Gambar 20. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Perumahan. Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa dari awal pengukuran hingga akhir suhu yang dihasilkan stabil. Suhu udara di bawah naungan pohon lebih rendah dibandingkan suhu pada semak, sedangkan untuk hasil suhu udara semak diperoleh hasil yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan rumput. Hal ini dapat diakibatkan karena pohon memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan semak dan rumput, sehingga suhu yang dihasilkan oleh pohon lebih rendah. Jika dilihat rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran suhu udara yang dilakukan, diperoleh hasil untuk pohon adalah 35,18 C untuk semak adalah 38,96 C dan untuk rumput adalah 39,84 C. Hal ini menunjukkan bahwa pohon memiliki rata-rata suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan semak dan rumput, sehingga pohon lebih mereduksi suhu.

61 44 Kelembaban Udara (%) Gambar 21. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Perumahan. Gambar 21 merupakan grafik pengukuran kelembaban udara dengan vegetasi pohon, semak dan rumput. Hasil yang diperoleh menunjukkan angka yang stabil untuk setiap vegetasinya. Pohon memiliki kelembaban udara paling tinggi dengan rata-rata 44,16 persen kemudian yang kedua adalah semak dengan rata-rata 38,21 persen dan rumput memiliki kelembaban udara paling rendah dengan nilai rata-rata sebesar 36,23 persen. Pohon memiliki rata-rata kelembaban yang paling tinggi jika dibandingkan dengan semak dan rumput. Hal ini dapat disebabkan karena pohon mempunyai kemampuan untuk menghasilkan uap air dari hasil proses evapotranspirasi yang lebih besar daripada semak dan rumput, sehingga kelembabannya lebih tinggi. Hal ini berbeda dengan rumput yang kemampuan menghasilkan uap airnya lebih rendah sehingga kelembaban yang dihasilkannya juga rendah. Uji statistik yang dilakukan pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban untuk land use perumahan menyatakan bahwa suhu udara dan kelembaban pada pohon, semak dan rumput berbeda pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 13) Waktu (menit) Pohon Semak Rumput Iklim Mikro Kawasan RTH Kota Permasalahan yang terkait dengan ruang terbuka hijau yang terjadi di perkotaan adalah semakin berkurangnya luasan ruang terbuka hijau. Hal ini terjadi karena perubahan fungsi lahan yang semula merupakan ruang terbuka hijau berubah menjadi lahan terbangun. Perubahan lahan ini biasanya digunakan untuk

62 45 keperluan perumahan, industri, perdagangan dan jasa, kantor, dll. Kota Depok memiliki satu RTH yang menyerupai hutan kota yang disebut oleh warga sekitar sebagai Taman Hutan Rakyat atau Cagar Alam. Tahura ini merupakan sebuah areal RTH yang dijadikan RTH Kota oleh pemerintah Kota Depok dengan luas wilayah ±7 Ha. Pengukuran iklim mikro untuk kawasan RTH Kota dilakukan di Taman Hutan Rakyat ini (Lampiran 14). Pengukuran data iklim mikro berupa suhu dan kelembaban dilakukan di bawah naungan pohon, semak, dan rumput. Pengukuran iklim mikro untuk kawasan RTH Kota dilakukan pada vegetasi pohon sempur (Dillenia pteropoda) dengan tinggi ±7 meter, talas raksasa (Alocasia machorriza) untuk vegetasi semak dengan tinggi ±1,5 meter dan rumput gajah (Axonopus compressus) untuk vegetasi rumputnya. Hasil pengukuran iklim mikro dapat dilihat pada Lampiran 15, berikut disajikan hasil pengukuran suhu udara pada kawasan RTH kota berupa grafik (Gambar 22). Suhu Udara ( C) Pohon Semak Rumput Waktu (menit) Gambar 22. Grafik Suhu Udara pada Kawasan RTH Kota. Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa suhu yang dihasilkan mengalami penurunan. Suhu udara di bawah naungan pohon lebih rendah dibandingkan dengan semak, sedangkan untuk hasil suhu udara semak diperoleh hasil yang lebih rendah jika dibandingkan dengan rumput. Hal ini dapat disebabkan karena pohon memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan semak dan rumput, sehingga suhu yang dihasilkan lebih rendah.

63 46 Rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran suhu udara yang dilakukan, diperoleh hasil untuk pohon adalah 31,55 C untuk semak adalah 32,37 C dan untuk rumput adalah 34,38 C. Hal ini menunjukkan bahwa pohon memiliki ratarata suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan semak dan rumput, sehingga pohon lebih mereduksi suhu. Kelembaban Udara (%) Gambar 23. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan RTH Kota. Gambar 23 menunjukkan grafik pengukuran kelembaban udara dengan vegetasi pohon, semak dan rumput. Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa untuk vegetasi rumput, hasil yang dihasilkan lebih stabil jika dibandingkan dengan semak yang mengalami kenaikan yang cukup tinggi hingga pada akhir pengukuran hampir mendekati nilai pengukuran vegetasi pohon, sedangkan vegetasi pohon menghasilkan kelembaban yang paling tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena jika dibandingkan dengan pohon dan semak yang memiliki naungan, rumput tidak memiliki naungan sehingga suhu yang dihasilkan tinggi. Suhu yang tinggi akan mempengaruhi nilai kelembaban yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Permukaan yang ternaungi oleh bayangan, suhunya lebih rendah dibandingkan yang tidak ternaungi sehingga terasa lebih nyaman. Vegetasi pohon memiliki kelembaban udara paling tinggi dengan ratarata 55,50 persen kemudian yang kedua adalah semak dengan rata-rata 53,98 persen dan rumput memiliki kelembaban udara paling rendah dengan nilai ratarata sebesar 49,98 persen Waktu (menit) Pohon Semak Rumput Uji statistic yang dilakukan pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban menyatakan bahwa suhu udara dan kelembaban pada pohon, semak dan rumput berbeda pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 16).

64 47 Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dan dinyatakan dalam grafik iklim mikro, terlihat bahwa suhu yang dihasilkan pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada empat land use yang berbeda, yakni industri, CBD, perumahan dan RTH Kota, berbeda secara nyata pada taraf 5 persen. Begitu pula dengan kelembaban yang dihasilkan oleh pohon, semak dan rumput pada masing-masing land use, berbeda secara nyata pada taraf 5 persen. Hal ini menyatakan bahwa perbedaan struktural dari vegetasi yakni pohon, semak dan rumput dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban yang dihasilkan. Interpretasi grafik iklim mikro menunjukkan bahwa pohon menghasilkan suhu yang paling rendah jika dibandingkan dengan suhu yang dihasilkan oleh semak dan rumput. Sedangkan untuk kelembaban, pohon menghasilkan kelembaban yang paling tinggi jika dibandingkan dengan semak dan rumput. Hal ini menunjukkan bahwa pohon lebih dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban dibandingkan semak, sedangkan semak lebih dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban dibandingkan dengan rumput. Kelembaban menunjukkan kandungan air di atmosfer pada suatu saat dan waktu tertentu. Proses evaporasi dan transpirasi mempengaruhi kelembaban yang dihasilkan. Tanaman yang tinggi memiliki laju evapotranspirasi yang lebih besar sehingga kehilangan panas karena terjadinya evaporasi akan menyebabkan suhu di sekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sehingga membuktikan bahwa pohon lebih efektif dalam mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban dibandingkan semak dan rumput. Penanaman pohon dalam jumlah yang tinggi dan rapat akan menghasilkan naungan yang lebih luas. Kerapatan dan kepadatan tajuk serta naungan yang lebih luas akan menurunkan intensitas cahaya matahari, sehingga daerah yang berada di sekitarnya menjadi nyaman. Keberadaan RTH dengan struktur vegetasi pohon, semak dan rumput penting dalam suatu kawasan karena salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih nyaman adalah dengan menghadirkan lebih banyak tumbuhan dalam lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan dengan memperhatikan RTH sangat penting untuk menjaga kenyamanan pada setiap kawasan di perkotaan.

65 48 Lingkungan kota sangat perlu dijaga kenyamanannya, karena suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap aktivitas manusia. Suatu kota yang memiliki kenyamanan ideal-sedang memiliki suhu yang berkisar 22,5-27,5 C dengan kelembaban berkisar 60%-90%. Berdasarkan hasil pengukuran, hanya struktur vegetasi pohon pada kawasan RTH kota yang memiliki kategori kenyamanan ideal-sedang. Hal ini membuktikan bahwa RTH yang ada pada setiap kawasan belum optimal fungsinya dalam ameliorasi iklim. 5.3 Analisis Iklim Mikro Berdasarkan Struktur Vegetasi Berbagai Land use Analisis Iklim Mikro Pohon pada Berbagai Land use Keberadaan pohon sangat erat hubungannya dengan lingkungan. Manfaat keberadaan pohon diantaranya adalah sebagai penahan laju air sehingga lebih banyak air yang terserap ke dalam tanah, menjaga kesuburan tanah, pemasok kebutuhan oksigen, dan dapat mereduksi beberapa zat pencemar udara. Manfaat pohon sangat banyak bagi lingkungan sehingga keberadaan pohon penting dalam sebuah kawasan (land use), termasuk kawasan industri, perumahan, CBD dan RTH Kota. Land use yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda sehingga pohon yang dibutuhkan juga berbeda. Misalnya pada kawasan perumahan, yakni pada taman lingkungannya, lebih membutuhkan pohon dengan tajuk bulat dan lebar yang berfungsi sebagai peneduh karena tempat tersebut digunakan sebagai tempat bersosialisasi dan tempat bermain bagi anak-anak, sehingga harus memiliki tempat yang teduh dan ternaungi. Berbeda dengan kawasan perumahan, kawasan industri lebih membutuhkan pohon yang dapat mereduksi polusi hasil dari proses dan aktifitas produksi industri tersebut, selain itu pohon di kawasan industri harus mampu meningkatkan kualitas lingkungan. Letaknya yang dekat dengan jalan, kawasan CBD membutuhkan pohon yang bersifat peneduh yang dapat mereduksi panas yang dihasilkan oleh kendaraan yang melintas, dapat mereduksi bising dan mereduksi gas-gas yang dihasilkan oleh kendaraan. Selain itu, pohon di sekitar kawasan CBD harus memiliki daun serta buah yang tidak mudah rontok agar tidak mengotori jalanan. Berbeda dengan CBD, pohon di kawasan RTH kota lebih mengutamakan pohon

66 49 yang memiliki tajuk yang rapat jika ditanam dalam jumlah yang banyak yang selanjutnya selain berfungsi sebagai hutan kota dapat sekaligus berfungsi sebagai habitat satwa seperti burung. Pengukuran terhadap struktur vegetasi pohon dilakukan pada empat land use yang berbeda, yakni industri, perumahan, CBD, dan RTH kota. Pengukuran pohon dilakukan di bawah naungan pohon jambu air (Syzigium aquaeum) untuk kawasan industri, pohon beringin (Ficus benjamina) untuk kawasan CBD, pohon jambu Bangkok (Psidium guajava) untuk kawasan perumahan, dan pohon sempur (Dillenia pteropoda) untuk kawasan RTH kota. Berikut disajikan perbedaan suhu udara yang dihasilkan pohon pada keempat land use yakni industri, CBD, perumahan dan RTH Kota (Gambar 24). Suhu Udara ( C) Kawasan Kawasan CBD Kawasan RTH Kota Kawasan Perumahan Kawasan Industri Gambar 24. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Pohon. Berdasarkan grafik yang disajikan, pohon jambu bangkok di kawasan perumahan menghasilkan suhu yang paling tinggi, kemudian pohon jambu air di kawasan industri sebagai urutan kedua, pohon beringin di kawasan CBD sebagai urutan ketiga dan yang paling rendah menghasilkan suhu adalah pohon sempur di kawasan RTH kota. Rata-rata suhu udara pohon untuk kawasan industri adalah sebesar 34,47 C, sebesar 33,55 C adalah kawasan CBD, sebesar 35,18 C adalah kawasan perumahan dan sebesar 31,55 C adalah kawasan RTH kota. Pohon di kawasan perumahan menghasilkan rata-rata suhu yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Perbedaan suhu yang dihasilkan ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakter kawasan. Kawasan perumahan merupakan kawasan yang padat dengan bangunan dan terdapat banyak perkerasan aspal pada jalannya, sehingga suhu yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Kota

67 50 yang dipenuhi oleh bangunan, suhu udaranya cenderung naik yang disebabkan berkurangnya angin dan penggunaan permukaan-permukaan yang menyerap panas. Selain itu, berdasarkan perbandingan luas RTH, kawasan perumahan memiliki luasan RTH (Tabel 10) yang lebih kecil dibandingkan dengan yang lain sehingga suhunya paling tinggi. Kemampuan pohon dalam mereduksi suhu juga menjadi salah satu pengaruh perbedaan suhu yang dihasilkan. Daun dapat menangkap, memantulkan, menyerap dan meneruskan cahaya matahari tergantung jenis daun, berat jenis daun, bentuk daun dan pola percabangannya. Pohon pada kawasan perumahan merupakan pohon dengan ketinggian yang paling rendah jika dibandingkan dengan pohon pada kawasan lain, yakni sekitar 3-5 meter, oleh karena itu suhu yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Pohon yang dapat mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban adalah pohon yang memiliki tajuk piramidal atau bulat (memiliki daerah bebas cabang lebih rendah sehingga kemampuan tajuknya dalam menyerap radiasi lebih tinggi), ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki tinggi sedang (6-15 meter) dengan kepadatan tajuk yang tinggi. Kelembaban Udara (%) Kawasan Kawasan CBD Kawasan RTH Kota Kawasan Perumahan Kawasan Industri Gambar 25. Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Pohon. Gambar 25 merupakan grafik kelembaban pohon. Berdasarkan grafik, pohon sempur di kawasan RTH kota menghasilkan kelembaban yang paling tinggi, kemudian pohon beringin di kawasan CBD urutan kedua, pohon jambu air di kawasan industri urutan ketiga dan yang paling rendah kelembabannya adalah pohon jambu bangkok di perumahan. Rata-rata kelembaban pohon untuk kawasan industri adalah sebesar 47,79 persen, sebesar 52,91 persen untuk kawasan CBD,

68 51 sebesar 44,16 persen untuk kawasan perumahan dan sebesar 55,5 persen untuk kawasan RTH kota. Pohon di kawasan RTH kota menghasilkan rata-rata kelembaban yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Perbedaan kelembaban yang dihasilkan ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakter kawasan dan perbedaan karakter pohon yang digunakan. Kawasan RTH kota memiliki banyak vegetasi di sekitar kawasannya, sehingga suhu yang dihasilkan merupakan suhu yang paling rendah. Suhu yang rendah ini mempengaruhi kelembaban yang dihasilkan, yakni kelembaban yang paling tinggi. Banyaknya pohon pada kawasan RTH kota juga berpengaruh terhadap proses evapotranspirasi, dimana semakin banyak pohon maka evapotransipirasi semakin besar dan keadaan di sekitar pohon menjadi sejuk. Uji statistik yang dilakukan pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban pohon pada empat kawasan yakni industri, CBD, perumahan dan RTH kota menyatakan bahwa suhu udara dan kelembaban pohon pada empat land use berbeda pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 17). Hal ini menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban udara pada pohon dipengaruhi oleh perbedaan keadaan lingkungan land use Analisis Iklim Mikro Semak pada Berbagai Land use Semak merupakan tumbuhan yang umumnya memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan pohon, berbatang kayu, hidup dan tumbuh bergerombol lebih dari satu pohon. Vegetasi yang tergolong dalam semak mempunyai tinggi berkisar 0,5 3 meter. Semak memiliki beberapa fungsi, yaitu ameliorasi iklim dengan menurunkan suhu dan memodifikasi kelembaban, rekayasa lingkungan dengan mengurangi kebisingan dan memberi aroma, dan dalam penggunaan arsitektural berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengarah, penutup, pagar serta pembatas. Semak juga dapat berfungsi secara estetika karena keberagaman warna daun, warna dan bentuk bunga, bentuk tajuk, ukuran dan aroma dari semak. Pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban) dilakukan dibawah naungan struktur vegetasi semak pada empat land use yakni industri, CBD, perumahan dan RTH kota. Semak pada kawasan industri adalah bugenvil

69 52 (Bougenvillea sp.), agave (Agave sp.) pada kawasan CBD, wregu (Rhapis excelsa) pada kawasan perumahan dan talas raksasa (Alocasia machorriza) pada kawasan RTH kota. Berikut disajikan perbedaan suhu udara yang dihasilkan semak pada keempat land use yakni industri, CBD, perumahan dan RTH Kota dalan bentuk grafik (Gambar 26). Suhu Udara ( C) Kawasan Kawasan CBD Kawasan RTH Kota Kawasan Perumahan Kawasan Industri Gambar 26. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Semak. Berdasarkan grafik, semak wregu di kawasan perumahan menghasilkan suhu yang paling tinggi, kemudian semak bugenvil di kawasan industri urutan kedua, semak agave di kawasan CBD sebagai urutan ketiga dan yang paling rendah menghasilkan suhu adalah semak talas raksasa di kawasan RTH kota. Rata-rata suhu udara semak untuk kawasan industri adalah 38,9 C, untuk kawasan CBD adalah 34,54 C, untuk kawasan perumahan 38,96 C dan untuk kawasan RTH kota adalah 32,37 C. Suhu pada kawasan perumahan di bawah naungan semak merupakan yang paling tinggi, hal ini dapat disebabkan karena kawasan perumahan memiliki banyak bangunan dan perkerasan aspal. Kawasan CBD memiliki rata-rata suhu semak yang lebih rendah dibandingkan kawasan perumahan, hal ini dapat dilihat dari persen luas ruang terbuka hijaunya. RTH pada kawasan perumahan lebih kecil yakni sebesar 20,75 persen sehingga suhu yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan industri. Suhu di kawasan RTH kota merupakan yang terendah, hal ini dapat disebabkan karena banyaknya vegetasi di kawasan RTH kota, sehingga di bawah naungan semak suhu udara menjadi lebih rendah.

70 53 Kelembaban Udara (%) Kawasan Kawasan CBD Kawasan RTH Kota Kawasan Perumahan Kawasan Industri Gambar 27. Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Semak. Gambar 27 merupakan grafik hasil pengukuran kelembaban struktur vegetasi semak pada keempat land use. Berdasarkan grafik, semak talas raksasa di kawasan RTH kota menghasilkan kelembaban yang paling tinggi, kemudian semak agave di kawasan CBD urutan kedua, semak bugenvil di kawasan industri urutan ketiga dan yang paling rendah kelembabannya adalah semak wregu di perumahan. Rata-rata kelembaban semak untuk kawasan industri adalah 44,61 persen, sebesar 52,84 persen untuk kawasan CBD, sebesar 38,21 persen untuk kawasan perumahan dan 53,98 persen untuk kawasan RTH kota. Pengukuran kelembaban dengan hasil yang paling rendah dihasilkan oleh semak yang berada di kawasan RTH kota. Banyaknya vegetasi yang berada di kawasan RTH kota mempengaruhi keadaan kelembaban sekitar sehingga meskipun berada di bawah naungan semak, suhu yang dihasilkan rendah dan kelembabannya tinggi. Kelembaban semak yang paling rendah adalah semak yang berada di kawasan perumahan. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya bangunan yang ada pada kawasan perumahan. Selain itu aktivitas kendaraan dan perkerasan aspal yang digunakan juga merupakan salah satu yang mempengaruhi suhu tinggi yang dihasilkan sehingga kelembaban yang dihasilkan pun menjadi rendah. Uji statistik yang dilakukan pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban untuk struktur vegetasi semak pada empat kawasan yakni industri, CBD, perumahan dan RTH kota menyatakan bahwa suhu udara dan kelembaban semak pada empat land use berbeda pada taraf nyata 5 persen

71 54 (Lampiran 18). Hal ini menyatakan bahwa suhu dan kelembaban yang dihasilkan pada semak dipengaruhi oleh karakteristik kawasan dan jenis vegetasi pada masing-masing land use Analisis Iklim Mikro Rumput pada Berbagai Land use Rumput merupakan tanaman yang pendek dengan cabang-cabang dan daun yang banyak dan menutupi permukaan tanah dengan sempurna. Berdasarkan pengertian ini, rumput termasuk ke dalam tanaman penutup tanah atau groundcover. Sesuai dengan morfologinya, tanaman penutup tanah dapat digunakan untuk mengurangi silau, menurunkan suhu dan memodifikasi kelembaban. Selain itu dapat pula digunakan untuk memperbaiki kualitas udara, memperlambat penjalaran api, sebagai tanaman pembatas, tanaman tepi dan pembentuk ruang khususnya lantai. Rumput juga berfungsi secara estetika dengan memunculkan beragam warna dan tekstur yang menarik jika disajikan secara masal. Pengukuran terhadap struktur vegetasi rumput dilakukan pada empat land use yang berbeda, yakni industri, perumahan, CBD, dan RTH kota. Pengukuran suhu rumput dilakukan di rumput teki (Cyperus rotundus) untuk kawasan industri, rumput gajah (Axonopus compressus) untuk kawasan CBD, rumput teki (Cyperus rotundus) untuk kawasan perumahan, dan rumput gajah (Axonopus compressus) untuk kawasan RTH kota. Berikut disajikan perbedaan suhu udara yang dihasilkan oleh rumput pada keempat land use yakni industri, CBD, perumahan dan RTH Kota (Gambar 28). Suhu Udara ( C) Kawasan Kawasan CBD Kawasan RTH Kota Kawasan Perumahan Kawasan Industri Gambar 28. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Rumput.

72 55 Berdasarkan grafik yang disajikan, rumput teki di kawasan industri menghasilkan suhu yang paling tinggi, kemudian rumput teki di kawasan perumahan urutan kedua, rumput gajah mini di kawasan CBD sebagai urutan ketiga dan yang menghasilkan suhu paling rendah adalah rumput gajah di kawasan RTH kota. Rata-rata suhu udara rumput untuk kawasan industri adalah sebesar 40,36 C, sebesar 36,11 C untuk kawasan CBD, sebesar 39,84 C untuk kawasan perumahan dan sebesar 34,38 C untuk kawasan RTH kota. Berdasarkan rata-rata, suhu udara rumput pada kawasan industri dan perumahan hampir sama dengan selisih suhu pada kedua kawasan yakni sebesar 0,52. Kawasan industri merupakan kawasan yang didominasi kegiatan industri sehingga lebih banyak mengeluarkan panas sehingga suhunya tinggi. Kawasan perumahan merupakan kawasan yang banyak terdapat bangunan fisik serta penggunaan aspal sebagai perkerasan yang tidak ternaungi sehingga suhu yang dihasilkan menjadi tinggi. Suhu udara rumput yang paling rendah berada di kawasan RTH kota. RTH kota banyak terdapat vegetasi sehingga rumput yang berada di kawasan RTH cenderung menghasilkan suhu udara yang lebih rendah. Suhu Udara ( C) Kawasan Kawasan CBD Kawasan RTH Kota Kawasan Perumahan Kawasan Industri Gambar 29. Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Rumput. Gambar 29 merupakan hasil pengukuran kelembaban struktur vegetasi rumput pada keempat land use. Berdasarkan grafik, rumput gajah di kawasan RTH kota menghasilkan kelembaban yang paling tinggi, kemudian rumput gajah mini di kawasan CBD urutan kedua, rumput teki di kawasan industri urutan ketiga dan yang paling rendah kelembabannya adalah rumput teki di kawasan perumahan. Rata-rata kelembaban rumput untuk kawasan industri adalah sebesar

73 56 37,60 persen, sebesar 49,04 persen untuk kawasan CBD, sebesar 36,23 persen untuk kawasan perumahan dan sebesar 49,98 persen untuk kawasan RTH kota. Kawasan dengan vegetasi yang beragam akan menghasilkan suhu yang lebih rendah sehingga kelembabannya menjadi lebih tinggi. Hal ini yang menyebabkan rumput pada kawasan RTH kota menghasilkan rata-rata kelembaban yang paling tinggi. Berbeda dengan kawasan industri yang didominasi oleh kegiatan industri yang lebih banyak menghasilkan panas, kelembaban rumputnya menjadi yang paling rendah karena suhu yang dihasilkannya tinggi. Uji statistik dilakukan pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban untuk struktur vegetasi rumput pada empat kawasan yakni industri, CBD, perumahan dan RTH kota. Berdasarkan uji statistik, diperoleh hasil bahwa suhu udara dan kelembaban rumput pada empat land use berbeda pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 19). Hal ini menyatakan bahwa ada pengaruh karakteristik land use yang berbeda dalam menghasilkan suhu dan kelembaban pada rumput. 5.4 Analisis Kenyamanan Tingkat kenyamanan suatu kawasan sangat penting bagi pengguna kawasan tersebut. Tingkat kenyamanan dapat dinyatakan sebagai tingkat dimana manusia merasa nyaman berada di suatu kawasan. Kenyamanan dapat diketahui dengan pengukuran secara kuantitatif dengan menggunakan rumus Temperature Humidity Index (THI). Standar kenyamanan pada daerah tropis yakni berkisar antara suhu C. Keberadaan ruang terbuka hijau yang mencukupi di suatu kawasan akan sangat mendukung nilai THI yang diperoleh. Berikut disajikan hasil pengukuran nilai THI berdasarkan struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada land use industri, CBD, perumahan dan RTH kota (Tabel 11).

74 57 Tabel 11. Hasil Perhitungan Temperature Humidity Index (THI) No Kawasan Struktur Vegetasi Suhu Udara Faktor THI RH (persen) Nilai THI Kategori 1 Industri Pohon Tidak Nyaman Semak Tidak Nyaman Rumput Tidak Nyaman 2 CBD Pohon Tidak Nyaman Semak Tidak Nyaman Rumput Tidak Nyaman 3 Perumahan Pohon Tidak Nyaman Semak Tidak Nyaman Rumput Tidak Nyaman 4 RTH Kota Pohon Tidak Nyaman Semak Tidak Nyaman Rumput Tidak Nyaman Berdasarkan tabel perhitungan nilai THI diatas, terlihat bahwa nilai THI yang terdapat pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada land use industri, CBD, perumahan dan RTH kota tergolong ke dalam kategori tidak nyaman, karena nilai THI yang lebih dari 27. Nilai THI yang tidak nyaman ini dapat disebabkan karena tingginya suhu yang dihasilkan yakni berkisar antara 31,55 C-40,36 C dengan kelembaban berkisar antara 36,23-55,5 persen. Namun, pada struktur vegetasi pohon yang terdapat di kawasan RTH kota, dapat kita lihat bahwa nilai THI nya hampir mendekati kategori nyaman, yakni 28,74. Nilai THI yang rendah ini dapat diakibatkan oleh rendahnya suhu dan tingginya kelembaban yang dihasilkan oleh pohon. Selain itu suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi ini dapat juga disebabkan oleh vegetasi yang terdapat di RTH kota cukup banyak dan beragam sehingga kemampuan untuk mereduksi suhunya lebih besar. Minimnya bangunan fisik yang ada di dalam kawasan RTH kota juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan suhu yang dihasilkan lebih rendah. Perhitungan nilai THI tertinggi dihasilkan oleh struktur vegetasi rumput yang terdapat di kawasan industri kemudian struktur vegetasi rumput di kawasan perumahan. Nilai THI yang tinggi disebabkan oleh tingginya suhu yang dihasilkan struktur vegetasi rumput karena kemampuan mereduksi suhu dan meningkatkan kelembabannya yang kurang. Selain itu pada kawasan CBD dan perumahan merupakan kawasan yang banyak terdapat bangunan dan terletak dekat dengan

75 58 pusat kota, sehingga suhu yang dihasilkan tinggi. Suhu yang lebih tinggi di wilayah perkotaan ini sering disebut dengan Urban Heat Island (UHI). Pusat kota tidak hanya lebih panas dari pinggir kota, akan tetapi kurang nyaman, mengandung banyak polusi, kurang sinar matahari, kurang angin, pengap dan kelembabannya rendah. Secara umum, perhitungan nilai THI yang dihasilkan antar struktur vegetasi yakni pohon, semak dan rumput, nilai THI yang paling rendah dihasilkan oleh pohon. Kemampuan pohon untuk menaungi serta melindungi dari sinar matahari menyebabkan suhu yang berada di bawah naungannya lebih rendah. Tanaman yang tinggi dan tajuk yang menaungi memiliki laju evapotranspirasi besar yang menyebabkan suhu di sekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Semak mempunyai nilai THI yang tinggi dibandingkan dengan pohon tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan rumput. Jika dibandingkan dengan rumput, semak mempunyai kemampuan untuk mereduksi suhu lebih tinggi sehingga suhu yang dihasilkan lebih rendah. Selain itu semak mempunyai kemampuan untuk menaungi sehingga kelembaban yang dihasilkan lebih tinggi disbanding rumput. Jika dilihat berdasarkan kawasannya, perhitungan nilai THI tertinggi berada pada kawasan perumahan. Suhu tinggi yang dihasilkan oleh perumahan dapat disebabkan karena padatnya bangunan, perkerasan yang digunakan untuk jalan dan masih belum maksimalnya pertumbuhan vegetasi yang ditanam di sekitar kawasan perumahan. Selain perkerasan dari aspal yang merupakan bahanbahan yang cepat menyerap panas, perkerasan lainnya berupa tanah-tanah kering seperti pasir, kerikil, dan sejenisnya, cenderung menimbulkan suhu yang lebih tinggi dan kelembaban yang rendah. Oleh karena itu, ketersediaan RTH pada setiap kawasan harus dipertahankan dan dioptimalkan agar dapat menjaga kenyamanan kawasan tersebut. 5.5 Rekomendasi Rekomendasi RTH Kawasan Industri Berdasarkan hasil penelitian, luas RTH pada kawasan industri lebih kecil jika dibandingkan CBD yakni sebesar 21,07 persen dari luas keseluruhan, sehingga kurang nyaman. Pengoptimalan RTH dapat dilakukan dengan

76 59 menyesuaikan RTH sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing land use-nya agar efektif dalam memberikan kenyamanan. Aktivitas industri menurunkan kenyamanan suatu kota, oleh karena itu RTH yang dibutuhkan kawasan industri harus cukup luas dan letaknya jauh dari pusat kota. Gambar 30. Contoh RTH Kawasan Industri (sumber: Bentuk ruang terbuka hijau di kawasan industri dapat berupa taman-taman yang fungsinya tidak hanya sebagai penyeimbang lingkungan tetapi dari segi estetikanya juga dapat memperindah kawasan industri yang cenderung panas dan kering (Gambar 30). Vegetasi yang digunakan di taman kawasan industri setidaknya merupakan jenis vegetasi yang dapat mereduksi polusi, misalnya untuk pohon memiliki karakteristik tajuk yang lebar dan menaungi dengan daun yang tebal, pohon ditanam bergerombol atau berjejer dengan jumlah yang banyak sehingga RTH nya dapat mencukupi Rekomendasi RTH Kawasan CBD Berdasarkan luas RTH, kawasan CBD memiliki luas RTH yang lebih kecil dibandingkan dengan RTH kota. Suhu tinggi pada kawasan CBD dipengaruhi oleh aktivitas kendaraan yang menghasilkan gas dan debu beracun serta banyaknya bangunan. Meningkatkan kenyamanan kota dapat dilakukan dengan meningkatkan RTH pada kawasan CBD. Pengoptimalan RTH pada kawasan CBD dilakukan dengan memaksimalkan RTH linearnya yakni pada lanskap jalan dengan mengutamakan pohon yang bersifat sebagai peneduh dan dapat mereduksi polusi asap kendaraan bermotor. Sempitnya atau sulitnya menemukan lahan yang dapat digunakan sebagai ruang terbuka hijau, pemenuhan RTH kawasan CBD dapat dilakukan dengan vertical greenery atau vertical garden dan penyediaan

77 60 RTH di bagian atas bangunan yang disebut dengan roof garden. Contoh RTH kawasan CBD dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31. Contoh RTH Kawasan CBD (sumber: Rekomendasi RTH Kawasan Perumahan Berdasarkan hasil penelitian kawasan perumahan memiliki nilai THI yang tinggi karena suhu yang dihasilkan tinggi. Tingginya suhu dapat disebabkan karena banyaknya bangunan fisik. Selain itu, luas RTH yang ada pada kawasan perumahan sebesar 20,75 persen dari luas keseluruhan merupakan luasan RTH yang paling sedikit dibandingkan dengan RTH kota, industri dan CBD. Meningkatkan kenyamanan pada kawasan perumahan dapat diwujudkan dengan mengoptimalkan RTH dalam bentuk taman lingkungan. Pohon dengan karakteristik tajuk bulat dan lebar yang berfungsi sebagai peneduh sangat diutamakan agar taman lingkungan nyaman digunakan. Selain fungsional secara iklim, vegetasi yang berwarna menarik juga dibutuhkan agar dapat meningkatkan nilai estetis taman tersebut. Contoh taman lingkungan pada kawasan perumahan dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32. Contoh RTH Kawasan Perumahan (sumber:

78 Rekomendasi RTH Kawasan RTH Kota Berdasarkan hasil penelitian, luas RTH pada kawasan RTH kota sebesar 80 persen dari luas keseluruhan. Hal ini menjadi salah satu penyebab iklim mikro dan nilai THI-nya lebih nyaman dibandingkan dengan kawasan CBD, industri dan perumahan. Keberadaan RTH kota dapat meningkatkan kenyamanan Kota Depok, oleh karena itu menjaga keberadaannya menjadi sangat penting. Selain menjaga keberadaannya, meningkatkan kualitas dari RTH tersebut akan sangat berperan dalam menjaga kenyamanan lingkungan perkotaan. Gambar 33. Contoh RTH Kawasan RTH Kota (sumber: Penyediaan RTH kota dapat diwujudkan dengan menanam pohon sehingga membentuk suatu kawasan RTH yang disebut hutan kota karena bentuknya yang menyerupai hutan. Pohon yang diutamakan adalah pohon yang memiliki tajuk yang rapat jika ditanam berkelompok sehingga dapat mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban serta dapat menyediakan habitat bagi satwa. Vegetasi yang ada pada hutan kota harus memenuhi dari segi fungsi lanskap, fungsi pelestarian lingkungan (ekologi) serta fungsi estetikanya. Contoh RTH kawasan RTH kota dapat dilihat pada Gambar 33.

79 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, berikut adalah kesimpulan yang diperoleh: 1. Hasil interpretasi citra dan klasifikasi citra Landsat 7 +ETM path/row 122/64 adalah bahwa sebesar 50,3 persen dari luas Kota Depok merupakan ruang terbuka hijau. Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2 tentang proporsi ruang terbuka hijau yang baik di wilayah perkotaan adalah minimal 30 persen dari luas kota tersebut, maka Kota Depok masih memiliki proporsi luas RTH yang baik. 2. Berdasarkan hipotesis pertama, diperoleh hasil bahwa pohon merupakan struktur vegetasi yang menghasilkan suhu paling rendah dan kelembaban yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pohon lebih dapat menurunkan suhu dibandingkan dengan semak dan rumput. Berdasarkan hipotesis kedua, diperoleh hasil bahwa keadaan land use yang berbeda akan mempengaruhi suhu dan kelembaban yang dihasilkan tergantung dari faktor lingkungan, aktivitas land use dan jenis vegetasi yang ada di land use tersebut. 3. Berdasarkan perhitungan analisis nilai THI, diketahui bahwa pohon dengan tajuk yang menaungi dan berbentuk bulat lebih dapat menurunkan suhu, meningkatkan kelembaban dan memberikan kenyamanan. Kawasan RTH kota merupakan kawasan dengan nilai THI yang paling nyaman, yakni 28,74-30, Penanaman RTH dengan lebih banyak menggunakan pohon sangat direkomendasikan agar dapat memberikan pengaruh terhadap ameliorasi iklim. Pengoptimalan RTH pada masing-masing land use dapat dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing karakteristik. Industri membutuhkan RTH yang luas agar ketidaknyamanan dari aktivitas industri dapat diminimalisir, sedangkan CBD dapat dioptimalkan dengan mengutamakan penanaman pohon pada lanskap jalannya. Penyediaan

80 63 RTH pada kawasan perumahan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan taman lingkungan yang didominasi vegetasi pohon sebagai peneduh agar suhu tinggi dapat direduksi, sedangkan untuk kawasan RTH kota dengan menjaga keberadaan dan meningkatkan kualitas dari RTH tersebut akan membantu mengurangi ketidaknyamanan wilayah perkotaan Saran Minimnya lahan yang terdapat pada suatu kawasan sebagai lahan ruang terbuka hijau membuat pemilihan struktur vegetasi pada suatu kawasan harus sesuai dengan kebutuhan sehingga lahan yang ada dapat dimanfaatkan dengan efektif agar iklim mikro yang tercipta dapat meningkatkan kenyamanan. Pengukuran iklim mikro pada masing-masing struktur vegetasi sebaiknya dilakukan terhadap vegetasi yang bergerombol atau berbaris dalam jumlah yang lebih dari satu individu, agar data hasil pengukuran yang diperoleh menjadi semakin akurat.

81 DAFTAR PUSTAKA [BAPEDA] Badan Pemerintah Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Depok. Depok: Bapeda Kota Depok. Bauer, W. Kurt City Planning for Civil Engineers, Environmental Engineers, and Surveyors. United State of America: Taylor and Francis Group, LCC. Booth N.K., Hiss J.E Residental Landscape Architecture: Design Process For The Private Residence. New Jersey: Pearson Education Inc. Brooks, R.G Cite Planning: Evaluation, Process and Development. New Jersey: Prentice Hall Inc. Christensen, A Jay Landscape Architecture and Construction. New York: The McGraw-Hill Company. Dahlan, E.N Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPN Press. Dirdjojuwono, Roestanto W Kawasan Industri Indonesia. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: DPU. Fandeli C., Muhammad Prinsip-prinsip Dasar Mengkonservasi Lanskap. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Frick Heinz dan FX. Bambang Suskiyanto Dasar-dasar Arsitektur Ekologis: Konsep Pembangunan Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan. Bandung: Penerbit ITB. Grey WG, FJ Daneke Urban Forestry. Toronto: John Wiley and Sons. Hartoyo, G. Manjela Eko, Nugroho Yuli, dkk Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis (SIG) Tingkat Dasar. Balikpapan: Tropenbos International Indonesia Programme. Irwan, Zoer aini Djamal Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kartasapoetra, Ance Gunarsih Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.

82 65 Laurie, Michael Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan. Onggodiputro, Aris K. An Introduction to Landscape Architecture. Bandung: PT Intermatra Bandung. Lillesand T., Kiefer R Remote Sensing and Image Interpretation. New York: John Willey&Sons. Mulyawan, Iwan Central Business District (CBD). [27 September 2012] Prahasta, Eddy Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: CV Informatika. Purwadhi, F. Sri Hardiyanti Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Simonds, John Ormsbee Landscape Architecture: A Manual of Evirontmental Planning and Design. United State of America: The McGraw-Hill Company. Weng Q Remote Sensing and GIS Integration: Theory, Methods and Application. Toronto: McGraw-Hill Company.

83 LAMPIRAN 66

84 Lampiran 1. Data Citra Kota Depok Tahun

85 Lampiran 2. Peta Pemilihan Tiga Kawasan pada Setiap Land use 68

86 Lampiran 3. Peta Penutupan Lahan Kota Depok Tahun

87 70 Lampiran 4. Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT Image File : d:/data/all gis/recode_depok_klasifikasi_5.img User Name : Compaq Date : Fri Sep 14 22:23: ERROR MATRIX Reference Data Classified Data Background Lahan Bang Lahan Terb Badan Air Lahan Bangun Lahan Terbangun Badan Air Column Total End of Error Matrix ACCURACY TOTALS Class Reference Classified NumberProducers Users Name Totals Totals CorrectAccuracy Accu Lahan Bangun persen 90.70persen Lahan Terbuka persen 80.00persen Badan Air persen50.00persen Totals Overall Classification Accuracy = 88.00persen End of Accuracy Totals KAPPA (K^) STATISTICS Overall Kappa Statistics = Conditional Kappa for each Category Class Name Kappa Lahan Bangun Lahan Terbuka Badan Air End of Kappa Statistics -----

88 Lampiran 5. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri 71

89 72 Lampiran 6. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan Industri BWK Sukatani. No Suhu Udara ( C) Kelembaban (persen) Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput 1 34,57 35,60 40,80 46,33 43,67 36, ,60 35,60 40,90 46,33 43,67 36, ,57 35,60 41,13 46,33 43,67 36, ,60 35,67 40,97 46,00 44,00 36, ,60 35,67 40,97 46,33 44,00 36, ,60 35,67 40,83 46,33 44,00 36, ,57 35,63 40,90 46,67 44,00 36, ,57 35,63 40,90 47,00 44,00 36, ,60 35,80 40,93 47,00 44,00 36, ,60 35,73 41,07 48,00 44,00 36, ,57 35,77 41,00 48,00 44,00 36, ,50 35,77 41,03 48,67 44,00 36, ,50 35,73 40,87 48,67 44,67 37, ,50 35,70 40,70 49,00 45,33 37, ,53 35,70 40,73 49,00 45,33 37, ,50 35,80 40,37 49,00 45,00 38, ,43 35,73 40,37 48,00 45,67 37, ,40 35,80 40,37 47,67 45,00 37, ,37 35,77 40,13 47,67 45,00 38, ,40 35,77 39,83 47,67 45,33 38, ,37 35,80 39,83 48,00 45,00 38, ,40 35,80 39,97 48,00 45,00 38, ,37 35,83 39,97 48,00 45,33 38, ,37 35,83 39,53 48,33 45,33 38, ,33 35,87 39,53 48,33 45,00 38, ,30 35,93 39,60 48,33 45,00 38, ,33 35,93 39,63 48,67 45,00 38, ,37 35,90 39,37 49,00 45,00 39, ,40 35,93 39,37 48,67 44,67 39, ,40 35,93 39,13 48,67 44,67 39,33 Rata-rata 34,47 35,76 40,36 47,79 44,61 37,60

90 73 Lampiran 7. Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi di Kawasan Industri Descriptives 95persen Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Suhu Pohon Semak Rumput Total RH Pohon Semak Rumput Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Suhu Within Groups Total Between Groups RH Within Groups Total

91 Lampiran 8. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Central Bussines District (CBD) 74

92 75 Lampiran 9. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan CBD No Suhu Udara ( C) RH (persen) Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput 1 33,47 34,17 35,73 54,00 54,33 50, ,47 34,17 35,77 53,67 54,33 50, ,47 34,13 35,77 54,00 54,67 49, ,43 34,27 35,77 53,67 54,33 49, ,43 34,30 35,77 52,33 54,33 49, ,50 34,37 35,77 52,33 54,00 49, ,50 34,37 35,70 52,33 54,00 49, ,50 34,43 35,73 52,33 54,00 50, ,50 34,43 35,93 52,33 54,00 49, ,53 34,47 35,90 53,33 53,33 49, ,53 34,47 35,90 53,33 53,33 49, ,50 34,53 35,93 53,00 53,33 49, ,50 34,50 35,93 53,00 52,67 49, ,53 34,50 36,07 53,00 52,33 49, ,53 34,47 36,07 53,00 52,67 49, ,53 34,47 36,13 52,67 52,67 49, ,53 34,53 36,13 52,67 53,00 49, ,53 34,60 36,20 53,00 52,67 49, ,53 34,67 36,20 53,00 52,00 49, ,53 34,67 36,27 52,67 51,67 48, ,57 34,70 36,27 52,67 52,00 48, ,57 34,70 36,33 52,67 52,00 48, ,63 34,73 36,37 52,67 52,33 48, ,63 34,77 36,37 52,67 52,00 48, ,63 34,77 36,47 52,67 52,00 48, ,63 34,77 36,47 52,67 51,67 48, ,70 34,77 36,57 53,00 51,67 48, ,70 34,77 36,57 52,67 51,33 48, ,73 34,83 36,63 53,00 51,33 47, ,73 34,83 36,60 53,00 51,33 47,67 Rata-rata 33,55 34,54 36,11 52,91 52,84 49,04

93 76 Lampiran 10. Hasil Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan CBD Descriptives 95persen Confidence Interval for Mean Std. Std. Lower N Mean Deviation Error Bound Upper Bound Minimum Maximum Suhu Pohon Semak Rumput Total RH Pohon Semak Rumput Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

94 Lampiran 11. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan 77

95 78 Lampiran 12. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan Perumahan No Suhu Udara ( C) Kelembaban (persen) Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput 1 34,97 38,73 39,40 44,67 39,33 37, ,00 38,87 39,53 44,67 39,00 37, ,97 38,83 39,63 44,67 38,67 37, ,97 38,93 39,67 44,67 38,67 37, ,00 38,90 39,70 44,67 38,67 37, ,00 38,93 39,80 44,67 38,67 37, ,03 38,93 39,80 44,67 38,67 37, ,03 39,00 39,90 44,67 38,67 36, ,03 39,03 39,93 44,67 38,67 36, ,07 39,10 39,97 45,00 38,33 36, ,10 39,10 39,93 45,00 38,33 37, ,10 39,13 39,93 45,00 38,00 37, ,10 39,13 39,97 44,67 38,00 35, ,10 39,20 40,00 44,33 38,00 35, ,10 39,10 40,03 44,33 38,33 35, ,13 39,10 40,00 44,67 38,33 35, ,20 39,07 40,00 44,00 37,33 35, ,23 39,07 39,90 44,33 37,33 35, ,23 38,97 39,90 44,33 37,33 35, ,30 38,97 39,67 43,67 37,67 35, ,30 38,93 39,67 43,67 38,00 35, ,33 38,90 39,77 43,67 38,00 36, ,33 38,97 39,77 43,33 37,67 36, ,33 38,90 39,83 43,33 38,00 36, ,37 38,90 39,77 43,00 38,33 36, ,37 38,87 39,90 43,00 38,33 35, ,40 38,90 39,90 43,33 38,00 35, ,40 38,83 39,97 43,33 38,00 35, ,43 38,83 39,97 43,33 38,00 35, ,43 38,73 40,00 43,33 38,00 35,67 Rata-rata 35,18 38,96 39,84 44,16 38,21 36,23

96 79 Lampiran 13. Hasil Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan Perumahan Descriptives 95persen Confidence Interval for Mean Std. Std. Lower Upper N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum Suhu Pohon Semak Rumput Total RH Pohon Semak Rumput Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Suhu Between Groups Within Groups Total RH Between Groups Within Groups Total

97 Lampiran 14. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan RTH Kota 80

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September 2011. Lokasi yang dipilih

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BOGOR CHERISH NURUL AINY DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA NEFALIANTI DESTRIANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu wilayah yang akan terus tumbuh seiring dengan waktu baik dari segi pembangunan fisik maupun non fisik. Menurut Simond (1983), kota merupakan lanskap buatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A34203058 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Dengan ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota Kota dalam pengertian administrasi pemerintahan diartikan secara khusus, yaitu suatu bentuk pemerintah daerah yang merupakan daerah perkotaan. Wilayah kota secara administratif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) YUNI PUJIRAHAYU DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan menganalisis Ruang Terbuka Hijau. Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 12 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian di lapang berlangsung dari April 2011 sampai Juni 2011. Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kawasan Industri Karawang International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN Disusun oleh: DENI HERYANI A34203018 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DENI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT YUNITA SULISTRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci